fraktur terbuka
DESCRIPTION
TugasTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Saat ini penyakit muskuloskeletal telah menjadi masalah yang banyak dijumpai di
pusat-pusat pelayanan kesehatan di seluruh dunia. Masalah pada tulang yang
mengakibatkan keparahan disabilitas adalah fraktur. Fraktur merupakan kondisi
terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan trauma langsung
maupun tidak langsung. Dengan makin pesatnya kemajuan lalu lintas baik dari segi
jumlah pemakai jalan, jumlah pemakai kendaraan, jumlah pemakai jasa angkutan,
bertambahnya jaringan jalan dan kecepatan kendaraan maka mayoritas terjadinya
fraktur adalah kecelakaan lalu lintas.1
Sedangkan fraktur terbuka merupakan suatu fraktur dimana terjadi hubungan
dengan lingkungan luar melalui kulit sehingga terjadi kontaminasi bakteri sehingga
timbul komplikasi berupa infeksi. Fraktur terbuka terjadi dalam banyak cara, dan lokasi
serta tingkat keparahan cideranya berhubungan langsung dengan lokasi dan besarnya
gaya yang mengenai tubuh. Fraktur terbuka dapat disebabkan oleh luka tembak, trauma
kecelakaan lalu lintas, ataupun kecelakaan kerja yang berhubungan dengan himpitan
pada jaringan lunak dan devitalisasi.1,2
Fraktur terbuka merupakan suatu keadaan darurat yang memerlukan penanganan
yang terstandar untuk mengurangi resiko infeksi. Selain mencegah infeksi juga
diharapkan terjadi penyembuhan fraktur dan restorasi fungsi anggota gerak. Beberapa
hal yang penting untuk dilakukan dalam penanggulangan fraktur terbuka yaitu operasi
yang dilakukan dengan segera, secara hati-hati, debridemen yang berulang-ulang,
stabilisasi fraktur, penutupan kulit dan bone grafting yang dini serta pemberian
antibiotik yang adekuat. Sepertiga dari pasien fraktur terbuka biasanya mengalami
cidera multipel. Penanganan dini pada fraktur terbuka sangatlah penting untuk
mencegah komplikasi yang dapat timbul akibat keadaan tersebut.1,2,3
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan/atau
tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh tekanan yang berlebihan. Trauma yang
menyebabkan tulang patah dapat berupa trauma langsung dan trauma tidak langsung.
Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan terjadi fraktur pada
daerah tekanan. Trauma tidak langsung, apabila trauma dihantarkan ke daerah yang
lebih jauh dari daerah fraktur.1,2
Fraktur secara klinis dibedakan atas fraktur tertutup dan fraktur terbuka. Fraktur
terbuka merupakan suatu fraktur dimana terjadi hubungan dengan lingkungan luar
melalui kulit sehingga terjadi kontaminasi bakteri sehingga timbul komplikasi berupa
infeksi. Luka pada kulit dapat berupa tusukan tulang yang tajam keluar menembus kulit
(from within) atau dari luar oleh karena tertembus misalnya oleh peluru atau trauma
langsung (from without).1,2
Fraktur terbuka merupakan suatu keadaan darurat yang memerlukan penanganan
yang terstandar untuk mengurangi resiko infeksi. Selain mencegah infeksi juga
diharapkan terjadi penyembuhan fraktur dan restorasi fungsi anggota gerak. Fraktur
terbuka sering timbul komplikasi berupa infeksi. Infeksi bisa berasal dari flora normal
di kulit ataupun bakteri pathogen khususnya bakteri gram (-). Golongan flora normal
kulit, seperti Staphylococus, Propionibacterium acne , Micrococus dan dapat juga
Corynebacterium. Selain dari flora normal kulit, hasil juga menunjukan gambaran
bakteri yang bersifat pathogen, tergantung dari paparan (kontaminasi) lingkungan pada
saat terjadinya fraktur.1,2
2.2. Klasifikasi Fraktur Terbuka
Menurut Gustilo dan Anderson, fraktur terbuka dibagi menjadi 3 kelompok :1,2
1. Grade I : Luka kecil kurang dari 1cm panjangnya, biasanya karena luka tusukan dari
fragmen tulang yang menembus kulit. Terdapat sedikit kerusakan jaringan dan tidak
terdapat tanda-tanda trauma yang hebat pada jaringan lunak. Fraktur yang terjadi
biasanya bersifat simple, transversal, oblik pendek atau sedikit komunitif.
2
2. Grade II : Laserasi kulit melebihi 1cm tetapi tidak ada kerusakan jaringan yang
hebat atau avulsi kulit. Terdapat kerusakan yang sedang dari jaringan dengan sedikit
kontaminasi fraktur.
3. Grade III : Terdapat kerusakan yang hebat dari jaringan lunak termasuk otot, kulit
dan struktur neurovaskuler dengan kontaminasi yang hebat. Tipe ini biasanya di
sebabkan oleh karena trauma dengan kecepatan tinggi. Tipe 3 di bagi dalam 3
subtipe:
Tipe IIIA : Jaringan lunak cukup menutup tulang yang patah walaupun
terdapat laserasi yang hebat ataupun adanya flap. Fraktur bersifat segmental
atau kominutif yang hebat.
Tipe IIIB : Fraktur disertai dengan trauma yang hebat dengan kerusakan dan
kehilangan jaringan, terdapat pendorongan periost, tulang terbuka,
kontaminasi yang hebatserta fraktur komunitif yang hebat.
Tipe IIIC : Fraktur terbuka yang disertai dengan kerusakan arteri yang
memerlukan perbaikan tanpa memperhatikan tingkat kerusakan jaringan
lunak.
Gambar 1. Klasifikasi fraktur terbuka menurut Gustilo-Anderson.
2.3. Etiologi Fraktur Terbuka
Fraktur terbuka disebabkan oleh energi tinggi trauma, paling sering dari pukulan
langsung, seperti dari jatuh atau tabrakan kendaraan bermotor. Dapat juga disebabkan
oleh luka tembak, maupun kecelakaan kerja. Tingkat keparahan cidera fraktur terbuka
berhubungan langsung dengan lokasi dan besarnya gaya yang mengenai tubuh. Ukuran
luka bisa hanya beberapa milimeter hingga terhitung diameter. Tulang mungkin terlihat
3
atau tidak terlihat pada luka. Fraktur terbuka lainnya dapat mengekspos banyak tulang
dan otot, dan dapat merusak saraf dan pembuluh darah sekitarnya. Fraktur terbuka ini
juga bisa terjadi secara tidak langsung, seperti cidera tipe energi tinggi yang
memutar.1,2,4
2.4. Diagnosis
Anamnesis
Biasanya pasien datang dengan suatu trauma, baik yang hebat maupun trauma
ringan dan diikuti dengan ketidakmampuan untuk menggunakan anggota gerak. Pasien
biasanya datang karena adanya nyeri yang terlokalisir dimana nyeri tersebut bertambah
bila digerakkan, pembengkakan, gangguan fungsi anggota gerak, deformitas, kelainan
gerak, krepitasi atau dengan gejala-gejala lain. Anamnesis harus dilakukan dengan
cermat, karena fraktur tidak selamanya terjadi di daerah trauma dan mungkin fraktur
terjadi pada daerah lain.1,2
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan awal pasien, perlu diperhatikan adanya :
1. Syok, anemia atau pendarahan.
2. Kerusakan pada organ-organ lain, misalnya otak, sumsum tulang belakang atau
organ-organ dalam rongga toraks, panggul, dan abdomen.
3. Faktor predisposisi misalnya pada fraktur patologis.1,2
Pemeriksaan Lokal
a. Inspeksi (Look)
Bandingkan dengan bagian yang sehat.
Perhatikan posisi anggota gerak.
Keadaan umum penderita secara keseluruhan.
Ekspresi wajah karena nyeri.
Adanya tanda-tanda anemia karena perdarahan.
Apakah terdapat luka pada kulit dan jaringan lunak untuk membedakan
fraktur tertutup atau fraktur terbuka.
Ekstravasasi darah subkutan dalam beberapa jam sampai beberapa hari.
Perhatikan adanya deformitas berupa angulasi, rotasi dan kependekan.
Lakukan survei pada seluruh tubuh apakah ada trauma pada organ-organ
lain.
4
Keadaan vaskularisasi.1,2
b. Palpasi (Feel)
Palpasi dilakukan secara hati-hati oleh karena penderita biasanya mengeluh sangat
nyeri.
Temperatur setempat yang meningkat.
Nyeri tekan: nyeri tekan yang bersifat superfisial biasanya disebabkan oleh
kerusakan jaringan lunak yang dalam akibat fraktur pada tulang.
Krepitasi: dapat diketahui dengan perabaan dan harus dilakukan secara hati-
hati.
Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma berupa palpasi arteri
radialis, arteri dorsalis pedis, arteri tibialis posterior sesuai dengan anggota
gerak yang terkena.
Refilling (pengisian) arteri pada kuku, warna kulit pada bagian distal daerah
trauma , temperatur kulit.
Pengukuran tungkai terutama pada tungkai bawah untuk mengetahui adanya
perbedaan panjang tungkai.1,2
c. Pergerakan (Move)
Pergerakan dengan mengajak penderita untuk menggerakkan secara aktif dan pasif
sendi proksimal dan distal dari daerah yang mengalami trauma. Pada pederita
dengan fraktur, setiap gerakan akan menyebabkan nyeri hebat sehingga uji
pergerakan tidak boleh dilakukan secara kasar, disamping itu juga dapat
menyebabkan kerusakan pada jaringan lunak seperti pembuluh darah dan saraf.1,2,4
Pemeriksaan Neurologis
Pemeriksaan neurologis berupa pemeriksaan saraf secara sensoris dan motoris serta
gradasi kelelahan neurologis, yaitu neuropraksia, aksonotmesis atau neurotmesis.
Kelaianan saraf yang didapatkan harus dicatat dengan baik karena dapat menimbulkan
masalah asuransi dan tuntutan (klaim) penderita serta merupakan patokan untuk
pengobatan selanjutnya.1,2
Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan radiologis diperlukan untuk menentukan keadaan, lokasi serta ekstensi
fraktur. Untuk menghindarkan nyeri serta kerusakan jaringan lunak selanjutnya, maka
sebaliknya kita mempergunakan bidai yang bersifat radiolusen untuk imobilisasi
5
sementara sebelum dilakukan pemeriksaan radiologis. Pemeriksaan radiologis yang
dapat dilakukan yakni foto polos, CT-Scan, MRI, tomografi, dan radioisotop scanning.
Umumnya dengan foto polos kita dapat mendiagnosis fraktur.1,2
Pemeriksaan radiologi dengan foto polos menggunakan prinsip Rule of Two :1,2,3
2 posisi proyeksi (minimal AP dan lateral),
2 sendi pada anggota gerak dan tungkai harus difoto, dibawah dan diatas sendi
yang mengalami fraktur,
2 anggota gerak,
2 trauma, pada trauma hebat sering menyebabkan fraktur pada 2 daerah tulang.
Misal: fraktur kalkaneus dan femur, maka perlu dilakukan foto pada panggul dan
tulang belakang,
2 kali dilakukan foto. Pada fraktur tertentu misalnya tulang skafoid foto pertama
biasanya tidak jelas sehingga biasanya diperlukan foto berikutnya 10-14 hari
kemudian.
2.5. Penatalaksanaan
Kasus fraktur biasanya terjadi akibat adanya trauma. Oleh karena itu sebelum
dilakukan pengobatan definitif suatu fraktur, maka perlu dilakukan penatalaksaan sesuai
dengan prinsip trauma, sebagai berikut:5
Penilaian awal (Primary Survey):5
Survei awal bertujuan untuk menilai dan memberikan pengobatan sesuai dengan
prioritas berdasarkan trauma yang dialami. Fungsi-fungsi vital penderita harus
dinilai secara tepat dan efisien. Penanganan penderita harus terdiri atas evaluasi
awal yang cepat serta resusitasi fungsi vital, penangan trauma dan identifikasi
keadaan yang dapat menyebabkan kematian.
A: Airway (saluran napas), penilaian terhadap patensi jalan napas. Apabila
terdapat obstruksi jalan napas, maka harus segera dibebaskan. Apabila
dicurigai adanya cedera servikal maka dilakukan pemasangan collar neck.
B: Breathing (pernapasan), perlu diperhatikan dan dilihat secara
keseluruhan daerah thorak untuk menilai ventilasi. Jalan napas yang bebas
bukan berarti ventilasi cukup. Bila ada gangguan atau instabilitas
kardiovaskuler, respirasi, atau gangguan neurologis, kita harus melakukan
6
ventilasi dengan bantuan alat pernapasan berupa kantong yang disambung
dengan masker atau pipa endotrakeal.
C: Circulation (sirkulasi), sirkulasi adalah kontrol perdarahan meliputi 2
hal: a) Volume darah dan output jantung; b) perdarahan baik perdarahan
luar maupun perdarahan dalam, perdarahan luar harus diatasi dengan balut
tekan.
D: Disability (evaluasi neurologis), evaluasi neurologis secara cepat setelah
satu survei awal, dengan menilai tingkat kesadaran, besar dan reaksi pupil.
GCS (Glasgow Coma Scale) merupakan suatu metode yang cepat untuk
menentukan tingkat kesadaran pasien dan memprediksi outcome pasien.
E: Exposure (kontrol lingkungan), untuk melakukan pemeriksaan secara
teliti pakaian penderita perlu dilepas (pada pasien tidak sadarkan diri).
Apabila penilaian telah selesai dilakukan, pasien harus kembali dihangatkan
dengan selimut untuk mencegah hipotermia.
Sebelum mengambil keputusan untuk melakukan pengobatan definitif, prinsip
pengobatan fraktur ada empat (4R), yaitu :1,2,3
Recognition; diagnosis dan penilaian fraktur
Prinsip pertama adalah mengetahui dan menilai keadaan fraktur dengan
anamnesis, pemeriksaan klinik, dan radiologis. Pada awal pengobatan perlu
diperhatikan lokalisasi fraktur, bentuk fraktur, menentukan teknik yang sesuai
untuk pengobatan, dan komplikasi yang mungkin terjadi selama dan sesudah
pengobatan.
Reduction; reduksi fraktur apabila perlu
Restorasi fragmen fraktur dilakukan untuk mendapatkan posisi yang dapat
diterima. Pada fraktur intra-artikuler diperlukan reduksi anatomis dan sedapat
mungkin mengembalikan fungsi normal dan mencegah komplikasi seperti
kekakuan, deformitas, serta perubahan osteoartritis di kemudian hari. Posisi
yang baik adalah alignment yang sempurna dan aposisi yang sempurna.
Fraktur seperti fraktur klavikula, iga, dan fraktur impaksi dari humerus tidak
memerlukan reduksi. Angulasi <5º pada tulang panjang anggota gerak bawah
dan lengan atas dan angulasi sampai 10º pada humerus dapat diterima. Terdapat
7
kontak sekurang-kurangnya 50%, dan over-riding tidak melebihi 0,5 inchi pada
fraktur femur. Adanya rotasi tidak dapat diterima dimanapun lokalisasi fraktur.
Retention; imobilisasi fraktur
Rehabilitation; mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin
Berikut adalah tahap-tahap awal penanganan fraktur terbuka, antara lain:1
a. Semua fraktur terbuka dikelola secara emergensi.
b. Lakukan penilaian awal akan adanya cedera lain yang dapat mengancam jiwa.
c. Pemberian antibiotik.
d. Lakukan debridement dan irigasi luka.
e. Lakukan stabilisasi fraktur.
f. Pencegahan tetanus.
g. Lakukan rehabilitasi ektremitas yang mengalami fraktur.
Debridement adalah pengangkatan jaringan yang rusak dan mati sehingga luka
menjadi bersih. Untuk melakukan debridement yang adekuat, luka lama dapat diperluas,
jika diperlukan dapat membentuk irisan yang berbentuk elips untuk mengangkat kulit,
fasia serta tendon ataupun jaringan yang sudah mati. Debridement yang adekuat
merupakan tahapan yang penting untuk pengelolaan. Debridement harus dilakukan
sistematis, komplit serta berulang. Diperlukan cairan yang cukup untuk fraktur terbuka.
Grade I diperlukan cairan yang bejumlah 1-2 liter, sedangkan grade II dan grade III
diperlukan cairan sebanyak 5-10 liter, menggunakan cairan normal saline.1,2,4
Pemberian antibiotik bertujuan untuk mencegah infeksi. Antibiotik diberikan
dalam dosis yang adekuat sebelum, pada saat dan sesuadah tindakan operasi. Pemberian
antibiotika adalah efektif mencegah terjadinya infeksi pada pada fraktur terbuka. Untuk
fraktur terbuka antibiotika yang dianjurkan adalah golongan cephalosporin dan
dikombinasi dengan golongan aminoglikosida.2,4
Tindakan Pembedahan
Hal ini penting untuk menstabilkan patah tulang sesegera mungkin untuk
mencegah kerusakan jaringan yang lebih lunak. Metode yang digunakan biasanya
adalah fiksasi eksternal atau internal. Metode ini memerlukan operasi.3,4
a. Fiksasi Internal
Selama operasi, fragmen tulang yang pertama direposisi (dikurangi) ke
posisi normal kemudian diikat dengan sekrup khusus atau dengan melampirkan
8
pelat logam ke permukaan luar tulang. Fragmen juga dapat diselenggarakan
bersama-sama dengan memasukkan batang bawah melalui ruang sumsum di
tengah tulang. Karena fraktur terbuka mungkin termasuk kerusakan jaringan dan
disertai dengan cedera tambahan, mungkin diperlukan waktu sebelum operasi
fiksasi internal dapat dilakukan dengan aman.3,4
b. Fiksasi Eksternal
Fiksasi eksternal tergantung pada cedera yang terjadi. Fiksasi ini digunakan
untuk menahan tulang tetap dalam garis lurus. Dalam fiksasi eksternal, pin atau
sekrup ditempatkan ke dalam tulang yang patah di atas dan di bawah tempat
fraktur. Kemudian fragmen tulang direposisi. Pin atau sekrup dihubungkan ke
sebuah lempengan logam di luar kulit. Perangkat ini merupakan suatu kerangka
stabilisasi yang menyangga tulang dalam posisi yang tepat.3,4
Perdarahan merupakan penyebab utama timbulnya syok pada pasien trauma.
Perdarahan dapat didefinisikan sebagai hilangnya atau berkurangnya darah dalam
sirkulasi tubuh secara cepat. Umumnya pada pasien dewasa jumlah darah di dalam
tubuh mencapai 7% dari berat badan. Derajat perdarahan diklasifikasikan menjadi 4
kelas berdasarkan gejala klinis yang dapat membantu memprediksi jumlah darah yang
hilang dari dalam tubuh.5
KELAS 1 KELAS 2 KELAS 3 KELAS 4
Kehilangan Darah(mL)
Sampai 750 750 - 1500 1500 - 2000 >2000
Kehilangan Darah(% volume darah)
Sampai 15% 15 – 30% 30 – 40% >40%
Denyut Nadi <100 >100 >120 >140
Tekanan Darah Normal Normal Menurun Menurun
Tekanan nadi (mm Hg)
Normal / Naik Menurun Menurun Menurun
FrekuensiPernafasan
14 - 20 20 - 30 30 - 40 >35
Produksi Urin (mL/jam)
>30 20 - 30 5 - 15 Tidak ada
9
CNS/ Status Mental
Sedikit Cemas
Agak CemasCemas, bingung
Bingung, lesu (lethargic)
PenggantianCairan
Kristaloid KristaloidKristaloid dan
darahKristaloid dan
darah
Prinsip penanganan syok hipovolemik karena perdarahan pada pasien trauma
adalah menghentikan sumber perdarahan dan mengganti jumlah cairan yang hilang.
Untuk itu pemberian cairan awal secara intravena merupakan hal yang penting untuk
dilakukan. Berikut adalah langkah – langkah resusitasi pasien syok hipovolemik:5
Re-evaluasi ABCDE.
Dosis awal pemberian cairan kristaloid adalah 1000-2000 ml pada dewasa dan
20 mL/kg pada anak dengan tetesan cepat.
Evaluasi resusitasi cairan:
1. Nilai respon penderita terhadap pemberian cairan awal.
2. Nilai perfusi organ ( nadi, warna kulit, kesadaran dan produksi urin) serta
awasi tanda-tanda syok.
Pemberian cairan selanjutnya berdasarkan respon terhadap pemberian cairan
awal.
1. Respon cepat
Pemberian cairan diperlambat sampai kecepatan maintenance.
Tidak ada indikasi bolus cairan tambahan yang lain atau pemberian
darah.
Pemeriksaan darah dan cross-match tetap dikerjakan.
Konsultasikan pada ahli bedah karena intervensi operatif mungkin
masih diperlukan.
2. Respon Sementara
Pemberian cairan tetap dilanjutkan, ditambah dengan pemberian
darah.
Respon terhadap pemberian darah menentukan tindakan operatif
Konsultasikan pada ahli bedah.
3. Tanpa respon
Konsultasikan pada ahli bedah.
Perlu tindakan operatif sangat segera.
10
Waspadai kemungkinan syok non hemoragik seperti tamponade
jantung atau kontusio miokard.
Pemasangan CVP dapat membedakan keduanya.
Gambar 2. Respon cepat terhadap pemberian cairan awal.
Gambar 3. Respon transient (sementara) terhadap pemberian cairan awal.
Gambar 4. Tanpa respon terhadap pemberian cairan awal.
2.6. Komplikasi
a. Komplikasi Umum
Syok karena perdarahan ataupun oleh karena nyeri, koagulopati diffus dan
gangguan fungsi pernafasan. Ketiga macam komplikasi tersebut dapat terjadi dalam 24
jam pertama pasca trauma dan setelah beberapa hari atau minggu akan terjadi gangguan
11
metabolisme, berupa peningkatan katabolisme. Komplikasi umum lain dapat berupa
emboli lemak, trombosis vena dalam (DVT), tetanus atau gas gangren.1,2,4
b. Komplikasi Lokal
Komplikasi Dini
Komplikasi dini adalah kejadian komplikasi dalam satu minggu pasca trauma,
sedangkan apabila kejadiannya sesudah satu minggu pasca trauma disebut
komplikasi lanjut.1,2,3
Infeksi pada tulang.
Osteomielitis.
Kulit yang melepuh sebagai akibat dari elevasi kulit superfisial karena
edema.
Dekubitus, terjadi akibat penekanan jaringan lunak tulang oleh gips. Oleh
karena itu perlu diberikan bantalan yang tebal pada daerah-daerah yang
menonjol.
Terputusnya serabut otot yang mengakibatkan gerakan aktif otot tersebut
terganggu. Kehancuran otot akibat trauma dan terjepit dalam waktu
cukup lama akan menimbulkan sindroma crush atau thrombus.
Pada jaringan distal dari lesi akan mengalami iskemi bahkan nekrosis.
Pembuluh vena yang putus perlu dilakukan repair untuk mencegah
kongesti bagian distal lesi.
Sindroma kompartemen terjadi akibat tekanan intra kompartemen otot
pada tungkai atas maupun tungkai bawah sehingga terjadi penekanan
neurovaskuler sekitarnya. Fenomena ini disebut Iskhemi Volkmann. Ini
dapat terjadi pada pemasangan gips yang terlalu ketat sehingga dapat
menggangu aliran darah dan terjadi edema dalam otot.
Kompresi saraf, neuropraksi, neurometsis (saraf putus), aksonometsis
(kerusakan akson). Setiap trauma terbuka dilakukan eksplorasi dan
identifikasi nervus.
Komplikasi Lanjut
12
Pada tulang dapat berupa malunion, delayed union atau non union. Pada
pemeriksaan terlihat deformitas berupa angulasi, rotasi, pemendekan atau
perpanjangan.1,2
2.7. Prognosis
Prognosis pada fraktur terbuka tergantung dari derajat fraktur, dan penanganan
pada fraktur tersebut. Semakin berat derajat fraktur, semakin lama dan buruknya
penanganan maka prognosis akan buruk.1,2
13
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1. Identitas Pasien
Nama : IKS
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 15 th
Alamat : Dsn. Kunyit, Besakih, Karangasem
Agama : Hindu
Pekerjaan : Pelajar
Tanggal Pemeriksaan : 2 Maret 2015
3.2. Anamnesis
Keluhan utama :
Luka disertai patah tulang pada kaki kiri
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang diantar keluarga dalam keadaan tidak sadar ke UGD RSUD
Klungkung. Pasien dikeluhkan mengalami luka robek sepanjang betis sampai
pergelangan kaki kiri dan patah tulang disertai perdarahan masif setelah
mengalami kecelakaan lalu lintas. Keluarga mengatakan bahwa pasien terpental
dari atas bak truk yang ditumpanginya ketika kendaraan tersebut melewati jalanan
yang berlubang. Dikatakan ketika hendak mendarat, kaki kiri pasien terpelintir
dan mengalami patah tulang karena tidak mampu menopang berat badan pasien.
Pasien langsung dibawa ke UGD RSUD Klungkung dan dalam perjalanannya
kesadaran pasien mulai menurun. Keluarga mengatakan pasien tidak muntah,
keluar darah dari hidung dan telinga tidak ada.
Riwayat Penyakit Sebelumnya
(-)
Riwayat Penyakit Keluarga
(-)
Riwayat Pribadi dan Sosial
14
Pasien merupakan seorang pelajar SMP, namun dikatakan seringkali bekerja
sebagai buruh angkut pasir untuk membantu ekonomi keluarga. Pasien merupakan
anak terakhir dari 3 bersaudara.
3.3. Pemeriksaan Fisik
Status Present :
Kesadaran : Sopor (GCS : E2V2M4 )
Tekanan darah : 90/60 mmHg
Nadi : 110 x/ menit
RR : 28 x/mnt
Suhu badan : 36º C
Status general :
Kepala : Cephalhematome (-)
Mata : Anemis -/- , ikterus -/- , refleks pupil +/+ isokor
THT : Otorhea (-), rhinorrhea (-)
Thorax : Simetris (+), jejas (-)
Cor
Inspeksi : Tidak tampak pulsasi iktus cordis
Palpasi : Iktus kordis teraba pada ICS V MCL S, kuat angkat (-)
Perkusi : Batas atas jantung ICS II kiri
Batas kanan jantung PSL kanan
Batas kiri jantung MCL kiri ICS V
Auskultasi : S1S2 tunggal, regular, murmur (-)
Pulmo
Inspeksi : Simetris saat statis dan dinamis
Palpasi : Vocal fremitus belum dapat dievaluasi
Perkusi : Sonor / Sonor
Auskultasi : Vesikuler + / +, Rhonkhi - / - , Wheezing - / -
Abdomen
Inspeksi : Distensi (-), jejas (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : Nyeri tekan (-), Hepar / lien tidak teraba
15
Perkusi : timpani (+), ascites (-)
Ekstremitas : ~ Status Lokalis
Regio cruris sinistra :
Look : tampak luka terbuka sepanjang ± 25 cm, bone expose (+), tak
tampak sianosis pada bagian distal
Feel : terdapat nyeri tekan, akral hangat, CRT < 2 detik
Move : ROM terbatas
3.4. Pemeriksaan Penunjang
Foto Rontgen Cruris Sinistra AP/Lateral :
Tampak fraktur tibia 1/3 distal dan fraktur fibula 1/3 medial
3.5. Diagnosis
Fraktur terbuka tibia 1/3 distal + fraktur fibula 1/3 medial + syok hemoragik
3.6. Terapi
IVFD RL loading 3 flash
Drip tramadol 100 mg dalam 500 cc normal saline ~ 30 tetes per menit
Injeksi Ceftriaxon 1 gram
Injeksi tetagam 1 vial
Debridement luka
Imobilisasi fraktur dan pasang bidai
Rujuk RSUP Sanglah
16
BAB IV
PEMBAHASAN
Penyakit muskuloskeletal telah menjadi masalah yang banyak dijumpai di pusat-
pusat pelayanan kesehatan di seluruh dunia. Fraktur atau patah tulang adalah
terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan/atau tulang rawan yang umumnya
disebabkan oleh tekanan yang berlebihan. Sedangkan fraktur terbuka merupakan suatu
fraktur dimana terjadi hubungan dengan lingkungan luar melalui kulit sehingga terjadi
kontaminasi bakteri sehingga timbul komplikasi berupa infeksi.
Fraktur dapat disebabkan oleh trauma, baik trauma langsung maupun tidak
langsung. Telah dilaporkan seorang pasien laki-laki berusia 15 tahun, mengalami patah
tulang dan luka robek disertai perdarahan pada kaki kiri setelah mengalami kecelakaan
lalu lintas. Dikatakan bahwa kaki kiri pasien tidak mampu menopang berat badannya
setelah pasien terpental dari atas bak mobil truk.
Diagnosis fraktur terbuka dapat ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik,
dan pemeriksaan penunjang. Pada pasien ini ditemukan adanya riwayat trauma
sebelumnya. Dari primary survey didapatkan sebagai berikut:
Airway : Clear, stridor (-), gargling (-)
Breathing : Spontan, RR 28x/menit
Circulation : Tekanan darah 90/60 mmHg, nadi 110x/menit, regular,
akral hangat, CRT < 2 detik
Disability : GCS 8 (E2V2M4), pupil isokor, diameter 2mm/2mm reflek
cahaya +/+
Exposure : Pakaian pasien tidak dibuka
Dari pemeriksaan fisik khusus pada bagian cruris sinistra, didapatkan adanya luka
robek sepanjang ± 25 cm, tampak bone expose, tak tampak sianosis pada bagian distal,
adanya nyeri tekan, dan ROM terbatas. Dari pemeriksaan rontgen cruris sinistra
AP/Lateral ditemukan fraktur tibia 1/3 distal dan fraktur fibula 1/3 medial.
Klasifikasi fraktur terbuka menurut Gustilo dan Anderson dapat dibedakan
menjadi derajat I, II, IIIA, IIIB, dan IIIC. Pada pasien ini, ditemukan fraktur terbuka
disertai perdarahan yang masif akibat adanya kerusakan pembuluh arteri. Sehingga
pasien ini dapat dikategorikan mengalami fraktur terbuka grade IIIC.
17
Penanganan fraktur secara umum menerapkan prinsip 4R, yaitu Recognition,
Reduction, Retention, dan Rehabilitation. Sedangkan langkah-langkah awal penanganan
fraktur terbuka termasuk debridement luka, pemberian analgetik, antibiotik dan anti
tetanus, serta stabilisasi fraktur. Pasien dengan trauma, khususnya fraktur terbuka
memiliki resiko yang tinggi mengalami syok akibat perdarahan. Derajat perdarahan
diklasifikasikan menjadi 4 kelas berdasarkan gejala klinis yang dapat membantu
memprediksi jumlah darah yang hilang dari dalam tubuh. Penanganan syok pada pasien
trauma sesuai dengan langkah-langkah penanganan syok hipovolemik. Pada pasien ini
ditemukan tanda-tanda syok, untuk itu diberikan cairan awal ringer laktat loading dose
sebanyak 3 flash. Pasien juga diberikan drip tramadol 100 mg dalam 500 cc normal
saline ~ 30 tetes per menit untuk mengurangi rasa nyeri. Injeksi antibiotik ceftriaxon 1
gram dan tetagam 1 vial juga diberikan untuk mencegah infeksi dan tetanus.
Debridement dilakukan untuk membersihkan luka dari kotoran dan jaringan yang sudah
mati sekaligus untuk evaluasi sumber perdarahan dan menghentikan sumber perdarahan
tersebut dilanjutkan dengan imobilisasi fraktur dan pemasangan bidai. Setelah diberikan
cairan awal sebanyak 1500 ml, keadaan pasien mulai menunjukkan respon baik dimana
didapatkan GCS E3V3M5, tekanan darah 100/70 mmHg, nadi 110x/menit, respirasi
24x/menit. Kemudian pasien dirujuk ke RSUP Sanglah untuk mendapatkan tindakan
lebih lanjut.
18