referat fraktur

41
BAB I PENDAHULUAN Saat ini, penyakit muskuloskeletal telah menjadi masalah yang banyak dijumpai di pusat-pusat pelayanan kesehatan di seluruh dunia. Bahkan WHO telah menetapkan dekade ini (2000-2010) menjadi Dekade Tulang dan Persendian. Penyebab fraktur terbanyak adalah karena kecelakaan lalu lintas. Kecelakaan lalu lintas ini, selain menyebabkan fraktur, menurut WHO, juga menyebabkan kematian 1,25 juta orang setiap tahunnya, dimana sebagian besar korbannya adalah remaja atau dewasa muda. Fraktur adalah terputusnya hubungan/kontinuitas struktur tulang atau tulang rawan bisa komplet atau inkomplet atau diskontinuitas tulang yang disebabkan oleh gaya yang melebihi elastisitas tulang. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, kebanyakan fraktur akibat dari trauma, beberapa fraktur sekunder terhadap proses penyakit seperti osteoporosis, yang menyebabkan fraktur yang patologis. Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi. Dislokasi yang sering terjadi pada olahragawan adalah dislokasi sendi bahu 1

Upload: ferawati-wen

Post on 20-Dec-2015

28 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

orthopedi

TRANSCRIPT

Page 1: Referat fraktur

BAB I

PENDAHULUAN

Saat ini, penyakit muskuloskeletal telah menjadi masalah yang banyak

dijumpai di pusat-pusat pelayanan kesehatan di seluruh dunia. Bahkan WHO telah

menetapkan dekade ini (2000-2010) menjadi Dekade Tulang dan Persendian.

Penyebab fraktur terbanyak adalah karena kecelakaan lalu lintas. Kecelakaan lalu

lintas ini, selain menyebabkan fraktur, menurut WHO, juga menyebabkan

kematian 1,25 juta orang setiap tahunnya, dimana sebagian besar korbannya

adalah remaja atau dewasa muda.

Fraktur adalah terputusnya hubungan/kontinuitas struktur tulang atau

tulang rawan bisa komplet atau inkomplet atau diskontinuitas tulang yang

disebabkan oleh gaya yang melebihi elastisitas tulang. Fraktur adalah terputusnya

kontinuitas tulang, kebanyakan fraktur akibat dari trauma, beberapa fraktur

sekunder terhadap proses penyakit seperti osteoporosis, yang menyebabkan

fraktur yang patologis.

Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi.

Dislokasi yang sering terjadi pada olahragawan adalah dislokasi sendi bahu dan

sendi pinggul (paha). Karena terpeleset dari tempatnya, maka sendi itupun

menjadi macet. Selain macet, juga terasa nyeri. Sebuah sendi yang pernah

mengalami dislokasi, ligamen-ligamennya biasanya menjadi kendor. Akibatnya,

sendi itu akan gampang dislokasi lagi.

1

Page 2: Referat fraktur

BAB II

Tinjauan Pustaka

A. Struktur tulang.

Secara maskroskopis, bagian dari tulang dapat dibagi menjadi beberapa bagian

sebagai berikut1:

1. Diafisis merupakan poros tulang bagian tengah, silinder, merupakan bagian

utama dari tulang.

2. Epifises merupakan ujung proksimal dan distal dari tulang.

3. metaphyses merupakan daerah antara diaphysis dan epifisis.

Dalam tulang yang sedang aktif, masing-masing metafisis berisi akan

mempunyai lempeng pertumbuhan, lapisan yang berisi tulang rawan hialin.

Lapisan ini memungkinkan diafisis dari tulang untuk tumbuh memanjang.

Ketika tulang berhenti untuk tumbuh memanjang pada sekitaran usia 18-21,

tulang rawan di lempeng epifisis akan digantikan oleh tulang seutuhnya.

Struktur yang telah menjadi tulang ini akan dikenal sebagai garis epifisis.

4. Artikulat kartilago adalah lapisan tipis tulang rawan hialin yang akan

menyelimuti bagian dari epiphysis.

Pertemuan tulang akan membentuk artikulasi dengan tulang lain.Tulang rawan

articular ini berfungsi untuk mengurangi gesekan dan menyerap energi di

sendi yang bergerak bebas.

5. Periosteum adalah bagian yang mengelilingi permukaan tulang eksternal di

luar daerah yang telah ditutupi oleh tulang rawan artikular.

Bagian ini terdiri dari lapisan luar fibrosa padat jaringan ikat yang tidak teratur

dan lapisan osteogenik dalam yang terdiri dari sel-sel. Beberapa sel-sel

periosteum mempunyai kemampuan membelah yang memungkinkan tulang

untu tumbuh menebal. Periosteum berfungsi untuk melindungi tulang,

2

Page 3: Referat fraktur

membantu dalam perbaikan fraktur, membantu tulang memelihara jaringan,

dan berfungsi sebagai titik perlekatan ligamen dan tendon.

6. Rongga medula adalah ruang berongga silinder dalam diaphysis yang berisi

sumsum tulang lemak kuning pada orang dewasa.

7. Endosteum adalah membrane tipis yang melapisi permukaan tulang internal

pada rongga meduler. Lapisan ini berisi satu lapisan sel dan jaringan ikat.1

Gambar 2.1 Struktur tulang

B. Definisi

Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan

atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. Trauma yang

menyebabkan tulang patah dapat berupa trauma langsung, misalnya benturan pada

lengan bawah yang menyebabkan patah tulang radius dan ulna, dan dapat berupa

trauma tidak langsung, misalnya jatuh bertumpu pada tangan yang menyebabkan

tulang klavikula atau radius distal patah2.

Akibat trauma pada tulang bergantung pada jenis trauma, kekuatan dan

arahnya. Trauma tajam yang langsung atau trauma tumpul yang kuat dapat

menyebabkan tulang patah dengan luka terbuka sampai ke tulang yang disebut

patah tulang terbuka. Patah tulang di dekat sendi atau mengenai sendi dapat

menyebabkan patah tulang disertai luksasi sendi yang disebut fraktur dislokasi2.

C. Klasifikasi

Secara umum, fraktur dibedakan menurut lokasi, ekstensi (komplit/tidak

komplit), konfigurasi (garis patah), hubungan antara fragmen fraktur

(bergeser/tidakbergeser), hubungan dengan lingkungan luar (tertutup/terbuka)3.

Selain itu, fraktur juga dapat di klasifikasikan menjadi4:

1. Berdasarkan posisi fraktur dapat dibagi menjadi fraktur diafiseal, metafiseal,

3

Page 4: Referat fraktur

epifiseal, dan intra-artikular.

2. Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan).

a. Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen

tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih

utuh) tanpa komplikasi.

b. Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan antara

hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya

perlukaan kulit.

3. Berdasarkan komplit atau ketidak komplitan fraktur.

a. Fraktur Komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau

melalui kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto.

b. Fraktur Inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh penampang

tulang seperti:

1) Hair Line Fraktur (patah dengan garis halus)

2) Buckle atau Torus Fraktur, bila terjadi lipatan dari satu korteks

dengan kompresi tulang spongiosa di bawahnya.

3) Green Stick Fraktur, mengenai satu korteks dengan angulasi korteks

lainnya yang terjadi pada tulang panjang.

4. Berdasarkan bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme trauma.

a. Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan

merupakan akibat trauma angulasi atau langsung.

b. Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut

terhadap sumbu tulang dan merupakan akibat trauma angulasi juga.

c. Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang

disebabkan trauma rotasi.

d. Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang

mendorong tulang ke arah permukaan lain.

4

Page 5: Referat fraktur

e. Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi

otot pada insersinya pada tulang.

5. Berdasarkan jumlah garis patah.

a. Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling

berhubungan.

b. Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak

berhubungan.

c. Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada

tulang yang sama.

6. Berdasarkan pergeseran fragmen tulang.

a. Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap ttetapi kedua

fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh.

b. Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga

disebut lokasi fragmen, terbagi atas:

1) Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah

sumbu dan overlapping).

2) Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut).

3) Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling

menjauh).

5

Page 6: Referat fraktur

Gambar 1.Klasifikasi Fraktur Secara Umum5

7. Klasifikasi Fraktur terbuka menurut Gustillo dan Anderson6

Tipe Batasan

I Luka bersih dengan panjang luka < 1 cm

II Panjang luka > 1 cm tanpa kerusakan jaringan lunak yang berat

III Kerusakan jaringan lunak yang berat dan luas, fraktur segmental

terbuka, trauma amputasi, luka tembak dengan kecepatan tinggi,

fraktur terbuka di pertanian, fraktur yang perlu repair vaskuler dan

6

Page 7: Referat fraktur

fraktur yang  lebih dari 8 jam setelah kejadian.

8. Klasifikasi lanjut fraktur terbuka tipe III6:

Tipe Batasan

IIIA Periosteum masih membungkus fragmen fraktur dengan kerusakan jaringan

lunak yang luas

IIIB Kehilangan jaringan lunak yang luas, kontaminasi  berat, periosteal striping

atau terjadi bone expose

IIIC Disertai kerusakan arteri yang memerlukan repair tanpa melihat tingkat

kerusakan jaringan lunak.

9. Fraktur tulang tertutup menurut Tcherne adalah6:

a. Derajat 0: Fraktur sederhana tanpa/disertai dengan sedikit kerusakan

jaringan lunak.

b. Derajat 1: Fraktur disertai dengan abrasi superfisial atau luka memar pada

kulit dan jaringan subkutan.

c. Derajat 2: fraktur yang lebih berat dibandingkan derajat 1 yang disertai

dengan kontusio dan pembengkakan jaringan lunak.

d. Derajat 3: Fraktur berat yang disertai dengan kerusakan jaringan lunak

yang nyata dan terdapat ancaman terjadinya sindroma kompartemen.

10. Klasifikasi salter haris untuk patah tulang yang mengenai lempeng epifisis

distal tibia dibagi menjadi lima tipe2:

a. Tipe 1 : Epifisis dan cakram epifisis lepas dari metafisis tetapi

periosteumnya masih utuh.

7

Page 8: Referat fraktur

b. Tipe 2 : Periosteum robek di satu sisi sehingga epifisis dan cakram

epifisis lepas sama sekali dari metafisis.

c. Tipe 3 : Patah tulang cakram epifisis yang melalui sendi

d. Tipe 4 : Terdapat fragmen patah tulang yang garis patahnya tegak lurus

cakram epifisis

e. Tipe 5 : Terdapat kompresi pada sebagian cakram epifisis yang

menyebabkan kematian dari sebagian cakram tersebut.

D. Patofisiologi

Fraktur terjadi bila ada suatu trauma yang mengenai tulang, dimana trauma

tersebut kekuatannya melebihi kekuatan tulang.  Dua faktor mempengaruhi

terjadinya fraktur adalah

1. Ekstrinsik meliputi kecepatan dan durasi trauma yang mengenai tulang, arah

dan kekuatan trauma.

2. Intrinsik meliputi kapasitas tulang mengasorbsi energi trauma, kelenturan,

kekuatan, dan densitas tulang.

Trauma langsung akibat benturan akan menimbulkan garis fraktur transversal

dan kerusakan jaringan lunak. Benturan yang lebih keras disertai dengan

penghimpitan tulang akan  mengakibatkan garis fraktur kominutif diikuti dengan

kerusakan jaringan lunak yang lebih luas.

Trauma tidak langsung mengakibatkan  fraktur terletak jauh dari titik trauma

dan jaringan sekitar fraktur tidak mengalami kerusakan berat. Pada olahragawan,

penari dan tentara  dapat pula terjadi fraktur pada tibia, fibula atau  metatarsal

yang disebabkan oleh karena trauma yang berulang.

Selain trauma, adanya proses patologi pada tulang seperti. tumor atau pada

penyakit Paget dengan energi  yang minimal saja akan mengakibatkan fraktur.

Sedang pada orang normal hal tersebut belum tentu menimbulkan  fraktur7.

8

Page 9: Referat fraktur

E. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinik fraktur adalah2:

1. Nyeri

Nyeri kontinue/terus-menerus dan meningkat semakin berat sampai fragmen

tulang tidak bisa digerakkan.

2. Gangguan fungsi

Setelah terjadi fraktur ada bagian yang tidak dapat digunakan dan cenderung

menunjukkan pergerakan abnormal, ekstremitas tidak berfungsi secara teratur

karena fungsi normal otot tergantung pada integritas tulang yang mana tulang

tersebut saling berdekatan.

3. Gangguan sensitivitas.

4. Deformitas/kelainan bentuk

Perubahan tulang pada fragmen disebabkan oleh deformitas tulang yang

diketahui ketika dibandingkan dengan daerah yang tidak luka.

5. Krepitasi

Suara detik tulang yang dapat didengar atau dirasakan ketika fraktur

digerakkan.

6. Bengkak dan perubahan warna

Hal ini disebabkan oleh trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur.

F. Diagnosis

1. Anamnesis

Biasanya ada riwayat cedera, diikuti dengan ketidakmampuan untuk

menggunakan anggota tubuh terluka. Namun, perlu diperhatika bahwa Fraktur

pada pasien tidak selalu harus pada lokasi yang menerima trauma, misalnya

pukulan ke daerah lutut, memungkinkan untuk terjadi fraktur pada patela,

kondilus femoralis, poros femur atau bahkan acetabulum. Usia pasien dan

mekanisme cedera juga penting. Jika patah tulang terjadi dengan trauma ringan,

9

Page 10: Referat fraktur

dapat dicurigai adanya fraktur patologis. Nyeri, memar dan bengkak adalah gejala

umum pada fraktur. Namun, gejala-gejala ini tidak dapat membedakan antara

patah tulang atau cedera jaringan lunak. Deformitas dapat menjadi petunjuk yang

lebih baik dibandingkan gejala yang lainnya2.

Pada saat anamnesis, selalu ditanyakan gejala-gejala terkait kerusakan

jaringan, misalnya: rasa sakit dan bengkak, mati rasa atau kehilangan gerakan,

kulit pucat atau sianosis, darah dalam urin, perut sakit, kesulitan bernapas atau

kehilangan kesadaran sementara. Setelah pada fase darurat telah ditangani,

tanyakan tentang riwayat cedera sebelumnya, atau muskuloskeletal lainnya yang

mungkin dapat menyebabkan bias ketika dilakukan pemeriksaan x-ray2.

2. Pemeriksaan Fisik

a. Look

Pembengkakan, memar dan deformitas mungkin jelas. Perhatikan apakah

kulit pada daerah trauma masih utuh tidak; jika kulit rusak dan luka

berkomunikasi dengan fraktur, cedera adalah 'terbuka yang perlu penanganan

segera. Perhatikan juga postur ekstremitas distal dan warna kulit (tanda-tanda

gangguan saraf atau kerusakan pembuluh). Pergeseran fragmen Tulang ada 4,

yakni2:

1) Alignment  : perubahan arah axis longitudinal, bisa membentuk sudut

2) Panjang   : dapat terjadi pemendekan (shortening)

3) Aposisi    : hubungan ujung fragmen satu dengan lainnya

4) Rotasi     : terjadi perputaran terhadap fragmen proksimal

b. Feel

Bagian yang cedera teraba terdapat nyeri tekan lokal. Beberapa patah

tulang akan bisa terlewatkan jika tidak dicarii, misalnya tanda klasik dari

fraktur skafoid adalah nyeri tekan pada tepatnya di area “snuff box”.

Pembuluh darah dan kelainan saraf perifer harus diuji untuk sebelum dan

setelah pengobatan2.

10

Page 11: Referat fraktur

c. Move

Krepitasi dan gerakan abnormal mungkin ada, namun yang lebih penting

adalah menguji sendi distal cedera2.

3. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan X-ray wajib dilakukan. Pada X-ray, perlu ditekankan aturan

“The Rule of Two”2:

a. Two Views- Fraktur atau dislokasi bias saja tidak terlihat pada film x-ray

tunggal. Untuk itu diperlukan pemeriksaan melalui dua sudut pandang

(Anteroposterior dan lateral).

b. Two Joints - Sendi atas dan di bawah fraktur keduanya harus disertakan

pada film x-ray.

c. Two Limb - Pada anak-anak, penampilan epifisis yang belum matang

dapat membingungkan diagnosis patah tulang; x-ray dari ekstremitas yang

normal diperlukan untuk perbandingan.

d. Two Injuries - kekuatan trauma sering menyebabkan cedera pada lebih

dari satu tingkat tulang. Oleh karena itu, pada fraktur calcaneum adan

tulang paha diperhatikan untuk pemeriksaan x-ray pada tulang panggul

dan tulang belakang.

e. Two Occasion - Beberapa patah tulang sangat sulit untuk dideteksi segera

setelah cedera, tapi pada pemeriksaan lain satu atau dua minggu kemudian

bisa dapat menunjukkan lesi. Contoh umum adalah fraktur undisplaced

dari ujung distal klavikula, skafoid, leher femoral dan maleolus lateral, dan

juga pada fraktur stress tulang dan cedera physeal dimanapun fraktur

terjadi.

G. Penatalaksanaan

11

Page 12: Referat fraktur

Pada trauma ekstremitas, agar ekstremitas sebagai alat gerak dapat berfungsi

dengan baik, ada 4 hal yang harus diperhatikan8:

1. Recognition

Untuk dapat bertindak dengan baik, maka trauma ekstremitas perlu diketahui

kelainan yang terjadi akibat cedera, baik pada jaringan lunak maupun pada

tulangnya dengan mengenali tanda – tanda gangguan fungsi jaringan yang terkena

cedera.

2. Reduction (Reposisi)

Reposisi adalah tindakan mengembalikan pada posisi semula. Tindakan ini

diperlukan untuk mengembalikan tulang kepada bentuk semula sebaik mungkin,

agar fungsi dapat kembali semaksimal mungkin terutama permukaan persendian.

Tehnik reposisi terdiri dari reposisi tertutup dan terbuka. Reposisi tertutup dapat

dilakukan dengan fiksasi eksterna atau traksi kulit dan skeletal. Cara lain yaitu

dengan reposisi terbuka yang dilakukan padapasien yang telah mengalami gagal

reposisi tertutup, fragmen bergeser, mobilisasi dini, fraktur multiple, dan fraktur

patologis.

3. Retaining

Retaining adalah tindakan imobilisasi atau fiksasi untuk memberi istirahat dari

spasme otot pada anggota atau alat yang sakit agar mencapai kesembuhan.

Imobilisasi yang tidak adequate dapat memberikan dampak pada penyembuhan

dan rehabilitasi.

4. Rehabilitation

Rehabilitasi berarti mengembalikan kemampuan dari anggota atau alat yang

sakit atau cedera untuk dapat berfungsi kembali. Rehabilitasi dilakukan untuk

mencegah timbulnya gangguan fungsi yaitu lingkup gerak sendi dan atrofi

(disused atrophy atau sudeck reflex symphatetic dystrophy). Rehabilitasi dimulai

secara:

12

Page 13: Referat fraktur

a. Isometric exercise otot

b. Kalau fiksasi stabil bisa dilakukan isotonic dan isokinetic.

Pada kerusakan jaringan lunak perlu ditunggu atau dilakukan imobilisasi

selama 3 – 6 minggu, pada anggota yang terkena.

Penatalaksanaan fraktur secara ortopedi meliputi proteksi tanpa reposisi dan

imobilisasi, Imobilisasi dengan fiksasi, Reposisi dengan cara manipulasi diikuti

dengan imobilisasi, Reposisi dengan traksi, Reposisi diikuti dengan imobilisasi

dengan fiksasi luar, Reposisi secara nonoperatif diikuti dengan pemasangan

fiksasi dalam pada tulang secara operatif. Reposisi secara operatif dikuti dengan

fiksasi patahan tulang dengan pemasangan fiksasi interna, Eksisi fragmen fraktur

dan menggantinya dengan prosthesis1,9,10.

Proteksi tanpa reposisi dan imobilisasi digunakan pada penanganan fraktur

dengan dislokasi fragmen patahan yang minimal atau dengan dislokasi yang tidak

akan menyebabkan kecacatan dikemudian hari. Contoh adalah pada fraktur kosta,

fraktur klavikula pada anak-anak, fraktur vertebrae dengan kompresi minimal9,10.

Pada imobilisasi dengan fiksasi dilakukan imobilisasi luar tanpa reposisi,

tetapi tetap memerlukan imobilisasi agar tidak terjadi dislokasi fragmen. Contoh

cara ini adalah pengelolaan fraktur tungkai bawah tanpa dislokasi yang

penting2,9,10.

Tindakan reposisi dengan cara manipulasi diikuti dengan imobilisasi

dilakukan pada fraktur dengan dislokasi fragmen yang berarti seperti pada fraktur

radius distal. Reposisi dengan traksi dilakukan terus-menerus selama masa

tertentu, misalnya beberapa minggu, kemudian diikuti dengan imobilisasi.

Tindakan ini dilakukan pada fraktur yang bila direposisi secara manipulasi akan

terdislokasi kembali dalam gips. Cara ini dilakukan pada fraktur dengan otot yang

kuat, misalnya fraktur femur2,9.

Reposisi diikuti dengan imobilisasi dengan fiksasi luar dilakukan untuk fiksasi

fragmen patahan tulang, dimana digunakan pin baja yang ditusukkan pada

fragmen tulang, kemudian pin baja tadi disatukan secara kokoh dengan batangan

13

Page 14: Referat fraktur

logam di kulit luar. Beberapa indikasi pemasangan fiksasi luar antara lain fraktur

dengan rusaknya jaringan lunak yang berat (termasuk fraktur terbuka), dimana

pemasangan internal fiksasi terlalu berisiko untuk terjadi infeksi, atau

diperlukannya akses berulang terhadap luka fraktur di sekitar sendi yang cocok

untuk internal fiksasi namun jaringan lunak terlalu bengkak untuk operasi yang

aman, asien dengan cedera multiple yang berat, fraktur tulang panggul dengan

perdarahan hebat, atau yang terkait dengan cedera kepala fraktur dengan infeksi2,9.

Reposisi dilakukan secara non-operatif diikuti dengan pemasangan fiksator

tulang secara operatif, misalnya reposisi patah tulang pada fraktur kolum femur.

Fragmen direposisi secara non-operatif dengan meja traksi, setelah tereposisi,

dilakukan pemasangan prosthesis secara operatif pada kolum femur1,2,9.

Reposisi secara operatif dikuti dengan fiksasi patahan tulang dengan

pemasangan fiksasi interna dilakukan, misalnya pada fraktur femur, tibia,

humerus, atau lengan bawah. Fiksasi interna yang dipakai bisa berupa pen di

dalam sumsum tulang panjang, bisa juga plat dengan skrup di permukaan tulang.

Keuntungan reposisi secara operatif adalah dapat dicapai reposisi sempurna, dan

bila dipasang fiksasi interna yang kokoh, sesudah operasi tidak diperlukan

pemasangan gips lagi dan segera bisa dilakukan imobilisasi. Indikasi pemasangan

fiksasi interna adalah fraktur tidak bisa di reduksi kecuali dengan operasi, fraktur

yang tidak stabil dan cenderung terjadi displacement kembali setelah reduksi

fraktur dengan penyatuan yang buruk dan perlahan (fraktur femoral neck), fraktur

patologis, fraktur multiple dimana dengan reduksi dini bisa meminimkan

komplikasi, fraktur pada pasien dengan perawatan yang sulit (paraplegia, pasien

geriatri).1,10

Eksisi fragmen fraktur dan menggantinya dengan prosthesis dilakukan pada

fraktur kolum femur. Caput femur dibuang secara operatif dan diganti dengan

prosthesis. Tindakan ini diakukan pada orang tua yang patahan pada kolum femur

tidak dapat menyambung kembali. 1,9,10

14

Page 15: Referat fraktur

Penanganan Fraktur Tebuka

Khusus pada fraktur terbuka, harus diperhatikan bahaya terjadi infeksi, baik

infeki umum maupun infeksi lokal pada tulang yang bersangkutan.4 Empat hal

penting yang perlu adalah antibiotik profilaksis, debridement urgent pada luka dan

fraktur, stabillisasi fraktur, penutupan luka segera secara definitif10.

H. Penyembuhan Fraktur

Proses penyembuhan fraktur pada tulang kortikal terdiri atas lima fase, yaitu4:

1. Fase hematoma

Apabila terjadi fraktur pada tulang panjang, maka pembuluh darah kecil yang

melewati kanalikuli dalam sistem Haversian mengalami robekan pada daerah

fraktur dan akan membentuk hematoma diantara kedua sisi fraktur. Hematoma

yang besar diliputi oleh periosteum. Periosteum akan terdorong dan dapat

mengalami robekan akibat tekanan hematoma yang terjadi sehingga dapat terjadi

ekstravasasi darah ke dalam jaringan lunak.

Osteosit dengan lakunanya yang terletak beberapa milimeter dari daerah

fraktur akan kehilangan darah dan mati, yang akan menimbulkan suatu daerah

cincin avaskuler tulang yang mati pada sisi-sisi fraktur segera setelah trauma.

2. Fase proliferasi seluler subperiosteal dan endosteal

Pada fase ini terjadi reaksi jaringan lunak sekitar fraktur sebagai suatu reaksi

penyembuhan. Penyembuhan fraktur terjadi karena adanya sel-sel osteogenik

yang berproliferasi dari periosteum untuk membentuk kalus eksterna serta pada

daerah endosteum membentuk kalus interna sebagai aktifitas seluler dalam kanalis

medularis. Apabila terjadi robekan yang hebat pada periosteum, maka

penyembuhan sel berasal dari diferensiasi sel-sel mesenkimal yang tidak

berdiferensiasi ke dalam jaringan lunak. Pada tahap awal dari penyembuhan

fraktur ini terjadi pertambahan jumlah dari sel-sel osteogenik yang memberi

15

Page 16: Referat fraktur

pertumbuhan yang cepat pada jaringan osteogenik yang sifatnya lebih cepat dari

tumor ganas. Pembentukan jaringan seluler tidak terbentuk dari organisasi

pembekuan hematoma suatu daerah fraktur. Setelah beberapa minggu, kalus dari

fraktur akan membentuk suatu massa yang meliputi jaringan osteogenik. Pada

pemeriksaan radiologis kalus belum mengandung tulang sehingga merupakan

suatu daerah radiolusen.

3. Fase pembentukan kalus (fase union secara klinis)

Setelah pembentukan jaringan seluler yang bertumbuh dari setiap fragmen sel

dasar yang berasal dari osteoblas dan kemudian pada kondroblas membentuk

tulang rawan. Tempat osteoblast diduduki oleh matriks interseluler kolagen dan

perlengketan polisakarida oleh garam-garam kalsium membentuk suatu tulang

yang imatur. Bentuk tulang ini disebut sebagai woven bone. Pada pemeriksaan

radiologi kalus atau woven bone sudah terlihat dan merupakan indikasi radiologik

pertama terjadinya penyembuhan fraktur.

4. Fase konsolidasi (fase union secara radiologik)

Woven bone akan membentuk kalus primer dan secara perlahan-lahan diubah

menjadi tulang yang lebih matang oleh aktivitas osteoblas yang menjadi struktur

lamelar dan kelebihan kalus akan diresorpsi secara bertahap.

5. Fase remodeling

Bilamana union telah lengkap, maka tulang yang baru membentuk bagian

yang menyerupai bulbus yang meliputi tulang tetapi tanpa kanalis medularis. Pada

fase remodeling ini, perlahan-lahan terjadi resorpsi secara osteoklastik dan tetap

terjadi proses osteoblastik pada tulang dan kalus eksterna secara perlahan-lahan

menghilang. Kalus intermediat berubah menjadi tulang yang kompak dan berisi

sistem Haversian dan kalus bagian dalam akan mengalami peronggaan untuk

membentuk ruang sumsum.

16

Page 17: Referat fraktur

17

Page 18: Referat fraktur

I. Komplikasi Fraktur

Komplikasi fraktur dapat diakibatkan oleh trauma itu sendiri  atau akibat

penanganan fraktur yang disebut komplikasi iatrogenik2.

a. Komplikasi umum

Syok karena perdarahan ataupun oleh karena nyeri, koagulopati diffus dan

gangguan fungsi pernafasan.

Ketiga macam komplikasi tersebut diatas dapat terjadi dalam 24 jam pertama

pasca trauma dan setelah beberapa hari atau minggu akan terjadi gangguan

metabolisme, berupa peningkatan katabolisme. Komplikasi umum lain dapat

berupa emboli lemak, trombosis vena dalam (DVT), tetanus atau gas gangren

b. Komplikasi Lokal          

1) Komplikasi dini

Komplikasi dini adalah kejadian komplikasi dalam satu minggu pasca

trauma, sedangkan apabila kejadiannya sesudah satu minggu pasca trauma

disebut komplikasi lanjut.

a) Pada Tulang

- Infeksi, terutama pada fraktur terbuka.

- Osteomielitis dapat diakibatkan oleh fraktur terbuka atau tindakan

operasi pada fraktur tertutup. Keadaan ini dapat menimbulkan

delayed union atau bahkan non union

Komplikasi sendi dan tulang dapat berupa artritis supuratif yang sering

terjadi pada fraktur terbuka atau pasca operasi yang melibatkan sendi

sehingga terjadi kerusakan kartilago sendi dan berakhir dengan degenerasi

b) Pada Jaringan lunak

- Lepuh , Kulit yang melepuh adalah akibat dari elevasi kulit

superfisial karena edema. Terapinya adalah dengan menutup kasa

steril kering dan melakukan pemasangan elastik

18

Page 19: Referat fraktur

- Dekubitus.. terjadi akibat penekanan jaringan lunak tulang oleh

gips. Oleh karena itu perlu diberikan bantalan yang tebal pada

daerah-daerah yang menonjol

c) Pada Otot

Terputusnya serabut otot yang mengakibatkan gerakan aktif otot

tersebut terganggu. Hal ini terjadi karena serabut otot yang robek melekat

pada serabut yang utuh, kapsul sendi dan tulang. Kehancuran otot akibat

trauma dan terjepit dalam waktu cukup lama akan menimbulkan sindroma

crush atau trombus.

d) Pada pembuluh darah

Pada robekan arteri inkomplit akan terjadi perdarahan terus menerus.

Sedangkan pada robekan yang komplit ujung pembuluh darah mengalami

retraksi dan perdarahan berhenti spontan.

Pada jaringan distal dari lesi akan mengalami iskemi bahkan nekrosis.

Trauma atau manipulasi sewaktu melakukan reposisi dapat menimbulkan

tarikan mendadak pada pembuluh darah sehingga dapat menimbulkan

spasme. Lapisan intima pembuluh darah tersebut terlepas dan terjadi

trombus. Pada kompresi arteri yang lama seperti pemasangan torniquet

dapat terjadi sindrome crush. Pembuluh vena yang putus perlu dilakukan

repair untuk mencegah kongesti bagian distal lesi.

Sindroma kompartemen terjadi akibat tekanan intra kompartemen otot

pada tungkai atas maupun tungkai bawah sehingga terjadi penekanan

neurovaskuler sekitarnya. Fenomena ini disebut Iskhemi Volkmann. Ini

dapat terjadi pada pemasangan gips yang terlalu ketat sehingga dapat

menggangu aliran darah dan terjadi edema dalam otot.

Apabila iskhemi dalam 6 jam pertama tidak mendapat tindakan dapat

menimbulkan kematian/nekrosis otot yang nantinya akan diganti dengan

jaringan fibrus yang secara periahan-lahan menjadi pendek dan disebut

19

Page 20: Referat fraktur

dengan kontraktur volkmann.  Gejala klinisnya adalah 5 P yaitu Pain

(nyeri), Parestesia, Pallor (pucat), Pulseness (denyut nadi hilang) dan

Paralisis

e) Pada saraf

Berupa kompresi, neuropraksi, neurometsis (saraf putus),

aksonometsis (kerusakan akson). Setiap trauma terbuka dilakukan

eksplorasi dan identifikasi nervus

2) Komplikasi lanjut

Pada tulang dapat berupa malunion, delayed union atau non union. Pada

pemeriksaan terlihat deformitas berupa angulasi, rotasi, perpendekan atau

perpanjangan.

a) Delayed union

Proses penyembuhan lambat dari waktu yang dibutuhkan secara

normal. Pada pemeriksaan radiografi, tidak akan terlihat bayangan

sklerosis pada ujung-ujung fraktur. Terapi  konservatif selama 6 bulan 

bila  gagal dilakukan  Osteotomi. Bila lebih 20 minggu  dilakukan

cancellus grafting  (12-16 minggu)

b) Non union

Dimana secara klinis dan radiologis tidak terjadi penyambungan.

- Tipe I (hypertrophic non union) tidak akan terjadi proses

penyembuhan fraktur dan diantara fragmen fraktur tumbuh jaringan

fibrus yang masih mempunyai potensi untuk union dengan melakukan

koreksi fiksasi dan bone grafting.

- Tipe II (atrophic non union) disebut juga sendi palsu (pseudoartrosis)

terdapat jaringan sinovial sebagai kapsul sendi beserta rongga sinovial

20

Page 21: Referat fraktur

yang berisi cairan, proses union tidak akan dicapai walaupun dilakukan

imobilisasi lama.

- Beberapa faktor yang menimbulkan non union seperti disrupsi

periosteum yang luas, hilangnya vaskularisasi fragmen-fragmen

fraktur, waktu imobilisasi yang tidak memadai, implant atau gips yang

tidak memadai, distraksi interposisi, infeksi dan penyakit tulang

(fraktur patologis)

c) Mal  union

Penyambungan fraktur tidak normal sehingga menimbukan deformitas. 

Tindakan refraktur atau osteotomi koreksi .

d) Osteomielitis

Osteomielitis kronis dapat terjadi pada fraktur terbuka atau tindakan

operasi pada fraktur tertutup sehingga dapat menimbulkan delayed union

sampai non union (infected non union). Imobilisasi anggota gerak yang

mengalami osteomielitis mengakibatkan terjadinya atropi tulang berupa

osteoporosis dan atropi otot

J. Komplikasi manajemen fraktur

Komplikasi yang bersifat iatrogenik adalah yang disebabkan oleh manajemen

dari fraktur tersebut. Komplikasi ini kebanyakan dapat dicegah dan berhubungan

dengan tiga faktor utama, yaitu: tekanan lokalyang berlebihan, traksi yang

berlebihan, dan infeksi. Klasifikasi dari Komplikasi karena Manajemen Fraktur

adalah1:

1. Komplikasi kulit

a. Efek tato dari abrasi

b. Lesi tekanan (luka tekanan): Bed sores (ulkus dekubitus) Cast sores

(ulkus bebat)

21

Page 22: Referat fraktur

2. Komplikasi vaskuler: Lesi traksi dan tekanan Volkmann’s ischemia

(Compartment syndrome), Gangren dan gas gangrene, Thrombosis vena dan

emboli pulmonal

3. Komplikasi neurologis: Lesi traksi dan tekanan

4. Komplikasi sendi: Infeksi (septic arthritis) yang memberi komplikasi pada

operasi terbuka pada fraktur tertutup

5. Komplikasi tulang: Infeksi (osteomyelitis) yang memberi komplikasi pada

operasi terbuka pada fraktur tertutup

22

Page 23: Referat fraktur

BAB III

DISLOKASI

A. Definisi

Dislokasi adalah pemisahan lengkap dari permukaan-permukaan yang

disebabkan tertariknya kapsul sendi11.

Dislokasi sendi adalah suatu keadaan dimana permukaan sendi tulang yang

membentuk sendi tidak lagi dalam posisi anatomis. Secara kasar adalah tulang

terlepas dari persendian. Subluksasi adalah dislokasi parsial permukaan

persendian. Kadang luksasi disertai dengan fraktur luksasi / dislokasi, misalnya

fraktur panggul dengan fraktur pinggir acetabulum2.

Dislokasi disertai dengan kerusakan simpai sendi atau ligament sendi. Bila

kerusakan tersebut tidak sembuh dengan baik, luksasi muda terulang kembali

seperti sendi bahu. Pada sendi panggul perdarahan dicaput femur mungkin

23

Page 24: Referat fraktur

terganggu karena kerusakan pada trauma luksasi sehingga terjadi nekrosis

avasculer2.

B. Klasifikasi

1. Dislokasi congenital

Terjadi sejak lahir akibat kesalahan pertumbuhan yang paling sering terjadi

pada panggul. Dislokasi panggul cogenital merupakan suatu keadaan dimana

caput femoris posisisnya dalam acetabulum tidak normal sejak lahir. Caput

femoris biasanya kecil dan sering kali terletak diluar superior dan lateral

acetabulum. Perkembangan panggul normal yang harmonis membutuhkan

hubungan antara caput femoris dan acetabulum. Disosiasi jangka panjang dapat

menyebabkan perkembangan yang tak memadai baik caput femoris maupun

acetabulum sehingga akhirnya menyebabkan cacat12.

2. Dislokasi traumatik

Dislokasi traumatik adalah suatu kedaruratan ortopedi, yang memerlukan

pertolongan segera, karena struktur sendi yang terlibat pasokan darah dan saraf

rusak susunannya dan mengalami stres. Bila tidak ditangani segera dapat

terjadinekrosis avasculer ( kematian jaringan akibat anoksia dan hilangnya

pasokan darah ) dan paralylisis saraf. Trauma sendi dapat berupa12:

a. Kontusio sendi biasa terjadi oleh benturan.

b. Joint srain oleh trauma kecil yang berulang ( otot tertarik akibat

penggunaan yang berlebihan, peregangan berlebihan dan atau stres yang

berlebihan ).

c. Joint sprain / keseleo ada robekan mikroskopis dari ligament atau kapsul

sendi yang tidak mengganggu stabilitas akibat gerakan memutar.

d. Ruptur ligament

24

Page 25: Referat fraktur

e. Dislokasi.

3. Dislokasi spontan atau patologik

Terjadi akibat penyakit struktur sendi dan jaringan sekitar sendi12.

C. Gambaran klinis

Setelah mengalami cedera sendi, pasien akan terlihat mencoba untuk

menghindari setiap gerakan yang melibatkan sendi yang cedera. Bentuk sendi

akan terliihat abnormal dan tulang akan terlihat mengalami perubahan posisi.

Gerakan pada sendi yang cedera akan menimbulkan kesakitan dan terbatas.

Melalui radiologi dengan menggunakan sinar-X biasanya akan dapat ditegakan

diagnosis. Pemeriksaan ini juga akan menunjukkan apakah ada cedera yang terjadi

akan mempengaruhi stabilitas sendi2.

Apprehension test. Jika dislokasi coba diposisikan oleh pasien, sendi dapat

diuji dengan memberi tekanan pasien akan merasakan nyeri dan dan akan

memberi tahanan terhadap intervensi lebih lanjut2.

Dislokasi berulang. Jika ligamen dan margin sendi telah rusak, dislokasi

berulang dapat terjadi. Hal ini dapat terlihat terutama di pada dislokasi sendi bahu

dan sendi patellofemoral2.

Dislokasi kebiasaan. Beberapa pasien mempunyai bakat dislokasi (atau

subluxating) yang disebabkan oleh kontraksi otot involunter. Kelemahan ligament

mungkin membuat dislokasi lebih mudah. Hal ini penting untuk menyadari hal ini

karena pasien biasanya jarang dibantu oleh teknik operasi2.

D. Pengobatan

Dislokasi harus direposisi sesegera mungkin. Pada proses reposisi ini,

biasanya anestesi umum diperlukan. Penggunaan relaksan otot terkadan juga

diperlukan dalam proses intervensi ini. Sendi yang telah direposisi diistirahatkan

dan diimobilisasi sampai pembengkakan jaringan lunak berkurang (biasanya

setelah 2 minggu). Gerakan kemudian dikontrol dimulai dengan penggunaan

25

Page 26: Referat fraktur

brace functional dibantu dengan fisioterapi. Kadang-kadang bedah rekonstruksi

diperlukan untuk menangani ketidakstabilan sendi2.

E. Komplikasi

Banyak komplikasi patah tulang terlihat juga pada keadaan dislokasi,

misalnya: cedera vaskular, cedera saraf, tulang nekrosis karena iskemi,

pengerasan heterotopic, kekakuan sendi dan osteoarthritis sekunder2.

26

Page 27: Referat fraktur

BAB IV

KESIMPULAN

Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang

dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. Penyebab

fraktur ini dapat berupa trauma langsung, tak langsung, maupun penyakit yang

menyertai. Untuk mendiagnosis suatu fraktur, harus dilakukan anamnesis trauma,

pemeriksaan fisik yang terdiri dari look, feel dan move, serta pemeriksaan

penunjang X-ray. Penatalaksaan dari fraktur yaitu dengan recognize, reduction,

Reposition dan rehabilitation. Terdapat berbagai komplikasi yagn didapatkan bila

penanganan fraktur ini tidak adekuat diantaranya yaitu malunion, delayed union

maupun nonunion.

Dislokasi sendi adalah suatu keadaan dimana permukaan sendi tulang yang

membentuk sendi tidak lagi dalam posisi anatomis. Secara kasar adalah tulang

terlepas dari persendian. pasien akan terlihat mencoba untuk menghindari setiap

gerakan yang melibatkan sendi yang cedera. Bentuk sendi akan terliihat abnormal

dan tulang akan terlihat mengalami perubahan posisi. Gerakan pada sendi yang

cedera akan menimbulkan kesakitan dan terbatas. Untuk penanganan, Dislokasi

harus direposisi sesegera mungkin.

27

Page 28: Referat fraktur

DAFTAR PUSTAKA

1. Tortora, Gerard J; Bryan Derrickson. 2009. Principles of Anatomy and

Physiology Twelfth edition. Danvers: John Wiley & Sons Inc.

2. Solomon, Louis; David Warwick; Selvadural Nayagam 2010. Apley,

System of Orthopedic and Fracture Ninth Edition. London : Hodder

Education

3. Salter, R.B. 1999. Textbook of Disorders and Injuries of The

Musculoskeletal System 3rd. William and Wilkins : USA.Bagian Bedah

Staf Pengajar Fakultas kedokteran Universitas Indonesia. Kumpulan Kuliah

Ilmu Bedah. Jakarta : Binarupa Aksara.1995.

4. Rasjad, Chairuddin. 2007. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Jakarta : PT.

Yarsif Watampone.

5. Porth, Carol Mattson. 2003. Essentials of Pathophysiology : Concepts of

Altered Health States. Lippincott Williams & Wilkins Sjamsuhidajat R, De

Jong Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-2. Jakarta : Penerbit Buku

Kedokteran EGC.2004.

6. Noval. Kenneth J dan Joseph D. Zuckerman. 2006. Handbook Of

Fractures, 3er Edition. Lippincott: Wiliam & Wilkins.

7. Bedah FKUNS-elearning.com

8. Temyang-Reksoprodjo, A. F. 2006. Himpunan Makalah Prof. dr. H.

Soelarto Reksoprodjo, SpB., SpOT.

9. Helmi ZN. Buku Ajar GANGGUAN MUSKULOSKELETAL. Jakarta: Salemba Medika.

2011. p411-55

28

Page 29: Referat fraktur

10. Sjamsuhidayat, de Jong. BUKU AJAR ILMU BEDAH EDISI 3. Jakarta: Penerbit Buku

Kedokteran ECG. 2011. p959-1083

11. Evelyn

12. Cole, Warren H dan Zollinger Robert M. Textbook of Surgery, Ninth

edition. Newyork: Meredith Corporation.

29