bab 2 tinjauan pustaka 2.1 konsep fraktur 2.1.1 ... 2.pdfjenis dan luasnya. fraktur terjadi jika...
TRANSCRIPT
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Fraktur
2.1.1 Defenisi Fraktur
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang baik karena trauma, tekanan
maupun kelainan patologis. Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan
oleh trauma atau tenaga fisik (Price, 2005). Sedangkan menurut Smeltzer
(2005) fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang yang ditentukan sesuai
jenis dan luasnya. Fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari
yang diabsorpsinya.
2.1.2 Etiologi
Fraktur disebabkan oleh karena kekuatan langsung atau tidak langsung.
Kakuatan (direct force). Diantaranya disebabkan oleh trauma baik karena
kecelakaan lalu lintas ataupun terjatuh dari tempat ketinggian, serta kekuatan
tidak langsung (indirect force) contohnya adalah penyakit metabolic seperti
osteoporosis yang menyebabkan fraktur patologis dan adanya keletihan
(fatigue) pada tulang akibat aktifitas yang berlebihan (Waher salmond &
Pellino), 2009). Sedangkan menurut Smeltzer & Bare (2009) fraktur dapat
disebabkan oleh beberapa hal diantaranya :
1 Infeksi2 Pukulan langsung 3 Gerakan punter mendadak4 Kontraksi otot ekstrem.
5. Gaya meremuk2.1.3 Manifestasi Klinis
8
9
Smeltzer & Bare (2009) menjelaskan, manifestasi klinis fraktur adalah
nyeri. hilangnya fungsi deformitas, pemendekan ekstremitas diimobilisasi,
pembengkakan local, dan perubahan warna yang dijelaskan secara rinci
sebagai berikut:1) Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk
bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar
fragmen tulang.2) Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tidak di gunakan dan cenderung
bergerak secara alamiah (gerakan luar biasa) pergeseran fragmen pada
fraktur lengan dan tungkai menyebabkan deformitas (terlihat maupun
teraba) ektremitas bias diketahui dengan membangdingkannya dengan
ekstremitas normal. Ektremitas dapat berfungsi dengan baik karena fungsi
otot. Tergantung pada integrasi tulamg tempat melekatnya otot.3) Pada fraktur Panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena
kontraksi otot yang melekat diatas dan bawah tempat fraktur fragmen
sering saling melengkapi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5 cm (1
sampai 2 inci)4) Saat ektremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya tulang dinamakan
krepitius yang teraba akibat gesekan antara fragmen atau dengan yang
lainnya. Uji krepitus dapat menyebabkan kerusakan jaringan lunak yang
lebih berat.5) Pembengkakan dan perubahan warna local pada kulit terjadi sebagai
akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini biasanya
terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cedera.2.1.4 Penatalaksanaan Medis
1. Penatalaksanaan kedaruratana. Segera setelah cedera, imobilisasi bagian tubuh yang sebelum pasien di Pindahkan
10
b. Bebat fraktur, termasuk sendi yang berada di dekat fraktur untuk mencegah gerakan fragmen fraktur.c. Imobilisasi tulang Panjang ektremitas bawah dapat dilakukan dengan
mengangkat (membebat ) kedua tungkai Bersama-sama : ektremitas
yang tidak terganngu berperan sebagai bebat untuk ekstremitas yang
cedera.d. Pada cedera ekstremitas atas, lengan dapat di bebat ke dada, atau lengan
yang cedera dapat di gendong dengan mitela (kain gandongan).e. Kaji status neurovaskuler disisi distal area cedera sebelum dan setelah
pembidaian untuk menentukan keadekuatan perfusi jaringan perifer dan
fungsi saraf. 2. Penatalaksanaan komplikasi
a. Terapi syok terdiri dari menstabilkan fraktur untuk mencegah hemoragi
lebih lanjut, mengembalikan volume dan sirkulasi darah, meredakan
nyeri pasien, memberikan imobilisasi yang tepat, dan melindungi pasien
dari cedera lebih lanjut dan dari komplikasi lain. b. Pencegahan dan penatalaksanaan embolisme lemak mencakup
mengimobilisasi fraktur dengan cepat, menopang tulang yang
mengalami fraktur ketika berpindah dan memperbaiki posisi secara
tepat, dan mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit.c. Sindrom kompartemen ditangani dengan mengendalikan pembengkakan
dengan meninggikan ektremitas setinggi jantung atau dengan
melepaskan alat rekriftif (balutan atau gips). Fasiotomi (dekompresi
bedah dengan eksisi fasia) mungkin diperlukan unutk meredakan fasia
otot yang mengalami konsrtiksi. d. Fraktur yang tidak menyatu (nonunion) (kegagalan ujung tulang fraktur
untuk menyatu) diterapi dengan fiksasi internal, tandur tulang
(osteogenesis, osteo konduksi, osteoinduksi), stimulasi tulang elekrtik,
atau kombinasi dari semua ini.
11
3. Penatalaksanaan fraktur tertutup a. Informasikan pasien mengenai metode pengontrolan edema dan nyeri (mis. Meninggikan ekstremitas setinggi jantung, menggunakan analgesic sesuai resep).b. Ajarkan latihan untuk mempertahankan kesehatan otak yang tidak
menggunakan alat bantu (mis. Tongkat alat bantu dengan aman).c. Bantu klien memodifikasi lingkungan rumah mereka sesuai kebutuhan
dan cari bantuan personal jika diperlukan.d. Berikan Pendidikan kesehatann kepada pasien mengenai perawatan diri
mengidentifikasi, pemantauan kemungkinan komplikasi, dan perlunya
supervise berkelanjutan. 4. Penatalaksanaan fraktur terbuka
a. Sasaran penatalaksanaan adalah untuk mencegah infeksi luka,
jaringan tulang serta unutk meningkatkan pemulihan tulang dan
jaringan lunak pada fraktur terbuka, terdapat risiko oesteomielitis,
tetanus, dan gas gangren.b. Berikan antibiotik IV dengan segera saat pasien tiba di rumah sakit
bersamaan dengan tetanus toksoid jika diperlukan.c. Lakukan irigasi dan debridemen. d. Tinggikan ekstremitas untuk meminimalkan edema.e. Kaji status neuro vaskuler dengan sering
Ukur suhu tubuh pasien dalam interval teratur, dan pantau tanda-tandavital.
2.1.5 Klasifikasi Fraktur 1. Fraktur tertutup Fraktur tertutup (simple/close fracture) Fraktur tertutup adalah fraktur yang tidak menyebabkan robeknya kulit tetapi terjadi pergeseran tulang didalamnya (Smeltzer & Bare, 2009).2. Fraktur terbuka (complicated/open fraktur) fraktur terbuka merupakan
fraktur dengan luka pada kulit atau membrane mukosa atau sampai
patahan tulang. Fraktur terbuka di bagi menjadi tiga derajat, yaitu :a. Grade I : dengan luka bersih kurang dari 1 cm panjangnya,
kerusakan jaringan lunak minimal, biasanya tipe fraktur
simple transverse dan fraktur obliq pendek. b. Grade II :sampai sangat terkontaminasi dan mengalami kerusakan
jaringan lunak yang eksensif, kerusakan meliputi kulit dan
12
struktur neurovaskuler. 3. Grade Grade III : hilangnya
jaringan lunak, sehingga tampak jaringan tulang dan
membutuhkan kulit untuk menutup.c. Grade III : hilangnya jaringan lunak, sehingga tampak jaringan tulang
dan membutuhkan kulit untuk menutup. Gambar 2.1 Fraktur terbuka dan tertutup ( Weki Pedia, 2017)
3. berdasarkan patahannya, patah tulang dibedakan menjadi beberapa jenis
yaitu ;
a.
fraktur garis rambut, sering ditemui pada telapak kaki atau tungkai
kaki bagian bawah sebagai hasil tekanan berulang dari aktifitas
penderita seperti berlari. b. fraktur greestick, retakan tulang yang kecil dan ramping biasanya
terjadi pada anak kecil, sebab tulang mereka lebih fleksibel dari
tulang dewasa.c. fraktur comminuted, adalah jenis patah tulang di mana tulang patah
menjadi bagian-bagian kecil.d. fraktur kompresi adalah jenis patah kaki yang terjadi ketika dua
tulang saling menekan satu sama lain. Tulang belakang menjadi
resiko terkena jenis patah tulang ini. e. fraktur melintang adalah patah tulang di mana patahannya punya
pola miring.
13
f. fraktur miring adalah jenis patah tulang dimana garis patahannya
punya pola miring.
Gambar jenis patahan tulang 2.2 ( Wiki Pedia, 2017)4. Jenis fraktur ekstremitas atas fraktur ekstremitas atas meliputi :
a) Fraktur collum humerus b) Fraktur humerus c) Fraktur suprakondiler humerus d) Fraktur radius dan ulna (fraktur an tebrachi) e) Fraktur colles f) Fraktur metacarpal g) fraktur phalang proksimal, medial dan distal
5. Jenis fraktur ekstremitas bawah a) Fraktur collum femur b) Fraktur femur c) Fraktur supra kondiler femur d) Fraktur patella e) Fraktur plateu tibiaf) Fraktur cruris g) Fraktur ankle h) Fraktur metatarsal i) Fraktur phalang proksimal
14
Gambar 2.3 Tipe fraktur humerus (Wiki pedia, 2017)
2.1.6 Komplikasi Fraktur Komplikasi fraktur dibagi menjadi komplikasi awal dan komplikasi lanjut.
Komplikasi lanjut biasanya terjadi pada pasien yang telah dilakukan
pembedahan (Smeltzer & Bare 2007). 1. Komplikasi awal atau komplikasi dini Komplikasi awal terjadi segara setelah
kejadian fraktur antara lain : syok hipovolemik, kompartemen sindrom,
emboli lemak yang dapat mengakibatkan fungsi kehilangan fungsi
ekstremitas permanen jika tidak di tangani segera. 2. komplikasi lanjut Komplikasi lanjut terjadi setelah beberapa bulan atau tahun
setelah kejadian fraktur dapat berupa :a. Komplikasi pada sendi : kekakuan sendi yang menetap penyakit
regenerative pasca trauma.b. Komplikasi pada tulang : peyembuhan fraktur yang tidak normal.c. Komplikasi pada otot : atrofi otot, rupture tendon lanjut.d. Komplikasi pada syaraf : takikardi nerve palsy yaitu saraf menebal karena
adanya fibrosis intra neural.
15
2.1.7 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penyembuhan Fraktur
Smeltzer & Bare (2002) menjelaskan bahwa banyak faktor yang dapat
mempengaruhi penyembuhan fraktur atau penghambat dalam proses
penyembuhan fraktur, yaitu :1. Faktor yang mempercepat penyembuhan fraktur, yaitu reduksi fragmen
tulang, agar benar-benar akurat dan di pertahankan dengan sempurna agar
penyembuhan benar-benar terjadi.2. Faktor penghambat penyembuhan fraktur, yaitu kehilangan tulang,
imobilisasi tidak memadai, adanya rongga atau jaringan diantaranya
frakmen tulang, infeksi, keganasan lokal, penyakit metabolic, nekkrosis
avaskuler fraktur intra artikuler, usia lansia sembuh lebih lama).2.1.8 Proses Penyembuhan Fraktur
Proses penyembuhan fraktur bervariasi sesuai dengan ukuran tulang dan
umur pasien. Faktor lainnya adalah tingkat kesehatan pasien secara
keseluruhan. Atau kebutuhan nutrisi yang cukup Tahapan penyembuhan
tulang antara lain : inflamasi, poliferasi sel, klasifikasi, dan remodeling tulang
dewasa ( Smeltzer & Bare 2007).1. Fase inflamasi, yaitu terjadi respon tubuh terhadap yang cedera yang
ditandai oleh adanya perdarahan dan pembentukan hematoma pada
tempat patah tulang.ujung fragmen tulang mengalami divalitisasi karena
putusnya aliran darah lalu terjadi pembengkakan dan nyeri, tahap
inflamasi berlansung beberapa hari.2. Fase poliferasi, pada fase ini hematoma akan mengalami organisasi
dengan membentuk benang-benang fibrin, membentuk revaskulerisasi
dan invasi fibroblast dan osteoblast. Kemudian menghasilkan kolagen
pada patahan tulang, terbentuk jaringan ikat fibrus dan tulang rawan
(osteoid) berlangsung setelah hari kelima.
16
3. Fase pembentukan kalus, pertumbuhan jaringan berlanjut dan lingkaran
tulang rawan tumbuh mencapai sisi lain sampai celaah sudah
terhubungkan. Fragmen patahan tulang di gabungkan dengan jaringan
fibrus, tulang rawan dan tulang serat imatur. Waktu yang dibutuhkan
agar fragmen tulang tergabung adalah 3-4 minggu.4. Fase penulangan kalus/ossifikasi, adalah pembentukan kalus mulai
mengulangi penulangan endokondral. Mineral terus menerus ditimbun
sampai tulang benar-benar bersatu. Pada patah tulang panjang orang
dewasa normal, penulangan tersebut memerlukan waktu 3-4 bulan 5. Fase remodeling/konsolidasi, merupakan tahap akhir perbaikan pata
tulang meliputi pengambilan jaringan mati dan baru kesusunan struktural
sebelumnya. Remodeling memerlukan waktu berbulan-bulan sampai
bertahun-tahun
2.2 Konsep Pembedahan 2.2.1 Defenisi Pembedahan
Pembedahan atau operasi adalah semua tindakan pengobatan yang
menggunakan cara invasif dengan membuka atau menampilkan bagian
tubuh yang akan di tangani. (Syamsuhidayat, 2007). Pembukaan bagian
tubuh ini umumnya di lakukan dengan menggunakan sayatan. Pembedahan
adalah pengalaman yang unik yang menyebabkan stress dan perubahan fisik
serta fisiologik penting. 2.2.2 Jenis Pembedahan 1. Prosedur pembedahan secara umum dikelompokkan berdasarkan :
a. Tujuan diantaranya; diagnostik mengonfirmasi atau menegakkan
diagnosis sebagai contoh, biopsy massa di payudara b. Paliatif adalah menurunkan atau mengurangi nyeri atau gejala
penyakit sebagai contoh reseksi akar sarafc. Ablatif mengangkat bagian tubuh yang berpenyakit sebagai contoh,
mengangkat kandung empedu
17
d. konstruktif adalah memperbaiki fungsi atau penampilan yang telah
hilang sebagai contoh implantasi payudara e. Transpalasi adalah mengganti struktur yang tidak berfungsi sebagai contoh penggantian panggul.
2 Tingkat Keterdesakan a. Bedah darurat adalah dilakukan segera untuk menyelamatkan fungsi
atau hidup klien. Pembedahan untuk mengendalikan perdarahan internal
atau memperbaiki fraktur adalah contoh bedah darurat.b. Bedah elektif adalah dilakukan jika intervensi bedah merupakan terapi
pilihan untuk kondisi yang tidak secara langsung membahayakan
keselamatan klien (tetapi mungkin akan mengancam kehidupan atau
kesejahtraan klien) atau meningkatkan kehidupan klien. 3. Derajat resiko:
a. Bedah mayor adalah merupakan pembedahan dengan derajat resiko
tinggi, dilakukan untuk berbagai alasan , pembedahan mungkin
memiliki komplikasi atau lama, kehilangan dalam jumlah besar.b. Bedah minor biasanya memiliki resiko kecil, menghasilkan sedikit
komplikasi dan sering dilakukan pada “bedah rawat jalan”
2.2.3 Manajemen keperawatan PascaoperasiPerawatan post operasi adalah periode akhir dari keperawatan perioperatif.
selama periode ini proses keperawatan doarahkan pada menstabilkan
kondisi pasien pada keadaan equilibrium fisiologis pasien.1. Tahapan keperawatan post operasi meliputi
a. Pemindahan pasien dari kamar operasi ke unit perawatan pasca
anastesi (recovery room),b. Perawatan post anastesi di ruang pemulihan c. Transportasi pasien ke ruang rawatd. Perawatan di ruang rawat.
2. Fase pascaoperasi Fase pascaoperasi sangat penting terutama untuk pemulihan klien.
18
a. Pengkajian: dilakukan pengkajian awal. rangkaian aktifitas
beragam situasi sebagai contoh, memeriksa program stat (segera)
melakukan pengkajian awal; dalam keadaan seperti ini, intervensi
keperawatan untuk mengimplementasikan program tersebut dapat
dilakukan dengan pengkajian.b. Hal-hal yang perlu didiskusikan program pascaoperasi dengan
dokter bedah untuk mengetahui hal-hal sebagai berikut: makanan
dan cairan yang di perbolehkan melalui mulut, larutan intravena
dan medikasi itravena, posisi di tempat tidur, medikasi yang di
programkan (mis, analgesik, antibiotik), uji laboratorium, asupan
dan haluaran, yang pada beberapa institusi dipantau unutk semua
klien pascaoperasi, aktifitas yang diperbolehkan termasuk
ambulansi.c. Memeriksa catatan PACU diantaranya: tindakan pembedahan yang
dilakukan, adanya lokasi dan drain, anastesi yang digunakan,
diagnosis pascaoperasi, perkiraan jumlah kehilangan darah
medikasi yang diberikan di ruang pemulihan.d. Adapun pengkajian rutin yang dilakukan pasien pascaoperasi
adalah tingkat kesadaran, tanda vital, warna kulit dan suhu,
kenyamanan, keseimbangan cairan balutan dan linen, drain dan
selange. Diagnosis aktual dan untuk klien pascaoperasi antara lain; nyeri
akut, resiko infeksi, resiko kekurangan volume cairan,
ketidakefektifan pembersihan jalan napas, ketidakefektifan pola
napas, defisit perawatan diri, ketidakefektifan pemeliharaan
kesehatan, gangguan citra tubuh.
19
f. Perencanaan rencana dan asuhan pascaoperasi dan rencana pulang
dimulai pada fase praoperasi saat penyuluhan para operasi
dilakukan. g. Implementasi; intervensi keperawatan yang dirancang untuk
meningkatkan pemulihan dan mencegah komplikasi. 2.2.4 Meningkatkan Pemulihan dam Mencegah Komplikasi
1. Manajemen nyeri: meskipun merupakan pengalaman sensori dan emosional 2. Pemberian posisi: atur posisi klien sesuai program. Klien yang mendapat
anastetik spinal biasanya di baringkan datar selama 8 sampai 12 jam3. Napas dalam dan latihan batuk: latihan napas dalam membantu
mengeluarkan mucus, yang dapat dibentuk dan tetap didalam paru akibat
efekanestesiaumum dan analgesic.4. Latihan tungkai: dorong klien untuk melakukan latihan tungkai dalam
periode praoperatif setiap 1 sampai 2 jam selama waktu klien terjaga.5. Pergerakan dan ambulasi: dorong klien untuk berbalik dari satu sisi k sisi
lain setidaknya setiap 2 jam.6. Hidrasi: pertahankan infuse intravena sesuai program untuk mengganti
cairan tubuh yang hilang sebelum dan selama pembedahan.7. Diet: dokter bedah memprogrammkan diet pasca operasi.8. Eliminasi urin: lakukan tindakan yang meninkatkan eliminasi urine.9. Pengsapan: beberapa klien kembali dari pembedahan dengan pasang slang
lambung atau usus di programkan slang tersebut di hubungkan ke slang
pengisap.10. Perawatan luka : karena insisi bedah sembuh melalui penyembuhan primer,
perlu mengantisipasi tanda tahap proses penyembuhan sebagai berikut:a. Tidak ada perdarahan dan bekuan yang tampak melekat pada tepi luka.b. Inflamasi (kemerahan dan pembengkakan) pada tepi luka selama 1
sampai 3 hari.c. Reaksi inflamasi ketika bekuan menghilang ditandai dengan jaringan
granulasi mulai menutup area.d. Pembentukan jaringan parut.e. Ukuran jaringan parut berkurang selama periode bulan atau tahun.
2.2.5 Balutan Luka Bedah
20
Tidak semua lika perlu di ganti balutan. Kadang-kadang setelah operasi
di ruang bedah memberikan baluta yang dipasang sampai jahitan diangkat,
dan tidak memerlukan balutan lain. Namun kebanyakan balutan luka perlu di
ganti secara rutin untuk mencegah pertumbuhan mikroorganisme.
Pembersihan luka dan pemberian balutan steril di bahas lebih perinci dalam
prosedur. a. Drain dan luka pengisapan. Drain bedah, sebagai contoh drain penrose,
dimasukkan untuk mengeluarkan cairan serosa yang berlebihan dan
puralen serta menigkatkan penyembuhan jaringan di bawahnya.b. Sistem drainase luka tertutup terdiri dari drain yang tersambung dengan
pengisapan elektrik atau pengisapan drainase potable, seperti hemovac,
atau Jackson pratt. System tertutup menurunkan kemungkinan masuknya
mikrooganisme kedalam lukamelalui drain. 2.2.6 Jahitan
Jahitan dilakukan untuk menyatukan jaringan tubuh. Benang yang
digunakan untuk menyambung jaringan di bawah kulit sering kali dibuat dari
bahan yang dapat diserap dan menghilang dalam beberapa hari sebaliknya, benang
kulit di buat dari berbagai jenis bahan yang tidak dapat diserap, seperti sutra,
katun, linen, kawat nilon, atau dacron (serat polyester) klik kawat perak atau
staples juga tersedia. Biasanya benang kulit diankat 7 sampai 10 hari setelah
pembedahan.Retention suture adalah jahitan yang berdiameter besar untuk penjahitan
kulit pada beberapa insisi. Teknik steril dan gunting jahit khusus di gunakan untuk
mengangkat jahitan. Pedoman untuk mengangkat jahitan dan staples adalah
sebagai berikut:1. Sebelum mengangkat jahitan verifikasi terlebih dahulu (a) program untuk
pengangkatan jahitan (pada banyak tatanan, hanya interrupted suture yang
21
diangkat secara selang-seling pada satu hari atau dua hari setelahnya) dan
(b) apakah balutan dipasang setelah diangkat.2. Pengagkatan jahitan dapat menyebabkan sedikit rasa tidak nyaman, seperti
sensasi tarikan atau sengatan, tetapi tidak seharusnya menimbulkan rasa
nyeri.3. Angkat balutan dan bersihkan luka insisi sesuai protocol institusi4. Pasang sarung tangan steril.5. Angkat jahitan plain interrupted suture sebagai berikut
a. Pegang benang pada bagian simpul dengan sepasang forceps.b. Letakkan gunting jahit berujung lengkung dibawah benang jahitan
sedekat mungkin dengan kulit, pada sisi simpul yang lain atau lansung
di bawah simpul.c. Degan menggunakan forsep Tarik benang kepada satu sisi.
6. Angkat mattress interrupted suture sebagai berikut :a. Jika memungkinkan potong bagian benang yang terlihat sedekat
mungkin dengan kulit.b. Pegang simpul (C) dengan forsep.
7. Buang jahitan keselembar kaca steril atau kedalam kantung kedap air,8. Lanjutkan pengangkatan jahitan secara selang-seling, jahitan ketiga, ke
lima, ke tujuh dan seterusnya.9. Jika di programkan Steri-Strip oleh dokter, berikan pada luka atau setelah
pengankatan jahitan atau klip.10. Pasang kembali balutan, jika di indikasikan.11. Dokumentasikan pengangkatan jahitan; jumlah jahitan yang diangkat
karakter insisi dan lain-lain.12. Angkat staples dengan langkah sebagai berikut :
a. Buka balutan dan bersihkan insisib. Letakkan ujung bawah staple removersteril di bawah staples.c. Tekan gagang staple remover secara bersamaan sampai benar-benar
menutup.d. Apabila kedua ujung staples terlihat secara perlahan gerakkan staples
menjauh dari area insisi.e. Pegang staple remover di atas wadah penampung disposable, buka
gagangnya dan buka staples. 2.2.7 Penyuluhan Perawatan di Rumah
Penyuluhan harus fokus pada :
22
1. tindakan untuk mempertahankan kenyamanan, meningkatkan
penyembuhan, dan mengembalikan kesejahteraan, dan mendorong klien
memamfaatkan Lembaga-lembaga di komunitas yang sesuai dengan
bantuan sumber lainnya. 2. Rujukan.Institusi perawatan di rumah untuk perawatan dan pengkajian
lukadan untuk bantuan dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari jika
diperlukan.3. Komunitas social yang memberikan layanan bantuan memperoleh
peralatan medis dan alat bantu4. Layanan terapi fisik, pernapasan dan okupasional sesuai indikasi.
2.3 Konsep Nyeri
2.3.1 Defenisi Nyeri Nyeri adalah sensori subjektif dan emosional yang tidak menyenangkan
yang terkait dengan kerusakan jaringan aktual maupun potensial, atau
menggambarkan kondisis terjadinya kerussakan (Tamsuru, 2012) . Nyeri
adalah peristiwa yang tidak menyenangkan pada seseorang dan dapat
menimbulkan pederita/sakit perasaan nyeri akan terasa pada setiap orang yang
mengalaminya karena hanya orang tersebutlah yang hanya akan menjelaskan
apa yang dirasakannya. Nyeri merupakan suatu kondisi yang disebabkan oleh
stimulus tertentu, stimulus nyeri dapat berupa stimulus yang bersifat fisik dan
mental sedangkan kerusakan dapat terjadi pada jaringan aktual pada fungsi
ego seseorang individu, nyeri sangat tidak menyenangkan dan terlokalisasi
pada bagin tubuh sifat ini menunjukkan kualitas nyeri sensasi maupun
hubungan nyeri dan tingkah laku dan respon stress yang terdiri dari
meningkatnya tekanan darah, denyut nadi terkontraksi pada bagian tubuh.
23
Sifat-sifat ini menunjukkan kualitas nyeri sensasi maupun hubungan nyeri dan
tingkah laku dan respon stress yang terdiri dari meningkatnya tekanan darah,
denyut nadi kontraksi otot lokal (misalnya: fleksi anggota dan kekakuan
dinding abdomen) (Potter & Perry, 2010). Setiap individu pernah mengalami
nyeri dalam tingkatan tertentu. Nyeri merupakan alasan yang paling umum
orang mencari perawatan kesehatan. Nyeri bersifat subjektif dan tidak ada
individu yang mengalami nyeri yang sama. Penanganan nyeri dengan teknik
non farmakologi merupakan jalan utama menuju kenyamanan. Jika di pandang dari segi biaya dan manfaat penggunaan manajemen
non farmakologi (tanpa pengobatan) lebih ekonomis dan tidak ada efek
sampingnya di bandingkan dengan penggunaan farmakologi (pengobatan)
selain itu mengurangi ketergantungan obat-obatan dan menyenangkan
pikiran. (Burroughs, 2012) lebih ekonomis dan tidak ada efek sampingnya. Nyeri akibat trauma ini muncul sebagai akibat ujung-ujung saraf bebas
mengalami kerusakan. Receptor nyeri (nosiseptor) mencakup ujung - ujung
saraf bebas yang berespon terhadap berbagai ransangan termasuk tekanan
mekanis (trauma) deformasi, suhu yang ekstrim, dan berbagai bahan kimia.
Energi dari stimulus-stimulus ini dapat diubah menjadi energi listrik dan
perubahan energi ini dinamakan transduksi. Transduksi dimulai dari perifer,
ketika stimulus terjadi nyeri mengirimkan impuls yang melewati serabut saraf
nyeri perifer yang terdapat di panca indra maka akan menimbulkan potensial
aksi. Setelah proses transduksi selesai, transmisi impuls nyeri dimulai (Potter
& Perry 2011).2.3.2 Etiologi
1. Nosiseptik merupakan nyeri yang terjadi karena adanya rangsangan atau
stimulus mekanis ke nosiseptor. Nosiseptor adalah syaraf eferen primer
24
yang berfungsi untuk menerima dan menyalurkan rangsang nyeri. Ujung-
ujung saraf berfungsi sebagai saraf yang peka terhadap rangsangan
mekanis, kimia, suhu, listrik yang menimbulkan nyeri. Nosiseptor terletak
di jaringan subkutis, otot rangka dan sendi. 2. Nyeri neuoropatik merupakan nyeri yang terjadi karena adanya lesi atau
disfungsi primer pada system syaraf. Nyeri neuropatik biasanya
berlangsung lama dan sulit untuk diterapi. Salah satu bentuk yang umum
dijumpai di praktik klinik adalah nyeri pasca operasi dan nyeri
neuoropatik.3. Nyeri Inflamatorik nyeri inflamatorik merupakan nyeri yang timbul akibat
adanya proses inflamasi. Nyeri inflamatorik kadang dimasukkan dalam
klasifikasi nyeri nosiseptif. Salah satu bentuk yang umum dijumpai di
praktek klinik adalah osteoarthritis.4. Nyeri campuran nyeri campuran merupakan nyeri yang etiologinya tidak
jelas antara nosiseptif maupun neuropatik atau nyeri memang timbul
akibat rangsangan pada nosiseptor maupun neuropatik. Salah satu bentuk
yang sering dijumpai adalah nyeri punggung bawah ischialgia akibat HNP
(Hernia Nukleus Pulposus)2.3.3 Fisiologi Nyeri
Nyeri merupakan campuran reaksi fisik, emosi dan perilaku. Proses
fisiologis terkait nyeri dapat disebut nosisepsi. Potter & Perrry (2006)
menjelaskan proses tersebut sebagai berikut:1. Resepsi Semua kerusakan seluler yang disebabkan oleh stimulus mekanik,
kimiawi atau stimulus listrik menyebabkan pelepasan substansi yang
menghasilkan nyeri. Stimulus tersebut kemudian memicu pelepasan
mediator biokimia misalnya: prostaglandin, bradikinin, histamine, substansi
mensensitasi nosiseptor. Nyeri nosiseptor berfungsi untuk memulai transmisi
25
neural yang dikaitkan dengan nyeri. Fase transmisi nyeri terdiri atas tiga
bagian. Nyeri pertama merambat dari bagian saraf perifer ke medulla
spinalis. Bagian kedua adalah transmisi nyeri dari medulla spinalis menuju
batang otak dan thalamus melalui jarak spinotalamikus. Bagian ketiga,
sinyal tersebut diteruskan ke korteks sensori somatik tempat nyeri di
persepsikan. Impuls yang di transmisikan tersebut mengaktifkan respon
otonomi.2. Persepsi
Persepsi merupakan titik kesadaran seseorang terhadap nyeri. Persepsi akan
menyadarkan individu dan mengartikan nyeri itu sehingga individu dapat
bereaksi.3. Reaksi
Fase ini dapat disebut juga “sistem desenden”. Reaksi terhadap nyeri
merupakan respon fisiologis dan prilaku yang terjadi setelah mempersepsikan
nyeri apabila nyeri berlangsung terus menerus, berat atau dalam dan secara
taktil melibatkan organ fiseral, sistem parasimpatis menghasilkan suatu aksi.
Respon fisiologis terhadap nyeri dapat sangat membahayakan individu, pada
kasus traumatik berat, yang menyebabkan individu mengalami syok.2.3.4 Klasifikasi Nyeri Berdasarkan Awitan
Menurut Tamsuri (2012) menjelaskan bahwa nyeri berdasarkan waktu
kejadian dapat di kelompokkan sebagai nyeri akut dan kronis.1. Nyeri akut nyeri yang terjadi dalam waktu durasi 1 detik sampai dengan
kurang dari 6 bulan. Nyeri akut biasanya menghilang dengan sendirinya
dengan atau tanpa tindakan setelah kerusakan jaringan menyembuh.2. Nyeri kronis adalah nyeri yang terjadi dalam ≤ 6 bulan. Nyeri kronis
umumnya timbul tidak teratur, intermitten, atau bahkan persisten. Nyeri ini
menimbulkan kelelahan mental dan fisik bagi penderitanya.
26
2.3.5 Klasifikasi Nyeri Berdasarkan Lokasi
Berdasarkan lokasi nyeri, nyeri dapat di bedakan menjadi enam jenis,
yaitu nyeri superfisial, nyeri somatik, nyeri viseceral, nyeri alih, nyeri sebar,
dan nyeri bayangan (fantom) (Tamsuri 2012).1. Nyeri somatik dalam (deep somatik pain) adalah yang terjadi pada
otot tulang serta struktur penyokong lainnya, umumnya nyeri bersifat
tumpul dan di stimulasi dengan adanya peregangan dan iskemia. 2. Nyeri viseral adalah nyeri yang disebabkan oleh kerusakan organ
interna. 3. Nyeri sebar (radiasi) adalah sensasi nyeri yang meluas dari sensasi
asal ke jaringan sekitar.4. Nyeri fantom adalah nyeri khusus yang dirasakan klien yang
mengalami amputasi.5. Nyeri alih (reffered pain) adalah nyeri yang timbul akibat adanya
nyeri viseral yang menjalar ke orga lain, sehingga di rasakan nyeri
pada beberapa tempat lokasi. 2.3.6 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Nyeri Smeltzer (2012) Meliputi :
a. Pengalaman masa lalu Individu yang mempunyai pengalaman yang multiple dan
berkepanjangan dengan nyeri akan lebih sedikit gelisah dan lebih
toleran terhadap nyeri di bandingkan dengan orang yang hanya
mengalami sedikit nyeri bagi kebanyakan orang bagaimanapun ini
tidak selalu benar.Sering kali, lebih berpengalaman individu dengan
nyeri yang dialami, makin takut individu tersebut terhadap peristiwa
yang menyakitkan yang akan diakibatkan. b. Hubungan antara nyeri dan ansietas bersifat kompleks. Ansietas
sering kali meningkatkan persepsi nyeri tetapi juga dapat menimbulkan
suatu perasaan ansietas. Pola bangkitan otonom adalah sama dalam
27
nyeri dan ansietas. Sulit untuk memisahkan suatu sensasi. Paice (1991)
melaporkan suatu bukti bahwa stimulasi nyeri mengaktifkan bagian
limbik yang diyakini mengendalikan emosi seseorang, yakni
memperburuk atau menghilangkan. c. Usia
Usia merupakan faktor penting yang mempengaruhi nyeri khususnya
pada anak-anak dan lansia perkembangan yang ditemukan diantara
kelompok usia ini dapat mempengaruhi bagaimana anak-anak dan
lansia bereaksi terhadap nyeri. Anak yang masih kecil mempunyai
kesulitan mengungkapkan dan mengekspresikan nyeri.d. Budaya
Keyakinan dan nilai-nilai budaya mempengaruhi cara individu
mengatasi nyeri. individu mempelajari apa yang diharapkan dan apa
yang diterima oleh kebudayaan mereka. Hal ini meliputi bagaimana
bereaksi terhadap nyeri. Ada perbedaan makna dan sikap jika dikaitkan
dengan nyeri diberbagai kelompok budaya. Suatu pemahaman tentang
nyeri dan segi makna akan membantu perawat dalam merancang asuhan
keperawatan yang relavan untuk klien yang mengalami nyeri ( Potter,
2009).e. Efek flasebo
Plasebo merupakan zat tanpa kegitan farmakologi dalam bentuk tablet,
kapsul, cairan injeksi dan sebagainya. Placebo umumnya terdiri atas
gula, larutan salin normal, dan atau air biasa. Karena placebo tidak
memiliki efek farmakologis, obat ini hanya memberikan efek
dikeluarkannya produk ilmiah (endogen) endorphin dalam system
control desenden, sihingga menimbulkan efek penurunan nyeri Tamsuri
(2006).f. Gaya Koping
28
Pengalaman nyeri dapat menjadi suatu pengalaman yang membuat
seseorang merasa kesepian. Apabila klien merasa nyeri di keadaan
kesehatan keperawatan seperti di rumah sakit, klien merasa tidak
berdaya dengan rasa sepi,hal yang sering terjadi adalah klien merasa
kehilangan control terhadap hasil akhir dan peristiwa-peristiwa yang
terjadi dengan demikian gaya koping mempengaruhi kemampuan
individu tersebut untuk mengatasi nyeri. g. Dukungan keluarga dan sosial
Yang mempengaruhi nyeri adalah orang-orang terdekat klien dan
bagaimana sikap mereka terhadap klien. Individu dari kelompok sosial
budaya yang berbeda memiliki harapan yang berbeda tentang cara
mereka menempatkan keluhan mengenai nyeri kehadiran orang yang
dicintai akan meminimalkan kesepian dan ketakutan. Apabila tidak ada
keluarga atau teman, sering kali pengalaman nyeri membuat klien
semakin tertekan.
2.3.7 Intensitas Nyeri Berdasarkan (berat ringannya)a. Nyeri kondisi dimana seseorang tidak mengeluhkan adanya rasa nyeri
atau disebut juga bahwa seseorang terbebas dari nyeri.b. Nyeri ringan seseorang merasakan nyeri dalam intensitas rendah pada
nyeri ringan seseorang masih bisa melakukan komunikasi dengan baik,
masih bisa melakuka aktifitas seperti biasa dan tidak terganggu
kegiatannya.c. Nyeri sedang rasa nyeri seseorang dalam intensitas yang lebih berat.
Biasanya mulai menimbulkan respon nyeri sedang akan dimulai
mengganggu aktifitas seseorang.d. Nyeri berat atau hebat merupakan nyeri yang dirasakan berat oleh
pasien dan membuat pasien tidak mampu melakukan aktifitas seperti
29
biasanya, bahkan akan terganggu secara psikologis dimana orang akan
mudah marah dan tidak mampu untuk mengendalikan diri. 2.3.8 Pengukuran Skala Nyeri
Menurut Smalrtzer dan Barre (2009) menjelaskan bahwa ada
banyak instrument pengukuran nyeri diantaranya yang dikemukakan oleh
Agency for Health Care Policy and Reseach (AHCPR) (1) skala analog
visual (2) skala numerical rating skala (3) skala intensitas deskriptif dapat
dilihat pada gambar berikut ini.1. Visual Analog Score (VAS)
a. Memeriksa intensitas nyeri secara khusus meliputi 10-15 cm garis,
dengan setiap ujungnya di tandai dengan level intensitas nyeri ujung
kiri diberi tanda “no Pain” dan ujung kanan di beri tanda “bad pain”
(nyeri hebat).Skala 1 : Tidak ada nyeriSkala 2 : Nyeri ringan, dimana klien belum mengeluh nyeri
dapat di tolerir karena masih di bawah ambang ransang.Skala 5-6 : Nyeri sedang, dimana klien mulai merintih dan masih
ada yang sambil menekan pada bagian yang nyeri.Skala 7-9 : Termasuk nyeri berat, klien mungkin mengeluh sakit
sekali dank lien tidak mampu melakukan kegiatan
biasa. Skala 10 : Termasuk nyeri sangat, pada tingkat ini klien tidak
dapat lagi mengenal dirinya.b. Pasien diminta unutk menandai garis tersebut sesuai dengan level
intensitas nyeri yang dirasakan pasien. Kemudian jaraknya di ukur
dari batas kiri.c. Score dengan memberikan angka pada setiap kata sifat sesuai dengan
tingkat intensitas nyeri. Contoh: dengan menggunakan skala 5-point
yaitu none (tidak ada nyeri) dengan score “0”, mild (kurang nyeri)
dengan score “1”, moderate (nyeri sedang) dengan score “2” severe
30
(nyeri keras) dengan score “3” nyeri severe (nyeri yang sangat keras
dengan score “4”. Angka tersebut berkaitan dengan kata sifat dalam
VRS kemudian digunakan untuk memberikan score untuk intensitas
nyeri pasien.d. Pasien diminta untuk menandai garis tersebut sesuai dengan level
intensitas nyeri yang dirasakan pasien. Kemudian jarak di ukur dari
batas kiri.e.
Tidak nyeri sangat nyeri
Gambar 2.4 Skala anolog Visual (Smeltzer & Barre, 2009)2. Verbal Rating Score (VRS)
a. Dengan menggunakan kata sifat untuk menggambarkan level intensitas
nyeri yang berbeda, range dari “no pain” sampai “nyeri hebat”
(ekstreme pain).b. Alat periksa yang efektif untuk memeriksa intensitas nyeri. c. Score dengan memberikan angka pada setiap kata sifat sesuai dengan
tingkat intensitas nyeri. Contoh: dengan menggunakan skala 5 point
yaitu none (tidak ada nyeri dengan score “0”, mild (kurang nyeri)
dengan score “1” moderate (nyeri sedang) dengan score “2” severe
(nyeri keras) dengan score “3” nyeri severe Nyeri yang sangat keras.d. Keterbatasan : adanya ketidak mampuan pada pasien untuk
menghubungkan kata sifat yang cocok untuk level intensitas nyerinya
dan ketidak mampuan pasien yang buta huruf untuk memahami kata
sifat yang digunakan.
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Tidak nyeri nyeri ringan nyeri sedang nyeri berat
Gambar 2.5 Numerical rating scale (Smeltzer & Barre, 2009)
31
Menilai rasa nyeri sesuai dengan level intensitas nyerinya pada skala
numeral dari 0-10 atau 0-100a. Angka 0 berarti “no pain” dan 10 atau 100 berarti “severa paint” (nyeri
hebat). Dalam penelitian pengaruh teknik relaksasi napas dalam terhadap penurunan
itensitas nyeri pada pasien post operasi fraktur di RSAD Brawijaya
Surabaya. Peneliti menggunakan alat Ukur Rating Scale (NRS). 3. Nyeri deskriptif
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Tidak nyeri ringan nyeri sedang nyeri berat nyeri nyeri tidak terkontrol
Gambar 2.6 Intensitas nyeri Medical Bedah Brunner& Sunddart, edisi 2,
vol 1 hal deskriptif sumber: Smelzer, SC & Barre, BG 2002,
Buku ajar Keperawatan, 218, EGC, J
2.3.9 Penatalaksanaan Secara non Farmakologi
1. Teknik relaksasi napas dalam
a. Konsep relaksasi nafas dalam teknik relaksasi nafas dalam
merupakan suatu bentuk asuhan keperawatan, yang dalam hal ini
perawat mengajarkan kepada klien bagaimana cara melakukan
nafas dalam, nafas lambat (menahan inspirasi secara maksimal)
dan bagaimana menghembuskan nafas secara perlahan, selain
dapat menurunkan intensitas nyeri, teknik relaksasi nafas dalam
juga dapat meningkatkan ventilasi paru dan meningkatkan
oksigenasi darah (Smeltzer & Bare, 2002). b. Menurut Kneale (2011), relaksasi adalah memutuskan hubungan
antara nyeri, tegang otot, rangsang otonom yang berlebih, dan
ansietas. Tehnik relaksasi sederhana dapat berlangsung singkat dan
32
mudah diterapkan, seperti menarik napas dalam. Relaksasi otot
yang progresif lebih rumit karena metode ini secara sistematis
berfokus sekelompok otot tubuh, membuat pasien harus
menegangkan dan merelaksasikan setiap kelompok otot. Menurut
Brunner & Suddart (2002), relaksasi nafas adalah pernapasan
abdomen dengan frekuensi lambat atau perlahan, berirama, dan
nyaman yang dilakukan dengan memejamkan mata.
2.4 Konsep Relaksasi Napas Dalam 2.4.1 Defenisi Relaksasi Napas Dalam
Relaksasi adalah teknik untuk mengurangi nyeri ketegangan nyeri
dengan merelaksasikan otot. Beberapa penelitian menyatakan bahwa teknik
relaksasi efeltif dalam menurunkan skala nyeri pasca operasi (Tamsuri 2012).Relaksasi merupakan kebebasan mental dan fisik ketegangan dan stress
(Perry & Potter, 2006) 2.4.2 Jenis Relaksasi
Smeltzer & Bare (2002) menjelaskan beberapa jenis relaksasi, antara lain 1) Relaksasi Napas Dalam2) Gambaran dalam pikiran (Imagery)3) Regangan 4) Senam5) Distraksi6) Bertapakur7) Yoga 8) Progressive muscular relakxation
2.4.3 Teknik Relaksasi Nafas Dalam Teknik relaksasi napas dalam merupakan suatu bentuk asuhan keperawatan, yang
dalam hal ini perawat mengajarkan kepada pasien bagaimana cara melakukan
teknik relaksasi napas dalam, napas lambat (menahan inspirasi secara maksimal
(Smeltzer & Barre, 2002). a) Teknik relaksasi nafas dalam merupakan suatu bentuk asuhan
keperawatan, yang dalam hal ini perawat mengajarkan kepada klien
bagaimana cara melakukan nafas dalam, nafas lambat (menahan inspirasi
33
secara maksimal) dan bagaimana menghembuskan nafas secara perlahan,
selain dapat menurunkan intensitas nyeri, teknik relaksasi nafas dalam
juga dapat meningkatkan ventilasi paru dan meningkatkan oksigenasi
darah (Smeltzer & Bare, 2002).b) Menurut Kneale (2011), relaksasi adalah memutuskan hubungan antara
nyeri, tegang otot, rangsang otonom yang berlebih, dan ansietas. Tehnik
relaksasi sederhana dapat berlangsung singkat dan mudah diterapkan,
seperti menarik napas dalam. Relaksasi otot yang progresif lebih rumit
karena metode ini secara sistematis berfokus 2.4.4 Tujuan Relaksasi Napas Dalam
Smeltzer & Bare, 2002 menyatakan bahwa tujuan relaksasi nafas
dalam adalah untuk meningkatkan ventilasi alveoli, memelihara pertukaran
gas, relaksasi otot-otot tubuh, memberikan rasa nyaman, mengalihkan
perhatian, meningkatkan efisiensi batuk, mengurangi stres baik setres fisik
maupun emosional yaitu menurunkan intensitas nyeri dan menurunkan
kecemasaan yang dilakukan dengan memejamkan mata. 2.4.5 Pengaruh Teknik Relaksasi Napas Dalam Terhadap Penurunan
Intensitas Nyeri. Dengan merelaksasikan otot skelet yang mengalami spasme yaitu
dapat meningkatkan prostaglandin sehingga terjadi vasodilatasi pembuluh
darah dan meningkatkan aliran darah ke daerah yang mengalami spasme
dan iskemik.1. Teknik relaksasi napas dalam di percaya mampu meransang
tubuhuntuk melepaskan opiod endogen yaitu endorphin dan
enkefalin. Mudah dilakukan dan tidak memerlukan alat Relaksasi
melibatkan sistem otot dan respirasi dan tidak membutuhkan alat lain
sehingga mudah dilakukan kapan saja atau sewaktu-waktu.
34
2. Prinsip yang mendasari penurunan nyeri oleh teknik relaksasi
terletak pada fisiologi sistem syaraf otonom yang merupakan bagian
dari sistem syaraf perifer yang mempertahankan homeostasis
lingkungan internal individu.3. Dengan relaksasi napas dalam dipercaya mampu meransang tubuh
untuk melepskan opoiod endogen yaitu endorphin dan ankefalin
(Smeltzer & Barre 2002). Pada saat terjadi pelepasan mediator kimia seperti bradikinin,
prostaglandin dan substansi, akan merangsang syaraf simpatis sehingga
menyebabkan vasokontriksi yang akhirnya meningkatkan tonus otot yang
menimbulkan berbagai efek seperti spasme otot yang akhirnya menekan
pembuluh darah, mengurangi aliran darah dan meningkatkan kecepatan
metabolisme otot yang menimbulkan pengiriman impuls nyeri dari medulla
spinalis ke otak dan dipersepsikan sebagai nyeri. Dengan adanya proses
tersebut relaksasi nafas dalam akan melemaskan ketegangan otot dan
mengurangi nyeri2.4.6 Patofisiologi Relaksasi Napas Dalam
Nyeri relaksasi dapat mengendalikan nyeri dengan meminimalkan
aktifitas simpatik dalam saraf otonom.Meningkatkan aktifitas komponen
saraf parasimpatik secara simultan. Teknik tersebut dapat mengurangi
sensasi nyeri dan mengontrol intensitas reaksi pasien terrhadap rasa nyeri.
Hormon adrenalin dan kortisol yang menyebabkan akan menurun, pasien
dapat meningkatkan konsentrasi dan merasa tenang sehingga memudahkan
pasien untuk mengatur pernafasan sampai frekuensi pernafasan kurang dari
60-70x/menit. Kadar PaCO2 akan meningkat dan menurunkan PH sehingga
akan menungkatkan kadar oksigen dalam darah (Handerson,2009).
35
Gambar 2.7 Inspirasi dan ekspirasi pernapasan ( Wiki Pedia, 20172.4.7
Manfaat Teknik Relaksasi Napas Dalam Melakukan relaksasi napas dalam dapat memberikan keuntungan
secara emosional dan psikologis ketika stress terjadi.(1) Keuntungan emosional: Mengurangi ketegangan dan ketakutan
pasien pada saat menghadapi stress dan kecemasan (2) Keuntungan fisiologis: Dapat mengurangi rasa sakit tanpa
menggunakan obat-obatan. Mencegah terjadinya komplikasi seperti
nyeri sampai dengan menurunnya oksigen. 2.4.8 Prosedur Teknik Relaksasi Napas Dalam
Prosedur teknik relaksasi relaksasi napas dalam, napas lambat
(menahan inspirasi secara maksimal) menghembuskan napas secara
perlahan, dalam dan juga dapat dan (Smeltzer & Bare, 2002).1. Ciptakan lingkungan yang tenang2. Menanyakan kesiapan pasien untuk terapi3. Memberi kesempatan pasien bertanya/menyampaikan sesuatu (k/p
tindak lanjuti sementara)4. Menanyakan keluhan dan tanggapi secukupnya.5. Usahakan tetap rileks dan tenang
6. Tarik napas dalam melalui hidung melalui hitungan 1.2.37. Hembuskan melalui mulut secara perlahan-lahan sambil merasakan
tubuh dalam kondisi rileks. (lakukan 4 kali napas dalam)
36
8. Anjurkan bernapas dengan irama normal 3 kali9. Lakukan napas dalam diikuti dengan memejamkan mata dengan
kencang sebanyak 4 kali10. Lakukan napas dalam dengan menggembingkan pipi sebanyak 4 kali11. Ulangi 15 kali dengan selingan istirahat singkat setiap 5 kali.