kelompok 7 ( b. indah).docx

71
MAKALAH KEPERAWATAN MATERNITAS ASUHAN KEPERAWATAN PADA IBU NIFAS Oleh: KELOMPOK 7 1. NUR FITRIYATUL M. ( 201511007 ) 2. RENY NUR ERAWATI ( 201511020 ) 3. ANDI KUNCORO 4. LILIS ANDRIYATI ( 201511033 ) ( 201511044 )

Upload: ilhamyuandoko

Post on 29-Jan-2016

227 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Kelompok 7 ( B. Indah).docx

MAKALAH

KEPERAWATAN MATERNITAS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA IBU NIFAS

Oleh:

KELOMPOK 7

1. NUR FITRIYATUL M. ( 201511007 )

2. RENY NUR ERAWATI ( 201511020 )

3. ANDI KUNCORO

4. LILIS ANDRIYATI

( 201511033 )

( 201511044 )

STIKES BINA SEHAT PPNI MOJOKERTO

PROGRAM NON REGULER S1 KEPERAWATAN

2015

Page 2: Kelompok 7 ( B. Indah).docx

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik

dan hidayahnya kepada penyusun, sehingga penyusun dapat menyelesaikan

makalah ini. Shalawat dan salam tercurah selalu kepada junjunan kita Nabi

Muhammad SAW, pada keluarganya, sahabatnya dan kita selaku umatnya yang

senantiasa mengikuti ajarannya. Amin.

Makalah ini berjudul Asuhan Keperawatan pada ibu nifas. Makalah ini

dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Maternitas yang

diberikan oleh Ibu Indah Lestari, S.Kep, Ns., M.Kes.

Penyusun mengucapkan banyak terima kasih kepada semua anggota

kelompok yang sudah mengerjakan tugasnya dengan baik, tanpa ada kerja sama

yang baik diantara kami pasti makalah ini tidak akan selesai.

Penyusun menyadari dalam pembuatan makalah ini masih banyak

kekurangan, oleh karena itu dengan segala kerendahan hati penyusun

mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak demi kesempurnaan makalah ini.

Insya Allah makalah ini bermanfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi

semuanya.

Mojokerto, 18 November 2015

Penulis

Page 3: Kelompok 7 ( B. Indah).docx

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................ i

DAFTAR ISI ............................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ................................................................................ 2

1.3 Tujuan Penulisan .................................................................................. 2

1.4 Manfaat Penulisan ................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian ............................................................................................. 3

2.2 Tujuan ................................................................................................... 4

2.3 Tahap....................................................................................................... 4

2.4 Perubahan masa nifas ........................................................................... 5

2.5 Patofisiologi.......................................................................................... 8

2.6 Komplikasi masa nifas.......................................................................... 9

2.7 Hal yang harus diperhatikan pada masa nifas....................................... 11

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian............................................................................................. 26

3.2 diagnosa ................................................................................................ 29

3.3 intervensi keperawatan.......................................................................... 30

BAB IV PENUTUP

4.1 Simpulan................................................................................................ 42

4.2 Saran...................................................................................................... 42

DAFTAR PUSTAKA

Page 4: Kelompok 7 ( B. Indah).docx

BAB  1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu indikator untuk menentukan derajat kesehatan suatu bangsa

ditandai dengan tinggi rendahnya angka kematian ibu dan bayi. Selama 15

tahun, angka kematian ibu dan bayi di Indonesia mengalami penurunan yang

lebih lambat dari yang diharapkan. Angka kematian ibu (AKI) menurun dari

390 per 100.000 kelahiran hidup di 1994 menjadi 228/100.000 di 2010. AKB

menurun dari 30 per 1000 kelahiran hidup di 1994 menjadi 19/1000 di 2007.

Masa nifas merupakan hal paling penting untuk diperhatikan guna menurunkan

angka kematian ibu dan bayi.

Masa nifas atau puerperium dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir

ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas

berlangsung kira-kira selama 6 minggu. Pada beberapa jam setelah bayi

dilahirkan dan plasenta di keluarkan adalah masa-masa perhatian dimana

seorang ibu perlu benar-benar dipantau keadaannya. Karena pada saat-saat itu

bisa terjadi masalah seperti adanya perdarahan dan juga infeksi akibat masuknya

bakteri atau kuman di tempat bekas jahitan akibat proses kelahiran

Masa nifas merupakan masa yang rawan bagi ibu, sekitar 60% kematian ibu

terjadi setelah melahirkan dan hampir 50% dari kematian pada masa nifas

terjadi pada 24 jam pertama setelah persalinan, diantaranya disebabkan oleh

adanya komplikasi masa nifas. Selama ini perdarahan pasca persalinan

merupakan penyebab kematian ibu, namun dengan meningkatnya persediaan

darah dan system rujukan, maka infeksi menjadi lebih menonjol sebagai

penyebab kematian dan mordibitas ibu (Saleha,2009).

Pada masa nifas ibu juga sering kali mengalami depresi. Sebagai perempuan

mengganggap bahwa masa- masa setelah melahirkan adalah masa- masa sulit

yang akan menyebabkan mereka mengalami tekanan secara emosional. Untuk

itu dukungan dari keluarga sangat diperlukan untuk mempercepat kesembuhan

dari depresi yang dialami oleh ibu.

Page 5: Kelompok 7 ( B. Indah).docx

Berdasarkan uraian di atas penulis tergerak untuk membuat makalah dengan

judul “Asuhan Keperawatan Pada Ibu Nifas”.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana memberikan Asuhan Keperawatan pada ibu nifas?

1.3 Tujuan

Mahasiswa mampu mengetahui Asuhan Keperawatan yang harus dilakukan pada

ibu nifas.

1.4 Manfaat

1.4.1 Manfaat Teoritis

Dapat menambah pengetahuan pembaca tentang bagaimana cara memberikan

asuhan keperawatan pada ibu post partum.

1.4.2 Manfaat Praktis

Mahasiswa dapat mengaplikasikan dan mempraktekan asuhan keperawatan pada

ibu nifas dengan perdarahan dan infeksi.

Page 6: Kelompok 7 ( B. Indah).docx

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian

Masa nifas (puerperium) adalah masa yang dimulai setelah plasenta

keluar dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan

semula (sebelum hamil). Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu.

Wanita yang melalui periode puerperium disebut puerpura. (Nifas)

berlangsung selama 6 minggu atau 42 hari, merupakan waktu yang

diperlukan untuk pulihnya alat kandungan pada keadaan yang normal

(Ambarwati, 2009).

Masa nifas adalah masa sesudah persalinan, setelah lahirnya janin dan

plasenta dan alat- alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil

dengan waktu kurang lebih 6 minggu (Saleha,2009).

Masa nifas atau puerperium adalah dimulai sejak 1 jam setelah

lahirnya plasenta sampai dengan 6 minggu (42 hari) setelah hari itu

(Hadijono, 2008)

Selama masa pemulihan tersebut berlangsung, ibu akan mengalami

banyak perubahan, baik secara fisik maupun psikologis sebenarnya sebagian

besar bersifat fisiologis, namun jika tidakdilakukan pendampingan melalui

asuhan kebidanan maka tidak menutup kemungkinan akan terjadi keadaan

patologis.

Masa ini merupakan masa yang cukup penting bagi tenaga kesehatan

untuk selalu melakukan pemantauan karena pelaksanaan yang kurang

maksimal dapat menyebabkan ibu mengalami berbagai masalah, bahkan

dapat berlanjut pada komplikasi masa nifas, seperti sepsis puerperalis. Jika

ditinjau dari penyebab kematian terbanyak para ibu, infeksi merupakan

penyebab kematian terbanyak nomor dua setelah perdarahan sehingga sangat

tepat jika para tenaga kesehatan memberikan perhatian yang tinggi pada masa

ini. Adanya permasalahan pada ibu akan berimbas juga kepada kesejahteraan

bayi yang dilahirkannya karena bayi tersebut tidakakan mendapatkan

Page 7: Kelompok 7 ( B. Indah).docx

perawatan maksimal dari ibunya. Dengan demikian, angka morbiditas dan

mortalitas bayi pun akan meningkat.

2.2 Tujuan Asuhan Masa Nifas

Asuhan masa nifas diperlukan dalam periode ini, karena merupakan

masa kritis baik ibu maupun bayinya. Diperkirakan 60% kematian ibu akibat

kehamilan terjadi setelah persalinan dan 50% kematian masa nifas terjadi

dalam 24 jam pertama.

Masa neonatus merupakan masa kritis bagi kehidupan bayi, 2/3

kematian bayi terjadi dalam 4 minggu setelah persalinan dan 60% kematian

BBL terjadi dalam waktu 7 hari setelah lahir. Dengan pemantauan melekat

dan asuhan pada ibu dan bayi pada masa nifas dapat mencegah beberapa

kematian ini. Adapun tujuan Asuhan masa nifas normal yaitu:

1. Membantu ibu dan pasangannya selama masa transisi awal mengasuh

anak

2. Menjaga kesehatan ibu dan bayi baik fisik maupun psikologisnya

3. Melaksanakan pemeriksaan yang komprehensif, mendeteksi masalah,

mengobati/merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu dan bayinya

4. Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan diri,

nutrisi, KB, menyusui, pemberian imunisasi dan perawatan bayi sehat

5. Memberikan pelayanan keluarga berencana

2.3 Tahap Masa Nifas

Masa nifas dibagi menjadi 3 tahap, yaitu puerperium dini, puerperium

intermedial, dan remote puerperium (Ambarwati, 2009).

a. Puerperium dini

Puerperium dini merupakan masa kepulihan, yang dalam hal ini ibu telah

diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan. Dalam agama islam, dianggap

bersih dan boleh bekerja setelah 40 hari.

b. Puerperium intermedial

Page 8: Kelompok 7 ( B. Indah).docx

Puerperium intermedial merupakan masa kepulihan menyeluruh alat-alat

genitalia, yang lamanya sekitar 6-8 minggu

c. Remote puerperium

Remote puerperium merupakan masa yang diperlukan untuk pulih dan

sehat sempurna, terutama bila selama hamil atau waktu persalinan

mempunyai komplikasi. Waktu untuk sehat sempurna dapat berlangsung

selama berminggu-minggu, bulanan, bahkan tahunan.

2.4 Perubahan Masa Nifas

Selama menjalani masa nifas, ibu mengalami perubahan yang bersifat

fisiologis yang meliputi perubahan fisik dan psikologik, yaitu:

1. Perubahan fisik

a. Involusi

Involusi adalah perubahan yang merupakan proses kembalinya

alat kandungan atau uterus dan jalan lahir setelah bayi dilahirkan

hingga mencapai keadaan seperti sebelum hamil.

Proses involusi terjadi  karena adanya:

Autolysis yaitu penghancuran jaringan otot-otot uterus yang tumbuh

karena adanya hiperplasi, dan jaringan otot yang membesar menjadi

lebih panjang sepuluh kali dan menjadi lima kali lebih tebal dari

sewaktu masa hamil akan susut kembali mencapai keadaan semula.

Penghancuran jaringan tersebut akan diserap oleh darah kemudian

dikeluarkan oleh ginjal yang menyebabkan ibu mengalami beser

kencing setelah melahirkan.

Aktifitas otot-otot yaitu adanya kontrasi dan retraksi dari otot-

otot setelah anak lahir yang diperlukan untuk menjepit pembuluh

darah yang pecah karena adanya pelepasan plasenta dan berguna

untuk mengeluarkan isi uterus yang tidak berguna. Karena kontraksi

dan retraksi menyebabkan terganggunya peredaran darah uterus yang

mengakibatkan jaringan otot kurang zat yang diperlukan sehingga

Page 9: Kelompok 7 ( B. Indah).docx

ukuran jaringan otot menjadi lebih kecil. Ischemia yaitu kekurangan

darah pada uterus yang menyebabkan atropi pada jaringan otot uterus.

Involusi pada alat kandungan meliputi:

1) Uterus

Setelah plasenta lahir uterus merupakan alat yang keras karena

kontraksi dan retraksi otot-ototnya.

2) Perubahan pembuluh darah rahim

Dalam kehamilan, uterus mempunyai banyak pembuluh darah yang

besar, tetapi karena setelah persalinan tidak diperlukan lagi

peredaran darah yang banyak maka arteri harus mengecil lagi

dalam masa nifas.

3) Perubahan pada cervix dan vagina

Beberapa hari setelah persalinan ostium eksternum dapat dilalui

oleh 2 jari, pada akhir minggu pertama dapat dilalui oleh 1 jari saja.

Karena hiperplasi ini dan karena aretraksi dari cervix, robekan

cervix jadi sembuh. Vagina yang sangat diregang waktu persalinan,

lambat laun mencapai ukuran yang normal. Pada minggu ke 3 post

partum ruggae mulai nampak kembali.

2. Perubahan Psikologi

Perubahan psikologi masa nifas menurut Reva-Rubin terbagi menjadi dalam

3 tahap yaitu:

a. Periode Taking In

Periode ini terjadi setelah 1-2 hari dari persalinan. Dalam masa ini terjadi

interaksi dan kontak yang lama antara ayah, ibu dan bayi. Hal ini dapat

dikatakan sebagai psikis honey moon yang tidak memerlukan hal-hal

yang romantis, masing-masing saling memperhatikan bayinya dan

menciptakan hubungan yang baru.

b. Periode Taking Hold

Berlangsung pada hari ke ± 3 sampai ke- 4 post partum. Ibu berusaha

bertanggung jawab terhadap bayinya dengan berusaha untuk menguasai

Page 10: Kelompok 7 ( B. Indah).docx

ketrampilan perawatan bayi. Pada periode ini ibu berkosentrasi pada

pengontrolan fungsi tubuhnya, misalnya buang air kecil atau buang air

besar.

c. Periode Letting Go

Terjadi setelah ibu pulang ke rumah. Pada masa ini ibu mengambil

tanggung jawab terhadap bayi. Sedangkan stres emosional pada ibu nifas

kadang-kadang dikarenakan kekecewaan yang berkaitan dengan mudah

tersinggung dan terluka sehingga nafsu makan dan pola tidur terganggu.

Manifestasi ini disebut dengan post partum blues dimana terjadi pada

hari ke 3-5 post partum.

Page 11: Kelompok 7 ( B. Indah).docx

2.5 Patofisiologi

Kehamilan

Persalinan

Page 12: Kelompok 7 ( B. Indah).docx

2.6 Komplikasi Masa Nifas

a. Perdarahan Per Vagina

1) Hemoragi Post Partum Primer

Yaitu mencakup semua kejadian perdarahan dalam 24 jam setelah

kelahiran. Penyebab:

o Uterus atonik (terjadi karena misalnya: placenta atau selaput

ketuban tertahan).

o Trauma genital (meliputi penyebab spontan dan trauma akibat

penatalaksanaan atau gangguan, misalnya kelahiran yang

menggunakan peralatan termasuk sectio caesaria, episiotomy).

o Koagulasi intravascular diseminata

o Inversi uterus.

2) Hemoragi Post Partum Sekunder

Adalah mencakup semua kejadian Hemoragi Post Partum yang

terjadi antara 24 jam setalah kelahiran bayi dan 6 minggu masa post

partum. Penyebab:

o Fragmen placenta atau selaput ketuban tertahan

o Pelepasan jaringan mati setelah persalinan macet (dapat terjadi

di serviks, vagina, kandung kemih, rectum)

o Terbukanya luka pada uterus (setelah sectio caesaria, rupture

uterus).

b. Infeksi Masa Nifas

Infeksi masa nifas atau sepsis puerperalis adalah infeksi pada traktus

genetalia yang terjadi pada setiap saat antara awitan pecah ketuban

(rupture membrane) atau persalinan dan 42 hari setelah persalinan atau

abortus dimana terdapat dua atau lebih dari hal-hal berikut ini:

1.    Nyeri pelvic

2.    Demam 38,5˚C atau lebih

3.    Nyeri tekan di uterus

4.    Lokea berbau menyengat (busuk)

Page 13: Kelompok 7 ( B. Indah).docx

5.    Terjadi keterlambatan dalam penurunan ukuran uterus

6.    Pada laserasi/luka episiotomy terasa nyeri, bengkak, mengeluarkan

cairan nanah.

Bakteri penyebab sepsis puerperalis:

1.    Streptokokus

2.    Stafilokokus

3.    E. Coli

4.    Clostridium tetani

5.    Clostridium welchi

6.    Clamidia dan gonocokus

Faktor resiko pada sepsis puerperalis:

1. Anemia/kurang gizi

2. Higiene yang buruk

3. Teknik aseptic yang buruk

4. Manipulasi yang sangat banyak pada jalan lahir

5. Adanya jaringan mati pada jalan lahir (akibat kematian janin intra

uteri, fragmen atau membran plasenta yang tertahan, pelepasan

jaringan mati dari dinding vagina setelah persalinan macet).

6. Insersi tangan, instrument, atau pembalut/tampon yang tidak steril

(praktek tradisional juga harus diperiksa).

7. Ketuban pecah lama

8. Pemeriksaan vagina yang sering

9. Kelahiran melalui SC dan tindakan operasi lainnya

10. Laserasi vagina atau laserasi servik yang tidak diperbaiki

11. PMS yang diderita

12. Haemoragi post partum

13. Tidak diimunisasi terhadap tetanus

14. Diabetes mellitus

c. Kelainan Payudara

1. Bendungan air susu

Page 14: Kelompok 7 ( B. Indah).docx

Selama 24 hingga 48 jam pertama sesudah terlihatnya sekresi

lacteal, payudara sering mengalami distensi menjadi keras dan

berbenjol-benjol. Keadaan ini yang disebut dengan bendungan air

susu atau “caked breast”, sering menyebabkan rasa nyeri yang cukup

hebat dan disertai dengan kenaikan suhu. Kelainan tersebut

menggambarkan aliran darah normal yang berlebihan dan

penggembungan limfatik dalam payudara, yang merupakan prekusor

regular untuk terjadinya laktasi. Keadaan ini bukan merupakan

overdestensi system lacteal oleh air susu.

Demam nifas akibat distensi payudara sering terjadi. Roser

(1996) mengamati bahwa 18% wanita normal akan mengalami demam

post partum akibat bendungan air susu. Lamanya panas berkisar dari 4

hingga 16 jam dan suhu tubuhnya berkisar antara 38-39˚C. ditegaskan

bahwa penyebab panas yang lain, khususnya panas yang disebabkan

oleh infeksi harus disingkirkan terlebih dahulu.

2. Mastitis

Inflamasi parenkimatosis glandula mammae merupakan

komplikasi ante partum yang jarang terjadi tetapi kadang-kadang

dijumpai dalam masa nifas dan laktasi.

Gejala mastitis supuratif jarang terlihat sebelum akhir minggu

pertama masa nifas dan umumnya baru ditemukan setelah minggu

ketiga atau ke empat. Bendungan yang mencolok biasanya

mendahului inflamasi dengan keluhan pertamanya berupa menggigil

atau gejala rigor yang sebenarnya, yang segera di ikuti oleh kenaikan

suhu tubuh dan peningkatan frekuensi denyut nadi. Payudara

kemudian menjadi keras serta kemerahan, dan pasien mengeluhkan

rasa nyeri.

2.6 Hal Yang Perlu Diperhatikan

1. Sepsis

Page 15: Kelompok 7 ( B. Indah).docx

Setelah bahaya pertama hemoragi telah lewat, bahaya kedua

adalah infeksi. Sepsis purpural, disebut “child bed fever”. Hal ini masih

merupakan suatu ancaman bagi wanita post partum. Cara yang paling

efektif untuk mencegah infeksi adalah rumah sakit mempertahankan

fasilitas dan peralatan yang bersih, perawatan melakukan teknik aseptic,

dan ibu belajar kebersihan diri yang baik, terutama teknik mencuci

tangan.

Perlawanan terhadap infeksi adalah upaya berkelanjutan yang

membutuhkan partisipasi semua personil rumah sakit. Perabot, lantai,

instrument, dan alat-alat tenun harus bebas dari pathogen. Makanan,

minuman, dan obat-obatan harus asli, sampah-sampah harus dibuang

dengan teknik yang tepat.

Sumber infeksi terbesar bagi ibu postpartum adalah staf, terutama

tangan, hidung, dan mulut mereka. Pada saat bersalin dikenakan gaun

dan sarung tangan steril. Masker wajah membantu mencegah organisme

di udara menginfeksi jalan lahir ibu. Setelah itu, perawat harus terus

menerus mencuci tangannya setelah memberikan asuhan pada setiap

pasien. Karena perhatian terakhir terhadap penyebaran sekresi pathogen,

perawat harus melindungi diri sendiri dari sekresi tubuh sebagaimana

mencegah kontaminasi silang antar pasien.

2. Kebersihan diri

Kebersihan diri ibu membantu mengurangi sumber infeksi dan

meningkatkan perasaan kesejahteraan mereka. Segera setelah mereka

cukup kuat untuk berjalan, bantu ibu untuk mandi. Instruksikan panya

untuk mencuci putting susunya pertama kali, kemudian tubuh, dan

terakhir perineum. Sediakan pakaian dan pembalut yang bersih.

3. Perawatan perineal

Perawatan khusus perineal bagi wanita setelah melahirkan anak

mengurangi rasa ketidaknyamanan, keberhasilan, mencegah infeksi, dan

meningkatkan penyembuhan. Walaupun prosedurnya bervariasi dari satu

Page 16: Kelompok 7 ( B. Indah).docx

rumah sakit ke rumah sakit lainnya, prinsip-prinsip dasarnya adalah

universal, sebagai berikut :

a. Mencegah kontaminasi dari rectum

b. Menangani dengan lembut pada jaringan yang terkena trauma dan

c. Bersihkan semua keluaran yang menjadi sumber bakteri dan bau.

Dengan menerapakan prinsip-prinsip ini prosedur yang

disarankan berikut. Perawat mengajarkan untuk :

1. Mencuci tangan

2. Mengisi botol plastic dengan yang dimiliki dengan air hangat.

3. Buang pembalut yang telah penuh dengan gerakan kebawah

mengarah ke rectum dan letakkan pembalut ke dalam kantung

plastic.

4. Berkemih dan BAB ke toilet.

5. Semprotkan ke seluruh perineum dengan air.

6. Keringkan perineum dengan menggunakan tissue dari depan ke

belakang.

7. Pasang pembalut dari depan ke belakang.

8. Cuci tangan dengan air mengalir.

Perawat menggunakan sarung tangan ketika melakukan

perawatan perineal pada ibu.

4. Mandi berendam

Mandi berendam biasanya sangat berguna karena kehangatan tidak

hanya meningkatkan sirkulasi untuk meningkatkan penyembuhan

tetapi juga melepaskan jaringan untuk meningkatkan rasa nyaman dan

menurunkan edema. Mandi berendam mungkin dilakukan dalam bak

mandi, kursi yang dibentuk dengan khusus, atau unit disposable yang

didekatkan disebelah toilet. Perawat harus memastikan suhu air

sehuingga membuat rasa nyaman yaitu sekirtar 105⁰ F (40,5⁰ C) dan

bahwa pasien telah memiliki lonceng didekatnya. Beberapa peniliti

menganjurkan bahwa mandi berendam dengan air dingin jauh lebih

efektif daripaada mandi berendam dengan air hangat. Berikan

Page 17: Kelompok 7 ( B. Indah).docx

dorongan pada psien untuk melakukan mandi berendam tiga sampai

empat kali sehari selama 20 menit.

5. Penghangatan kering

Penghangatan kering dari cahaya lampu kadang – kadang digunakan

untuk meningkatakan penyembuhan perineal. Perineum harus

dibersihkan terlebih dahulu untuk membuang sekresi. Pasien

berbaring terlentang dengan lutut fleksi dan direnggangkan, dan

lampu diletakkan 20 inci dari perineum. Penghangatan dengan cahaya

lampu biasanya dilakukan 3 kali sehari selama 20 menit.

6. Anestetik topical

Anestetik topical seperti dermoplast aerosol spray atau nupercainal

ointment mungkin digunakan untuk menghilangkan rasa sakit pada

perineum. Pasien dianjurkan untuk mengoleskan obat setelah ia

melakukan mandi berendam atau operawatan perineum. Untuk

menghindari terbakarnya jaringan, anjurkan pasien untuk tidak

menggunakannya sebelum ia melakukan penghangatan dengan cahaya

lampu.

7. Perawatan hemoroid

Beberapa ibu mengalami nyeri hemoroid setelah melahirkan.

Tindakan yang dapat membantu menurunkan nyeri tersebut termasuk

mandi berendam, salep anestetik, supositoria rectal, dan pembalut

hazel. Pasien mungkin dianjurkan untuk memeasukkan hemoroid

yang terdapat diluar rectum kedalam rectum dengan menggunakan jari

tangan yang bersarung. Mereka mungkin akan menemukan bahwa hal

tersebut sangat membantu untuk mempertahankan posisi berbaring

miring atau telentang dan menghindari duduk lama. Berikan dorongan

pada pasien untuk mempertahankan asupan cairan yang adekuat dan

menggunakan pelunak feses untuk lebih memberikan rasa nyaman

ketika terjadi gerakan usus. Hemoroid biasanya akan menghilang

dalam beberapa minggu bila pasien tidak mengalaminyasebelum

kehamilan.

Page 18: Kelompok 7 ( B. Indah).docx

8. Eliminasi

Kebanyakan pasien dapat berkemih secara spontan dalam 8 jam

setelah melahirkan. Selama kehamilan terjadi peningkatan cairan

ekstraseluler 50%. Setelah melahirkan cairan ini dieliminasi sebagai

urin. Mungkin terdapat aseton dalam urin pada pasien yang

mengalami persalinan lama atau mereka yang mengalami dehidrasi.

Ketika laktasi dimulai, mungkin terdapat lactose dalam urin.

Buang  Air Besar (BAB) biasanya tertunda selama 2 sampai 3 hari

setelah melahirkan karena enema prepersalinan, diit cairan, obat-

obatan analgesic selama persalinan, dan perineum yang sangat sakit.

Melakukan kembali kegiatan makan dan ambulasi secara teratur

biasanya cukup membantu untuk mencapai regulasi BAB. Asupan

cairan yang adekuat dan diet tinggi serat sangat dianjurkan. Bagi ibu

menyusui, pelunak feses seperti dokusat atau laksatif bulk yang

beraksi local pada usus lebih disukai daripada makanan laksatif.

9. Involusi uterus

Segera setelah melahirkan ukuran dan konsistensi uterus kira-kira

seperti buah melon kecil dan fundusnya terletak tepat dibawah

umbilicus. Setelah itu tinggi fundus berkurang 1 sampai 2 cm setiap

hari sampai akhir minggu pertama, saat tinggi fundus sejajar dengan

tulang pubis. Sampai minggu keenam normalnya uterus kembali

kebentuknya ketika tidak hamil, yaitu organ kecil berbentuk buah pir

yang terdapat dalam pelvic. Tonus otot uterus dipelihara oleh control

persarafan dan dapat dirangsang dengan masase atau rangsangan

puting. Servik mencapai ukuran semula dalam seminggu setelah

melahirkan dan sampai minggu keenam telah sembuh dan terlihat

seperti crosswise slit pada multipara. Involusi uterus menjadi lambat

bila uterus terinfeksi.

10. Lokea

Lokea adalah keluaran dari uterus setelah melahirkan. Terdiri dari

darah, sel-sel tua, dan bakteri. Lokea pertama kemerahan dan

Page 19: Kelompok 7 ( B. Indah).docx

mungkin mengandung bekuan. Jumlah dan karakternya berubah dari

hari ke hari. Pada awalnya jumlah lokea sangat banyak, kemudian

sedang, dan biasanya berhenti dalam 2 minggu. Warna digambarkan

dengan bahasa latin rubra untuk merah segar, serosa untuk serum

kecoklatan, dan alba untuk kuning keputihan. Keluaran keseluruhan

setelah melahirkan adalah 400 sampai 1200 mI. normalnya lokea

memiliki bau apak. Bau yang amis atau busuk menandakan terjadinya

infeksi. Periode menstruasi biasanya mulai kembali sekitar 6 sampai 8

minggu setelah melahirkan untuk ibu tidak menyusui dan 3 bulan atau

lebih setelah melahirkan untuk ibu menyusui. Menstruasi pertama

mungkin lebih sedikit ketimbang menstruasi selanjutnya.

11. Episiotomy

Perawat melakukan inspeksi tanda-tanda infeksi dan bukkti-bukti

penyembuhan pada episotomi paling tidak setiap 8 jam. Kecepatan

penyembuhan tergantung pada letak dan kedalaman insisi.

Kebanyakan episiotomy sembuh sebelum minggu keenam

postpartum. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya pada bagian

perawatan perineum, mandi berendam, penghangatan dengan cahaya

lampu, dan obat-obatan topical meningkatkan penyembuhan dan

mengurangi ketidaknyamanan luka episiotomy

12. Afterpain

Afterpain adalah rasa sakit saat kontraksi yang dialami oleh ibu

multipara selama 3 sampai 4 hari pertama postpartum. Nyeri ini tidak

biasa terjadi pada kehamilan pertama, tetapi dengan kehamilan

berikutnya rasa sakit tersebut menjadi lebih berat. Karena menyusui

merangsang kontraksi uterus, maka afterpain umum terjadi saat ibu

menyusui bayinya. Obat analgesic memberikan sedikit bantuan

penurunan rasa nyeri.

13. Payudara

Selama 9 bulan kehamilan, jaringan payudara tumbuh dan

menyiapkan fungsinya untuk menyediakan makanan bagi bayi baru

Page 20: Kelompok 7 ( B. Indah).docx

lahir. Setelah melahirkan, ketika hormon yang dihasilkan plasenta

tidak lagi ada untuk menghambatnya, kelenjar pituitary mengeluarkan

prolaktin (hormon  laktogenink). Sampai hari ketiga setelah

melahirkan, terbukti adanya efek prolaktin pada payudara. Pembuluh

dalam payudara menjadi bengkak terisi darah, menyebabkan hangat,

bengkak, dan rasa sakit. Sel-sel yang menghasilkan ASI mulai

berfungsi, dan ASI mulai mencapai putting melalui saluran susu,

menggantikan kolustrum yang telah mendahuluinya. Kemudian

laktasi dimulai.

Ketika laktasi menghisap putting, refleks saraf merangsang lobus

posterior kelenjar pituitari untuk mensekresi hormon oksitosin.

Oksitosin merangsang refleks letdown (mengalirkan), menyebabkan

ejeksi ASI dari sinusis laktiferus payudara ke duktus yang terdapat

pada putting. (oksitosin juga merangsang kontraksi, mempercepat

involusi uteri dan menyebabkan afterpain). Ketika ASI dialirkan

karena isapan bayi atau dengan memompa, sel-sel laktasi terangsang

untuk menghasilkan ASIlebih banyak. Proses ini dapat berlanjut

sampai berbulan-bulan bahkan tahunan. Bila ASI tetap berada dalam

duktus, menyebabkan tekanan balik meningkat , maka hanya sedikit

ASI yang terbentuk, dan pada akhirnya tidak terdapat sama sekali. Hal

ini merupakan penjelasan bagaimana “ drying up” (tidak terdapat lagi

ASI dalam payudara) terjadi secara alamiah.

Bila untuk berbagai alasan, ibu memutuskan untuk tidak menyusui

bayinya, berbagai obat mungkin diberikan untuk menghambat

pembentukan prolaktin. Obat tersebut diberikan selama jam pertama

setelah melahirkan sebelum masa laktasi dimulai. Obat-obatan

tersebut diantaranya adalah bromokriptin (parlodel), agonist

dopamine, dan enantat testosterone (deladumone), hormone. Obat ini

tidak lagi memberikan efek bila laktasi telah dimulai.

Ibu tak menyusui. Bahkan sekalipun diberikan obat-obatan

penghambat laktasi, pembengkakan payudara terjadi dalam derajat

Page 21: Kelompok 7 ( B. Indah).docx

tertentu. Penggunaan kutang yang dapat menyangga payudara dengan

baik sangat dianjurkan. Dapat dilakukan kompres es tetapi secara

periodic harus dihentikan untuk memungkinkan terjadinya fungsi

refleks saraf dan aliran darah diantara kulit. Mungkin juga diresepkan

obat-obatan analgesic untuk mengurangi rasa tidak nyaman.

Ibu Menyusui. Bagi ibu yang menyusui bayinya, perawatan putting

susu merupakan suatu hal amat penting. Payudara harus dibersihkan

dengan teliti setiap hari selama mandi dan sekali lagi ketika hendak

menyusui. Hal ini akan mengangkat kolustrum yang kering atau sisa

susu dan membantu mencegah akumulasi dan masuknya bakteri baik

ke putting maupun ke mulut bayi. Salep atau krim khusus dapat

digunakan untuk mencegah pecah-pecah pada puting.

Bila puting menjadi pecah-pecah , proses menyusui ditangguhkan

sampai putting tersebut sembuh. ASI dikeluarkan secara manual atau

menggunakan pompa ASI elektrik, disimpan dan kemudian diberikan

pada bayi. Terus menyusui dengan putting pecah-pecah dan

perdarahan dapat mengarah pada mastitis, ibu dari premature mungkin

harus mengeluarkan ASI-nya sampai bayi mereka cukup kuat uuntuk

menyusu.

Teknik menyusui. Perawat mempunyai pengaruh yang besar pada

pengalaman menyusui dari ibu-ibu baru. Sara-saran berikut untuk para

perawat yang merawat ibu baru dan bayinya dikutip dari ocasio dan

strokamer (1982) dan velasquez (1984).

1. Bentuk hubungan dengan ibu, berikan dukungan dengan cara

yang tidak memberikan suatu penilaian tertentu, dan jawab

pertanyaan yang diajukannya.

2. Kaji keadaan payudara, areola, dan putingnya. Tangani bagian

yang keras dengan lap hangat dan lakukan masase. Paparkan

putting yang terasa sakit diudara terbuka, oleslan krim, dan

kurangi waktu menyusui

Page 22: Kelompok 7 ( B. Indah).docx

3. Berikan dorongan pada ibu untuk mengenakan kutang yang pas

dan menyangga payudara dengan baik.

4. Ajarkan ibu untuk masase payudara dari dinding dada mengarah

ke areola, hal ini mempermudah gerakan ASI dan/atau kolustrum

dari kelenjar penghasil ASI ke sinus-sinus pengumpul di bawah

areola.

5. Jelaskan pentingnya suasana relaks ketika menyusui. Bantu ibu

untuk menentukan posisi yang nyaman, duduk dengan sandaran

yang baik, tanpa gangguan, di tempat yang tenang dan hangat.

6. Bantu ibu untuk memberikan posisi pada bayinya denhgan kontak

kulit. Keluarkan sedikit ASI atau kolustrumuntuk merangsang

bayi dalam menyusudan pandu putting memasuki mulut bayi.

Untuk mendapatkan posisi yang tepat, keseluruhan aerola harus

berada dalam mulut bayi. Berikan dorongan pada ibu.

7. Ajarkan ibu untuk memberikan respon terhadap petunjuk dari

bayi mereka dan tukar payudara ketika bayi sudah

memperlihatkan agitasi. Akhiri menyusui bila bayi tertidur atau

melepaskan putting.

8. Jelaskan bagaimana cara melepaskan mulut bayi dari putting

tanpa menyebabkan kerusakan pada putting. Ibu memeasukkan

jari kelingkingnya kedalam mulut bayi untuk menghentikan

penghisapan dan dengan lembut menariknya keluar.

9. Ingatkan ibu untuk menyendawakan bayinya dengan posisi kepala

bayi terangkat setelah menyusu, tepuk-tepuk punggung bayi.

10. Karena payudara harus dirangsang dengan teratur, kedua

payudara harus digunakan bila menyusui sampai ASI keluar

dengan jumlah yang diinginkan. Memberikan ASI hanya sesuai

kebutuhan bayi, setiap 2 sampai 3 jam, selama bayi ingin

menyusu.

Page 23: Kelompok 7 ( B. Indah).docx

Dukungan dan pemberian semangat. Bukan merupakan hal yang

aneh bagi ibu yang pertama kali menyusui bayinya merasa tidak

bersemangat. Payudaranya sangat sakit dan bengkak, dan bayinya

belum mengetahui bagaimana cara menghisap. Pada awalnya

belum terdapat ASI, hanya kolustrum. Dan semakin lama terlalu

banyak ASI. Tambahan pula kram uterus yang menyakitikan

terjadi setiap kali bayi menyusui.

Perawat dapat melakukan banyak hal untuk membantu ibu

memangku bayinya dengan tepat. Mereka dapat menjelaskan

bahwa payudara yang bengkak akan menghilang secara bertahap

dan suplai ASI akan sesuai dengan napsumakan bayi. Perawat

dapat menolong ibu relaks dan menikmati saat-saat mendorong

bayinya.

15. Aktivitas dan istirahat

Sebagian beasar pasien dapat melakukan ambulasi segera setelah

efek obat-obatan yang diberikan saat melahirkan telah hilang.

Aktivitas tersebut amat berguna bagi semua system tubuh,

terutama fungsi usus, kandung kemih, sirkulasi, dan paru-paru.

Hal tersebut juga membantu mencegah pembentukan bekuan

(thrombosis) pada pembuluh tungkai dan membantu kemajuan

ibu dari ketergantunagn peran sakit menjadi sehat dan tidak

tergantung. Demikian juga, ibu membutuhkan penyembuhan dari

persalinan mereka daan untuk memungkinkan tubuhnya menjadi

sembuh. Oleh karenanya, mereka didorong untuk melakukan

aktivitas secara bertahap, memberikan jarak antara aktivitas

mereka, dan untuk istirahat sebelum mereka menjadi keletihan.

16. Latihan peregangan otot-otot

Ketika kekuatan mereka telah kembali, setelah awal periode

penyesuaian terhadap melahirkan anak, pasien dapat memulai

latihan peregangan otot dasarr pelvic dan otot-otot abdomen.

Latihan kegel’s, disarankan pada ibu selama perawatan prenatal.

Page 24: Kelompok 7 ( B. Indah).docx

Segera setelah merasa nyaman, dorong ibu untuk melakukan

latihan ini, demikian pula, mereka dapat memulai latiahn otot-otot

abdomen ketika bila kekuatannya telah kembali. Pasien harus

ingat bahwa selama 5 sampai 6 bulan otot-otot mereka

mengalami relaksasi dan hal tersebut membutuhkan waktu

berbulan-bulan untuk mencapai tonus sebelumnya

17. Makanan dan minuman

Ibu baru membutuhkan diet seimbang yang baik. Pedoman umum

yang baik untuk diet termasuk dua sampai empat porsi setiap hari

dari empat kelompok makanan dasar, makan harian, daging dan

makanan yang mengandung protein, buah dan sayuran, roti dan

biji-bijian. Ibu menyusui butuh protein, mineral, dan cairan

ekstra. Mereka bisa mendapatkan semuanya dengan

menambahkan 4 sampai 6 cangkir susu rendah lemak dalam

dietnya setiap hari. Tambahan mineral dan multivitamin mungkin

juga diresepkan.

18. Kulit

Striae yang diakibatkan karena regangan kulit abdomen mungkin

akan tetap bertahan lama setelah kelahiran, tetapi akan

menghilang menjadi bayangan yang lebih terang. Bila terdapat

linea nigra atau topeng kehamilan (khloasma), biasanya akan

memutih dan kelamaan akan menghilang.

19. Pencegahan sensitifitas factor-Rh

Sebagai bagian perawatan antepartum, dilakukan pemeriksaan

golongan darah ABO dan factor Rh. Bila ibu memiliki Rhₒ(D)

(seperti RhoGAM) diberikan pada minggu ke 28 perinatal dan

diberikan kembali dalam 72 jam setelah melahirkan, insiden

isoimunisasi dapat diturunkan secara signifikan.

Bila pasien tidak mendapatkan perawatan antepartuum,

pemeriksaan golongan darah dilakukan pada saat masuk ke rumah

sakit. Ia dipertimbangkan sebagai calon terhadap RhoGAM bila

Page 25: Kelompok 7 ( B. Indah).docx

(1) Rh-nya negative, (2) bayinya Rh-positif seperti ditunjukkan

dari hasil pemeriksaan darah tali pusat, dan (3) bayi memberikan

reaksi negative pada test Coomb, yang menandakan bahwa ibu

kemungkinan belum membentuk factor Rh.

Bila diputuskan bahwa ibu merupakan calon RhoGam, (1) ia

harus menandatangani informed consent, (2) dipesankan RhoGam

dari laboratorium, (3) dilakukan test kompattibilitas, dan (4)

RhoGam dikirimkan ke unit postpartum untuk diberikan. Dalam

memberikan RhoGam, perawat harus mengikuti beberapa hal

penting seperti halnya pada pemberian darah lengkap. Dua orang

perawat memeriksa ulang nama pasien dan nomor identitas pada

vial RhoGam mencocokkannya dengan kertas dari laboratorium.

RhoGam disuntikkan secara intramuscular, biasanya ke dalam

bokong. Jarang terjadi reaksi, tetapi tempat suntikan diperiksa

untuk melihat adanya tanda-tanda inflamasi local, tanda-tanda

vital diperiksa paling tidak dua kali selama periode 4 jam

berikutnya. 

20. Hubungan seksual

Hubungan seksual dapat dilakukan dengan aman ketika luka

episiotomy telah sembuh dan keluaran lokea telah terhenti.

Karena tingkat estrogen yang rendah dalam seminggu setelah

melahirkan, sel-sel pensekresi dalam vagina mungkin hanya

membentuk sedikit pelumas alamiah. Oleh karenanya,

penggunaan lubrikan dapat sangat membantu. Beberapa wanita

mengalami  “let-down” ASI sebagai respon terhadap orgame

seksual. Mereka juga mungkin merasakan rangsangan seksual

pada saat menyusui. Respons fisiologis ini dapat menekan pasien

kecuali mereka memahami bahwa hal tersebut adalah normal.

21. Menstruasi dan ovulasi

Pada ibu tak menyusui, menstruasi mulai pada minggu ke 6

sampai ke 8 setelah melahirkan. Ovulasi mungkin saja terjadi

Page 26: Kelompok 7 ( B. Indah).docx

pada saat itu. Oleh karenanya mungkin saja terjadi konsepsi. Pada

ibu menyusui mungkin belum akan mendapat menstruasi sampai

3 bulan atau lebih setelah melahirkan. Pembentukan prolaktin

yang berlanjut dapat menghambat pelepasan follicle stimulating

hormone (FSH) dari kelenjar pituitary dan memperlambat

ovulasi. Namun demikian, FSH mungkin tidak dihambat dan

ovulasi dapat terjadi. Untuk alasan ini, menyusui bukan

merupakan kontrasepsi yang dapat diandalkan. Bila abstinence

tidak memungkinkan dan kehamilan lainnya merupakan hal yang

tidak diinginkan, salah satu jenis kontrasepsi harus digunakan.

22. Emosi

Respons emosi pada wanita terhadap kehamilan, persalinan, dan

purpurium telah didiskusikan pada Bab 4. Seperti yang telah

dijelaskan, ketika saat-saat kelahiran telah dekat, wanita

mengalami peningkatan kegembiraan, mencapai klimaks dengan

kelahira bayi. Seringkali emosi yang tiinggi menurun dengan

cepat setelah kelahiran. Tingkat esterogen dan progesterone

dalam tubuh turun. Pasien keletihan karena persalinan, dan

mereka mengalami nyeri perineum, pembengkakan payudara, dan

afterpain. Mereka merasa sangat tertekan dan mungkin menangis

untuk hal-hal yang mereka tidak pahami. Depresi ini disebut

postpartum blues.

Perawat menenangkan ibu dengan menjelaskan penyebab fisik

dari depresi postpartum. Mereka meyakinkan ibu bahwa depresi

seperti itu adalah hal yang umum dan segera akan menghilang,

sama seperti halnya rasa tidak nyaman lainnya pada melahirkan.

Perasaan bahagia dan harapan mereka akan kembali seperti

sebelum melahirkan.

23. Parenting

Pengkajian awal tentang interaksi antara orang tua dan bayinya

ditegakkan diruang persalinan. Proses penegasan ini disebut

Page 27: Kelompok 7 ( B. Indah).docx

bonding, terjadi saat ibu dan ayah menerima dan mengenali

bayinya. Reaksi yang sangat positif termasuk berbicara pada bayi,

tersenyum, memeluk, meneliti, dan memberikan tanda positif

tentang bayinya. Reaksi yang sangat negative termasuk sedikit

melihat dan menggendong bayi, menjadi apatis, dan memberikan

tanda tidak baik pada bayinya. Bila orang tua merasakan positif

pada bayinya, sepertinya mereka akan lebih banyak mendapat

keterampilan dalam perawatan anak dan sedikit kemungkinan

untuk memperlakukan anak dengan salah atau melalaikan bayi di

saat mendatang.

Menurut beberapa peneliti, menerima peran sebagai orang tua

adalah suatu proses yang terjadi dalam tiga tahap : (1)

ketergantungan, (2) ketergantungan-ketidaktergantungan, dan (3)

saling ketergantungan.

Tahap 1: ketergantungan. Bagi beberapa ibu baru tahap ini

terjadi pada hari ke-1 dan ke-2 setelah melahirkan. Rubin (1961)

menjelaskan bahwa hari tersebut merupakan fase “taking-in”

(menerima), waktu dimana ibu membutuhkan perlindungan dan

pelayanan. Ia memfokuskan energinya pada bayinya yang baru. Ia

mungkin selalu membicarakan pengalaman melahirkannya

berulan-ulang, “taking-in” merupakan fakta bagi perannya yang

baru. Preokupasi ini mempersempit persepsinya dan mengurangi

kemampuannya untuk berkonsentrasi pada informasi baru.

Perawat mungkin harus mengulang-ulang instruksi yang berikan

pada tahap ini.

Tahap 2: Ketergantungan-ketidaktergantungan. Tahap kedua

mulai pda sekitar hari keyiga setelah melahirkan dan berakhir

pada minggu ke-4 sampai ke-5. Rubin menyebutnya sebagai fase

‘takinghold’. Sampai hari ketiga ibu siap untuk menerima peran

barunya dan belajar tentang semua hal-hal baru. Namun

demikian, tubuhnya mengalami perubahan yang sangat

Page 28: Kelompok 7 ( B. Indah).docx

signifikan. Sebagai akibat pengaruh hormonal yang sangat kuat,

keluarlah ASI. Uterus dan perineum terus dalam proses

penyembuhan. Pasien menjadi keletihan. Ketika ia kembali ke

rumah, ia mungkin merasakannya lebih buruk lagi.

Selama fase ini system pendukung menjadi sangat bernilai bagi

ibu muda yang membutuhkan sumber informasi dan

penyembuhan fisik sehingga ia dapat istirahat dengan baik.

Mekanisme pertahanan diri pasien merupakan sumber penting

selama fase ini karena postpartum blues merupakan hal yang

biasa terjadi. Layanan kunjungan rumah oleh perawat sangat

dianjurkan, terutama bagi ibu muda.

Tahap 3: saling ketergantungan.  Dimulai sekitar minggu ke-5

sampai ke-6 setelah kelahiran, system keluarga telah

menyesuaikan diri dengan anggotanya yang baru. Tubuh pasien

telah sembuh, perasaan rutinnya telah kembali, dan kegiatan

hubungan seksualnya telah dilakukan kembali. Keluarga besar

(extended family) dan teman-teman, walaupun sangat membantu

sebagai sistem yang memberikan dukungan pada awalnya, tidak

lagi turut campur dalam interaksi keluarga, dan kegiatan sehari-

hari telah kembali dilakukan. Secara fisik ibu mamp[u menerima

tanggung jawab normal dan tidak lagi menerima “peran sakit”.

Tahap saling ketergantungan ini berlanjut terus sampai terganggu

oleh periode ketergantungan lain.

Page 29: Kelompok 7 ( B. Indah).docx

BAB 3

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian

Adapun pengkajian pada pasien pasca persalinan menurut Bobak (2005),

meliputi:

1. Pengkajian data dasar klien

Tinjau ulang catatan prenatal dan intraoperatif dan adanya indikasi untuk

kelainan abnormal. Sedangkan cara pengumpulan data meliputi observasi,

wawancara, pemeriksaan fisik melalui inspeksi, palpasi, auskultasi dan

perkusi.

a. Identitas klien

1) Identitas klien meliputi: nama, usia, status perkawinan,

pekerjaan, agama, pendidikan, suku, bahasa yang

digunakan, sumber biaya, alamat rumah.

2) Identitas suami meliputi: nama suami, usia, pekerjaan,

agama, pendidikan, suku.

b. Riwayat keperawatan

1) Riwayat kesehatan

Data yang perlu dikaji antara lain: keluhan utama saat

masuk rumah sakit, faktor- faktor yang mungkin

mempengaruhi, adapun yang berkaitan dengan diagnose

yang perlu dikaji adalah peningkatan tekanan darah,

eliminasi, mual atau muntah, penambahan berat badan,

edeme, pusing, sakit kepala, diplopia, nyeri epigastrik.

2) Riwayat kehamilan

Informasi yang dibutuhkan adalah para dan gravida,

kehamilan yang direncanakan, masalah saat hamil atau

antenatalcare (ANC) dan imunisasi yang diberikan pada ibu

selama hamil.

3) Riwayat melahirkan

Page 30: Kelompok 7 ( B. Indah).docx

Data yang harus dikaji adalah tanggal melahirkan, lamanya

persalinan, posisi fetus, tipe melahirkan, analgesic, masalah

selama melahirkan jahitan pada perineum dan perdarahan.

4) Data bayi

Data yang harus dikaji meliputi jenis kelamin, dan berat

badan bayi. Kesulitan melahirkan, apgar score, untuk

menyusui atau pemberian susu formula dan kelainan

congenital yang tampak pada saat dilakukan pengkajian.

5) Pengkajian masa nifas atau post partum pengkajian yang

dilakukan meliputi keadaan umum. Tingkat aktivitas

setelah melahirkan, gambaran lochea, keadaan perineum,

abdomen, payudara, episiotomy, kebersihan menyusui dan

respon orang terhadap bayi.

c. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik yang dilakukan pada ibu masa nifas atau pasca

partum yaitu:

1) Rambut

Kaji kekuatan rambut klien karena sebab diet yang baik

selama masa hamil mempunyai rambut yang kuat dan

segar.

2) Muka

Kaji adanya edema pada muka yang dimanifestasikan

dengan kelopak mata yang bengkak atau lipatan kelopak

mata bawah menonjol.

3) Mata

Kaji warna konjungtiva bila berwarna merah dan basah

berarti normal, sedangkan pucat berarti ibu mengalami

anemia, jika konjungtiva kering maka ibu mengalami

dehidrasi

4) Payudara

Page 31: Kelompok 7 ( B. Indah).docx

Kaji pembesaran, ukuran, bentuk, konsistensi, warna

payudara dan kaji kondisi putting, kebersihan putting,

adanya Asi.

5) Uterus

Inspeksi bentuk perut ibu mengalami adanya distensi pada

perut, palpasi juga tinggi fundus uterus, konsistensi serta

kontraksi uterus.

6) Lochea

Kaji lochea yang meliputi karakter, jumlah warna, bekuan

darah yang keluar dan baunya.

7) Sistem perkemihan

Kaji kandung kemih dengan palpasi dan perkusi untuk

menentukan adanya distensi pada kandung kemih yang

dilakukan pada abdomen bagian bawah.

8) Perineum

Pengkajian dilakukan pada ibu dengan menempatkan ibu

pada posisi sinus inspeksi adanya tanda- tanda “REEDA”

(rednes atau kemerahan, echymosis atau perdarahan bawah

kulit, edeme atau bengkak, discharge atau perubahan

lochea, approximation atau pertauatan jaringan).

9) Ektremitas bawah

Ektremitas atas dan bawah dapat bergerak bebas, kadang

ditemukan oedema, varises pada tungkai kaki, ada atau

tidaknya tromboflebitis karena penurunan aktivitas dan

reflek patella baik.

10) Tanda- tanda vital

Kaji tanda- tanda meliputi suhu, nadi, pernafasan dan

tekanan darah selama 24 jam pertama masa nifas atau pasca

partum.

d. Pemeriksaan penunjang

Page 32: Kelompok 7 ( B. Indah).docx

1) jumlah darah lengkap hemoglobin atau hematokrit (Hb/

Ht): mengkaji perubahan kadar pra operasi dan

mengevaluasi efek dari kehilangan darah pada

pembedahan.

2) Urinalis: kultur urine, darah, vaginal, dan lochea,

pemeriksaan tambahan didasarkan pada kebutuhan

individual.

3.2 Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan yang khas bagi pasien pada tahap pemulihan post

partum adalah :

1. Potensial terjadinya infeksi berhubungan dengan penyembuhan jaringan

belum terjadi dan involusi uteri.

2. Potensial kurangnya perawatan diri.

3. Gangguan rasa  nyaman sehubungan dengan afterpain, episiotomy yang belum

sembuh, dan pembengkakan payudara.

4. Gangguan eliminasi usus atau kandung kemih sehubungan dengan

ketidaknyamanan post partum.

5. Gangguan tidur sehubungan dengan ketidaknyamanan dan jadwal nyaman

makan bayi.

6. Potensial pecahnya putting susu dan mastitis sehunbungan dengan kegiatan

menyusui.

7. Gangguan aktivitas sehubungan dengan episiotomy dan afterpain.

8. Potensial thrombosis sehubungan dengan hemostasis.

9. Potensial kurangnya pengetahuan mengenai susu, hubungan seksual,

kontrasepsi, dan penggunaan sumber-sumber komunitas.

10. Depresi sehubungan dengan tingkat hormone, tidak nyaman, dan syok post

traumatic.

Page 33: Kelompok 7 ( B. Indah).docx

3.3 Intervensi Keperawatan

Diagnosa

keperawata

n

Tujuan dan

Kriteria Hasil

Rencana Intervensi Rasional

Nyeri akut

b/d agen

injury fisik

(peregangan

perineum;

luka

episiotomy;

involusi

uteri;

hemoroid;

pembengkak

an payudara).

NOC :

Pain level

Pain control

Comfort

level

Setelah

dilakukan askep

selama …x24

jam, diharapkan

nyeri berkurang

kriteria Hasil :

Mampu

mengontrol

nyeri (tahu

penyebab

nyeri,

mampu

menggunak

an tehnik

nonfarmako

logi untuk

mengurangi

nyeri,

mencari

bantuan)

Melaporkan

Pain Management

Lakukan

pengkajian nyeri

secara

komprehensif

termasuk lokasi,

karakteristik,

durasi, frekuensi,

kualitas dan

faktor presipitasi

(PQRST)

Observasi reaksi

non verbal dari

ketidaknyamana

n

Gunakan teknik

komunikasi

terpeutik untuk

mengetahui

pengalaman

nyeri pasien

Ajarkan tentang

teknik non

farmakologi

Mengetahui tingkat

pengalaman klien

dan tindakan

keperawatan yang

akan dilakukan

untuk mengurangi

nyeri

Reaksi terhadap

nyeri biasanya

ditunjukkan dengan

reaksi non verbal

tanpa disengaja

Mengetahui

pengalaman nyeri

Penanganan nyeri

tidak selamanya

diberikan obat.

Nafas dalam dapat

membantu

mengurangi tingkat

Page 34: Kelompok 7 ( B. Indah).docx

bahwa nyeri

berkurang

dengan

menggunak

an

manajemen

nyeri

Mampu

mengenali

nyeri (skala,

intensitas,

frekuensi,

dan tanda

nyeri)

Menyatakan

rasa

nyaman

setelah

nyeri

berkurang

Tanda vital

dalam

rentang

normal TD :

120- 140

/80- 90

mmHg

Evaluasi

keefektifan

kontrol nyeri

Motivasi untuk

meningkatkan

asupan nutrisi

yang bergizi

Tingkatkan

istirahat

Latih mobilisasi

miring kanan

miring kiri jika

kondisi klien

mulai membaik

Kaji kontraksi

uterus, proses

involusi uteri

Anjurkan pasien

untuk

membasahi

perineum dengan

air hangat

sebelum

berkemih

Anjurkan dan

latih pasien cara

merawat

nyeri

Mengetahui

keefektifan kontrol

nyeri

Mengurangi rasa

nyeri menentukan

intervensi

keperawatan sesuai

skala nyeri

Mengidentifikasi

penyimpangan dan

kemajuan

berdasarkan

involusi nyeri

Mengurangi

ketegangan pada

luka perineum

Melatih ibu

mengurangi

bendungan ASI dan

memperlancar

pengeluaran ASI

Page 35: Kelompok 7 ( B. Indah).docx

payudara secara

teratur

Jelaskan pada

ibu tentang

teknik merawat

uka perineum

dan mengganti

PAD secara

teratur setiap 3

kali sehari atau

setiap kali

lochea keluar

banyak

Kolaborasi

dokter tentang

pemberian

analgesik

Mencegah infeksi

dan kontrol nyeri

pada luka perineum

Mengurangi

intensitas nyeri

dengan menekan

rangsang nyeri

pada nosiseptor

Resiko

deficit

volume

cairan b/d

pengeluaran

yang

berlebihan;

perdarahan;

dieresis;

keringat

berlebihan

Fluid balance

Hydration

Setelah

dilakukan

askep selama

…x 24 jam,

pasien dapat

mendemonstr

asikan status

cairan

membaik

Kriteria

evaluasi: tak

ada

Fluid management

Obs tanda- tanda

vital setiap 4 jam

Obs warna urine

Status umum

setiap 8 jam

Pertahankan

catatan intake

dan output yang

akurat

Monitor status

hidrasi

(kelembaban

membrane

Mengidentifikasi

penyimpangan

indikasi kemajuan

atau

penyimpangan

dari hasil yang

diharapkan

Memenuhi

kebutuhan cairan

tubuh klien

Menjaga status

balance cairan

klien

Memenuhi

Page 36: Kelompok 7 ( B. Indah).docx

manifestasi

dehidrasi,

resolusi

oedema,

haluaran

urine di atas

30 ml/jam,

kulit kenyal/

turgor kulit

baik.

mukosa, nadi

adekuat, tekanan

darah ortostatik),

jika diperlukan

Monitor

masukan

makanan/ cairan

dan hitung

intake kalori

harian

Lakukan terapi

IV

Berikan cairan

Dorong masukan

oral

Beritahu dokter

bila: haluaran

urine di < 30

ml/jam, haus,

takikardia,

gelisah, TD di

bawah rentang

normal, urine

gelap atau encer

gelap

Konsultasi

dokter bila

manifestasi

kelebihan cairan

terjadi

Pantau: cairan

kebutuhan cairan

tubuh klien

Memenuhi

kebutuhan cairan

tubuh klien

Temuan- temuan

ini menandakan

hipovolemia dan

perlunya

peningkatan

cairan

Mencegah pasien

jatuh ke dalam

kondisi kelebihan

cairan yang

beresiko

terjadinya oedem

paru

Mengidentifikasi

keseimbangan

Page 37: Kelompok 7 ( B. Indah).docx

masuk dan

cairan keluar

setiap 8 jam

cairan pasien

secara adekuat dan

teratur

Perubahan

pola

eliminasi

BAK

(disuria) b/d

trauma

perineum dan

saluran

kemih

Setelah

dilakukan askep

selama …x 24

jam, pola

eliminasi (BAK)

pasien teratur

Kriteria hasil:

eliminasi BAK

lancer, disuria

tidak ada,

bladder kosong,

keluhan kencing

tidak ada

Kaji haluaran

urine, keluhan

serta keteraturan

pola berkemih

Anjurkan pasien

melakukan

ambulasi dini

Anjurkan pasien

untuk

membasahi

perineum dengan

air hangat

sebelum

berkemih

Anjurkan pasien

untuk berkemih

secara teratur

Anjurkan pasien

untuk minum

2500- 3000

ml/24 jam

Mengidentifikasi

penyimpangan

dalam pola

berkemih pasien

Ambulasi dini

memberikan

rangsangan untuk

pengeluaran urine

dan pengosongan

bladder

Membasahi bladder

dengan air hangat

dapat mengurangi

ketegangan akibat

adanya luka pada

bladder

Menerapkan pola

berkemih secara

teratur akan

melatih

pengosongan

bladder secara

teratur

Minum banyak

mempercepat

filtrasi pada

glomerulus dan

mempercepat

Page 38: Kelompok 7 ( B. Indah).docx

Kolaborasi untuk

melakukan

kateterisasi bila

pasien kesulitan

berkemih

pengeluaran urine

Kateterisasi

membantu

pengeluaran urine

untuk mencegah

stasis urine

Perubahan

pola

eliminasi

BAB

(konstipasi)

b/d

kurangnya

mobilisasi;

diet yang

tidak

seimbang;

trauma

persalinan

Setelah

dilakukan askep

selama …x 24

jam, pola

eliminasi (BAB)

teratur

Kriteria hasil:

pola eliminasi

teratur, feses

lunak dan warna

khas feses, bau

khas feses, tidak

ada kesulitan

BAB, tidak ada

feses bercampur

darah dan lender,

konstipasi tidak

ada

Kaji pola BAB,

kesulitan BAB,

warna, bau,

konsistensi dan

jumlah

Anjurkan

ambulasi dini

Anjurkan pasien

untuk minum

banyak 2500-

3000 ml/24 jam

Kaji bising usus

setiap 8 jam

Pantau berat

badan setiap hari

Mengidentifikasi

penyimpangan

serta kamajuan

dalam pola

eliminasi (BAB)

Ambulasi dini

merangsang

pengosongan

rectum secara lebih

cepat

Cairan dalam

jumlah cukup

mencegah

terjadinya

penyerapan cairan

dalam rectum yang

dapat

menyebabkan feses

menjadi keras

Bising usus

mengidentifikasika

n pencernaan

dalam kondisi baik

Mengidentifikasi

adanya penurunan

Page 39: Kelompok 7 ( B. Indah).docx

Anjurkan pasien

makan banyak

serat seperti

buah- buahan

dan sayur-

sayuran hijau

BB secara dini

Meningkatkan

pengosongan feses

dalam rektum

Gangguan

pemenuhan

ADL b/d

immobilisasi;

kelemahan

Setelah

dilakukan askep

selama …x 24

jam, ADL dan

kebutuhan

beraktifitas

pasien terpenuhi

secara adekuat.

Kriteria hasil:

Menunjukkan

peningkatan

dalam

beraktifitas

Kelemahan dan

kelelahan

berkurang

Kebutuhan ADL

terpenuhi secara

mandiri atau

tanpa bantuan

Frekuensi

jantung/ irama

dan TD dalam

batas normal

Kulit hangat,

Kaji toleransi

pasien terhadap

aktifitas

menggunakan

parameter

berikut: nadi

20/mnt di atas

frek nadi

istirahat, catat

peningkatan TD,

dispneu, nyeri

dada, kelelahan

berat,

kelemahan,

berkeringat,

pusing atau

pingsan

Tingkatkan

istirahat, batasi

aktifitas pada

dasar nyeri/

respon

hemodinamik,

berikan aktifitas

senggang yang

Parameter

menunjukkan

respon fisiologis

pasien terhadap

stres aktifitas dan

indikator derajat

pengaruh kelebihan

kerja jantung

Menurunkan kerja

miokard/ konsumsi

oksigen,

menurunkan resiko

komplikasi

Stabilitas fisiologis

Page 40: Kelompok 7 ( B. Indah).docx

merah muda dan

kering.

tidak berat

Kaji kesiapan

untuk

meningkatkan

aktifitas contoh:

penurunan

kelemahan/

kelelahan, TD

stabil/ frek nadi,

peningkatan

perhatian pada

aktifitas dan

perawatan diri

Dorong

memajukan

aktifitas/

toleransi

perawatan diri

Anjurkan

keluarga untuk

membantu

pemenuhan

kebutuhan ADL

pasien

Jelaskan pola

peningkatan

bertahap dari

aktifitas, contoh:

posisi duduk di

tempat tidur bila

tidak tidak

pada istirahat

penting untuk

menunjukkan

tingkat aktifitas

individu

Konsumsi oksigen

miokardia selama

berbagai aktifitas

dapat

meningkatkan

jumlah oksigen

yang ada.

Kemajuan aktifitas

bertahap mencegah

peningkatan tiba-

tiba pada kerja

jantung

Teknik

penghematan

energi menurunkan

penggunaan energi

dan membantu

keseimbangan

suplai dan

kebutuhan oksigen

Aktifitas yang maju

memberikan

kontrol jantung,

meningkatkan

regangan dan

mencegah aktifitas

Page 41: Kelompok 7 ( B. Indah).docx

pusing dan tidak

ada nyeri,

bangun dari

tempat tidur,

belajar berdiri

dst

berlebihan

Resiko

infeksi b/d

trauma jalan

lahir

Setelah

dilakukan askep

selama …x 24

jam, infeksi tidak

terjadi.

Kriteria hasil:

tanda infeksi

tidak ada, luka

episiotomy

kering dan

bersih, takut

berkemih dan

BAB tidak ada

Pantau: vital

sign, tanda

infeksi

Kaji pengeluaran

lochea, warna,

baud an jumlah

Anjurkan pasien

membasuh vulva

setiap habis

berkemih dengan

cara yang benar

dan mengganti

PAD setiap 3

kali perhari atau

setiap kali

pengeluaran

lochea banyak

Pertahankan

teknik septic

dalam merawat

pasien (merawat

luka perineum,

merawat

Mengidentifikasi

penyimpangan dan

kemajuan sesuai

intervensi yeng

dilakukan

Mengidentifikasi

kelainan

pengeluaran lochea

secara dini

Keadaan luka

perineum

berdekatan dengan

daerah basah

mengakibatkan

kecenderungan

luka untuk selalu

kotor dan mudah

terkena infeksi

Mencegah infeksi

secara dini

Mencegah

kontaminasi silang

terhadap infeksi

Page 42: Kelompok 7 ( B. Indah).docx

payudara,

merawat bayi).

Resiko

gangguan

proses

parenting b/d

kurangnya

pengetahuan

tentang cara

merawat bayi

Setelah

dilakukan askep

selama …x 24

jam, gangguan

proses parenting

tidak ada.

Kriteria hasil:

ibu dapat

merawat bayi

secar mandiri

(memandikan,

menyusui).

Beri kesempatan

ibu untuk

melakukan

perawatan bayi

secara mandiri

Libatkan suami

dalam perawatan

bayi

Latih ibu untuk

perawatan

payudara secara

mandiri dan

teratur

Motivasi ibu

untuk

meningkatkan

intake cairan dan

diet TKTP

Lakukan rawat

gabung sesegera

mungkin bila

tidak terdapat

Meningkatkan

kemandirian ibu

dalam perawatan

bayi

Keterlibatan bapak/

suami dalam

perawatan bayi

akan membantu

meningkatkan

keterikatan batih

ibu dan bayi

Perawatan

payudara secara

teratur akan

mempertahankan

produksi ASI

secara kontinyu

sehingga

kebutuhan bayi

akan ASI terpenuhi

Meningkatakan

produksi ASI

Meningkatkan

hubungan ibu dan

bayi sedini

mungkin

Page 43: Kelompok 7 ( B. Indah).docx

kolaborasi pada

ibu dan bayi

3.4 Pelaksanaan

Langkah ini merupakan pelaksanaan rencana asuhan penyuluhan pada klien

dan keluarga. Mengarahkan atau melaksanakan rencana asuhan secara efisien dan

aman.

A.    Mengobservasi meliputi

1)      Keadaan umum

2)      Kesadaran

3)      Tanda-tanda vital dengan mengukur (tekanan darah, suhu, nadi, respirasi).

4)      Tinggi fundus uteri, kontraksi uterus

5)      Menganjurkan ibu untuk segera berkemih karena apabila kandung kencing

penuh akan menghambat proses involusi uteres.

6)      Menganjurkan pada ibu untuk mobilisasi dini untuk memperlancar pengeluaran

lochea, memperlancar peredaran darah.

B.     Kebersihan Diri

1)      Menjaga kebersihan seluruh tubuh terutama daerah genetalia.

2)      Mengganti pembalut minimal dua kali sehari atau setiap kali selesai BAK.

C.     Istirahat

1)      Memberi saran pada ibu untuk cukup tidur siang agar tidur siang agar tidak

terlalu lelah.

2)      Memberi pengertian pada ibu, apabila kurang istirahat dapat menyebabkan

produksi ASI berkurang, proses invousi berjalan lambat sehingga dapat

menyebabkan perdarahan.

3)      Menganjurkan pada ibu untuk kembali mengerjakan pekerjaan sehari-hari.

D.    Gizi

1)      Mengkonsumsi makanan yang bergizi, bermutu dan cukup kalori, sebaiknya ibu

makan makanan yang mengandung protein, vitamin dan mineral.

2)      Minum sedikitnya 3 liter air sehari atau segelas sehabis menyusui.

3)      Minum tablet Fe/zat besi selama 40 hari pasca persalinan.

Page 44: Kelompok 7 ( B. Indah).docx

4)      Minum vitamin A (200.000 unit) agar dapat memberikan vitamin A kepada

bayinya melalui ASI.

E.     Perawatan Payudara

1)      Menjaga kebersihan payudara

2)      Memberi ASI eksklusif sampai bayi umur 6 bulan.

F.      Hubungan Seksual

Memberi pengertian hubungan seksual kapan boleh dilakukan.

G.    Keluarga Berencana

Menganjurkan pada ibu untuk segera mengikuti KB setelah masa nifas terlewati

sesuai dengan keinginan

BAB 4

PENUTUP

4.1    Kesimpulan

Masa nifas (puerperium) adalah masa yang dimulai setelah plasenta keluar

dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan semula (sebelum

hamil). Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu. Wanita yang melalui

periode puerperium disebut puerpura. (Nifas) berlangsung selama 6 minggu atau

Page 45: Kelompok 7 ( B. Indah).docx

42 hari, merupakan waktu yang diperlukan untuk pulihnya alat kandungan pada

keadaan yang normal (Ambarwati, 2009).

Masa nifas dibagi menjadi 3 tahap, yaitu puerperium dini, puerperium

intermedial, dan remote puerperium (Ambarwati, 2009).

1.    Puerperium dini

2.    Puerperium intermedial

3.    Remote puerperium

4.2    Saran

Dengan adanya makalah ini kami sebagai penulis berharap makalah ini

bermanfaat bagi pembaca dan dapat menambah wawasan bagi pembaca

khususnya untuk lebih meningkatkan pengetahuan SDM terhadap masalah

keperawatan pada ibu nifas.

DAFTAR PUSTAKA

Ambarwati, Any Retna dan Diah Wulandari. 2009. Asuhan Kebidanan NIFAS.

Jogjakarta: MITRA CENDIKIA Press

Hadijono, Soerjo. 2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Bina Pustaka

Hamilton, Persis Mary. 1995. Dasar-dasar Keperawatan Maternitas Edisi 6. Jakarta:

EGC

Page 46: Kelompok 7 ( B. Indah).docx

Mc Closky & Bulechek. 2005. Nursing Intervention Classification (NIC). United States

of America: Mosby

Meidian, JM. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC). United States of America:

Mosby

Saleha, S. 2009. Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas. Jakarta: Salemba Medika

Suherni, dkk. 2009 . Perawatan Masa Nifas. Jogjakarta: Fitramaya