KEADAAN SANITASI DASAR PEMUKIMAN TEMPATTINGGAL DAN PERILAKU MASYARAKAT TENTANG
KESEHATAN LINGKUNGAN DI GAMPONG DRIENRAMPAK KECAMATAN JOHAN PAHLAWAN
KABUPATEN ACEH BARATTAHUN 2013
SKRIPSI
OLEH:
FERNA EKA SANTRIYA WATI
NIM: 07C10104054
PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKATFAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS TEUKU UMARMEULABOH – ACEH BARAT
2013
KEADAAN SANITASI DASAR PEMUKIMAN TEMPATTINGGAL DAN PERILAKU MASYARAKAT TENTANG
KESEHATAN LINGKUNGAN DI GAMPONG DRIENRAMPAK KECAMATAN JOHAN PAHLAWAN
KABUPATEN ACEH BARATTAHUN 2013
SKRIPSI
OLEH:FERNA EKA SANTRIYA WATI
NIM: 07C10104054
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh GelarSarjana Kesehatan Masyarakat Pada Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Teuku Umar Meulaboh
PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKATFAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS TEUKU UMARMEULABOH – ACEH BARAT
2013
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Lingkungan permukiman dan perumahan merupakan kebutuhan dasar
manusia dan juga merupakan determinan kesehatan masyarakat. Hal ini disebabkan
hampir separuh hidup manusia akan berada di rumah, sehingga kualitas rumah akan
sangat berdampak terhadap kondisi kesehatannya (Depkes RI, 2002). Rumah
seharusnya menjadi tempat yang bebas dari gangguan, rasa kebersamaan. Rumah
yang sehat mampu melindungi dari panas dan dingin yang ekstrim, hujan dan
matahari, angin, hama, bencana seperti banjir dan gempa bumi, serta polusi dan
penyakit (Wicaksono, 2009).
Kesehatan adalah hak asasi manusia dan sekaligus investasi untuk
keberhasilan pembangunan bangsa. Pembangunan kesehatan diarahkan untuk
mencapai Indonesia Sehat, yaitu suatu keadaan dimana setiap orang hidup dalam
lingkungan yang sehat, berperilaku hidup bersih dan sehat, mempunyai akses
terhadap pelayanan kesehatan serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-
tingginya (Dinkes, 2009).
Visi pembangunan kesehatan saat ini adalah Indonesia sehat 2015 untuk
mewujudkan masyarakat yang mandiri dan berkeadilan. Visi ini dituangkan
kedalam empat misi salah satunya adalah meningkatkan kesehatan masyarakat
melalui pemberdayaan masyarakat, termasuk swasta dan masyarakat madani
(Depkes RI, 2009). Misi pembangunan kesehatan tersebut diwujudkan dengan
menggerakkan dan memberdayakan masyarakat untuk berperilaku hidup bersih dan
2
sehat (PHBS). Perilaku hidup bersih dan sehat adalah sekumpulan perilaku yang
dipraktikkan atas dasar kesadaran atas hasil pembelajaran yang menjadikan
seseorang atau keluarga dapat menolong dirinya sendiri di bidang kesehatan dan
berperan aktif dalam mewujudkan kesehatan masyarakat (Dinkes, 2009).
Menurut Notoatmodjo (2007), usaha kesehatan lingkungan merupakan
suatu usaha untuk memperbaiki atau mengoptimumkan lingkungan hidup manusia
agar merupakan media yang baik untuk terwujudnya kesehatan optimum bagi
manusia yang hidup didalamnya.
Rumah sehat menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2005),
merupakan bangunan tempat tinggal yang memenuhi syarat kesehatan yaitu rumah
yang memiliki jamban yang sehat, sarana air bersih, tempat pembuangan sampah,
sarana pembuangan air limbah, ventilasi yang baik, kepadatan hunian rumah yang
sesuai dan lantai rumah yang tidak terbuat dari tanah.
Fasilitas sanitasi merupakan sesuatu yang sangat penting dalam suatu
kawasan permukiman. Kurangnya kesadaran masyarakat terkait dengan
pemanfaatan sanitasi dapat memperburuk kualitas lingkungan tersebut.
Permukiman bagian dari lingkungan hidup baik yang berupa kawasan perkotaan
maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau
lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan
penghidupan. Adapun satuan lingkungan pemukiman adalah kawasan perumahan
dalam berbagai bentuk dan ukuran dengan penataan tanah dan ruang, prasarana dan
sarana lingkungan yang terstruktur. Penataan permukiman merupakan bagian dari
tata ruang yang mengatur penggunaan lahan hunian atau tempat tinggal dan
kegiatan keluarga yang bertujuan meningkatkan kualitas lingkungan, efektivitas
3
pemanfaatan lahan yang sesuai dengan pembangunan yang berkelanjutan
(sustainable).
Tiga unsur sanitasi adalah air limbah (waste water), persampahan (solid
waste), dan drainase lingkungan (drainage system). Manajemen pembuangan
kotoran manusia (human waste) yang buruk akan berakibat secara langsung
maupun tidak langsung pada transmisi penyakit. Akses masyarakat terhadap
sanitasi dasar terbilang masih minim, khususnya di wilayah pedesaan. Di banyak
tempat, bahkan tidak sedikit warga tidak memiliki jamban. Kondisi ini memberi
tekanan lebih besar terhadap kemiskinan. Padahal, dampak dari praktik sanitasi
yang buruk ini sangatlah besar. Bakteri Eschericia coli yang muncul dari sisa-sisa
tinja yang terserap di tanah dapat mencemari sumber-sumber air minum. Sehingga,
pada akhirnya dapat menimbulkan penyakit diare, muntaber, dan penyakit-penyakit
pencernaan lainnya (Wardhana, 2004).
Menurut WHO, dari 7 miliar penduduk dunia masih ada sekitar 2,6 miliar
orang yang tidak memiliki akses toilet dan fasilitas sanitasi. Organisasi Kesehatan
Dunia (WHO) merangking negara-negara dengan sanitasi terburuk di dunia dan
Indonesia menduduki peringkat ke-3 (Wahyuningsih, 2011)
Di Indonesia terdapat 4 dampak kesehatan besar disebabkan oleh
pengelolaan air dan sanitasi yang buruk yakni diare, tipus, polio dan cacingan.
Hasil survei akses sanitasi yang baik pada tahun 2006 menunjukkan bahwa
kejadian diare pada semua usia di Indonesia adalah 423 per 1.000 penduduk dan
terjadi satu-dua kali per tahun pada anak-anak berusia dibawah lima tahun. (Elok,
2008).
4
Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh
Barat tahun 2012 tentang persentase rumah sehat, terdapat 42,091 (25,925%)
rumah tangga dengan jumlah rumah tangga yang diperiksa 25,925 (61,6%) rumah
tangga terdapat 13,307 (31,6) rumah tangga sehat di Kabupaten Aceh Barat.
Cakupan sanitasi dasar persediaan air bersih 28,263 (57,9%) Kepala Keluarga
memiliki persediaan air bersih, yang memiliki jamban 12,693 (26,0%), yang
memiliki tempat sampah 4,525 (9,3%), pengelolaan air limbah 2,533 (5,2%).
Penyakit 10 besar dalam wilayah Kabupaten Aceh Barat, yang pertama penyakit
ISPA 25%, penyakit Hypertensi 22%, Infeksi Kulit (15%), Reumatik (14%),
Common Cold (8%), Diare (7%), Bronchitis dan Disentri masing – masing (3%).
(Profil Dinas Kesehatan Aceh Barat, 2012).
Keluarga dengan kepemilikan sarana sanitasi dasar di wilayah kerja
Puskesmas Johan Pahlawan Kecamatan Johan Pahlawan Kabupaten Aceh Barat
tahun 2012 Berdasarkan data yang diperoleh Cakupan sanitasi dasar persediaan air
bersih 73,0% Kepala Keluarga memiliki persediaan air bersih, yang memiliki
jamban 43,0%, yang memiliki tempat sampah 10,3%, pengelolaan air limbah
11,2%. (Laporan Puskesmas Johan Pahlawan, 2012).
Gampong Drien Rampak termasuk salah satu Gampong di wilayah kerja
Puskesmas Johan Pahlawan Kecamatan Johan Pahlawan Kabupaten Aceh Barat
dengan jumlah penduduk 7.082 Jiwa dengan perbandingan jumlah penduduk laki-
laki 3.461 jiwa dan jumlah penduduk perempuan adalah 3.621 jiwa, dengan
jumlah kepala keluarga 1601. Sanitasi dasar masyarakat di Gampong Drien
Rampak Kecamatan Johan Pahlawan hanya sebagian masyarakat yang
memperhatikan masalah sanitasi lingkungan. Sampah-sampah masih berserakan.
5
Saluran air masih ada yang tersumbat. Hal ini bila tidak segera ditanggulagi dapat
berakibat terjadinya wabah penyakit seperti diare, penyakit kulit, dan
mempermudah penyakit lainnya (Laporan Puskesmas Johan Pahlwan 2012).
Dengan keadaan pemukiman serta fasilitas sanitasi yang masih kurang
tersebut, menyebabkan masih tingginya angka penyakit ISPA dan diare yang
menduduki peringkat 1 dan 2 dalam 10 penyakit terbesar di Wilayah Kerja
Puskesmas Johan Pahlawan. Selain sarana sanitasi dasar faktor perilaku juga
merupakan faktor yang sangat penting dalam usaha kesehatan masyarakat.
Walaupun sarana sanitasi dasar tersedia jika tidak didukung oleh perilaku hidup
sehat dari masyarakat maka tujuan pembangunan kesehatan tidak akan tercapai.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, usaha kesehatan lingkungan
merupakan suatu usaha untuk memperbaiki atau mengoptimumkan lingkungan
hidup manusia agar merupakan media yang baik untuk terwujudnya kesehatan
optimum bagi manusia yang hidup didalamnya, maka dari itu penulis ingin
mengetahui Keadaan Sanitasi Dasar Pemukiman Tempat Tinggal Dan Perilaku
Masyarakat Tentang Kesehatan Lingkungan Di Desa Drien Rampak Kecamatan
Johan Pahlawan Kabupaten Aceh Barat.
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui keadaan sanitasi dasar pemukiman tempat tinggal dan
perilaku masyarakat tentang kesehatan lingkungan di Gampong Drien Rampak
Kecamatan Johan Pahlawan Kabupaten Aceh Barat.
6
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui sistem penyediaan air bersih yang digunakan oleh
masyarakat di Gampong Drien Rampak Kecamatan Johan Pahlawan Kabupaten
Aceh Barat
2. Untuk mengetahui sistem pembuangan tinja yang digunakan oleh masyarakat di
Gampong Drien Rampak Kecamatan Johan Pahlawan Kabupaten Aceh Barat
3. Untuk mengetahui sistem pembuangan sampah yang digunakan oleh
masyarakat di Gampong Drien Rampak Kecamatan Johan Pahlawan Kabupaten
Aceh Barat
4. Untuk mengetahui sistem pembuangan air limbah yang digunakan oleh
masyarakat di Gampong Drien Rampak Kecamatan Johan Pahlawan Kabupaten
Aceh Barat
5. Untuk mengetahui pengetahuan masyarakat tentang kesehatan lingkungan di
Gampong Drien Rampak Kecamatan Johan Pahlawan Kabupaten Aceh Barat
6. Untuk mengetahui sikap masyarakat tentang kesehatan lingkungan di Gampong
Drien Rampak Kecamatan Johan Pahlawan Kabupaten Aceh Barat
7. Untuk mengetahui tindakan masyarakat tentang kesehatan lingkungan di
Gampong Drien Rampak Kecamatan Johan Pahlawan Kabupaten Aceh Barat.
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1. Manfaat Teoritis
Bagi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Teuku Umar, dapat
dijadikan sebagai masukan dan bahan bacaan serta menambah koleksi bahan
perpustakaan yang telah ada.
7
1.4.2. Manfaat Aplikatif
1. Hasil penelitian yang diperoleh diharapkan dapat memberikan masukan bagi
pemerintah daerah pada umumnya dan khususnya kepada masyarakat di
Gampong Drien Rampak dalam meningkatkan sanitasi dasar dan perilaku
masyarakat tentang kesehatan lingkungan.
2. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan kajian dan masukan bagi
petugas pelaksana program kesehatan di Puskesmas dan Puskesmas Pembantu
8
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Kesehatan Lingkungan
Kesehatan lingkungan merupakan ilmu kesehatan masyarakat yang menitik
beratkan usaha preventif dengan usaha perbaikan semua faktor lingkungan agar
manusia terhindar dari penyakit dan gangguan kesehatan. Kesehatan lingkungan
adalah karakteristik dari kondisi lingkungan yang mempengaruhi derajat
kesehatan. Untuk itu kesehatan lingkungan merupakan salah satu dari enam usaha
dasar kesehatan masyarakat. Istilah kesehatan lingkungan seringkali dikaitkan
dengan istilah sanitasi/sanitasi lingkungan yang oleh Organisasi Kesehatan
Sedunia (WHO), menyebutkan pengertian sanitasi lingkungan/kesehatan
lingkungan adalah suatu usaha untuk mengawasi beberapa faktor lingkungan fisik
yang berpengaruh kepada manusia, terutama terhadap hal-hal yang mempunyai
efek merusak perkembangan fisik, kesehatan dan daya tahan hidup manusia
(Kusnoputranto, 2003).
Kesehatan lingkungan menurut WHO (World Health Organization) adalah
suatu keseimbangan ekologi yang harus ada antara manusia dan lingkungan agar
dapat menjamin keadaan sehat dari manusia. Ruang lingkup kesehatan lingkungan
meliputi : penyediaan air minum, pengelolaan air buangan dan pengendalian
pencemaran, pembuangan sampah padat, pengendalian vektor,
pencegahan/pengendalian pencemaran tanah oleh ekskreta manusia, higiene
makanan termasuk higiene susu, pengendalian pencemaran udara, pengendalian
radiasi, kesehatan kerja, pengendalian kebisingan, perumahan dan pemukiman,
8
aspek kesehatan lingkungan dan transportasi udara, perencanaaan daerah
perkotaan, pencegahan kecelakaan, rekreasi umum dan pariwisata, tindakan–
tindakan sanitasi yang berhubungan dengan keadaan epidemi / wabah, bencana
alam dan perpindahan penduduk, tindakan pencegahan yang diperlukan untuk
menjamin lingkungan. (Ghandi, 2010).
2.1.1 Ruang Lingkup Sanitasi Lingkungan
Sanitasi, menurut kamus bahasa Indonesia diartikan sebagai pemelihara
kesehatan. Menurut WHO, sanitasi adalah upaya pengendalian semua faktor
lingkungan fisik manusia, yang mungkin menimbulkan atau dapat menimbulkan
hal-hal yang merugikan, bagi perkembangan fisik, kesehatan, dan daya tahan
hidup manusia.
Sedangkan menurut Chandra, sanitasi adalah bagian dari ilmu kesehatan
lingkungan yang meliputi cara dan usaha individu atau masyarakat untuk
mengontrol dan mengendalikan lingkungan hidup eksternal yang berbahaya bagi
kesehatan serta yang dapat mengancam kelangsungan hidup manusia (Chandra,
2007).
Menurut Kusnoputranto (2003) ruang lingkup dari kesehatan lingkungan
meliputi:
1. Penyediaan air minum.
2. Pengolahan air buangan dan pengendalian pencemaran air.
3. Pengelolaan sampah padat.
4. Pengendalian vektor penyakit.
5. Pencegahan/pengendalian pencemaran tanah.
6. Hygiene makanan.
9
7. Pengendalian pencemaran udara.
8. Pengendalian radiasi.
9. Kesehatan kerja, terutama pengendalian dari bahaya-bahaya fisik, kimia
dan biologis.
10. Pengendalian kebisingan.
11. Perumahan dan pemukiman, terutama aspek kesehatan masyarakat dari
perumahan penduduk, bangunan-bangunan umum dan institusi.
12. Perencanaan daerah dan perkotaan.
13. Aspek kesehatan lingkungan dan transportasi udara, laut dan darat.
14. Pencegahan kecelakaan.
15. Rekreasi umum dan pariwisata.
16. Tindakan-tindakan sanitasi yang berhubungan dengan keadaan epidemi,
bencana alam, perpindahan penduduk dan keadaan darurat.
17. Tindakan pencegahan yang diperlukan untuk menjamin agar lingkungan
pada umumnya bebas dari resiko gangguan kesehatan (Kusnoputranto,
2003).
2.2 Sanitasi Dasar
Sanitasi dasar adalah sanitasi minimum yang diperlukan untuk
menyediakan lingkungan sehat yang memenuhi syarat kesehatan yang
menitikberatkan pada pengawasan berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi
derajat kesehatan manusia. (Azwar,1999).
Sanitasi adalah suatu upaya pencegahan penyakit yang menitik beratkan
kegiatannya kepada usaha-usaha kesehatan lingkungan hidup manusia. Kualitas
10
lingkungan yang sehat adalah keadaan lingkungan yang bebas dari resiko yang
membahayakan kesehatan dan keselamatan hidup manusia, melalui pemukiman
antara lain rumah tinggal dan asrama atau yang sejenisnya, lingkungan kerja antara
perkantoran dan kawasan industri atau sejenis. Sedangkan upaya yang harus
dilakukan dalam menjaga dan memelihara kesehatan lingkungan adalah obyek
Sanitasi meliputi seluruh tempat kita tinggal/bekerja seperti: dapur, restoran,
taman, publik area, ruang kantor, rumah dan sebagainya.
2.2.1 Penyediaan Air Bersih
2.2.1.1 Sarana Air Bersih
Sarana air bersih adalah semua sarana yang dipakai sebagai sumber air
bersih bagi penghuni rumah yang digunakan untuk kehidupan sehari – hari. Yang
perlu diperhatikan antara lain :
1. Jarak antara sumber air dengan sumber pengotoran ( seperti septic tank, tempat
pembuangan sampah, tempat pembuangan air limbah ) minimal 10 meter.
2. Pada sumur Gali sedalam 3 meter dari permukaan tanah dibuat kedap air yaitu
dilengkapi dengan cincin dan bibir sumur.
3. Penampungan air hujan, perlindungan mata air, sumur artesis atau terminal air
perpipaan/kran atau sumur gali terjaga kebersihannya dan terpelihara.
2.2.1.2 Peranan Air Dalam Kehidupan
Air merupakan bagian dari kehidupan dipermukaan bumi, karena tidak
satupun kehidupan di bumi ini dapat berlangsung tanpa air. Oleh karenanya air
mutlak dibutuhkan baik bagi kehidupan manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan.
Bagi manusia sendiri yang dikarenakan tubuh manusia sendiri mengandung 60 % -
11
70 % air dari seluruh berat badan dan air didaerah jaringan lemak terdapat kira-
kira 90 % serta darah dan getah bening juga sebagian besar dari air.
2.2.1.3 Peranan Air Dalam Kesehatan
Air mempunyai peranan dalam penularan penyakit bagi manusia, besarnya
peranan air ini disebabkan karena air sendiri dapat bertindak sebagai tempat
berkembang baik mikro organisme dan juga dapat sebagai perantara sebelum
mikro organisme berpindah pada manusia.
2.2.1.4 Air Sebagai Penyebar Mikroba Patogen (Water Borne Diseases)
Water borne disease, yaitu penyakit yang penularannya melalui air yang
terkontaminasi oleh bakteri pathogenn dari penderita atau karier. Penularan
penyakit dimana air sebagai medianya seperti penyakit cholera, demam typoid,
disentri amuba dan bakteri, tularemia, hepatitis dan lain-lain.
2.2.1.5 Kurangnya Penyediaan Air Bersih (Water Washed Diseases)
Water Washed Disease yaitu penyakit yang disebabkan oleh kurangnya air
untuk pemeliharaan kebersihan perseorangan dan air bagi kebersihan alat-alat
terutama alat dapur dan alat makan. Penularan penyakit yang berhubungan dengan
air yang digunakan untuk kebersihan/pencucian seperti alat-alat dapur memasak
dan untuk kebersihan perorangan. Hal ini berkaitan dengan volume/jumlah air
yang digunakan dengan tersedianya air cukup maka penyakit tersebut dapat
dikurangi penularannya kepada manusia. Adapun penyakit tersebut adalah diare,
infeksi dan selaput lendir dan lain- lain.
2.2.1.6 Air Sebagai Sarang Hospes Sementara (Water Based Diseases)
Water Based Disease, yaitu penyakit yang ditularkan air pada orang lain
12
melalui persediaan air sebagai pejamu (host) perantara. Penyebaran penyakit
melalui penjamur (host) yang siklus hidupnya berada dalam air seperti
Schistosomiasis.
2.2.1.7 Air Sebagai Sarang Vektor Penyakit (Water Related Insect Vector)
Water Related Insect Vectors, Vektor-vektor insektisida yang berhubungan
dengan air yaitu penyakit yang vektornya berkembang biak dalam air. Penyakit
yang ditularkan oleh serangga dimana air merupakan tempat berkembang biak
yang baik bagi beberapa insekta sebagai penyakit seperti DHF, Malaria, Yellow
Fever dan Tripanosomiasis.
2.2.2 Persyaratan Kualitas Air
2.2.2.1 Standar Kualitas Air
Dengan adanya standard kualitas air, orang dapat mengukur kualitas dari
berbagai macam air. Setiap jenis air dapat diukur konsentrasi kandungan unsur
yang tercantum didalam standard kualitas. Dengan demikian dapat diketahui syarat
kualitasnya, dengan kata lain standard kualitas dapat digunakan sebagai tolak ukur.
Standard kualitas air minum dapat diartikan sebagai ketentuan-ketentuan
berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
492/Menkes/PER/IV/2010 tentang persyaratan kualitas air minum yang biasanya
dituangkan dalam bentuk pernyataan atau angka yang menunjukkan persyaratan-
persyaratan yang harus dipenuhi agar air tersebut tidak menimbulkan gangguan
kesehatan, penyakit, gangguan teknis, serta gangguan dalam segi estetika.
Peraturan ini dibuat dengan maksud bahwa air yang memenuhi syarat kesehatan
mempunyai peranan penting dalam rangka pemeliharaan, perlindungan serta
mempertinggi derajat kesehatan masyarakat. Sesuai peraturan ini telah diperoleh
13
landasan hukum dan landasan teknis dalam hal pengawasan kualitas air minum.
Demikian pula halnya dengan air yang digunakan sebagai kebutuhan air
bersih sehari-hari, sebaiknya air tersebut tidak berwarna, tidak berasa, tidak
berbau, jernih, dan mempunyai suhu yang sesuai dengan standard yang ditetapkan
sehingga menimbulkan rasa nyaman. Jika salah satu dari syarat tersebut tidak
terpenuhi maka besar kemungkinan air itu tidak sehat karena mengandung
beberapa zat kimia, mineral, ataupun zat organis/biologis yang dapat mengubah
warna, rasa, bau, dan kejernihan air (Azwar, 1999).
Untuk standard kualitas air secara global dapat digunakan Standar Kualitas
Air WHO. Sebagai organisasi kesehatan internasional, WHO juga mengeluarkan
peraturan tentang syarat-syarat kualitas air bersih yaitu meliputi kualitas fisik,
kimia dan biologi. Peraturan yang ditetapkan oleh WHO tersebut digunakan
sebagai pedoman bagi negara anggota. Namun demikian masing-masing negara
anggota dapat menetapkan syarat-syarat kualitas air sesuai dengan kondisi negara
tersebut.
2.2.2.2 Syarat Fisik
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 492 / Menkes / PER /
IV/2010 tentang persyaratan kualitas air minum, menyatakan bahwa air yang layak
dikonsumsi dalam kehidupan sehari-hari adalah air yang mempunyai kualitas yang
baik sebagai sumber air minum, antara lain harus memenuhi persyaratan secara
fisik, tidak berbau, tidak berasa, tidak keruh, serta tidak berwarna. Pada umumnya
syarat fisik ini diperhatikan untuk estetika air. Adapun sifat-sifat air secara fisik
dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya sebagai berikut :
14
1). Suhu
Temperatur air akan mempengaruhi penerimaan masyarakat akan air
tersebut dan dapat pula mempengaruhi reaksi kimia dalam pengolahannya
terutama apabila temperatur sangat tinggi. Temperatur yang diinginkan adalah ±
30C suhu udara disekitarnya yang dapat memberikan rasa segar, tetapi iklim
setempat atau jenis dari sumber-sumber air akan mempengaruhi temperatur air.
Disamping itu, temperatur pada air mempengaruhi secara langsung toksisitas
banyaknya bahan kimia pencemar, pertumbuhan mikroorganisme, dan virus.
Temperatur atau suhu air diukur dengan menggunakan termometer air.
2). Bau dan Rasa
Bau dan rasa biasanya terjadi secara bersamaan dan biasanya disebabkan
oleh adanya bahan-bahan organik yang membusuk, tipe-tipe tertentu organisme
mikroskopik, serta persenyawaan-persenyawaan kimia seperti phenol. Bahan–
bahan yang menyebabkan bau dan rasa ini berasal dari berbagai sumber. Intensitas
bau dan rasa dapat meningkat bila terdapat klorinasi. Karena pengukuran bau dan
rasa ini tergantung pada reaksi individu maka hasil yang dilaporkan tidak mutlak.
Untuk standard air minum sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia No. 492/Menkes/PER/IV/2010 tentang persyaratan kualitas air minum
menyatakan bahwa air minum tidak berbau dan tidak berasa .
3). Kekeruhan
Air dikatakan keruh apabila air tersebut mengandung begitu banyak
partikel bahan yang tersuspensi sehingga memberikan warna/rupa yang berlumpur
dan kotor. Bahan-bahan yang menyebabkan kekeruhan ini meliputi tanah liat,
lumpur, bahan-bahan organik yang tersebar dari partikel-partikel kecil yang
tersuspensi. Kekeruhan pada air merupakan satu hal yang harus dipertimbangkan
15
dalam penyediaan air bagi umum, mengingat bahwa kekeruhan tersebut akan
mengurangi segi estetika, menyulitkan dalam usaha penyaringan, dan akan
mengurangi efektivitas usaha desinfeksi (Sutrisno, 2006).
Tingkat kekeruhan air dapat diketahui melalui pemeriksaan laboratorium
dengan metode Turbidimeter. Untuk standard air minum ditetapkan berdasarkan
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 492/Menkes/PER/IV/2010
tentang persyaratan kualitas air minum, yaitu kekeruhan yang dianjurkan
maksimum 5 NTU (Depkes RI, 2002).
2.2.2.3 Syarat Kimia
Air minum yang baik adalah air yang tidak tercemar secara berlebihan
oleh zat-zat kimia yang berbahaya bagi kesehatan antara lain Air raksa (Hg),
Aluminium (Al), Arsen (As), Barium (Ba), Besi (Fe), Flourida (F), Calsium (Ca),
Mangan ( Mn ), Derajat keasaman (pH), Cadmium (Cd), dan zat-zat kimia lainnya.
Kandungan zat kimia dalam air minum yang dikonsumsi sehari-hari hendaknya
tidak melebihi kadar maksimum yang diperbolehkan seperti tercantum dalam
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 492/Menkes/PER/IV/2010
tentang persyaratan kualitas air minum. Penggunaan air yang mengandung bahan
kimia beracun dan zat-zat kimia yang melebihi kadar maksimum yang
diperbolehkan berakibat tidak baik bagi kesehatan dan material yang digunakan
manusia. Contohnya pH; pH Air sebaiknya netral yaitu tidak asam dan tidak basa
untuk mencegah terjadinya pelarutan logam berat dan korosi jaringan. pH air yang
dianjurkan untuk air minum adalah 6,5–8,5. Air merupakan pelarut yang baik
sekali maka jika dibantu dengan pH yang tidak netral dapat melarutkan berbagai
elemen kimia yang dilaluinya (Slamet, 2005).
16
1). Besi (Fe)
Besi atau ferrum (Fe) adalah metal berwarna putih keperakan, liat dan
dapat dibentuk. Titik leleh Fe sebesar 1538 ºC sedangkan titik didihnya sebesar
2861 ºC. Sumber Fe antara lain berasal dari hematit ataupun magnetit. Adanya Fe
dalam air dapat bersumber dari dalam tanah itu sendiri (batu-batuan yang
mengandung besi) ataupun endapan-endapan buangan industri. Diperkirakan
kandungan Fe dalam kerak bumi adalah sebesar 5,63 x 10-3
mg/kg, sedangkan
kandungan didalam laut sebesar 2 x 10-3
mg/l (Widowati, dkk, 2008).
Senyawa besi dalam jumlah kecil di dalam tubuh manusia berfungsi
sebagai pembentuk sel-sel darah merah, dimana tubuh memerlukan 7-35 mg/hari
yang sebagian diperoleh dari air. Tetapi zat Fe yang melebihi dosis yang
diperlukan oleh tubuh dapat menimbulkan masalah kesehatan. Hal ini dikarenakan
tubuh manusia tidak dapat mengsekresi Fe, sehingga bagi mereka yang sering
mendapat tranfusi darah warna kulitnya menjadi hitam karena akumulasi Fe. Air
minum yang mengandung besi cenderung menimbulkan rasa mual apabila
dikonsumsi. Selain itu dalam dosis besar dapat merusak dinding usus. Kematian
sering kali disebabkan oleh rusaknya dinding usus ini. Kadar Fe yang lebih dari 1
mg/l akan menyebabkan terjadinya iritasi pada mata dan kulit. Apabila kelarutan
besi dalam air melebihi 10 mg/l akan menyebabkan air berbau seperti telur busuk.
Kadar maksimum Fe yang diperbolehkan di dalam air minum menurut
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 492/Menkes/PER/IV/2010
adalah 0,3 mg/l. Kadar Fe yang tinggi dalam air menimbulkan rasa, warna
(kuning), pengendapan pada dinding pipa, pertumbuhan bakteri besi, dan
kekeruhan. Fe dibutuhkan oleh tubuh dalam pembentukan hemoglobin. Banyaknya
17
Fe dalam tubuh dikendalikan pada fase absorbs. Tubuh manusia tidak dapat
mengekskresikan Fe. Sekalipun Fe itu diperlukan oleh tubuh, tetapi dalam dosis
besar dapat merusak dinding usus (Soemirat, 2007). Simpanan Fe yang berlebihan
dalam tubuh dapat merusak sel alat pencernaan secara langsung, dalam bentuk
hemosiderin dapat menimbulkan hemosiderosis (Widowati, 2008).
2). Mangan (Mn)
Mangan adalah metal kelabu-kemerahan. Keracunan sering kali bersifat
khronis sebagai akibat dari kelebihan kadar Mn dalam tubuh sehingga dapat
mengganggu proses pencernaan. Kadar maksimum Mn yang diperbolehkan di
dalam air minum menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
492/Menkes/PER/IV/2010 adalah 0,4 mg/l.
3). Kadmium (Cd)
Kadmium adalah metal berbentuk kristal putih keperakan. Cd diperoleh
bersama-sama dengan Zn, Cu, Pb, dalam jumlah yang kecil. Tubuh manusia tidak
memerlukan Cd dalam fungsi dan pertumbuhannya, karenanya Cd sangat beracun
pada manusia. Keracunan akut akan menyebabkan gejala gastrointestinal, dan
penyakit ginjal. Gejala klinis keracunan Cd sangat mirip dengan penyakit
Glomerulo-nephritis biasa, hanya pada fase lanjut dari keracunan Cd ditemukan
pelunakan dan fraktur (patah) tulang-tulang punggung yang multiple. Di Jepang
sakit pinggang ini dikenal sebagai penyakit “Itai-Itai Byo”. Gejalanya adalah sakit
pinggang, patah tulang, tekanan darah tinggi, kerusakan ginjal, gejala seperti
influenza, dan sterilitas pada laki-laki. Kadar maksimum Cd yang diperbolehkan di
dalam air minum menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
492/Menkes/PER/IV/2010 adalah 0,003 mg/l.
18
2.2.2.4 Syarat Bakteriologis
Sumber-sumber air di alam pada umumnya mengandung bakteri, baik air
angkasa, air permukaan, maupun air tanah. Jumlah dan jenis bakteri berbeda sesuai
dengan tempat dan kondisi yang mempengaruhinya. Oleh karena itu air yang
dikonsumsi untuk keperluan sehari-hari harus bebas dari bakteri patogen. Bakteri
golongan Coli (Coliform bakteri) tidak merupakan bakteri patogen, tetapi bakteri
ini merupakan indikator dari pencemaran air oleh bakteri patogen (Slamet, 2009).
E.coli sudah lama diketahui sebagai indikator adanya pencemaran tinja
manusia pada minuman ataupun makanan. Beberapa alasan mengapa E.coli
disebut sebagai indikator pencemaran pada tinja dibanding bakteri lainnya adalah
(Chandra, 2007) :
a. Jumlah organisme cukup banyak dalam usus manusia. Sekitar 200-400
miliar organisme ini dikeluarkan melalui tinja setiap harinya. Oleh karena
jarang sekali ditemukan dalam air, keberadaan kuman ini dalam air
memberi bukti kuat adanya kontaminasi tinja manusia.
b. Organisme ini lebih mudah dideteksi melalui metode kultur (walau hanya
terdapat 1 kuman dalam 100 cc air) dibanding tipe kuman patogen lainnya.
c. Organisme ini lebih tahan hidup dibandingkan dengan kuman usus patogen
lainnya.
d. Organisme ini lebih resisitensi terhadap proses purifikasi air secara
alamiah. Bila coliform organisme ini ditemukan di dalam sampel air maka
dapat diambil suatu kesimpulan bahwa kuman usus patogen yang lain
dapat juga ditemukan dalam sampel air tersebut di atas walaupun dalam
jumlah yang kecil.
19
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
492/Menkes/PER/IV/2010 tentang persyaratan kualitas air minum, bakteri
coliform yang memenuhi syarat untuk air minum harus 0 per 100 ml sampel.
2.2.3 Pengelolaan Pembuangan Kotoran Manusia (Jamban)
Ekskreta manusia yang terdiri atas feses dan urine merupakan hasil akhir
dari proses yang berlangsung dalam tubuh manusia yang menyebabkan pemisahan
dan pembuangan zat-zat yang tidak dibutuhkan oleh tubuh. Zat-zat yang tidak
dibutuhkan oleh tubuh tersebut berbentuk tinja dan air seni (Chandra, 2007).
Dengan bertambahnya penduduk yang tidak sebanding dengan area
pemukiman, masalah pembuangan kotoran manusia meningkat. Dilihat dari segi
kesehatan masyarakat, masalah pembuangan kotoran manusia merupakan masalah
yang pokok untuk sedini mungkin diatasi. Karena kotoran manusia (feses) adalah
sumber penyebaran penyakit yang multikompleks (Notoatmodjo, 2007).
Peranan tinja di dalam penyebaran penyakit sangat besar, disamping dapat
langsung mengkontaminasi makanan, minuman, sayuran dan sebagainya, juga air,
tanah, serangga dan bagian-bagian tubuh kita dapat terkontaminasi oleh tinja-tinja
tersebut (Notoatmodjo, 2007).
Kurangnya perhatian terhadap pengelolaan tinja disertai dengan cepatnya
pertambahan penduduk, jelas akan mempercepat penyebaran penyakit yang
ditularkan melalui tinja. Beberapa penyakit yang dapat disebarkan oleh tinja
manusia antara lain : tifus, disentri, kolera, schistosomiasis dan sebagainya
(Notoatmodjo, 2007).
Untuk mencegah dan mengurangi kontaminasi tinja terhadap lingkungan
maka pembuangan kotoran manusia harus dikelola dengan baik, maksudnya
20
pembuangan kotoran harus di suatu tempat tertentu atau jamban yang sehat. Suatu
jamban disebut sehat untuk daerah pedesaan apabila memenuhi persyaratan-
persyaratan sebagai berikut (Notoatmodjo, 2007) :
1. Tidak mengotori permukaan tanah disekeliling jamban tersebut
2. Tidak mengotori air permukaan di sekitarnya
3. Tidak mengotori air tanah di sekitarnya
4. Tidak terjangkau oleh serangga terutama lalat dan kecoa dan binatang-
binatang lainnya
5. Tidak menimbulkan bau
6. Mudah digunakan dan dipelihara
7. Sederhana desainnya
8. Murah
9. Dapat diterima oleh pemakainya
Teknologi pembuangan kotoran manusia untuk daerah pedesaan sudah
tentu berbeda dengan teknologi jamban di daerah perkotaan. Oleh karena itu,
teknologi jamban di daerah pedesaan disamping harus memenuhi persyaratan
jamban sehat juga harus didasarkan pada sosiobudaya dan ekonomi masyarakat
pedesaan (Notoatmodjo, 2007).
Pengelolaan tinja manusia dapat dilakukan didalam septik tank. Di dalam
septik tank tinja akan dikonversi sacara anaerobik menjadi biogas (campuran gas
Carbindioksida dan gas Metan). Diharapkan dengan penyedian jamban yang sehat
dan pengelolaan tinja secara tepat, angka kejadian penyakit bawaan air dapat
diminimalkan (Mulia, 2005).
21
2.2.4 Pengelolaan air limbah
Air limbah atau air buangan adalah sisa air yang dibuang yang berasal dari
rumah tangga, industri maupun tempat-tempat umum lainnya dan pada umumnya
mengandung bahan-bahan atau zat-zat yang dapat membahayakan bagi kesehatan
manusia serta mengganggu lingkungan hidup. Batasan lain mengatakan bahwa air
limbah adalah kombinasi dari cairan dan sampah cair yang berasal dari daerah
pemukiman, perdagangan, perkantoran dan industri, bersama-sama dengan air
tanah, air permukaan dan air hujan yang mungkin ada (Kusnoputranto, 2003).
Dari batasan tersebut dapat disimpulkan bahwa air buangan adalah air
yang sisa dari kegiatan manusia, baik kegiatan rumah tangga maupun kegiatan lain
seperti industri, perhotelan dan sebagainya. Meskipun merupakan air sisa, namun
volumenya besar, karena lebih kurang 80% dari air yang digunakan bagi kegiatan-
kegiatan manusia sehari-hari tersebut dibuang lagi dalam bentuk yang sudah kotor
(tercemar). Selanjutnya air limbah ini akhirnya akan mengalir ke sungai dan akan
digunakan oleh manusia lagi. Oleh sebab itu, air buangan ini harus dikelola atau
diolah secara baik (Notoatmodjo, 2007).
Air limbah ini berasal dari berbagai sumber, secara garis besar dapat
dikelompokkan menjadi :
1. Air buangan yang bersumber dari rumah tangga, yaitu air limbah yang
berasal dari pemukiman penduduk. Pada umumnya air limbah ini terdiri
dari ekskreta (tinja dan air seni), air bekas cucian dapur dan kamar mandi,
dan umumnya terdiri dari bahan-bahan organik.
2. Air buangan industri, yang berasal dari berbagai jenis industri akibat proses
produksi. Zat-zat yang terkandung didalamnya sangat bervariasi sesuai
22
dengan bahan baku yang dipakai oleh masing-masing industri. Oleh sebab
itu pengolahan jenis air limbah ini agar tidak menimbulkan polusi
lingkungan menjadi lebih rumit.
3. Air buangan kotapraja, yaitu air buangan yang berasal dari daerah :
perkantoran, perdagangan, hotel, restoran, tempat-tempat umum, tempat
ibadah dan sebagainya. Pada umumnya zat yang terkandung dalam jenis air
limbah ini sama dengan air limbah rumah tangga.
Air limbah yang tidak dikelola dengan baik dapat menimbulkan dampak
buruk bagi makhluk hidup dan lingkungannya. Beberapa dampak buruk tersebut
antara lain : gangguan kesehatan, penurunan kualitas lingkungan, gangguan
terhadap keindahan dan gangguan terhadap kerusakan benda (Mulia, 2005).
Pada awalnya tujuan dari pengolahan air limbah adalah untuk
menghilangkan bahan-bahan tersuspensi dan terapung, pengolahan bahan organik
biodegradable serta mengurangi organisme patogen. Namun sejalan dengan
perkembangannya, tujuan pengelolaan air limbah sekarang ini juga terkait dengan
aspek estetika dan lingkungan (Mulia, 2005).
Pengolahan air limbah dapat dilakukan secara alamiah maupun dengan
bantuan peralatan. Pengolahan air limbah secara alamiah biasanya dilakukan
dengan bantuan kolam stabilisasi. Kolam stabilisasi sangat direkomendasikan
untuk pengolahan air limbah di daerah tropis dan negara berkembang sebab biaya
yang diperlukan untuk membuatnya relatif murah tetapi membutuhkan area yang
luas.
Kolam stabilisasi yang umumnya digunakan adalah kolam anaerobik
(anaerobic pond), kolam fakultatif (facultative pond) dan kolam maturasi
23
(aerobic/maturation pond). Kolam anaerobik biasanya digunakan untuk mengolah
air limbah dengan kandungan bahan organik yang sangat pekat, sedangkan kolam
maturasi biasanya digunakan untuk memusnahkan mikroorganisme patogen di
dalam air limbah (Ricki, 2005).
Pengolahan air limbah dengan bantuan peralatan biasanya dilakukan pada
Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). Di dalam IPAL, biasanya proses
pengolahan dikelompokkan sebagai pengolahan pertama (primary treatment),
pengolahan kedua (secondary treatment) dan pengolahan lanjutan (tertiary
treatment) (Ricki, 2005).
Sarana pembuangan air limbah yang sehat harus memenuhi persyaratan
teknis sebagai berikut:
1. Tidak mencemari sumber air bersih
2. Tidak menimbulkan genangan air yang menjadi sarang serangga/nyamuk
3. Tidak menimbulkan bau
4. Tidak menimbulkan becek, kelembaban dan pandangan yang tidak
menyenangkan (DepKes RI, 1993).
2.2.5 Pengelolaan Sampah
Sampah adalah sesuatu bahan atau benda padat yang sudah tidak dipakai
lagi oleh manusia, atau benda padat yang sudah digunakan lagi dalam suatu
kegiatan manusia dan dibuang. Para ahli kesehatan masyarakat membuat batasan
sampah (waste) adalah sesuatu yang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak
disenangi atau sesuatu yang dibuang yang berasal dari kegiatan manusia dan tidak
terjadi dengan sendirinya (Notoatmodjo, 2007).
24
Agar dapat mempermudah pengelolaannya, sampah dapat dibedakan atas
dasar sifat-sifat biologis dan kimianya, sebagai berikut (Soemirat, 2007):
1. Sampah yang dapat membusuk, seperti sisa makanan, daun, sampah kebun,
pertanian dan lainnya.
2. Sampah yang tidak membusuk seperti kertas, plastik, karet, gelas, logam
dan lainnya.
3. Sampah yang berupa debu atau abu.
4. Sampah yang berbahaya terhadap kesehatan, seperti sampah-sampah
berasalkan industri yang mengandung zat-zat kimia maupun zat fisis
berbahaya.
Sampah ini dalam bahasa inggris disebut garbage, yaitu yang mudah
membusuk karena aktivitas mikroorganisme. Dengan demikian pengelolaannya
menghendaki kecepatan, baik dalam pengumpulan maupun dalam
pembuangannya. Bagi lingkungan sampah jenis ini relatif kurang berbahaya
karena dapat terurai dengan sempurna menjadi zat-zat organik yang berguna bagi
fotosintesa tumbuh-tumbuhan.
Sampah yang tidak membusuk, dalam bahasa inggris disebut refuse.
Sampah ini apabila memungkinkan sebaiknya didaur ulang sehingga dapat
bermanfaat kembali baik melalui suatu proses ataupun secara langsung. Apabila
tidak dapat didaur ulang, maka diperlukan proses untuk memusnahkannya, seperti
pembakaran.
Sampah berupa debu atau abu hasil pembakaran, baik pembakaran bahan
bakar ataupun sampah tentunya tidak membusuk, tetapi dapat dimanfaatkan untuk
mendatarkan tanah atau penimbunan. Selama tidak mengandung zat yang beracun,
maka abu ini pun tidak terlalu berbahaya terhadap lingkungan dan masyarakat.
25
Yang dimaksud dengan sampah berbahaya (B3) adalah sampah yang
karena jumlahnya, atau konsentrasinya, atau karena sifat kimiawi, fisika dan
mikrobiologinya dapat (a) meningkatkan mortalitas dan morbiditas secara
bermakna atau menyebabkan penyakit yang tidak reversible, (b) berpotensi
menimbulkan bahaya sekarang maupun di masa yang akan datang terhadap
kesehatan ataupun lingkungan apabila tidak diolah, ditransport, disimpan dan
dibuang dengan baik.
Sampah, baik kualitas maupun kuantitasnya sangat dipengaruhi oleh
berbagai kegiatan dan taraf hidup masyarakat. Beberapa faktor yang penting antara
lain adalah:
1. Jumlah penduduk. Dapat dipahami dengan mudah bahwa semakin banyak
penduduk, semakin banyak pula sampahnya. Pengelolaan sampah ini pun
berpacu dengan laju pertambahan penduduk.
2. Keadaan sosial ekonomi. Semakin tinggi keadaan sosial ekonomi
masyarakat, semakin banyak jumlah per kapita sampah yang dibuang.
Kualitas sampahnya pun semakin banyak bersifat tidak dapat membusuk.
Perubahan kualitas sampah ini, tergantung pada bahan yang tersedia,
peraturan yang berlaku serta kesadaran masyarakat akan persoalan
persampahan.
3. Kemajuan teknologi. Kemajuan teknologi akan menambah jumlah maupun
kualitas sampah, karena pemakaian bahan baku yang semakin beragam.
Penyakit bawaan sampah sangat luas dan dapat berupa penyakit menular
dan tidak menular, dapat juga berupa akibat kebakaran, keracunan dan lain-lain.
Oleh sebab itu dapat dipahami bahwa pengelolaan sampah perlu didasarkan atas
berbagai pertimbangan, yaitu : untuk mencegah terjadinya penyakit, konservasi
26
sumber daya alam, mencegah gangguan estetika, memberi intensif untuk daur
ulang atau pemanfaatan, dan bahwa kuantitas dan kualitas sampah akan meningkat
(Soemirat, 2007).
Untuk dapat mengatasi dan mengurangi produksi sampah kita dapat
melakukan teknik pembuangan sampah. Teknik pembuangan sampah dapat dilihat
mulai dari sumber sampah sampai pada tempat pembuangan akhir sampah. Baik
dari segi kualitas maupun kuantitas dengan meningkatkan pemeliharaan dan
kualitas barang sehingga tidak cepat menjadi sampah, meningkatkan efisiensi
pengunaan bahan baku, dan meningkatkan pengunaan bahan yang dapat terurai
secara alamiah. Semua usaha ini memerlukan kesadaran masyarakat serta peran
sertanya (Soemirat, 2007).
Selanjutnya pengelolaan ditujukan pada pengumpulan sampah mulai dari
produsen sampai pada tempat pembuangan akhir (TPA) dengan membuat tempat
penampungan sampah sementara (TPS), transportasi yang sesuai lingkungan dan
pengelolaan pada TPA. Sebelum dimusnahkan, sampah dapat pula diolah dahulu
baik untuk memperkecil volume, untuk didaur ulang atau dimanfaatkan kembali.
2.3 Perilaku
Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme
(makhluk hidup) yang mempunyai cakupan luas antara lain: berbicara, menangis,
tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca dan sebagainya. Perilaku manusia
pada hakikatnya adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat
diamati secara langsung maupun tidak langsung oleh pihak luar (Notoatmodjo,
2007).
27
2.3.1 Perilaku Kesehatan
Menurut Notoatmodjo (2007), perilaku kesehatan adalah suatu respons
seseorang (organisme) terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit
dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan dan minuman serta
lingkungan.
Secara lebih terinci, perilaku kesehatan itu mencakup:
1. Perilaku seseorang terhadap sakit dan penyakit adalah bagaimana seseorang
merespons, baik secara pasif maupun aktif terhadap sakit dan penyakit yang
dialaminya. Perilaku ini meliputi tingkatan pencegahan sebagai berikut:
a. Perilaku peningkatan dan pemeliharaan kesehatan (health promotion
behaviour)
b. Perilaku pencegahan penyakit (health prevention behaviour)
c. Perilaku pencarian pengobatan (health seeking behaviour)
d. Perilaku pemulihan kesehatan (health rehabilitation behaviour)
2. Perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan adalah respons seseorang
terhadap sistem pelayanan kesehatan baik sistem pelayanan modern maupun
tradisional
3. Perilaku terhadap makanan (nutrition behaviour) adalah respons seseorang
terhadap makanan sebagai kebutuhan vital bagi kehidupan
4. Perilaku terhadap lingkungan kesehatan (environmental health behaviour)
adalah respons seseorang terhadap lingkungan sebagai determinan kesehatan
manusia
2.3.2 Perilaku Masyarakat
Menurut Notoatmodjo (2010), meskipun perilaku adalah bentuk respon
28
terhadap stimulus dari luar diri seseorang, namun karakteristik dan faktor-faktor
lain dari orang yang bersangkutan juga dapat memengaruhi respons seseorang.
Banyak teori determinan perilaku, salah satunya adalah teori Lawrence
Green yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003), membedakan adanya dua
determinan masalah kesehatan tersebut yakni behavioral factors (faktor perilaku)
dan non behavioral factors (faktor non perilaku). Green menganalisis bahwa faktor
perilaku ditentukan oleh tiga faktor utama, yaitu faktor predisposisi, faktor
pendukung, dan faktor pendorong.
2.3.3 Faktor predisposisi (predisposing factor)
Faktor predisposisi perilaku adalah faktor yang dapat mempermudah
terjadinya perilaku pada individu atau masyarakat, meliputi: pengetahuan, sikap,
kepercayaan, tradisi, sistem dan nilai yang ada di masyarakat. Apabila seorang
atau masyarakat memiliki pengetahuan tentang sanitasi dasar, maka itu akan
mempermudah dirinya untuk mencegah penyakit yang berbasis lingkungan seperti
cacingan, diare dan lain-lain. Adapun yang menjadi faktor predisposisi penelitian
ini adalah :
1. Pengetahuan (Knowledge)
Pengetahuan adalah hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca
indra manusia yakni: indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba.
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang (overt behaviour). (Notoatmodjo, 2003).
Penelitian Rogers mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi
perilaku baru, dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni:
1). Kesadaran (Awareness), di mana orang tersebut menyadari dalam arti
29
mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek)
2). Tertarik (Interest) terhadap stimulus atau objek tersebut. Sikap subjek
sudah mulai timbul
3). Menimbang-nimbang (Evaluation) terhadap baik dan tidaknya stimulus
tersebut bagi dirinya
4). Trial, di mana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan
apa yang dikehendaki oleh stimulus
5). Adoption, di mana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan
pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus
Namun demikian, dari penelitian Rogers menyimpulkan bahwa perubahan
perilaku tidak selalu melewati tahap-tahap tersebut. Pengetahuan yang dicakup
dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan, yakni:
a. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya.
b. Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar
tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasi materi tersebut secara
benar.
c. Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang
telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya
d. Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu
objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasi
30
tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain
e. Sintesis (Synthesis)
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru
f. Evaluasi
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian
terhadap suatu materi atau objek (Notoatmodjo, 2003)
2. Pendidikan
Menurut Notoatmodjo (2010), menyatakan bahwa pendidikan adalah
derajat tertinggi jenjang pendidikan yang diselesaikan berdasar ijazah yang
diterima dari sekolah formal terakhir dengan sertifikat kelulusan. Pendidikan
merupakan suatu usaha atau pengaruh yang diberikan yang bertujuan untuk proses
pendewasaan. Pendidikan dapat berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan
seseorang termasuk pengetahuan tentang pentingnya penggunaan jamban keluarga
sebagai tempat membuang tinja dan pemeliharaan jamban dengan baik
3. Pekerjaan
Menurut Notoatmodjo (2010), mengatakan pekerjaan adalah aktivitas atau
kegiatan yang dilakukan oleh responden sehingga memperoleh penghasilan
4. Penghasilan
Penghasilan adalah jumlah pendapatan suami istri per bulan dan seluruh
anggota rumah tangga yang disumbangkan untuk memenuhi kebutuhan bersama
maupun perseorangan dalam rumah tangga (Suhardjo. 2003).
Upah Minimum Regional sesuai dengan Peraturan Gubernur (Pergub)
Aceh No 65 tahun 2012, Upah Minimum Provinsi (UMP) Aceh sebesar Rp.
1.550.000,-.
31
2.3.4 Faktor pendukung (enabling factor)
Faktor pendukung (enabling) perilaku adalah fasilitas, sarana dan prasarana
yang mendukung atau memfasilitasi terjadinya perilaku seseorang atau
masyarakat, misalnya: tersedianya pusat kesehatan masyarakat (puskesmas), obat-
obatan, jamban dan sebagainya. Faktor pendukung kondisi jamban adalah sarana
digunakan untuk membuang tinja yang meliputi bentuk jamban, kebersihan
jamban. Notoatmodjo (2010).
2.3.5 Faktor pendorong (reinforcing factor)
Faktor pendorong perilaku adalah faktor yang mendorong atau
memperkuat terjadinya perilaku, misalnya: untuk berperilaku sehat diperlukan
contoh dari para tokoh masyarakat, seperti lurah, dokter (tenaga kesehatan), camat
dan lain-lain. Adapun faktor pendorong penelitian ini adalah peran petugas. Peran
petugas dalam memberikan penyuluhan tentang penggunaan jamban keluarga
sangat berpengaruh terhadap proses pembentukan perilaku. Diharapkan individu
atau masyarakat menggunakan jamban keluarga setelah mereka memperoleh
pandangan yang baik dari petugas terkait.
2.3.6 Tindakan
Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan. Untuk
terwujudnya sikap menjadi suatu perbedaan nyata diperlukan faktor pendukung
atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas. (Notoatmodjo,
2007).
32
Tindakan mempunyai beberapa tingkatan :
1. Persepsi (perception)
Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang
akan diambil adalah merupakan tindakan tingkat pertama.
2. Respon terpimpin (guided response)
Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai
dengan contoh adalah merupakan indikator praktek tingkat kedua.
3. Mekanisme (mechanism)
Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara
otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah mencapai
tingkatan ketiga.
4. Adopsi (adoption)
Adopsi adalah suatu tindakan yang sudah berkembang dengan baik, artinya
tindakan tersebut sudah dimodifikasi tanpa mengurangi kebenaran tindakan
tersebut (Notoatmodjo, 2003).
2.4 Landasan Teori
Soemirat, 20071. Sarana
Penyediaan AirBersih
2. SaranaPengelolaanSampah
Soekidjo, 20071. Sarana
Pembuangan AirLimbah
2. SaranaPembuanganKotoran Manusia
Notoatmodjo, 20071. Sikap2. Tindakan
Notoatmodjo, 20031. Pengetahuan
Memenuhi SyaratKesehatan
Tidak MemenuhiSyarat Kesehatan
33
2.5 Kerangka Konsep Penelitian
PrasyaratKesehatan
MemenuhiSyarat Kesehatan
Tidak MemenuhiSyarat Kesehatan
Sarana Sanitasi Dasar1. Sistem Penyedian
Air Bersih2. Sistem Pembuangan
Air Tinja3. Sistem Pembuangan
Sampah4. Sistem Pembuangan
Limbah
Prilaku Masyarakat1. Sikap2. Pengetahuan3. Tindakan
8
8
2.6 Pengertian Sanitasi
Sanitasi dasar adalah sanitasi minimum yang diperlukan untuk
menyediakan lingkungan sehat yang memenuhi syarat kesehatan yang
menitikberatkan pada pengawasan berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi
derajat kesehatan manusia. (Azwar,1999).
Sanitasi adalah suatu upaya pencegahan penyakit yang menitik beratkan
kegiatannya kepada usaha-usaha kesehatan lingkungan hidup manusia. Di dalam
Undang-Undang Kesehatan No. 23 tahun 1992 pasal 22 disebutkan bahwa
kesehatan lingkungan diselenggarakan untuk mewujudkan kualitas lingkungan
yang sehat, yang dapat dilakukan dengan melalui peningkatan Sanitasi
lingkungan, baik yang menyangkut tempat maupun terhadap bentuk atau wujud
substantifnya yang berupa fisik, kimia, atau biologi termasuk perubahan perilaku.
Kualitas lingkungan yang sehat adalah keadaan lingkungan yang bebas dari
resiko yang membahayakan kesehatan dan keselamatan hidup manusia, melalui
pemukiman antara lain rumah tinggal dan asrama atau yang sejenisnya, melalui
lingkungan kerja antara perkantoran dan kawasan industri atau sejenis. Sedangkan
upaya yang harus dilakukan dalam menjaga dan memelihara kesehatan lingkungan
adalah obyek Sanitasi meliputi seluruh tempat kita tinggal/bekerja seperti: dapur,
restoran, taman, publik area, ruang kantor, rumah dan sebagainya.
2.7 Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di Rumah Tangga
Rumah tangga sebagai elemen terkecil dari masyarakat sangat memegang
peranan penting dalam peningkatan kesadaran PHBS, rumah tangga yang sehat
9
tentunya akan menjamin terwujudnya masyarakat yang sehat, begitu pula
sebaliknya (Rahmani, 2010).
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di Rumah Tangga merupakan
salah satu upaya strategis untuk menggerakan dan memberdayakan keluarga atau
anggota rumah tangga untuk hidup bersih dan sehat. Melalui ini setiap anggota
rumah tangga diberdayakan agar tahu, mau dan mampu menolong diri sendiri
dibidang kesehatan dengan mengupayakan lingkungan yang sehat, mencegah dan
menanggulangi masalah-masalah kesehatan yang dihadapi, serta memanfaatkan
pelayanan kesehatan yang ada. Setiap rumah tangga juga digerakkan untuk
berperan aktif dalam mewujudkan kesehatan masyarakatnya dan mengembangkan
upaya kesehatan bersumber masyarakat (Depkes RI, 2006).
2.7.1 Sasaran PHBS di Rumah Tangga
Sasaran PHBS rumah tangga adalah seluruh anggota rumah tangga yang
terdiri dari pasangan usia subur, ibu hami dan menyusui, anak dan remaja, usia
lanjut, pengasuh anak. Adapun manfaat PHBS di rumah tangga adalah: 1) Anggota
keluarga meningkat kesehatannya dan tidak mudah sakit, 2) Mampu
mengupayakan lingkungan sehat, 3) Peningkatan kinerja dan citra alokasi biaya
penanganan masalah kesehatan dapat di alihkan unatuk pengembangan lingkungan
sehat & penyedian sarana kesehatan merata, bermutu dan terjangkau, 4) Anak
tumbuh sehat & cerdas, 5) Mampu mencegah & menanggulangi masalah
kesehatan, 6) Menjadi pusat pembelajaran bagi daerah lain dalam pengembangan
PHBS di rumah tangga, 7) Produktivitas anggota keluarga meningkat, 8)
Memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada, 8) Pengeluaran biaya dapat di
10
alokasikan untuk pemenuhan gizi keluarga ,pendidikan & modal usaha untuk
peningkatan pendapatan, 9) Mampu mengembangkan upaya kesehatan bersumber
masyarakat seperti posyandu, JPKM, tabungan bersalin, arisan jamban, kelompok
pemakai air, ambulan desa (Dinkes, 2007).
2.7.2 Indikator PHBS di Rumah Tangga
Depkes RI (2007), indikator pada tatanan rumah tangga adalah sebagai
berikut:
a. Persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan.
Persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan karena tenaga kesehatan
merupakan orang yang sudah ahli dalam membantu persalinan, sehingga kesehatan
ibu dan bayi lebih terjamin.
b. Memberi ASI eksklusif.
ASI eksklusif atau lebih tepat pemberian ASI secara eksklusif adalah bayi
hanya diberi ASI saja tanpa tambahan cairan lain seperti susu formula, jeruk,
madu, air teh, air putih, dan tanpa tambahan makanan padat seperti pisang, pepaya,
bubur susu, biskuit, bubur nasi, dan tim. Pemberian ASI secara eksklusif ini
dianjurkan untuk jangka waktu setidaknya empat bulan, tetapi bila mungkin
sampai enam bulan. Setelah bayi berumur enam bulan , ia harus mulai
diperkenalkan dengan makanan padat, sedangkan ASI dapat diberikan sampai bayi
berusia dua tahun atau bahkan lebih dari dua tahun (Roesli, 2000). Adapun
manfaat pemberian ASI bagi bayi dan ibu adalah: 1) ASI sebagai nutrisi, 2) ASI
meningkatkan daya tahan tubuh, 3) ASI meningkatkan kecerdasan, 4) Menyusui
meningkatkan jalinan kasih ibu, 5) Mengurangi perdarahan setelah melahirkan, 6)
11
Mengurangi terjadinya anemia, 7) Menjarangkan kehamilan, 8) Mengecilkan
rahim, 9) Lebih cepat langsing. 10) Mengurangi kemungkinan menderita kanker,
11) Lebih ekonomis/murah, 12) Tidak merepotkan dan hemat waktu, 13) Portabel
dan praktis, 14) Memberi kepuasan bagi ibu (Roesli, 2000).
c. Menimbang balita setiap bulan.
Untuk mengetahui pertumbuhan dan perkembanga bayi dan balita
dilakukan penimbangan berat badan setiap bulan di posyandu, fasilitas pelayanan
kesehatan lain, atau pos pelayanan Anak Usia Dini (PAUD) (Depkes RI, 2009).
d. Menggunakan air bersih.
Air adalah sangat penting bagi kehidupan manusia. Manusia akan lebih
cepat meninggal karena kekurangan air dari pada kekurangan makanan. Didalam
tubuh manusia itu sendiri sebagian besar terdiri dari air. Tubuh orang dewasa,
sekitar 55-60% badan terdiri dari air, untuk anak-anak sekitar 65%, dan untuk bayi
sekitar 80% .
Kebutuhan manusia akan air sangat kompleks antara lain untuk minum,
masak dan mencuci, dan sebagainya. Diantara kegunaan-kegunaan air tersebut
yang sangat penting adalah kebutuhan akan air minum. Oleh karena itu, untuk
keperluan minum (termasuk untuk masak) air harus mempunyai persyaratan
khusus agar air tersebut tidak menimbulkan penyakit bagi manusia (Notoatmodjo,
2007).
Notoatmodjo (2007) menyatakan bahwa, syarat –syarat air minum yang
sehat adalah sebagai berikut: 1) Syarat fisik, persyaratan fisik untuk air minum
yang sehat adalah bening (tidak berwarna), tidak berasa, suhu dibawah suhu udara
12
di luarnya. Cara mengenal air yang memenuhi persyaratan fisik ini lebih sukar. 2)
Syarat bakteriologis, air minum tidak boleh mengandung bakteri-bakteri penyakit
(patogen) seperti bakteri coli melebihi batas –batas yang telah ditentukan yaitu 1
coli/100 ml air serta kandungan oksigen dalam air bersih berdasarkan Peraturan
Menteri Kesehatan RI No 82 / 2001 mengenai baku mutu air minum golongan B
maksimum yang dianjurkan adalah 12 mg/l. Apabila nilai COD melebihi batas
dianjurkan, maka kualitas air tersebut buruk. Kandungan BOD dalam air bersih
menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No 82 / 2001 mengenai baku mutu air
dan air minum golongan B maksimum yang dianjurkan adalah 6 mg/l, 3) Syarat
kimia, air minum yang sehat harus mengandung zat-zat tertentu dalam jumlah
yang tertentu pula. Kekurangan atau kelebihan salah satu zat kimia dalam air, akan
menyebabkan gangguan fisiologis pada manusia.
e. Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun.
Perilaku cuci tangan pakai sabun ternyata bukan merupakan perilaku yang
biasa dilakukan sehari-hari oleh masyarakat pada umumnya. Rendahnya perilaku
cuci tangan pakai sabun dan tingginya tingkat efektifitas perilaku cuci tangan
pakai sabun dalam mencegah penularan penyakit, maka sangat penting adanya
upaya promosi kesehatan bermaterikan peningkatan cuci tangan tersebut. Dengan
demikian dapat dipahami betapa perilaku ini harus dilakukan, antara lain karena
berbagai alasan sebagai berikut: 1) Mencuci tangan pakai sabun dapat mencegah
penyakit yang dapat menyebabkan ratusan ribu anak meninggal setiap tahunya, 2)
Mencuci tangan dengan air saja tidak cukup, 3) CTPS (cuci tangan pakai sabun)
adalah satu-satunya intervensi kesehatan yang paling “cost-effective” jika
13
dibanding dengan hasil yang diperolehnya (Rahmani, 2010).
Waktu kritis untuk cuci tangan pakai sabun yang harus diperhatikan, yaitu
saat-saat sebagai berikut: 1) Sebelum makan, 2) Sebelum menyiapkan makanan, 3)
Setelah buang air besar, 4) Setelah menceboki bayi/anak, 5) Setelah memegang
unggas atau hewan.
Beberapa manfaat yang diperoleh setelah seseorang melakukan cuci tangan
pakai sabun, yaitu antara lain : 1) Membunuh kuman penyakit yang ada di tangan,
2) Mencegah penularan penyakit seperti typus, disentri,flu burung, flu babi, 3)
Tangan menjadi bersih dan bebas dari kuman.
Cara mencuci tangan yang benar adalah sebagai berikut : 1) Cuci tangan
dengan air bersih yang mengalir dan memakai sabun seperlunya, 2) Bersihkan
telapak tangan, pergelangan tangan, sela-sela jari dan punggung tangan, 3)
Bersihkan tangan menggunakan lap bersih (Rahmani, 2010).
f. Menggunakan jamban yang sehat.
Untuk mencegah sekurang-kurangnya mengurangi kontaminasi tinja
terhadap lingkungan maka pembuangan kotoran manusia harus dikelola dengan
baik, maksudnya pembuangan kotoran harus di suatu tempat tertentu atau jamban
yang sehat (Notoadmodjo, 2007).
Notoatmodjo (2007) menyatakan bahwa, suatu jamban yang sehat harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut : 1) Tidak mengotori permukaan tanah di
sekeliling jamban tersebut, 2) Tidak mengotori air permukaan disekitarnya, 3)
Tidak mengotori air tanah di sekitarnya, 4) Tidak terjangkau oleh serangga
terutama lalat dan kecoa, dan binatang-binatang lainnya, 5) Tidak menimbulkan
14
bau, 6) Mudah digunakan dan dipelihara, 7) Sederhana desainya, 8) Murah, 9)
Dapat diterima oleh pemakainya.
Agar persyaratan- persyaratan ini dapat dipenuhi, maka perlu diperhatikan
antara lain: 1) Sebaiknya jamban tertutup, artinya bangunan jamban terlindungi
dari panas dan hujan, serangga dan binatang-binatang lain, terlindungi dari
pandangan orang, 2) Bangunan jamban sebaiknya mempunyai lantai yang kuat,
tempat berpijak yang kuat, dan sebagainya, 3) Bangunan jamban sebaiknya
ditempatkan pada lokasi yang tidak mengganggu pandangan, dan tidak
menimbulkan bau dan sebagainya, 4) Sedapat mungkin disediakan alat
pembersihkan seperti air atau kertas pembersih (Notoadmodjo, 2007).
Jamban yang paling dianjurkan untuk digunakan menurut Soeparman dan
Suparmin (2001) adalah jamban leher angsa. Tipe jamban ini terdiri dari lantai
beton biasa yang dilengkapi leher angsa. Slab (leher angsa) dapat langsung
dipasang di atas lubang galian, lubang hasil pengeboran atau tangki pembusukan.
Dengan adanya sekat air pada leher angsa, lalat tidak dapat mencapai bahan yang
terdapat pada lubang jamban, dan bau tidak dapat keluar dari lubang tersebut.
g. Memberantas jentik didalam rumah seminggu sekali.
Pemberantasan jentik didalam rumah agar rumah bebas dari jentik.
Populasi nyamuk menjadi terkendali sehingga penularan penyakit dengan
perantara nyamuk dapat dicegah atau dikurangi dan kemungkinan terhindar dari
penyakit semakin besar seperti Demam Berdarah Dengue (DBD), malaria,
chikungunya dan kaki gajah (Depkes RI, 2007 dalam Suriyani, 2009).
h. Mengkonsumsi sayur dan buah setiap hari.
15
Sayur merupakan salah satu sumberdaya yang banyak terdapat disekitar
kita, mudah diperolah dan berharga relatif murah serta merupakan sumber vitamin
dan mineral. Sayur antara lain mengandung karoten, vitamin C, vitamin B,
kalsium, zat besi dan karbohidrat dalam bentu selulosa dan pektin atau disebut
juga serat. Sayur umunya rendah dalam kandungan protein dan lemak tetapi tinggi
dalam kandungan besi, kalsium, vitamin C dan provitamin A, kecuali untuk
beberapa jenis sayur tertentu. Jenis sayur yang banyak mengandung serat adalah
sayur daun hijau antara lain bayam, kangkung, daun singkong, daun katuk, dan
daun melijo (Anwar, Marliyati, Sulaiman, 1992 dalam Setiowati, 2000).
Anwar, Marliyati, Sulaiman (1992 dalam Setiowati, 2000), buah
merupakan salah satu sumber bahan pangan nabati yang potensial dan banyak
mengandung zat gizi terutama vitamin dan mineral. Buah juga dikenal sebagai
bahan pangan yang kaya akan vitamin E, mineral FE dan mineral ZN yang
berfungsi menangkal radikal bebas sedangkan serat banyak berfungsi dalam
memperlambat kerusakan sel secara dini.
Sayur makanan yang bersifat alkalis/basa, dinilai lebih dapat mengimbangi
daging yang bersifat asam. Peran selenium dan kromium (yang terkandung dalam
sayur) dalam ratio tertentu mampu mencegah terbentuknya karat lemak pada
dinding pembuluh darah. Sayur yang kandungan kalsiumnya lebih banyak dari
susu, lebih-lebih yang berasal dari tumbuhan laut, dapat mengatasi masalah zat
kapur. Radikal bebas yang diperoduksi dalam tubuh manusia, yang dapat
mengubah sifat-sifat sel tubuh menjadi kanker, atau karat lemak pembuluh darah,
dapat diredam reaksinya dengan zat antioksidan. Zat-zat yang berperan sebagai
16
antioksidan sudah ditemukan diantaranya vitamin C, E dan selenium. Zat-zat ini
terkandung dalam berbagai macam sayur, meskipun jenisnya belum diketahui
secara pasti (Nadesul, 1994 dalam Setiowati, 2000).
Khomsan dan Nasution (1995 dalam Setiowati, 2000), pengetahuan gizi
merupakan landasan penting menentukan konsumsi pangan keluarga. Individu
yang berpengetahuan gizi baik akan mempunyai kemampuan untuk menerapkan
pengetahuan gizinya di dalam pemilihan maupun pengolahan pangan sehingga
konsumsi pangan yang mencukupi kebutuhan bisa lebih terjamin.
i. Melakukan aktivitas fisik setiap hari.
Melakukan aktivitas fisik setiap hari dapat terhindar dari penyakit jantung,
stroke, osteoporosis, kanker, tekanan darah tinggi, kencing manis dan lain-lain.
Berat badan terkendali, otot menjadi lentur dan tulang menjadi lebih kuat, bentuk
tulang bagus, lebih percaya diri, lebih bertenaga, dan bugar dan secara keseluruhan
keadaan kesehatan menjadi baik (Depkes RI, 2007 dalam Suriyani, 2009).
j. Tidak merokok di dalam rumah.
Rokok ibarat pabrik kimia. Dalam satu batang rokok yang dihisap akan
mengeluarkan sekitar 4000 bahan kimia berbahaya, diantaranya yang paling
berbahaya adalah Nikotin, Tar, dan Carbon Monoksida (CO). Nikotin ini
menyebabkan ketagihan dan merusak jantung dan aliran darah. Tar menyebabkan
kerusakan paru-paru dan kanker.CO menyebabkan berkurangnya kemampuan
darah membawa oksigen, sehingga sel-sel tubuh akan mati (Depkes RI, 2007
dalam Suriyani, 2009)
17
2.8 Penyediaan Air Bersih
Air merupakan salah satu bahan pokok yang mutlak dibutuhkan oleh
manusia sepanjang masa. Air mempunyai hubungan yang erat dengan kesehatan.
Apabila tidak diperhatikan maka air yang dipergunakan masyarakat dapat
mengganggu kesehatan manusia. untuk mendapatkan air yang baik, sesuai dengan
standar tertentu, saat ini menjadi barang yang mahal karena air sudah banyak
tercemar oleh bermacam-macam limbah dari hasil kegiatan manusia, baik limbah
dari kegiatan industri dan kegiatan lainnya (Wardhana, 2004).
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No.
416/MenKes/Per/IX/1990, yang di maksud air bersih adalah air bersih yang
digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya memenuhi syarat
kesehatan dan dapat diminum apabila telah di masak. Air bersih merupakan salah
satu kebutuhan manusia untuk memenuhi standar kehidupan manusia secara sehat.
ketersediaan air yang terjangkau dan berkelanjutan menjadi bagian terpenting bagi
setiap individu baik yang tinggal di perkotaan maupun di perdesaan.
Sarana sanitasi air adalah bangunan beserta peralatan dan perlengkapannya
yang menghasilkan, menyediakan dan membagi-bagikan air bersih untuk
masyarakat. Jenis sarana air bersih ada beberapa macam yaitu PAM, sumur gali,
sumur pompa tangan dangkal dan sumur pompa tangan dalam , tempat
penampungan air hujan, penampungan mata air, dan perpipaan. Sirkulasi air,
pemanfaatan air, serta sifat-sifat air memungkinkan terjadinya pengaruh air
terhadap kesehatan. Secara khusus, pengaruh air terhadap kesehatan dapat bersifat
langsung maupun tidak langsung (Slamet, 2007).
18
2.8.1 Manfaat Air
Pemanfaatan air untuk berbagai keperluan adalah:
1. Untuk keperluan air minum.
2. Untuk kebutuhan rumah tangga I (cuci pakaian, cuci alat dapur, dan lain-
lain).
3. Untuk kebutuhan rumah tangga II (gelontor, siram-siram halaman)
4. Untuk konservasi sumber baku PAM.
5. Taman Rekreasi (tempat-tempat pemandian, tempat cuci tangan).
6. Pusat perbelanjaan (khususnya untuk kebutuhan yang dikaitkan dengan
proses kegiatan bahan-bahan/ minuman, WC dan lain-lain).
7. Perindustrian I (untuk bahan baku yang langsung dikaitkan dalam proses
membuat makanan, minuman seperti the botol, coca cola, perusahaan roti
dan lain-lain).
8. Pertanian/ irigasi
9. Perikanan (Elok, 2008)
2.8.2 Syarat Air Bersih
Pemenuhan kebutuhan akan air bersih haruslah memenuhi dua syarat yaitu
kuantitas dan kualitas (Depkes RI, 2005).
A. Syarat Kuantitatif
Syarat kuantitatif adalah jumlah air yang dibutuhkan setiap hari tergantung
kepada aktifitas dan tingkat kebutuhan. Makin banyak aktifitas yang dilakukan
maka kebutuhan air akan semakin besar. Secara kuantitas di Indonesia
19
diperkirakan dibutuhkan air sebanyak 138,5 liter/orang/hari dengan perincian yaitu
untuk mandi, cuci kakus 12 liter, minum 2 liter, cuci pakaian 10,7 liter, kebersihan
rumah 31,4 liter, taman 11,8 liter, cuci kendaraan 21,8 liter, wudhu 16,2 liter, lain-
lain 33,3 liter (Slamet, 2007).
B. Syarat Kualitatif
Syarat kualitas meliputi parameter fisik, kimia, radioaktivitas, dan
mikrobiologis yang memenuhi syarat kesehatan menurut Peraturan Menteri
Kesehatan RI Nomor 416/Menkes/Per/IX/1990 tentang Syarat-Syarat dan
Pengawasan Kualitas Air (Slamet, 2007).
1. Parameter Fisik
Air yang memenuhi persyaratan fisik adalah air yang tidak berbau, tidak
berasa, tidak berwarna, tidak keruh atau jernih, dan dengan suhu sebaiknya di
bawah suhu udara sedemikian rupa sehingga menimbulkan rasa nyaman, dan
jumlah zat padat terlarut (TDS) yang rendah.
a. Bau
Air yang berbau selain tidak estetis juga tidak akan disukai oleh masyarakat.
Bau air dapat memberi petunjuk akan kualitas air.
b. Rasa
Air yang bersih biasanya tidak memberi rasa/tawar. Air yang tidak tawar dapat
menunjukkan kehadiran berbagai zat yang dapat membahayakan kesehatan.
c. Warna
Air sebaiknya tidak berwarna untuk alasan estetis dan untuk mencegah
keracunan dari berbagai zat kimia maupun mikroorganisme yang berwarna.
20
Warna dapat disebabkan adanya tannin dan asam humat yang terdapat secara
alamiah di air rawa, berwarna kuning muda, menyerupai urin, oleh karenanya
orang tidak mau menggunakannya. Selain itu, zat organik ini bila terkena khlor
dapat membentuk senyawa-senyawa khloroform yang beracun. Warnapun
dapat berasal dari buangan industri.
d. Kekeruhan
Kekeruhan air disebabkan oleh zat padat yang tersuspensi, baik yang bersifat
anorganik maupun yang organik. Zat anorganik biasanya berasal dari lapukan
batuan dan logam, sedangkan yang organik dapat berasal dari lapukan tanaman
atau hewan. Buangan industri dapat juga merupakan sumber kekeruhan.
e. Suhu
Suhu air sebaiknya sejuk atau tidak panas terutama agar tidak terjadi pelarutan
zat kimia yang ada pada saluran/pipa yang dapat membahayakan kesehatan,
menghambat reaksi-reaksi biokimia di dalam saluran/pipa, mikroorganisme
pathogen tidak mudah berkembang biak, dan bila diminum air dapat
menghilangkan dahaga.
f. Jumlah Zat Padat Terlarut
Jumlah zat padat terlarut (TDS) biasanya terdiri atas zat organik, garam
anorganik, dan gas terlarut. Bila TDS bertambah maka kesadahan akan naik
pula. Selanjutnya efek TDS ataupun kesadahan terhadap kesehatan tergantung
pada spesies kimia penyebab masalah tersebut.
2. Parameter Mikrobiologis
Sumber-sumber air di alam pada umumnya mengandung bakteri. Jumlah dan
jenis bakteri berbeda sesuai dengan tempat dan kondisi yang
mempengaruhinya. Oleh karena itu air yang digunakan untuk keperluan sehari-
21
hari harus bebas dari bakteri pathogen. Bakteri golongan coli tidak merupakan
bakteri golongan pathogen, namum bakteri ini merupakan indikator dari
pencemaran air oleh bakteri pathogen.
3. Parameter Radioaktifitas
Dari segi parameter radioaktivitas, apapun bentuk radioaktivitas efeknya
adalah sama, yakni menimbulkan kerusakan pada sel yang terpapar. Kerusakan
dapat berupa kematian dan perubahan komposisi genetik. Kematian sel dapat
diganti kembali apabila sel dapat beregenerasi dan apabila tidak seluruh sel
mati. Perubahan genetis dapat menimbulkan berbagai penyakit seperti kanker
dan mutasi.
4. Parameter Kimia
Dari segi parameter kimia, air yang baik adalah air yang tidak tercemar secara
berlebihan oleh zat-zat kimia yang berbahaya bagi kesehatan antara lain air
raksa (Hg), alumunium (Al), Arsen (As), barium (Ba), besi (Fe), Flourida (F),
Kalsium (Ca), derajat keasaman (pH), dan zat kimia lainnya. Air sebaiknya
tidak asam dan tidak basa (Netral) untuk mencegah terjadinya pelarutan logam
berat dan korosi jaringan distribusi air. pH yang dianjurkan untuk air bersih
adalah 6,5 – 9.
C. Pengaruh air bagi Kesehatan
Air dalam keadaan manusia, selain memberikan manfaat yang
menguntungkan dapat juga memberikan pengaruh buruk terhadap kesehatan. air
yang tidak memenuhi persyaratan kesehatan merupakan media penularan penyakit
karena air merupakan salah satu media dari berbagai macam penularan, terutama
penyakit perut (Slamet, 2007).
Penyakit yang dapat ditularkan melalui air : (Kusnoputranto, 2003)
22
1. Water Borne Disease
Water Borne Disease Adalah penyakit yang di tularkan langsung melalui
air minum, dimana air minum tersebut mengandung kuman pathogen dan
terminum oleh manusia maka dapat menimbulkan penyakit. Penyakit- penyakit
tersebut antara lain adalah penyakit cholera, Thypoid, Hepatitis infektiosa,
Dysentri dan Gastroentritis.
2. Water Washed Disease
Water Washed Disease Adalah penyakit yang disebabkan oleh kurangnya
air untuk pemeliharaan hygiene perseorangan dan air bagi kebersihan alat-alat
terutama alat dapur dan alat makan. Dengan terjaminnya kebersihan oleh
tersedianya air yang cukup maka penularan penyakit-penyakit tertentu pada
manusia dapat dikurangi. Penyakit ini sangat dipengaruhi oleh cara penularan,
diantaranya adalah penyakit infeksi saluran pencernaan. Salah satu penyakit
infeksi saluran pencernaan adalah diare, penularannya bersifat fecal-oral.
3. Water Based Disease
Water Based Disease Adalah penyakit yang ditularkan oleh bibit penyakit
yang sebagian besar siklus hidupnya di air seperti Schistosomiasis. Larva
schistoma hidup di dalam keong air. Setelah waktunya larva ini akan mengubah
bentuk menjadi carcaria dan menembus kulit (kaki) manusia yang berada di dalam
air tersebut.
4. Water Related Insect Vectors
Water Related Insect Vectors Adalah penyakit yang di tularkan melalui
vektor yang hidupnya tergantung pada air misalnya malaria, demam berdarah,
filariasis, yellow fever dan sebagainya.
23
2.9 Pembuangan Kotoran Manusia (Jamban)
Yang dimaksud kotoran manusia adalah semua benda atau zat yang tidak
dipakai lagi oleh tubuh dan yang harus dikeluarkan dari dalam tubuh. Zat-zat yang
harus dikeluarkan dari dalam tubuh ini berbentuk tinja (faeces), air seni (urine) dan
CO2 sebagai hasil dari proses pernafasan. Pembuangan kotoran manusia dalam
ilmu kesehatan lingkungan dimaksudkan hanya tempat pembuangan tinja
dan urine, pada umumnya disebut latrine, jamban atau kakus (Notoatmodjo,
2003).
Penyediaan sarana jamban merupakan bagian dari usaha sanitasi yang
cukup penting peranannya. Ditinjau dari sudut kesehatan lingkungan pembuangan
kotoran yang tidak saniter akan dapat mencemari lingkungan terutama tanah dan
sumber air.
Pembuangan tinja yang tidak saniter akan menyebabkan berbagai macam
penyakit seperti : thypus, disentri, kolera, bermacam-macam cacing (gelang,
kremi, tambang dan pita), schistosomiasis dan sebagainya.
Kementerian Kesehatan telah menetapkan syarat dalam membuat jamban
sehat. Ada tujuh kriteria yang harus diperhatikan :
1. Tidak mencemari air
- Saat menggali tanah untuk lubang kotoran, usahakan agar dasar lubang
kotoran tidak mencapai permukaan air tanah maksimum. Jika keadaan
terpaksa, dinding dan dasar lubang kotoran harus dipadatkan dengan tanah
liat atau diplester.
- Jarang lubang kotoran ke sumur sekurang-kurangnya 10 meter
24
- Letak lubang kotoran lebih rendah daripada letak sumur agar air kotor dari
lubang kotoran tidak merembes dan mencemari sumur.
- Tidak membuang air kotor dan buangan air besar ke dalam selokan,
empang, danau, sungai, dan laut
2. Tidak mencemari tanah permukaan
- Tidak buang besar di sembarang tempat, seperti kebun, pekarangan, dekat
sungai, dekat mata air, atau pinggir jalan.
- Jamban yang sudah penuh agar segera disedot untuk dikuras kotorannya,
atau dikuras, kemudian kotoran ditimbun di lubang galian.
3. Bebas dari serangga
- Jika menggunakan bak air atau penampungan air, sebaiknya dikuras setiap
minggu. Hal ini penting untuk mencegah bersarangnya nyamuk demam
berdarah
- Ruangan dalam jamban harus terang. Bangunan yang gelap dapat menjadi
sarang nyamuk.
- Lantai jamban diplester rapat agar tidak terdapat celah-celah yang bisa
menjadi sarang kecoa atau serangga lainnya
- Lantai jamban harus selalu bersih dan kering
- Lubang jamban, khususnya jamban cemplung, harus tertutup
4. Tidak menimbulkan bau dan nyaman digunakan
- Jika menggunakan jamban cemplung, lubang jamban harus ditutup setiap
selesai digunakan
- Jika menggunakan jamban leher angsa, permukaan leher angsa harus
tertutup rapat oleh air
25
- Lubang buangan kotoran sebaiknya dilengkapi dengan pipa ventilasi untuk
membuang bau dari dalam lubang kotoran
- Lantai jamban harus kedap air dan permukaan bowl licin. Pembersihan
harus dilakukan secara periodik
5. Aman digunakan oleh pemakainya
- Pada tanah yang mudah longsor, perlu ada penguat pada dinding lubang
kotoran dengan pasangan batau atau selongsong anyaman bambu atau
bahan penguat lain yang terdapat di daerah setempat
6. Mudah dibersihkan dan tak menimbulkan gangguan bagi pemakainya
- Lantai jamban rata dan miring ke arah saluran lubang kotoran
- Jangan membuang plastik, puntung rokok, atau benda lain ke saluran
kotoran karena dapat menyumbat saluran
- Jangan mengalirkan air cucian ke saluran atau lubang kotoran karena
jamban akan cepat penuh
- Hindarkan cara penyambungan aliran dengan sudut mati. Gunakan pipa
berdiameter minimal 4 inci.
7. Tidak menimbulkan pandangan yang kurang sopan
- Jamban harus berdinding dan berpintu
- Dianjurkan agar bangunan jamban beratap sehingga pemakainya terhindar
dari kehujanan dan kepanasan.
2.10 Pengelolaan Sampah
Para ahli kesehatan masyarakat menyebutkan sampah adalah sesuatu yang
tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi ataupun sesuatu yang dibuang yang
berasal dari kegiatan manusia dan tidak terjadi dengan sendirinya (Notoatmodjo,
26
2003).
Pengelolaan sampah adalah meliputi penyimpanan, pengumpulan dan
pemusnahan sampah yang dilakukan sedemikian rupa sehingga sampah tidak
mengganggu kesehatan masyarakat dan lingkungan hidup (Notoatmodjo, 2003).
a) Penyimpanan sampah
Penyimpanan sampah adalah tempat sampah sementara sebelum sampah
tersebut dikumpulkan, untuk kemudian diangkut serta dibuang (dimusnakan) dan
untuk itu perlu disediakan tempat yang berbeda untuk macam dan jenis sampah
tertentu.maksud dari pemisahan dan penyimpanan disini ialah untuk memudahkan
pemusnahannya. Syarat-syarat tempat sampah antara lain :
1. Konstruksinya kuat agar tidak mudah bocor, untuk mencegah berseraknya
sampah
2. Mempunyai tutup, mudah dibuka, dikosongkan isinya serta dibersihkan,
sangat dianjurkan agar tutup sampah ini dapat dibuka atau ditutup tanpa
mengotori tangan
3. Ukuran tempat sampah sedemikian rupa, sehingga mudah diangkut oleh
satu orang.
b) Pengumpulan Sampah
Pengumpulan sampah menjadi tanggung jawab dari masing-masing rumah
tangga atau institusi yang menghasilkan sampah. oleh sebab itu setiap rumah
tangga atau institusi harus mengadakan tempat khusus untuk mengumpulkan
sampah, kemudian dari masing-masing tempat pengumpulan sampah tersebut
harus diangkut ke Tempat Penampungan Sementara (TPS) dan selanjutnya ke
Tempat Penampungan Akhir (TPA).
Mekanisme sistem atau cara pengangkutannya untuk daerah perkotaan
27
adalah tanggung jawab pemerintah daerah setempat, yang didukung oleh
partisipan masyarakat produksi sampah, khusunya dalam hal pendanaan.
Sedangkan untuk daerah perdesaan pada umumnya sampah dapat dikelola oleh
masing-masing keluarga tanpa memerlukan TPS maupun TPA. Sampahnya
umumnya dibakar atau dijadikan pupuk.
c) Pemusnahan Sampah
Pemusnahan atau pengelolaan sampah dapat dilakukan melalui berbagai
cara, antara lain :
1. Ditanam (landfill) yaitu pemusnahan sampah dengan membuat lubang
diatas tanah kemudian sampah dimasukan dan ditimbun dengan sampah.
2. Dibakar (incenarator) yaitu memusnahkan sampah dengan jalan membakar
di dalam tengku pembakaran.
3. Dijadikan pupuk (composting) yaitu pengelolaan sampah menjadikan
pupuk, khususnya untuk sampah organik daun-daunan, sisa makanan dan
sampah lain yang dapat membusuk.
Pengelolaan sampah yang kurang baik akan memberikan pengaruh
negative terhadap masyarakat dan lingkungan. Adapun pengaruh-pengaruh
tersebut antara lain (Kusnoputranto, 2003) :
a. Terhadap kesehatan
Pengelolaan sampah yang tidak baik akan menyediakan tempat yang baik
bagi vektor-vektor penyakit yaitu serangga dan binatang-binatang pengerat untuk
mencari makan dan berkembang biak dengan cepat sehingga dapat menimbulkan
penyakit.
b. Terhadap Lingkungan
1. Dapat menggangu estetika serta kesegaran udara lingkungan masyarakat
akibat gas-gas tertentu yang dihasilkan dari proses pembusukan sampah
28
oleh mikroorganisme.
2. Debu-debu yang berterbangan dapat menggangu mata serta pernafasan.
3. Bila terjadi proses pembakaran dari sampah maka asapnya dapat
menggangu pernafasan, penglihatan dan penurunan kualitas udara karena
ada asap di udara.
4. Pembuangan sampah ke saluran-saluran air akan menyebabkan estetika
yang terganggu, memyebabkan pendangkalan saluran serta mengurangi
kemampuan daya aliran saluran.
5. Dapat menyebabkan banjir apabila sampah dibuang ke saluran yang daya
serap alirannya sudah menurun.
6. Pembuangan sampah ke selokan atau badan air akan menyebabkan
terjadinya pengotoran badan air.
Sampah padat dapat dibagi menjadi berbagai jenis, yaitu :
a) Berdasarkan zat kimia yang terkandung di dalamnya, sampah dibagi menjadi :
1. Sampah an-organik adalah sampah yang umumnya tidak dapat membusuk,
misalnya logam/besi, pecahan gelas, plastik dan sebagainya.
2. Sampah organik adalah sampah yang umumnya dapat membusuk, misalnya
sisa-sisa makanan, daun-daunan, buah-buahan dan sebagainya.
b) Berdasarkan dapat tidaknya dibakar
1. Sampah yang mudah terbakar, misalnya kertas, karet, kayu, plastik, kain
bekas dan sebagainya.
2. Sampah yang tidak dapat terbakar, misalnya kaleng-kaleng bekas,
besi/logam bekas, pecahan gelas, kaca dan sebagainya.
2.11 Pembuangan Air Limbah
Air limbah atau air kotoran adalah air yang tidak bersih dan mengandung
29
berbagai zat yang bersifat membahayakan kehidupan manusia atau hewan dan
lazimnya muncul karena hasil perbuatan manusia termasuk industrialisasi
(Azwar,1999).
Dalam kehidupan sehari-hari pengelolaan air limbah dilakukan dengan cara
menyalurkan air limbah tersebut jauh dari tempat tinggal tanpa diolah sebelumnya.
Air buangan yang dibuang tidak saniter dapat menjadi media perkembangbiakan
mikroorganisme pathogen, larva nyamuk ataupun serangga yang dapat menjadi
media transmisi penyakit.
2.11.1 Sarana Pembuangan Limbah
Sarana pembuangan air limbah yang sehat harus memenuhi persyaratan
teknis sebagai berikut:
5. Tidak mencemari sumber air bersih
6. Tidak menimbulkan genangan air yang menjadi sarang serangga/nyamuk
7. Tidak menimbulkan bau
8. Tidak menimbulkan becek, kelembaban dan pandangan yang tidak
menyenangkan (DepKes RI, 1993).
2.11.2 Dampak dari Pencemaran Limbah
Pengelolaan air buangan yang tidak baik akan berakibat buruk terhadap
lingkungan dan kesehatan masyarakat. Beberapa akibatnya yaitu :
1. Akibat terhadap lingkungan
Air buangan limbah dapat menjadi sumber pengotoran, sehingga bila tidak
dikelola dengan baik akan dapat menimbulkan pencemaran terhadap air
30
permukaan, tanah atau lingkungan hidup dan terkadang dapat dapat menimbulkan
bau serta pemandangan yang tidak menyenangkan.
2. Akibat terhadap kesehatan masyarakat
Lingkungan yang tidak sehat akibat tercemar air buangan dapat
menyebabkan gangguan terhadap kesehatan masyarakat. Air buangan dapat
menjadi media tempat berkembangbiaknya mikroorganisme pathogen, larva
nyamuk ataupun serangga lainnya dan juga dapat menjadi media transmisi
penyakit seperti cholera, thypus dan lainnya (Kusnoputranto, 2003).
2.12 Perilaku
Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme
(makhluk hidup) yang mempunyai cakupan luas antara lain: berbicara, menangis,
tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca dan sebagainya. Perilaku manusia
pada hakikatnya adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat
diamati secara langsung maupun tidak langsung oleh pihak luar (Notoatmodjo,
2007).
2.12.1 Perilaku Kesehatan
Menurut Notoatmodjo (2007), perilaku kesehatan adalah suatu respons
seseorang (organisme) terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit
dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan dan minuman serta
lingkungan.
Secara lebih terinci, perilaku kesehatan itu mencakup:
31
5. Perilaku seseorang terhadap sakit dan penyakit adalah bagaimana seseorang
merespons, baik secara pasif maupun aktif terhadap sakit dan penyakit yang
dialaminya. Perilaku ini meliputi tingkatan pencegahan sebagai berikut:
e. Perilaku peningkatan dan pemeliharaan kesehatan (health promotion
behaviour)
f. Perilaku pencegahan penyakit (health prevention behaviour)
g. Perilaku pencarian pengobatan (health seeking behaviour)
h. Perilaku pemulihan kesehatan (health rehabilitation behaviour)
6. Perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan adalah respons seseorang
terhadap sistem pelayanan kesehatan baik sistem pelayanan modern maupun
tradisional
7. Perilaku terhadap makanan (nutrition behaviour) adalah respons seseorang
terhadap makanan sebagai kebutuhan vital bagi kehidupan
8. Perilaku terhadap lingkungan kesehatan (environmental health behaviour)
adalah respons seseorang terhadap lingkungan sebagai determinan kesehatan
manusia
2.12.2 Perilaku Masyarakat
Menurut Notoatmodjo (2005), meskipun perilaku adalah bentuk respon
terhadap stimulus dari luar diri seseorang, namun karakteristik dan faktor-faktor
lain dari orang yang bersangkutan juga dapat memengaruhi respons seseorang.
Banyak teori determinan perilaku, salah satunya adalah teori Lawrence
Green yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003), membedakan adanya dua
determinan masalah kesehatan tersebut yakni behavioral factors (faktor perilaku)
dan non behavioral factors (faktor non perilaku). Green menganalisis bahwa faktor
32
perilaku ditentukan oleh tiga faktor utama, yaitu faktor predisposisi, faktor
pendukung, dan faktor pendorong.
2.12.3 Faktor predisposisi (predisposing factor)
Faktor predisposisi perilaku adalah faktor yang dapat mempermudah
terjadinya perilaku pada individu atau masyarakat, meliputi: pengetahuan, sikap,
kepercayaan, tradisi, sistem dan nilai yang ada di masyarakat. Apabila seorang
atau masyarakat memiliki pengetahuan tentang perilaku hidup bersih dan sehat
terutama menyangkut penggunaan jamban keluarga, maka itu akan mempermudah
dirinya untuk mencegah penyakit yang berbasis lingkungan seperti cacingan, diare
dan lain-lain. Adapun yang menjadi faktor predisposisi penelitian ini adalah :
5. Pengetahuan (Knowledge)
Pengetahuan adalah hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca
indra manusia yakni: indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba.
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang (overt behaviour). (Notoatmodjo, 2003).
Penelitian Rogers mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi
perilaku baru, dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni:
6). Kesadaran (Awareness), di mana orang tersebut menyadari dalam arti
mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek)
7). Tertarik (Interest) terhadap stimulus atau objek tersebut. Sikap subjek
sudah mulai timbul
8). Menimbang-nimbang (Evaluation) terhadap baik dan tidaknya stimulus
33
tersebut bagi dirinya
9). Trial, di mana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan
apa yang dikehendaki oleh stimulus
10). Adoption, di mana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan
pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus
Namun demikian, dari penelitian Rogers menyimpulkan bahwa perubahan
perilaku tidak selalu melewati tahap-tahap tersebut. Pengetahuan yang dicakup
dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan, yakni:
g. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya.
h. Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar
tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasi materi tersebut secara
benar.
i. Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang
telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya
j. Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu
objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasi
tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain
k. Sintesis (Synthesis)
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru
34
l. Evaluasi
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian
terhadap suatu materi atau objek (Notoatmodjo, 2003)
6. Pendidikan
Menurut Notoatmodjo (2010), menyatakan bahwa pendidikan adalah
derajat tertinggi jenjang pendidikan yang diselesaikan berdasar ijazah yang
diterima dari sekolah formal terakhir dengan sertifikat kelulusan. Pendidikan
merupakan suatu usaha atau pengaruh yang diberikan yang bertujuan untuk proses
pendewasaan. Pendidikan dapat berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan
seseorang termasuk pengetahuan tentang pentingnya penggunaan jamban keluarga
sebagai tempat membuang tinja dan pemeliharaan jamban dengan baik
7. Pekerjaan
Menurut Notoatmodjo (2010), mengatakan pekerjaan adalah aktivitas atau
kegiatan yang dilakukan oleh responden sehingga memperoleh penghasilan
8. Penghasilan
Penghasilan adalah jumlah pendapatan suami istri per bulan dan seluruh
anggota rumah tangga yang disumbangkan untuk memenuhi kebutuhan bersama
maupun perseorangan dalam rumah tangga (Suhardjo. 2003).
Upah Minimum Regional sesuai dengan Peraturan Gubernur (Pergub)
Aceh No 65 tahun 2012, Upah Minimum Provinsi (UMP) Aceh sebesar Rp.
1.550.000,-.
2.12.4 Faktor pendukung (enabling factor)
Faktor pendukung (enabling) perilaku adalah fasilitas, sarana dan prasarana
yang mendukung atau memfasilitasi terjadinya perilaku seseorang atau
35
masyarakat, misalnya: tersedianya pusat kesehatan masyarakat (puskesmas), obat-
obatan, jamban dan sebagainya. Faktor pendukung kondisi jamban adalah sarana
digunakan untuk membuang tinja yang meliputi bentuk jamban, kebersihan
jamban. Notoatmodjo (2010).
2.12.5 Faktor pendorong (reinforcing factor)
Faktor pendorong perilaku adalah faktor yang mendorong atau
memperkuat terjadinya perilaku, misalnya: untuk berperilaku sehat diperlukan
contoh dari para tokoh masyarakat, seperti lurah, dokter (tenaga kesehatan), camat
dan lain-lain. Adapun faktor pendorong penelitian ini adalah peran petugas. Peran
petugas dalam memberikan penyuluhan tentang penggunaan jamban keluarga
sangat berpengaruh terhadap proses pembentukan perilaku. Diharapkan individu
atau masyarakat menggunakan jamban keluarga setelah mereka memperoleh
pandangan yang baik dari petugas terkait.
2.12.6 Tindakan
Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan. Untuk
terwujudnya sikap menjadi suatu perbedaan nyata diperlukan faktor pendukung
atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas. (Notoatmodjo,
2007).
Tindakan mempunyai beberapa tingkatan :
5. Persepsi (perception)
Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang
akan diambil adalah merupakan tindakan tingkat pertama.
6. Respon terpimpin (guided response)
Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai
36
dengan contoh adalah merupakan indikator praktek tingkat kedua.
7. Mekanisme (mechanism)
Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara
otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah mencapai
tingkatan ketiga.
8. Adopsi (adoption)
Adopsi adalah suatu tindakan yang sudah berkembang dengan baik, artinya
tindakan tersebut sudah dimodifikasi tanpa mengurangi kebenaran tindakan
tersebut (Notoatmodjo, 2003).
2.13 Landasan Teori
2.14 Kerangka Konsep Penelitian
PrasyaratKesehatan
MemenuhiSyarat Kesehatan
Tidak MemenuhiSyarat Kesehatan
Sarana Sanitasi Dasar1. Sarana Penyedian
Air Bersih2. Sarana Pembuangan
Air Tinja3. Sarana Pembuangan
Sampah4. Sarana Pembuangan
Limbah
Prilaku Masyarakat1. Sikap2. Pengetahuan3. Tindakan
Memenuhi SyaratKesehatan
Tidak MemenuhiSyarat Kesehatan
Sarana Sanitasi Dasara. Sarana Penyedian
Air Bersihb. Sarana Pembuangan
Air Tinjac. Sarana Pembuangan
Sampahd. Sarana Pembuangan
Limbah
Prilaku Masyarakata. Sikapb. Pengetahuanc. Tindakan
37
35
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif suatu
pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan
objek penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat dan lain-lain) pada saat sekarang
berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adannya (Notoatmodjo,
2005).
Penelitian ini untuk mengetahui keadaan sanitasi dasar pemukiman tempat
tinggal dan perilaku masyarakat tentang kesehatan lingkungan di Gampong Drien
Rampak Kecamatan Johan Pahlawan Kabupaten Aceh Barat.
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Gampong Drien Rampak Kecamatan Johan
Pahlawan Kecamatan Johan Pahlawan Kabupaten Aceh Barat pada tanggal 14
sampai 17 Juli tahun 2013.
3.3. Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi
Yang menjadi populasi dari penelitian ini adalah semua kepala keluarga di
Gampong Drien Rampak Kecamatan Johan Pahlawan Kabupaten Aceh Barat yang
berjumlah 1601 Kepala Keluarga (KK).
36
3.3.2 Sampel
Sampel penelitian adalah sebagian dari populasi penelitian yang besarnya
ditentukan dengan memakai rumus Slovin :
n = 1 + (d )Keterangan:
N = Besar populasi
n = Besar sampel
d = Penyimpangan terhadap populasi/derajat ketepatan yang diinginkan
(0,1).
n = 16011 + 1601 (0,1 )n = 16011 + 1601 (0,01)n = 16011 + 16,01n = 160117,01n = 94,12n = 94Dari rumus di atas diperoleh sampel minimal yaitu sebanyak 94 Kepala.
Teknik sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling
yaitu mengambil sampel yang ada, tersedia dan memenuhi kriteria. Sampel dalam
penelitian ini adalah kepala keluarga di di Gampong Drien Rampak Kecamatan
Johan Pahlawan Kabupaten Aceh Barat pada saat penelitian.
37
3.4. Metode Pengumpulan Data
3.4.1 Data Primer
Data yang diperoleh langsung di lokasi penelitian melalui wawancara
dengan menggunakan kuesioner kepada responden.
3.4.2 Data Sekunder
Data yang diperoleh dari gambaran umum Puskesmas Johan Pahlawan
Kabupaten Aceh Barat dan referensi-referensi perpustakaan yang ada hubungan
dengan penelitian serta literatur-literatur lainnya.
3.5. Definisi Operasional
Tabel 3.1 Variabel Penelitian
No. Variabel Independen1. Penyediaan Air
BersihDefinisi Sarana air bersih yang digunakan untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hariCara ukur WawancaraAlat ukur ObservasiHasil ukur
Skala ukur
- Baik- KurangOrdinal
2. PembuanganTinja
Definisi Sarana yang digunakan untukpembuangan feses dan urine merupakanhasil akhir dari proses yang berlangsungdalam tubuh manusia
Cara ukur WawancaraAlat ukur ObservasiHasil ukur - Baik
- KurangSkala ukur Ordinal
3. PembuanganSampah
Definisi Sarana pembuangan sesuatu bahan ataubenda padat yang sudah tidak dipakailagi oleh responden
Cara ukur WawancaraAlat ukur ObservasiHasil ukur - Baik
- KurangSkala ukur Ordinal
38
4. Pembuangan AirLimbah
Definisi Sarana pembuangan air sisa dari kegiatanmanusia, baik kegiatan rumah tanggamaupun kegiatan lain
Cara ukur WawancaraAlat ukur ObservasiHasil ukur - Baik
- KurangSkala ukur Ordinal
5. Sikap Definisi Respon yang diberikan respondenterhadap sanitasi dasar
Cara ukur WawancaraAlat ukur ObservasiHasil ukur - Positif
- NegatifSkala ukur Ordinal
6. Pengetahuan Definisi Kemampuan intelektual respondententang aspek kesehatan yangberhubungan dengan sanitasi dasar
Cara ukur WawancaraAlat ukur ObservasiHasil ukur - Baik
- KurangSkala ukur Ordinal
7. Tindakan Definisi Bentuk perbuatan atau aktifitas nyatadari responden terhadap sanitasi dasar
Cara ukur WawancaraAlat ukur ObservasiHasil ukur - Baik
- KurangSkala ukur Ordinal
3.6. Aspek Pengukuran Variabel
3.6.1 Penyediaan Air Bersih
Baik : jika responden mendapatkan nilai > 6 dari total skor.
Kurang : jika responden mendapatkan nilai < 6 dari total skor
3.6.2 Pembuangan Tinja
Baik : jika responden mendapatkan nilai > 12 dari total skor.
Kurang : jika responden mendapatkan nilai < 12 dari total skor
39
3.6.3 Pembuangan Sampah
Baik : jika responden mendapatkan nilai > 6 dari total skor.
Kurang : jika responden mendapatkan nilai < 6 dari total skor
3.6.4 Pembuangan Air Limbah
Baik : jika responden mendapatkan nilai > 6 dari total skor.
Kurang : jika responden mendapatkan nilai < 6 dari total skor
3.6.5 Sikap
Positif : jika responden mendapatkan nilai > 6 dari total skor.
Negatif : jika responden mendapatkan nilai < 6 dari total skor
3.6.6 Pengetahuan
Baik : jika responden mendapatkan nilai > 6 dari total skor.
Kurang : jika responden mendapatkan nilai < 6 dari total skor
3.6.7 Tindakan
Baik : jika responden mendapatkan nilai > 6 dari total skor.
Kurang : jika responden mendapatkan nilai < 6 dari total skor
3.7. Analisis Data
Penelitian ini bersifat deskriptif, maka analisis data yang akan dilakukan
adalah Analisis Univariat dimana Analisis yang di gunakan untuk melihat
distribusi frekuensi dari setiap variabel yang di teliti, baik variabel bebas maupun
variabel terikat.
40
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Penelitian
4.1.1 Gambaran Umum Tempat Penelitian
Kelurahan Drien Rampak termasuk salah satu kelurahan / desa yang
terletak di Kecamatan Johan Pahlawan dengan luas daerah kurang lebih 120 Ha.
Adapun batas - batas Gampong Drien Rampak sebagai berikut:
Sebelah Utara : Berbatasan dengan Gampa/Gampong Darat
Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Ujung Baroh
Sebelah Barat : Berbatasan dengan Seuneubok
Sebelah Timur : Berbatasan dengan Rundeng
Gampong Drien Rampak dibagi menjadi 6 Dusun yaitu :
Bangkawali
Seulanga
Jeumpa
Meulur
Lingkungan V melati
Lingkungan IV kepula
Kelurahan Drien Rampak mempunyai jumlah penduduk 7082 jiwa
(1601 kk)
4.1.2 Mata Pencaharian Penduduk
Mata pencaharian penduduk diketahui di kelurahan Drien Rampak
sangat bervariasi. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
40
41
Tabel 4.1. Distribusi Penduduk Menurut Mata Pencaharian diGampong Drien Rampak Tahun 2013.
No Mata Pencarian Jumlah %1. Pegawai Negeri Sipil TNI /
POLRI / Pensiunan1110 15,67
2. Ibu Rumah Tangga 1042 14,713. Pertukangan 320 4,514. Wiraswasta 315 4,445. Swasta/Dagang 250 3,536. Nelayan 15 0,217. Tani 7 0,098. Aparat Kelurahan 5 0,07
Jumlah 7082 100Sumber: Data Monografi Gampong Drien Rampak Tahun 2013
Dari tabel di diatas menunjukkan bahwa mata pencaharian
penduduk di Gampong Drien Rampak kebanyakan adalah PNS/Guru/TNI/Polri/
Pensiunan sebesar 1110 orang ( 15,67 % ).
4.1.3 Tingkat Pendidikan Penduduk
Berdasarkan data dari Kantor Kelurahan, tingkat pendidikan dapat
dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 4.2. Distribusi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan diGampong Drien Rampak Tahun 2013.
No Tingkat Pendidikan Jumlah %1. TK 128 15,032. SD 766 36,133. SMP 353 16,654. SMU 271 12,785. PT 602 28,39
Jumlah 2120 100Sumber: Data Monografi Gampong Drien Rampak Tahun 2013
Dari tabel diatas menunjukkan bahwa tingkat pendidikan penduduk
sebagian besar adalah SD, yaitu 766 orang (36,13%). Sedangkan penduduk yang
berpendidikan akedemik dan sarjana sebesar 602 orang (28,39%).
42
4.2 Hasil Penelitian
4.2.1.Analisis Univariat
a. Penyediaan AirTabel 4.3. Distribusi Frekuensi Penyediaan Air dengan Keadaan Sanitasi Dasar
Pemukiman Tempat Tinggal dan Perilaku Masyarakat TentangKesehatan Lingkungan di Gampong Drien Rampak Kecamatan JohanPahlawan Kabupaten Aceh Barat Tahun 2013.
No Penyediaan Air Frekuensi Persentase (%)
1 Baik 79 84,02 Kurang 15 16,0
Total 94 100Sumber: Data Primer (diolah 2013)
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar responden
mempunyai penyediaan air baik yaitu sebanyak 79 orang ( 84,0%) dan yang
memiliki penyediaan air kurang yaitu sebanyak 15 orang (16,0%).
b. Pembuangan Tinja
Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Pembuangan Tinja dengan Keadaan SanitasDasar Pemukiman Tempat Tinggal dan Perilaku Masyarakat TentangKesehatan Lingkungan di Gampong Drien Rampak Kecamatan JohanPahlawan Kabupaten Aceh Barat Tahun 2013.
No Pembuangan Tinja Frekuensi Persentase (%)
1 Baik 74 78,72 Kurang 20 21,3
Total 94 100Sumber: Data Primer (diolah 2013)
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar responden
mempunyai pembuangan tinja yang baik yaitu sebanyak 74 orang ( 78,7%) dan
yang memiliki pembuangan tinja yang kurang yaitu sebanyak 20 orang (21,3%).
43
c. Pembuangan Sampah
Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Pembuangan Sampah dengan Keadaan SanitasiDasar Pemukiman Tempat Tinggal dan Perilaku Masyarakat TentangKesehatan Lingkungan di Gampong Drien Rampak Kecamatan JohanPahlawan Kabupaten Aceh Barat Tahun 2013.
No Pembuangan Sampah Frekuensi Persentase (%)
1 Baik 53 56,42 Kurang 41 53,6
Total 94 100Sumber: Data Primer (diolah 2013)
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar responden
mempunyai pembuangan sampah yang baik yaitu sebanyak 53 orang ( 56,4%) dan
yang memiliki pembuangan sampah yang kurang yaitu sebanyak 41 orang
(53,6%).
d. Pembuangan Air Limbah
Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi Pembuangan Air Limbah dengan KeadaanSanitasi Dasar Pemukiman Tempat Tinggal dan Perilaku MasyarakatTentang Kesehatan Lingkungan di Gampong Drien RampakKecamatan Johan Pahlawan Kabupaten Aceh Barat Tahun 2013.
No Pembuangan Air Limbah Frekuensi Persentase (%)
1 Baik 67 71,32 Kurang 27 28,7
Total 94 100Sumber: Data Primer (diolah 2013)
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar responden
mempunyai penyediaan air limbah yang baik yaitu sebanyak 67 orang ( 71,3%)
dan yang memiliki penyediaan air limbah yang kurang yaitu sebanyak 27 orang
(28,7%).
44
e. Sikap
Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi Sikap dengan Keadaan Sanitasi DasarPemukiman Tempat Tinggal dan Perilaku Masyarakat TentangKesehatan Lingkungan di Gampong Drien Rampak Kecamatan JohanPahlawan Kabupaten Aceh Barat Tahun 2013.
No Sikap Frekuensi Persentase (%)
1 Positif 67 71,32 Negatif 27 28,7
Total 94 100Sumber: Data Primer (diolah 2013)
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar responden
mempunyai sikap yang positif yaitu sebanyak 67 orang ( 71,3%) dan yang
memiliki negatif yaitu sebanyak 27 orang (28,7%).
f. Pengetahuan
Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi Pengetahuan dengan Keadaan Sanitasi DasarPemukiman Tempat Tinggal dan Perilaku Masyarakat TentangKesehatan Lingkungan di Gampong Drien Rampak Kecamatan JohanPahlawan Kabupaten Aceh Barat Tahun 2013.
No Pengetahuan Frekuensi Persentase (%)
1 Baik 67 71,32 Kurang 27 28,7
Total 94 100Sumber: Data Primer (diolah 2013)
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar responden
mempunyai pengetahuan baik yaitu sebanyak 67 orang ( 71,3%) dan yang
memiliki pengetahuan kurang yaitu sebanyak 27 orang (28,7%).
45
g. Tindakan
Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi Tindakan dengan Keadaan Sanitasi DasarPemukiman Tempat Tinggal dan Perilaku Masyarakat TentangKesehatan Lingkungan di Gampong Drien Rampak Kecamatan JohanPahlawan Kabupaten Aceh Barat Tahun 2013.
No Tindakan Frekuensi Persentase (%)
1 Baik 67 71,32 Kurang 27 28,7
Total 94 100Sumber: Data Primer (diolah 2013)
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar responden
mempunyai tindakan baik yaitu sebanyak 67 orang ( 71,3%) dan yang memiliki
tindakan kurang yaitu sebanyak 27 orang (28,7%).
4.3. Pembahasan
4.2.1. Penyediaan Air Bersih
Berdasarkan penelitan yang telah dilakukan baik melalui observasi dan
wawancara, maka diperoleh 79 r e s p o n d e n ( 84,0%) mempunyai sumber
air bersih yang baik, sedangkan responden yang memunyai sumber air bersih
kurang sebanyak 15 orang (16,0%).
Dalam kehidupan sehari hari air dipakai untuk segala kegiatannya.
Misalnya mandi, cuci, makan, minum dan lain-lain. Dengan kata lain air tersebut
sangat berguna bagi kehidupan manusia. Tetapi sebaliknya air juga dapat
berdampak buruk bagi manusia khususnya kesehatan. Air yang terkontaminasi
dapat memindahkan penyakit ke manusia.
Air adalah komponen yang sangat penting bagi kehidupan kita. Tanpa
air, makhluk hidup akan mengalami kesulitan untuk hidup. Air adalah anugerah
46
yang tiada tara bila dimanfaatkan dengan benar. Namun bila kualitas air tidak
dapat dipertanggungjawabkan atau tidak murni lagi dalam artian sudah tercemar
maka akan berdampak yang tidak baik juga bagi kesehatan kita.
Pencemaran air adalah penyimpanan sifat-sifat air dari keadaan normal,
bukan dari kemurniannya. Dalam PP No.20/1990 tentang pengendalian
pencemaran air, pencemaran air didefinisikan sebagai, “pencemaran air adalah
masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen
lain kedalam air oleh kegiatann manusia sehingga kualitas air turun sampai tingkat
tertentu yang menyebabkan air tidak berfungsi lagi sesuai dengan peruntukkan
nya.
4.3.1. Pembuangan Tinja
Pembuangan tinja merupakan bagian penting dari kesehatan Iingkungan.
Pembuangan tinja yang buruk seringkali berhubungan dengan tersedianya air
bersih. Efek langsung dari pembuangan tinja yang buruk yang dapat
mengkontaminasi sumber air bersih (air sumur/mata air) yaitu dapat
meningkatkan incedence penyakit seperti typhus, kholera, dysentri dan
kecacingan. Tinja sebagai sumber infeksi yang dapat mencemari sumber air,
dan tangan karena kurangnya air untuk membersihkan, juga tanah oleh
karena pembuangan tinja secara sembarangan.
Bila dilihat dari penelitian diatas, m a yo r i t a s telah menggunakan
penbuangan tinja yang baik sebanyak 74 responden (78,7%), dan yang
menggunakan sistem pembuangan tinja yang kurang sebanyak 20 responden
(21,3%).
47
Tinja merupakan semua benda atau zat yang tidak dipakai lagi oleh tubuh
yang harus dikeluarkan dari dalam tubuh. Tinja (faeces) merupakan salah satu
sumber penyebaran penyakit yang multikompleks. Orang yang terkena diare,
kolera dan infeksi cacing biasanya mendapatkan infeksi ini melalui tinja (faeces).
Seperti halnya sampah, tinja juga mengundang kedatangan lalat dan hewan-hewan
lainnya. Lalat yang hinggap di atas tinja(faeces) yang mengandung kuman-kuman dapat
menularkan kuman-kuman itu lewat makanan yang dihinggapinya, dan manusia lalu
memakan makanan tersebut sehingga berakibat sakit. Beberapa penyakit yang
dapat disebarkan akibat tinja manusia antara lain tipus, disentri, kolera,
bermacam-macam cacing (gelang, kremi, tambang, pita), schistosomiasis, dan
sebagainya.
4.3.2.Pembuangan Sampah
Pembuangan sampah yang sembarangan dapat menimbulkan penyakit,
karena dapat menyebabkan lingkungan yang kotor. Lingkungan yang kotor dapat
menjadi sarang sarang binatang yang dapat menularkan penyakit, contohnya
tikus, nyamuk, lalat yang sangat suka lingkungan kotor.
Bila dilihat dari penelitian diatas dari 94 responden terdapat 5 3
( 56,4%) mempunyai pembuangan sampah yang baik, dan sebanyak 41 responden
mempunyai tempat pembuangan sampah yang kurang (43,6%). Jika dipandang
dari segi kesehatan lingkungannya maka dapat dikatakan kelurahan tersebut
mempunyai lingkungan yang kotor, karena dari 94 responden hanya 5% yang
memakai tong sampah. itu pun dari 10 KK yang menggunakan tong sampah
hanya 8 yang memenuhi syarat kesehatan. Selain itu tong sampah mereka hanya
berupa keranjang yang dapat menjadi sarang binatang karena tidak bertutup,
48
dan alasanya tidak ada (tidak kedap air).
4.3.3.Pembuangan Air Limbah
Dalam hal ini air limbah yang dimaksud yaitu air yang berasal dari air
bekas cucian, mandi dengan kata lain tidak termasuk tinja. Air juga
merupakan habitat hidup beberapa mahluk hidup, misalnya tempat
perkembangbiakan nyamuk. Pembuangan air lirnbah yang tidak teratur dapat
menyebabkan genangan-genangan air yang akhirnya menjadi tempak
perkembangbiakan nyamuk sebagai sumber penyakit.
Dan bila dilihat dari penelitian di atas, sebanyak 67 responden (71,35)
mempunyai tempat pembuangan air limbah yang baik, dan sebanyak 27
responden (28,7%) mempunyai tempat pembuangan air limbah yang kurang.
Pembuangan limbah ke sungai memang mempunyai arti positif bagi lingkungan
karena tidak menyebabkan genangan-genangan air, tetapi merugikan bagi
mereka yang menggunakan sungai sebagai aktitivitas mandi dan mencuci.
Karena air limbah tersebut mengandung bahan kimia yang dapat berpengaruh
pada kesehatan seperti kulit. Sedangkan ada responden yang membuang
limbahnya yaitu ke parit terbuka.
4.3.4.Pengetahuan
Bila dilihat dari prilaku, prilaku juga dapat mempengaruhi derajat
kesehatan. Hal ini seperti yang dikatakan Hendrik L.Blum, prilaku merupakan
salah satu dari empat faktor yang mempengaruhi kesehatan.
Dari penelitian diatas bahwa dari 94 responden yang diwawancarai
terdapat 76 orang (80,9%) yang berpengetahuan baik, dan 18 orang
mempunyai pengetahuan kurang yaitu sebanyak 18 orang (19,1%).
49
Pengetahuan sebagai salah satu faktor yang mempermudah (predisposing
factor) terhadap terjadinya perubahan perilaku dalam hal ini keadaan sanitasi
pemukiman tempat tinggal. Hal ini sesuai dengan pendapat L. Green dalam buku
Soekidjo Notoatmodjo (2003) yang menyatakan bahwa salah satu faktor penentu
terjadinya perubahan perilaku adalah adanya faktor pemudah (predisposing
factor) yang di dalam termasuk pengetahuan.
Sebagai salah satu unsur predisposing factor, maka pengetahuan terhadap
keadaan sanitasi dasar pemukiman perlu ditingkatkan sehingga pengambilan
keputusan yang dilakukan akan menguntungkan bagi masyarakat tersebut dan
terutama bagi kesehatan. Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan
pengetahuan masyarakat dapat dilakukan dengan pemberian penyuluhan baik
secara langsung maupun secara tidak langsung.
4.3.5.Sikap
Dari tabel diatas dapat diketahui dari 94 responden yang
diwawancarai terdapat 71 orang (75,5%) yang mempunyai sikap positif, dan
mempunyai sikap negatif yaitu sebanyak 23 orang (24,5%).
Soekidjo Notoatmodjo (2003) mengatakan bahwa sikap merupakan reaksi
atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek.
Sugeng Hariyadi (2003) juga berpendapat bahwa sikap merupakan
penentu penting dalam tingkah laku. Sikap yang ada pada seseorang akan
memberikan gambaran corak bagaimana tingkah laku seseorang. Dari
mengetahui sikap seseorang, orang akan dapat menduga bagaimana respon atau
50
tindakan yang akan diambil oleh orang tersebut terhadap suatu masalah atau
keadaan yang dihadapinya.
Menurut L. Green dalam buku Soekidjo Notoatmodjo (2003) sikap juga
merupakan faktor pemudah (predisposing factor) dari perilaku atau praktek. Di
sinilah dituntut kebijakan masyarakat untuk memahami pengetahuan yang telah
didapat kemudian ia harus menentukan sikap apa yang harus diambil untuk
kepentingan dimasa yang akan datang.
4.3.6.Tindakan
Dari tabel diatas dapat diketahui dari 94 responden yang
diwawancarai terdapat 69 orang (73,4%) yang mempunyai tindakan baik, dan
mempunyai tindakan kurang yaitu sebanyak 25 orang (26,6%).
Komponen tindakan dalam struktur bersikap menunjukan bagaimana
kecenderungan tindakan yang ada dalam diri seseorang berkaitan dengan objek
sikap yang dihadapinya. Perubahan tindakan yang terjadi dalam diri seseorang
dapat diketahui melalui persepsi, akan tetapi setiap orang mempunyai persepsi
yang berbeda, meskipun mengamati objek yang sama. Perubahan tindakan pada
orang dewasa akan lebih sulit karena orang dewasa sudah mempunyai sikap,
pengetahuan dan keterampilan tertentu yang mungkin sudah dimiliki bertahun-
tahun. Adanya pengetahuan, sikap dan perilaku baru yang belum mereka yakini
akan sulit diterima, untuk itu perlu dilakukan usaha tersendiri agar subjek belajar
meyakini pentingnya pengetahuan, sikap dan tindakan tersebut.
51
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
1. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap penyediaan air
bersih mayoritas sudah mempunyai sistem penyediaan air bersih yang
tergolong baik, yaitu sebanyak 79 responden (84,0%).
2. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap pembuangan
tinja mayoritas sudah mempunyai sistem pembuangan tinja yang
tergolong baik, yaitu sebanyak 74 responden (78,7%).
3. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap pembuangan
sampah mayoritas sudah mempunyai sistem pembuangan sampah yang
tergolong baik, yaitu sebanyak 53 responden (56,4%).
4. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap pembuangan
air limbah mayoritas sudah mempunyai sistem pembuangan air limbah
yang tergolong baik, yaitu sebanyak 67 responden (71,3%).
5. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan mayoritas sudah
mempunyai sikap yang positif, yaitu sebanyak 67 responden (71,3%).
6. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap pengetahuan
mayoritas sudah mempunyai pengetahuan yang baik, yaitu sebanyak 67
responden (71,3%).
7. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap tindakan
mayoritas sudah mempunyai tindakan yang baik, yaitu sebanyak 67
responden (71,3%).
51
52
5.2. Saran
1. Disarankan untuk dilakukan upaya peningkatan pengetahuan sanitasi dasar
pemukiman tempat tinggal dan perilaku masyarakat, dan memberikan
penghargaan bagi keluharan/desa yang baik.
2. Kepada kepala desa hendaknya bekerja sama dengan pihak dinkes untuk
memberikan penyuluhan kepada masyarakat mengenai akibat yang
ditimbulkan karena kurangnya sanitasi dasar di daerah tempat tinggal.
53
DAFTAR PUSTAKA
Azwar. 1999. Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan. Penerbit Mutiara SumberWidya Press. Jakarta.
Chandra, Budiman. 2007. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Penerbit BukuKedokteran. Jakarta.
Depkes RI. 1993, Persyaratan Kesehatan Tempat-Tempat Umum, DirektoratJendral PPM & PLP, Jakarta.
___________, 2002. Pedoman Teknis Penilaian Rumah Sehat, DirektoratJenderal PPM & PL, Jakarta.
___________, 2004, Sistem Kesehatan Nasional, Jakarta.
___________, 2005, PHBS Dirumah Tangga , Jakarta
Elok, Marlina. 2008. Minim, Akses Sanitasi Dasar Yang Baik, Buletin TimTeknis Pembangunan Sanitasi, http://sanitasi.or.id/minim-akses-sanitasi-dasar-yang-baik-&catid=53:kliping&Itemid=124, diakses 05 Apri 2013.
Hapsara, HH., 2004. Pembangunan Kesehatan di Indonesia, Prinsip, Dasar,Kebijakan, Perencanaan dan Kajian Masa Depan, Cetakan I, GajahMada University Press, Jogjakarta.
Hernowo B., 2007, Kiat Kerja Sanitasi di Lingkungan Kumuh. Bappenas.Jakarta.
Kusnoputranto. 2003. Kesehatan Lingkungkungan . FKM UI. Jakarta.
Puskesmas Johan Pahlawan, 2012. Keluarga dengan kepemilikan Sarana Dasar
Mulia, Ricki. M. 2005. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Edisi pertama,Yogyakarta: Penerbit Graha Ilmu.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta.Jakarta.
_______. 2007. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. Rineka Cipta. Jakarta.
________. 2010. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Penerbit Rineka Cipta.Jakarta.
54
Slamet, Juli Soemirat. 2007. Kesehatan Lingkungan. Gadjah Mada UniversityPress, Yogyakarta.
2005. Toksikologi Lingkungan. Gajah Mada University Press.Yogyakarta.
Sutrisno, Muhammad. 2006. Sumur Gali Sumber Air Bersih. Udayana Press.Denpasar.
Soemirat, J, 2007. Pencemaran Lingkungan, Rineka Cipta, Jakarta.
Wardhana, Wisnu Arya, 2004. Dampak Pencemaran Lingkungan. Yogyakarta.
Wahyuningsih, Merry. 2011. Negara dengan Sanitasi Terburuk di Dunia,http://health.detik.com/read/2011/10/27/130326/1753912/763/negara-dengan-sanitasi-terburuk-di-dunia-ri-peringkat-3?l771108bcj. diakses 09April 2013.
Widowati, Wahyu, dkk. 2008. Efek Toksik Logam. Andi. Yogyakarta.
Wicaksono, A. 2009. Menciptakan Rumah Sehat. Penebar Swadaya. Jakarta.
55
__________, 2004, Sistem Kesehatan Nasional, Jakarta.
__________, 2005, PHBS Dirumah Tangga , Jakarta
__________, 2005, Pedoman Pelaksanaan Promosi Kesehatan Didaerah, Jakarta.
__________, 2005, Kebijakan Nasional Promosi Kesehatan , Jakarta.
__________, 2006, Pedoman Perencanaan Tingkat Puskesmas, Direktorat JendralBina Kesehatan Masyarakat, Jakarta.
__________, 2006, Rencana Strategi Pusat Promosi Kesehatan 2005 – 2009,Jakarta.
__________, 2007, Pusat Promosi Kesehatan Rumah Tangga Sehat denganPerilaku Hidup Bersih dan Sehat, Depkes RI.
Muninjaya, Gde, 2004, Manajemen Kesehatan, Edisi 2, EGC Jakarta.