bab ii tinjauan pustaka 2.1. fraktur 2.1.1. pengertian fraktur

37
8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fraktur 2.1.1. Pengertian Fraktur. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Sjamsuhidajat & Jong, 2011). Fraktur atau patah tulang adalah suatu kondisi dimana kontinuitas jaringan tulang dan/atau tulang rawan terputus secara sempurna atau sebagian yang pada disebabkan oleh rudapaksa atau osteoporosis (Smeltzer & Bare, 2013). Fraktur dapat terjadi akibat peristiwa trauma langsung, tekanan yang berulang-ulang, dan kelemahan abnormal pada tulang (Muttaqien, 2008). Fraktur diartikan secara ringkas dan umum sebagai patah tulang yang disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik, dan bisa terjadi akibat adanya tekanan yang berlebihan dibandingkan kemampuan tulang dalam menahan tekanan (Helmi, 2012). Akibat tulang tidak mampu menahan tekanan yang berlebihan menyebabkan fungsi dan struktur tulang menjadi rusak. Kelemahan tulang yang terjadi secara abnormal disebut juga fraktur patalogis (Solomon, 2010).

Upload: others

Post on 01-Oct-2021

17 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fraktur 2.1.1. Pengertian Fraktur

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Fraktur

2.1.1. Pengertian Fraktur.

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang

rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Sjamsuhidajat & Jong,

2011).

Fraktur atau patah tulang adalah suatu kondisi dimana kontinuitas

jaringan tulang dan/atau tulang rawan terputus secara sempurna atau

sebagian yang pada disebabkan oleh rudapaksa atau osteoporosis

(Smeltzer & Bare, 2013). Fraktur dapat terjadi akibat peristiwa trauma

langsung, tekanan yang berulang-ulang, dan kelemahan abnormal pada

tulang (Muttaqien, 2008). Fraktur diartikan secara ringkas dan umum

sebagai patah tulang yang disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik, dan

bisa terjadi akibat adanya tekanan yang berlebihan dibandingkan

kemampuan tulang dalam menahan tekanan (Helmi, 2012). Akibat tulang

tidak mampu menahan tekanan yang berlebihan menyebabkan fungsi dan

struktur tulang menjadi rusak. Kelemahan tulang yang terjadi secara

abnormal disebut juga fraktur patalogis (Solomon, 2010).

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fraktur 2.1.1. Pengertian Fraktur

9

2.1.2. Klasifikasi

Klasifikasi Fraktur Fraktur dapat diklasifikasikan sebagai fraktur terbuka

dan tertutup tergantung pada luka yang menghubungkan fraktur dengan

lingkungan luar. Fraktur terbuka ditunjukkan dengan fraktur yang

terhubung dengan lingkungan luar, kulit yang sobek, tulang yang terlihat,

dan menyebabkan cidera jaringan lunak sedangkan fraktur 16 tertutup

ditandai dengan fraktur yang tidak terhubung denganlingkungan luar,

kulit yang tetap utuh atau tidak sobek namun tetap terjadi pergeseran

tulang didalamnya (Smeltzer & Bare, 2013)

Fraktur juga dapat diklasifikasikan sebagai fraktur complete dan

incomplete (Lewis, 2011).

2.1.2.1. Fraktur complete berarti fraktur yang mengenai seluruh tulang

2.1.2.2. fraktur incomplete adalah fraktur yang patahan tulangnya

hanya sebagian tetapi tulang masih tetap utuh

Berdasarkan bentuk patahan tulang atau garis patah tulang, fraktur dapat

diklasifikasikan menjadi linear, oblik, transversal, longitudinal, dan spiral

(Lewis, 2011).

Fraktur juga diklasifikasikan kedalam fraktur displaced dan non

displaced. Fraktur displaced ditandai dengan ujung tulang yang patah

terpisah satu sama lain dan keluar dari posisi normal misalnya fraktur

comminuted dan oblik. Fraktur non displaced ditandai dengan periosteum

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fraktur 2.1.1. Pengertian Fraktur

10

tetap utuh dan tulang masih dalam posisi normal atau masih sejalan

misalnya transversal, greenstick, dan spiral (Lewis, 2011).

2.1.3. Etiologi Fraktur.

Fraktur dapat disebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan

puntir mendadak dan kontraksi otot yang ekstrim. Patah tulang

mempengaruhi jaringan sekitarnya mengakibatkan oedema jaringan

lunak, perdarahan otot dan sendi, dislokasi sendi, ruptur tendon,

kerusakan saraf dan pembuluh darah. Organ tubuh dapat mengalami

cedera akibat gaya yang disebabkan oleh fraktur atau gerakan fragmen

tulang (Smeltzer & Bare, 2010).

2.1.4. Faktor - faktor yang mempengaruhi terjadinya fraktur menurut

Helmi (2012)

21.4.1. Faktor ekstrinsik yaitu meliputi kecepatan dan durasi trauma yang

mengenai tulang, arah serta kekuatan tulang.

21.4.2. Faktor intrinsik yaitu meliputi kapasitas tulang mengabsorpsi

energi trauma, kelenturan, densitas serta kekuatan tulang.

Sebagian besar patah tulang merupakan akibat dari cedera, seperti

kecelakan mobil, olah raga atau karena jatuh. Jenis dan beratnya patah

tulang dipengaruhi oleh arah, kecepatan, kekuatan dari tenaga yang

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fraktur 2.1.1. Pengertian Fraktur

11

melawan tulang, usia penderita dan kelenturan tulang. Tulang yang rapuh

karena osteoporosis dapat mengalami patah tulang

2.1.5. Tipe fraktur ekstrimitas bawah.

Fraktur ekstremitas bawah adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang

atau tulang rawan yang terjadi pada ekstremitas bawah yang umumnya

disebabkan oleh kondisi trauma (Helmi, 2012).

2.1.5.1. Fraktur collum femur.

2.1.5.2. Fraktur femur.

2.1.5.3. Fraktur supra kondiler femur.

2.1.5.4. Fraktur patella.

2.1.5.5. Fraktur plateu tibia.

2.1.5.6. Fraktur cruris.

2.1.5.7. Fraktur ankle.

2.1.5.8. Fraktur metatarsal.

2.1.5.9. Fraktur phalang proksimal, medial dan distal.

2.1.6. Manifestasi klinis fraktur

Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas,

pemendekan ekstremitas, krepitasi, pembengkakan lokal dan perubahan .

warna (Suzanne.C.Smeltzer, 2010).

2.1.6.1. Nyeri terus menerus dan bertambah berat sampai fragmen tulang

diimobilisasi.

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fraktur 2.1.1. Pengertian Fraktur

12

2.1.6.2. Pergeseran fragmen tulang menyebabkan deformitas tulang yang

bisa diketahui dengan membandingkan dengan bagian yang

normal.

2.1.6.3. Pemendekan tulang yang disebabkan karena kontraksi otot yang

melekat diatas maupun dibawah tempat fraktur.

2.1.6.4. Pada pemeriksaan palpasi ditemukan adanya krepitasi akibat

gesekan antara fragmen satu dengan yang lainnya.

2.1.6.5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal kulit terjadi sebagai

akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur.

Diagnosis fraktur bergantung pada gejala, tanda fisik dan pemeriksaan

sinar X. Setelah mengalami cedera, pasien akan mengalami kebingungan

dan tidak menyadari adanya fraktur, serta berusaha berjalan dengan

tungkai yang patah (Suzanne.C.Smeltzer, 2010). Nyeri berhubungan

dengan fraktur sangat berat dan dapat dikurangi dengan menghindari

gerakan antar fragmen tulang dan sendi disekitar fraktur.

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fraktur 2.1.1. Pengertian Fraktur

13

2.1.7. Pathway fraktur

Pathway fraktur. pathway fraktur (Surangga, 2013)

2.1.8. Tahap penyembuhan fraktur.

Fraktur akan menyatu baik di bebat atau tidak, tanpa suatu mekanisme

alami untuk menyatu. Namun tidak benar bila dianggap bahwa penyatuan

akan terjadi jika suatu fraktur dibiarkan tetap bergerak bebas. Sebagian

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fraktur 2.1.1. Pengertian Fraktur

14

besar fraktur dibebat, tidak untuk memastikan penyatuan, tetapi untuk

meringankan nyeri, memastikan bahwa penyatuan terjadi pada posisi

yang baik dan untuk melakukan gerakan lebih awal dan mengembalikan

fungsi (Smeltzer & Bare, 2010).

Proses penyembuhan fraktur beragam sesuai dengan jenis tulang yang

terkena dan jumlah gerakan di tempat fraktur. Sjamsuhidayat (2011),

penyembuhan dimulai dengan lima tahap, yaitu sebagai berikut :

2.1.8.1. Tahap kerusakan jaringan dan pembentukan hematom (1-3 hari).

Pada tahap ini dimulai dengan robeknya pembuluh darah dan

terbentuk hematoma di sekitar dan di dalam fraktur. Tulang pada

permukaan fraktur, yang tidak mendapat persediaan darah, akan

mati sepanjang satu atau dua milimeter. Hematom ini kemudian

akan menjadi medium pertumbuhan sel jaringan fibrosis dan

vaskuler sehingga hematom berubah menjadi jaringan fibrosis

dengan kapiler di dalamnya

2.1.8.2. Tahap radang dan proliferasi seluler (3hari–2minggu).

Setelah pembentukan hematoma terdapat reaksi radang akut

disertai proliferasi sel di bawah periosteum dan di dalam saluran

medula yang tertembus. Ujung fragmen dikelilingi oleh jaringan

sel yang menghubungkan tempat fraktur. Hematoma yang

membeku perlahan-lahan diabsorbsi dan kapiler baru yang halus

berkembang ke dalam daerah tersebut.

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fraktur 2.1.1. Pengertian Fraktur

15

2.1.8.3. Fase Pembentukan Kalus, pertumbuhan jaringan berlanjut dan

lingkaran pada tulang rawan tumbuh mencapai sisi lain sampai

celah sudah terhubungkan. Fragmen patahan tulang bergabung

dengan jaringan fibrus, tulang rawan, dan tulang serat imatur.

Waktu yang diperlukan agar fragmen tulang tergabung adalah 3-

4 minggu (Smeltzer & Bare, 2013).

2.1.8.4. Fase Penulangan Kalus/Osifikasi, yaitu proses pembentukan

kalus mulai mengalami penulangan dalam waktu 2-3 minggu

melalui proses penulangan endokondral. Mineral terus menerus

ditimbun sampai tulang benar-benar saling menyatu hingga

keras. Pada orang dewasa normal, kasus fraktur panjang

memerlukan waktu 3-4 bulan dalam proses penulangan

(Smeltzer & Bare, 2013).

2.1.8.5. Fase Remodelling/Konsolidasi, yaitu tahap akhir pada proses

penyembuhan fraktur. Tahap ini terjadi perbaikan fraktur yang

meliputi pengambilan jaringan mati dan reorganisasi tulang baru

ke susunan struktural sebelum terjadinya patah tulang.

Remodelling memerlukan waktu berbulan-bulan hingga

bertahuntahun (Smeltzer & Bare, 2013).

2.1.8.6. Remodeling (6-12 bulan)

Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat.

Selama beberapa bulan, atau bahkan beberapa tahun, pengelasan

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fraktur 2.1.1. Pengertian Fraktur

16

kasar ini dibentuk ulang oleh proses resorpsi dan pembentukan

tulang akan memperoleh bentuk 14 yang mirip bentuk

normalnya.

2.1.9. Komplikasi fraktur

2.1.9.1. Komplikasi awal (dini) Komplikasi ini terjadi segera setelah

terjadinya fraktur seperti syok hipovolemik, kompartemen

sindrom, emboli lemak yang dapat mengganggu fungsi

ekstremitas permanen jika tidak segera ditangani (Smeltzer &

Bare, 2013).

2.1.9.2. Komplikasi lanjut Biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau

tahun setelah terjadinya fraktur pada pasien yang telah menjalani

proses pembedahan. Menurut kutipan dari Smeltzer dan Bare

(2013), komplikasi ini dapat berupa:

2.1.9.2.1. Komplikasi pada sendi seperti kekakuan sendi yang

menetap dan penyakit degeneratif sendi pasca trauma.

2.1.9.2.2. Komplikasi pada tulang seperti penyembuhan fraktur

yang tidak normal (delayed union, mal union, non

union), osteomielitis, osteoporosis, dan refraktur.

2.1.9.2.3. Komplikasi pada otot seperti atrofi otot dan ruptur

tendon lanjut.

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fraktur 2.1.1. Pengertian Fraktur

17

2.1.9.2.4. Komplikasi pada syaraf seperti tardy nerve palsy yaitu

saraf menebal akibat adanya fibrosis intraneural.

2.1.10. Penatalaksanaan fraktur

Prinsip penanganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi, dan

pengembalian fungsi serta kekuatan normal dengan rehabilitasi (Joyce

M.Black, 2014).

2.1.10.1. Reduksi.

Reduksi fraktur berarti mengembalikan fragmen tulang pada

kesejajaran dan rotasi anatomis. Reduksi bisa dilakukan secara

tertutup, terbuka dan traksi tergantung pada sifat fraktur namun

prinsip yang mendasarinya tetap sama. Reduksi tertutup

dilakukan dengan mengembalikan fragmen tulang kembali

keposisinya dengan manipulasi dan traksi manual.

Reduksi terbuka dilakukan pada fraktur yang memerlukan

pendekatan bedah dengan menggunakan alat fiksasi interna

dalam bentuk pin, kawat, plat sekrew digunakan untuk

mempertahankan fragmen tulang dalam posisinya sampai

penyembuhan solid terjadi. Traksi digunakan untuk reduksi dan

imobilisasi. Menurut Joyce M Black (2014), traksi adalah

pemasangan gaya tarikan ke bagian tubuh untuk

meminimalisasi spasme otot, mereduksi, mensejajarkan, serta

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fraktur 2.1.1. Pengertian Fraktur

18

mengurangi deformitas. Traksi meliputi traksi kulit dan traksi

skeletal.

2.1.10.2. Immobilisasi fraktur.

Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi,

atau dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar

sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan

fiksasi interna atau eksterna. Fiksasi eksterna dapat

menggunakan pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu pin dan

teknik gips. Fiksator interna dengan implant logam (ORIF).

2.1.10.3. Mempertahankan dan mengembalikan fungsi (Rehabilitasi).

Latihan otot dilakukan untuk meminimalkan atrofi dan

meningkatkan peredaran darah. Partisipasi dalam aktifitas

sehari-hari diusahakan untuk memperbaiki kemandirian fungsi

dan harga diri. Mobilisiasi pasien sedini mungkin pasca operasi

mempercepat proses pemulihan dan penyembuhan pasien

(Dudut, 2017).

2.2. Reduction Internal Fixation (ORIF).

2.2.1. Pengertian ORIF.

Open Reduction Internal Fixation (ORIF) adalah suatu jenis operasi

dengan pemasangan internal fiksasi yang dilakukan ketika fraktur tersebut

tidak dapat direduksi secara cukup dengan close reduction, untuk

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fraktur 2.1.1. Pengertian Fraktur

19

mempertahankan posisi yang tepat pada fragmen fraktur (Potter & Perry,

2008). Open Reduction Internal Fixation (ORIF) adalah sebuah prosedur

bedah medis, yang tindakannya mengacu pada operasi terbuka untuk

mengatur tulang, seperti yang diperlukan untuk beberapa patah tulang,

fiksasi internal mengacu pada fiksasi sekrup dan piring untuk

mengaktifkan atau memfasilitasi penyembuhan (Suzanne.C.Smeltzer,

2010).

Gambar 2.1 : ORIF tulang tibia dan fibula

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fraktur 2.1.1. Pengertian Fraktur

20

2.2.2. Fungsi ORIF

Fungsi ORIF untuk mempertahankan posisi fragmen tulang agar tetap

menyatu dan tidak mengalami pergerakan. Internal fiksasi ini berupa intra

medullary nail, biasanya digunakan untuk fraktur tulang panjang dengan

tipe fraktur transvers (Potter & Perry, 2008).

2.2.3. Indikasi dan Kontraindikasi ORIF.

Berikut adalah indikasi dan kontraindikasi ORIF menurut (Potter & Perry,

2008).

2.2.3.1. Indikasi

Fraktur yang tidak stabil dan jenis fraktur yang apabila ditangani

dengan metode terapi lain, terbukti tidak memberi hasil yang

memuaskan. Fraktur leher femoralis, fraktur lengan bawah distal,

dan fraktur intraartikular disertai pergeseran. Fraktur avulsi

mayor yang disertai oleh gangguan signifikan pada struktur otot

tendon.

2.2.3.2. Kontra indikasi.

Tulang osteoporotik terlalu rapuh menerima implan, jaringan

lunak diatasnya berkualitas buruk, terdapat infeksi adanya

fraktur comminuted yang parah yang menghambat rekonstruksi,

pasien dengan penurunan kesadaran, pasien dengan fraktur yang

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fraktur 2.1.1. Pengertian Fraktur

21

parah dan belum ada penyatuan tulang pasien yang mengalami

kelemahan (malaise).

2.2.4. Keuntungan dan kerugian ORIF.

Berikut adalah keuntungan dan kerugian ORIF menurut Helmi (2012) :

2.2.4.1. Keuntungan.

Mobilisasi dini tanpa fiksasi luar, ketelitian reposisi fragmen-

fragmen fraktur, kesempatan untuk memeriksa pembuluh darah

dan saraf di sekitarnya, stabilitas fiksasi yang cukup memadai

dapat dicapai, perawatan di RS yang relatif singkat pada kasus

tanpa komplikasi, potensi untuk mempertahankan fungsi sendi

yang mendekati normal serta kekuatan otot selama perawatan

fraktur.

2.2.4.2. Kerugian.

Setiap anastesi dan operasi mempunyai resiko komplikasi

bahkan kematian akibat dari tindakan tersebut, penanganan

operatif memperbesar kemungkinan infeksi dibandingkan

pemasangan gips atau traksi, penggunaan stabilisasi logam

interna memungkinkan kegagalan alat itu sendiri, pembedahan

itu sendiri merupakan trauma pada jaringan lunak, dan struktur

yang sebelumnya tak mengalami cedera mungkin akan terpotong

atau mengalami kerusakan selama tindakan operasi.

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fraktur 2.1.1. Pengertian Fraktur

22

2.2.5. Perawatan post ORIF.

Perawatan dilakukan utnuk meningkatkan kembali fungsi dan kekuatan

pada bagian yang sakit. Berikut ini merupakan perawatan pasien post

ORIF menurut Dudut (2017) :

2.2.5.1. Mempertahankan reduksi dan imobilisasi.

2.2.5.2. Meninggikan bagian yang sakit untuk meminimalkan

pembengkak.

2.2.5.3. Mengontrol kecemasan dan nyeri (biasanya orang yang tingkat

kecemasannya tinggi, akan merespon nyeri dengan berlebihan)

2.2.5.4. Latihan otot, pergerakan harus tetap dilakukan selama masa

imobilisasi tulang, tujuannya agar otot tidak kaku dan terhindar

dari pengecilan massa otot akibat latihan yang kurang.

2.2.5.5. motivasi klien untuk melakukan aktivitas secara bertahap dan

menyarankan keluarga untuk selalu memberikan dukungan

kepada klien.

2.3. Range Of Motion (ROM).

2.3.1. Pengertian.

Latihan Range of Motion (ROM) adalah latihan yang dilakukan untuk

mempertahankan atau memperbaiki tingkat kesempurnaan kemampuan

menggerakan persendian secara normal dan lengkap untuk meningkatkan

massa otot dan tonus otot (Potter & Perry, 2005). Range of motion adalah

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fraktur 2.1.1. Pengertian Fraktur

23

gerakan dalam keadaan normal dapat dilakukan oleh sendi yang

bersangkutan (Suratun, 2008). Latihan Range of Motion (ROM)

merupakan istilah baku untuk menyatakan batas atau batasan gerakan

sendi yang normal dan sebagai dasar untuk menetapkan adanya

kelainanataupun untuk menyatakan batas gerakan sendi yang abnormal

(Arif, 2008).

2.3.2. Tujuan ROM.

Menurut Suratun (2008), tujuan dilakukan ROM yaitu untuk

meningkatkan atau mempertahankan fleksibilitas dan kekuatan otot,

mempertahankan fungsi jantung dan pernapasan, mencegah kontraktur

dan kekakuan pada sendi.

2.3.3. Manfaat ROM.

Manfaat melakukan ROM yaitu dapat menentukan nilai kemampuan

sendi tulang dan otot dalam melakukan pergerakan, memperbaiki tonus

otot, memperbaiki tolernsi otot 10 untuk latihan, mencegah terjadinya

kekakuan sendi, memperlancar sirkulasi darah (Arif, 2008).

Prinsip pelaksanaan ROM.

Adapun prinsip latihan ROM menurut Kadek (2012), yaitu :

2.3.3.1. ROM harus diulang sekitar 8 kali dan dikerjakan minimal 2 kali

sehari.

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fraktur 2.1.1. Pengertian Fraktur

24

2.3.3.2. ROM di lakukan berlahan dan hati-hati sehingga tidak

melelahkan pasien.

2.3.3.3. Dalam merencanakan program latihan ROM, perhatikan umur

pasien, diagnosa, tanda-tanda vital dan lamanya tirah baring.

2.3.3.4. Bagian-bagian tubuh yang dapat di lakukan latihan ROM adalah

leher, jari, lengan, siku, bahu, tumit, kaki, dan pergelangan kaki.

2.3.3.5. ROM dapat di lakukan pada semua persendian atau hanya pada

bagian-bagian yang di curigai mengalami proses penyakit.

2.3.3.6. Melakukan ROM harus sesuai waktunya. Misalnya setelah

mandi atau perawatan rutin telah di lakukan.

2.3.4. Jenis-jenis ROM.

Menurut Suratun (2008), terdapat 2 jenis ROM secara umum yaitu :

2.3.4.1. ROM Pasif.

Latihan ROM yang dilakukan pasien dengan bantuan perawat di

setiap gerakan. Perawat melakukan gerakan pers endianklien

sesuai dengan rentang gerak yang normal (klien pasif). Kekuatan

otot 50% Indikasi latihan pasif adalah pasien semikoma dan

tidak sadar, pasien dengan keterbatasan mobilisasi, pasien

dengan tirah baring total. Pada ROM pasif sendi yang digerakan

yaitu seluruh persendian tubuh atau hanya pada ekstremitas yang

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fraktur 2.1.1. Pengertian Fraktur

25

terganggu dan klien tidak mampu melaksanakannya secara

mandiri.

2.3.4.2. ROM aktif.

Perawat memberikan motivasi, dan membimbing klien dalam

melaksanakan pergerakan sendi secara mandiri sesuai dengan

rentang gerak sendi normal ( klien aktif ). Kekuatan otot 75 %.

Pada ROM aktif sendi yang digerakan adalah seluruh tubuh dari

kepala sampai ujung jari kaki oleh klien sendiri secara aktif.

2.3.5. Jenis-jenis gerakan dalam ROM.

Jenis-jenis gerakan dalam latihan Range of Motion (ROM) menurut Arif

(2008), yaitu :

2.3.5.1. Fleksi adalah gerakan melipat sendi dari keadaan lurus seperti

flexi lengan bawah dan flexi jari.

2.3.5.2. Ekstensi adalah gerakan meluruskan sendi dari keadaan terlipat,

keadaan lurus ini mengakibatkan ukuran lengan atas tungkai

menjadi lebih panjang dibanding dari keadaan terlipat. Duplikasi

terjadi untuk gerakan sendi kaki antara dorso flexi dan plantar

flexi, mana yang flexi mana yang extensi atau keduanya flexi.

Boleh digunakan istilah dorso flexi, plantar flexi atau flexi kaki =

dorso flexi atau extensi kaki = plantar flexi, karena dengan

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fraktur 2.1.1. Pengertian Fraktur

26

extensi dimaksud disini ukuran seluruh tungkai menjadi lebih

panjang.

2.3.5.3. Hiperekstensi adalah gerakan yng melebihi rentang gerakan

ekstensi.

2.3.5.4. Rotasi adalah gerak putar pada sumbu panjang seluruh tungkai

kearah luar.

2.3.5.5. Supinasi adalah gerakan putar kearah luar dari lengan bawah dan

tangan sehingga telapak tangan kembali menghadap ke depan.

2.3.5.6. Pronasi adalah gerakan putar kearah dalam dari lengan bawah

dan tangan sehingga telapak tangan menghadap ke belakang.

2.3.5.7. Abduksi adalah gerakan pada bidang frontal untuk “membuka

sudut” terhadap garis tengah seperti gerakan merentangkan

lengan, merentangkan tungkai dan merentangkan jari-jari tangan.

2.3.5.8. Aduksi adalah gerakan pada bidang frental untuk menutup sudut

terhadap garis tengah. Gerakan ini merupakan gerakan yang

sebaliknya dari gerakan abduksi

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fraktur 2.1.1. Pengertian Fraktur

27

Gambar 2.2 : Gerakan ROM 1

Gambar 2.3 : Gerakan ROM 2

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fraktur 2.1.1. Pengertian Fraktur

28

Gambar 2.2 : Gerakan ROM 3

2.3.6. Tata cara pelaksanaan ROM.

Berikut merupakan tata cara pelaksanaan ROM menurut Suratun (2008),

yaitu :

2.3.6.1. Flexi dan Extensi Pergelangan tangan.

Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.

Atur posisi lengan pasien dengan menjauhi sisi tubuh dan

siku menekuk dengan lengan.

Pegang tangan pasien dengan satu tangan dan tangan yang

lain memegang pergelangan tangan pasien.

Tekuk tangan pasien ke depan sejauh mungkin.

Catat perubahan yang terjadi.

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fraktur 2.1.1. Pengertian Fraktur

29

2.3.6.2. Flexi dan extensi Siku.

Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.

Atur posisi lengan pasien dengan menjauhi sisi tubuh

dengan telapak tangan mengarah ke tubuhnya.

Letakkan tangan diatas siku pasien dan pegang tangannya

dengan tangan lainnya.

Tekuk siku pasien sehingga tangannya mendekat bahu.

Lakukan dan kembalikan ke posisi sebelumnya.

Catat perubahan yang terjadi.

2.3.6.3. Pronasi dan Supinasi lengan bawah.

Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.

Atur posisi lengan bawah menjauhi tubuh pasien dengan

siku menekuk.

Letakan satu tangan perawat pada pergelangan pasien dan

pegang tangan pasien dengan tangan lainnya.

Putar lengan bawah pasien sehingga telapaknya

menjauhinya.

Kembalikan keposisi semula.

Abduksi dan Adduksi.

Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.

Atur posisi lengan pasien disamping badannya.

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fraktur 2.1.1. Pengertian Fraktur

30

Letakan satu tangan perawat di atas pasien dan pegang

tangan pasien dengan tangan lainnya.

Gerakan lengan pasien menjauh dari tubuhnya kearah

perawat.

Kembalikan ke posisi semula.

Catat perubahan yang terjadi.

2.3.6.4. Flexi dan Extensi Jari – Jari

Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.

Pegang jari – jari kaki pasien dengan satu tangan sementara

tangan lain memegang kaki.

Bengkokkan ( tekuk ) jari – jari kebawah.

Luruskan jari – jari kaki ke belakang.

Kembalikan ke posisi semula.

Catat perubahan yang terjadi.

Flexi dan Extensi pergelangan kaki siku.

Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.

Letakan satu tangan perawat pada pergelangan kaki dan satu

tangan yang lain diatas lutut.

Putar kaki menjauhi perawat.

Putar kaki karah terawat.

Kembalikkan keposisi semula.

Catat perubahan yang terjadi.

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fraktur 2.1.1. Pengertian Fraktur

31

2.4. Ambulasi Dini

2.4.1. Pengertian ambulasi dini.

Ambulasi merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak bebas,

mudah, teratur, mempunyai tujuan memenuhi kebutuhan hidup sehat, dan

penting untuk kemandirian (Barbara, 2006). ambulasi Dini adalah

kebijakan untuk selekas mungkin membimbing penderita keluar dari

tempat tidurnya dan membimbingnya selekas mungkin berjalan

(Soelaiman, dan Efendi, 2008).

Ambulasi Dini yaitu proses aktivitas yang dilakukan post operasi dimulai

dari latihan ringan di atas tempat tidur (latihan latihan pernafasan, latihan

batuk afektif dan menggerakkan tungkai) sampai dengan pasien bisa turun

dari tempat tidur, berjalan ke kamar mandi dan berjalan keluar kamar

(Smeltzer, 2005). Menurut Carpenito (2000), mobilisasi dini merupakan

suatu aspek yang terpenting pada fungsi fosiologis karena hal itu esensial

untuk mempertahankan kemandirian.

2.4.2. Tujuan Ambulasi Dini.

Menurut Asmadi (2008) manfaat Ambulasi adalah:

2.4.2.1. Mencegah dampak Immobilisasi pasca operasi meliputi :

2.4.2.1.1. Sistem Integumen : kerusakan integritas kulit seperti

Abrasi, sirkulasi yang terlambat yang menyebabkan

terjadinya Atropi akut dan perubahan turgor kulit.

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fraktur 2.1.1. Pengertian Fraktur

32

2.4.2.1.2. Sistem Kardiovaskuler : Penurunan Kardiak reserve,

peningkatan beban kerja jantung, hipotensi ortostatic,

phlebotrombosis.

2.4.2.1.3. Sistem Respirasi : Penurunan kapasitas vital,

Penurunan ventilasi volunter maksimal, penurunan

ventilasi/perfusi setempat, mekanisme batuk yang

menurun

2.4.2.1.4. Sistem Pencernaan : Anoreksi-Konstipasi, Penurunan

Metabolisme.

2.4.2.1.5. Sistem Perkemihan : Menyebabkan perubahan pada

Eliminasi Urine, infeksi saluran kemih, hiperkalsiuria

2.4.2.1.6. Sistem Muskulo Skeletal : Penurunan masa otot,

osteoporosis, pemendekan serat otot.

2.4.2.1.7. Sistem Neurosensoris : Kerusakan jaringan,

menimbulkan gangguan syaraf pada bagian distal,

nyeri yang hebat.

Manfaat ambulasi adalah untuk memperbaiki sirkulasi, mencegah

flebotrombosis (thrombosis vena profunda/DVT). Mengurangi

komplikasi immobilisasi pasca operasi, mempercepat pemulihan

peristaltic usus, mempercepat pasien pasca operasi.

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fraktur 2.1.1. Pengertian Fraktur

33

Ambulasi sangat penting dilakukan pada pasien pasca operasi karena jika

pasien membatasi pergerakannya di tempat tidur dan sama sekali tidak

melakukan ambulasi pasien akan semakin sulit untuk memulai berjalan

(Kozier, 2010).

2.4.3. Manfaat ambulasi dini.

Menurut Rambai (2008) yang dikutif dalam Suparyanto (2011) manfaat

mobilisasi dini adalah :

2.4.3.1. Melancarkan sirkulasi darah.

2.4.3.2. Membantu proses pemulihan lebih cepat.

2.4.3.3. Mencegah terjadinya infeksi yang timbul karna gangguan

pembuluh darah balik (Deep vein thrombosisi) serta menjaga

perdarahan lebih lanjut.

2.4.3.4. Mencegah terjadinya kekakuan tonus otot, sendi dan tulang.

2.4.3.5. Mencegah terjadinya atrofi otot.

2.4.3.6. Mencegah terjadi resiko emboli paru.

2.4.3.7. Mencegah terjadinya gangguan sistem pencernaan (sembelit).

2.4.4. Faktor-faktor yang mempengaruhi ambulasi dini.

Menurut Dudut (2017), adapun faktor-faktor yang mempengaruhi

pelaksanaan mobilisasi dini pasca poperasi adalah sebagai berikut:

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fraktur 2.1.1. Pengertian Fraktur

34

2.4.4.1. Rendahnya Pengetahuan.

Tingkat pengetahuan merupakan faktor yang berperan penting

dalam mewujudkan pelaksanaan mobilisasi dini pasca operasi.

Jika tingkat pengetahuan seseorang rendah terhadap manfaat dari

mobilisasi maka hal itu akan sangat mempengaruhi pada tingkat

pelaksanaannya.

2.4.4.2. Ketidakmampuan atau kelemahan.

2.4.4.3. Tidak jarang setelah seseorang dilakukan tindakan operasi

memilih tidur dan istirahat di tempat tidur daripada melakukan

pergerakn secara bertahap karena faktor kelemahan.

Nyeri atau rasa tidak nyaman.Rasa nyeri setelah operasi

membuat pasien enggan untuk mulai belajar melakukan

pergerakan dan akan lebih memilih berbaring terus, di atas

tempat tidur, dan pelaksanaan mobilisasi tentu saja akan

terhambat.

2.4.4.4. Kecemasan.

Kecemasan pasien terhadap ketidakmampuan dalam melakukan

mobilisasi sangat berpengaruh pada tingkat keberhasilan saat

melakukan pergerakan. Pasien harus mempunyai keyakinan

untuk dapat melakukan mobilisasi dengan cepat dan tepat.

Mobilisasi/ambulasi yang dilakukan sesegera mungkin dengan

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fraktur 2.1.1. Pengertian Fraktur

35

cara yang benar dan bertahap mempercepat proses pemulihan

kondisi tubuh secara umum.

2.4.5. Tahap-tahap mobilisasi dini.

Menurut Carpenito (2000), tahap-tahap dalam mobilisasi dini terdapat

tiga rentang gerak yaitu:

2.4.5.1. Rentang gerak pasif Rentang gerak pasif ini berguna untuk

menjaga kelenturan otot-otot dan persendian dengan

menggerakkan otot orang lain secara pasif, misalnya perawat

mengangkat dan menggerakkan kaki pasien.

2.4.5.2. Rentang gerak aktif Hal ini melatih kelenturan dan kekuatan otot

serta sendi dengan menggunakan otot-ototnya secara aktif

misalnya, berbaring pasien menggerakkan kakinya.

2.4.5.3. Rentang gerak fungsional berguna untuk memperkuat otot-otot

dan sendi dengan melakukan aktivitas yang diperlukan.

2.4.6. Pelaksanaan tindakan Ambulasi

Pelaksanaan ambulasi dini terdiri dari tahap-tahap sebagai berikut, tidur

telentang dulu selama 12 jam post operasi (jika anastesi spinal atau

general), kemudian boleh miring-miring, duduk, berdiri dan berjalan-

jalan. Sebelum mobilisasi dini dapat membantu tubuh melakukan adaptasi

dewngan baik sehingga tidak menimbulkan keluhan lain yang tidak

diharapkan (dudut, 2017).

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fraktur 2.1.1. Pengertian Fraktur

36

2.4.6.1. Miring ke kiri-kanan.

Memiringkan badan ke kiri dan ke kanan merupakan mobilisasi

paling ringan dan yang paling baik dilakukan pertama kali. Di

samping dapat 9 mempercepat proses penyembuhan, gerakan ini

juga mempercepat proses kembalinya fungsi usus dan kandung

kemih secara normal.

2.4.6.2. Menggerakkan kaki.

2.4.6.3. Setelah mengembalikan badan ke kanan dan kekiri, mulai

gerakan kedua belah kaki.

2.4.6.4. Duduk menjuntaikan kaki.

2.4.6.5. Hari pertama setelah operasi setelah merasa lebih ringan cobalah

untuk duduk di tempat tidur dengan menjuntaikan kaki. Bila

merasa tidak nyaman dipaksakan lakukan perlahan-lahan sampai

terasa nyaman

2.4.6.6. Berdiri dan belajar berjalan dengan alat bantu.

Jika duduk tidak menyebabkan rasa pusing, teruskanlaah dengan

mencoba turun dari tempat tidur dan berdiri kemudian belajar

berjalan dengan alat bantu jalan seperti crutch atau alker. Bila

terasa sakit atau ada keluhan, sebaiknya hentikan dulu dan

dicoba lagi setelah kondisi terasa lebih nyaman.

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fraktur 2.1.1. Pengertian Fraktur

37

2.4.7. Macam-macam alat bantu jalan.

Alat bantu jalan pasien adalah alat bantu jalan yang digunakan pada

penderita/pasien yang mengalami penurunan kekuatan otot dan patah

tulang pada anggota gerak bawah serta gangguan keseimbangan (Barbara,

2009). Alat bantu jalan seperti kruk axila, tongkat, walker, kruk, dan kursi

roda.

2.4.8. SOP ambulasi

Tabel 2.1 SOP ambulasi

NO Standar Operasional Prosedur (SOP) Ambulasi

Definisi Ambulasi dini adalah tahapan kegiatan yang

dilakukan segera pada pasien pasca operasi

dimulai dari bangun dan duduk sampai pasien

turun dari tempattidur dan mulai berjalan

dengan bantuan alat sesuai dengan kondisi

pasien(Dudut, 2017)

Prosedur

ROM/kebugaran

Hari pertama pasca

operasi atau 6 jam

sampai 12 jam dg

Latihan Terstruktur bertujuan untuk

mengurangi kelelahan dan kemampuan

beraktivitas selama dirawat di rumah

sakit. Latihan ini dilakukan dengan

melatih kekuatan otot dan pergerakan

Page 31: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fraktur 2.1.1. Pengertian Fraktur

38

spinal anestesi dan

24 jam 48 jam dg

anestesi umum

sendi lengan maupun tungkai yang akan

dipergunakan untuk berjalan.perawat akan

mengajarkan anda bagaimana cara

melakukan latihan ROM. Latihan ROM

dilakukan dengan frekuensi 2 kali

perhari,setiap gerakan sebanyak 4 kali

setiap set.

Langkah –langkah latihan ROM

a. Gerakan pertama, mengangkat kedua

bahu, kemudian menurunkan kembali.

b. Gerakan kedua, mengangkat kedua

tangan keatas secara bergantian.

c. Gerakan ketiga, mengangkat tangan

keatas seperti gerakan memetik buah

dan lakukan secara bergantian.

d. Gerakan keempat, melakukan gerakan

kedua tangan mendorong kedepan.

e. Gerakan kelima, mengangkat kedua

tangan sejajar dengan bahu kemudian

turunkan keatas tempat tidur dan

berikan sedikit tekanan pada tempat

Page 32: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fraktur 2.1.1. Pengertian Fraktur

39

tidur.

f. Gerakan keenam, mengepalkan tangan

dan melakukan gerakan seperti

mengangkat beban . gerakan

mengepal dilakukan sambil

mengencangkan otot selama 10 detik.

g. Gerakan ketujuh, pasien duduk

ditempat tidur, letakan kedua telapak

tangan disisi badan lalu angkat

bokong dengan beban tertumpu

ditelapak tangan. Gerakan ini

dilakukan selama 10 detik.

h. Gerakan kedelapan, mengangkat kaki

yg sehat keatas kemudian turunkan

secara perlahan.

i. Gerakan kesembilan, letakan bantalan

dibawah lutut, dengan menggunakan

otot paha berikan tekanan pada

bantalan selama 10 detik.

j. Gerakan kesepuluh, arahkan telapak

kaki kedepan dan kebelakang secara

Page 33: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fraktur 2.1.1. Pengertian Fraktur

40

bergantian.

Prosedur Latihan

Ambulasi Dini

Hari ke 2 pasca

operasi

1. Pasien duduk disamping tempat tidur.

cara kerja:

a. Pastika posisi anda bergeser kesamping

tempat tidure.

b. Dari posisi berbaring lalu duduk dengan

tegak.

c. Arahkan badan dan kaki anda bergeser

dan berputar 90 ˚ menuju samping

tempat tidur.

d. Perawat akan membantu mengangkat

kaki yang dioperasi dan menurunkannya

secara perlahan.

e. Kemudian, duduk disamping tempat

tidur dengan kaki menjuntai kelantai.

2. Pasien berejalan menggunakan tongkat

( jarak +/- 4,5 meter).

a. Sebelumnya perawat akan mengukur

tongkat sesuai dengan kebutuhan

Page 34: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fraktur 2.1.1. Pengertian Fraktur

41

anda.

b. Selanjutnya, perawat akan

mengajarkan anda bagaimana cara

menggunakan alat bantu jalan

(tongkat).

c. Perawat akan membantu anda dari

posisi duduk menuju posisi berdiri.

Jika anda merasa pusing, jantung

berdebar, atau kelelahan segera

beritahu perawat.

d. Selanjutnya perawat memberi tongkat

kepada anda.

e. Anda akan dibimbing perawat selama

berjalan, pastiakan kaki yang dioperasi

tidak menyentuh lantai saat berjalan

sesuai anjuran petugas.

Cara menggunakan tongkat :

a. Letakan jari 2 jari dibawah ketiak.

b. Tangan menggengam pegangan tongkat

dengan siku membentuk sudut 15-30˚

c. Posisi ujung bawah tongkat berada sekitar

Page 35: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fraktur 2.1.1. Pengertian Fraktur

42

15cm kesamping bagian depan kaki.

d. Berdiri dalam posisi tegak, dengan kaki

tidak menapak ( pada kaki yang sakit)

e. Jika ingin berjalan, gerakan tongkat

kedepan diikuti kaki yang dioperasi,

selanjutnya anda melangkah.

2.5. Iowa Level Of Assistance Scale (ILOA).

2.5.1. Pengertian ILOA.

Iowa Level Of Assistance Scale (ILOA) adalah instrument yang

digunakan untuk mengukur kemampuan mobilisasi dini pada pasien post

operasi (ORIF ekstrimitas bawah) (Kimmel, 2016).

2.5.2. Tugas penilaian.

2.5.3. Adapun tugas yang dinilai dalam penerapan ILOA menururt Benedetti

(2014) ada 5 yaitu :

2.5.3.1. Posisi tidur menuju duduk di samping tempat tidur.

2.5.3.2. Duduk di samping tempat tidurmenuju berdiri.

2.5.3.3. Berjalan 4,5 m.

2.5.3.4. Naik dan turun tiga anak tangga.

2.5.3.5. Kecepatan berjalan dengan jarak 13,4 m.

Page 36: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fraktur 2.1.1. Pengertian Fraktur

43

2.5.4. Skala ordinal dan definisi tingkat bantuan.

Tabel 2.2 : Tabel skala dan definisi tingkat bantuan.

0 Mandiri Tidak ada bantuan atau supervise yang diperlukan

untuk melakukan aktivitas dengan aman atau

tanpa menggunakan alat bantu, atau alat

modifikasi.

1 Waspada Supervisi diperlukan untuk melakukan aktivitas

dengan aman, tidak ada kontak yang diperlukan.

2 Minimal Satu titik kontak diperlukan untuk melakukan

aktivitas dengan aman, termasuk membantu

menggunakan alat bantu berjalan, mengatur

tungkai dan menstabilkan alat berjalan.

3 Sedang Dua titik kontak diperlukan (oleh satu atau dua

orangg ) untuk melakukan aktivitas dengan aman.

4 Maksimal Dukungan bermakna diperlukan pada tiga atau

lebih titik kontak (oleh satu orang atau lebih).

5 Gagal Mencoba aktivitas, tapi gagal meski dengan

bantuan maksimal.

6 Tidak

diuji

Karena alasan medis atau alasan keamanan uji

tidak dilakukan.

Page 37: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fraktur 2.1.1. Pengertian Fraktur

44

2.5.5. Rentang skor.

2.5.5.1. Skor minimal yaitu jika pasien mandiri melakukan seluruh

aktivitas (tingkat ketergantungan =0) untuk melakukan tugas,

skor total 5x0=0.

2.5.5.2. Skor maksimal yaitu jika pasien tidak mampu melakukan seluruh

aktivitas karena alasan medic atau alasan keamanan (tingkat

bantuan=6) maka skor total 5x6=30