keadaan sanitasi dasar pemukiman tempat rampak …repository.utu.ac.id/220/1/bab i_v.pdf · ispa...

89
KEADAAN SANITASI DASAR PEMUKIMAN TEMPAT TINGGAL DAN PERILAKU MASYARAKAT TENTANG KESEHATAN LINGKUNGAN DI GAMPONG DRIEN RAMPAK KECAMATAN JOHAN PAHLAWAN KABUPATEN ACEH BARAT TAHUN 2013 SKRIPSI OLEH: FERNA EKA SANTRIYA WATI NIM: 07C10104054 PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS TEUKU UMAR MEULABOH ACEH BARAT 2013

Upload: others

Post on 18-Oct-2020

17 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: KEADAAN SANITASI DASAR PEMUKIMAN TEMPAT RAMPAK …repository.utu.ac.id/220/1/BAB I_V.pdf · ISPA 25%, penyakit Hypertensi 22%, Infeksi Kulit (15% ), Reumatik (14% ), ... berakibat

KEADAAN SANITASI DASAR PEMUKIMAN TEMPATTINGGAL DAN PERILAKU MASYARAKAT TENTANG

KESEHATAN LINGKUNGAN DI GAMPONG DRIENRAMPAK KECAMATAN JOHAN PAHLAWAN

KABUPATEN ACEH BARATTAHUN 2013

SKRIPSI

OLEH:

FERNA EKA SANTRIYA WATI

NIM: 07C10104054

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKATFAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS TEUKU UMARMEULABOH – ACEH BARAT

2013

Page 2: KEADAAN SANITASI DASAR PEMUKIMAN TEMPAT RAMPAK …repository.utu.ac.id/220/1/BAB I_V.pdf · ISPA 25%, penyakit Hypertensi 22%, Infeksi Kulit (15% ), Reumatik (14% ), ... berakibat

KEADAAN SANITASI DASAR PEMUKIMAN TEMPATTINGGAL DAN PERILAKU MASYARAKAT TENTANG

KESEHATAN LINGKUNGAN DI GAMPONG DRIENRAMPAK KECAMATAN JOHAN PAHLAWAN

KABUPATEN ACEH BARATTAHUN 2013

SKRIPSI

OLEH:FERNA EKA SANTRIYA WATI

NIM: 07C10104054

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh GelarSarjana Kesehatan Masyarakat Pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Teuku Umar Meulaboh

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKATFAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS TEUKU UMARMEULABOH – ACEH BARAT

2013

Page 3: KEADAAN SANITASI DASAR PEMUKIMAN TEMPAT RAMPAK …repository.utu.ac.id/220/1/BAB I_V.pdf · ISPA 25%, penyakit Hypertensi 22%, Infeksi Kulit (15% ), Reumatik (14% ), ... berakibat

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Lingkungan permukiman dan perumahan merupakan kebutuhan dasar

manusia dan juga merupakan determinan kesehatan masyarakat. Hal ini disebabkan

hampir separuh hidup manusia akan berada di rumah, sehingga kualitas rumah akan

sangat berdampak terhadap kondisi kesehatannya (Depkes RI, 2002). Rumah

seharusnya menjadi tempat yang bebas dari gangguan, rasa kebersamaan. Rumah

yang sehat mampu melindungi dari panas dan dingin yang ekstrim, hujan dan

matahari, angin, hama, bencana seperti banjir dan gempa bumi, serta polusi dan

penyakit (Wicaksono, 2009).

Kesehatan adalah hak asasi manusia dan sekaligus investasi untuk

keberhasilan pembangunan bangsa. Pembangunan kesehatan diarahkan untuk

mencapai Indonesia Sehat, yaitu suatu keadaan dimana setiap orang hidup dalam

lingkungan yang sehat, berperilaku hidup bersih dan sehat, mempunyai akses

terhadap pelayanan kesehatan serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-

tingginya (Dinkes, 2009).

Visi pembangunan kesehatan saat ini adalah Indonesia sehat 2015 untuk

mewujudkan masyarakat yang mandiri dan berkeadilan. Visi ini dituangkan

kedalam empat misi salah satunya adalah meningkatkan kesehatan masyarakat

melalui pemberdayaan masyarakat, termasuk swasta dan masyarakat madani

(Depkes RI, 2009). Misi pembangunan kesehatan tersebut diwujudkan dengan

menggerakkan dan memberdayakan masyarakat untuk berperilaku hidup bersih dan

Page 4: KEADAAN SANITASI DASAR PEMUKIMAN TEMPAT RAMPAK …repository.utu.ac.id/220/1/BAB I_V.pdf · ISPA 25%, penyakit Hypertensi 22%, Infeksi Kulit (15% ), Reumatik (14% ), ... berakibat

2

sehat (PHBS). Perilaku hidup bersih dan sehat adalah sekumpulan perilaku yang

dipraktikkan atas dasar kesadaran atas hasil pembelajaran yang menjadikan

seseorang atau keluarga dapat menolong dirinya sendiri di bidang kesehatan dan

berperan aktif dalam mewujudkan kesehatan masyarakat (Dinkes, 2009).

Menurut Notoatmodjo (2007), usaha kesehatan lingkungan merupakan

suatu usaha untuk memperbaiki atau mengoptimumkan lingkungan hidup manusia

agar merupakan media yang baik untuk terwujudnya kesehatan optimum bagi

manusia yang hidup didalamnya.

Rumah sehat menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2005),

merupakan bangunan tempat tinggal yang memenuhi syarat kesehatan yaitu rumah

yang memiliki jamban yang sehat, sarana air bersih, tempat pembuangan sampah,

sarana pembuangan air limbah, ventilasi yang baik, kepadatan hunian rumah yang

sesuai dan lantai rumah yang tidak terbuat dari tanah.

Fasilitas sanitasi merupakan sesuatu yang sangat penting dalam suatu

kawasan permukiman. Kurangnya kesadaran masyarakat terkait dengan

pemanfaatan sanitasi dapat memperburuk kualitas lingkungan tersebut.

Permukiman bagian dari lingkungan hidup baik yang berupa kawasan perkotaan

maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau

lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan

penghidupan. Adapun satuan lingkungan pemukiman adalah kawasan perumahan

dalam berbagai bentuk dan ukuran dengan penataan tanah dan ruang, prasarana dan

sarana lingkungan yang terstruktur. Penataan permukiman merupakan bagian dari

tata ruang yang mengatur penggunaan lahan hunian atau tempat tinggal dan

kegiatan keluarga yang bertujuan meningkatkan kualitas lingkungan, efektivitas

Page 5: KEADAAN SANITASI DASAR PEMUKIMAN TEMPAT RAMPAK …repository.utu.ac.id/220/1/BAB I_V.pdf · ISPA 25%, penyakit Hypertensi 22%, Infeksi Kulit (15% ), Reumatik (14% ), ... berakibat

3

pemanfaatan lahan yang sesuai dengan pembangunan yang berkelanjutan

(sustainable).

Tiga unsur sanitasi adalah air limbah (waste water), persampahan (solid

waste), dan drainase lingkungan (drainage system). Manajemen pembuangan

kotoran manusia (human waste) yang buruk akan berakibat secara langsung

maupun tidak langsung pada transmisi penyakit. Akses masyarakat terhadap

sanitasi dasar terbilang masih minim, khususnya di wilayah pedesaan. Di banyak

tempat, bahkan tidak sedikit warga tidak memiliki jamban. Kondisi ini memberi

tekanan lebih besar terhadap kemiskinan. Padahal, dampak dari praktik sanitasi

yang buruk ini sangatlah besar. Bakteri Eschericia coli yang muncul dari sisa-sisa

tinja yang terserap di tanah dapat mencemari sumber-sumber air minum. Sehingga,

pada akhirnya dapat menimbulkan penyakit diare, muntaber, dan penyakit-penyakit

pencernaan lainnya (Wardhana, 2004).

Menurut WHO, dari 7 miliar penduduk dunia masih ada sekitar 2,6 miliar

orang yang tidak memiliki akses toilet dan fasilitas sanitasi. Organisasi Kesehatan

Dunia (WHO) merangking negara-negara dengan sanitasi terburuk di dunia dan

Indonesia menduduki peringkat ke-3 (Wahyuningsih, 2011)

Di Indonesia terdapat 4 dampak kesehatan besar disebabkan oleh

pengelolaan air dan sanitasi yang buruk yakni diare, tipus, polio dan cacingan.

Hasil survei akses sanitasi yang baik pada tahun 2006 menunjukkan bahwa

kejadian diare pada semua usia di Indonesia adalah 423 per 1.000 penduduk dan

terjadi satu-dua kali per tahun pada anak-anak berusia dibawah lima tahun. (Elok,

2008).

Page 6: KEADAAN SANITASI DASAR PEMUKIMAN TEMPAT RAMPAK …repository.utu.ac.id/220/1/BAB I_V.pdf · ISPA 25%, penyakit Hypertensi 22%, Infeksi Kulit (15% ), Reumatik (14% ), ... berakibat

4

Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh

Barat tahun 2012 tentang persentase rumah sehat, terdapat 42,091 (25,925%)

rumah tangga dengan jumlah rumah tangga yang diperiksa 25,925 (61,6%) rumah

tangga terdapat 13,307 (31,6) rumah tangga sehat di Kabupaten Aceh Barat.

Cakupan sanitasi dasar persediaan air bersih 28,263 (57,9%) Kepala Keluarga

memiliki persediaan air bersih, yang memiliki jamban 12,693 (26,0%), yang

memiliki tempat sampah 4,525 (9,3%), pengelolaan air limbah 2,533 (5,2%).

Penyakit 10 besar dalam wilayah Kabupaten Aceh Barat, yang pertama penyakit

ISPA 25%, penyakit Hypertensi 22%, Infeksi Kulit (15%), Reumatik (14%),

Common Cold (8%), Diare (7%), Bronchitis dan Disentri masing – masing (3%).

(Profil Dinas Kesehatan Aceh Barat, 2012).

Keluarga dengan kepemilikan sarana sanitasi dasar di wilayah kerja

Puskesmas Johan Pahlawan Kecamatan Johan Pahlawan Kabupaten Aceh Barat

tahun 2012 Berdasarkan data yang diperoleh Cakupan sanitasi dasar persediaan air

bersih 73,0% Kepala Keluarga memiliki persediaan air bersih, yang memiliki

jamban 43,0%, yang memiliki tempat sampah 10,3%, pengelolaan air limbah

11,2%. (Laporan Puskesmas Johan Pahlawan, 2012).

Gampong Drien Rampak termasuk salah satu Gampong di wilayah kerja

Puskesmas Johan Pahlawan Kecamatan Johan Pahlawan Kabupaten Aceh Barat

dengan jumlah penduduk 7.082 Jiwa dengan perbandingan jumlah penduduk laki-

laki 3.461 jiwa dan jumlah penduduk perempuan adalah 3.621 jiwa, dengan

jumlah kepala keluarga 1601. Sanitasi dasar masyarakat di Gampong Drien

Rampak Kecamatan Johan Pahlawan hanya sebagian masyarakat yang

memperhatikan masalah sanitasi lingkungan. Sampah-sampah masih berserakan.

Page 7: KEADAAN SANITASI DASAR PEMUKIMAN TEMPAT RAMPAK …repository.utu.ac.id/220/1/BAB I_V.pdf · ISPA 25%, penyakit Hypertensi 22%, Infeksi Kulit (15% ), Reumatik (14% ), ... berakibat

5

Saluran air masih ada yang tersumbat. Hal ini bila tidak segera ditanggulagi dapat

berakibat terjadinya wabah penyakit seperti diare, penyakit kulit, dan

mempermudah penyakit lainnya (Laporan Puskesmas Johan Pahlwan 2012).

Dengan keadaan pemukiman serta fasilitas sanitasi yang masih kurang

tersebut, menyebabkan masih tingginya angka penyakit ISPA dan diare yang

menduduki peringkat 1 dan 2 dalam 10 penyakit terbesar di Wilayah Kerja

Puskesmas Johan Pahlawan. Selain sarana sanitasi dasar faktor perilaku juga

merupakan faktor yang sangat penting dalam usaha kesehatan masyarakat.

Walaupun sarana sanitasi dasar tersedia jika tidak didukung oleh perilaku hidup

sehat dari masyarakat maka tujuan pembangunan kesehatan tidak akan tercapai.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, usaha kesehatan lingkungan

merupakan suatu usaha untuk memperbaiki atau mengoptimumkan lingkungan

hidup manusia agar merupakan media yang baik untuk terwujudnya kesehatan

optimum bagi manusia yang hidup didalamnya, maka dari itu penulis ingin

mengetahui Keadaan Sanitasi Dasar Pemukiman Tempat Tinggal Dan Perilaku

Masyarakat Tentang Kesehatan Lingkungan Di Desa Drien Rampak Kecamatan

Johan Pahlawan Kabupaten Aceh Barat.

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui keadaan sanitasi dasar pemukiman tempat tinggal dan

perilaku masyarakat tentang kesehatan lingkungan di Gampong Drien Rampak

Kecamatan Johan Pahlawan Kabupaten Aceh Barat.

Page 8: KEADAAN SANITASI DASAR PEMUKIMAN TEMPAT RAMPAK …repository.utu.ac.id/220/1/BAB I_V.pdf · ISPA 25%, penyakit Hypertensi 22%, Infeksi Kulit (15% ), Reumatik (14% ), ... berakibat

6

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui sistem penyediaan air bersih yang digunakan oleh

masyarakat di Gampong Drien Rampak Kecamatan Johan Pahlawan Kabupaten

Aceh Barat

2. Untuk mengetahui sistem pembuangan tinja yang digunakan oleh masyarakat di

Gampong Drien Rampak Kecamatan Johan Pahlawan Kabupaten Aceh Barat

3. Untuk mengetahui sistem pembuangan sampah yang digunakan oleh

masyarakat di Gampong Drien Rampak Kecamatan Johan Pahlawan Kabupaten

Aceh Barat

4. Untuk mengetahui sistem pembuangan air limbah yang digunakan oleh

masyarakat di Gampong Drien Rampak Kecamatan Johan Pahlawan Kabupaten

Aceh Barat

5. Untuk mengetahui pengetahuan masyarakat tentang kesehatan lingkungan di

Gampong Drien Rampak Kecamatan Johan Pahlawan Kabupaten Aceh Barat

6. Untuk mengetahui sikap masyarakat tentang kesehatan lingkungan di Gampong

Drien Rampak Kecamatan Johan Pahlawan Kabupaten Aceh Barat

7. Untuk mengetahui tindakan masyarakat tentang kesehatan lingkungan di

Gampong Drien Rampak Kecamatan Johan Pahlawan Kabupaten Aceh Barat.

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Manfaat Teoritis

Bagi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Teuku Umar, dapat

dijadikan sebagai masukan dan bahan bacaan serta menambah koleksi bahan

perpustakaan yang telah ada.

Page 9: KEADAAN SANITASI DASAR PEMUKIMAN TEMPAT RAMPAK …repository.utu.ac.id/220/1/BAB I_V.pdf · ISPA 25%, penyakit Hypertensi 22%, Infeksi Kulit (15% ), Reumatik (14% ), ... berakibat

7

1.4.2. Manfaat Aplikatif

1. Hasil penelitian yang diperoleh diharapkan dapat memberikan masukan bagi

pemerintah daerah pada umumnya dan khususnya kepada masyarakat di

Gampong Drien Rampak dalam meningkatkan sanitasi dasar dan perilaku

masyarakat tentang kesehatan lingkungan.

2. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan kajian dan masukan bagi

petugas pelaksana program kesehatan di Puskesmas dan Puskesmas Pembantu

Page 10: KEADAAN SANITASI DASAR PEMUKIMAN TEMPAT RAMPAK …repository.utu.ac.id/220/1/BAB I_V.pdf · ISPA 25%, penyakit Hypertensi 22%, Infeksi Kulit (15% ), Reumatik (14% ), ... berakibat

8

Page 11: KEADAAN SANITASI DASAR PEMUKIMAN TEMPAT RAMPAK …repository.utu.ac.id/220/1/BAB I_V.pdf · ISPA 25%, penyakit Hypertensi 22%, Infeksi Kulit (15% ), Reumatik (14% ), ... berakibat

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Kesehatan Lingkungan

Kesehatan lingkungan merupakan ilmu kesehatan masyarakat yang menitik

beratkan usaha preventif dengan usaha perbaikan semua faktor lingkungan agar

manusia terhindar dari penyakit dan gangguan kesehatan. Kesehatan lingkungan

adalah karakteristik dari kondisi lingkungan yang mempengaruhi derajat

kesehatan. Untuk itu kesehatan lingkungan merupakan salah satu dari enam usaha

dasar kesehatan masyarakat. Istilah kesehatan lingkungan seringkali dikaitkan

dengan istilah sanitasi/sanitasi lingkungan yang oleh Organisasi Kesehatan

Sedunia (WHO), menyebutkan pengertian sanitasi lingkungan/kesehatan

lingkungan adalah suatu usaha untuk mengawasi beberapa faktor lingkungan fisik

yang berpengaruh kepada manusia, terutama terhadap hal-hal yang mempunyai

efek merusak perkembangan fisik, kesehatan dan daya tahan hidup manusia

(Kusnoputranto, 2003).

Kesehatan lingkungan menurut WHO (World Health Organization) adalah

suatu keseimbangan ekologi yang harus ada antara manusia dan lingkungan agar

dapat menjamin keadaan sehat dari manusia. Ruang lingkup kesehatan lingkungan

meliputi : penyediaan air minum, pengelolaan air buangan dan pengendalian

pencemaran, pembuangan sampah padat, pengendalian vektor,

pencegahan/pengendalian pencemaran tanah oleh ekskreta manusia, higiene

makanan termasuk higiene susu, pengendalian pencemaran udara, pengendalian

radiasi, kesehatan kerja, pengendalian kebisingan, perumahan dan pemukiman,

Page 12: KEADAAN SANITASI DASAR PEMUKIMAN TEMPAT RAMPAK …repository.utu.ac.id/220/1/BAB I_V.pdf · ISPA 25%, penyakit Hypertensi 22%, Infeksi Kulit (15% ), Reumatik (14% ), ... berakibat

8

aspek kesehatan lingkungan dan transportasi udara, perencanaaan daerah

perkotaan, pencegahan kecelakaan, rekreasi umum dan pariwisata, tindakan–

tindakan sanitasi yang berhubungan dengan keadaan epidemi / wabah, bencana

alam dan perpindahan penduduk, tindakan pencegahan yang diperlukan untuk

menjamin lingkungan. (Ghandi, 2010).

2.1.1 Ruang Lingkup Sanitasi Lingkungan

Sanitasi, menurut kamus bahasa Indonesia diartikan sebagai pemelihara

kesehatan. Menurut WHO, sanitasi adalah upaya pengendalian semua faktor

lingkungan fisik manusia, yang mungkin menimbulkan atau dapat menimbulkan

hal-hal yang merugikan, bagi perkembangan fisik, kesehatan, dan daya tahan

hidup manusia.

Sedangkan menurut Chandra, sanitasi adalah bagian dari ilmu kesehatan

lingkungan yang meliputi cara dan usaha individu atau masyarakat untuk

mengontrol dan mengendalikan lingkungan hidup eksternal yang berbahaya bagi

kesehatan serta yang dapat mengancam kelangsungan hidup manusia (Chandra,

2007).

Menurut Kusnoputranto (2003) ruang lingkup dari kesehatan lingkungan

meliputi:

1. Penyediaan air minum.

2. Pengolahan air buangan dan pengendalian pencemaran air.

3. Pengelolaan sampah padat.

4. Pengendalian vektor penyakit.

5. Pencegahan/pengendalian pencemaran tanah.

6. Hygiene makanan.

Page 13: KEADAAN SANITASI DASAR PEMUKIMAN TEMPAT RAMPAK …repository.utu.ac.id/220/1/BAB I_V.pdf · ISPA 25%, penyakit Hypertensi 22%, Infeksi Kulit (15% ), Reumatik (14% ), ... berakibat

9

7. Pengendalian pencemaran udara.

8. Pengendalian radiasi.

9. Kesehatan kerja, terutama pengendalian dari bahaya-bahaya fisik, kimia

dan biologis.

10. Pengendalian kebisingan.

11. Perumahan dan pemukiman, terutama aspek kesehatan masyarakat dari

perumahan penduduk, bangunan-bangunan umum dan institusi.

12. Perencanaan daerah dan perkotaan.

13. Aspek kesehatan lingkungan dan transportasi udara, laut dan darat.

14. Pencegahan kecelakaan.

15. Rekreasi umum dan pariwisata.

16. Tindakan-tindakan sanitasi yang berhubungan dengan keadaan epidemi,

bencana alam, perpindahan penduduk dan keadaan darurat.

17. Tindakan pencegahan yang diperlukan untuk menjamin agar lingkungan

pada umumnya bebas dari resiko gangguan kesehatan (Kusnoputranto,

2003).

2.2 Sanitasi Dasar

Sanitasi dasar adalah sanitasi minimum yang diperlukan untuk

menyediakan lingkungan sehat yang memenuhi syarat kesehatan yang

menitikberatkan pada pengawasan berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi

derajat kesehatan manusia. (Azwar,1999).

Sanitasi adalah suatu upaya pencegahan penyakit yang menitik beratkan

kegiatannya kepada usaha-usaha kesehatan lingkungan hidup manusia. Kualitas

Page 14: KEADAAN SANITASI DASAR PEMUKIMAN TEMPAT RAMPAK …repository.utu.ac.id/220/1/BAB I_V.pdf · ISPA 25%, penyakit Hypertensi 22%, Infeksi Kulit (15% ), Reumatik (14% ), ... berakibat

10

lingkungan yang sehat adalah keadaan lingkungan yang bebas dari resiko yang

membahayakan kesehatan dan keselamatan hidup manusia, melalui pemukiman

antara lain rumah tinggal dan asrama atau yang sejenisnya, lingkungan kerja antara

perkantoran dan kawasan industri atau sejenis. Sedangkan upaya yang harus

dilakukan dalam menjaga dan memelihara kesehatan lingkungan adalah obyek

Sanitasi meliputi seluruh tempat kita tinggal/bekerja seperti: dapur, restoran,

taman, publik area, ruang kantor, rumah dan sebagainya.

2.2.1 Penyediaan Air Bersih

2.2.1.1 Sarana Air Bersih

Sarana air bersih adalah semua sarana yang dipakai sebagai sumber air

bersih bagi penghuni rumah yang digunakan untuk kehidupan sehari – hari. Yang

perlu diperhatikan antara lain :

1. Jarak antara sumber air dengan sumber pengotoran ( seperti septic tank, tempat

pembuangan sampah, tempat pembuangan air limbah ) minimal 10 meter.

2. Pada sumur Gali sedalam 3 meter dari permukaan tanah dibuat kedap air yaitu

dilengkapi dengan cincin dan bibir sumur.

3. Penampungan air hujan, perlindungan mata air, sumur artesis atau terminal air

perpipaan/kran atau sumur gali terjaga kebersihannya dan terpelihara.

2.2.1.2 Peranan Air Dalam Kehidupan

Air merupakan bagian dari kehidupan dipermukaan bumi, karena tidak

satupun kehidupan di bumi ini dapat berlangsung tanpa air. Oleh karenanya air

mutlak dibutuhkan baik bagi kehidupan manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan.

Bagi manusia sendiri yang dikarenakan tubuh manusia sendiri mengandung 60 % -

Page 15: KEADAAN SANITASI DASAR PEMUKIMAN TEMPAT RAMPAK …repository.utu.ac.id/220/1/BAB I_V.pdf · ISPA 25%, penyakit Hypertensi 22%, Infeksi Kulit (15% ), Reumatik (14% ), ... berakibat

11

70 % air dari seluruh berat badan dan air didaerah jaringan lemak terdapat kira-

kira 90 % serta darah dan getah bening juga sebagian besar dari air.

2.2.1.3 Peranan Air Dalam Kesehatan

Air mempunyai peranan dalam penularan penyakit bagi manusia, besarnya

peranan air ini disebabkan karena air sendiri dapat bertindak sebagai tempat

berkembang baik mikro organisme dan juga dapat sebagai perantara sebelum

mikro organisme berpindah pada manusia.

2.2.1.4 Air Sebagai Penyebar Mikroba Patogen (Water Borne Diseases)

Water borne disease, yaitu penyakit yang penularannya melalui air yang

terkontaminasi oleh bakteri pathogenn dari penderita atau karier. Penularan

penyakit dimana air sebagai medianya seperti penyakit cholera, demam typoid,

disentri amuba dan bakteri, tularemia, hepatitis dan lain-lain.

2.2.1.5 Kurangnya Penyediaan Air Bersih (Water Washed Diseases)

Water Washed Disease yaitu penyakit yang disebabkan oleh kurangnya air

untuk pemeliharaan kebersihan perseorangan dan air bagi kebersihan alat-alat

terutama alat dapur dan alat makan. Penularan penyakit yang berhubungan dengan

air yang digunakan untuk kebersihan/pencucian seperti alat-alat dapur memasak

dan untuk kebersihan perorangan. Hal ini berkaitan dengan volume/jumlah air

yang digunakan dengan tersedianya air cukup maka penyakit tersebut dapat

dikurangi penularannya kepada manusia. Adapun penyakit tersebut adalah diare,

infeksi dan selaput lendir dan lain- lain.

2.2.1.6 Air Sebagai Sarang Hospes Sementara (Water Based Diseases)

Water Based Disease, yaitu penyakit yang ditularkan air pada orang lain

Page 16: KEADAAN SANITASI DASAR PEMUKIMAN TEMPAT RAMPAK …repository.utu.ac.id/220/1/BAB I_V.pdf · ISPA 25%, penyakit Hypertensi 22%, Infeksi Kulit (15% ), Reumatik (14% ), ... berakibat

12

melalui persediaan air sebagai pejamu (host) perantara. Penyebaran penyakit

melalui penjamur (host) yang siklus hidupnya berada dalam air seperti

Schistosomiasis.

2.2.1.7 Air Sebagai Sarang Vektor Penyakit (Water Related Insect Vector)

Water Related Insect Vectors, Vektor-vektor insektisida yang berhubungan

dengan air yaitu penyakit yang vektornya berkembang biak dalam air. Penyakit

yang ditularkan oleh serangga dimana air merupakan tempat berkembang biak

yang baik bagi beberapa insekta sebagai penyakit seperti DHF, Malaria, Yellow

Fever dan Tripanosomiasis.

2.2.2 Persyaratan Kualitas Air

2.2.2.1 Standar Kualitas Air

Dengan adanya standard kualitas air, orang dapat mengukur kualitas dari

berbagai macam air. Setiap jenis air dapat diukur konsentrasi kandungan unsur

yang tercantum didalam standard kualitas. Dengan demikian dapat diketahui syarat

kualitasnya, dengan kata lain standard kualitas dapat digunakan sebagai tolak ukur.

Standard kualitas air minum dapat diartikan sebagai ketentuan-ketentuan

berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.

492/Menkes/PER/IV/2010 tentang persyaratan kualitas air minum yang biasanya

dituangkan dalam bentuk pernyataan atau angka yang menunjukkan persyaratan-

persyaratan yang harus dipenuhi agar air tersebut tidak menimbulkan gangguan

kesehatan, penyakit, gangguan teknis, serta gangguan dalam segi estetika.

Peraturan ini dibuat dengan maksud bahwa air yang memenuhi syarat kesehatan

mempunyai peranan penting dalam rangka pemeliharaan, perlindungan serta

mempertinggi derajat kesehatan masyarakat. Sesuai peraturan ini telah diperoleh

Page 17: KEADAAN SANITASI DASAR PEMUKIMAN TEMPAT RAMPAK …repository.utu.ac.id/220/1/BAB I_V.pdf · ISPA 25%, penyakit Hypertensi 22%, Infeksi Kulit (15% ), Reumatik (14% ), ... berakibat

13

landasan hukum dan landasan teknis dalam hal pengawasan kualitas air minum.

Demikian pula halnya dengan air yang digunakan sebagai kebutuhan air

bersih sehari-hari, sebaiknya air tersebut tidak berwarna, tidak berasa, tidak

berbau, jernih, dan mempunyai suhu yang sesuai dengan standard yang ditetapkan

sehingga menimbulkan rasa nyaman. Jika salah satu dari syarat tersebut tidak

terpenuhi maka besar kemungkinan air itu tidak sehat karena mengandung

beberapa zat kimia, mineral, ataupun zat organis/biologis yang dapat mengubah

warna, rasa, bau, dan kejernihan air (Azwar, 1999).

Untuk standard kualitas air secara global dapat digunakan Standar Kualitas

Air WHO. Sebagai organisasi kesehatan internasional, WHO juga mengeluarkan

peraturan tentang syarat-syarat kualitas air bersih yaitu meliputi kualitas fisik,

kimia dan biologi. Peraturan yang ditetapkan oleh WHO tersebut digunakan

sebagai pedoman bagi negara anggota. Namun demikian masing-masing negara

anggota dapat menetapkan syarat-syarat kualitas air sesuai dengan kondisi negara

tersebut.

2.2.2.2 Syarat Fisik

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 492 / Menkes / PER /

IV/2010 tentang persyaratan kualitas air minum, menyatakan bahwa air yang layak

dikonsumsi dalam kehidupan sehari-hari adalah air yang mempunyai kualitas yang

baik sebagai sumber air minum, antara lain harus memenuhi persyaratan secara

fisik, tidak berbau, tidak berasa, tidak keruh, serta tidak berwarna. Pada umumnya

syarat fisik ini diperhatikan untuk estetika air. Adapun sifat-sifat air secara fisik

dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya sebagai berikut :

Page 18: KEADAAN SANITASI DASAR PEMUKIMAN TEMPAT RAMPAK …repository.utu.ac.id/220/1/BAB I_V.pdf · ISPA 25%, penyakit Hypertensi 22%, Infeksi Kulit (15% ), Reumatik (14% ), ... berakibat

14

1). Suhu

Temperatur air akan mempengaruhi penerimaan masyarakat akan air

tersebut dan dapat pula mempengaruhi reaksi kimia dalam pengolahannya

terutama apabila temperatur sangat tinggi. Temperatur yang diinginkan adalah ±

30C suhu udara disekitarnya yang dapat memberikan rasa segar, tetapi iklim

setempat atau jenis dari sumber-sumber air akan mempengaruhi temperatur air.

Disamping itu, temperatur pada air mempengaruhi secara langsung toksisitas

banyaknya bahan kimia pencemar, pertumbuhan mikroorganisme, dan virus.

Temperatur atau suhu air diukur dengan menggunakan termometer air.

2). Bau dan Rasa

Bau dan rasa biasanya terjadi secara bersamaan dan biasanya disebabkan

oleh adanya bahan-bahan organik yang membusuk, tipe-tipe tertentu organisme

mikroskopik, serta persenyawaan-persenyawaan kimia seperti phenol. Bahan–

bahan yang menyebabkan bau dan rasa ini berasal dari berbagai sumber. Intensitas

bau dan rasa dapat meningkat bila terdapat klorinasi. Karena pengukuran bau dan

rasa ini tergantung pada reaksi individu maka hasil yang dilaporkan tidak mutlak.

Untuk standard air minum sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia No. 492/Menkes/PER/IV/2010 tentang persyaratan kualitas air minum

menyatakan bahwa air minum tidak berbau dan tidak berasa .

3). Kekeruhan

Air dikatakan keruh apabila air tersebut mengandung begitu banyak

partikel bahan yang tersuspensi sehingga memberikan warna/rupa yang berlumpur

dan kotor. Bahan-bahan yang menyebabkan kekeruhan ini meliputi tanah liat,

lumpur, bahan-bahan organik yang tersebar dari partikel-partikel kecil yang

tersuspensi. Kekeruhan pada air merupakan satu hal yang harus dipertimbangkan

Page 19: KEADAAN SANITASI DASAR PEMUKIMAN TEMPAT RAMPAK …repository.utu.ac.id/220/1/BAB I_V.pdf · ISPA 25%, penyakit Hypertensi 22%, Infeksi Kulit (15% ), Reumatik (14% ), ... berakibat

15

dalam penyediaan air bagi umum, mengingat bahwa kekeruhan tersebut akan

mengurangi segi estetika, menyulitkan dalam usaha penyaringan, dan akan

mengurangi efektivitas usaha desinfeksi (Sutrisno, 2006).

Tingkat kekeruhan air dapat diketahui melalui pemeriksaan laboratorium

dengan metode Turbidimeter. Untuk standard air minum ditetapkan berdasarkan

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 492/Menkes/PER/IV/2010

tentang persyaratan kualitas air minum, yaitu kekeruhan yang dianjurkan

maksimum 5 NTU (Depkes RI, 2002).

2.2.2.3 Syarat Kimia

Air minum yang baik adalah air yang tidak tercemar secara berlebihan

oleh zat-zat kimia yang berbahaya bagi kesehatan antara lain Air raksa (Hg),

Aluminium (Al), Arsen (As), Barium (Ba), Besi (Fe), Flourida (F), Calsium (Ca),

Mangan ( Mn ), Derajat keasaman (pH), Cadmium (Cd), dan zat-zat kimia lainnya.

Kandungan zat kimia dalam air minum yang dikonsumsi sehari-hari hendaknya

tidak melebihi kadar maksimum yang diperbolehkan seperti tercantum dalam

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 492/Menkes/PER/IV/2010

tentang persyaratan kualitas air minum. Penggunaan air yang mengandung bahan

kimia beracun dan zat-zat kimia yang melebihi kadar maksimum yang

diperbolehkan berakibat tidak baik bagi kesehatan dan material yang digunakan

manusia. Contohnya pH; pH Air sebaiknya netral yaitu tidak asam dan tidak basa

untuk mencegah terjadinya pelarutan logam berat dan korosi jaringan. pH air yang

dianjurkan untuk air minum adalah 6,5–8,5. Air merupakan pelarut yang baik

sekali maka jika dibantu dengan pH yang tidak netral dapat melarutkan berbagai

elemen kimia yang dilaluinya (Slamet, 2005).

Page 20: KEADAAN SANITASI DASAR PEMUKIMAN TEMPAT RAMPAK …repository.utu.ac.id/220/1/BAB I_V.pdf · ISPA 25%, penyakit Hypertensi 22%, Infeksi Kulit (15% ), Reumatik (14% ), ... berakibat

16

1). Besi (Fe)

Besi atau ferrum (Fe) adalah metal berwarna putih keperakan, liat dan

dapat dibentuk. Titik leleh Fe sebesar 1538 ºC sedangkan titik didihnya sebesar

2861 ºC. Sumber Fe antara lain berasal dari hematit ataupun magnetit. Adanya Fe

dalam air dapat bersumber dari dalam tanah itu sendiri (batu-batuan yang

mengandung besi) ataupun endapan-endapan buangan industri. Diperkirakan

kandungan Fe dalam kerak bumi adalah sebesar 5,63 x 10-3

mg/kg, sedangkan

kandungan didalam laut sebesar 2 x 10-3

mg/l (Widowati, dkk, 2008).

Senyawa besi dalam jumlah kecil di dalam tubuh manusia berfungsi

sebagai pembentuk sel-sel darah merah, dimana tubuh memerlukan 7-35 mg/hari

yang sebagian diperoleh dari air. Tetapi zat Fe yang melebihi dosis yang

diperlukan oleh tubuh dapat menimbulkan masalah kesehatan. Hal ini dikarenakan

tubuh manusia tidak dapat mengsekresi Fe, sehingga bagi mereka yang sering

mendapat tranfusi darah warna kulitnya menjadi hitam karena akumulasi Fe. Air

minum yang mengandung besi cenderung menimbulkan rasa mual apabila

dikonsumsi. Selain itu dalam dosis besar dapat merusak dinding usus. Kematian

sering kali disebabkan oleh rusaknya dinding usus ini. Kadar Fe yang lebih dari 1

mg/l akan menyebabkan terjadinya iritasi pada mata dan kulit. Apabila kelarutan

besi dalam air melebihi 10 mg/l akan menyebabkan air berbau seperti telur busuk.

Kadar maksimum Fe yang diperbolehkan di dalam air minum menurut

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 492/Menkes/PER/IV/2010

adalah 0,3 mg/l. Kadar Fe yang tinggi dalam air menimbulkan rasa, warna

(kuning), pengendapan pada dinding pipa, pertumbuhan bakteri besi, dan

kekeruhan. Fe dibutuhkan oleh tubuh dalam pembentukan hemoglobin. Banyaknya

Page 21: KEADAAN SANITASI DASAR PEMUKIMAN TEMPAT RAMPAK …repository.utu.ac.id/220/1/BAB I_V.pdf · ISPA 25%, penyakit Hypertensi 22%, Infeksi Kulit (15% ), Reumatik (14% ), ... berakibat

17

Fe dalam tubuh dikendalikan pada fase absorbs. Tubuh manusia tidak dapat

mengekskresikan Fe. Sekalipun Fe itu diperlukan oleh tubuh, tetapi dalam dosis

besar dapat merusak dinding usus (Soemirat, 2007). Simpanan Fe yang berlebihan

dalam tubuh dapat merusak sel alat pencernaan secara langsung, dalam bentuk

hemosiderin dapat menimbulkan hemosiderosis (Widowati, 2008).

2). Mangan (Mn)

Mangan adalah metal kelabu-kemerahan. Keracunan sering kali bersifat

khronis sebagai akibat dari kelebihan kadar Mn dalam tubuh sehingga dapat

mengganggu proses pencernaan. Kadar maksimum Mn yang diperbolehkan di

dalam air minum menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.

492/Menkes/PER/IV/2010 adalah 0,4 mg/l.

3). Kadmium (Cd)

Kadmium adalah metal berbentuk kristal putih keperakan. Cd diperoleh

bersama-sama dengan Zn, Cu, Pb, dalam jumlah yang kecil. Tubuh manusia tidak

memerlukan Cd dalam fungsi dan pertumbuhannya, karenanya Cd sangat beracun

pada manusia. Keracunan akut akan menyebabkan gejala gastrointestinal, dan

penyakit ginjal. Gejala klinis keracunan Cd sangat mirip dengan penyakit

Glomerulo-nephritis biasa, hanya pada fase lanjut dari keracunan Cd ditemukan

pelunakan dan fraktur (patah) tulang-tulang punggung yang multiple. Di Jepang

sakit pinggang ini dikenal sebagai penyakit “Itai-Itai Byo”. Gejalanya adalah sakit

pinggang, patah tulang, tekanan darah tinggi, kerusakan ginjal, gejala seperti

influenza, dan sterilitas pada laki-laki. Kadar maksimum Cd yang diperbolehkan di

dalam air minum menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.

492/Menkes/PER/IV/2010 adalah 0,003 mg/l.

Page 22: KEADAAN SANITASI DASAR PEMUKIMAN TEMPAT RAMPAK …repository.utu.ac.id/220/1/BAB I_V.pdf · ISPA 25%, penyakit Hypertensi 22%, Infeksi Kulit (15% ), Reumatik (14% ), ... berakibat

18

2.2.2.4 Syarat Bakteriologis

Sumber-sumber air di alam pada umumnya mengandung bakteri, baik air

angkasa, air permukaan, maupun air tanah. Jumlah dan jenis bakteri berbeda sesuai

dengan tempat dan kondisi yang mempengaruhinya. Oleh karena itu air yang

dikonsumsi untuk keperluan sehari-hari harus bebas dari bakteri patogen. Bakteri

golongan Coli (Coliform bakteri) tidak merupakan bakteri patogen, tetapi bakteri

ini merupakan indikator dari pencemaran air oleh bakteri patogen (Slamet, 2009).

E.coli sudah lama diketahui sebagai indikator adanya pencemaran tinja

manusia pada minuman ataupun makanan. Beberapa alasan mengapa E.coli

disebut sebagai indikator pencemaran pada tinja dibanding bakteri lainnya adalah

(Chandra, 2007) :

a. Jumlah organisme cukup banyak dalam usus manusia. Sekitar 200-400

miliar organisme ini dikeluarkan melalui tinja setiap harinya. Oleh karena

jarang sekali ditemukan dalam air, keberadaan kuman ini dalam air

memberi bukti kuat adanya kontaminasi tinja manusia.

b. Organisme ini lebih mudah dideteksi melalui metode kultur (walau hanya

terdapat 1 kuman dalam 100 cc air) dibanding tipe kuman patogen lainnya.

c. Organisme ini lebih tahan hidup dibandingkan dengan kuman usus patogen

lainnya.

d. Organisme ini lebih resisitensi terhadap proses purifikasi air secara

alamiah. Bila coliform organisme ini ditemukan di dalam sampel air maka

dapat diambil suatu kesimpulan bahwa kuman usus patogen yang lain

dapat juga ditemukan dalam sampel air tersebut di atas walaupun dalam

jumlah yang kecil.

Page 23: KEADAAN SANITASI DASAR PEMUKIMAN TEMPAT RAMPAK …repository.utu.ac.id/220/1/BAB I_V.pdf · ISPA 25%, penyakit Hypertensi 22%, Infeksi Kulit (15% ), Reumatik (14% ), ... berakibat

19

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.

492/Menkes/PER/IV/2010 tentang persyaratan kualitas air minum, bakteri

coliform yang memenuhi syarat untuk air minum harus 0 per 100 ml sampel.

2.2.3 Pengelolaan Pembuangan Kotoran Manusia (Jamban)

Ekskreta manusia yang terdiri atas feses dan urine merupakan hasil akhir

dari proses yang berlangsung dalam tubuh manusia yang menyebabkan pemisahan

dan pembuangan zat-zat yang tidak dibutuhkan oleh tubuh. Zat-zat yang tidak

dibutuhkan oleh tubuh tersebut berbentuk tinja dan air seni (Chandra, 2007).

Dengan bertambahnya penduduk yang tidak sebanding dengan area

pemukiman, masalah pembuangan kotoran manusia meningkat. Dilihat dari segi

kesehatan masyarakat, masalah pembuangan kotoran manusia merupakan masalah

yang pokok untuk sedini mungkin diatasi. Karena kotoran manusia (feses) adalah

sumber penyebaran penyakit yang multikompleks (Notoatmodjo, 2007).

Peranan tinja di dalam penyebaran penyakit sangat besar, disamping dapat

langsung mengkontaminasi makanan, minuman, sayuran dan sebagainya, juga air,

tanah, serangga dan bagian-bagian tubuh kita dapat terkontaminasi oleh tinja-tinja

tersebut (Notoatmodjo, 2007).

Kurangnya perhatian terhadap pengelolaan tinja disertai dengan cepatnya

pertambahan penduduk, jelas akan mempercepat penyebaran penyakit yang

ditularkan melalui tinja. Beberapa penyakit yang dapat disebarkan oleh tinja

manusia antara lain : tifus, disentri, kolera, schistosomiasis dan sebagainya

(Notoatmodjo, 2007).

Untuk mencegah dan mengurangi kontaminasi tinja terhadap lingkungan

maka pembuangan kotoran manusia harus dikelola dengan baik, maksudnya

Page 24: KEADAAN SANITASI DASAR PEMUKIMAN TEMPAT RAMPAK …repository.utu.ac.id/220/1/BAB I_V.pdf · ISPA 25%, penyakit Hypertensi 22%, Infeksi Kulit (15% ), Reumatik (14% ), ... berakibat

20

pembuangan kotoran harus di suatu tempat tertentu atau jamban yang sehat. Suatu

jamban disebut sehat untuk daerah pedesaan apabila memenuhi persyaratan-

persyaratan sebagai berikut (Notoatmodjo, 2007) :

1. Tidak mengotori permukaan tanah disekeliling jamban tersebut

2. Tidak mengotori air permukaan di sekitarnya

3. Tidak mengotori air tanah di sekitarnya

4. Tidak terjangkau oleh serangga terutama lalat dan kecoa dan binatang-

binatang lainnya

5. Tidak menimbulkan bau

6. Mudah digunakan dan dipelihara

7. Sederhana desainnya

8. Murah

9. Dapat diterima oleh pemakainya

Teknologi pembuangan kotoran manusia untuk daerah pedesaan sudah

tentu berbeda dengan teknologi jamban di daerah perkotaan. Oleh karena itu,

teknologi jamban di daerah pedesaan disamping harus memenuhi persyaratan

jamban sehat juga harus didasarkan pada sosiobudaya dan ekonomi masyarakat

pedesaan (Notoatmodjo, 2007).

Pengelolaan tinja manusia dapat dilakukan didalam septik tank. Di dalam

septik tank tinja akan dikonversi sacara anaerobik menjadi biogas (campuran gas

Carbindioksida dan gas Metan). Diharapkan dengan penyedian jamban yang sehat

dan pengelolaan tinja secara tepat, angka kejadian penyakit bawaan air dapat

diminimalkan (Mulia, 2005).

Page 25: KEADAAN SANITASI DASAR PEMUKIMAN TEMPAT RAMPAK …repository.utu.ac.id/220/1/BAB I_V.pdf · ISPA 25%, penyakit Hypertensi 22%, Infeksi Kulit (15% ), Reumatik (14% ), ... berakibat

21

2.2.4 Pengelolaan air limbah

Air limbah atau air buangan adalah sisa air yang dibuang yang berasal dari

rumah tangga, industri maupun tempat-tempat umum lainnya dan pada umumnya

mengandung bahan-bahan atau zat-zat yang dapat membahayakan bagi kesehatan

manusia serta mengganggu lingkungan hidup. Batasan lain mengatakan bahwa air

limbah adalah kombinasi dari cairan dan sampah cair yang berasal dari daerah

pemukiman, perdagangan, perkantoran dan industri, bersama-sama dengan air

tanah, air permukaan dan air hujan yang mungkin ada (Kusnoputranto, 2003).

Dari batasan tersebut dapat disimpulkan bahwa air buangan adalah air

yang sisa dari kegiatan manusia, baik kegiatan rumah tangga maupun kegiatan lain

seperti industri, perhotelan dan sebagainya. Meskipun merupakan air sisa, namun

volumenya besar, karena lebih kurang 80% dari air yang digunakan bagi kegiatan-

kegiatan manusia sehari-hari tersebut dibuang lagi dalam bentuk yang sudah kotor

(tercemar). Selanjutnya air limbah ini akhirnya akan mengalir ke sungai dan akan

digunakan oleh manusia lagi. Oleh sebab itu, air buangan ini harus dikelola atau

diolah secara baik (Notoatmodjo, 2007).

Air limbah ini berasal dari berbagai sumber, secara garis besar dapat

dikelompokkan menjadi :

1. Air buangan yang bersumber dari rumah tangga, yaitu air limbah yang

berasal dari pemukiman penduduk. Pada umumnya air limbah ini terdiri

dari ekskreta (tinja dan air seni), air bekas cucian dapur dan kamar mandi,

dan umumnya terdiri dari bahan-bahan organik.

2. Air buangan industri, yang berasal dari berbagai jenis industri akibat proses

produksi. Zat-zat yang terkandung didalamnya sangat bervariasi sesuai

Page 26: KEADAAN SANITASI DASAR PEMUKIMAN TEMPAT RAMPAK …repository.utu.ac.id/220/1/BAB I_V.pdf · ISPA 25%, penyakit Hypertensi 22%, Infeksi Kulit (15% ), Reumatik (14% ), ... berakibat

22

dengan bahan baku yang dipakai oleh masing-masing industri. Oleh sebab

itu pengolahan jenis air limbah ini agar tidak menimbulkan polusi

lingkungan menjadi lebih rumit.

3. Air buangan kotapraja, yaitu air buangan yang berasal dari daerah :

perkantoran, perdagangan, hotel, restoran, tempat-tempat umum, tempat

ibadah dan sebagainya. Pada umumnya zat yang terkandung dalam jenis air

limbah ini sama dengan air limbah rumah tangga.

Air limbah yang tidak dikelola dengan baik dapat menimbulkan dampak

buruk bagi makhluk hidup dan lingkungannya. Beberapa dampak buruk tersebut

antara lain : gangguan kesehatan, penurunan kualitas lingkungan, gangguan

terhadap keindahan dan gangguan terhadap kerusakan benda (Mulia, 2005).

Pada awalnya tujuan dari pengolahan air limbah adalah untuk

menghilangkan bahan-bahan tersuspensi dan terapung, pengolahan bahan organik

biodegradable serta mengurangi organisme patogen. Namun sejalan dengan

perkembangannya, tujuan pengelolaan air limbah sekarang ini juga terkait dengan

aspek estetika dan lingkungan (Mulia, 2005).

Pengolahan air limbah dapat dilakukan secara alamiah maupun dengan

bantuan peralatan. Pengolahan air limbah secara alamiah biasanya dilakukan

dengan bantuan kolam stabilisasi. Kolam stabilisasi sangat direkomendasikan

untuk pengolahan air limbah di daerah tropis dan negara berkembang sebab biaya

yang diperlukan untuk membuatnya relatif murah tetapi membutuhkan area yang

luas.

Kolam stabilisasi yang umumnya digunakan adalah kolam anaerobik

(anaerobic pond), kolam fakultatif (facultative pond) dan kolam maturasi

Page 27: KEADAAN SANITASI DASAR PEMUKIMAN TEMPAT RAMPAK …repository.utu.ac.id/220/1/BAB I_V.pdf · ISPA 25%, penyakit Hypertensi 22%, Infeksi Kulit (15% ), Reumatik (14% ), ... berakibat

23

(aerobic/maturation pond). Kolam anaerobik biasanya digunakan untuk mengolah

air limbah dengan kandungan bahan organik yang sangat pekat, sedangkan kolam

maturasi biasanya digunakan untuk memusnahkan mikroorganisme patogen di

dalam air limbah (Ricki, 2005).

Pengolahan air limbah dengan bantuan peralatan biasanya dilakukan pada

Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). Di dalam IPAL, biasanya proses

pengolahan dikelompokkan sebagai pengolahan pertama (primary treatment),

pengolahan kedua (secondary treatment) dan pengolahan lanjutan (tertiary

treatment) (Ricki, 2005).

Sarana pembuangan air limbah yang sehat harus memenuhi persyaratan

teknis sebagai berikut:

1. Tidak mencemari sumber air bersih

2. Tidak menimbulkan genangan air yang menjadi sarang serangga/nyamuk

3. Tidak menimbulkan bau

4. Tidak menimbulkan becek, kelembaban dan pandangan yang tidak

menyenangkan (DepKes RI, 1993).

2.2.5 Pengelolaan Sampah

Sampah adalah sesuatu bahan atau benda padat yang sudah tidak dipakai

lagi oleh manusia, atau benda padat yang sudah digunakan lagi dalam suatu

kegiatan manusia dan dibuang. Para ahli kesehatan masyarakat membuat batasan

sampah (waste) adalah sesuatu yang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak

disenangi atau sesuatu yang dibuang yang berasal dari kegiatan manusia dan tidak

terjadi dengan sendirinya (Notoatmodjo, 2007).

Page 28: KEADAAN SANITASI DASAR PEMUKIMAN TEMPAT RAMPAK …repository.utu.ac.id/220/1/BAB I_V.pdf · ISPA 25%, penyakit Hypertensi 22%, Infeksi Kulit (15% ), Reumatik (14% ), ... berakibat

24

Agar dapat mempermudah pengelolaannya, sampah dapat dibedakan atas

dasar sifat-sifat biologis dan kimianya, sebagai berikut (Soemirat, 2007):

1. Sampah yang dapat membusuk, seperti sisa makanan, daun, sampah kebun,

pertanian dan lainnya.

2. Sampah yang tidak membusuk seperti kertas, plastik, karet, gelas, logam

dan lainnya.

3. Sampah yang berupa debu atau abu.

4. Sampah yang berbahaya terhadap kesehatan, seperti sampah-sampah

berasalkan industri yang mengandung zat-zat kimia maupun zat fisis

berbahaya.

Sampah ini dalam bahasa inggris disebut garbage, yaitu yang mudah

membusuk karena aktivitas mikroorganisme. Dengan demikian pengelolaannya

menghendaki kecepatan, baik dalam pengumpulan maupun dalam

pembuangannya. Bagi lingkungan sampah jenis ini relatif kurang berbahaya

karena dapat terurai dengan sempurna menjadi zat-zat organik yang berguna bagi

fotosintesa tumbuh-tumbuhan.

Sampah yang tidak membusuk, dalam bahasa inggris disebut refuse.

Sampah ini apabila memungkinkan sebaiknya didaur ulang sehingga dapat

bermanfaat kembali baik melalui suatu proses ataupun secara langsung. Apabila

tidak dapat didaur ulang, maka diperlukan proses untuk memusnahkannya, seperti

pembakaran.

Sampah berupa debu atau abu hasil pembakaran, baik pembakaran bahan

bakar ataupun sampah tentunya tidak membusuk, tetapi dapat dimanfaatkan untuk

mendatarkan tanah atau penimbunan. Selama tidak mengandung zat yang beracun,

maka abu ini pun tidak terlalu berbahaya terhadap lingkungan dan masyarakat.

Page 29: KEADAAN SANITASI DASAR PEMUKIMAN TEMPAT RAMPAK …repository.utu.ac.id/220/1/BAB I_V.pdf · ISPA 25%, penyakit Hypertensi 22%, Infeksi Kulit (15% ), Reumatik (14% ), ... berakibat

25

Yang dimaksud dengan sampah berbahaya (B3) adalah sampah yang

karena jumlahnya, atau konsentrasinya, atau karena sifat kimiawi, fisika dan

mikrobiologinya dapat (a) meningkatkan mortalitas dan morbiditas secara

bermakna atau menyebabkan penyakit yang tidak reversible, (b) berpotensi

menimbulkan bahaya sekarang maupun di masa yang akan datang terhadap

kesehatan ataupun lingkungan apabila tidak diolah, ditransport, disimpan dan

dibuang dengan baik.

Sampah, baik kualitas maupun kuantitasnya sangat dipengaruhi oleh

berbagai kegiatan dan taraf hidup masyarakat. Beberapa faktor yang penting antara

lain adalah:

1. Jumlah penduduk. Dapat dipahami dengan mudah bahwa semakin banyak

penduduk, semakin banyak pula sampahnya. Pengelolaan sampah ini pun

berpacu dengan laju pertambahan penduduk.

2. Keadaan sosial ekonomi. Semakin tinggi keadaan sosial ekonomi

masyarakat, semakin banyak jumlah per kapita sampah yang dibuang.

Kualitas sampahnya pun semakin banyak bersifat tidak dapat membusuk.

Perubahan kualitas sampah ini, tergantung pada bahan yang tersedia,

peraturan yang berlaku serta kesadaran masyarakat akan persoalan

persampahan.

3. Kemajuan teknologi. Kemajuan teknologi akan menambah jumlah maupun

kualitas sampah, karena pemakaian bahan baku yang semakin beragam.

Penyakit bawaan sampah sangat luas dan dapat berupa penyakit menular

dan tidak menular, dapat juga berupa akibat kebakaran, keracunan dan lain-lain.

Oleh sebab itu dapat dipahami bahwa pengelolaan sampah perlu didasarkan atas

berbagai pertimbangan, yaitu : untuk mencegah terjadinya penyakit, konservasi

Page 30: KEADAAN SANITASI DASAR PEMUKIMAN TEMPAT RAMPAK …repository.utu.ac.id/220/1/BAB I_V.pdf · ISPA 25%, penyakit Hypertensi 22%, Infeksi Kulit (15% ), Reumatik (14% ), ... berakibat

26

sumber daya alam, mencegah gangguan estetika, memberi intensif untuk daur

ulang atau pemanfaatan, dan bahwa kuantitas dan kualitas sampah akan meningkat

(Soemirat, 2007).

Untuk dapat mengatasi dan mengurangi produksi sampah kita dapat

melakukan teknik pembuangan sampah. Teknik pembuangan sampah dapat dilihat

mulai dari sumber sampah sampai pada tempat pembuangan akhir sampah. Baik

dari segi kualitas maupun kuantitas dengan meningkatkan pemeliharaan dan

kualitas barang sehingga tidak cepat menjadi sampah, meningkatkan efisiensi

pengunaan bahan baku, dan meningkatkan pengunaan bahan yang dapat terurai

secara alamiah. Semua usaha ini memerlukan kesadaran masyarakat serta peran

sertanya (Soemirat, 2007).

Selanjutnya pengelolaan ditujukan pada pengumpulan sampah mulai dari

produsen sampai pada tempat pembuangan akhir (TPA) dengan membuat tempat

penampungan sampah sementara (TPS), transportasi yang sesuai lingkungan dan

pengelolaan pada TPA. Sebelum dimusnahkan, sampah dapat pula diolah dahulu

baik untuk memperkecil volume, untuk didaur ulang atau dimanfaatkan kembali.

2.3 Perilaku

Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme

(makhluk hidup) yang mempunyai cakupan luas antara lain: berbicara, menangis,

tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca dan sebagainya. Perilaku manusia

pada hakikatnya adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat

diamati secara langsung maupun tidak langsung oleh pihak luar (Notoatmodjo,

2007).

Page 31: KEADAAN SANITASI DASAR PEMUKIMAN TEMPAT RAMPAK …repository.utu.ac.id/220/1/BAB I_V.pdf · ISPA 25%, penyakit Hypertensi 22%, Infeksi Kulit (15% ), Reumatik (14% ), ... berakibat

27

2.3.1 Perilaku Kesehatan

Menurut Notoatmodjo (2007), perilaku kesehatan adalah suatu respons

seseorang (organisme) terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit

dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan dan minuman serta

lingkungan.

Secara lebih terinci, perilaku kesehatan itu mencakup:

1. Perilaku seseorang terhadap sakit dan penyakit adalah bagaimana seseorang

merespons, baik secara pasif maupun aktif terhadap sakit dan penyakit yang

dialaminya. Perilaku ini meliputi tingkatan pencegahan sebagai berikut:

a. Perilaku peningkatan dan pemeliharaan kesehatan (health promotion

behaviour)

b. Perilaku pencegahan penyakit (health prevention behaviour)

c. Perilaku pencarian pengobatan (health seeking behaviour)

d. Perilaku pemulihan kesehatan (health rehabilitation behaviour)

2. Perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan adalah respons seseorang

terhadap sistem pelayanan kesehatan baik sistem pelayanan modern maupun

tradisional

3. Perilaku terhadap makanan (nutrition behaviour) adalah respons seseorang

terhadap makanan sebagai kebutuhan vital bagi kehidupan

4. Perilaku terhadap lingkungan kesehatan (environmental health behaviour)

adalah respons seseorang terhadap lingkungan sebagai determinan kesehatan

manusia

2.3.2 Perilaku Masyarakat

Menurut Notoatmodjo (2010), meskipun perilaku adalah bentuk respon

Page 32: KEADAAN SANITASI DASAR PEMUKIMAN TEMPAT RAMPAK …repository.utu.ac.id/220/1/BAB I_V.pdf · ISPA 25%, penyakit Hypertensi 22%, Infeksi Kulit (15% ), Reumatik (14% ), ... berakibat

28

terhadap stimulus dari luar diri seseorang, namun karakteristik dan faktor-faktor

lain dari orang yang bersangkutan juga dapat memengaruhi respons seseorang.

Banyak teori determinan perilaku, salah satunya adalah teori Lawrence

Green yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003), membedakan adanya dua

determinan masalah kesehatan tersebut yakni behavioral factors (faktor perilaku)

dan non behavioral factors (faktor non perilaku). Green menganalisis bahwa faktor

perilaku ditentukan oleh tiga faktor utama, yaitu faktor predisposisi, faktor

pendukung, dan faktor pendorong.

2.3.3 Faktor predisposisi (predisposing factor)

Faktor predisposisi perilaku adalah faktor yang dapat mempermudah

terjadinya perilaku pada individu atau masyarakat, meliputi: pengetahuan, sikap,

kepercayaan, tradisi, sistem dan nilai yang ada di masyarakat. Apabila seorang

atau masyarakat memiliki pengetahuan tentang sanitasi dasar, maka itu akan

mempermudah dirinya untuk mencegah penyakit yang berbasis lingkungan seperti

cacingan, diare dan lain-lain. Adapun yang menjadi faktor predisposisi penelitian

ini adalah :

1. Pengetahuan (Knowledge)

Pengetahuan adalah hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan

penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca

indra manusia yakni: indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba.

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk

terbentuknya tindakan seseorang (overt behaviour). (Notoatmodjo, 2003).

Penelitian Rogers mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi

perilaku baru, dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni:

1). Kesadaran (Awareness), di mana orang tersebut menyadari dalam arti

Page 33: KEADAAN SANITASI DASAR PEMUKIMAN TEMPAT RAMPAK …repository.utu.ac.id/220/1/BAB I_V.pdf · ISPA 25%, penyakit Hypertensi 22%, Infeksi Kulit (15% ), Reumatik (14% ), ... berakibat

29

mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek)

2). Tertarik (Interest) terhadap stimulus atau objek tersebut. Sikap subjek

sudah mulai timbul

3). Menimbang-nimbang (Evaluation) terhadap baik dan tidaknya stimulus

tersebut bagi dirinya

4). Trial, di mana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan

apa yang dikehendaki oleh stimulus

5). Adoption, di mana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan

pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus

Namun demikian, dari penelitian Rogers menyimpulkan bahwa perubahan

perilaku tidak selalu melewati tahap-tahap tersebut. Pengetahuan yang dicakup

dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan, yakni:

a. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya.

b. Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar

tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasi materi tersebut secara

benar.

c. Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang

telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya

d. Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu

objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasi

Page 34: KEADAAN SANITASI DASAR PEMUKIMAN TEMPAT RAMPAK …repository.utu.ac.id/220/1/BAB I_V.pdf · ISPA 25%, penyakit Hypertensi 22%, Infeksi Kulit (15% ), Reumatik (14% ), ... berakibat

30

tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain

e. Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru

f. Evaluasi

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian

terhadap suatu materi atau objek (Notoatmodjo, 2003)

2. Pendidikan

Menurut Notoatmodjo (2010), menyatakan bahwa pendidikan adalah

derajat tertinggi jenjang pendidikan yang diselesaikan berdasar ijazah yang

diterima dari sekolah formal terakhir dengan sertifikat kelulusan. Pendidikan

merupakan suatu usaha atau pengaruh yang diberikan yang bertujuan untuk proses

pendewasaan. Pendidikan dapat berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan

seseorang termasuk pengetahuan tentang pentingnya penggunaan jamban keluarga

sebagai tempat membuang tinja dan pemeliharaan jamban dengan baik

3. Pekerjaan

Menurut Notoatmodjo (2010), mengatakan pekerjaan adalah aktivitas atau

kegiatan yang dilakukan oleh responden sehingga memperoleh penghasilan

4. Penghasilan

Penghasilan adalah jumlah pendapatan suami istri per bulan dan seluruh

anggota rumah tangga yang disumbangkan untuk memenuhi kebutuhan bersama

maupun perseorangan dalam rumah tangga (Suhardjo. 2003).

Upah Minimum Regional sesuai dengan Peraturan Gubernur (Pergub)

Aceh No 65 tahun 2012, Upah Minimum Provinsi (UMP) Aceh sebesar Rp.

1.550.000,-.

Page 35: KEADAAN SANITASI DASAR PEMUKIMAN TEMPAT RAMPAK …repository.utu.ac.id/220/1/BAB I_V.pdf · ISPA 25%, penyakit Hypertensi 22%, Infeksi Kulit (15% ), Reumatik (14% ), ... berakibat

31

2.3.4 Faktor pendukung (enabling factor)

Faktor pendukung (enabling) perilaku adalah fasilitas, sarana dan prasarana

yang mendukung atau memfasilitasi terjadinya perilaku seseorang atau

masyarakat, misalnya: tersedianya pusat kesehatan masyarakat (puskesmas), obat-

obatan, jamban dan sebagainya. Faktor pendukung kondisi jamban adalah sarana

digunakan untuk membuang tinja yang meliputi bentuk jamban, kebersihan

jamban. Notoatmodjo (2010).

2.3.5 Faktor pendorong (reinforcing factor)

Faktor pendorong perilaku adalah faktor yang mendorong atau

memperkuat terjadinya perilaku, misalnya: untuk berperilaku sehat diperlukan

contoh dari para tokoh masyarakat, seperti lurah, dokter (tenaga kesehatan), camat

dan lain-lain. Adapun faktor pendorong penelitian ini adalah peran petugas. Peran

petugas dalam memberikan penyuluhan tentang penggunaan jamban keluarga

sangat berpengaruh terhadap proses pembentukan perilaku. Diharapkan individu

atau masyarakat menggunakan jamban keluarga setelah mereka memperoleh

pandangan yang baik dari petugas terkait.

2.3.6 Tindakan

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan. Untuk

terwujudnya sikap menjadi suatu perbedaan nyata diperlukan faktor pendukung

atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas. (Notoatmodjo,

2007).

Page 36: KEADAAN SANITASI DASAR PEMUKIMAN TEMPAT RAMPAK …repository.utu.ac.id/220/1/BAB I_V.pdf · ISPA 25%, penyakit Hypertensi 22%, Infeksi Kulit (15% ), Reumatik (14% ), ... berakibat

32

Tindakan mempunyai beberapa tingkatan :

1. Persepsi (perception)

Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang

akan diambil adalah merupakan tindakan tingkat pertama.

2. Respon terpimpin (guided response)

Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai

dengan contoh adalah merupakan indikator praktek tingkat kedua.

3. Mekanisme (mechanism)

Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara

otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah mencapai

tingkatan ketiga.

4. Adopsi (adoption)

Adopsi adalah suatu tindakan yang sudah berkembang dengan baik, artinya

tindakan tersebut sudah dimodifikasi tanpa mengurangi kebenaran tindakan

tersebut (Notoatmodjo, 2003).

2.4 Landasan Teori

Soemirat, 20071. Sarana

Penyediaan AirBersih

2. SaranaPengelolaanSampah

Soekidjo, 20071. Sarana

Pembuangan AirLimbah

2. SaranaPembuanganKotoran Manusia

Notoatmodjo, 20071. Sikap2. Tindakan

Notoatmodjo, 20031. Pengetahuan

Memenuhi SyaratKesehatan

Tidak MemenuhiSyarat Kesehatan

Page 37: KEADAAN SANITASI DASAR PEMUKIMAN TEMPAT RAMPAK …repository.utu.ac.id/220/1/BAB I_V.pdf · ISPA 25%, penyakit Hypertensi 22%, Infeksi Kulit (15% ), Reumatik (14% ), ... berakibat

33

2.5 Kerangka Konsep Penelitian

PrasyaratKesehatan

MemenuhiSyarat Kesehatan

Tidak MemenuhiSyarat Kesehatan

Sarana Sanitasi Dasar1. Sistem Penyedian

Air Bersih2. Sistem Pembuangan

Air Tinja3. Sistem Pembuangan

Sampah4. Sistem Pembuangan

Limbah

Prilaku Masyarakat1. Sikap2. Pengetahuan3. Tindakan

Page 38: KEADAAN SANITASI DASAR PEMUKIMAN TEMPAT RAMPAK …repository.utu.ac.id/220/1/BAB I_V.pdf · ISPA 25%, penyakit Hypertensi 22%, Infeksi Kulit (15% ), Reumatik (14% ), ... berakibat

8

Page 39: KEADAAN SANITASI DASAR PEMUKIMAN TEMPAT RAMPAK …repository.utu.ac.id/220/1/BAB I_V.pdf · ISPA 25%, penyakit Hypertensi 22%, Infeksi Kulit (15% ), Reumatik (14% ), ... berakibat

8

2.6 Pengertian Sanitasi

Sanitasi dasar adalah sanitasi minimum yang diperlukan untuk

menyediakan lingkungan sehat yang memenuhi syarat kesehatan yang

menitikberatkan pada pengawasan berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi

derajat kesehatan manusia. (Azwar,1999).

Sanitasi adalah suatu upaya pencegahan penyakit yang menitik beratkan

kegiatannya kepada usaha-usaha kesehatan lingkungan hidup manusia. Di dalam

Undang-Undang Kesehatan No. 23 tahun 1992 pasal 22 disebutkan bahwa

kesehatan lingkungan diselenggarakan untuk mewujudkan kualitas lingkungan

yang sehat, yang dapat dilakukan dengan melalui peningkatan Sanitasi

lingkungan, baik yang menyangkut tempat maupun terhadap bentuk atau wujud

substantifnya yang berupa fisik, kimia, atau biologi termasuk perubahan perilaku.

Kualitas lingkungan yang sehat adalah keadaan lingkungan yang bebas dari

resiko yang membahayakan kesehatan dan keselamatan hidup manusia, melalui

pemukiman antara lain rumah tinggal dan asrama atau yang sejenisnya, melalui

lingkungan kerja antara perkantoran dan kawasan industri atau sejenis. Sedangkan

upaya yang harus dilakukan dalam menjaga dan memelihara kesehatan lingkungan

adalah obyek Sanitasi meliputi seluruh tempat kita tinggal/bekerja seperti: dapur,

restoran, taman, publik area, ruang kantor, rumah dan sebagainya.

2.7 Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di Rumah Tangga

Rumah tangga sebagai elemen terkecil dari masyarakat sangat memegang

peranan penting dalam peningkatan kesadaran PHBS, rumah tangga yang sehat

Page 40: KEADAAN SANITASI DASAR PEMUKIMAN TEMPAT RAMPAK …repository.utu.ac.id/220/1/BAB I_V.pdf · ISPA 25%, penyakit Hypertensi 22%, Infeksi Kulit (15% ), Reumatik (14% ), ... berakibat

9

tentunya akan menjamin terwujudnya masyarakat yang sehat, begitu pula

sebaliknya (Rahmani, 2010).

Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di Rumah Tangga merupakan

salah satu upaya strategis untuk menggerakan dan memberdayakan keluarga atau

anggota rumah tangga untuk hidup bersih dan sehat. Melalui ini setiap anggota

rumah tangga diberdayakan agar tahu, mau dan mampu menolong diri sendiri

dibidang kesehatan dengan mengupayakan lingkungan yang sehat, mencegah dan

menanggulangi masalah-masalah kesehatan yang dihadapi, serta memanfaatkan

pelayanan kesehatan yang ada. Setiap rumah tangga juga digerakkan untuk

berperan aktif dalam mewujudkan kesehatan masyarakatnya dan mengembangkan

upaya kesehatan bersumber masyarakat (Depkes RI, 2006).

2.7.1 Sasaran PHBS di Rumah Tangga

Sasaran PHBS rumah tangga adalah seluruh anggota rumah tangga yang

terdiri dari pasangan usia subur, ibu hami dan menyusui, anak dan remaja, usia

lanjut, pengasuh anak. Adapun manfaat PHBS di rumah tangga adalah: 1) Anggota

keluarga meningkat kesehatannya dan tidak mudah sakit, 2) Mampu

mengupayakan lingkungan sehat, 3) Peningkatan kinerja dan citra alokasi biaya

penanganan masalah kesehatan dapat di alihkan unatuk pengembangan lingkungan

sehat & penyedian sarana kesehatan merata, bermutu dan terjangkau, 4) Anak

tumbuh sehat & cerdas, 5) Mampu mencegah & menanggulangi masalah

kesehatan, 6) Menjadi pusat pembelajaran bagi daerah lain dalam pengembangan

PHBS di rumah tangga, 7) Produktivitas anggota keluarga meningkat, 8)

Memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada, 8) Pengeluaran biaya dapat di

Page 41: KEADAAN SANITASI DASAR PEMUKIMAN TEMPAT RAMPAK …repository.utu.ac.id/220/1/BAB I_V.pdf · ISPA 25%, penyakit Hypertensi 22%, Infeksi Kulit (15% ), Reumatik (14% ), ... berakibat

10

alokasikan untuk pemenuhan gizi keluarga ,pendidikan & modal usaha untuk

peningkatan pendapatan, 9) Mampu mengembangkan upaya kesehatan bersumber

masyarakat seperti posyandu, JPKM, tabungan bersalin, arisan jamban, kelompok

pemakai air, ambulan desa (Dinkes, 2007).

2.7.2 Indikator PHBS di Rumah Tangga

Depkes RI (2007), indikator pada tatanan rumah tangga adalah sebagai

berikut:

a. Persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan.

Persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan karena tenaga kesehatan

merupakan orang yang sudah ahli dalam membantu persalinan, sehingga kesehatan

ibu dan bayi lebih terjamin.

b. Memberi ASI eksklusif.

ASI eksklusif atau lebih tepat pemberian ASI secara eksklusif adalah bayi

hanya diberi ASI saja tanpa tambahan cairan lain seperti susu formula, jeruk,

madu, air teh, air putih, dan tanpa tambahan makanan padat seperti pisang, pepaya,

bubur susu, biskuit, bubur nasi, dan tim. Pemberian ASI secara eksklusif ini

dianjurkan untuk jangka waktu setidaknya empat bulan, tetapi bila mungkin

sampai enam bulan. Setelah bayi berumur enam bulan , ia harus mulai

diperkenalkan dengan makanan padat, sedangkan ASI dapat diberikan sampai bayi

berusia dua tahun atau bahkan lebih dari dua tahun (Roesli, 2000). Adapun

manfaat pemberian ASI bagi bayi dan ibu adalah: 1) ASI sebagai nutrisi, 2) ASI

meningkatkan daya tahan tubuh, 3) ASI meningkatkan kecerdasan, 4) Menyusui

meningkatkan jalinan kasih ibu, 5) Mengurangi perdarahan setelah melahirkan, 6)

Page 42: KEADAAN SANITASI DASAR PEMUKIMAN TEMPAT RAMPAK …repository.utu.ac.id/220/1/BAB I_V.pdf · ISPA 25%, penyakit Hypertensi 22%, Infeksi Kulit (15% ), Reumatik (14% ), ... berakibat

11

Mengurangi terjadinya anemia, 7) Menjarangkan kehamilan, 8) Mengecilkan

rahim, 9) Lebih cepat langsing. 10) Mengurangi kemungkinan menderita kanker,

11) Lebih ekonomis/murah, 12) Tidak merepotkan dan hemat waktu, 13) Portabel

dan praktis, 14) Memberi kepuasan bagi ibu (Roesli, 2000).

c. Menimbang balita setiap bulan.

Untuk mengetahui pertumbuhan dan perkembanga bayi dan balita

dilakukan penimbangan berat badan setiap bulan di posyandu, fasilitas pelayanan

kesehatan lain, atau pos pelayanan Anak Usia Dini (PAUD) (Depkes RI, 2009).

d. Menggunakan air bersih.

Air adalah sangat penting bagi kehidupan manusia. Manusia akan lebih

cepat meninggal karena kekurangan air dari pada kekurangan makanan. Didalam

tubuh manusia itu sendiri sebagian besar terdiri dari air. Tubuh orang dewasa,

sekitar 55-60% badan terdiri dari air, untuk anak-anak sekitar 65%, dan untuk bayi

sekitar 80% .

Kebutuhan manusia akan air sangat kompleks antara lain untuk minum,

masak dan mencuci, dan sebagainya. Diantara kegunaan-kegunaan air tersebut

yang sangat penting adalah kebutuhan akan air minum. Oleh karena itu, untuk

keperluan minum (termasuk untuk masak) air harus mempunyai persyaratan

khusus agar air tersebut tidak menimbulkan penyakit bagi manusia (Notoatmodjo,

2007).

Notoatmodjo (2007) menyatakan bahwa, syarat –syarat air minum yang

sehat adalah sebagai berikut: 1) Syarat fisik, persyaratan fisik untuk air minum

yang sehat adalah bening (tidak berwarna), tidak berasa, suhu dibawah suhu udara

Page 43: KEADAAN SANITASI DASAR PEMUKIMAN TEMPAT RAMPAK …repository.utu.ac.id/220/1/BAB I_V.pdf · ISPA 25%, penyakit Hypertensi 22%, Infeksi Kulit (15% ), Reumatik (14% ), ... berakibat

12

di luarnya. Cara mengenal air yang memenuhi persyaratan fisik ini lebih sukar. 2)

Syarat bakteriologis, air minum tidak boleh mengandung bakteri-bakteri penyakit

(patogen) seperti bakteri coli melebihi batas –batas yang telah ditentukan yaitu 1

coli/100 ml air serta kandungan oksigen dalam air bersih berdasarkan Peraturan

Menteri Kesehatan RI No 82 / 2001 mengenai baku mutu air minum golongan B

maksimum yang dianjurkan adalah 12 mg/l. Apabila nilai COD melebihi batas

dianjurkan, maka kualitas air tersebut buruk. Kandungan BOD dalam air bersih

menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No 82 / 2001 mengenai baku mutu air

dan air minum golongan B maksimum yang dianjurkan adalah 6 mg/l, 3) Syarat

kimia, air minum yang sehat harus mengandung zat-zat tertentu dalam jumlah

yang tertentu pula. Kekurangan atau kelebihan salah satu zat kimia dalam air, akan

menyebabkan gangguan fisiologis pada manusia.

e. Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun.

Perilaku cuci tangan pakai sabun ternyata bukan merupakan perilaku yang

biasa dilakukan sehari-hari oleh masyarakat pada umumnya. Rendahnya perilaku

cuci tangan pakai sabun dan tingginya tingkat efektifitas perilaku cuci tangan

pakai sabun dalam mencegah penularan penyakit, maka sangat penting adanya

upaya promosi kesehatan bermaterikan peningkatan cuci tangan tersebut. Dengan

demikian dapat dipahami betapa perilaku ini harus dilakukan, antara lain karena

berbagai alasan sebagai berikut: 1) Mencuci tangan pakai sabun dapat mencegah

penyakit yang dapat menyebabkan ratusan ribu anak meninggal setiap tahunya, 2)

Mencuci tangan dengan air saja tidak cukup, 3) CTPS (cuci tangan pakai sabun)

adalah satu-satunya intervensi kesehatan yang paling “cost-effective” jika

Page 44: KEADAAN SANITASI DASAR PEMUKIMAN TEMPAT RAMPAK …repository.utu.ac.id/220/1/BAB I_V.pdf · ISPA 25%, penyakit Hypertensi 22%, Infeksi Kulit (15% ), Reumatik (14% ), ... berakibat

13

dibanding dengan hasil yang diperolehnya (Rahmani, 2010).

Waktu kritis untuk cuci tangan pakai sabun yang harus diperhatikan, yaitu

saat-saat sebagai berikut: 1) Sebelum makan, 2) Sebelum menyiapkan makanan, 3)

Setelah buang air besar, 4) Setelah menceboki bayi/anak, 5) Setelah memegang

unggas atau hewan.

Beberapa manfaat yang diperoleh setelah seseorang melakukan cuci tangan

pakai sabun, yaitu antara lain : 1) Membunuh kuman penyakit yang ada di tangan,

2) Mencegah penularan penyakit seperti typus, disentri,flu burung, flu babi, 3)

Tangan menjadi bersih dan bebas dari kuman.

Cara mencuci tangan yang benar adalah sebagai berikut : 1) Cuci tangan

dengan air bersih yang mengalir dan memakai sabun seperlunya, 2) Bersihkan

telapak tangan, pergelangan tangan, sela-sela jari dan punggung tangan, 3)

Bersihkan tangan menggunakan lap bersih (Rahmani, 2010).

f. Menggunakan jamban yang sehat.

Untuk mencegah sekurang-kurangnya mengurangi kontaminasi tinja

terhadap lingkungan maka pembuangan kotoran manusia harus dikelola dengan

baik, maksudnya pembuangan kotoran harus di suatu tempat tertentu atau jamban

yang sehat (Notoadmodjo, 2007).

Notoatmodjo (2007) menyatakan bahwa, suatu jamban yang sehat harus

memenuhi persyaratan sebagai berikut : 1) Tidak mengotori permukaan tanah di

sekeliling jamban tersebut, 2) Tidak mengotori air permukaan disekitarnya, 3)

Tidak mengotori air tanah di sekitarnya, 4) Tidak terjangkau oleh serangga

terutama lalat dan kecoa, dan binatang-binatang lainnya, 5) Tidak menimbulkan

Page 45: KEADAAN SANITASI DASAR PEMUKIMAN TEMPAT RAMPAK …repository.utu.ac.id/220/1/BAB I_V.pdf · ISPA 25%, penyakit Hypertensi 22%, Infeksi Kulit (15% ), Reumatik (14% ), ... berakibat

14

bau, 6) Mudah digunakan dan dipelihara, 7) Sederhana desainya, 8) Murah, 9)

Dapat diterima oleh pemakainya.

Agar persyaratan- persyaratan ini dapat dipenuhi, maka perlu diperhatikan

antara lain: 1) Sebaiknya jamban tertutup, artinya bangunan jamban terlindungi

dari panas dan hujan, serangga dan binatang-binatang lain, terlindungi dari

pandangan orang, 2) Bangunan jamban sebaiknya mempunyai lantai yang kuat,

tempat berpijak yang kuat, dan sebagainya, 3) Bangunan jamban sebaiknya

ditempatkan pada lokasi yang tidak mengganggu pandangan, dan tidak

menimbulkan bau dan sebagainya, 4) Sedapat mungkin disediakan alat

pembersihkan seperti air atau kertas pembersih (Notoadmodjo, 2007).

Jamban yang paling dianjurkan untuk digunakan menurut Soeparman dan

Suparmin (2001) adalah jamban leher angsa. Tipe jamban ini terdiri dari lantai

beton biasa yang dilengkapi leher angsa. Slab (leher angsa) dapat langsung

dipasang di atas lubang galian, lubang hasil pengeboran atau tangki pembusukan.

Dengan adanya sekat air pada leher angsa, lalat tidak dapat mencapai bahan yang

terdapat pada lubang jamban, dan bau tidak dapat keluar dari lubang tersebut.

g. Memberantas jentik didalam rumah seminggu sekali.

Pemberantasan jentik didalam rumah agar rumah bebas dari jentik.

Populasi nyamuk menjadi terkendali sehingga penularan penyakit dengan

perantara nyamuk dapat dicegah atau dikurangi dan kemungkinan terhindar dari

penyakit semakin besar seperti Demam Berdarah Dengue (DBD), malaria,

chikungunya dan kaki gajah (Depkes RI, 2007 dalam Suriyani, 2009).

h. Mengkonsumsi sayur dan buah setiap hari.

Page 46: KEADAAN SANITASI DASAR PEMUKIMAN TEMPAT RAMPAK …repository.utu.ac.id/220/1/BAB I_V.pdf · ISPA 25%, penyakit Hypertensi 22%, Infeksi Kulit (15% ), Reumatik (14% ), ... berakibat

15

Sayur merupakan salah satu sumberdaya yang banyak terdapat disekitar

kita, mudah diperolah dan berharga relatif murah serta merupakan sumber vitamin

dan mineral. Sayur antara lain mengandung karoten, vitamin C, vitamin B,

kalsium, zat besi dan karbohidrat dalam bentu selulosa dan pektin atau disebut

juga serat. Sayur umunya rendah dalam kandungan protein dan lemak tetapi tinggi

dalam kandungan besi, kalsium, vitamin C dan provitamin A, kecuali untuk

beberapa jenis sayur tertentu. Jenis sayur yang banyak mengandung serat adalah

sayur daun hijau antara lain bayam, kangkung, daun singkong, daun katuk, dan

daun melijo (Anwar, Marliyati, Sulaiman, 1992 dalam Setiowati, 2000).

Anwar, Marliyati, Sulaiman (1992 dalam Setiowati, 2000), buah

merupakan salah satu sumber bahan pangan nabati yang potensial dan banyak

mengandung zat gizi terutama vitamin dan mineral. Buah juga dikenal sebagai

bahan pangan yang kaya akan vitamin E, mineral FE dan mineral ZN yang

berfungsi menangkal radikal bebas sedangkan serat banyak berfungsi dalam

memperlambat kerusakan sel secara dini.

Sayur makanan yang bersifat alkalis/basa, dinilai lebih dapat mengimbangi

daging yang bersifat asam. Peran selenium dan kromium (yang terkandung dalam

sayur) dalam ratio tertentu mampu mencegah terbentuknya karat lemak pada

dinding pembuluh darah. Sayur yang kandungan kalsiumnya lebih banyak dari

susu, lebih-lebih yang berasal dari tumbuhan laut, dapat mengatasi masalah zat

kapur. Radikal bebas yang diperoduksi dalam tubuh manusia, yang dapat

mengubah sifat-sifat sel tubuh menjadi kanker, atau karat lemak pembuluh darah,

dapat diredam reaksinya dengan zat antioksidan. Zat-zat yang berperan sebagai

Page 47: KEADAAN SANITASI DASAR PEMUKIMAN TEMPAT RAMPAK …repository.utu.ac.id/220/1/BAB I_V.pdf · ISPA 25%, penyakit Hypertensi 22%, Infeksi Kulit (15% ), Reumatik (14% ), ... berakibat

16

antioksidan sudah ditemukan diantaranya vitamin C, E dan selenium. Zat-zat ini

terkandung dalam berbagai macam sayur, meskipun jenisnya belum diketahui

secara pasti (Nadesul, 1994 dalam Setiowati, 2000).

Khomsan dan Nasution (1995 dalam Setiowati, 2000), pengetahuan gizi

merupakan landasan penting menentukan konsumsi pangan keluarga. Individu

yang berpengetahuan gizi baik akan mempunyai kemampuan untuk menerapkan

pengetahuan gizinya di dalam pemilihan maupun pengolahan pangan sehingga

konsumsi pangan yang mencukupi kebutuhan bisa lebih terjamin.

i. Melakukan aktivitas fisik setiap hari.

Melakukan aktivitas fisik setiap hari dapat terhindar dari penyakit jantung,

stroke, osteoporosis, kanker, tekanan darah tinggi, kencing manis dan lain-lain.

Berat badan terkendali, otot menjadi lentur dan tulang menjadi lebih kuat, bentuk

tulang bagus, lebih percaya diri, lebih bertenaga, dan bugar dan secara keseluruhan

keadaan kesehatan menjadi baik (Depkes RI, 2007 dalam Suriyani, 2009).

j. Tidak merokok di dalam rumah.

Rokok ibarat pabrik kimia. Dalam satu batang rokok yang dihisap akan

mengeluarkan sekitar 4000 bahan kimia berbahaya, diantaranya yang paling

berbahaya adalah Nikotin, Tar, dan Carbon Monoksida (CO). Nikotin ini

menyebabkan ketagihan dan merusak jantung dan aliran darah. Tar menyebabkan

kerusakan paru-paru dan kanker.CO menyebabkan berkurangnya kemampuan

darah membawa oksigen, sehingga sel-sel tubuh akan mati (Depkes RI, 2007

dalam Suriyani, 2009)

Page 48: KEADAAN SANITASI DASAR PEMUKIMAN TEMPAT RAMPAK …repository.utu.ac.id/220/1/BAB I_V.pdf · ISPA 25%, penyakit Hypertensi 22%, Infeksi Kulit (15% ), Reumatik (14% ), ... berakibat

17

2.8 Penyediaan Air Bersih

Air merupakan salah satu bahan pokok yang mutlak dibutuhkan oleh

manusia sepanjang masa. Air mempunyai hubungan yang erat dengan kesehatan.

Apabila tidak diperhatikan maka air yang dipergunakan masyarakat dapat

mengganggu kesehatan manusia. untuk mendapatkan air yang baik, sesuai dengan

standar tertentu, saat ini menjadi barang yang mahal karena air sudah banyak

tercemar oleh bermacam-macam limbah dari hasil kegiatan manusia, baik limbah

dari kegiatan industri dan kegiatan lainnya (Wardhana, 2004).

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No.

416/MenKes/Per/IX/1990, yang di maksud air bersih adalah air bersih yang

digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya memenuhi syarat

kesehatan dan dapat diminum apabila telah di masak. Air bersih merupakan salah

satu kebutuhan manusia untuk memenuhi standar kehidupan manusia secara sehat.

ketersediaan air yang terjangkau dan berkelanjutan menjadi bagian terpenting bagi

setiap individu baik yang tinggal di perkotaan maupun di perdesaan.

Sarana sanitasi air adalah bangunan beserta peralatan dan perlengkapannya

yang menghasilkan, menyediakan dan membagi-bagikan air bersih untuk

masyarakat. Jenis sarana air bersih ada beberapa macam yaitu PAM, sumur gali,

sumur pompa tangan dangkal dan sumur pompa tangan dalam , tempat

penampungan air hujan, penampungan mata air, dan perpipaan. Sirkulasi air,

pemanfaatan air, serta sifat-sifat air memungkinkan terjadinya pengaruh air

terhadap kesehatan. Secara khusus, pengaruh air terhadap kesehatan dapat bersifat

langsung maupun tidak langsung (Slamet, 2007).

Page 49: KEADAAN SANITASI DASAR PEMUKIMAN TEMPAT RAMPAK …repository.utu.ac.id/220/1/BAB I_V.pdf · ISPA 25%, penyakit Hypertensi 22%, Infeksi Kulit (15% ), Reumatik (14% ), ... berakibat

18

2.8.1 Manfaat Air

Pemanfaatan air untuk berbagai keperluan adalah:

1. Untuk keperluan air minum.

2. Untuk kebutuhan rumah tangga I (cuci pakaian, cuci alat dapur, dan lain-

lain).

3. Untuk kebutuhan rumah tangga II (gelontor, siram-siram halaman)

4. Untuk konservasi sumber baku PAM.

5. Taman Rekreasi (tempat-tempat pemandian, tempat cuci tangan).

6. Pusat perbelanjaan (khususnya untuk kebutuhan yang dikaitkan dengan

proses kegiatan bahan-bahan/ minuman, WC dan lain-lain).

7. Perindustrian I (untuk bahan baku yang langsung dikaitkan dalam proses

membuat makanan, minuman seperti the botol, coca cola, perusahaan roti

dan lain-lain).

8. Pertanian/ irigasi

9. Perikanan (Elok, 2008)

2.8.2 Syarat Air Bersih

Pemenuhan kebutuhan akan air bersih haruslah memenuhi dua syarat yaitu

kuantitas dan kualitas (Depkes RI, 2005).

A. Syarat Kuantitatif

Syarat kuantitatif adalah jumlah air yang dibutuhkan setiap hari tergantung

kepada aktifitas dan tingkat kebutuhan. Makin banyak aktifitas yang dilakukan

maka kebutuhan air akan semakin besar. Secara kuantitas di Indonesia

Page 50: KEADAAN SANITASI DASAR PEMUKIMAN TEMPAT RAMPAK …repository.utu.ac.id/220/1/BAB I_V.pdf · ISPA 25%, penyakit Hypertensi 22%, Infeksi Kulit (15% ), Reumatik (14% ), ... berakibat

19

diperkirakan dibutuhkan air sebanyak 138,5 liter/orang/hari dengan perincian yaitu

untuk mandi, cuci kakus 12 liter, minum 2 liter, cuci pakaian 10,7 liter, kebersihan

rumah 31,4 liter, taman 11,8 liter, cuci kendaraan 21,8 liter, wudhu 16,2 liter, lain-

lain 33,3 liter (Slamet, 2007).

B. Syarat Kualitatif

Syarat kualitas meliputi parameter fisik, kimia, radioaktivitas, dan

mikrobiologis yang memenuhi syarat kesehatan menurut Peraturan Menteri

Kesehatan RI Nomor 416/Menkes/Per/IX/1990 tentang Syarat-Syarat dan

Pengawasan Kualitas Air (Slamet, 2007).

1. Parameter Fisik

Air yang memenuhi persyaratan fisik adalah air yang tidak berbau, tidak

berasa, tidak berwarna, tidak keruh atau jernih, dan dengan suhu sebaiknya di

bawah suhu udara sedemikian rupa sehingga menimbulkan rasa nyaman, dan

jumlah zat padat terlarut (TDS) yang rendah.

a. Bau

Air yang berbau selain tidak estetis juga tidak akan disukai oleh masyarakat.

Bau air dapat memberi petunjuk akan kualitas air.

b. Rasa

Air yang bersih biasanya tidak memberi rasa/tawar. Air yang tidak tawar dapat

menunjukkan kehadiran berbagai zat yang dapat membahayakan kesehatan.

c. Warna

Air sebaiknya tidak berwarna untuk alasan estetis dan untuk mencegah

keracunan dari berbagai zat kimia maupun mikroorganisme yang berwarna.

Page 51: KEADAAN SANITASI DASAR PEMUKIMAN TEMPAT RAMPAK …repository.utu.ac.id/220/1/BAB I_V.pdf · ISPA 25%, penyakit Hypertensi 22%, Infeksi Kulit (15% ), Reumatik (14% ), ... berakibat

20

Warna dapat disebabkan adanya tannin dan asam humat yang terdapat secara

alamiah di air rawa, berwarna kuning muda, menyerupai urin, oleh karenanya

orang tidak mau menggunakannya. Selain itu, zat organik ini bila terkena khlor

dapat membentuk senyawa-senyawa khloroform yang beracun. Warnapun

dapat berasal dari buangan industri.

d. Kekeruhan

Kekeruhan air disebabkan oleh zat padat yang tersuspensi, baik yang bersifat

anorganik maupun yang organik. Zat anorganik biasanya berasal dari lapukan

batuan dan logam, sedangkan yang organik dapat berasal dari lapukan tanaman

atau hewan. Buangan industri dapat juga merupakan sumber kekeruhan.

e. Suhu

Suhu air sebaiknya sejuk atau tidak panas terutama agar tidak terjadi pelarutan

zat kimia yang ada pada saluran/pipa yang dapat membahayakan kesehatan,

menghambat reaksi-reaksi biokimia di dalam saluran/pipa, mikroorganisme

pathogen tidak mudah berkembang biak, dan bila diminum air dapat

menghilangkan dahaga.

f. Jumlah Zat Padat Terlarut

Jumlah zat padat terlarut (TDS) biasanya terdiri atas zat organik, garam

anorganik, dan gas terlarut. Bila TDS bertambah maka kesadahan akan naik

pula. Selanjutnya efek TDS ataupun kesadahan terhadap kesehatan tergantung

pada spesies kimia penyebab masalah tersebut.

2. Parameter Mikrobiologis

Sumber-sumber air di alam pada umumnya mengandung bakteri. Jumlah dan

jenis bakteri berbeda sesuai dengan tempat dan kondisi yang

mempengaruhinya. Oleh karena itu air yang digunakan untuk keperluan sehari-

Page 52: KEADAAN SANITASI DASAR PEMUKIMAN TEMPAT RAMPAK …repository.utu.ac.id/220/1/BAB I_V.pdf · ISPA 25%, penyakit Hypertensi 22%, Infeksi Kulit (15% ), Reumatik (14% ), ... berakibat

21

hari harus bebas dari bakteri pathogen. Bakteri golongan coli tidak merupakan

bakteri golongan pathogen, namum bakteri ini merupakan indikator dari

pencemaran air oleh bakteri pathogen.

3. Parameter Radioaktifitas

Dari segi parameter radioaktivitas, apapun bentuk radioaktivitas efeknya

adalah sama, yakni menimbulkan kerusakan pada sel yang terpapar. Kerusakan

dapat berupa kematian dan perubahan komposisi genetik. Kematian sel dapat

diganti kembali apabila sel dapat beregenerasi dan apabila tidak seluruh sel

mati. Perubahan genetis dapat menimbulkan berbagai penyakit seperti kanker

dan mutasi.

4. Parameter Kimia

Dari segi parameter kimia, air yang baik adalah air yang tidak tercemar secara

berlebihan oleh zat-zat kimia yang berbahaya bagi kesehatan antara lain air

raksa (Hg), alumunium (Al), Arsen (As), barium (Ba), besi (Fe), Flourida (F),

Kalsium (Ca), derajat keasaman (pH), dan zat kimia lainnya. Air sebaiknya

tidak asam dan tidak basa (Netral) untuk mencegah terjadinya pelarutan logam

berat dan korosi jaringan distribusi air. pH yang dianjurkan untuk air bersih

adalah 6,5 – 9.

C. Pengaruh air bagi Kesehatan

Air dalam keadaan manusia, selain memberikan manfaat yang

menguntungkan dapat juga memberikan pengaruh buruk terhadap kesehatan. air

yang tidak memenuhi persyaratan kesehatan merupakan media penularan penyakit

karena air merupakan salah satu media dari berbagai macam penularan, terutama

penyakit perut (Slamet, 2007).

Penyakit yang dapat ditularkan melalui air : (Kusnoputranto, 2003)

Page 53: KEADAAN SANITASI DASAR PEMUKIMAN TEMPAT RAMPAK …repository.utu.ac.id/220/1/BAB I_V.pdf · ISPA 25%, penyakit Hypertensi 22%, Infeksi Kulit (15% ), Reumatik (14% ), ... berakibat

22

1. Water Borne Disease

Water Borne Disease Adalah penyakit yang di tularkan langsung melalui

air minum, dimana air minum tersebut mengandung kuman pathogen dan

terminum oleh manusia maka dapat menimbulkan penyakit. Penyakit- penyakit

tersebut antara lain adalah penyakit cholera, Thypoid, Hepatitis infektiosa,

Dysentri dan Gastroentritis.

2. Water Washed Disease

Water Washed Disease Adalah penyakit yang disebabkan oleh kurangnya

air untuk pemeliharaan hygiene perseorangan dan air bagi kebersihan alat-alat

terutama alat dapur dan alat makan. Dengan terjaminnya kebersihan oleh

tersedianya air yang cukup maka penularan penyakit-penyakit tertentu pada

manusia dapat dikurangi. Penyakit ini sangat dipengaruhi oleh cara penularan,

diantaranya adalah penyakit infeksi saluran pencernaan. Salah satu penyakit

infeksi saluran pencernaan adalah diare, penularannya bersifat fecal-oral.

3. Water Based Disease

Water Based Disease Adalah penyakit yang ditularkan oleh bibit penyakit

yang sebagian besar siklus hidupnya di air seperti Schistosomiasis. Larva

schistoma hidup di dalam keong air. Setelah waktunya larva ini akan mengubah

bentuk menjadi carcaria dan menembus kulit (kaki) manusia yang berada di dalam

air tersebut.

4. Water Related Insect Vectors

Water Related Insect Vectors Adalah penyakit yang di tularkan melalui

vektor yang hidupnya tergantung pada air misalnya malaria, demam berdarah,

filariasis, yellow fever dan sebagainya.

Page 54: KEADAAN SANITASI DASAR PEMUKIMAN TEMPAT RAMPAK …repository.utu.ac.id/220/1/BAB I_V.pdf · ISPA 25%, penyakit Hypertensi 22%, Infeksi Kulit (15% ), Reumatik (14% ), ... berakibat

23

2.9 Pembuangan Kotoran Manusia (Jamban)

Yang dimaksud kotoran manusia adalah semua benda atau zat yang tidak

dipakai lagi oleh tubuh dan yang harus dikeluarkan dari dalam tubuh. Zat-zat yang

harus dikeluarkan dari dalam tubuh ini berbentuk tinja (faeces), air seni (urine) dan

CO2 sebagai hasil dari proses pernafasan. Pembuangan kotoran manusia dalam

ilmu kesehatan lingkungan dimaksudkan hanya tempat pembuangan tinja

dan urine, pada umumnya disebut latrine, jamban atau kakus (Notoatmodjo,

2003).

Penyediaan sarana jamban merupakan bagian dari usaha sanitasi yang

cukup penting peranannya. Ditinjau dari sudut kesehatan lingkungan pembuangan

kotoran yang tidak saniter akan dapat mencemari lingkungan terutama tanah dan

sumber air.

Pembuangan tinja yang tidak saniter akan menyebabkan berbagai macam

penyakit seperti : thypus, disentri, kolera, bermacam-macam cacing (gelang,

kremi, tambang dan pita), schistosomiasis dan sebagainya.

Kementerian Kesehatan telah menetapkan syarat dalam membuat jamban

sehat. Ada tujuh kriteria yang harus diperhatikan :

1. Tidak mencemari air

- Saat menggali tanah untuk lubang kotoran, usahakan agar dasar lubang

kotoran tidak mencapai permukaan air tanah maksimum. Jika keadaan

terpaksa, dinding dan dasar lubang kotoran harus dipadatkan dengan tanah

liat atau diplester.

- Jarang lubang kotoran ke sumur sekurang-kurangnya 10 meter

Page 55: KEADAAN SANITASI DASAR PEMUKIMAN TEMPAT RAMPAK …repository.utu.ac.id/220/1/BAB I_V.pdf · ISPA 25%, penyakit Hypertensi 22%, Infeksi Kulit (15% ), Reumatik (14% ), ... berakibat

24

- Letak lubang kotoran lebih rendah daripada letak sumur agar air kotor dari

lubang kotoran tidak merembes dan mencemari sumur.

- Tidak membuang air kotor dan buangan air besar ke dalam selokan,

empang, danau, sungai, dan laut

2. Tidak mencemari tanah permukaan

- Tidak buang besar di sembarang tempat, seperti kebun, pekarangan, dekat

sungai, dekat mata air, atau pinggir jalan.

- Jamban yang sudah penuh agar segera disedot untuk dikuras kotorannya,

atau dikuras, kemudian kotoran ditimbun di lubang galian.

3. Bebas dari serangga

- Jika menggunakan bak air atau penampungan air, sebaiknya dikuras setiap

minggu. Hal ini penting untuk mencegah bersarangnya nyamuk demam

berdarah

- Ruangan dalam jamban harus terang. Bangunan yang gelap dapat menjadi

sarang nyamuk.

- Lantai jamban diplester rapat agar tidak terdapat celah-celah yang bisa

menjadi sarang kecoa atau serangga lainnya

- Lantai jamban harus selalu bersih dan kering

- Lubang jamban, khususnya jamban cemplung, harus tertutup

4. Tidak menimbulkan bau dan nyaman digunakan

- Jika menggunakan jamban cemplung, lubang jamban harus ditutup setiap

selesai digunakan

- Jika menggunakan jamban leher angsa, permukaan leher angsa harus

tertutup rapat oleh air

Page 56: KEADAAN SANITASI DASAR PEMUKIMAN TEMPAT RAMPAK …repository.utu.ac.id/220/1/BAB I_V.pdf · ISPA 25%, penyakit Hypertensi 22%, Infeksi Kulit (15% ), Reumatik (14% ), ... berakibat

25

- Lubang buangan kotoran sebaiknya dilengkapi dengan pipa ventilasi untuk

membuang bau dari dalam lubang kotoran

- Lantai jamban harus kedap air dan permukaan bowl licin. Pembersihan

harus dilakukan secara periodik

5. Aman digunakan oleh pemakainya

- Pada tanah yang mudah longsor, perlu ada penguat pada dinding lubang

kotoran dengan pasangan batau atau selongsong anyaman bambu atau

bahan penguat lain yang terdapat di daerah setempat

6. Mudah dibersihkan dan tak menimbulkan gangguan bagi pemakainya

- Lantai jamban rata dan miring ke arah saluran lubang kotoran

- Jangan membuang plastik, puntung rokok, atau benda lain ke saluran

kotoran karena dapat menyumbat saluran

- Jangan mengalirkan air cucian ke saluran atau lubang kotoran karena

jamban akan cepat penuh

- Hindarkan cara penyambungan aliran dengan sudut mati. Gunakan pipa

berdiameter minimal 4 inci.

7. Tidak menimbulkan pandangan yang kurang sopan

- Jamban harus berdinding dan berpintu

- Dianjurkan agar bangunan jamban beratap sehingga pemakainya terhindar

dari kehujanan dan kepanasan.

2.10 Pengelolaan Sampah

Para ahli kesehatan masyarakat menyebutkan sampah adalah sesuatu yang

tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi ataupun sesuatu yang dibuang yang

berasal dari kegiatan manusia dan tidak terjadi dengan sendirinya (Notoatmodjo,

Page 57: KEADAAN SANITASI DASAR PEMUKIMAN TEMPAT RAMPAK …repository.utu.ac.id/220/1/BAB I_V.pdf · ISPA 25%, penyakit Hypertensi 22%, Infeksi Kulit (15% ), Reumatik (14% ), ... berakibat

26

2003).

Pengelolaan sampah adalah meliputi penyimpanan, pengumpulan dan

pemusnahan sampah yang dilakukan sedemikian rupa sehingga sampah tidak

mengganggu kesehatan masyarakat dan lingkungan hidup (Notoatmodjo, 2003).

a) Penyimpanan sampah

Penyimpanan sampah adalah tempat sampah sementara sebelum sampah

tersebut dikumpulkan, untuk kemudian diangkut serta dibuang (dimusnakan) dan

untuk itu perlu disediakan tempat yang berbeda untuk macam dan jenis sampah

tertentu.maksud dari pemisahan dan penyimpanan disini ialah untuk memudahkan

pemusnahannya. Syarat-syarat tempat sampah antara lain :

1. Konstruksinya kuat agar tidak mudah bocor, untuk mencegah berseraknya

sampah

2. Mempunyai tutup, mudah dibuka, dikosongkan isinya serta dibersihkan,

sangat dianjurkan agar tutup sampah ini dapat dibuka atau ditutup tanpa

mengotori tangan

3. Ukuran tempat sampah sedemikian rupa, sehingga mudah diangkut oleh

satu orang.

b) Pengumpulan Sampah

Pengumpulan sampah menjadi tanggung jawab dari masing-masing rumah

tangga atau institusi yang menghasilkan sampah. oleh sebab itu setiap rumah

tangga atau institusi harus mengadakan tempat khusus untuk mengumpulkan

sampah, kemudian dari masing-masing tempat pengumpulan sampah tersebut

harus diangkut ke Tempat Penampungan Sementara (TPS) dan selanjutnya ke

Tempat Penampungan Akhir (TPA).

Mekanisme sistem atau cara pengangkutannya untuk daerah perkotaan

Page 58: KEADAAN SANITASI DASAR PEMUKIMAN TEMPAT RAMPAK …repository.utu.ac.id/220/1/BAB I_V.pdf · ISPA 25%, penyakit Hypertensi 22%, Infeksi Kulit (15% ), Reumatik (14% ), ... berakibat

27

adalah tanggung jawab pemerintah daerah setempat, yang didukung oleh

partisipan masyarakat produksi sampah, khusunya dalam hal pendanaan.

Sedangkan untuk daerah perdesaan pada umumnya sampah dapat dikelola oleh

masing-masing keluarga tanpa memerlukan TPS maupun TPA. Sampahnya

umumnya dibakar atau dijadikan pupuk.

c) Pemusnahan Sampah

Pemusnahan atau pengelolaan sampah dapat dilakukan melalui berbagai

cara, antara lain :

1. Ditanam (landfill) yaitu pemusnahan sampah dengan membuat lubang

diatas tanah kemudian sampah dimasukan dan ditimbun dengan sampah.

2. Dibakar (incenarator) yaitu memusnahkan sampah dengan jalan membakar

di dalam tengku pembakaran.

3. Dijadikan pupuk (composting) yaitu pengelolaan sampah menjadikan

pupuk, khususnya untuk sampah organik daun-daunan, sisa makanan dan

sampah lain yang dapat membusuk.

Pengelolaan sampah yang kurang baik akan memberikan pengaruh

negative terhadap masyarakat dan lingkungan. Adapun pengaruh-pengaruh

tersebut antara lain (Kusnoputranto, 2003) :

a. Terhadap kesehatan

Pengelolaan sampah yang tidak baik akan menyediakan tempat yang baik

bagi vektor-vektor penyakit yaitu serangga dan binatang-binatang pengerat untuk

mencari makan dan berkembang biak dengan cepat sehingga dapat menimbulkan

penyakit.

b. Terhadap Lingkungan

1. Dapat menggangu estetika serta kesegaran udara lingkungan masyarakat

akibat gas-gas tertentu yang dihasilkan dari proses pembusukan sampah

Page 59: KEADAAN SANITASI DASAR PEMUKIMAN TEMPAT RAMPAK …repository.utu.ac.id/220/1/BAB I_V.pdf · ISPA 25%, penyakit Hypertensi 22%, Infeksi Kulit (15% ), Reumatik (14% ), ... berakibat

28

oleh mikroorganisme.

2. Debu-debu yang berterbangan dapat menggangu mata serta pernafasan.

3. Bila terjadi proses pembakaran dari sampah maka asapnya dapat

menggangu pernafasan, penglihatan dan penurunan kualitas udara karena

ada asap di udara.

4. Pembuangan sampah ke saluran-saluran air akan menyebabkan estetika

yang terganggu, memyebabkan pendangkalan saluran serta mengurangi

kemampuan daya aliran saluran.

5. Dapat menyebabkan banjir apabila sampah dibuang ke saluran yang daya

serap alirannya sudah menurun.

6. Pembuangan sampah ke selokan atau badan air akan menyebabkan

terjadinya pengotoran badan air.

Sampah padat dapat dibagi menjadi berbagai jenis, yaitu :

a) Berdasarkan zat kimia yang terkandung di dalamnya, sampah dibagi menjadi :

1. Sampah an-organik adalah sampah yang umumnya tidak dapat membusuk,

misalnya logam/besi, pecahan gelas, plastik dan sebagainya.

2. Sampah organik adalah sampah yang umumnya dapat membusuk, misalnya

sisa-sisa makanan, daun-daunan, buah-buahan dan sebagainya.

b) Berdasarkan dapat tidaknya dibakar

1. Sampah yang mudah terbakar, misalnya kertas, karet, kayu, plastik, kain

bekas dan sebagainya.

2. Sampah yang tidak dapat terbakar, misalnya kaleng-kaleng bekas,

besi/logam bekas, pecahan gelas, kaca dan sebagainya.

2.11 Pembuangan Air Limbah

Air limbah atau air kotoran adalah air yang tidak bersih dan mengandung

Page 60: KEADAAN SANITASI DASAR PEMUKIMAN TEMPAT RAMPAK …repository.utu.ac.id/220/1/BAB I_V.pdf · ISPA 25%, penyakit Hypertensi 22%, Infeksi Kulit (15% ), Reumatik (14% ), ... berakibat

29

berbagai zat yang bersifat membahayakan kehidupan manusia atau hewan dan

lazimnya muncul karena hasil perbuatan manusia termasuk industrialisasi

(Azwar,1999).

Dalam kehidupan sehari-hari pengelolaan air limbah dilakukan dengan cara

menyalurkan air limbah tersebut jauh dari tempat tinggal tanpa diolah sebelumnya.

Air buangan yang dibuang tidak saniter dapat menjadi media perkembangbiakan

mikroorganisme pathogen, larva nyamuk ataupun serangga yang dapat menjadi

media transmisi penyakit.

2.11.1 Sarana Pembuangan Limbah

Sarana pembuangan air limbah yang sehat harus memenuhi persyaratan

teknis sebagai berikut:

5. Tidak mencemari sumber air bersih

6. Tidak menimbulkan genangan air yang menjadi sarang serangga/nyamuk

7. Tidak menimbulkan bau

8. Tidak menimbulkan becek, kelembaban dan pandangan yang tidak

menyenangkan (DepKes RI, 1993).

2.11.2 Dampak dari Pencemaran Limbah

Pengelolaan air buangan yang tidak baik akan berakibat buruk terhadap

lingkungan dan kesehatan masyarakat. Beberapa akibatnya yaitu :

1. Akibat terhadap lingkungan

Air buangan limbah dapat menjadi sumber pengotoran, sehingga bila tidak

dikelola dengan baik akan dapat menimbulkan pencemaran terhadap air

Page 61: KEADAAN SANITASI DASAR PEMUKIMAN TEMPAT RAMPAK …repository.utu.ac.id/220/1/BAB I_V.pdf · ISPA 25%, penyakit Hypertensi 22%, Infeksi Kulit (15% ), Reumatik (14% ), ... berakibat

30

permukaan, tanah atau lingkungan hidup dan terkadang dapat dapat menimbulkan

bau serta pemandangan yang tidak menyenangkan.

2. Akibat terhadap kesehatan masyarakat

Lingkungan yang tidak sehat akibat tercemar air buangan dapat

menyebabkan gangguan terhadap kesehatan masyarakat. Air buangan dapat

menjadi media tempat berkembangbiaknya mikroorganisme pathogen, larva

nyamuk ataupun serangga lainnya dan juga dapat menjadi media transmisi

penyakit seperti cholera, thypus dan lainnya (Kusnoputranto, 2003).

2.12 Perilaku

Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme

(makhluk hidup) yang mempunyai cakupan luas antara lain: berbicara, menangis,

tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca dan sebagainya. Perilaku manusia

pada hakikatnya adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat

diamati secara langsung maupun tidak langsung oleh pihak luar (Notoatmodjo,

2007).

2.12.1 Perilaku Kesehatan

Menurut Notoatmodjo (2007), perilaku kesehatan adalah suatu respons

seseorang (organisme) terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit

dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan dan minuman serta

lingkungan.

Secara lebih terinci, perilaku kesehatan itu mencakup:

Page 62: KEADAAN SANITASI DASAR PEMUKIMAN TEMPAT RAMPAK …repository.utu.ac.id/220/1/BAB I_V.pdf · ISPA 25%, penyakit Hypertensi 22%, Infeksi Kulit (15% ), Reumatik (14% ), ... berakibat

31

5. Perilaku seseorang terhadap sakit dan penyakit adalah bagaimana seseorang

merespons, baik secara pasif maupun aktif terhadap sakit dan penyakit yang

dialaminya. Perilaku ini meliputi tingkatan pencegahan sebagai berikut:

e. Perilaku peningkatan dan pemeliharaan kesehatan (health promotion

behaviour)

f. Perilaku pencegahan penyakit (health prevention behaviour)

g. Perilaku pencarian pengobatan (health seeking behaviour)

h. Perilaku pemulihan kesehatan (health rehabilitation behaviour)

6. Perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan adalah respons seseorang

terhadap sistem pelayanan kesehatan baik sistem pelayanan modern maupun

tradisional

7. Perilaku terhadap makanan (nutrition behaviour) adalah respons seseorang

terhadap makanan sebagai kebutuhan vital bagi kehidupan

8. Perilaku terhadap lingkungan kesehatan (environmental health behaviour)

adalah respons seseorang terhadap lingkungan sebagai determinan kesehatan

manusia

2.12.2 Perilaku Masyarakat

Menurut Notoatmodjo (2005), meskipun perilaku adalah bentuk respon

terhadap stimulus dari luar diri seseorang, namun karakteristik dan faktor-faktor

lain dari orang yang bersangkutan juga dapat memengaruhi respons seseorang.

Banyak teori determinan perilaku, salah satunya adalah teori Lawrence

Green yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003), membedakan adanya dua

determinan masalah kesehatan tersebut yakni behavioral factors (faktor perilaku)

dan non behavioral factors (faktor non perilaku). Green menganalisis bahwa faktor

Page 63: KEADAAN SANITASI DASAR PEMUKIMAN TEMPAT RAMPAK …repository.utu.ac.id/220/1/BAB I_V.pdf · ISPA 25%, penyakit Hypertensi 22%, Infeksi Kulit (15% ), Reumatik (14% ), ... berakibat

32

perilaku ditentukan oleh tiga faktor utama, yaitu faktor predisposisi, faktor

pendukung, dan faktor pendorong.

2.12.3 Faktor predisposisi (predisposing factor)

Faktor predisposisi perilaku adalah faktor yang dapat mempermudah

terjadinya perilaku pada individu atau masyarakat, meliputi: pengetahuan, sikap,

kepercayaan, tradisi, sistem dan nilai yang ada di masyarakat. Apabila seorang

atau masyarakat memiliki pengetahuan tentang perilaku hidup bersih dan sehat

terutama menyangkut penggunaan jamban keluarga, maka itu akan mempermudah

dirinya untuk mencegah penyakit yang berbasis lingkungan seperti cacingan, diare

dan lain-lain. Adapun yang menjadi faktor predisposisi penelitian ini adalah :

5. Pengetahuan (Knowledge)

Pengetahuan adalah hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan

penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca

indra manusia yakni: indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba.

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk

terbentuknya tindakan seseorang (overt behaviour). (Notoatmodjo, 2003).

Penelitian Rogers mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi

perilaku baru, dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni:

6). Kesadaran (Awareness), di mana orang tersebut menyadari dalam arti

mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek)

7). Tertarik (Interest) terhadap stimulus atau objek tersebut. Sikap subjek

sudah mulai timbul

8). Menimbang-nimbang (Evaluation) terhadap baik dan tidaknya stimulus

Page 64: KEADAAN SANITASI DASAR PEMUKIMAN TEMPAT RAMPAK …repository.utu.ac.id/220/1/BAB I_V.pdf · ISPA 25%, penyakit Hypertensi 22%, Infeksi Kulit (15% ), Reumatik (14% ), ... berakibat

33

tersebut bagi dirinya

9). Trial, di mana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan

apa yang dikehendaki oleh stimulus

10). Adoption, di mana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan

pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus

Namun demikian, dari penelitian Rogers menyimpulkan bahwa perubahan

perilaku tidak selalu melewati tahap-tahap tersebut. Pengetahuan yang dicakup

dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan, yakni:

g. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya.

h. Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar

tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasi materi tersebut secara

benar.

i. Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang

telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya

j. Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu

objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasi

tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain

k. Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru

Page 65: KEADAAN SANITASI DASAR PEMUKIMAN TEMPAT RAMPAK …repository.utu.ac.id/220/1/BAB I_V.pdf · ISPA 25%, penyakit Hypertensi 22%, Infeksi Kulit (15% ), Reumatik (14% ), ... berakibat

34

l. Evaluasi

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian

terhadap suatu materi atau objek (Notoatmodjo, 2003)

6. Pendidikan

Menurut Notoatmodjo (2010), menyatakan bahwa pendidikan adalah

derajat tertinggi jenjang pendidikan yang diselesaikan berdasar ijazah yang

diterima dari sekolah formal terakhir dengan sertifikat kelulusan. Pendidikan

merupakan suatu usaha atau pengaruh yang diberikan yang bertujuan untuk proses

pendewasaan. Pendidikan dapat berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan

seseorang termasuk pengetahuan tentang pentingnya penggunaan jamban keluarga

sebagai tempat membuang tinja dan pemeliharaan jamban dengan baik

7. Pekerjaan

Menurut Notoatmodjo (2010), mengatakan pekerjaan adalah aktivitas atau

kegiatan yang dilakukan oleh responden sehingga memperoleh penghasilan

8. Penghasilan

Penghasilan adalah jumlah pendapatan suami istri per bulan dan seluruh

anggota rumah tangga yang disumbangkan untuk memenuhi kebutuhan bersama

maupun perseorangan dalam rumah tangga (Suhardjo. 2003).

Upah Minimum Regional sesuai dengan Peraturan Gubernur (Pergub)

Aceh No 65 tahun 2012, Upah Minimum Provinsi (UMP) Aceh sebesar Rp.

1.550.000,-.

2.12.4 Faktor pendukung (enabling factor)

Faktor pendukung (enabling) perilaku adalah fasilitas, sarana dan prasarana

yang mendukung atau memfasilitasi terjadinya perilaku seseorang atau

Page 66: KEADAAN SANITASI DASAR PEMUKIMAN TEMPAT RAMPAK …repository.utu.ac.id/220/1/BAB I_V.pdf · ISPA 25%, penyakit Hypertensi 22%, Infeksi Kulit (15% ), Reumatik (14% ), ... berakibat

35

masyarakat, misalnya: tersedianya pusat kesehatan masyarakat (puskesmas), obat-

obatan, jamban dan sebagainya. Faktor pendukung kondisi jamban adalah sarana

digunakan untuk membuang tinja yang meliputi bentuk jamban, kebersihan

jamban. Notoatmodjo (2010).

2.12.5 Faktor pendorong (reinforcing factor)

Faktor pendorong perilaku adalah faktor yang mendorong atau

memperkuat terjadinya perilaku, misalnya: untuk berperilaku sehat diperlukan

contoh dari para tokoh masyarakat, seperti lurah, dokter (tenaga kesehatan), camat

dan lain-lain. Adapun faktor pendorong penelitian ini adalah peran petugas. Peran

petugas dalam memberikan penyuluhan tentang penggunaan jamban keluarga

sangat berpengaruh terhadap proses pembentukan perilaku. Diharapkan individu

atau masyarakat menggunakan jamban keluarga setelah mereka memperoleh

pandangan yang baik dari petugas terkait.

2.12.6 Tindakan

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan. Untuk

terwujudnya sikap menjadi suatu perbedaan nyata diperlukan faktor pendukung

atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas. (Notoatmodjo,

2007).

Tindakan mempunyai beberapa tingkatan :

5. Persepsi (perception)

Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang

akan diambil adalah merupakan tindakan tingkat pertama.

6. Respon terpimpin (guided response)

Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai

Page 67: KEADAAN SANITASI DASAR PEMUKIMAN TEMPAT RAMPAK …repository.utu.ac.id/220/1/BAB I_V.pdf · ISPA 25%, penyakit Hypertensi 22%, Infeksi Kulit (15% ), Reumatik (14% ), ... berakibat

36

dengan contoh adalah merupakan indikator praktek tingkat kedua.

7. Mekanisme (mechanism)

Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara

otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah mencapai

tingkatan ketiga.

8. Adopsi (adoption)

Adopsi adalah suatu tindakan yang sudah berkembang dengan baik, artinya

tindakan tersebut sudah dimodifikasi tanpa mengurangi kebenaran tindakan

tersebut (Notoatmodjo, 2003).

2.13 Landasan Teori

2.14 Kerangka Konsep Penelitian

PrasyaratKesehatan

MemenuhiSyarat Kesehatan

Tidak MemenuhiSyarat Kesehatan

Sarana Sanitasi Dasar1. Sarana Penyedian

Air Bersih2. Sarana Pembuangan

Air Tinja3. Sarana Pembuangan

Sampah4. Sarana Pembuangan

Limbah

Prilaku Masyarakat1. Sikap2. Pengetahuan3. Tindakan

Memenuhi SyaratKesehatan

Tidak MemenuhiSyarat Kesehatan

Sarana Sanitasi Dasara. Sarana Penyedian

Air Bersihb. Sarana Pembuangan

Air Tinjac. Sarana Pembuangan

Sampahd. Sarana Pembuangan

Limbah

Prilaku Masyarakata. Sikapb. Pengetahuanc. Tindakan

Page 68: KEADAAN SANITASI DASAR PEMUKIMAN TEMPAT RAMPAK …repository.utu.ac.id/220/1/BAB I_V.pdf · ISPA 25%, penyakit Hypertensi 22%, Infeksi Kulit (15% ), Reumatik (14% ), ... berakibat

37

Page 69: KEADAAN SANITASI DASAR PEMUKIMAN TEMPAT RAMPAK …repository.utu.ac.id/220/1/BAB I_V.pdf · ISPA 25%, penyakit Hypertensi 22%, Infeksi Kulit (15% ), Reumatik (14% ), ... berakibat

35

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif suatu

pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan

objek penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat dan lain-lain) pada saat sekarang

berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adannya (Notoatmodjo,

2005).

Penelitian ini untuk mengetahui keadaan sanitasi dasar pemukiman tempat

tinggal dan perilaku masyarakat tentang kesehatan lingkungan di Gampong Drien

Rampak Kecamatan Johan Pahlawan Kabupaten Aceh Barat.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Gampong Drien Rampak Kecamatan Johan

Pahlawan Kecamatan Johan Pahlawan Kabupaten Aceh Barat pada tanggal 14

sampai 17 Juli tahun 2013.

3.3. Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Yang menjadi populasi dari penelitian ini adalah semua kepala keluarga di

Gampong Drien Rampak Kecamatan Johan Pahlawan Kabupaten Aceh Barat yang

berjumlah 1601 Kepala Keluarga (KK).

Page 70: KEADAAN SANITASI DASAR PEMUKIMAN TEMPAT RAMPAK …repository.utu.ac.id/220/1/BAB I_V.pdf · ISPA 25%, penyakit Hypertensi 22%, Infeksi Kulit (15% ), Reumatik (14% ), ... berakibat

36

3.3.2 Sampel

Sampel penelitian adalah sebagian dari populasi penelitian yang besarnya

ditentukan dengan memakai rumus Slovin :

n = 1 + (d )Keterangan:

N = Besar populasi

n = Besar sampel

d = Penyimpangan terhadap populasi/derajat ketepatan yang diinginkan

(0,1).

n = 16011 + 1601 (0,1 )n = 16011 + 1601 (0,01)n = 16011 + 16,01n = 160117,01n = 94,12n = 94Dari rumus di atas diperoleh sampel minimal yaitu sebanyak 94 Kepala.

Teknik sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling

yaitu mengambil sampel yang ada, tersedia dan memenuhi kriteria. Sampel dalam

penelitian ini adalah kepala keluarga di di Gampong Drien Rampak Kecamatan

Johan Pahlawan Kabupaten Aceh Barat pada saat penelitian.

Page 71: KEADAAN SANITASI DASAR PEMUKIMAN TEMPAT RAMPAK …repository.utu.ac.id/220/1/BAB I_V.pdf · ISPA 25%, penyakit Hypertensi 22%, Infeksi Kulit (15% ), Reumatik (14% ), ... berakibat

37

3.4. Metode Pengumpulan Data

3.4.1 Data Primer

Data yang diperoleh langsung di lokasi penelitian melalui wawancara

dengan menggunakan kuesioner kepada responden.

3.4.2 Data Sekunder

Data yang diperoleh dari gambaran umum Puskesmas Johan Pahlawan

Kabupaten Aceh Barat dan referensi-referensi perpustakaan yang ada hubungan

dengan penelitian serta literatur-literatur lainnya.

3.5. Definisi Operasional

Tabel 3.1 Variabel Penelitian

No. Variabel Independen1. Penyediaan Air

BersihDefinisi Sarana air bersih yang digunakan untuk

memenuhi kebutuhan sehari-hariCara ukur WawancaraAlat ukur ObservasiHasil ukur

Skala ukur

- Baik- KurangOrdinal

2. PembuanganTinja

Definisi Sarana yang digunakan untukpembuangan feses dan urine merupakanhasil akhir dari proses yang berlangsungdalam tubuh manusia

Cara ukur WawancaraAlat ukur ObservasiHasil ukur - Baik

- KurangSkala ukur Ordinal

3. PembuanganSampah

Definisi Sarana pembuangan sesuatu bahan ataubenda padat yang sudah tidak dipakailagi oleh responden

Cara ukur WawancaraAlat ukur ObservasiHasil ukur - Baik

- KurangSkala ukur Ordinal

Page 72: KEADAAN SANITASI DASAR PEMUKIMAN TEMPAT RAMPAK …repository.utu.ac.id/220/1/BAB I_V.pdf · ISPA 25%, penyakit Hypertensi 22%, Infeksi Kulit (15% ), Reumatik (14% ), ... berakibat

38

4. Pembuangan AirLimbah

Definisi Sarana pembuangan air sisa dari kegiatanmanusia, baik kegiatan rumah tanggamaupun kegiatan lain

Cara ukur WawancaraAlat ukur ObservasiHasil ukur - Baik

- KurangSkala ukur Ordinal

5. Sikap Definisi Respon yang diberikan respondenterhadap sanitasi dasar

Cara ukur WawancaraAlat ukur ObservasiHasil ukur - Positif

- NegatifSkala ukur Ordinal

6. Pengetahuan Definisi Kemampuan intelektual respondententang aspek kesehatan yangberhubungan dengan sanitasi dasar

Cara ukur WawancaraAlat ukur ObservasiHasil ukur - Baik

- KurangSkala ukur Ordinal

7. Tindakan Definisi Bentuk perbuatan atau aktifitas nyatadari responden terhadap sanitasi dasar

Cara ukur WawancaraAlat ukur ObservasiHasil ukur - Baik

- KurangSkala ukur Ordinal

3.6. Aspek Pengukuran Variabel

3.6.1 Penyediaan Air Bersih

Baik : jika responden mendapatkan nilai > 6 dari total skor.

Kurang : jika responden mendapatkan nilai < 6 dari total skor

3.6.2 Pembuangan Tinja

Baik : jika responden mendapatkan nilai > 12 dari total skor.

Kurang : jika responden mendapatkan nilai < 12 dari total skor

Page 73: KEADAAN SANITASI DASAR PEMUKIMAN TEMPAT RAMPAK …repository.utu.ac.id/220/1/BAB I_V.pdf · ISPA 25%, penyakit Hypertensi 22%, Infeksi Kulit (15% ), Reumatik (14% ), ... berakibat

39

3.6.3 Pembuangan Sampah

Baik : jika responden mendapatkan nilai > 6 dari total skor.

Kurang : jika responden mendapatkan nilai < 6 dari total skor

3.6.4 Pembuangan Air Limbah

Baik : jika responden mendapatkan nilai > 6 dari total skor.

Kurang : jika responden mendapatkan nilai < 6 dari total skor

3.6.5 Sikap

Positif : jika responden mendapatkan nilai > 6 dari total skor.

Negatif : jika responden mendapatkan nilai < 6 dari total skor

3.6.6 Pengetahuan

Baik : jika responden mendapatkan nilai > 6 dari total skor.

Kurang : jika responden mendapatkan nilai < 6 dari total skor

3.6.7 Tindakan

Baik : jika responden mendapatkan nilai > 6 dari total skor.

Kurang : jika responden mendapatkan nilai < 6 dari total skor

3.7. Analisis Data

Penelitian ini bersifat deskriptif, maka analisis data yang akan dilakukan

adalah Analisis Univariat dimana Analisis yang di gunakan untuk melihat

distribusi frekuensi dari setiap variabel yang di teliti, baik variabel bebas maupun

variabel terikat.

Page 74: KEADAAN SANITASI DASAR PEMUKIMAN TEMPAT RAMPAK …repository.utu.ac.id/220/1/BAB I_V.pdf · ISPA 25%, penyakit Hypertensi 22%, Infeksi Kulit (15% ), Reumatik (14% ), ... berakibat

40

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

4.1.1 Gambaran Umum Tempat Penelitian

Kelurahan Drien Rampak termasuk salah satu kelurahan / desa yang

terletak di Kecamatan Johan Pahlawan dengan luas daerah kurang lebih 120 Ha.

Adapun batas - batas Gampong Drien Rampak sebagai berikut:

Sebelah Utara : Berbatasan dengan Gampa/Gampong Darat

Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Ujung Baroh

Sebelah Barat : Berbatasan dengan Seuneubok

Sebelah Timur : Berbatasan dengan Rundeng

Gampong Drien Rampak dibagi menjadi 6 Dusun yaitu :

Bangkawali

Seulanga

Jeumpa

Meulur

Lingkungan V melati

Lingkungan IV kepula

Kelurahan Drien Rampak mempunyai jumlah penduduk 7082 jiwa

(1601 kk)

4.1.2 Mata Pencaharian Penduduk

Mata pencaharian penduduk diketahui di kelurahan Drien Rampak

sangat bervariasi. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

40

Page 75: KEADAAN SANITASI DASAR PEMUKIMAN TEMPAT RAMPAK …repository.utu.ac.id/220/1/BAB I_V.pdf · ISPA 25%, penyakit Hypertensi 22%, Infeksi Kulit (15% ), Reumatik (14% ), ... berakibat

41

Tabel 4.1. Distribusi Penduduk Menurut Mata Pencaharian diGampong Drien Rampak Tahun 2013.

No Mata Pencarian Jumlah %1. Pegawai Negeri Sipil TNI /

POLRI / Pensiunan1110 15,67

2. Ibu Rumah Tangga 1042 14,713. Pertukangan 320 4,514. Wiraswasta 315 4,445. Swasta/Dagang 250 3,536. Nelayan 15 0,217. Tani 7 0,098. Aparat Kelurahan 5 0,07

Jumlah 7082 100Sumber: Data Monografi Gampong Drien Rampak Tahun 2013

Dari tabel di diatas menunjukkan bahwa mata pencaharian

penduduk di Gampong Drien Rampak kebanyakan adalah PNS/Guru/TNI/Polri/

Pensiunan sebesar 1110 orang ( 15,67 % ).

4.1.3 Tingkat Pendidikan Penduduk

Berdasarkan data dari Kantor Kelurahan, tingkat pendidikan dapat

dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 4.2. Distribusi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan diGampong Drien Rampak Tahun 2013.

No Tingkat Pendidikan Jumlah %1. TK 128 15,032. SD 766 36,133. SMP 353 16,654. SMU 271 12,785. PT 602 28,39

Jumlah 2120 100Sumber: Data Monografi Gampong Drien Rampak Tahun 2013

Dari tabel diatas menunjukkan bahwa tingkat pendidikan penduduk

sebagian besar adalah SD, yaitu 766 orang (36,13%). Sedangkan penduduk yang

berpendidikan akedemik dan sarjana sebesar 602 orang (28,39%).

Page 76: KEADAAN SANITASI DASAR PEMUKIMAN TEMPAT RAMPAK …repository.utu.ac.id/220/1/BAB I_V.pdf · ISPA 25%, penyakit Hypertensi 22%, Infeksi Kulit (15% ), Reumatik (14% ), ... berakibat

42

4.2 Hasil Penelitian

4.2.1.Analisis Univariat

a. Penyediaan AirTabel 4.3. Distribusi Frekuensi Penyediaan Air dengan Keadaan Sanitasi Dasar

Pemukiman Tempat Tinggal dan Perilaku Masyarakat TentangKesehatan Lingkungan di Gampong Drien Rampak Kecamatan JohanPahlawan Kabupaten Aceh Barat Tahun 2013.

No Penyediaan Air Frekuensi Persentase (%)

1 Baik 79 84,02 Kurang 15 16,0

Total 94 100Sumber: Data Primer (diolah 2013)

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar responden

mempunyai penyediaan air baik yaitu sebanyak 79 orang ( 84,0%) dan yang

memiliki penyediaan air kurang yaitu sebanyak 15 orang (16,0%).

b. Pembuangan Tinja

Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Pembuangan Tinja dengan Keadaan SanitasDasar Pemukiman Tempat Tinggal dan Perilaku Masyarakat TentangKesehatan Lingkungan di Gampong Drien Rampak Kecamatan JohanPahlawan Kabupaten Aceh Barat Tahun 2013.

No Pembuangan Tinja Frekuensi Persentase (%)

1 Baik 74 78,72 Kurang 20 21,3

Total 94 100Sumber: Data Primer (diolah 2013)

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar responden

mempunyai pembuangan tinja yang baik yaitu sebanyak 74 orang ( 78,7%) dan

yang memiliki pembuangan tinja yang kurang yaitu sebanyak 20 orang (21,3%).

Page 77: KEADAAN SANITASI DASAR PEMUKIMAN TEMPAT RAMPAK …repository.utu.ac.id/220/1/BAB I_V.pdf · ISPA 25%, penyakit Hypertensi 22%, Infeksi Kulit (15% ), Reumatik (14% ), ... berakibat

43

c. Pembuangan Sampah

Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Pembuangan Sampah dengan Keadaan SanitasiDasar Pemukiman Tempat Tinggal dan Perilaku Masyarakat TentangKesehatan Lingkungan di Gampong Drien Rampak Kecamatan JohanPahlawan Kabupaten Aceh Barat Tahun 2013.

No Pembuangan Sampah Frekuensi Persentase (%)

1 Baik 53 56,42 Kurang 41 53,6

Total 94 100Sumber: Data Primer (diolah 2013)

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar responden

mempunyai pembuangan sampah yang baik yaitu sebanyak 53 orang ( 56,4%) dan

yang memiliki pembuangan sampah yang kurang yaitu sebanyak 41 orang

(53,6%).

d. Pembuangan Air Limbah

Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi Pembuangan Air Limbah dengan KeadaanSanitasi Dasar Pemukiman Tempat Tinggal dan Perilaku MasyarakatTentang Kesehatan Lingkungan di Gampong Drien RampakKecamatan Johan Pahlawan Kabupaten Aceh Barat Tahun 2013.

No Pembuangan Air Limbah Frekuensi Persentase (%)

1 Baik 67 71,32 Kurang 27 28,7

Total 94 100Sumber: Data Primer (diolah 2013)

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar responden

mempunyai penyediaan air limbah yang baik yaitu sebanyak 67 orang ( 71,3%)

dan yang memiliki penyediaan air limbah yang kurang yaitu sebanyak 27 orang

(28,7%).

Page 78: KEADAAN SANITASI DASAR PEMUKIMAN TEMPAT RAMPAK …repository.utu.ac.id/220/1/BAB I_V.pdf · ISPA 25%, penyakit Hypertensi 22%, Infeksi Kulit (15% ), Reumatik (14% ), ... berakibat

44

e. Sikap

Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi Sikap dengan Keadaan Sanitasi DasarPemukiman Tempat Tinggal dan Perilaku Masyarakat TentangKesehatan Lingkungan di Gampong Drien Rampak Kecamatan JohanPahlawan Kabupaten Aceh Barat Tahun 2013.

No Sikap Frekuensi Persentase (%)

1 Positif 67 71,32 Negatif 27 28,7

Total 94 100Sumber: Data Primer (diolah 2013)

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar responden

mempunyai sikap yang positif yaitu sebanyak 67 orang ( 71,3%) dan yang

memiliki negatif yaitu sebanyak 27 orang (28,7%).

f. Pengetahuan

Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi Pengetahuan dengan Keadaan Sanitasi DasarPemukiman Tempat Tinggal dan Perilaku Masyarakat TentangKesehatan Lingkungan di Gampong Drien Rampak Kecamatan JohanPahlawan Kabupaten Aceh Barat Tahun 2013.

No Pengetahuan Frekuensi Persentase (%)

1 Baik 67 71,32 Kurang 27 28,7

Total 94 100Sumber: Data Primer (diolah 2013)

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar responden

mempunyai pengetahuan baik yaitu sebanyak 67 orang ( 71,3%) dan yang

memiliki pengetahuan kurang yaitu sebanyak 27 orang (28,7%).

Page 79: KEADAAN SANITASI DASAR PEMUKIMAN TEMPAT RAMPAK …repository.utu.ac.id/220/1/BAB I_V.pdf · ISPA 25%, penyakit Hypertensi 22%, Infeksi Kulit (15% ), Reumatik (14% ), ... berakibat

45

g. Tindakan

Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi Tindakan dengan Keadaan Sanitasi DasarPemukiman Tempat Tinggal dan Perilaku Masyarakat TentangKesehatan Lingkungan di Gampong Drien Rampak Kecamatan JohanPahlawan Kabupaten Aceh Barat Tahun 2013.

No Tindakan Frekuensi Persentase (%)

1 Baik 67 71,32 Kurang 27 28,7

Total 94 100Sumber: Data Primer (diolah 2013)

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar responden

mempunyai tindakan baik yaitu sebanyak 67 orang ( 71,3%) dan yang memiliki

tindakan kurang yaitu sebanyak 27 orang (28,7%).

4.3. Pembahasan

4.2.1. Penyediaan Air Bersih

Berdasarkan penelitan yang telah dilakukan baik melalui observasi dan

wawancara, maka diperoleh 79 r e s p o n d e n ( 84,0%) mempunyai sumber

air bersih yang baik, sedangkan responden yang memunyai sumber air bersih

kurang sebanyak 15 orang (16,0%).

Dalam kehidupan sehari hari air dipakai untuk segala kegiatannya.

Misalnya mandi, cuci, makan, minum dan lain-lain. Dengan kata lain air tersebut

sangat berguna bagi kehidupan manusia. Tetapi sebaliknya air juga dapat

berdampak buruk bagi manusia khususnya kesehatan. Air yang terkontaminasi

dapat memindahkan penyakit ke manusia.

Air adalah komponen yang sangat penting bagi kehidupan kita. Tanpa

air, makhluk hidup akan mengalami kesulitan untuk hidup. Air adalah anugerah

Page 80: KEADAAN SANITASI DASAR PEMUKIMAN TEMPAT RAMPAK …repository.utu.ac.id/220/1/BAB I_V.pdf · ISPA 25%, penyakit Hypertensi 22%, Infeksi Kulit (15% ), Reumatik (14% ), ... berakibat

46

yang tiada tara bila dimanfaatkan dengan benar. Namun bila kualitas air tidak

dapat dipertanggungjawabkan atau tidak murni lagi dalam artian sudah tercemar

maka akan berdampak yang tidak baik juga bagi kesehatan kita.

Pencemaran air adalah penyimpanan sifat-sifat air dari keadaan normal,

bukan dari kemurniannya. Dalam PP No.20/1990 tentang pengendalian

pencemaran air, pencemaran air didefinisikan sebagai, “pencemaran air adalah

masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen

lain kedalam air oleh kegiatann manusia sehingga kualitas air turun sampai tingkat

tertentu yang menyebabkan air tidak berfungsi lagi sesuai dengan peruntukkan

nya.

4.3.1. Pembuangan Tinja

Pembuangan tinja merupakan bagian penting dari kesehatan Iingkungan.

Pembuangan tinja yang buruk seringkali berhubungan dengan tersedianya air

bersih. Efek langsung dari pembuangan tinja yang buruk yang dapat

mengkontaminasi sumber air bersih (air sumur/mata air) yaitu dapat

meningkatkan incedence penyakit seperti typhus, kholera, dysentri dan

kecacingan. Tinja sebagai sumber infeksi yang dapat mencemari sumber air,

dan tangan karena kurangnya air untuk membersihkan, juga tanah oleh

karena pembuangan tinja secara sembarangan.

Bila dilihat dari penelitian diatas, m a yo r i t a s telah menggunakan

penbuangan tinja yang baik sebanyak 74 responden (78,7%), dan yang

menggunakan sistem pembuangan tinja yang kurang sebanyak 20 responden

(21,3%).

Page 81: KEADAAN SANITASI DASAR PEMUKIMAN TEMPAT RAMPAK …repository.utu.ac.id/220/1/BAB I_V.pdf · ISPA 25%, penyakit Hypertensi 22%, Infeksi Kulit (15% ), Reumatik (14% ), ... berakibat

47

Tinja merupakan semua benda atau zat yang tidak dipakai lagi oleh tubuh

yang harus dikeluarkan dari dalam tubuh. Tinja (faeces) merupakan salah satu

sumber penyebaran penyakit yang multikompleks. Orang yang terkena diare,

kolera dan infeksi cacing biasanya mendapatkan infeksi ini melalui tinja (faeces).

Seperti halnya sampah, tinja juga mengundang kedatangan lalat dan hewan-hewan

lainnya. Lalat yang hinggap di atas tinja(faeces) yang mengandung kuman-kuman dapat

menularkan kuman-kuman itu lewat makanan yang dihinggapinya, dan manusia lalu

memakan makanan tersebut sehingga berakibat sakit. Beberapa penyakit yang

dapat disebarkan akibat tinja manusia antara lain tipus, disentri, kolera,

bermacam-macam cacing (gelang, kremi, tambang, pita), schistosomiasis, dan

sebagainya.

4.3.2.Pembuangan Sampah

Pembuangan sampah yang sembarangan dapat menimbulkan penyakit,

karena dapat menyebabkan lingkungan yang kotor. Lingkungan yang kotor dapat

menjadi sarang sarang binatang yang dapat menularkan penyakit, contohnya

tikus, nyamuk, lalat yang sangat suka lingkungan kotor.

Bila dilihat dari penelitian diatas dari 94 responden terdapat 5 3

( 56,4%) mempunyai pembuangan sampah yang baik, dan sebanyak 41 responden

mempunyai tempat pembuangan sampah yang kurang (43,6%). Jika dipandang

dari segi kesehatan lingkungannya maka dapat dikatakan kelurahan tersebut

mempunyai lingkungan yang kotor, karena dari 94 responden hanya 5% yang

memakai tong sampah. itu pun dari 10 KK yang menggunakan tong sampah

hanya 8 yang memenuhi syarat kesehatan. Selain itu tong sampah mereka hanya

berupa keranjang yang dapat menjadi sarang binatang karena tidak bertutup,

Page 82: KEADAAN SANITASI DASAR PEMUKIMAN TEMPAT RAMPAK …repository.utu.ac.id/220/1/BAB I_V.pdf · ISPA 25%, penyakit Hypertensi 22%, Infeksi Kulit (15% ), Reumatik (14% ), ... berakibat

48

dan alasanya tidak ada (tidak kedap air).

4.3.3.Pembuangan Air Limbah

Dalam hal ini air limbah yang dimaksud yaitu air yang berasal dari air

bekas cucian, mandi dengan kata lain tidak termasuk tinja. Air juga

merupakan habitat hidup beberapa mahluk hidup, misalnya tempat

perkembangbiakan nyamuk. Pembuangan air lirnbah yang tidak teratur dapat

menyebabkan genangan-genangan air yang akhirnya menjadi tempak

perkembangbiakan nyamuk sebagai sumber penyakit.

Dan bila dilihat dari penelitian di atas, sebanyak 67 responden (71,35)

mempunyai tempat pembuangan air limbah yang baik, dan sebanyak 27

responden (28,7%) mempunyai tempat pembuangan air limbah yang kurang.

Pembuangan limbah ke sungai memang mempunyai arti positif bagi lingkungan

karena tidak menyebabkan genangan-genangan air, tetapi merugikan bagi

mereka yang menggunakan sungai sebagai aktitivitas mandi dan mencuci.

Karena air limbah tersebut mengandung bahan kimia yang dapat berpengaruh

pada kesehatan seperti kulit. Sedangkan ada responden yang membuang

limbahnya yaitu ke parit terbuka.

4.3.4.Pengetahuan

Bila dilihat dari prilaku, prilaku juga dapat mempengaruhi derajat

kesehatan. Hal ini seperti yang dikatakan Hendrik L.Blum, prilaku merupakan

salah satu dari empat faktor yang mempengaruhi kesehatan.

Dari penelitian diatas bahwa dari 94 responden yang diwawancarai

terdapat 76 orang (80,9%) yang berpengetahuan baik, dan 18 orang

mempunyai pengetahuan kurang yaitu sebanyak 18 orang (19,1%).

Page 83: KEADAAN SANITASI DASAR PEMUKIMAN TEMPAT RAMPAK …repository.utu.ac.id/220/1/BAB I_V.pdf · ISPA 25%, penyakit Hypertensi 22%, Infeksi Kulit (15% ), Reumatik (14% ), ... berakibat

49

Pengetahuan sebagai salah satu faktor yang mempermudah (predisposing

factor) terhadap terjadinya perubahan perilaku dalam hal ini keadaan sanitasi

pemukiman tempat tinggal. Hal ini sesuai dengan pendapat L. Green dalam buku

Soekidjo Notoatmodjo (2003) yang menyatakan bahwa salah satu faktor penentu

terjadinya perubahan perilaku adalah adanya faktor pemudah (predisposing

factor) yang di dalam termasuk pengetahuan.

Sebagai salah satu unsur predisposing factor, maka pengetahuan terhadap

keadaan sanitasi dasar pemukiman perlu ditingkatkan sehingga pengambilan

keputusan yang dilakukan akan menguntungkan bagi masyarakat tersebut dan

terutama bagi kesehatan. Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan

pengetahuan masyarakat dapat dilakukan dengan pemberian penyuluhan baik

secara langsung maupun secara tidak langsung.

4.3.5.Sikap

Dari tabel diatas dapat diketahui dari 94 responden yang

diwawancarai terdapat 71 orang (75,5%) yang mempunyai sikap positif, dan

mempunyai sikap negatif yaitu sebanyak 23 orang (24,5%).

Soekidjo Notoatmodjo (2003) mengatakan bahwa sikap merupakan reaksi

atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek.

Sugeng Hariyadi (2003) juga berpendapat bahwa sikap merupakan

penentu penting dalam tingkah laku. Sikap yang ada pada seseorang akan

memberikan gambaran corak bagaimana tingkah laku seseorang. Dari

mengetahui sikap seseorang, orang akan dapat menduga bagaimana respon atau

Page 84: KEADAAN SANITASI DASAR PEMUKIMAN TEMPAT RAMPAK …repository.utu.ac.id/220/1/BAB I_V.pdf · ISPA 25%, penyakit Hypertensi 22%, Infeksi Kulit (15% ), Reumatik (14% ), ... berakibat

50

tindakan yang akan diambil oleh orang tersebut terhadap suatu masalah atau

keadaan yang dihadapinya.

Menurut L. Green dalam buku Soekidjo Notoatmodjo (2003) sikap juga

merupakan faktor pemudah (predisposing factor) dari perilaku atau praktek. Di

sinilah dituntut kebijakan masyarakat untuk memahami pengetahuan yang telah

didapat kemudian ia harus menentukan sikap apa yang harus diambil untuk

kepentingan dimasa yang akan datang.

4.3.6.Tindakan

Dari tabel diatas dapat diketahui dari 94 responden yang

diwawancarai terdapat 69 orang (73,4%) yang mempunyai tindakan baik, dan

mempunyai tindakan kurang yaitu sebanyak 25 orang (26,6%).

Komponen tindakan dalam struktur bersikap menunjukan bagaimana

kecenderungan tindakan yang ada dalam diri seseorang berkaitan dengan objek

sikap yang dihadapinya. Perubahan tindakan yang terjadi dalam diri seseorang

dapat diketahui melalui persepsi, akan tetapi setiap orang mempunyai persepsi

yang berbeda, meskipun mengamati objek yang sama. Perubahan tindakan pada

orang dewasa akan lebih sulit karena orang dewasa sudah mempunyai sikap,

pengetahuan dan keterampilan tertentu yang mungkin sudah dimiliki bertahun-

tahun. Adanya pengetahuan, sikap dan perilaku baru yang belum mereka yakini

akan sulit diterima, untuk itu perlu dilakukan usaha tersendiri agar subjek belajar

meyakini pentingnya pengetahuan, sikap dan tindakan tersebut.

Page 85: KEADAAN SANITASI DASAR PEMUKIMAN TEMPAT RAMPAK …repository.utu.ac.id/220/1/BAB I_V.pdf · ISPA 25%, penyakit Hypertensi 22%, Infeksi Kulit (15% ), Reumatik (14% ), ... berakibat

51

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap penyediaan air

bersih mayoritas sudah mempunyai sistem penyediaan air bersih yang

tergolong baik, yaitu sebanyak 79 responden (84,0%).

2. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap pembuangan

tinja mayoritas sudah mempunyai sistem pembuangan tinja yang

tergolong baik, yaitu sebanyak 74 responden (78,7%).

3. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap pembuangan

sampah mayoritas sudah mempunyai sistem pembuangan sampah yang

tergolong baik, yaitu sebanyak 53 responden (56,4%).

4. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap pembuangan

air limbah mayoritas sudah mempunyai sistem pembuangan air limbah

yang tergolong baik, yaitu sebanyak 67 responden (71,3%).

5. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan mayoritas sudah

mempunyai sikap yang positif, yaitu sebanyak 67 responden (71,3%).

6. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap pengetahuan

mayoritas sudah mempunyai pengetahuan yang baik, yaitu sebanyak 67

responden (71,3%).

7. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap tindakan

mayoritas sudah mempunyai tindakan yang baik, yaitu sebanyak 67

responden (71,3%).

51

Page 86: KEADAAN SANITASI DASAR PEMUKIMAN TEMPAT RAMPAK …repository.utu.ac.id/220/1/BAB I_V.pdf · ISPA 25%, penyakit Hypertensi 22%, Infeksi Kulit (15% ), Reumatik (14% ), ... berakibat

52

5.2. Saran

1. Disarankan untuk dilakukan upaya peningkatan pengetahuan sanitasi dasar

pemukiman tempat tinggal dan perilaku masyarakat, dan memberikan

penghargaan bagi keluharan/desa yang baik.

2. Kepada kepala desa hendaknya bekerja sama dengan pihak dinkes untuk

memberikan penyuluhan kepada masyarakat mengenai akibat yang

ditimbulkan karena kurangnya sanitasi dasar di daerah tempat tinggal.

Page 87: KEADAAN SANITASI DASAR PEMUKIMAN TEMPAT RAMPAK …repository.utu.ac.id/220/1/BAB I_V.pdf · ISPA 25%, penyakit Hypertensi 22%, Infeksi Kulit (15% ), Reumatik (14% ), ... berakibat

53

DAFTAR PUSTAKA

Azwar. 1999. Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan. Penerbit Mutiara SumberWidya Press. Jakarta.

Chandra, Budiman. 2007. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Penerbit BukuKedokteran. Jakarta.

Depkes RI. 1993, Persyaratan Kesehatan Tempat-Tempat Umum, DirektoratJendral PPM & PLP, Jakarta.

___________, 2002. Pedoman Teknis Penilaian Rumah Sehat, DirektoratJenderal PPM & PL, Jakarta.

___________, 2004, Sistem Kesehatan Nasional, Jakarta.

___________, 2005, PHBS Dirumah Tangga , Jakarta

Elok, Marlina. 2008. Minim, Akses Sanitasi Dasar Yang Baik, Buletin TimTeknis Pembangunan Sanitasi, http://sanitasi.or.id/minim-akses-sanitasi-dasar-yang-baik-&catid=53:kliping&Itemid=124, diakses 05 Apri 2013.

Hapsara, HH., 2004. Pembangunan Kesehatan di Indonesia, Prinsip, Dasar,Kebijakan, Perencanaan dan Kajian Masa Depan, Cetakan I, GajahMada University Press, Jogjakarta.

Hernowo B., 2007, Kiat Kerja Sanitasi di Lingkungan Kumuh. Bappenas.Jakarta.

Kusnoputranto. 2003. Kesehatan Lingkungkungan . FKM UI. Jakarta.

Puskesmas Johan Pahlawan, 2012. Keluarga dengan kepemilikan Sarana Dasar

Mulia, Ricki. M. 2005. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Edisi pertama,Yogyakarta: Penerbit Graha Ilmu.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta.Jakarta.

_______. 2007. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. Rineka Cipta. Jakarta.

________. 2010. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Penerbit Rineka Cipta.Jakarta.

Page 88: KEADAAN SANITASI DASAR PEMUKIMAN TEMPAT RAMPAK …repository.utu.ac.id/220/1/BAB I_V.pdf · ISPA 25%, penyakit Hypertensi 22%, Infeksi Kulit (15% ), Reumatik (14% ), ... berakibat

54

Slamet, Juli Soemirat. 2007. Kesehatan Lingkungan. Gadjah Mada UniversityPress, Yogyakarta.

2005. Toksikologi Lingkungan. Gajah Mada University Press.Yogyakarta.

Sutrisno, Muhammad. 2006. Sumur Gali Sumber Air Bersih. Udayana Press.Denpasar.

Soemirat, J, 2007. Pencemaran Lingkungan, Rineka Cipta, Jakarta.

Wardhana, Wisnu Arya, 2004. Dampak Pencemaran Lingkungan. Yogyakarta.

Wahyuningsih, Merry. 2011. Negara dengan Sanitasi Terburuk di Dunia,http://health.detik.com/read/2011/10/27/130326/1753912/763/negara-dengan-sanitasi-terburuk-di-dunia-ri-peringkat-3?l771108bcj. diakses 09April 2013.

Widowati, Wahyu, dkk. 2008. Efek Toksik Logam. Andi. Yogyakarta.

Wicaksono, A. 2009. Menciptakan Rumah Sehat. Penebar Swadaya. Jakarta.

Page 89: KEADAAN SANITASI DASAR PEMUKIMAN TEMPAT RAMPAK …repository.utu.ac.id/220/1/BAB I_V.pdf · ISPA 25%, penyakit Hypertensi 22%, Infeksi Kulit (15% ), Reumatik (14% ), ... berakibat

55

__________, 2004, Sistem Kesehatan Nasional, Jakarta.

__________, 2005, PHBS Dirumah Tangga , Jakarta

__________, 2005, Pedoman Pelaksanaan Promosi Kesehatan Didaerah, Jakarta.

__________, 2005, Kebijakan Nasional Promosi Kesehatan , Jakarta.

__________, 2006, Pedoman Perencanaan Tingkat Puskesmas, Direktorat JendralBina Kesehatan Masyarakat, Jakarta.

__________, 2006, Rencana Strategi Pusat Promosi Kesehatan 2005 – 2009,Jakarta.

__________, 2007, Pusat Promosi Kesehatan Rumah Tangga Sehat denganPerilaku Hidup Bersih dan Sehat, Depkes RI.

Muninjaya, Gde, 2004, Manajemen Kesehatan, Edisi 2, EGC Jakarta.