kasus 8 blok 19 2013-edited

36
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA Kampus II Ukrida Jl. Terusan Arjuna No.6 Jakarta 11510 Muhammad Yusran bin Yusoff (102009272) [email protected] Kor Pulmonale Kronik et causa Penyakit Paru Obstruktif Kronik PENDAHULUAN Cor Pulmonale Chronicum (CPC) adalah perubahan struktur dan fungsi dari ventrikel kanan jantung sebagai akibat dari gangguan paru kronis. Perubahan yang terjadi berupa hipertrofi ventrikel kanan atau dilatasi atau keduanya sebagai akibat dari adanya hipertensi pulmoner. Untuk dapat diklasifikasikan sebagai CPC penyebab utama harus berasal dari system pernafasan. Dua penyebab utama terjadinya perubahan vaskuler adalah adanya kerusakan jaringan (misalnya penyakit, jejas hipoksia, bahan kimia dan lain-lain), dan vasokonstriksi paru hipoksia kronis. RVH yang disebabkan karena kelainan sistemik tidak bisa diklasifikasikan sebagai CPC. Dilatasi ventrikel kanan atau hipertrofi dalam CPC adalah efek kompensasi langsung dari vasokonstriksi pulmoner kronis dan hipertensi arteri pulmoner yang menyebabkan peningkatan kerja dan 1

Upload: kevin-pinarto

Post on 09-Nov-2015

19 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

ggg

TRANSCRIPT

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

Kampus II UkridaJl. Terusan Arjuna No.6 Jakarta 11510

Muhammad Yusran bin Yusoff(102009272)[email protected] Pulmonale Kronik et causa Penyakit Paru Obstruktif KronikPENDAHULUAN

Cor Pulmonale Chronicum (CPC) adalah perubahan struktur dan fungsi dari ventrikel kanan jantung sebagai akibat dari gangguan paru kronis. Perubahan yang terjadi berupa hipertrofi ventrikel kanan atau dilatasi atau keduanya sebagai akibat dari adanya hipertensi pulmoner.

Untuk dapat diklasifikasikan sebagai CPC penyebab utama harus berasal dari system pernafasan. Dua penyebab utama terjadinya perubahan vaskuler adalah adanya kerusakan jaringan (misalnya penyakit, jejas hipoksia, bahan kimia dan lain-lain), dan vasokonstriksi paru hipoksia kronis. RVH yang disebabkan karena kelainan sistemik tidak bisa diklasifikasikan sebagai CPC.

Dilatasi ventrikel kanan atau hipertrofi dalam CPC adalah efek kompensasi langsung dari vasokonstriksi pulmoner kronis dan hipertensi arteri pulmoner yang menyebabkan peningkatan kerja dan beban ventrikel kanan. Saat ventrikel kanan tidak dapat mengkompensasi dilatasi dan hipertrofi yang terjadi, maka terjadilah gagal jantung kanan.

SKENARIO

Kasus 8: Seorang laki-laki 50 tahun, datang dengan keluhan utama sesak nafas yang semakin memberat sejak 5 hari yang lalu. Awalnya pasien merasakan sesak nafas sejak 1 tahun yang lalu. Sesak nafas dirasakan terutama saat beraktivitas berat, berkurang saat istirahat dan tidak dipengaruhi posisi. Pasien juga mengeluh batuk kadang-kadang sejak 3 bulan yang lalu dan memberat sejak 1 minggu yang lalu. Tidak didapatkan keluhan demam dan nyeri dada

Hasil pemeriksaan: Tensi 110/80mmHg; nadi 88X/menit; nafas 28X/menit; JVP 5+2mmH2O; jantung hipersonor; nafas vesikuler, wheezing +/+; Jantung 2 jari bawah arcus costae; Shifting dullness +; Hipertrofi ventrikel kanan; Dilate atrium kanan; A. pulmonalis menonjol; Diafragma datar; Merokok 1 pek/hari sejak usia 15 tahun

A. AnamnesisIdentitas Pasien

Anamnesis dimulakan dengan mendapatkan identitas pasien yang meliputi nama lengkap pasien, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, nama orang tua atau suami atau isteri atau penanggungjawab, alamat, pendidikan, pekerjaan, suku bangsa, dan agama.

Identitas perlu ditanyakan untuk memastikan bahawa pasien yag dihadapi adalah memang benar pasien yang dimaksud. Selain itu identitas pasien ini juga perlu untuk membantu dalam mencari tahu punca kelainan, selain dapat diguna untuk data penelitian, asuransi, dan sebagainya.

Keluhan Utama

Adalah keluhan yang dirasakan pasien yang membawa pasien pergi ke dokter ataupun mencari pertolongan. Dalam menuliskan keluhan utama, harus disertai dengan indikator waktu, berapa lama pasien mengalami hal tersebut. Riwayat Penyakit Sekarang

Riwayat penyait sekarang merupakan deskripsi yang kronologis, terinci dan jelas mengenai keadaan kesehatan pasien yang sejak sebelum keluhan utama sampai pasien datang berobat. Riwayat ini harus mencakup awitan (onset) masalah, keadaan yang memungkinkan hal tersebut terjadi, manifestasinya, serta pengobatan yang telah diterima. Setiap gejala utama harus jelas karakteristiknya dengan perincian tentang tujuh gambaran yang diuraikan dibawah ini, dan relevansi positif dan negatif dari area Tinjauan Sistem :

Lokasi

Kualitas

Kuantitas dan keparahan

Waktu, meliputi awitan, durasi, dan frekuensi

Situasi ketika masalah terjadi

Faktot-faktor yang memperburuk dan mengurangi gejala

Manifestasi yang berkaitan

Selain itu, daftar obat-obatan, meliputi nama, dosis, jalur, dan frekuensi penggunaan obat; alergi, meliputi reaksi spesifik terhadap pengobatan; penggunaan tembakau, serta penggunaan alkohol dan obat-obatan.

Riwayat Penyakit Dahulu

Bertujuan untuk mengetahui kemungkinan-kemungkinan adanya hubungan antara penyakit yang pernah diderita dengan penyakitnya sekarang. Sebutkan penyakit saat kanak-kanak, kemudian penyakit saat dewasa pada setiap empat area berikut:

Medis (misalnya diabetes, hipertensi, hepatitis, asma, HIV) dengan tanggal awitan; juga informasi mengenai tanggal hopitalisasi Pembedahan (mencakup tanggal, indikasi, dan jenis pembedahan)

Obstetrik/ginekologi

Psikiatrik (mencakup tanggal, diagnosis, hospitalisasi dan terapi)

Obat-obatan yang pernah dimunum oleh pasien juga harus ditanyakan, termasuk steroid, kontrasepsi, transfuse, kemoterapi, dan riwayat imunisasi. Bila pasien pernah melakukan berbagai pemeriksaan, maka harus dicatatkan dengan seksama, termasuk hasilnya misalnya foto paru-paru, uji kolesterol, dan sebagainya.

Riwayat Keluarga

Penting untuk mencari kemungkinan penyakit herediter, familial, atau penyakit infeksi. Riwayat Pribadi

Meliputi data-data sosial, ekonomi, pendidikan dan kebiasaan. Perlu ditanyakan pula pada pasien apakah mempunyai masalah keuangan, pekerjaan dan sebagainya. Kebiasaan pasien yang juga harus ditanyakan adalah kebiasaan merokok, minum alkohol, termasuk penyalahgunaan obat-obat terlarang (narkoba). Termasuk gaya hidup sehari-hari seperti latihan fisik dan diet, tindakan keamanan, dan praktik kesehatan alternatif.

Anamnesis Susunan Sistem (System Review)

Anamnesis susunan sistem bertujuan mengumpulkan data-data positif dan negatif yang berhubungan dengan penyakit diderita pasien berdasarkan alat tubuh yang sakit. Anamnesis ini juga dapat menjaring masalah pasien yang terlewat pada waktu pasien menceriterakan Riwayat Penyakit Sekarang. Pertanyaan dimulai dari pengkajian kepala sampai kaki.1B. Pemeriksaan FisikPada pemeriksaan fisik lihat, analisis dan nilai bagaimana keadaan umum pasien, tanda-tanda vital pasien, serta pemeriksaan yang berhubungan dengan kelainan system kardiovaskular.

Keadaan Umum

Sebelum melakukan pemeriksaan fisik dapat diperhatikan bagaimana keadaan umum pasien melalui ekspresi wajahnya, gaya berjalannya, dan tanda-tanda spesifik lain yang segera tampak begitu kita melihat pasien. Keadaan umum pasien dapat dibagi atas tampak sakit ringan atau sakit sedang atau sakit berat. Melihat keadaan umum pasien seringkali kita dapat menilai apakah keadaan pasien dalam keadaan darurat medik atau tidak. Hal lain yang segera dilihat pada pasien adalah keadaan gizi dan habitus. Pasien dengan berat badan dan bentuk badan yang ideal disebut memiliki habitus atletikus, pasien yang kurus memiliki habitus astenikus; dan pasien yang gemuk memiliki habitus piknikus. Keadaan gizi pasien juga harus dinilai, apakah kurang, cukup atau berlebih.Berat badan dan tinggi badan juga harus diukur sebelum pemeriksaan fisik dilanjutkan. Dengan menilai berat badan dan tinggi badan, maka dapat diukur Indeks Massa Tubuh (IMT). Tanda-tanda Vital a. Tekanan darah

b. Suhu tubuh

c. Nadi: Frekuensi, irama, kualitas nadi dan ekualitas nadi.

d. Pernapasan: Frekuensi, tipe, dan kedalaman.

Tekanan darah diukur dengan menggunakan tensimeter (sfigmomanometer), dengan memilih manset yang sesuai. Klasifikasi tekanan darah (dewasa lebih dari 18 tahun) adalah seperti berikut:

Tabel 1 menunjukkan kategori tekanan darah1

Tekanan darah harus diambil pada kedua lengan atas dengan pasien terlentang dan tegak; frekuensi jantung ditetapkan dalam 30 setik. Hipotensi ortostik dan takikardia dapat menunjukkan volume darah berkurang, sedangkan\ takikardia pada waktu istirahat mungkin karena gagal jantung atau hipovolemia. Suhu tubuh yang normal adalah antara 36-37C. Pada pagi hari suhu mendekati 36C, sedangkan pada sore hari mendekati 37C. Untuk mengukur suhu tubuh, digunakan thermometer demam yang menggunakan air raksa atau elektronik.

Pemeriksaan nadi biasanya dilakukan dengan melakukan palpasi arteri radialis. Bila dianggap perlu, dapat juga dilakukan pada tempat lain. Pada pemeriksaan nadi perlu diperhatikan frekuensi denyut nadi, irama nadi, isi nadi, kualitas nadi, dan dinding arteri.

Frekuensi nadi yang normal adalah sekitar 80 kali per menit. Bila frekuensi nadi lebih dari 100 kali per menit disebut takikardi (pulsus frequent); sedangkan bila frekuensi nadi kurang dari 60 kali per menit disebut bradikardi (pulsus rarus). Irama denyut nadi harus ditentukan apakah teratur (reguler), atau tidak teratur (irreguler). Dalam keadaan normal, denyut nadi akan lebih lambat pada waktu ekspirasi dibandingkan pada waktu inspirasi. Isi nadi dinilai apakah cukup, kecil (pulsus parvus), atau besar (pulsus magnus). Pengisian nadi juga harus dinilai apakah selalu sama (ekual) atau tidak sama (anekual). Pada inspirasi denyut nadi akan lebih lemah dibandingkan dengan waktu ekspirasi, karena pada waktu ekspirasi darah akan ditarik ke rongga toraks; keadaan ini disebut pulsus paradoksus. Kualitas nadi tergantung pada tekanan nadi. Bila tekanan nadi besar maka pengisian dan pengosongan nadi akan berlangsung mendadak, dan disebut pulsus celer (abrupt pulse), sedangkan sebaliknya bila pengisian dan pengosongan berlangsung lambat, disebut pulsus tordus (plateau pulse), misalnya pada stenosis aorta. Keadaan dindidng arteri juga harus dinilai dengan seksama. Pada keadaan arterosklerosis, biasanya dinding arteri akan mengeras. Demikan juga pada arteritis temporalis.

Pernafasan

Dalam keadaan normal, frekuensi pernafasan adalah 16-24 kali per menit.

Bradipneu - pernafasan kurang dari 16 kali per menit disebut bradipneu

Takipneu pernafasan lebih daripada 24 kali per menit

Hiperneu - Penafasan yang dalam, terdapat pada pasien asidosis anoksia Hipopneu - pernafasan yang dangkal, terdapat pada gangguan susunan saraf pusat. Dispneu kesulitan bernafas atau sesak nafas, ditandai oleh pernafasan cuping hidung, retraksi suprasternal, dapat disertai sianosis dan takipneu. Paroxysmal nocturnal dyspneu sesak nafas setelah pasien tidur beberapa jam, biasanya pada malam hari, sering pada pasien gagal jantung. Ortopneu sesak nafas bila berbaring dan akan lebih nyaman bila dalam posisi tegak (berdiri atau duduk), seringkali pada pasien gagal jantung dan asma bronkiale

Tipe-tipe pernafasan juga dinilai:

Pernafasan normal Pernafasan Kussmaul pernafasan dalam dan cepat Pernafasan Biot pernafasan yang tidak teratur irama dan amplitudonya dengan diselingi periode henti nafas (apneu) Pernafasan Cheyne-Stokes pernafasan dengan irama dengan amplitude pada mula-mulanya kecil, kemudian membesar dan mengecil kembali dengan diselingi periode apneu.

Sifat pernafasan:

Abdomino-torakal pernafasan toraks lebih dominan Torako-abdominal pernafasan abdominal lebih dominan

Pemeriksaan Fisik Sistem Kardiovaskular Pemeriksaan fisik yang tepat dan rinci adalah metode murah sering kurang dimanfaatkan untuk menilai sistem kardiovaskular. Ia sering memberikan informasi penting untuk pemilihan yang tepat tes non-invasif atau invasif tambahan. Pertama, penampilan fisik secara umum harus dievaluasi. Pasien mungkin tampak lelah karena curah jantung kronis yang rendah, laju pernafasan mungkin pesat dalam jumlah kasus kongesti vena paru. sianosis tengah, sering dikaitkan dengan clubbing dari jari tangan dan kaki, menunjukkan shunting jantung atau extracardiac kanan-ke-kiri atau oksigenasi yang tidak memadai dari darah oleh paru-paru. Sianosis pada ekstremitas distal, kulit dingin, dan meningkatkan hasil keringat dari vasokonstriksi pada pasien dengan gagal jantung parah. Rincian non kardiovaskuler bisa sama-sama penting. Sebagai contoh, endokarditis infeksi adalah kemungkinan diagnosis pada pasien dengan petechiae, node Osler, dan lesi Janeway.

Inspeksi dan palpasi Inspeksi dan palpasi dada anterior untuk adanya susah mengembangkan dada, henti gerakan atau thrill.

Identifikasi impuls apical dengan memiringkan pasien ke kiri. Dicatatkan letak impuls, diameter, amplitudo, dan durasi. Impuls ventrikel kanan diraba pada parasternum kiri dan area epigastrik. Interkostal kanan dan kiri dekat dengan sternum dipalpasi dab adanya thrill pada area ini dicatat.

Auskultasi

Bunyi jantung didengar dengan menggunakan stetoskop. Kedudukan stetoskop sesuai pada gambar:

Gambar 2 menunjukkan area auskultasi bagian jantung1Area 1: Area aorta interkostal kanan ke-2

Area 2: Area pulmonal interkostal kiri ke-2

Area 3: Area ventrikel kanan batas sternum kiri

Area 4: Area ventrikel kiri apeks

Diafragma stetoskop digunakan pada area yang ditunjukkan di gambar di atas untuk bunyi nada relatif tinggi seperti bunyi jantung 1, S1; dan bunyi jantung 2, S2.

Bel digunakan untuk bunyi nada relative rendah pada batas sternum kiri bawah dan apeks. Pemeriksaan Abdomen Diameter aorta abdominal harus diperkirakan. Massa, berdenyut mengembang merupakan indikasi dari suatu aneurisma aorta abdominal. Suatu aneurisma aorta abdominal bisa terlepas jika pemeriksa tidak menilai area di atas umbilikus.Kelainan spesifik dari abdomen mungkin menjadi sekunder untuk penyakit jantung. Hepar besar yang lunak umum pada pasien dengan gagal jantung atau perikarditis konstriktif. Pulsasi sistolik hepar sering terjadi pada pasien dengan regurgitasi trikuspid. Limpa yang teraba adalah tanda terlambat pada pasien dengan gagal jantung parah dan juga sering terlihat pada pasien dengan endokarditis infektif. Asites dapat terjadi dengan gagal jantung saja, tapi kurang umum dengan menggunakan terapi diuretik. Perikarditis konstriktif harus dipertimbangkan ketika ascites di luar proporsi edema perifer. Bila ada fistula arteriovenosa, murmur kontinyu dapat didengar diatas perut. Sebuah bruit sistolik yang terdengar pada daerah ginjal mungkin menandakan stenosis arteri ginjal pada pasien dengan hipertensi sistemik.

Pemeriksaan EkstremitasPemeriksaan ekstremitas atas dan bawah dapat memberikan informasi diagnostik penting. Palpasi dari pulsasi arteri perifer di ekstremitas atas dan bawah diperlukan untuk menentukan kecukupan aliran darah sistemik dan untuk mendeteksi adanya lesi oklusif arteri. Aterosklerosis pada arteri perifer dapat menghasilkan klaudikasio intermiten dari bokong, betis, paha, atau kaki, dengan penyakit parah yang mengakibatkan kerusakan jaringan jari-jari kaki. Aterosklerosis perifer merupakan faktor risiko penting untuk penyakit jantung iskemik bersamaan.

Indeks kaki-brakialis (ABI) bermanfaat dalam penilaian resiko kardiovaskular. ABI adalah rasio dari tekanan darah sistolik pada pergelangan kaki dibagi dengan yang lebih tinggi dari tekanan darah sistolik dua lengan. Hal ini mencerminkan tingkat ekstremitas bawah penyakit oklusi arteri, yang terwujud dengan menurunkan tekanan darah distal lesi pulmonalis. Entah tibialis posterior atau dorsalis pedis tekanan arteri dapat digunakan. Penting untuk dicatat bahwa setiap sama mencerminkan status arteri tibialis aortoiliac dan femoropopliteal segmen tetapi berbeda, oleh karena itu, ABI yang dihasilkan mungkin berbeda. Tekanan sistolik lengan 120 mmHg dan tekanan sistolik pergelangan kaki dari 60 mmHg menghasilkan suatu ABI sebesar 0,5 (60/120). ABI yang berbanding terbalik dengan keparahan penyakit. Sebuah ABI istirahat 18mm Pada penderita hipertrofi ventrikel kanan terlihat pada rontgen thoraks PA sebagai pembesaran batas kanan jantung, pergeseran kearah lateral batas jantung kiri dan pembesaran bayangan jantung ke anterior, ke daerah retrosternal pada foto dada lateral

Gambar 3: Foto toraks anteroposterior dan lateral kor pulmonal3 Pemeriksaan laboratorium :

Analisa gas darah

Hipoksia (P O2 45mmHg) Asidosis respiratorik (akut: P CO2 >45mmHg dan pH darah < 7.35; kronik P CO2 >45mmHg dengan pH darah mendekati normal dan peningkatan bikarbonat serum >30 mEq/L) Polisitemia (Ht > 48% in women or > 52% in men; Hg > 16.5g/dL in women or > 18.5 g/dL in men) Faal paru

Kelainan restriktif

Obstruktif berat

D. Working Diagnosis (WD)Diagnosis kerja yang dipilih adalah kor pulmonale kronik (CPC) akibat penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). Pada CPC akibat penyakit paru obstruktif kronik ditemukan tanda PPOK yaitu:

Asidosis dan hiperkapnia Hipoksia Polisitemia Hiperviskositas darahSelain tanda PPOK, pada penderita kor pulmonal ditemukan juga hipertensi pulmonal, hipertrofi atau dilatasi ventrikel kanan dan gagal jantung kanan.Adanya PPOK dapat diduga atau ditegakkan dengan pemeriksaan klinis (anamnesis, pemeriksaan fisik), laboratorium, foto torak, tes faal paru.Kelainan asidosis, hiperkapnia, hipoksia, polistemia, dan hiperviskositas darah dapat dikenal terutama dengan pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan klinis.Tanda hipertensi pulmonal biasa didapatkan dari pemeriksaan klinis, elektrokardiografi dengan P pulmonal dengan deviasi aksis ke kanan dan hipertrofi ventrikel kanan, foto toraks terdapat pelebaran daerah cabang paru di hilus, ekokardiografi dengan ditemukan hipertrofi ventrikel kanan dan kateterisasi jantung.Hipertrofi dan dilatasi ventrikel kanan dapat ditegakkan denga pemeriksaan foto toraks, elektrokardiografi, ekokardiografi, Radionuclide ventriculography, thalium imaging: CT scan dan MRIGagal jantung kanan dapat ditegakkan dengan pemeriksaan klinis, biasanya dengan adanya peningkatan tekanan vena jugularis, hepatomegali, asites maupun edema tungkaiPada anamnesis, biasanya pasien mengeluhkan :

Fatigue,takipnue,exertional dyspnea, dan batuk

Nyeri dada atau angina yang disebabkan oleh iskemia pada ventrikel kanan atau teregangnya arteri pulmonalis.

Hemoptisis, karena rupturnya arteri pulmonalis yang sudah mengalami arteroslerotik atau terdilatasi akibat hipertensi pulmonal.

Bisa juga ditemukan variasi gejala-gejala neurologis, akibat menurunnya curah jantung dan hipoksemia.

Pada tahap lanjut, gagal jantung kanan akan mengakibatkan kongestif hepar, sehingga muncul gejala anoreksia, nyeri atau rasa tidak nyaman pada perut kanan atas, dan ikterus.Selanjutnya pada pemeriksaan fisik, kita bisa mendapatkan :

Inspeksi : diameter dinding dada yang membesar, sianosis

Palpasi : edema tungkai, peningkatan vena jugularis yang menandakan terjadinya gagal jantung kanan.

Perkusi : pada paru bisa terdengar hipersonor pada PPOK, pada keadaan yang berat bisa menyebabkan asites.

Auskultasi :pada paru ditemukanwheezingdan rhonki, bisa juga ditemukan bising sistolik di paru akibat turbulensi aliran pada rekanalisasi pembuluh darah padachronic thromboembolic pulmonary hypertension. Split pada bunyi jantung II, dapat ditemukan pada tahap awal, namun pada tahap lanjut dapat terdengarsystolic ejection murmuryang terdengar lebih keras di area pulmonal. Bunyi jantung III dan IV juga terdengar serta mumur sistolik dari regurgitasi pulmonal.Pada pemeriksaan penunjang:

Pada foto thorak, ditemukan corakan vaskuler meningkat, pelebaran hilus dan trunkus pulmolnal. Kemudian tanda-tanda pembesaran ventrikel kanan, seperti apeks terangkat, pinggang jantung menghilang.

Pada EKG, ditemukan gelompang P pulmonal, deviasi aksis jantung ke kanan dan RVH.

Pada Echokardiografi ditemukan penebalan dinding ventrikel kanan, pelebaran rongga ventrikel kanan ke arah kiri, septum interventrikuler bergeser ke kiri dan bergerak berlawanan selama siklus jantung.

Kateterisasi jantung, akan membantu untuk menilai tekanan vaskuler paru, kalkulasi tahanan vaskular paru serta responnya terhadap pemberian oksigen dan vasolilator.

E. Differential Diagnosis (DD)Kor Pulmonale KronisCor Pulmonale Akut

Chronic Heart Failure

Pericarditis

Nyeri dada---Nyeri dada kiri menjalar ke bahu dan leher kiri

Demam---Demam ringan

Edema-

Sesak NafasTergantung berat penyakitTergantung berat penyakitTergantung berat penyakitSaat aktifitas

BatukNon produktif berulangNon produktif berulang-Batuk non produktif

Penyebab (utama)Penyakit paru obstruktif kronikEmboli paruKerusakan atau gangguan pada arteri koroner, otot jantung dan gangguan beban jantung

Infeksi virus

Iritasi otot jantung

Pengaruh Posisi--Berdiri atau separa berdiri-

Pengaruh AktivitasCepat lelahCepat lelahCepat lelahCepat lelah

Bunyi Paru dan JantungParu: wheezing dan ronki

Jantung: normal atau gallopParu: wheezing dan ronki

Jantung: normal atau gallopParu: bisa normal

Jantung: S3 gallop

F. EpidemiologiCor pulmonal mempunyai insidensi sekitar 6-7 % dari seluruh kasus penyakitjantung dewasa diAmerika Serikat, dengan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK)karenabronchitis kronis dan emfisema menjadi penyebab lebih dari 50% kasus cor pulmonale.Sebaliknya, cor pulmonale akut biasanya menjadi kelainan sekunder akibat adanyaemboli paru massif. Tromboemboli paru akut adalah penyebab paling sering dari corpulmonale akut yang mengancam jiwa pada orang dewasa. Terdapat sekitar 50.000 angkakematian di Amerika Serikat dalam setahun akibat emboli paru dan sekitar setengahnyaterjadi dalam satu jam pertama akibat gagal jantung kanan.Secara global, insidensi cor pulmonale bervariasi antar tiap negara, tergantung padaprevalensi merokok, polusi udara, dan factor resiko lain untuk penyakit paru-paru yangbervariasi.G. EtiologiEtiologi kor pulmonal dapat digolongkan dalam empat kelompok yaitu:

Penyakit pembuluh darah paru : hipertensi pulmonal primer, anemia sel sabit, Skistosomiasis, oklusi vena pulmoner, tromboemboli pulmoner kronis Tekanan darah pada arteri pulmonal oleh : tumor mediastinum, aneurisma, granuloma atau fibrosis

Penyakit neuromuscular dan dinding dada : kifoskoliosis, Muscular dystrophy, Myasthenia gravis, Poliomyelitis, Gullain-Barre syndrome Penyakit yang mengenai aliran udara paru, alveoli : PPOK, penyakit paru interstisial dan gangguan pernapasan saat tidurH. PatofisiologiPenyakit paru kronis mengakibatkan:

Berkurangnya pembuluh darah yang mensuplai darah ke organ (vascular bed) paru yang mungkin disebabkan oleh paru yang mengembang atau kerusakan paru Oklusi atau penyempitan arteri pulmoner yang berukuran sedang sampai besar adalah dasar dari terjadinya peningkatan resistensi vaskuler pulmoner pada beberapa gangguan misalnya penekanan mediastinum atau hilus oleh tumor metastatik atau fibrosis, arteritis nonspesifik, tumor paru primer, penyakit tromboemboli kronis dari pembuluh utama, dan infeksi (tuberkulosis atau histoplasmosis)

Asidosis dan hiperkapnia

Hipoksia alveolar ( rangsang vasokonstriksi pembuluh paru Vasokonstriksi pulmonal pada saat terjadinya hipoksia pada arteri kecil dan arteriol merupakan mekanisme pertahanan diri yang muncul secara akut untuk mempertahankan perfusi-ventilasi local. Vasokonstriksi pulmoner local muncul pada daerah yang mengalami hipoksia dan menyebabkan penghentian aliran darah ke area hipoksik dan mengarahkannya ke daerah yang mempunyai ventilasi yang adekuat, sehingga meningkatkan fungsi perfusi-ventilasi dari paru secara keseluruhan. Meskipun berguna namun pada vasokonstriksi kronis dapat menyebabkan penyempitan arteri pulmoner. Hipoksia kronis menginduksi muskularisasi dari arteri pulmoner, dengan otot polos berproliferasi secara longitudinal diantara tunika intima dari arteri pulmoner kecil. Sehingga menyebabkan peningkatan resistensi vaskuler pulmoner dan menyebabkan terjadinya hipertensi pulmoner.

Polisitemia dan hiperviskositas darah

Keempat hal di atas akan menyebabkan timbulnya hipertensi pulmonal. Hipertensi pulmoner didefinisikan sebagai rata-rata tekanan arteri pulmoner yang > 20 mmHg saat istirahant, atau 30 mmHg dengan latihan. Peningkatan tekanan arteri pulmoner dan resistensi pembuluh darah pulmoner dapat berkembang pada kelainan parenkim, jalan nafas atau pembuluh darah pulmoner dan hasilnya adalah control yang abnormal dari ventilasi.yang kemudiannya menyebabkan hipertrofi atau dilatasi ventrikel kanan. Pada akhirnya ia berlanjut menjadi gagal jantung kanan. Hipertrofi jantung kanan yang disebabkan oleh hipertensi pulmonal ini merupakan kelainan cor pulmonal.Curah jantung dari ventrikel kanan seperti pula di kiri disesuaikan dengan preload, kontraktilitas dan afterload. Meski dinding ventrikel kanan tipis, namun masih dapat memenuhi kebutuhan saat terjadi aliran balik vena yang meningkat mendadak (seperti saat menarik napas).Peningkatan afterload akan menyebabkan pembesaran ventrikel kanan yang berlebihan. Hal ini terjadi karena tahanan di pembuluh darah paru sebagai akibat gangguan di pembuluh sendiri maupun akibat kerusakan parenkim paru. Peningkatan afterload ventrikel kanan dapat terjadi karena hiperinflasi paru akibat PPOK, sebagai akibat kompresi kapiler alveolar dan pemanjangan pembuluh darah dalam paru. Peningkatan ini juga dapat terjadi ketika volume paru turun mendadak akibat reseksi paru demikian pula pada restriksi paru ketika pembuluh darah mengalami kompresi dan berubah bentuk. Afterload meningkat pada ventrikel kanan juga dapat ditimbulkan pada vasokonstriksi paru dengan hipoksia atau asidosis. Perubahan hemodinamik kor pulmonal pada PPOK dari normal menjadi hipertensi pulmonal, kor pulmonal, dan akhirnya menjadi kor pulmonal yang diikuti dengan gagal jantung.

Perjalanan penyakit cor pulmonale kronik Fase 1

Pada fase ini belum nampak gejala klinis yang jelas, selain ditemukannya gejala awal penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), bronkitis kronis, tuberkulosis paru,bronkiektasis dan sejenisnya.Anamnesa pada pasien 50 tahun biasanya didapatkan kebiasaan banyak merokok.

Fase 2

Pada fase ini mulai ditemukan tanda-tanda berkurangnya ventilasi paru. Gejalanya antara lain, batuklama yang berdahak (terutama bronkiektasis), sesak napas, mengi, sesak napas ketika berjalan menanjak atau setelah banyakbicara. Sedangkan sianosis masih belum nampak. Pemeriksaan fisikditemukan kelainan berupa hipersonor, suara napas berkurang, ekspirasi memanjang, ronki basah dan kering, mengi. Letakdiafragma rendah dan denyutjantunglebihredup.Pemeriksaan radiologi menunjukkan berkurangnya corakan bronkovaskular, letak diafragma rendah dan mendatar, posisijantung vertical.

Fase 3

Pada fase ini nampak gejala hipoksemia yang lebih jelas. Didapatkan pula berkurangnya nafsu makan, berat badan berkurang, cepat lelah. Pemeriksaan fisik nampak sianotik,disertai sesak dan tanda-tanda emfisema yang lebih nyata Fase 4

Ditandai dengan hiperkapnia, gelisah, mudah tersinggung kadang somnolen. Pada keadaan yang berat dapat terjadi koma dan kehilangan kesadaran.

Fase 5

Pada fase ini nampak kelainanjantung,dantekananarteripulmonal meningkat. Tanda-tanda peningkatan kerja ventrikel, namun fungsi ventrikel kanan masih dapat kompensasi. Selanjutnya terjadi hipertrofi ventrikel kanan kemudian terjadi gagal jantung kanan. Pemeriksaan fisik nampaksianotik, bendungan vena jugularis, hepatomegali, edema tungkai dan kadang asites.I. Manifestasi KlinisTingkat klinis kor pulmonal dimulai PPOK kemudian PPOK dengan hipertensi pulmonal dan akhirnya menjadi PPOK dengan hipertensi pulmonal serta gagal jantung kanan.Manifestasi klinis tidak spesifik, terutama pada fase awal:

Fatigue Tachypnea Batuk haemoptysis Fase lanjutan dapat timbul gejala passive hepatic congestion berupa: Anorexia Right upper quadrant abdominal discomfort Jaundice peripheral edema

Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan: Peningkatan diameter dada Retraksi sela iga Sianosis Auskultasi paru: wheezing atau rhonki positif Auskultasi jantung: (keadaan tahap lanjut) murmur ejeksi pada arteri pulmonari Clubbing finger Jugular vein pressure

J. PenatalaksaanTujuan pengobatan: Mengoptimalkan efisiensi pertukaran gas

Menurunkan hipertensi pulmonal

Meningkatkan kelangsungan hidup

Pengobatan penyakit dasar dan komplikasinya

Untuk mencapai tujuan tersebut, pengobatan dimulakan dengan berhenti merokok serta tatalaksana lanjut dengan:

Terapi oksigenMekanisme bagaimana terapi oksigen dapat menigkatkan kelangsungan hidup belum diketahui pasti, namun ada 2 hipotesis : (1) terapi oksigen mengurangi vasikontriksi dan menurunkan resistensi vaskular paru yang kemuadian meningkatkan isi sekuncup ventrikel kanan. (2) terapi oksigen meningkatkan kadar oksigen arteri dan meningkatkan hantaran oksigen ke jantung, otak dan organ vital lainnya.Pemakaian oksigen secara kontinyu selama 12 jam (National Institute of Health, USA); 15 jam (British Medical Research Counsil) meningkatkan kelangsungan hidup dibanding pasien tanpa terapi oksigen. Indikasi terapi oksigen adalah : PaO2 55 mmHg atau SaO2 88%, PaO2 55-59 mmHg disertai salah satu dari : edema disebabkan gagal jantung kanan, P pulmonal pada EKG, eritrositosis hematokrit > 56%.

VasodilatorPemakaian vasodilator seperti nitrat, hidralazin, antagonis kalsium, agonis alfa adrenergik, ACE- I, dan postaglandin belum direkomendasikan secara rutin. Vasodilator dapat menurunkan tekanan pulmonal pada kor pulmonal kronik, meskipun efisiensinya lebih baik pada hipertensi pulmonal yang primer. Vasodilator yang biasa dipakai adalah nifedipine dengan dosis 10-30 mg PO 3 kali sehari, maksimal 120 -180 mg per hari. DigitalisHanya digunakan pada pasien kol pulmonal bisa disertai gagal jantung kiri. Digoksin bisa diberikan dengan dosis 0,125-0,375 mg PO 1 x 1. Pada pemberian digitalis perlu diwaspadai resiko aritmia. DiuretikaDiberikan bila ditemukan gagal jantung kanan, pemberian diuretik berlebihan dapat menimbulkan alkalosis metabolik yang dapat memicu peningkatan hiperkapnia. Disamping itu pemberian diuretik dapat menimbulkan kekurangan cairan sehingga mengakibatkan preload ventrikel kanan dan curah jantung menurun. Furosemid dapat diberikan dengan dosis 20-80 mg per hari PO / IV, dosis maksimal 600 mg per hari. AntikoagulanDiberikan untuk menurunkan resiko terjadinya tombroemboli akibat disfungsi dan pembesaran ventrikel kanan adanya faktor imobilisasi pada pasien. Warfarin dapat diberikan dengan dosis 2-10 mg PO 1 x 1.K. KomplikasiKomplikasi cor pulmonale termasuk sinkop, hipoksia, edema bahkan kematianSelain itu, pada kor pulmonale juga terjadi: Dilatasiventrikel, sebagai hasil cepat dari peningkatan tekanan pada tempat yang elastis. Hipertrofi ventrikel sebagai respon adaptif dari peningkatan tekanan dalam jangka waktu lama. Setiap sel otot berkembang membesar dan mengalami perubahan morfologis yang khas agar dapat mencukupi peningkatan kekuatan kontraksi yang diperlukan untuk menggerakkan darah melawan tahanan yang lebih besar.L. PrognosisPada kor pulmonal kronik yang disertai gagal jantung kanan, prognosisnya buruk. Namun dengan pemberian terapi oksigen dalam jangka panjang dapat meningkatkan kualitas hidup pasien.PENUTUP

Cor pulmonal didefinisikan sebagai perubahan dalam struktur dan fungsi dariventrikel kanan yang disebabkan oleh adanya gangguan primer dari system pernapasan. Hipertensi pulmonal merupakan factor penghubung tersering antara disfungsi paru-paru danjantungdalamcorpulmonal.DAFTAR PUSTAKA1. Sjaharuddin Harun dan Ika Prasepta Wijaya, Kor Pulmonal Kronik, dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi V. InternaPublishing2009; 287: 1842-44

2. Braunwald E, Heart Failure and cor pulmonale, dalam Harissons Principles Internal Medicine, edisi 16. New York, McGraw-Hill, 2005; 216 : 1367-783. Weitzenblum E, Chronic Cor Pulmonale. Heart 2003; 89:225-30. Diakses dari situswww.bmj-heart.comtanggal 18 desember 2010.

4. Ali A Sovari, Cor Pulmonale. University of Illinois at Chicago, 2010. Diakses dari situswww.emedicine.comtanggal 18 desember 2010

1