referat fraktur nasal

40
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fraktur nasal merupakan suatu keadaan yang disebabkan oleh trauma yang ditandai dengan patahnya tulang hidung baik sederhana maupun kominunitiva. Fraktur nasal pada orang dewasa dijumpai pada kasus berkelahi, trauma akibat olahraga, jatuh dan kecelakaan lalu lintas, sedangkan pada anak-anak sering disebabkan karena bermain dan olahraga. Fraktur nasal sering menyebabkan deformitas septum nasal karena adanya pergeseran septum dan fraktur septum. Pada jenis fraktur nasal kominunitiva, processus frontalis os maksila dan lamina prependikularis os ethmoidalis dan vomer biasanya mengalami fraktur. Fraktur os nasal biasanya disebabkan oleh trauma langsung. Pada pemeriksaan di dapatkan pembengkakan, epistakis,nyeri tekan dan teraba garis fraktur. Foto rontagen dari arah lateral dapat menunjang diagnosis. Fraktur tulang ini harus cepat direposisi dengan anestesi local dan imobilisasi dilakukan dengan memasukan tampon ke dalam lubang hidung dan dipertahankan dalam 3-4 hari. Patahan dapat dilindungi dengan gips tipis berbentuk kupu-kupu untuk 1-2 minggu. Fraktur dapat diklasifikasikan sebagai fraktur terbuka atau tertutup, tergantung pada integritas mukosa. Identidikasi awal dan penanganan cedera di awal periode juga penting untuk 1 | Page

Upload: sandrya-deprisicka

Post on 26-Sep-2015

161 views

Category:

Documents


20 download

DESCRIPTION

fraktur nasal

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangFraktur nasal merupakan suatu keadaan yang disebabkan oleh trauma yang ditandai dengan patahnya tulang hidung baik sederhana maupun kominunitiva. Fraktur nasal pada orang dewasa dijumpai pada kasus berkelahi, trauma akibat olahraga, jatuh dan kecelakaan lalu lintas, sedangkan pada anak-anak sering disebabkan karena bermain dan olahraga.Fraktur nasal sering menyebabkan deformitas septum nasal karena adanya pergeseran septum dan fraktur septum. Pada jenis fraktur nasal kominunitiva, processus frontalis os maksila dan lamina prependikularis os ethmoidalis dan vomer biasanya mengalami fraktur. Fraktur os nasal biasanya disebabkan oleh trauma langsung. Pada pemeriksaan di dapatkan pembengkakan, epistakis,nyeri tekan dan teraba garis fraktur. Foto rontagen dari arah lateral dapat menunjang diagnosis. Fraktur tulang ini harus cepat direposisi dengan anestesi local dan imobilisasi dilakukan dengan memasukan tampon ke dalam lubang hidung dan dipertahankan dalam 3-4 hari. Patahan dapat dilindungi dengan gips tipis berbentuk kupu-kupu untuk 1-2 minggu.Fraktur dapat diklasifikasikan sebagai fraktur terbuka atau tertutup, tergantung pada integritas mukosa. Identidikasi awal dan penanganan cedera di awal periode juga penting untuk menghindari komplikasi potensial dari patah tulang dan septum hidung. Dengan memastikan tidak adanya hematom penting untuk menghindari kerusakan lebih lanjut serta menghindari komplikasi antara lain kompresi jaringan serta infeksi yang berbahaya. Selain itu, penting untuk ahli bedah menilai gejala sisa pada awal dan akhir dari luka untuk terapi.1.2 Rumusan MasalahReferat ini membahas tentang definisi, epidemiologi, etiologi, klasifikasi, gambaran klinis, diagnosis, penatalaksanaan, prognosis, dan komplikasi dari Fraktur Nasal.1.3 Tujuan PenulisanAdapun tujuan dari penulisan referat ini yaitu untuk memahami definisi, epidemiologi, etiologi, klasifikasi, gambaran klinis, diagnosis, penatalaksanaan, prognosis, dan komplikasi dari Fraktur Nasal.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 DefinisiFraktur adalah terjadinya diskontinuitas jaringan tulang (patah tulang) yang biasanya disebabkan benturan keras. Fraktur tulang hidung dapat mengakibatkan terhalangnya jalan pernafasan dan deformitas pada hidung. Jenis dan kerusakan yang timbul tergantung pada kekuatan, arah dan mekanismenya.1Fraktur os nasal merupakan kasus trauma terbanyak pada wajah dan merupakan kasus fraktur ketiga terbanyak di seluruh tulang penyusun tubuh manusia.2 Kejadian fraktur nasal sekitar 39%-45% dari seluruh fraktur maksilofasial yang ditangani oleh dokter telinga hidung dan tenggorokkan (THT) dan dokter bedah plastik.3 Di Amerika Serikat, kejadian fraktur os nasal rata-rata 51.200 per tahun. Fraktur os nasal banyak terjadi pada usia 15-40 tahun dan tiga kali lebih banyak terjadi pada laki-laki.2 Penyebab fraktur nasal adalah kekerasan (42,65%), kecelakaan lalu lintas (35,29%), pekerjaan (13,24%) dan terjatuh saat olahraga (8,82%).4

2.2 Anatomi HidungHidung adalah organ sederhana yang sebenarnya berfungsi sangat vital dalam kehidupan kita. Selain sebagai indera penghidu, hidung juga ternyata berguna sebagai saringan (filter) terhadap debu yang masuk bersama udara yang kita hirup. Hidung juga menjadi air conditioning sistem dengan cara menghangatkan atau melembabkan udara yang masuk ke tubuh kita.1Hidung merupakan bagian wajah yang paling sering mengalami trauma karena merupakan bagian yang berada paling depan dari wajah dan paling menonjol. Hidung secara anatomi dibagi menjadi dua bagian yaitu : Hidung bagian luar (Nasus eksterna) Rongga hidung (Nasus interna atau kavum nasi)7

Hidung Bagian Luar (Nasus Eksterna) Hidung luar berbentuk piramid dengan bagian-bagiannya dari atas ke bawah :8 Pangkal hidung (bridge) Batang hidung (dorsum nasi) Puncak hidung (tip) Ala nasi Kolumela Lubang hidung (nares anterior)

Gambar 1 : Gambar 2 : Anatomi hidung bagian luar 9 Anatomi hidung 10

Hidung luar dilapisi oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi oleh kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil untuk melebarkan atau menyempitkan lubang hidung. 7Kerangka tulang terdiri dari : Tulang hidung ( os nasalis) Prosesus frontalis os maksila Prosesus nasalis os frontal Sedangkan kerangka tulang rawan terdiri dari beberapa pasang tulang rawan yang terletak di bagian bawah hidung, yaitu :1 Sepasang kartilago nasalis lateralis superior Sepasang kartilago nasalis inferior yang disebut sebagai kartilago ala mayor Tepi anterior kartilago septum

Rongga Hidung (Nasus Interna/ Kavum Nasi)Rongga hidung dibagi dua bagian, kanan dan kiri di garis median oleh septum nasi yang sekaligus menjadi dinding medial rongga hidung. Kerangka septum dibentuk oleh : Lamina perpendikularis tulang etmoid (superior) Kartilago kuadrangularis (anterior) Tulang vomer (posterior) Krista maksila dan Krista palatina (bawah) yang menghubungkan septum dengan dasar rongga hidung.3,7Dibagian anterior septum nasi terdapat bagian yang disebut Area Little, merupakan anyaman pembuluh darah yaitu Pleksus Kiesselbach. Tempat ini mudah terkena trauma dan menyebabkan epistakis. Di bagian antrokaudal, septum nasi mudah digerakkan. 3,7Ke arah belakang rongga hidung berhubungan dengan nasofaring melalui sepasang lubang yang disebut koana berbentuk bulat lonjong (oval), sedangkan ke arah depan rongga hidung berhubungan dengan dunia luar melalui nare. 3,7Atap rongga hidung berbentuk kurang lebih menyerupai busur yang sebagian besar dibentuk oleh lamina kribosa tulang etmoid. Di sebelah anterior, bagian ini dibentuk oleh tulang frontal dan sebelah posterior oleh tulang sfenoid. 3,7Melalui lamina kribosa keluar ujung-ujung saraf olfaktoria menuju mukosa yang melapisi bagian teratas dari septum nasi dan permukaan kranial dari konka nasi superior. Bagian ini disebut regio olfaktoria. 3,7 Dinding lateral rongga hidung dibentuk oleh konka nasi dan meatus nasi. Konka nasi merupakan tonjolan-tonjolan yang memanjang dari anterior ke posterior dan mempunyai rangka tulang. Meatus nasi terletak di bawah masing-masing konka nasi dan merupakan bagian dari hidung. 3,7

Konka NasiDi dalam kavum nasi terdapat tiga pasang konka nasi, yaitu konka nasi inferior, konka nasi medius, dan konka nasi superior. Konka nasi inferior merupakan konka yang terbesar diantara ketiga konka nasi. Mukosa yang melapisinya tebal dan mengandung banyak pleksus vena dan membentuk jaringan kavernosus. Rangka tulangnya melekat pada tulang palatina, etmoid, maksila, dan lakrimal. 3,7Konka nasi media adalah yang kedua setelah konka nasi inferior. Terletak diantara konka inferior dan konka superior. Mukosa yang melapisinya sama dengan yang melapisi konka nasi inferior. Rangka tulangnya merupakan bagian dari tulang etmoid. Kadang-kadang di dalam konka media terdapat sel sehingga konka menjadi besar dan menutup meatus nasi media yang disebut konka bulosa. 3,7Konka nasi superior merupakan konka konka yang paling kecil. Mukosa yang melapisinya jauh lebih tipis dari kedua konka lainnya. Rangka tulangnya juga merupakan bagian dari tulang etmoid. Kadang-kadang didapatkan konka nasi suprema yang merupakan konka nasi yang keempat. Jika ada, konka suprema ini sangat kecil dan sebenarnya merupakan bagian dari konka superior yang membelah menjadi dua bagian. 3,7 Meatus NasiMeatus nasi inferior merupakan celah yang terdapat dibawah konka inferior. Dekat ujungnya terdapat ostium (muara) duktus nasolakrimalis. Muara ini seringkali dilindungi oleh lipatan mukosa yang disebut katup dari Hasner (Plika lakrimalis Hasner). 3,7Meatus nasi media terletak diantara konka inferior dan konka media. Ostium sinus merupakan lubang penghubung sinus paranasal dan kavum nasi, berfungsi sebagai ventilasi dari sinus paranasal sebagian terletak di meatus media. 3,7Sinus frontal bermuara di bagian anterior, sedangkan muara dari sinus maksila terdapat kira-kira di bagian tengah, tempat muara dari sinus etmoid anterior. Struktur-struktur yang ada di dalam meatus nasi media disebut kompleks ostiomeatal. Kompleks ini penting artinya secara klinis dalam menimbulkan gangguan drainase sinus paranasal. Kelainan dalam kompleks ini akan mempengaruhi potensi ostium sinus sehingga berperan besar dalam patofisiologi sinus paranasal.7Meatus nasi superior terletak diantara konka media dan konka superior dan merupakan meatus yang terkecil. Disinalah bermuara sinus etmoid posterior. Resesus sfeno-etmoid terdapat pada dinding lateral rongga hidung diantara atap rongga hidung dan konka nasi superior. Di sini terdapat muara sinus sphenoid. 3,7

Sinus ParanasalDi sekitar rongga hidung terdapat rongga-rongga yang terletak di dalam tulang yang disebut sinus paranasal. Terdapat empat sinus paranasal, yaitu sinus maksila kanan dan kiri, sinus frontal kanan dan kiri, sinus etmoid kanan dan kiri serta sinus sfenoid kanan dan kiri.3Sinus maksila disebut juga Antrum Higmori atau lebih sering disebut antrum saja. Rongga sinus paranasal berhubungan dengan rongga hidung melalui suatu lubang yang disebut ostium. Selula etmoid dikelompokan menjadi selula etmoid anterior dan selula etmoid posterior. Salah satu sel etmoid paling besar dan terletak paling medial disebut ostium. Sinus maksila dan selula etmoid sudah terbentuk sejak lahir dalam ukuran kecil dan bertambah besar sampai ukuran maksimal pada dewasa. Sinus frontal merupakan ekstensi dari selula etmoid anterior dan mencapai pertumbuhan penuh antara umur 8 sampai 15 tahun. Pertumbuhan sinus frontal kanan dan kiri besarnya sering tidak simetris dan pada sekitar 5% populasi, sinus frontal hanya tumbuh pada satu sisi. 3,7

Mukosa Rongga HidungRongga hidung dilapisi oleh mukosa yang secara histiologik dan fungsional dibagi atas mukosa pernapasan (mukosa respiratori) dan mukosa penghidu (mukosa olfaktorius). Mukosa pernapasan terdapat pada sebagian besar rongga hidung dan permukaanya dilapisi oleh epitel torak berlapis semu yang mempunyai silia (ciliated pseudostratified collumner epithelium) dan diantaranya terdapat sel-sel goblet.1 Sel goblet yang menghasilkan lendir, lendir ini mempunyai pH 6,5 dan mengandung lisozim yang mempunyai efek antiseptik. Tiap sel mukosa rongga hidung mempunyai silia yang jumlahnya dapat mencapai 25 sampai 100 buah. Silia bergerak sekitar 250 gerakan permenit. Pergerakan ini dipengaruhi oleh suhu, kelembaban dan paparan zat anestetik atau gas. Gerakan silia akan mendorong selimut lendir diatasnya ke belakang dengan kecepatan 5-10 mm permenit.3,7Mukosa penghidu terdapat pada atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga atas septum. Mukosa dilapisi oleh epitel torak berlapis semu tidak bersilia (pseudostratified collumner non ciliated epithelium). Epitelnya dibentuk oleh tiga macam sel, yaitu sel penunjang, sel basal, dan sel reseptor penghidu. Daerah mukosa penghidu berwarna coklat kekuningan.1Pada bagian yang lebih terkena aliran udara mukoasanya lebih tebal dan kadang-kadang terjadi metaplasia, menjadi sel epitel skuamosa. Dalam keadaan normal mukosa respiratori berwarna merah muda dan selalu basah karena diliputi oleh palut lendir (mucous blanket) pada permukaanya. Di bawah epitel terdapat tunika propria yang banyak mengandung pebuluh darah, kelenjar mukosa, dan jaringan limfoid. Rongga hidung seluruhnya dilapisi oleh mukosa, kecuali nares dan vestibulum nasi dilapisi oleh kulit tempat tumbuh rambut yang disebut vibrissea. 1

Gambar 3: Rongga Hidung 10

Vaskularisasi HidungBagian atas rongga hidung mendapat pendarahan dari a.etmoid anterior dan posterior yang merupakan cabang dari a.oftalmika dari a.karotis interna. Bagian bawah rongga hidung mendapat pendarahan dari cabang a.maksilaris interna, di antaranya ialah ujung palatina mayor dan a.sfenopalatina yang keluar dari foramen sfenopalatina bersama n.sfenopalatina dan memasuki rongga hidung di belakang ujung posterior konka media.8Bagian depan hidung mendapat perdarahan dari cabang-cabang a.fasialis. Pada bagian depan septum terdapat anastomosis dari cabang-cabang a.sfenopalatina. a.etmoid anterior, a.labialis superior dan a.palatine mayor yang disebut pleksus Kiesselbach (Littles area).1 Pleksus Kiesselbach letaknya superficial dan mudah cedera oleh trauma, sehingga sering menjadi sumber epistaksis (pendarahan hidung), terutama pada anak. Vena-vena hidung mempunyai nama yang sama dan berjalan berdampingan dengan arterinya. Vena di vestibulum dan struktur luar hidung bermuara ke v.oftalmika yang berhubungan dengan sinus kavernosus. Vena-vena hidung tidak memiliki katup, sehingga merupakan factor predisposisi untuk mudahnya penyebaran infeksi sampai ke intracranial.1,8

Gambar 4: Vaskularisasi hidung 11

Persarafan HidungBagian depan atas rongga hidung mendapat persarafan sensoris dari n.etmoidalis anterior, yang merupakan cabang dari n.nasosiliaris, yang berasal dari n.oftalmikus (N.V-1). Rongga hidung lainnya,sebagian besar mendapat persarafan sensoris dari n.maksila melalui ganglion sfenopalatina. Ganglion sfenopalatina, selain memberikan persarafan sensoris, juga memberikan persarafan vasomotor atau otonom untuk mukosa hidung.1,8Ganglion ini menerima serabut-serabut sensoris dari n.maksila (N.V-2), serabut parasimpatis dari n.petrosus superfisialis mayor dan serabut- serabut simpatis dari n.petrousus profundus. Ganglion sfenopalatina terletak di belakang dan sedikit di atas ujung posterior konka media.8Fungsi penghidu berasal dari n.olfaktorius. N.Olfaktorius turun melalui lamina kribosa dari permukaan bulbus olfaktorius dan kemudian berakhir pada sel-sel reseptor penghidu pada mukosa olfaktorius di daerah sepertiga atas hidung.8

2.3 EtiologiPenyebab trauma nasal ada 4 yaitu: Mendapat serangan misal dipukul. Injury karena olah raga Kecelakaan (personal accident). Kecelakaan lalu lintas.Dari 4 causa diatas, yang paling sering karena mendapat serangan misalnya dipukul dan kebanyakan pada remaja. Jenis olah raga yang dapat menyebabkan injury nasal misalnya sepak bola, khususnya ketika dua pemain berebut bola diatas kepala; olah raga yang menggunakan raket misalnya ketika squash, raket dapat mengayun ke belakang atau depan dan dapat memukul hidung atau karate; petinju.Trauma nasal yang disebabkan oleh kecepatan yang tinggi menyebabkan fraktur wajah.

2.4 KlasifikasiMurray melaporkan bahwa kebanyakan deviasi akibat fraktur nasal meliputi juga fraktur pada kartilago septum nasal. Fraktur nasal lateral merupakan yang paling sering dijumpai pada fraktur nasal. Fraktur nasal lateral akan menyebabkan penekanan pada hidung ipsilateral yang biasanya meliputi setengah tulang hidung bagian bawah, prosesus nasomaksilaris dan bagian tepi piriformis.11 Trauma nasal yang dihasilkan dari suatu pukulan bervariasi tergantung pada :12 Usia pasien yang sangat berpengaruh pada fleksibilitas jaringan dalam meredam energi dari pukulan Besarnya tenaga pukulan, arah pukulan dimana akan menentukan bagian nasal yang rusak. Kondisi dari obyek yang menyebabkan trauma nasal dan trauma jaringan lunak yang umum terjadi meliputi: laserasi, ekimosis, hematom di luar dan di dalam rongga hidung. Trauma pada kerangka hidung meliputi fraktur (putusnya hubungan, lebih sering pada usia lanjut), dislokasi (pada anak-anak), dan fraktur dislokasi. Trauma dislokasi dapat mengenai artikulasi kerangka hidung luar atau pada septum nasi. Waktu kejadianTrauma lain yang sering dihubungkan dengan fraktur nasal adalah fraktur frontalis, ethmoid dan tulang lakrimalis, fraktur nasoorbital ethmoid; fraktur dinding orbita; fraktur lamina kribriformis; fraktur sinus frontalis dan fraktur maksila Le Fort I, II, dan III.11 Terdapat beberapa jenis fraktur nasal antara lain :12 Fraktur lateralAdalah kasus yang paling sering terjadi, dimana fraktur hanya terjadi pada salah satu sisi saja, kerusakan yang ditimbulkan tidak begitu parah.

Gambar 5. Fraktur lateral12 Fraktur bilateralMerupakan salah satu jenis fraktur yang juga paling sering terjadi selain fraktur lateral, biasanya disertai dislokasi septum nasal atau terputusnya tulang nasal dengan tulang maksilaris.

Gambar 6. Fraktur bilateral12 Fraktur direct frontalYaitu fraktur os nasal dan os frontal sehingga menyebabkan desakan dan pelebaran pada dorsum nasalis. Pada fraktur jenis ini pasien akan terganggu suaranya.

Gambar 7. Fraktur direct frontal12 Fraktur comminutedAdalah fraktur kompleks yang terdiri dari beberapa fragmen. Fraktur ini akan menimbulkan deformitas dari hidung yang tampak jelas.

Gambar 8. Fraktur comminuted, 1: tulang hidung, 2: frontal dan 3 septum nasi12Terdapat berbagai klasifikasi mengenai fraktur nasal yang telah dibuat, yaitu Menurut Stranc dan Roberston, arah asal trauma akan mempengaruhi beratnya kerusakan pada tulang hidung dan septum. Klasifikasi ini hanya berdasarkan pemeriksaan fisik tanpa pemeriksaan radiologis.11 Tipe I : Fraktur ini menyebabkan terjadinya avulsi kartilago lateral atas, dislokasi posterior septum dan ala nasal. Tipe II : Fraktur ini menyebabkan deviasi dorsum nasi dan juga menyebabkan tulang hidung menjadi datar. Tipe III : Fraktur pada tulang hidung dan juga menyebabkan kerusakan pada mata dan struktur intrakranial. Menurut Harrison, fraktur nasi dibagi menjadi 3 berdasarkan beratnya dan juga penatalaksanaannya:13 Kelas I : Pada keadaan ini terdjadi fraktur depres hidung tanpa melibatkan septum nasi. Kelas II : Fraktur yang terjadi menyebabkan fraktur komunitiva,sehingga deviasi semakin jelas. Khasnya pada fraktur ini akan tampak gambaran seperti huruf C. Kelas III : Fraktur ini disebut juga fraktur naso orbito etmoidalis (NOE) Menurut Hwang, fraktiur nasal dapat diklasifikasikan sebagai berikut:4 Tipe I : Fraktur sederhana tanpa deviasi Tipe II : Fraktur sederhana dengan deviasi IIA : Unilateral IIAs : Unilateral dengan fraktur septum nasi IIB : Bilateral IIBs : Bilateral dengan fraktur septum nasi Tipe III : Fraktur communited Menurut Michael, fraktur nasal dapat diklasifikasikan berdasarkan beratnya dan kerusakan pada septum nasi14 Tipe I : Fraktur sederhana tanpa deviasi, jika terjadi fraktur unilateral atau bilateral tanpa menyebabkan pergeseran pada garis tengah Tipe II : Fraktur sederhana dengan deviasi, jika terjadi fraktur unilateral atau bilateral dan menyebabkan pergeseran pada garis tengah Tipe III : Fraktur communited, jika terjadi fraktur bilateral yang menyebabkan septum tidak lurus tetapi tidak menyebabkan pergeseran garis tengah Tipe IV : Deviasi tulang hidung dan fraktur septum nasi , jika terjadi fraktur bilateral yang menyebabkan septum tidak lurus dan menyebabkan pergeseran garis tengah dan juga terjadi fraktur septum nasi ataupun dislokasi septum nasi. Tipe V : Fraktur kompleks nasal dan septum nasi, jika terjadi fraktur dan juga menyebabkan laserasi pada jaringan serta saddle nose. Menurut Samuel, yang memodifikasi klasifikasi fraktur nasal yang telah dibuat oleh Murray, fraktur nasal dapat diklasifikasikan menjadi:15 Tipe I : Cedera jaringan lunak sekitar hidung Tipe IIa : Fraktur sederhana unilateral tanpa deviasi Tipe IIb : Fraktur sederhana bilateral dengan deviasi Tipe III : Fraktur sederhana disertai deviasi Tipe IV : Fraktur communited tertutup Tipe V : Fraktur communited terbuka atau termasuk fratur tipe II-IV tetapi disertai dengan kebocoran cairan serebrospinal, hematom septum nasi, obstruksi jalan nafas, deviasi berat dan termasuk fraktur Naso-orbito-etmoidalis.

2.5 Gejala KlinisTanda yang mendukung terjadinya fraktur tulang hidung dapat berupa :5 Depresi atau pergeseran tulang tulang hidung. Terasa lembut saat menyentuh hidung. Adanya pembengkakan pada hidung atau muka. Memar pada hidung atau di bawah kelopak mata (black eye). Deformitas hidung. Keluarnya darah dari lubang hidung (epistaksis). Saat menyentuh hidung terasa krepitasi. Rasa nyeri dan kesulitan bernapas dari lubang hidung.Tanda-tanda berikut merupakan saat dimana sebaiknya meminta pertolongan dokter meliputi: Nyeri dan pembengkakan tidak menghilang 3x24 jam Hidung terlihat miring atau melengkung Sulit bernapas melalui hidung meskipun reaksi peradangan telah mereda Terjadi demam Perdarahan hidung berulang 5,15Tanda-tanda berikut dimana sebaiknya meminta pertolongan ke unit gawat darurat : Perdarahan yang berlangsung lebih dari beberapa menit pada satu atau kedua lubang hidung Keluar cairan berwarna bening dari lubang hidung Cedera lain pada tubuh dan muka Kehilangan kesadaran Sakit kepala yang hebat Muntah yang berulang Penurunan indra penglihatan Nyeri pada leher Rasa kebas, baal,atau lemah pada lengan.5

2.6 DiagnosisDiagnosis fraktur tulang hidung dapat dilakukan dengan inspeksi, palpasi dan pemeriksaan hidung bagian dalam dilakukan dengan rinoskopi anterior, biasanya ditandai dengan pembengkakan mukosa hidung terdapatnya bekuan dan kemungkinan ada robekan pada mukosa septum, hematoma septum, dislokasi atau deviasi pada septum.1Pemeriksaan penunjang berupa foto os nasal, foto sinusparanasal posisi Water dan bila perlu dapat dilakukan pemindaian dengan CT scan. CT scan berguna untuk melihat fraktur hidung dan kemungkinan terdapatnya fraktur penyerta lainnya.1Pasien harus selalu diperiksa terhadap adanya hematoma septum akibat fraktur, bilamana tidak terdeteksi. Dan tidak dirawat dapat berlanjut menjadi abses, dimana terjadi resorpsi kartilago septum dan deformitas hidung pelana ( saddle nose ) yang berat.3

AnamnesisRentang waktu antara trauma dan konsultasi dengan dokter sangatlah penting untuk penatalaksanaan pasien. Sangatlah penting untuk menentukan waktu trauma dan menentukan arah dan besarnya kekuatan dari benturan. Sebagai contoh, trauma dari arah frontal bisa menekan dorsum nasal, dan menyebabkan fraktur nasal. Pada kebanyakan pasien yang mengalami trauma akibat olahraga, trauma nasal yang terjadi berulang dan terus menerus, dan deformitas hidung akan menyebabkan sulit menilai antara trauma lama dan trauma baru sehingga akan mempengaruhi terapi yang diberikan. Informasi mengenai keluhan hidung sebelumnya dan bentuk hidung sebelumnya juga sangat berguna. Keluhan utama yang sering dijumpai adalah epistaksis, deformitas hidung, obstruksi hidung dan anosmia.3

Pemeriksaan fisikKebanyakan fraktur nasal adalah pelengkap trauma seperti trauma akibat dihantam atau terdorong. Sepanjang penilaian awal dokter harus menjamin bahwa jalan napas pasien aman dan ventilasi terbuka dengan sewajarnya. Fraktur nasal sering dihubungkan dengan trauma pada kepala dan leher yang bisa mempengaruhi patennya trakea. Fraktur nasal ditandai dengan laserasi pada hidung, epistaksis akibat robeknya membran mukosa. Jaringan lunak hidung akan nampak ekimosis dan udem yang terjadi dalam waktu singkat beberapa jam setelah trauma dan cenderung nampak di bawah tulang hidung dan kemudian menyebar ke kelopak mata atas dan bawah.3,7Deformitas hidung seperti deviasi septum atau depresi dorsum nasal yang sangat khas, deformitas yang terjadi sebelum trauma sering menyebabkan kekeliruan pada trauma baru. Pemeriksaan yang teliti pada septum nasal sangatlah penting untuk menentukan antara deviasi septum dan hematom septi, yang merupakan indikasi absolut untuk drainase bedah segera. Sangatlah penting untuk memastikan diagnosa pasien dengan fraktur, terutama yang meliputi tulang ethmoid. Fraktur tulang ethmoid biasanya terjadi pada pasien dengan fraktur nasal fragmental berat dengan tulang piramid hidung telah terdorong ke belakang ke dalam labirin ethmoid, disertai remuk dan melebar, menghasilkan telekantus, sering dengan rusaknya ligamen kantus medial, apparatus lakrimalis dan lamina kribriformis, yang menyebabkan rhinorrhea cerebrospinalis. 3,7Pada pemeriksaan fisis dengan palpasi ditemukan krepitasi akibat emfisema subkutan, teraba lekukan tulang hidung dan tulang menjadi irregular. Pada pasien dengan hematom septi tampak area berwarna putih mengkilat atau ungu yang nampak berubah-ubah pada satu atau kedua sisi septum nasal. Keterlambatan dalam mengidentifikasi dan penanganan akan menyebabkan deformitas bentuk pelana, yang membutuhkan penanganan bedah segera. Pemeriksaan dalam harus didukung dengan pencahayaan, anestesi, dan semprot hidung vasokonstriktor. Spekulum hidung dan lampu kepala akan memperluas lapangan pandang. Pada pemeriksaan dalam akan nampak bekuan darah dan/atau deformitas septum nasal.3,7

Gambar 9: Deformitas septum nasal

Pemeriksaan radiologisJika tidak dicurigai adanya fraktur nasal komplikasi, radiografi jarang diindikasikan. Karena pada kenyataannya kurang sensitif dan spesifik, sehingga hanya diindikasikan jika ditemukan keraguan dalam mendiagnosa. Radiografi tidak mampu untuk mengidentifikasi kelainan pada kartilago dan ahli klinis sering salah dalam menginterpretasikan sutura normal sebagi fraktur yang disertai dengan pemindahan posisi. Bagaimanapun, ketika ditemukan gejala klinis seperti rhinorrhea cerebrospinalis, gangguan pergerakan ekstraokular atau maloklusi. CT-scan dapat diindikasikan untuk menilai fraktur wajah atau mandibular.3

Gambar 10 : Foto x-ray fraktur hidung

Gambar 11 : CT-scan potongan coronal dan axial pada fraktur nasal

2.7 PenatalaksanaanTujuan Penangananan Fraktur Hidung : Mengembalikan penampilan secara memuaskan Mengembalikan patensi jalan nafas hidung Menempatkan kembali septum pada garis tengah Menjaga keutuhan rongga hidung Mencegah sumbatan setelah operasi, perforasi septum, retraksi kolumela, perubahan bentuk punggung hidung Mencegah gangguan pertumbuhan hidung 6

KonservatifPenatalaksanaan fraktur nasal berdasarkan atas gejala klinis, perubahan fungsional dan bentuk hidung, oleh karena itu pemeriksaan fisik dengan dekongestan nasal dibutuhkan. Dekongestan berguna untuk mengurangi pembengkakan mukosa. Pasien dengan perdarahan hebat, biasanya dikontrol dengan pemberian vasokonstriktor topikal. Jika tidak berhasil bebat kasa tipis, kateterisasi balon, atau prosedur lain dibutuhkan tetapi ligasi pembuluh darah jarang dilakukan. Bebat kasa tipis merupakan prosedur untuk mengontrol perdarahan setelah vasokonstriktor topikal. Biasanya diletakkan dihidung selama 2-5 hari sampai perdarahan berhenti. Pada kasus akut, pasien harus diberi es pada hidungnya dan kepala sedikit ditinggikan untuk mengurangi pembengkakan. Antibiotik diberikan untuk mengurangi resiko infeksi, komplikasi dan kematian. Analgetik berperan simptomatis untuk mengurangi nyeri dan memberikan rasa nyaman pada pasien. 1,10Fraktur nasal merupakan fraktur wajah yang tersering dijumpai. Jika dibiarkan tanpa dikoreksi, akan menyebabkan perubahan struktur hidung dan jaringan lunak sehingga akan terjadi perubahan bentuk dan fungsi. Karena itu, ketepatan waktu terapi akan menurunkan resiko kematian pasien dengan fraktur nasal. Terdapat banyak silang pendapat mengenai kapan seharusnya penatalaksanaan dilakukan. Penatalaksanaan terbaik seharusnya dilakukan segera setelah fraktur terjadi, sebelum terjadi pembengkakan pada hidung. Sayangnya, jarang pasien dievaluasi secara cepat. Pembengkakan pada jaringan lunak dapat mengaburkan apakah patah yang terjadi ringan atau berat dan membuat tindakan reduksi tertutup menjadi sulit dilakukan. Sebab dari itu pasien dievaluasi setelah 3-4 hari berikutnya. Tindakan reduksi tertutup dilakukan 7-10 hari setelahnya dapat dilakukan dengan anestesi lokal. Jika tindakan ditunda setelah 7-10 hari maka akan terjadi kalsifikasi. 3,7Setelah memastikan bahwa saluran napas dalam kondisi baik, pernapasan optimal dan keadaan pasien cenderung stabil, dokter baru melakukan penatalaksaan terhadap fraktur. Penatalaksanaan dimulai dari cedera luar pada jaringan lunak. Jika terjadi luka terbuka dan kemungkinan kontaminasi dari benda asing, maka irigasi diperlukan. Tindakan pembersihan (debridement) juga dapat dilakukan. Namun pada tindakan debridement harus diperhatikan dengan bijak agar tidak terlalu banyak bagian yang dibuang karena lapisan kulit diperlukan untuk melapisi kartilago yang terbuka.7Terdapat berbagai algoritma dalam penatalksanaan fraktur nasal tergantung dari klasifikasi yang digunakan. Algoritma yang dibuat oleh Michael et al:Deformitas (+), deviasi septum (+)Gagal/terdapat pilihanModifikasi reduksi terbuka dengan osteotomiReduksi terbuka tulang dan septum septorinoplastiDeviasi septum beratDeviasi septu ringan-sedanggagalFraktur inkomplitReduksi tertutupDapat digerakkanFraktur Tipe VFraktur Tipe IVFraktur tipe I,II,III

Gambar 12 : Algoritma penatalaksanaan fraktur nasal14

Algoritma yang dibuat oleh Samuel et al:Kompres dinginElevasiNilai ulang edemaTipe IVTipe IIa-III> 4 jamWaktu< 4 jamTidak terdapat fraktur,kompres dingin 24 jam, follow up seperti biasaReduksi tertutupManipulasi septumSplintingKompres dingin 24 jamKompres hangat 7 hari

Reduksi terbukaManipulasi septumExternal splintingDoyle splintingGraft luas

SeptorinoplastiOsteotomiExternal splintingDoyle splintingGraft luasCT scan axial/koronal 3mmReduksi terbuka secepatnyaFiksasi internaKonsul bedah saraf jika diperlukanTipe VTipe IVTipe IIITipe IITipe I

Gambar 13 : Algoritma penatalaksanaan fraktur hidung 215OperatifUntuk fraktur nasal yang tidak disertai dengan perpindahan fragmen tulang, penanganan bedah tidak dibutuhkan karena akan sembuh dengan spontan. Deformitas akibat fraktur nasal sering dijumpai dan membutuhkan reduksi dengan fiksasi adekuat untuk memperbaiki posisi hidung. 4,12 Teknik reduksi tertutup Reduksi tertutup adalah tindakan yang dianjurkan pada fraktur hidung akut yang sederhana dan unilateral. Teknik ini merupakan satu teknik pengobatan yang digunakan untuk mengurangi fraktur nasal yang baru terjadi. Namun, pada kasus tertentu tindakan reduksi terbuka di ruang operasi kadang diperlukan. Penggunaan analgesia lokal yang baik, dapat memberikan hasil yang sempurna pada tindakan reduksi fraktur tulang hidung. Jika tindakan reduksi tidak sempurna maka fraktur tulang hidung tetap saja pada posisi yang tidak normal. Tindakan reduksi ini dikerjakan 1-2 jam sesudah trauma, dimana pada waktu tersebut edema yang terjadi mungkin sangat sedikit. Namun demikian tindakan reduksi secara lokal masih dapat dilakukan sampai 14 hari sesudah trauma. Setelah waktu tersebut tindakan reduksi mungkin sulit dikerjakan karena sudah terbentuk proses kalsifikasi pada tulang hidung sehingga perlu dilakukan tindakan rinoplasti estetomi.Alat-alat yang dipakai pada tindakan reduksi adalah : Elevator tumpul yang lurus (Boies Nasal Fracture Elevator) Cunam Asch Cunam Walsham Spekulum hidung pendek dan panjang (Killian) Pinset bayonet.

Gambar 14 :Reduction instruments. (Left) Asch forceps, (center) Walsham forceps, and (right) Boies elevator.

Deformitas hidung yang minimal akibat fraktur dapat direposisi dengan tindakan yang sederhana. Reposisi dilakukan dengan cunam Walsham. Pada penggunaan cunam Walsham ini, satu sisinya dimasukkan ke dalam kavum nasi sedangkan sisi yang lain di luar hidung dia atas kulit yang diproteksi dengan selang karet. Tindakan manipulasi dilakukan dengan kontrol palpasi jari. 1Jika terdapat deviasi piramid hidung karena dislokasi karena dislokasi tulang hidung, cunam Asch digunakan dengan cara memasukkan masing-masing sisi (blade) ke dalam kedua rongga hidung sambil menekan septum dengan kedua sisi forsep. Sesudah fraktur dikembalikan pada posisi semula dilakukan pemasangan tampon di dalam rongga hidung. Tampon yang dipasang dapat ditambah dengan antibiotika.1Perdarahan yang timbul selama tindakan akan berhenti, sesudah pemasangan tampon pada kedua rongga hidung. Fiksasi luar (gips) dilakukan dengan menggunakan beberapa lapis gips yang dibentuk dari huruf T dan dipertahankan hingga 10-14 hari.1Langkahlangkah pada tindakan reduksi tertutup :1. Memindahkan kedua prosesus nasofrontalis. Forceps Walshams digunakan untuk memindahkan kedua prosesus nasalis keluar maksila dan menggunakan tenaga yang terkontrol untuk menghindari gerakan menghentak yang tiba-tiba.2. Perpindahan posisi tulang hidung. Septum kemudian dipegang dengan forceps Asch yang diletakkan di belakang dorsum nasi. Forceps ini diciptakan sama prinsipnya dengan forceps walshams, tetapi forcep Asch mempunyai mata pisau yang dapat memegang septum yang mana bagian mata pisau tersebut terpisah dari pegangan utama bagian bawah dengan ukuran lebih besar dan lekukan berguna untuk menghindari terjadinya kompresi dan kerusakan kolumela yang hebat dan lebih luas.3. Manipulasi septum nasal. Forceps Asch kemudian digunakan lagi untuk meluruskan septum nasal.4. Membentuk piramid hidung. Dokter ahli bedah seharusnya mampu untuk mendorong hidung sampai mencapai posisi yang tidak seharusnya dan adanya sumbatan/kegagalan mengindikasikan kesalahan posisi dan pergerakan tidak sempurna dan harus diulang. Prosesus nasofrontalis didorong ke dalam dan tulang hidung akhirnya dapat terbentuk dengan bantuan jari-jari tangan.5.Kemungkinan pemindahan akhir septum. Dokter ahli bedah harus berhati-hati dalam menilai bagian anterior hidung dan harus mengecek posisi dari septum nasal. Jika memuaskan, dokter harus mereduksi terbuka fraktur septum melalui septoplasti atau reseksi mukosa yang sangat terbatas.6. Kemungkinan laserasi sutura kutaneus. Jika tipe fraktur adalah tipe patah tulang riuk, maka dibutuhkan laserasi sutura pada kulit yang terbuka. Pertama-tama, luka harus dibuka. Sangatlah penting untuk membuang semua benda asing yang berada pada luka seperti pecahan kaca, kotoran atau batu kerikil. Hidung membutuhkan suplai darah yang cukup dan oleh karena itu sedikit atau banyak debridemen sangat dibutuhkan. Penutupan pertama terlihat kebanyakan luka sekitar 36 jam dan sutura nasalis menutup sekitar 3-4 mm. Kadang luka kecil superfisial dapat menutup dengan plester adhesive (steristrips).3

Gambar 15 :Reposisi Fraktur Hidung

Gambar 16 : Teknik reduksi tertutup Teknik reduksi terbukaFraktur nasal reduksi terbuka cenderung tidak memberikan keuntungan. Pada daerah dimana fraktur berada sangat beresiko mengalami infeksi sampai ke dalam tulang. Masalah pada hidung menjadi kecil karena hidung mempunyai banyak suplai aliran darah bahkan pada masa sebelum adanya antibiotik, komplikasi infeksi setelah fraktur nasal dan rhinoplasti sangat jarang terjadi. 4,10Teknik reduksi terbuka diindikasikan untuk : Ketika operasi telah ditunda selama lebih dari 3 minggu setelah trauma. Fraktur nasal berat yang meluas sampai ethmoid. Disini, sangat nyata adanya fragmentasi tulang sering dengan kerusakan ligamentum kantus medial dan apparatus lakrimalis. Reposisi dan perbaikan hanya mungkin dengan reduksi terbuka, dan sayangnya hal ini harus segera dilakukan. Reduksi terbuka juga dapat dilakukan pada kasus dimana teknik manipulasi reduksi tertutup telah dilakukan dan gagal. Pada teknik reduksi terbuka harus dilakukan insisi pada interkartilago. Gunting Knapp disisipkan di antara insisi interkartilago dan lapisan kulit beserta jaringan subkutan yang terpisah dari permukaan luar dari kartilago lateral atas, dengan melalui kombinasi antara gerakan memperluas dan memotong.3

2.8 Komplikasi Hematom septi Merupakan komplikasi yang sering dan serius dari trauma nasal. Septum hematom ditandai dengan adanya akumulasi darah pada ruang subperikondrial. Ruangan ini akan menekan kartilago di bawahnya, dan mengakibatkan nekrosis septum irreversible. Deformitas bentuk pelana dapat berkembang dari jaringan lunak yang hilang. Prosedur yang harus dilakukan adalah drainase segera setelah ditemukan disertai dengan pemberian antibiotik setelah drainase. 3,7,5

Gambar 17: Bilateral septal hematomas associated with a nasal fracture

Penanganan hematom septum berupa : 3,13 Insisi dan drainase hematoma Pemasangan drain sementara Pemasangan balutan intranasal untuk menekan mukosa septum Memperkecil kemungkinan terjadinya hematom ulang Dimulainya terapi antibiotik untuk mengurangi kemungkinan terjadinya bahaya infeksi. Fraktur dinding orbitaFraktur pada dinding orbita dan lantai orbita akibat pukulan dapat terjadi. Gejala klinis yang muncul adalah disfungsi otot ekstraokuler.3 Fraktur septum nasalSekitar 70% fraktur nasal dihubungkan dengan fraktur septum nasal. Trauma pada hidung bagian bawah akan menyebabkan fraktur septum nasal tanpa adanya kerusakan tulang hidung. Teknik yang dilakukan adalah teknik manipulasi reduksi tertutup dengan menggunakan forceps Asch.3 Fraktur lamina kribriformisMerupakan predisposisi pengeluaran cairan cerebrospinalis, yang akan menyebabkan komplikasi berupa meningitis, encephalitis dan abses otak.5,9

2.9 PrognosisKebanyakan fraktur nasal tanpa disertai dengan perpindahan posisi akan sembuh tanpa adanya kelainan kosmetik dan fungsional. Dengan teknik reduksi terbuka dan tertutup akan mengurangi kelainan kosmetik dan fungsional pada 70 % pasien.6,12

BAB IIIPENUTUP

KesimpulanFraktur hidung merupakan kejadian fraktur yang paling sering terjadi pada trauma yang mengakibatkan fraktur pada tulang wajah. Tulang hidung dan kartilago rentan untuk mengalami fraktur karena hidung letaknya menonjol dan merupakan bagian sentral dari wajah,sehingga kurang kuat menghadapi tekanan dari luar.Ketepatan waktu dalam mendiagnosa kejadian fraktur hidung sangat berperan dalam mencapai penyembuhan yang optimal dan estetika yang baik. Maka pengenalan atas gejala klinis harus dimiliki oleh dokter untuk melakukan penatalaksanaan selanjutnya. Gejala klinis dari fraktur hidung yang sering dijumpai adalah epistakis, deformitas hidung, obstruksi hidung dan anosmia. Adapun pemeriksaan fisik yang ditemukan dapat berupa deviasi septum, depresi septum nasi, dan epistakis. Untuk memastikan diagnosa dapat ditunjang dengan pencitraan seperti foto X-ray hidung dan CT scan hidung.Penanganan dari fraktur hidung secara konservatif, pasien dengan pendarahan hebat, biasanya dikontrol dengan pemberian vasokonstriktor topikal. Antibiotik diberikan untuk mengurangi resiko infeksi dan komplikasi yang dapat menimbulkan kematian. Analgetik untuk mengurangi rasa nyeri dan memberikan rasa nyaman pada pasien. Adapun pada fraktur hidung sederhana maupun kominutiva yang disertai dengan deviasi septum dan deformitas harus dilakukan tindakan operatif yang terdiri dari teknik reduksi tertutup dan reduksi terbuka. Komplikasi yang dapat terjadi pada fraktur hidung meliputi heatoma septum, fraktur dinding orbita, fraktur septum nasal dan fraktur lamina kribiformis.

BAB IVDAFTAR PUSTAKA

1. Efiaty A S, Nurbaiti I, Jenny B, dkk. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi ke-6. Cetakan ke-1. Jakarta: FKUI;2007.h.118-122,199-202.2. Higler PA. Boies Buku Ajar Penyakit THT. Adams GL, Boies LR, Higler PA; editor, efendi H, alih bahasa, Wijaya C; Edisi 6. Jakarta: Penerbit buku edokteran EGC. 1997.3. Anonymus. Fraktur nasal. Di unduh dari: http://ilmubedah.info/definisi-anatomi-diagnosis-penatalaksanaan-fraktur-nasal.4. R.Sjamsuhidajat, Wim De Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Fraktur Tulang Hidung. Edisi ke-2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;2005.h.338.5. Elizabeth A B. Broken Nose. Diunduh dari : http://www.emedicinehealth.com/broken nose/article em.htm.6. P Van den Broek, etc. Buku Saku Ilmu Kesehatan Tenggorok, Hidung, dan Telinga. Fraktur Hidung. Edisi ke-12. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2009.h.121.7. Lalwani AK. Current Diagnosis dan Treatment : Otolaryngology Head and Neck Surgery. Edisi ke-2. USA; McGraw-Hill Medical;2007.Chapter 11.8. Anatomi dan Fisiologi hidung. Diunduh dari: http://www.infokedokteran.com.9. Samual J.H. Nasal Fracture. Diunduh dari: http://emedicine.medscape.com/article/84829-overview. 10. Corry J.K. Management of Acute Nasal Fractures. Diunduh dari: www.aafp.org/afp/2004/1001/p1315.html.11. Arden RL, Mathog RH. Nasal fracture. famona.tripod.com/ent/cummings/cumm042.pdf. 12. Rubinstein B, Strong B. Management of nasal fracture. Arch Fam Med.2000;9:738-42.13. Thiagarajan B, Ulaganathan V. Fracture nasal bones. Otolaryngology online journal. 2013; 3.14. Ondik MP, Lipinski L, Dezfoli S, Fedok FG. The treatment of nasal fracture: a changing paradigm. Arch Facial Plast Surg. 2009;11(5):296-30215. Kelley BP, Downey CR, Stal S. Evaluation and reduction of nasal trauma.. Seminars in plastic surgery. 2010; 24(4). 339-46.

27 | Page