kelompok 7 ( b. indah).docx
TRANSCRIPT
MAKALAH
KEPERAWATAN MATERNITAS
ASUHAN KEPERAWATAN PADA IBU NIFAS
Oleh:
KELOMPOK 7
1. NUR FITRIYATUL M. ( 201511007 )
2. RENY NUR ERAWATI ( 201511020 )
3. ANDI KUNCORO
4. LILIS ANDRIYATI
( 201511033 )
( 201511044 )
STIKES BINA SEHAT PPNI MOJOKERTO
PROGRAM NON REGULER S1 KEPERAWATAN
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik
dan hidayahnya kepada penyusun, sehingga penyusun dapat menyelesaikan
makalah ini. Shalawat dan salam tercurah selalu kepada junjunan kita Nabi
Muhammad SAW, pada keluarganya, sahabatnya dan kita selaku umatnya yang
senantiasa mengikuti ajarannya. Amin.
Makalah ini berjudul Asuhan Keperawatan pada ibu nifas. Makalah ini
dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Maternitas yang
diberikan oleh Ibu Indah Lestari, S.Kep, Ns., M.Kes.
Penyusun mengucapkan banyak terima kasih kepada semua anggota
kelompok yang sudah mengerjakan tugasnya dengan baik, tanpa ada kerja sama
yang baik diantara kami pasti makalah ini tidak akan selesai.
Penyusun menyadari dalam pembuatan makalah ini masih banyak
kekurangan, oleh karena itu dengan segala kerendahan hati penyusun
mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak demi kesempurnaan makalah ini.
Insya Allah makalah ini bermanfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi
semuanya.
Mojokerto, 18 November 2015
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................ i
DAFTAR ISI ............................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................ 2
1.3 Tujuan Penulisan .................................................................................. 2
1.4 Manfaat Penulisan ................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian ............................................................................................. 3
2.2 Tujuan ................................................................................................... 4
2.3 Tahap....................................................................................................... 4
2.4 Perubahan masa nifas ........................................................................... 5
2.5 Patofisiologi.......................................................................................... 8
2.6 Komplikasi masa nifas.......................................................................... 9
2.7 Hal yang harus diperhatikan pada masa nifas....................................... 11
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian............................................................................................. 26
3.2 diagnosa ................................................................................................ 29
3.3 intervensi keperawatan.......................................................................... 30
BAB IV PENUTUP
4.1 Simpulan................................................................................................ 42
4.2 Saran...................................................................................................... 42
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu indikator untuk menentukan derajat kesehatan suatu bangsa
ditandai dengan tinggi rendahnya angka kematian ibu dan bayi. Selama 15
tahun, angka kematian ibu dan bayi di Indonesia mengalami penurunan yang
lebih lambat dari yang diharapkan. Angka kematian ibu (AKI) menurun dari
390 per 100.000 kelahiran hidup di 1994 menjadi 228/100.000 di 2010. AKB
menurun dari 30 per 1000 kelahiran hidup di 1994 menjadi 19/1000 di 2007.
Masa nifas merupakan hal paling penting untuk diperhatikan guna menurunkan
angka kematian ibu dan bayi.
Masa nifas atau puerperium dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir
ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas
berlangsung kira-kira selama 6 minggu. Pada beberapa jam setelah bayi
dilahirkan dan plasenta di keluarkan adalah masa-masa perhatian dimana
seorang ibu perlu benar-benar dipantau keadaannya. Karena pada saat-saat itu
bisa terjadi masalah seperti adanya perdarahan dan juga infeksi akibat masuknya
bakteri atau kuman di tempat bekas jahitan akibat proses kelahiran
Masa nifas merupakan masa yang rawan bagi ibu, sekitar 60% kematian ibu
terjadi setelah melahirkan dan hampir 50% dari kematian pada masa nifas
terjadi pada 24 jam pertama setelah persalinan, diantaranya disebabkan oleh
adanya komplikasi masa nifas. Selama ini perdarahan pasca persalinan
merupakan penyebab kematian ibu, namun dengan meningkatnya persediaan
darah dan system rujukan, maka infeksi menjadi lebih menonjol sebagai
penyebab kematian dan mordibitas ibu (Saleha,2009).
Pada masa nifas ibu juga sering kali mengalami depresi. Sebagai perempuan
mengganggap bahwa masa- masa setelah melahirkan adalah masa- masa sulit
yang akan menyebabkan mereka mengalami tekanan secara emosional. Untuk
itu dukungan dari keluarga sangat diperlukan untuk mempercepat kesembuhan
dari depresi yang dialami oleh ibu.
Berdasarkan uraian di atas penulis tergerak untuk membuat makalah dengan
judul “Asuhan Keperawatan Pada Ibu Nifas”.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana memberikan Asuhan Keperawatan pada ibu nifas?
1.3 Tujuan
Mahasiswa mampu mengetahui Asuhan Keperawatan yang harus dilakukan pada
ibu nifas.
1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat Teoritis
Dapat menambah pengetahuan pembaca tentang bagaimana cara memberikan
asuhan keperawatan pada ibu post partum.
1.4.2 Manfaat Praktis
Mahasiswa dapat mengaplikasikan dan mempraktekan asuhan keperawatan pada
ibu nifas dengan perdarahan dan infeksi.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian
Masa nifas (puerperium) adalah masa yang dimulai setelah plasenta
keluar dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan
semula (sebelum hamil). Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu.
Wanita yang melalui periode puerperium disebut puerpura. (Nifas)
berlangsung selama 6 minggu atau 42 hari, merupakan waktu yang
diperlukan untuk pulihnya alat kandungan pada keadaan yang normal
(Ambarwati, 2009).
Masa nifas adalah masa sesudah persalinan, setelah lahirnya janin dan
plasenta dan alat- alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil
dengan waktu kurang lebih 6 minggu (Saleha,2009).
Masa nifas atau puerperium adalah dimulai sejak 1 jam setelah
lahirnya plasenta sampai dengan 6 minggu (42 hari) setelah hari itu
(Hadijono, 2008)
Selama masa pemulihan tersebut berlangsung, ibu akan mengalami
banyak perubahan, baik secara fisik maupun psikologis sebenarnya sebagian
besar bersifat fisiologis, namun jika tidakdilakukan pendampingan melalui
asuhan kebidanan maka tidak menutup kemungkinan akan terjadi keadaan
patologis.
Masa ini merupakan masa yang cukup penting bagi tenaga kesehatan
untuk selalu melakukan pemantauan karena pelaksanaan yang kurang
maksimal dapat menyebabkan ibu mengalami berbagai masalah, bahkan
dapat berlanjut pada komplikasi masa nifas, seperti sepsis puerperalis. Jika
ditinjau dari penyebab kematian terbanyak para ibu, infeksi merupakan
penyebab kematian terbanyak nomor dua setelah perdarahan sehingga sangat
tepat jika para tenaga kesehatan memberikan perhatian yang tinggi pada masa
ini. Adanya permasalahan pada ibu akan berimbas juga kepada kesejahteraan
bayi yang dilahirkannya karena bayi tersebut tidakakan mendapatkan
perawatan maksimal dari ibunya. Dengan demikian, angka morbiditas dan
mortalitas bayi pun akan meningkat.
2.2 Tujuan Asuhan Masa Nifas
Asuhan masa nifas diperlukan dalam periode ini, karena merupakan
masa kritis baik ibu maupun bayinya. Diperkirakan 60% kematian ibu akibat
kehamilan terjadi setelah persalinan dan 50% kematian masa nifas terjadi
dalam 24 jam pertama.
Masa neonatus merupakan masa kritis bagi kehidupan bayi, 2/3
kematian bayi terjadi dalam 4 minggu setelah persalinan dan 60% kematian
BBL terjadi dalam waktu 7 hari setelah lahir. Dengan pemantauan melekat
dan asuhan pada ibu dan bayi pada masa nifas dapat mencegah beberapa
kematian ini. Adapun tujuan Asuhan masa nifas normal yaitu:
1. Membantu ibu dan pasangannya selama masa transisi awal mengasuh
anak
2. Menjaga kesehatan ibu dan bayi baik fisik maupun psikologisnya
3. Melaksanakan pemeriksaan yang komprehensif, mendeteksi masalah,
mengobati/merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu dan bayinya
4. Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan diri,
nutrisi, KB, menyusui, pemberian imunisasi dan perawatan bayi sehat
5. Memberikan pelayanan keluarga berencana
2.3 Tahap Masa Nifas
Masa nifas dibagi menjadi 3 tahap, yaitu puerperium dini, puerperium
intermedial, dan remote puerperium (Ambarwati, 2009).
a. Puerperium dini
Puerperium dini merupakan masa kepulihan, yang dalam hal ini ibu telah
diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan. Dalam agama islam, dianggap
bersih dan boleh bekerja setelah 40 hari.
b. Puerperium intermedial
Puerperium intermedial merupakan masa kepulihan menyeluruh alat-alat
genitalia, yang lamanya sekitar 6-8 minggu
c. Remote puerperium
Remote puerperium merupakan masa yang diperlukan untuk pulih dan
sehat sempurna, terutama bila selama hamil atau waktu persalinan
mempunyai komplikasi. Waktu untuk sehat sempurna dapat berlangsung
selama berminggu-minggu, bulanan, bahkan tahunan.
2.4 Perubahan Masa Nifas
Selama menjalani masa nifas, ibu mengalami perubahan yang bersifat
fisiologis yang meliputi perubahan fisik dan psikologik, yaitu:
1. Perubahan fisik
a. Involusi
Involusi adalah perubahan yang merupakan proses kembalinya
alat kandungan atau uterus dan jalan lahir setelah bayi dilahirkan
hingga mencapai keadaan seperti sebelum hamil.
Proses involusi terjadi karena adanya:
Autolysis yaitu penghancuran jaringan otot-otot uterus yang tumbuh
karena adanya hiperplasi, dan jaringan otot yang membesar menjadi
lebih panjang sepuluh kali dan menjadi lima kali lebih tebal dari
sewaktu masa hamil akan susut kembali mencapai keadaan semula.
Penghancuran jaringan tersebut akan diserap oleh darah kemudian
dikeluarkan oleh ginjal yang menyebabkan ibu mengalami beser
kencing setelah melahirkan.
Aktifitas otot-otot yaitu adanya kontrasi dan retraksi dari otot-
otot setelah anak lahir yang diperlukan untuk menjepit pembuluh
darah yang pecah karena adanya pelepasan plasenta dan berguna
untuk mengeluarkan isi uterus yang tidak berguna. Karena kontraksi
dan retraksi menyebabkan terganggunya peredaran darah uterus yang
mengakibatkan jaringan otot kurang zat yang diperlukan sehingga
ukuran jaringan otot menjadi lebih kecil. Ischemia yaitu kekurangan
darah pada uterus yang menyebabkan atropi pada jaringan otot uterus.
Involusi pada alat kandungan meliputi:
1) Uterus
Setelah plasenta lahir uterus merupakan alat yang keras karena
kontraksi dan retraksi otot-ototnya.
2) Perubahan pembuluh darah rahim
Dalam kehamilan, uterus mempunyai banyak pembuluh darah yang
besar, tetapi karena setelah persalinan tidak diperlukan lagi
peredaran darah yang banyak maka arteri harus mengecil lagi
dalam masa nifas.
3) Perubahan pada cervix dan vagina
Beberapa hari setelah persalinan ostium eksternum dapat dilalui
oleh 2 jari, pada akhir minggu pertama dapat dilalui oleh 1 jari saja.
Karena hiperplasi ini dan karena aretraksi dari cervix, robekan
cervix jadi sembuh. Vagina yang sangat diregang waktu persalinan,
lambat laun mencapai ukuran yang normal. Pada minggu ke 3 post
partum ruggae mulai nampak kembali.
2. Perubahan Psikologi
Perubahan psikologi masa nifas menurut Reva-Rubin terbagi menjadi dalam
3 tahap yaitu:
a. Periode Taking In
Periode ini terjadi setelah 1-2 hari dari persalinan. Dalam masa ini terjadi
interaksi dan kontak yang lama antara ayah, ibu dan bayi. Hal ini dapat
dikatakan sebagai psikis honey moon yang tidak memerlukan hal-hal
yang romantis, masing-masing saling memperhatikan bayinya dan
menciptakan hubungan yang baru.
b. Periode Taking Hold
Berlangsung pada hari ke ± 3 sampai ke- 4 post partum. Ibu berusaha
bertanggung jawab terhadap bayinya dengan berusaha untuk menguasai
ketrampilan perawatan bayi. Pada periode ini ibu berkosentrasi pada
pengontrolan fungsi tubuhnya, misalnya buang air kecil atau buang air
besar.
c. Periode Letting Go
Terjadi setelah ibu pulang ke rumah. Pada masa ini ibu mengambil
tanggung jawab terhadap bayi. Sedangkan stres emosional pada ibu nifas
kadang-kadang dikarenakan kekecewaan yang berkaitan dengan mudah
tersinggung dan terluka sehingga nafsu makan dan pola tidur terganggu.
Manifestasi ini disebut dengan post partum blues dimana terjadi pada
hari ke 3-5 post partum.
2.5 Patofisiologi
Kehamilan
↓
Persalinan
↓
2.6 Komplikasi Masa Nifas
a. Perdarahan Per Vagina
1) Hemoragi Post Partum Primer
Yaitu mencakup semua kejadian perdarahan dalam 24 jam setelah
kelahiran. Penyebab:
o Uterus atonik (terjadi karena misalnya: placenta atau selaput
ketuban tertahan).
o Trauma genital (meliputi penyebab spontan dan trauma akibat
penatalaksanaan atau gangguan, misalnya kelahiran yang
menggunakan peralatan termasuk sectio caesaria, episiotomy).
o Koagulasi intravascular diseminata
o Inversi uterus.
2) Hemoragi Post Partum Sekunder
Adalah mencakup semua kejadian Hemoragi Post Partum yang
terjadi antara 24 jam setalah kelahiran bayi dan 6 minggu masa post
partum. Penyebab:
o Fragmen placenta atau selaput ketuban tertahan
o Pelepasan jaringan mati setelah persalinan macet (dapat terjadi
di serviks, vagina, kandung kemih, rectum)
o Terbukanya luka pada uterus (setelah sectio caesaria, rupture
uterus).
b. Infeksi Masa Nifas
Infeksi masa nifas atau sepsis puerperalis adalah infeksi pada traktus
genetalia yang terjadi pada setiap saat antara awitan pecah ketuban
(rupture membrane) atau persalinan dan 42 hari setelah persalinan atau
abortus dimana terdapat dua atau lebih dari hal-hal berikut ini:
1. Nyeri pelvic
2. Demam 38,5˚C atau lebih
3. Nyeri tekan di uterus
4. Lokea berbau menyengat (busuk)
5. Terjadi keterlambatan dalam penurunan ukuran uterus
6. Pada laserasi/luka episiotomy terasa nyeri, bengkak, mengeluarkan
cairan nanah.
Bakteri penyebab sepsis puerperalis:
1. Streptokokus
2. Stafilokokus
3. E. Coli
4. Clostridium tetani
5. Clostridium welchi
6. Clamidia dan gonocokus
Faktor resiko pada sepsis puerperalis:
1. Anemia/kurang gizi
2. Higiene yang buruk
3. Teknik aseptic yang buruk
4. Manipulasi yang sangat banyak pada jalan lahir
5. Adanya jaringan mati pada jalan lahir (akibat kematian janin intra
uteri, fragmen atau membran plasenta yang tertahan, pelepasan
jaringan mati dari dinding vagina setelah persalinan macet).
6. Insersi tangan, instrument, atau pembalut/tampon yang tidak steril
(praktek tradisional juga harus diperiksa).
7. Ketuban pecah lama
8. Pemeriksaan vagina yang sering
9. Kelahiran melalui SC dan tindakan operasi lainnya
10. Laserasi vagina atau laserasi servik yang tidak diperbaiki
11. PMS yang diderita
12. Haemoragi post partum
13. Tidak diimunisasi terhadap tetanus
14. Diabetes mellitus
c. Kelainan Payudara
1. Bendungan air susu
Selama 24 hingga 48 jam pertama sesudah terlihatnya sekresi
lacteal, payudara sering mengalami distensi menjadi keras dan
berbenjol-benjol. Keadaan ini yang disebut dengan bendungan air
susu atau “caked breast”, sering menyebabkan rasa nyeri yang cukup
hebat dan disertai dengan kenaikan suhu. Kelainan tersebut
menggambarkan aliran darah normal yang berlebihan dan
penggembungan limfatik dalam payudara, yang merupakan prekusor
regular untuk terjadinya laktasi. Keadaan ini bukan merupakan
overdestensi system lacteal oleh air susu.
Demam nifas akibat distensi payudara sering terjadi. Roser
(1996) mengamati bahwa 18% wanita normal akan mengalami demam
post partum akibat bendungan air susu. Lamanya panas berkisar dari 4
hingga 16 jam dan suhu tubuhnya berkisar antara 38-39˚C. ditegaskan
bahwa penyebab panas yang lain, khususnya panas yang disebabkan
oleh infeksi harus disingkirkan terlebih dahulu.
2. Mastitis
Inflamasi parenkimatosis glandula mammae merupakan
komplikasi ante partum yang jarang terjadi tetapi kadang-kadang
dijumpai dalam masa nifas dan laktasi.
Gejala mastitis supuratif jarang terlihat sebelum akhir minggu
pertama masa nifas dan umumnya baru ditemukan setelah minggu
ketiga atau ke empat. Bendungan yang mencolok biasanya
mendahului inflamasi dengan keluhan pertamanya berupa menggigil
atau gejala rigor yang sebenarnya, yang segera di ikuti oleh kenaikan
suhu tubuh dan peningkatan frekuensi denyut nadi. Payudara
kemudian menjadi keras serta kemerahan, dan pasien mengeluhkan
rasa nyeri.
2.6 Hal Yang Perlu Diperhatikan
1. Sepsis
Setelah bahaya pertama hemoragi telah lewat, bahaya kedua
adalah infeksi. Sepsis purpural, disebut “child bed fever”. Hal ini masih
merupakan suatu ancaman bagi wanita post partum. Cara yang paling
efektif untuk mencegah infeksi adalah rumah sakit mempertahankan
fasilitas dan peralatan yang bersih, perawatan melakukan teknik aseptic,
dan ibu belajar kebersihan diri yang baik, terutama teknik mencuci
tangan.
Perlawanan terhadap infeksi adalah upaya berkelanjutan yang
membutuhkan partisipasi semua personil rumah sakit. Perabot, lantai,
instrument, dan alat-alat tenun harus bebas dari pathogen. Makanan,
minuman, dan obat-obatan harus asli, sampah-sampah harus dibuang
dengan teknik yang tepat.
Sumber infeksi terbesar bagi ibu postpartum adalah staf, terutama
tangan, hidung, dan mulut mereka. Pada saat bersalin dikenakan gaun
dan sarung tangan steril. Masker wajah membantu mencegah organisme
di udara menginfeksi jalan lahir ibu. Setelah itu, perawat harus terus
menerus mencuci tangannya setelah memberikan asuhan pada setiap
pasien. Karena perhatian terakhir terhadap penyebaran sekresi pathogen,
perawat harus melindungi diri sendiri dari sekresi tubuh sebagaimana
mencegah kontaminasi silang antar pasien.
2. Kebersihan diri
Kebersihan diri ibu membantu mengurangi sumber infeksi dan
meningkatkan perasaan kesejahteraan mereka. Segera setelah mereka
cukup kuat untuk berjalan, bantu ibu untuk mandi. Instruksikan panya
untuk mencuci putting susunya pertama kali, kemudian tubuh, dan
terakhir perineum. Sediakan pakaian dan pembalut yang bersih.
3. Perawatan perineal
Perawatan khusus perineal bagi wanita setelah melahirkan anak
mengurangi rasa ketidaknyamanan, keberhasilan, mencegah infeksi, dan
meningkatkan penyembuhan. Walaupun prosedurnya bervariasi dari satu
rumah sakit ke rumah sakit lainnya, prinsip-prinsip dasarnya adalah
universal, sebagai berikut :
a. Mencegah kontaminasi dari rectum
b. Menangani dengan lembut pada jaringan yang terkena trauma dan
c. Bersihkan semua keluaran yang menjadi sumber bakteri dan bau.
Dengan menerapakan prinsip-prinsip ini prosedur yang
disarankan berikut. Perawat mengajarkan untuk :
1. Mencuci tangan
2. Mengisi botol plastic dengan yang dimiliki dengan air hangat.
3. Buang pembalut yang telah penuh dengan gerakan kebawah
mengarah ke rectum dan letakkan pembalut ke dalam kantung
plastic.
4. Berkemih dan BAB ke toilet.
5. Semprotkan ke seluruh perineum dengan air.
6. Keringkan perineum dengan menggunakan tissue dari depan ke
belakang.
7. Pasang pembalut dari depan ke belakang.
8. Cuci tangan dengan air mengalir.
Perawat menggunakan sarung tangan ketika melakukan
perawatan perineal pada ibu.
4. Mandi berendam
Mandi berendam biasanya sangat berguna karena kehangatan tidak
hanya meningkatkan sirkulasi untuk meningkatkan penyembuhan
tetapi juga melepaskan jaringan untuk meningkatkan rasa nyaman dan
menurunkan edema. Mandi berendam mungkin dilakukan dalam bak
mandi, kursi yang dibentuk dengan khusus, atau unit disposable yang
didekatkan disebelah toilet. Perawat harus memastikan suhu air
sehuingga membuat rasa nyaman yaitu sekirtar 105⁰ F (40,5⁰ C) dan
bahwa pasien telah memiliki lonceng didekatnya. Beberapa peniliti
menganjurkan bahwa mandi berendam dengan air dingin jauh lebih
efektif daripaada mandi berendam dengan air hangat. Berikan
dorongan pada psien untuk melakukan mandi berendam tiga sampai
empat kali sehari selama 20 menit.
5. Penghangatan kering
Penghangatan kering dari cahaya lampu kadang – kadang digunakan
untuk meningkatakan penyembuhan perineal. Perineum harus
dibersihkan terlebih dahulu untuk membuang sekresi. Pasien
berbaring terlentang dengan lutut fleksi dan direnggangkan, dan
lampu diletakkan 20 inci dari perineum. Penghangatan dengan cahaya
lampu biasanya dilakukan 3 kali sehari selama 20 menit.
6. Anestetik topical
Anestetik topical seperti dermoplast aerosol spray atau nupercainal
ointment mungkin digunakan untuk menghilangkan rasa sakit pada
perineum. Pasien dianjurkan untuk mengoleskan obat setelah ia
melakukan mandi berendam atau operawatan perineum. Untuk
menghindari terbakarnya jaringan, anjurkan pasien untuk tidak
menggunakannya sebelum ia melakukan penghangatan dengan cahaya
lampu.
7. Perawatan hemoroid
Beberapa ibu mengalami nyeri hemoroid setelah melahirkan.
Tindakan yang dapat membantu menurunkan nyeri tersebut termasuk
mandi berendam, salep anestetik, supositoria rectal, dan pembalut
hazel. Pasien mungkin dianjurkan untuk memeasukkan hemoroid
yang terdapat diluar rectum kedalam rectum dengan menggunakan jari
tangan yang bersarung. Mereka mungkin akan menemukan bahwa hal
tersebut sangat membantu untuk mempertahankan posisi berbaring
miring atau telentang dan menghindari duduk lama. Berikan dorongan
pada pasien untuk mempertahankan asupan cairan yang adekuat dan
menggunakan pelunak feses untuk lebih memberikan rasa nyaman
ketika terjadi gerakan usus. Hemoroid biasanya akan menghilang
dalam beberapa minggu bila pasien tidak mengalaminyasebelum
kehamilan.
8. Eliminasi
Kebanyakan pasien dapat berkemih secara spontan dalam 8 jam
setelah melahirkan. Selama kehamilan terjadi peningkatan cairan
ekstraseluler 50%. Setelah melahirkan cairan ini dieliminasi sebagai
urin. Mungkin terdapat aseton dalam urin pada pasien yang
mengalami persalinan lama atau mereka yang mengalami dehidrasi.
Ketika laktasi dimulai, mungkin terdapat lactose dalam urin.
Buang Air Besar (BAB) biasanya tertunda selama 2 sampai 3 hari
setelah melahirkan karena enema prepersalinan, diit cairan, obat-
obatan analgesic selama persalinan, dan perineum yang sangat sakit.
Melakukan kembali kegiatan makan dan ambulasi secara teratur
biasanya cukup membantu untuk mencapai regulasi BAB. Asupan
cairan yang adekuat dan diet tinggi serat sangat dianjurkan. Bagi ibu
menyusui, pelunak feses seperti dokusat atau laksatif bulk yang
beraksi local pada usus lebih disukai daripada makanan laksatif.
9. Involusi uterus
Segera setelah melahirkan ukuran dan konsistensi uterus kira-kira
seperti buah melon kecil dan fundusnya terletak tepat dibawah
umbilicus. Setelah itu tinggi fundus berkurang 1 sampai 2 cm setiap
hari sampai akhir minggu pertama, saat tinggi fundus sejajar dengan
tulang pubis. Sampai minggu keenam normalnya uterus kembali
kebentuknya ketika tidak hamil, yaitu organ kecil berbentuk buah pir
yang terdapat dalam pelvic. Tonus otot uterus dipelihara oleh control
persarafan dan dapat dirangsang dengan masase atau rangsangan
puting. Servik mencapai ukuran semula dalam seminggu setelah
melahirkan dan sampai minggu keenam telah sembuh dan terlihat
seperti crosswise slit pada multipara. Involusi uterus menjadi lambat
bila uterus terinfeksi.
10. Lokea
Lokea adalah keluaran dari uterus setelah melahirkan. Terdiri dari
darah, sel-sel tua, dan bakteri. Lokea pertama kemerahan dan
mungkin mengandung bekuan. Jumlah dan karakternya berubah dari
hari ke hari. Pada awalnya jumlah lokea sangat banyak, kemudian
sedang, dan biasanya berhenti dalam 2 minggu. Warna digambarkan
dengan bahasa latin rubra untuk merah segar, serosa untuk serum
kecoklatan, dan alba untuk kuning keputihan. Keluaran keseluruhan
setelah melahirkan adalah 400 sampai 1200 mI. normalnya lokea
memiliki bau apak. Bau yang amis atau busuk menandakan terjadinya
infeksi. Periode menstruasi biasanya mulai kembali sekitar 6 sampai 8
minggu setelah melahirkan untuk ibu tidak menyusui dan 3 bulan atau
lebih setelah melahirkan untuk ibu menyusui. Menstruasi pertama
mungkin lebih sedikit ketimbang menstruasi selanjutnya.
11. Episiotomy
Perawat melakukan inspeksi tanda-tanda infeksi dan bukkti-bukti
penyembuhan pada episotomi paling tidak setiap 8 jam. Kecepatan
penyembuhan tergantung pada letak dan kedalaman insisi.
Kebanyakan episiotomy sembuh sebelum minggu keenam
postpartum. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya pada bagian
perawatan perineum, mandi berendam, penghangatan dengan cahaya
lampu, dan obat-obatan topical meningkatkan penyembuhan dan
mengurangi ketidaknyamanan luka episiotomy
12. Afterpain
Afterpain adalah rasa sakit saat kontraksi yang dialami oleh ibu
multipara selama 3 sampai 4 hari pertama postpartum. Nyeri ini tidak
biasa terjadi pada kehamilan pertama, tetapi dengan kehamilan
berikutnya rasa sakit tersebut menjadi lebih berat. Karena menyusui
merangsang kontraksi uterus, maka afterpain umum terjadi saat ibu
menyusui bayinya. Obat analgesic memberikan sedikit bantuan
penurunan rasa nyeri.
13. Payudara
Selama 9 bulan kehamilan, jaringan payudara tumbuh dan
menyiapkan fungsinya untuk menyediakan makanan bagi bayi baru
lahir. Setelah melahirkan, ketika hormon yang dihasilkan plasenta
tidak lagi ada untuk menghambatnya, kelenjar pituitary mengeluarkan
prolaktin (hormon laktogenink). Sampai hari ketiga setelah
melahirkan, terbukti adanya efek prolaktin pada payudara. Pembuluh
dalam payudara menjadi bengkak terisi darah, menyebabkan hangat,
bengkak, dan rasa sakit. Sel-sel yang menghasilkan ASI mulai
berfungsi, dan ASI mulai mencapai putting melalui saluran susu,
menggantikan kolustrum yang telah mendahuluinya. Kemudian
laktasi dimulai.
Ketika laktasi menghisap putting, refleks saraf merangsang lobus
posterior kelenjar pituitari untuk mensekresi hormon oksitosin.
Oksitosin merangsang refleks letdown (mengalirkan), menyebabkan
ejeksi ASI dari sinusis laktiferus payudara ke duktus yang terdapat
pada putting. (oksitosin juga merangsang kontraksi, mempercepat
involusi uteri dan menyebabkan afterpain). Ketika ASI dialirkan
karena isapan bayi atau dengan memompa, sel-sel laktasi terangsang
untuk menghasilkan ASIlebih banyak. Proses ini dapat berlanjut
sampai berbulan-bulan bahkan tahunan. Bila ASI tetap berada dalam
duktus, menyebabkan tekanan balik meningkat , maka hanya sedikit
ASI yang terbentuk, dan pada akhirnya tidak terdapat sama sekali. Hal
ini merupakan penjelasan bagaimana “ drying up” (tidak terdapat lagi
ASI dalam payudara) terjadi secara alamiah.
Bila untuk berbagai alasan, ibu memutuskan untuk tidak menyusui
bayinya, berbagai obat mungkin diberikan untuk menghambat
pembentukan prolaktin. Obat tersebut diberikan selama jam pertama
setelah melahirkan sebelum masa laktasi dimulai. Obat-obatan
tersebut diantaranya adalah bromokriptin (parlodel), agonist
dopamine, dan enantat testosterone (deladumone), hormone. Obat ini
tidak lagi memberikan efek bila laktasi telah dimulai.
Ibu tak menyusui. Bahkan sekalipun diberikan obat-obatan
penghambat laktasi, pembengkakan payudara terjadi dalam derajat
tertentu. Penggunaan kutang yang dapat menyangga payudara dengan
baik sangat dianjurkan. Dapat dilakukan kompres es tetapi secara
periodic harus dihentikan untuk memungkinkan terjadinya fungsi
refleks saraf dan aliran darah diantara kulit. Mungkin juga diresepkan
obat-obatan analgesic untuk mengurangi rasa tidak nyaman.
Ibu Menyusui. Bagi ibu yang menyusui bayinya, perawatan putting
susu merupakan suatu hal amat penting. Payudara harus dibersihkan
dengan teliti setiap hari selama mandi dan sekali lagi ketika hendak
menyusui. Hal ini akan mengangkat kolustrum yang kering atau sisa
susu dan membantu mencegah akumulasi dan masuknya bakteri baik
ke putting maupun ke mulut bayi. Salep atau krim khusus dapat
digunakan untuk mencegah pecah-pecah pada puting.
Bila puting menjadi pecah-pecah , proses menyusui ditangguhkan
sampai putting tersebut sembuh. ASI dikeluarkan secara manual atau
menggunakan pompa ASI elektrik, disimpan dan kemudian diberikan
pada bayi. Terus menyusui dengan putting pecah-pecah dan
perdarahan dapat mengarah pada mastitis, ibu dari premature mungkin
harus mengeluarkan ASI-nya sampai bayi mereka cukup kuat uuntuk
menyusu.
Teknik menyusui. Perawat mempunyai pengaruh yang besar pada
pengalaman menyusui dari ibu-ibu baru. Sara-saran berikut untuk para
perawat yang merawat ibu baru dan bayinya dikutip dari ocasio dan
strokamer (1982) dan velasquez (1984).
1. Bentuk hubungan dengan ibu, berikan dukungan dengan cara
yang tidak memberikan suatu penilaian tertentu, dan jawab
pertanyaan yang diajukannya.
2. Kaji keadaan payudara, areola, dan putingnya. Tangani bagian
yang keras dengan lap hangat dan lakukan masase. Paparkan
putting yang terasa sakit diudara terbuka, oleslan krim, dan
kurangi waktu menyusui
3. Berikan dorongan pada ibu untuk mengenakan kutang yang pas
dan menyangga payudara dengan baik.
4. Ajarkan ibu untuk masase payudara dari dinding dada mengarah
ke areola, hal ini mempermudah gerakan ASI dan/atau kolustrum
dari kelenjar penghasil ASI ke sinus-sinus pengumpul di bawah
areola.
5. Jelaskan pentingnya suasana relaks ketika menyusui. Bantu ibu
untuk menentukan posisi yang nyaman, duduk dengan sandaran
yang baik, tanpa gangguan, di tempat yang tenang dan hangat.
6. Bantu ibu untuk memberikan posisi pada bayinya denhgan kontak
kulit. Keluarkan sedikit ASI atau kolustrumuntuk merangsang
bayi dalam menyusudan pandu putting memasuki mulut bayi.
Untuk mendapatkan posisi yang tepat, keseluruhan aerola harus
berada dalam mulut bayi. Berikan dorongan pada ibu.
7. Ajarkan ibu untuk memberikan respon terhadap petunjuk dari
bayi mereka dan tukar payudara ketika bayi sudah
memperlihatkan agitasi. Akhiri menyusui bila bayi tertidur atau
melepaskan putting.
8. Jelaskan bagaimana cara melepaskan mulut bayi dari putting
tanpa menyebabkan kerusakan pada putting. Ibu memeasukkan
jari kelingkingnya kedalam mulut bayi untuk menghentikan
penghisapan dan dengan lembut menariknya keluar.
9. Ingatkan ibu untuk menyendawakan bayinya dengan posisi kepala
bayi terangkat setelah menyusu, tepuk-tepuk punggung bayi.
10. Karena payudara harus dirangsang dengan teratur, kedua
payudara harus digunakan bila menyusui sampai ASI keluar
dengan jumlah yang diinginkan. Memberikan ASI hanya sesuai
kebutuhan bayi, setiap 2 sampai 3 jam, selama bayi ingin
menyusu.
Dukungan dan pemberian semangat. Bukan merupakan hal yang
aneh bagi ibu yang pertama kali menyusui bayinya merasa tidak
bersemangat. Payudaranya sangat sakit dan bengkak, dan bayinya
belum mengetahui bagaimana cara menghisap. Pada awalnya
belum terdapat ASI, hanya kolustrum. Dan semakin lama terlalu
banyak ASI. Tambahan pula kram uterus yang menyakitikan
terjadi setiap kali bayi menyusui.
Perawat dapat melakukan banyak hal untuk membantu ibu
memangku bayinya dengan tepat. Mereka dapat menjelaskan
bahwa payudara yang bengkak akan menghilang secara bertahap
dan suplai ASI akan sesuai dengan napsumakan bayi. Perawat
dapat menolong ibu relaks dan menikmati saat-saat mendorong
bayinya.
15. Aktivitas dan istirahat
Sebagian beasar pasien dapat melakukan ambulasi segera setelah
efek obat-obatan yang diberikan saat melahirkan telah hilang.
Aktivitas tersebut amat berguna bagi semua system tubuh,
terutama fungsi usus, kandung kemih, sirkulasi, dan paru-paru.
Hal tersebut juga membantu mencegah pembentukan bekuan
(thrombosis) pada pembuluh tungkai dan membantu kemajuan
ibu dari ketergantunagn peran sakit menjadi sehat dan tidak
tergantung. Demikian juga, ibu membutuhkan penyembuhan dari
persalinan mereka daan untuk memungkinkan tubuhnya menjadi
sembuh. Oleh karenanya, mereka didorong untuk melakukan
aktivitas secara bertahap, memberikan jarak antara aktivitas
mereka, dan untuk istirahat sebelum mereka menjadi keletihan.
16. Latihan peregangan otot-otot
Ketika kekuatan mereka telah kembali, setelah awal periode
penyesuaian terhadap melahirkan anak, pasien dapat memulai
latihan peregangan otot dasarr pelvic dan otot-otot abdomen.
Latihan kegel’s, disarankan pada ibu selama perawatan prenatal.
Segera setelah merasa nyaman, dorong ibu untuk melakukan
latihan ini, demikian pula, mereka dapat memulai latiahn otot-otot
abdomen ketika bila kekuatannya telah kembali. Pasien harus
ingat bahwa selama 5 sampai 6 bulan otot-otot mereka
mengalami relaksasi dan hal tersebut membutuhkan waktu
berbulan-bulan untuk mencapai tonus sebelumnya
17. Makanan dan minuman
Ibu baru membutuhkan diet seimbang yang baik. Pedoman umum
yang baik untuk diet termasuk dua sampai empat porsi setiap hari
dari empat kelompok makanan dasar, makan harian, daging dan
makanan yang mengandung protein, buah dan sayuran, roti dan
biji-bijian. Ibu menyusui butuh protein, mineral, dan cairan
ekstra. Mereka bisa mendapatkan semuanya dengan
menambahkan 4 sampai 6 cangkir susu rendah lemak dalam
dietnya setiap hari. Tambahan mineral dan multivitamin mungkin
juga diresepkan.
18. Kulit
Striae yang diakibatkan karena regangan kulit abdomen mungkin
akan tetap bertahan lama setelah kelahiran, tetapi akan
menghilang menjadi bayangan yang lebih terang. Bila terdapat
linea nigra atau topeng kehamilan (khloasma), biasanya akan
memutih dan kelamaan akan menghilang.
19. Pencegahan sensitifitas factor-Rh
Sebagai bagian perawatan antepartum, dilakukan pemeriksaan
golongan darah ABO dan factor Rh. Bila ibu memiliki Rhₒ(D)
(seperti RhoGAM) diberikan pada minggu ke 28 perinatal dan
diberikan kembali dalam 72 jam setelah melahirkan, insiden
isoimunisasi dapat diturunkan secara signifikan.
Bila pasien tidak mendapatkan perawatan antepartuum,
pemeriksaan golongan darah dilakukan pada saat masuk ke rumah
sakit. Ia dipertimbangkan sebagai calon terhadap RhoGAM bila
(1) Rh-nya negative, (2) bayinya Rh-positif seperti ditunjukkan
dari hasil pemeriksaan darah tali pusat, dan (3) bayi memberikan
reaksi negative pada test Coomb, yang menandakan bahwa ibu
kemungkinan belum membentuk factor Rh.
Bila diputuskan bahwa ibu merupakan calon RhoGam, (1) ia
harus menandatangani informed consent, (2) dipesankan RhoGam
dari laboratorium, (3) dilakukan test kompattibilitas, dan (4)
RhoGam dikirimkan ke unit postpartum untuk diberikan. Dalam
memberikan RhoGam, perawat harus mengikuti beberapa hal
penting seperti halnya pada pemberian darah lengkap. Dua orang
perawat memeriksa ulang nama pasien dan nomor identitas pada
vial RhoGam mencocokkannya dengan kertas dari laboratorium.
RhoGam disuntikkan secara intramuscular, biasanya ke dalam
bokong. Jarang terjadi reaksi, tetapi tempat suntikan diperiksa
untuk melihat adanya tanda-tanda inflamasi local, tanda-tanda
vital diperiksa paling tidak dua kali selama periode 4 jam
berikutnya.
20. Hubungan seksual
Hubungan seksual dapat dilakukan dengan aman ketika luka
episiotomy telah sembuh dan keluaran lokea telah terhenti.
Karena tingkat estrogen yang rendah dalam seminggu setelah
melahirkan, sel-sel pensekresi dalam vagina mungkin hanya
membentuk sedikit pelumas alamiah. Oleh karenanya,
penggunaan lubrikan dapat sangat membantu. Beberapa wanita
mengalami “let-down” ASI sebagai respon terhadap orgame
seksual. Mereka juga mungkin merasakan rangsangan seksual
pada saat menyusui. Respons fisiologis ini dapat menekan pasien
kecuali mereka memahami bahwa hal tersebut adalah normal.
21. Menstruasi dan ovulasi
Pada ibu tak menyusui, menstruasi mulai pada minggu ke 6
sampai ke 8 setelah melahirkan. Ovulasi mungkin saja terjadi
pada saat itu. Oleh karenanya mungkin saja terjadi konsepsi. Pada
ibu menyusui mungkin belum akan mendapat menstruasi sampai
3 bulan atau lebih setelah melahirkan. Pembentukan prolaktin
yang berlanjut dapat menghambat pelepasan follicle stimulating
hormone (FSH) dari kelenjar pituitary dan memperlambat
ovulasi. Namun demikian, FSH mungkin tidak dihambat dan
ovulasi dapat terjadi. Untuk alasan ini, menyusui bukan
merupakan kontrasepsi yang dapat diandalkan. Bila abstinence
tidak memungkinkan dan kehamilan lainnya merupakan hal yang
tidak diinginkan, salah satu jenis kontrasepsi harus digunakan.
22. Emosi
Respons emosi pada wanita terhadap kehamilan, persalinan, dan
purpurium telah didiskusikan pada Bab 4. Seperti yang telah
dijelaskan, ketika saat-saat kelahiran telah dekat, wanita
mengalami peningkatan kegembiraan, mencapai klimaks dengan
kelahira bayi. Seringkali emosi yang tiinggi menurun dengan
cepat setelah kelahiran. Tingkat esterogen dan progesterone
dalam tubuh turun. Pasien keletihan karena persalinan, dan
mereka mengalami nyeri perineum, pembengkakan payudara, dan
afterpain. Mereka merasa sangat tertekan dan mungkin menangis
untuk hal-hal yang mereka tidak pahami. Depresi ini disebut
postpartum blues.
Perawat menenangkan ibu dengan menjelaskan penyebab fisik
dari depresi postpartum. Mereka meyakinkan ibu bahwa depresi
seperti itu adalah hal yang umum dan segera akan menghilang,
sama seperti halnya rasa tidak nyaman lainnya pada melahirkan.
Perasaan bahagia dan harapan mereka akan kembali seperti
sebelum melahirkan.
23. Parenting
Pengkajian awal tentang interaksi antara orang tua dan bayinya
ditegakkan diruang persalinan. Proses penegasan ini disebut
bonding, terjadi saat ibu dan ayah menerima dan mengenali
bayinya. Reaksi yang sangat positif termasuk berbicara pada bayi,
tersenyum, memeluk, meneliti, dan memberikan tanda positif
tentang bayinya. Reaksi yang sangat negative termasuk sedikit
melihat dan menggendong bayi, menjadi apatis, dan memberikan
tanda tidak baik pada bayinya. Bila orang tua merasakan positif
pada bayinya, sepertinya mereka akan lebih banyak mendapat
keterampilan dalam perawatan anak dan sedikit kemungkinan
untuk memperlakukan anak dengan salah atau melalaikan bayi di
saat mendatang.
Menurut beberapa peneliti, menerima peran sebagai orang tua
adalah suatu proses yang terjadi dalam tiga tahap : (1)
ketergantungan, (2) ketergantungan-ketidaktergantungan, dan (3)
saling ketergantungan.
Tahap 1: ketergantungan. Bagi beberapa ibu baru tahap ini
terjadi pada hari ke-1 dan ke-2 setelah melahirkan. Rubin (1961)
menjelaskan bahwa hari tersebut merupakan fase “taking-in”
(menerima), waktu dimana ibu membutuhkan perlindungan dan
pelayanan. Ia memfokuskan energinya pada bayinya yang baru. Ia
mungkin selalu membicarakan pengalaman melahirkannya
berulan-ulang, “taking-in” merupakan fakta bagi perannya yang
baru. Preokupasi ini mempersempit persepsinya dan mengurangi
kemampuannya untuk berkonsentrasi pada informasi baru.
Perawat mungkin harus mengulang-ulang instruksi yang berikan
pada tahap ini.
Tahap 2: Ketergantungan-ketidaktergantungan. Tahap kedua
mulai pda sekitar hari keyiga setelah melahirkan dan berakhir
pada minggu ke-4 sampai ke-5. Rubin menyebutnya sebagai fase
‘takinghold’. Sampai hari ketiga ibu siap untuk menerima peran
barunya dan belajar tentang semua hal-hal baru. Namun
demikian, tubuhnya mengalami perubahan yang sangat
signifikan. Sebagai akibat pengaruh hormonal yang sangat kuat,
keluarlah ASI. Uterus dan perineum terus dalam proses
penyembuhan. Pasien menjadi keletihan. Ketika ia kembali ke
rumah, ia mungkin merasakannya lebih buruk lagi.
Selama fase ini system pendukung menjadi sangat bernilai bagi
ibu muda yang membutuhkan sumber informasi dan
penyembuhan fisik sehingga ia dapat istirahat dengan baik.
Mekanisme pertahanan diri pasien merupakan sumber penting
selama fase ini karena postpartum blues merupakan hal yang
biasa terjadi. Layanan kunjungan rumah oleh perawat sangat
dianjurkan, terutama bagi ibu muda.
Tahap 3: saling ketergantungan. Dimulai sekitar minggu ke-5
sampai ke-6 setelah kelahiran, system keluarga telah
menyesuaikan diri dengan anggotanya yang baru. Tubuh pasien
telah sembuh, perasaan rutinnya telah kembali, dan kegiatan
hubungan seksualnya telah dilakukan kembali. Keluarga besar
(extended family) dan teman-teman, walaupun sangat membantu
sebagai sistem yang memberikan dukungan pada awalnya, tidak
lagi turut campur dalam interaksi keluarga, dan kegiatan sehari-
hari telah kembali dilakukan. Secara fisik ibu mamp[u menerima
tanggung jawab normal dan tidak lagi menerima “peran sakit”.
Tahap saling ketergantungan ini berlanjut terus sampai terganggu
oleh periode ketergantungan lain.
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
Adapun pengkajian pada pasien pasca persalinan menurut Bobak (2005),
meliputi:
1. Pengkajian data dasar klien
Tinjau ulang catatan prenatal dan intraoperatif dan adanya indikasi untuk
kelainan abnormal. Sedangkan cara pengumpulan data meliputi observasi,
wawancara, pemeriksaan fisik melalui inspeksi, palpasi, auskultasi dan
perkusi.
a. Identitas klien
1) Identitas klien meliputi: nama, usia, status perkawinan,
pekerjaan, agama, pendidikan, suku, bahasa yang
digunakan, sumber biaya, alamat rumah.
2) Identitas suami meliputi: nama suami, usia, pekerjaan,
agama, pendidikan, suku.
b. Riwayat keperawatan
1) Riwayat kesehatan
Data yang perlu dikaji antara lain: keluhan utama saat
masuk rumah sakit, faktor- faktor yang mungkin
mempengaruhi, adapun yang berkaitan dengan diagnose
yang perlu dikaji adalah peningkatan tekanan darah,
eliminasi, mual atau muntah, penambahan berat badan,
edeme, pusing, sakit kepala, diplopia, nyeri epigastrik.
2) Riwayat kehamilan
Informasi yang dibutuhkan adalah para dan gravida,
kehamilan yang direncanakan, masalah saat hamil atau
antenatalcare (ANC) dan imunisasi yang diberikan pada ibu
selama hamil.
3) Riwayat melahirkan
Data yang harus dikaji adalah tanggal melahirkan, lamanya
persalinan, posisi fetus, tipe melahirkan, analgesic, masalah
selama melahirkan jahitan pada perineum dan perdarahan.
4) Data bayi
Data yang harus dikaji meliputi jenis kelamin, dan berat
badan bayi. Kesulitan melahirkan, apgar score, untuk
menyusui atau pemberian susu formula dan kelainan
congenital yang tampak pada saat dilakukan pengkajian.
5) Pengkajian masa nifas atau post partum pengkajian yang
dilakukan meliputi keadaan umum. Tingkat aktivitas
setelah melahirkan, gambaran lochea, keadaan perineum,
abdomen, payudara, episiotomy, kebersihan menyusui dan
respon orang terhadap bayi.
c. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan pada ibu masa nifas atau pasca
partum yaitu:
1) Rambut
Kaji kekuatan rambut klien karena sebab diet yang baik
selama masa hamil mempunyai rambut yang kuat dan
segar.
2) Muka
Kaji adanya edema pada muka yang dimanifestasikan
dengan kelopak mata yang bengkak atau lipatan kelopak
mata bawah menonjol.
3) Mata
Kaji warna konjungtiva bila berwarna merah dan basah
berarti normal, sedangkan pucat berarti ibu mengalami
anemia, jika konjungtiva kering maka ibu mengalami
dehidrasi
4) Payudara
Kaji pembesaran, ukuran, bentuk, konsistensi, warna
payudara dan kaji kondisi putting, kebersihan putting,
adanya Asi.
5) Uterus
Inspeksi bentuk perut ibu mengalami adanya distensi pada
perut, palpasi juga tinggi fundus uterus, konsistensi serta
kontraksi uterus.
6) Lochea
Kaji lochea yang meliputi karakter, jumlah warna, bekuan
darah yang keluar dan baunya.
7) Sistem perkemihan
Kaji kandung kemih dengan palpasi dan perkusi untuk
menentukan adanya distensi pada kandung kemih yang
dilakukan pada abdomen bagian bawah.
8) Perineum
Pengkajian dilakukan pada ibu dengan menempatkan ibu
pada posisi sinus inspeksi adanya tanda- tanda “REEDA”
(rednes atau kemerahan, echymosis atau perdarahan bawah
kulit, edeme atau bengkak, discharge atau perubahan
lochea, approximation atau pertauatan jaringan).
9) Ektremitas bawah
Ektremitas atas dan bawah dapat bergerak bebas, kadang
ditemukan oedema, varises pada tungkai kaki, ada atau
tidaknya tromboflebitis karena penurunan aktivitas dan
reflek patella baik.
10) Tanda- tanda vital
Kaji tanda- tanda meliputi suhu, nadi, pernafasan dan
tekanan darah selama 24 jam pertama masa nifas atau pasca
partum.
d. Pemeriksaan penunjang
1) jumlah darah lengkap hemoglobin atau hematokrit (Hb/
Ht): mengkaji perubahan kadar pra operasi dan
mengevaluasi efek dari kehilangan darah pada
pembedahan.
2) Urinalis: kultur urine, darah, vaginal, dan lochea,
pemeriksaan tambahan didasarkan pada kebutuhan
individual.
3.2 Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang khas bagi pasien pada tahap pemulihan post
partum adalah :
1. Potensial terjadinya infeksi berhubungan dengan penyembuhan jaringan
belum terjadi dan involusi uteri.
2. Potensial kurangnya perawatan diri.
3. Gangguan rasa nyaman sehubungan dengan afterpain, episiotomy yang belum
sembuh, dan pembengkakan payudara.
4. Gangguan eliminasi usus atau kandung kemih sehubungan dengan
ketidaknyamanan post partum.
5. Gangguan tidur sehubungan dengan ketidaknyamanan dan jadwal nyaman
makan bayi.
6. Potensial pecahnya putting susu dan mastitis sehunbungan dengan kegiatan
menyusui.
7. Gangguan aktivitas sehubungan dengan episiotomy dan afterpain.
8. Potensial thrombosis sehubungan dengan hemostasis.
9. Potensial kurangnya pengetahuan mengenai susu, hubungan seksual,
kontrasepsi, dan penggunaan sumber-sumber komunitas.
10. Depresi sehubungan dengan tingkat hormone, tidak nyaman, dan syok post
traumatic.
3.3 Intervensi Keperawatan
Diagnosa
keperawata
n
Tujuan dan
Kriteria Hasil
Rencana Intervensi Rasional
Nyeri akut
b/d agen
injury fisik
(peregangan
perineum;
luka
episiotomy;
involusi
uteri;
hemoroid;
pembengkak
an payudara).
NOC :
Pain level
Pain control
Comfort
level
Setelah
dilakukan askep
selama …x24
jam, diharapkan
nyeri berkurang
kriteria Hasil :
Mampu
mengontrol
nyeri (tahu
penyebab
nyeri,
mampu
menggunak
an tehnik
nonfarmako
logi untuk
mengurangi
nyeri,
mencari
bantuan)
Melaporkan
Pain Management
Lakukan
pengkajian nyeri
secara
komprehensif
termasuk lokasi,
karakteristik,
durasi, frekuensi,
kualitas dan
faktor presipitasi
(PQRST)
Observasi reaksi
non verbal dari
ketidaknyamana
n
Gunakan teknik
komunikasi
terpeutik untuk
mengetahui
pengalaman
nyeri pasien
Ajarkan tentang
teknik non
farmakologi
Mengetahui tingkat
pengalaman klien
dan tindakan
keperawatan yang
akan dilakukan
untuk mengurangi
nyeri
Reaksi terhadap
nyeri biasanya
ditunjukkan dengan
reaksi non verbal
tanpa disengaja
Mengetahui
pengalaman nyeri
Penanganan nyeri
tidak selamanya
diberikan obat.
Nafas dalam dapat
membantu
mengurangi tingkat
bahwa nyeri
berkurang
dengan
menggunak
an
manajemen
nyeri
Mampu
mengenali
nyeri (skala,
intensitas,
frekuensi,
dan tanda
nyeri)
Menyatakan
rasa
nyaman
setelah
nyeri
berkurang
Tanda vital
dalam
rentang
normal TD :
120- 140
/80- 90
mmHg
Evaluasi
keefektifan
kontrol nyeri
Motivasi untuk
meningkatkan
asupan nutrisi
yang bergizi
Tingkatkan
istirahat
Latih mobilisasi
miring kanan
miring kiri jika
kondisi klien
mulai membaik
Kaji kontraksi
uterus, proses
involusi uteri
Anjurkan pasien
untuk
membasahi
perineum dengan
air hangat
sebelum
berkemih
Anjurkan dan
latih pasien cara
merawat
nyeri
Mengetahui
keefektifan kontrol
nyeri
Mengurangi rasa
nyeri menentukan
intervensi
keperawatan sesuai
skala nyeri
Mengidentifikasi
penyimpangan dan
kemajuan
berdasarkan
involusi nyeri
Mengurangi
ketegangan pada
luka perineum
Melatih ibu
mengurangi
bendungan ASI dan
memperlancar
pengeluaran ASI
payudara secara
teratur
Jelaskan pada
ibu tentang
teknik merawat
uka perineum
dan mengganti
PAD secara
teratur setiap 3
kali sehari atau
setiap kali
lochea keluar
banyak
Kolaborasi
dokter tentang
pemberian
analgesik
Mencegah infeksi
dan kontrol nyeri
pada luka perineum
Mengurangi
intensitas nyeri
dengan menekan
rangsang nyeri
pada nosiseptor
Resiko
deficit
volume
cairan b/d
pengeluaran
yang
berlebihan;
perdarahan;
dieresis;
keringat
berlebihan
Fluid balance
Hydration
Setelah
dilakukan
askep selama
…x 24 jam,
pasien dapat
mendemonstr
asikan status
cairan
membaik
Kriteria
evaluasi: tak
ada
Fluid management
Obs tanda- tanda
vital setiap 4 jam
Obs warna urine
Status umum
setiap 8 jam
Pertahankan
catatan intake
dan output yang
akurat
Monitor status
hidrasi
(kelembaban
membrane
Mengidentifikasi
penyimpangan
indikasi kemajuan
atau
penyimpangan
dari hasil yang
diharapkan
Memenuhi
kebutuhan cairan
tubuh klien
Menjaga status
balance cairan
klien
Memenuhi
manifestasi
dehidrasi,
resolusi
oedema,
haluaran
urine di atas
30 ml/jam,
kulit kenyal/
turgor kulit
baik.
mukosa, nadi
adekuat, tekanan
darah ortostatik),
jika diperlukan
Monitor
masukan
makanan/ cairan
dan hitung
intake kalori
harian
Lakukan terapi
IV
Berikan cairan
Dorong masukan
oral
Beritahu dokter
bila: haluaran
urine di < 30
ml/jam, haus,
takikardia,
gelisah, TD di
bawah rentang
normal, urine
gelap atau encer
gelap
Konsultasi
dokter bila
manifestasi
kelebihan cairan
terjadi
Pantau: cairan
kebutuhan cairan
tubuh klien
Memenuhi
kebutuhan cairan
tubuh klien
Temuan- temuan
ini menandakan
hipovolemia dan
perlunya
peningkatan
cairan
Mencegah pasien
jatuh ke dalam
kondisi kelebihan
cairan yang
beresiko
terjadinya oedem
paru
Mengidentifikasi
keseimbangan
masuk dan
cairan keluar
setiap 8 jam
cairan pasien
secara adekuat dan
teratur
Perubahan
pola
eliminasi
BAK
(disuria) b/d
trauma
perineum dan
saluran
kemih
Setelah
dilakukan askep
selama …x 24
jam, pola
eliminasi (BAK)
pasien teratur
Kriteria hasil:
eliminasi BAK
lancer, disuria
tidak ada,
bladder kosong,
keluhan kencing
tidak ada
Kaji haluaran
urine, keluhan
serta keteraturan
pola berkemih
Anjurkan pasien
melakukan
ambulasi dini
Anjurkan pasien
untuk
membasahi
perineum dengan
air hangat
sebelum
berkemih
Anjurkan pasien
untuk berkemih
secara teratur
Anjurkan pasien
untuk minum
2500- 3000
ml/24 jam
Mengidentifikasi
penyimpangan
dalam pola
berkemih pasien
Ambulasi dini
memberikan
rangsangan untuk
pengeluaran urine
dan pengosongan
bladder
Membasahi bladder
dengan air hangat
dapat mengurangi
ketegangan akibat
adanya luka pada
bladder
Menerapkan pola
berkemih secara
teratur akan
melatih
pengosongan
bladder secara
teratur
Minum banyak
mempercepat
filtrasi pada
glomerulus dan
mempercepat
Kolaborasi untuk
melakukan
kateterisasi bila
pasien kesulitan
berkemih
pengeluaran urine
Kateterisasi
membantu
pengeluaran urine
untuk mencegah
stasis urine
Perubahan
pola
eliminasi
BAB
(konstipasi)
b/d
kurangnya
mobilisasi;
diet yang
tidak
seimbang;
trauma
persalinan
Setelah
dilakukan askep
selama …x 24
jam, pola
eliminasi (BAB)
teratur
Kriteria hasil:
pola eliminasi
teratur, feses
lunak dan warna
khas feses, bau
khas feses, tidak
ada kesulitan
BAB, tidak ada
feses bercampur
darah dan lender,
konstipasi tidak
ada
Kaji pola BAB,
kesulitan BAB,
warna, bau,
konsistensi dan
jumlah
Anjurkan
ambulasi dini
Anjurkan pasien
untuk minum
banyak 2500-
3000 ml/24 jam
Kaji bising usus
setiap 8 jam
Pantau berat
badan setiap hari
Mengidentifikasi
penyimpangan
serta kamajuan
dalam pola
eliminasi (BAB)
Ambulasi dini
merangsang
pengosongan
rectum secara lebih
cepat
Cairan dalam
jumlah cukup
mencegah
terjadinya
penyerapan cairan
dalam rectum yang
dapat
menyebabkan feses
menjadi keras
Bising usus
mengidentifikasika
n pencernaan
dalam kondisi baik
Mengidentifikasi
adanya penurunan
Anjurkan pasien
makan banyak
serat seperti
buah- buahan
dan sayur-
sayuran hijau
BB secara dini
Meningkatkan
pengosongan feses
dalam rektum
Gangguan
pemenuhan
ADL b/d
immobilisasi;
kelemahan
Setelah
dilakukan askep
selama …x 24
jam, ADL dan
kebutuhan
beraktifitas
pasien terpenuhi
secara adekuat.
Kriteria hasil:
Menunjukkan
peningkatan
dalam
beraktifitas
Kelemahan dan
kelelahan
berkurang
Kebutuhan ADL
terpenuhi secara
mandiri atau
tanpa bantuan
Frekuensi
jantung/ irama
dan TD dalam
batas normal
Kulit hangat,
Kaji toleransi
pasien terhadap
aktifitas
menggunakan
parameter
berikut: nadi
20/mnt di atas
frek nadi
istirahat, catat
peningkatan TD,
dispneu, nyeri
dada, kelelahan
berat,
kelemahan,
berkeringat,
pusing atau
pingsan
Tingkatkan
istirahat, batasi
aktifitas pada
dasar nyeri/
respon
hemodinamik,
berikan aktifitas
senggang yang
Parameter
menunjukkan
respon fisiologis
pasien terhadap
stres aktifitas dan
indikator derajat
pengaruh kelebihan
kerja jantung
Menurunkan kerja
miokard/ konsumsi
oksigen,
menurunkan resiko
komplikasi
Stabilitas fisiologis
merah muda dan
kering.
tidak berat
Kaji kesiapan
untuk
meningkatkan
aktifitas contoh:
penurunan
kelemahan/
kelelahan, TD
stabil/ frek nadi,
peningkatan
perhatian pada
aktifitas dan
perawatan diri
Dorong
memajukan
aktifitas/
toleransi
perawatan diri
Anjurkan
keluarga untuk
membantu
pemenuhan
kebutuhan ADL
pasien
Jelaskan pola
peningkatan
bertahap dari
aktifitas, contoh:
posisi duduk di
tempat tidur bila
tidak tidak
pada istirahat
penting untuk
menunjukkan
tingkat aktifitas
individu
Konsumsi oksigen
miokardia selama
berbagai aktifitas
dapat
meningkatkan
jumlah oksigen
yang ada.
Kemajuan aktifitas
bertahap mencegah
peningkatan tiba-
tiba pada kerja
jantung
Teknik
penghematan
energi menurunkan
penggunaan energi
dan membantu
keseimbangan
suplai dan
kebutuhan oksigen
Aktifitas yang maju
memberikan
kontrol jantung,
meningkatkan
regangan dan
mencegah aktifitas
pusing dan tidak
ada nyeri,
bangun dari
tempat tidur,
belajar berdiri
dst
berlebihan
Resiko
infeksi b/d
trauma jalan
lahir
Setelah
dilakukan askep
selama …x 24
jam, infeksi tidak
terjadi.
Kriteria hasil:
tanda infeksi
tidak ada, luka
episiotomy
kering dan
bersih, takut
berkemih dan
BAB tidak ada
Pantau: vital
sign, tanda
infeksi
Kaji pengeluaran
lochea, warna,
baud an jumlah
Anjurkan pasien
membasuh vulva
setiap habis
berkemih dengan
cara yang benar
dan mengganti
PAD setiap 3
kali perhari atau
setiap kali
pengeluaran
lochea banyak
Pertahankan
teknik septic
dalam merawat
pasien (merawat
luka perineum,
merawat
Mengidentifikasi
penyimpangan dan
kemajuan sesuai
intervensi yeng
dilakukan
Mengidentifikasi
kelainan
pengeluaran lochea
secara dini
Keadaan luka
perineum
berdekatan dengan
daerah basah
mengakibatkan
kecenderungan
luka untuk selalu
kotor dan mudah
terkena infeksi
Mencegah infeksi
secara dini
Mencegah
kontaminasi silang
terhadap infeksi
payudara,
merawat bayi).
Resiko
gangguan
proses
parenting b/d
kurangnya
pengetahuan
tentang cara
merawat bayi
Setelah
dilakukan askep
selama …x 24
jam, gangguan
proses parenting
tidak ada.
Kriteria hasil:
ibu dapat
merawat bayi
secar mandiri
(memandikan,
menyusui).
Beri kesempatan
ibu untuk
melakukan
perawatan bayi
secara mandiri
Libatkan suami
dalam perawatan
bayi
Latih ibu untuk
perawatan
payudara secara
mandiri dan
teratur
Motivasi ibu
untuk
meningkatkan
intake cairan dan
diet TKTP
Lakukan rawat
gabung sesegera
mungkin bila
tidak terdapat
Meningkatkan
kemandirian ibu
dalam perawatan
bayi
Keterlibatan bapak/
suami dalam
perawatan bayi
akan membantu
meningkatkan
keterikatan batih
ibu dan bayi
Perawatan
payudara secara
teratur akan
mempertahankan
produksi ASI
secara kontinyu
sehingga
kebutuhan bayi
akan ASI terpenuhi
Meningkatakan
produksi ASI
Meningkatkan
hubungan ibu dan
bayi sedini
mungkin
kolaborasi pada
ibu dan bayi
3.4 Pelaksanaan
Langkah ini merupakan pelaksanaan rencana asuhan penyuluhan pada klien
dan keluarga. Mengarahkan atau melaksanakan rencana asuhan secara efisien dan
aman.
A. Mengobservasi meliputi
1) Keadaan umum
2) Kesadaran
3) Tanda-tanda vital dengan mengukur (tekanan darah, suhu, nadi, respirasi).
4) Tinggi fundus uteri, kontraksi uterus
5) Menganjurkan ibu untuk segera berkemih karena apabila kandung kencing
penuh akan menghambat proses involusi uteres.
6) Menganjurkan pada ibu untuk mobilisasi dini untuk memperlancar pengeluaran
lochea, memperlancar peredaran darah.
B. Kebersihan Diri
1) Menjaga kebersihan seluruh tubuh terutama daerah genetalia.
2) Mengganti pembalut minimal dua kali sehari atau setiap kali selesai BAK.
C. Istirahat
1) Memberi saran pada ibu untuk cukup tidur siang agar tidur siang agar tidak
terlalu lelah.
2) Memberi pengertian pada ibu, apabila kurang istirahat dapat menyebabkan
produksi ASI berkurang, proses invousi berjalan lambat sehingga dapat
menyebabkan perdarahan.
3) Menganjurkan pada ibu untuk kembali mengerjakan pekerjaan sehari-hari.
D. Gizi
1) Mengkonsumsi makanan yang bergizi, bermutu dan cukup kalori, sebaiknya ibu
makan makanan yang mengandung protein, vitamin dan mineral.
2) Minum sedikitnya 3 liter air sehari atau segelas sehabis menyusui.
3) Minum tablet Fe/zat besi selama 40 hari pasca persalinan.
4) Minum vitamin A (200.000 unit) agar dapat memberikan vitamin A kepada
bayinya melalui ASI.
E. Perawatan Payudara
1) Menjaga kebersihan payudara
2) Memberi ASI eksklusif sampai bayi umur 6 bulan.
F. Hubungan Seksual
Memberi pengertian hubungan seksual kapan boleh dilakukan.
G. Keluarga Berencana
Menganjurkan pada ibu untuk segera mengikuti KB setelah masa nifas terlewati
sesuai dengan keinginan
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Masa nifas (puerperium) adalah masa yang dimulai setelah plasenta keluar
dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan semula (sebelum
hamil). Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu. Wanita yang melalui
periode puerperium disebut puerpura. (Nifas) berlangsung selama 6 minggu atau
42 hari, merupakan waktu yang diperlukan untuk pulihnya alat kandungan pada
keadaan yang normal (Ambarwati, 2009).
Masa nifas dibagi menjadi 3 tahap, yaitu puerperium dini, puerperium
intermedial, dan remote puerperium (Ambarwati, 2009).
1. Puerperium dini
2. Puerperium intermedial
3. Remote puerperium
4.2 Saran
Dengan adanya makalah ini kami sebagai penulis berharap makalah ini
bermanfaat bagi pembaca dan dapat menambah wawasan bagi pembaca
khususnya untuk lebih meningkatkan pengetahuan SDM terhadap masalah
keperawatan pada ibu nifas.
DAFTAR PUSTAKA
Ambarwati, Any Retna dan Diah Wulandari. 2009. Asuhan Kebidanan NIFAS.
Jogjakarta: MITRA CENDIKIA Press
Hadijono, Soerjo. 2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Bina Pustaka
Hamilton, Persis Mary. 1995. Dasar-dasar Keperawatan Maternitas Edisi 6. Jakarta:
EGC
Mc Closky & Bulechek. 2005. Nursing Intervention Classification (NIC). United States
of America: Mosby
Meidian, JM. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC). United States of America:
Mosby
Saleha, S. 2009. Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas. Jakarta: Salemba Medika
Suherni, dkk. 2009 . Perawatan Masa Nifas. Jogjakarta: Fitramaya