kasus 2 blok 19 2013-edited

50
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA Kampus II Ukrida Jl. Terusan Arjuna No.6 Jakarta 11510 Muhammad Yusran bin Yusoff (102009272) [email protected] Gagal Jantung Kronik PENDAHULUAN Gagal jantung adalah sindrom klinis (sekumpulan tanda dan gejala), ditandai oleh sesak napas dan fatik (saat istirahat atau saat aktifitas yang disebabkan oleh kelainan struktur atau fungsi jantung. Pada gagal jantung terjadi keadaan yang mana jantung tidak dapat menghantarkan curah jantung yang cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik tubuh. SKENARIO Kasus 2: Tn D, 60 tahun datang dibawa berobat ke RS UKRIDA dengan keluhan sering sesak saat aktifitas, batuk, dahak tidak ada, demam tidak ada, nyeri dada tidak ada. Pasien merasa nafasnya sering tersengal-sengal sejak 6 bulan lalu, terutama bila berjalan agak jauh, dan sangat mengganggu kesehariannya namun saat istirahat sesaknya jauh berkurang. Saat malam hari pasien juga lebih merasa enak bila tidur dengan bantal yang agak tinggi. Pasien juga mengeluhkan bahwa selama 2 bulan ini kakinya sering 1

Upload: kevin-pinarto

Post on 18-Dec-2015

25 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

Kasus

TRANSCRIPT

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

Kampus II UkridaJl. Terusan Arjuna No.6 Jakarta 11510

Muhammad Yusran bin Yusoff(102009272)[email protected] Jantung KronikPENDAHULUAN

Gagal jantung adalah sindrom klinis (sekumpulan tanda dan gejala), ditandai oleh sesak napas dan fatik (saat istirahat atau saat aktifitas yang disebabkan oleh kelainan struktur atau fungsi jantung. Pada gagal jantung terjadi keadaan yang mana jantung tidak dapat menghantarkan curah jantung yang cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik tubuh.SKENARIO

Kasus 2: Tn D, 60 tahun datang dibawa berobat ke RS UKRIDA dengan keluhan sering sesak saat aktifitas, batuk, dahak tidak ada, demam tidak ada, nyeri dada tidak ada. Pasien merasa nafasnya sering tersengal-sengal sejak 6 bulan lalu, terutama bila berjalan agak jauh, dan sangat mengganggu kesehariannya namun saat istirahat sesaknya jauh berkurang. Saat malam hari pasien juga lebih merasa enak bila tidur dengan bantal yang agak tinggi. Pasien juga mengeluhkan bahwa selama 2 bulan ini kakinya sering bengkak. Riwayat merokok tidak ada, riwayat penyakit kencing manis sejak usia 40 tahun, penyakit darah tinggi sejak usia 36 tahun, penyakit jantung koroner diketahui sejak 2 tahun lalu, dan sudah menjalani CABG

Hasil pemeriksaan: Tinggi 167cm; BB 85kg; Tensi 160/90mmHg; Edema pitting kedua tungkai; compos mentis; nadi 100X/menit; nafas 22X/menit; Nafas normal; thorax murni regular 1:2, gallop negatifA. AnamnesisIdentitas Pasien

Anamnesis dimulakan dengan mendapatkan identitas pasien yang meliputi nama lengkap pasien, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, nama orang tua atau suami atau isteri atau penanggungjawab, alamat, pendidikan, pekerjaan, suku bangsa, dan agama. Identitas perlu ditanyakan untuk memastikan bahawa pasien yag dihadapi adalah memang benar pasien yang dimaksud. Selain itu identitas pasien ini juga perlu untuk membantu dalam mencari tahu punca kelainan, selain dapat diguna untuk data penelitian, asuransi, dan sebagainya.

Keluhan Utama

Adalah keluhan yang dirasakan pasien yang membawa pasien pergi ke dokter ataupun mencari pertolongan. Dalam menuliskan keluhan utama, harus disertai dengan indikator waktu, berapa lama pasien mengalami hal tersebut. Dimana seperti dalam skenario 2, keluhan utama pasien adalah sesak nafas semakin memberat terutama saat beraktivitas, membaik saat istirahat dan posisi tidur dengan bantal agak tinggi.Riwayat Penyakit Sekarang

Riwayat penyait sekarang merupakan deskripsi yang kronologis, terinci dan jelas mengenai keadaan kesehatan pasien yang sejak sebelum keluhan utama sampai pasien datang berobat. Riwayat ini harus mencakup awitan (onset) masalah, keadaan yang memungkinkan hal tersebut terjadi, manifestasinya, serta pengobatan yang telah diterima. Setiap gejala utama harus jelas karakteristiknya dengan perincian tentang tujuh gambaran yang diuraikan dibawah ini, dan relevansi positif dan negatif dari area Tinjauan Sistem :

Lokasi

Kualitas

Kuantitas dan keparahan

Waktu, meliputi awitan, durasi, dan frekuensi

Situasi ketika masalah terjadi

Faktot-faktor yang memperburuk dan mengurangi gejala

Manifestasi yang berkaitan

Selain itu, daftar obat-obatan, meliputi nama, dosis, jalur, dan frekuensi penggunaan obat; alergi, meliputi reaksi spesifik terhadap pengobatan; penggunaan tembakau, serta penggunaan alkohol dan obat-obatan.

Riwayat Penyakit Dahulu

Bertujuan untuk mengetahui kemungkinan-kemungkinan adanya hubungan antara penyakit yang pernah diderita dengan penyakitnya sekarang. Sebutkan penyakit saat kanak-kanak, kemudian penyakit saat dewasa pada setiap empat area berikut:

Medis (misalnya diabetes, hipertensi, hepatitis, asma, HIV) dengan tanggal awitan; juga informasi mengenai tanggal hopitalisasi Pembedahan (mencakup tanggal, indikasi, dan jenis pembedahan)

Obstetrik/ginekologi

Psikiatrik (mencakup tanggal, diagnosis, hospitalisasi dan terapi)

Obat-obatan yang pernah dimunum oleh pasien juga harus ditanyakan, termasuk steroid, kontrasepsi, transfuse, kemoterapi, dan riwayat imunisasi. Bila pasien pernah melakukan berbagai pemeriksaan, maka harus dicatatkan dengan seksama, termasuk hasilnya misalnya foto paru-paru, uji kolesterol, dan sebagainya.

Riwayat Keluarga

Penting untuk mencari kemungkinan penyakit herediter, familial, atau penyakit infeksi. Riwayat Pribadi

Meliputi data-data sosial, ekonomi, pendidikan dan kebiasaan. Perlu ditanyakan pula pada pasien apakah mempunyai masalah keuangan, pekerjaan dan sebagainya. Kebiasaan pasien yang juga harus ditanyakan adalah kebiasaan merokok, minum alkohol, termasuk penyalahgunaan obat-obat terlarang (narkoba). Termasuk gaya hidup sehari-hari seperti latihan fisik dan diet, tindakan keamanan, dan praktik kesehatan alternatif.

Anamnesis Susunan Sistem (System Review)

Anamnesis susunan sistem bertujuan mengumpulkan data-data positif dan negatif yang berhubungan dengan penyakit diderita pasien berdasarkan alat tubuh yang sakit. Anamnesis ini juga dapat menjaring masalah pasien yang terlewat pada waktu pasien menceriterakan Riwayat Penyakit Sekarang. Pertanyaan dimulai dari pengkajian kepala sampai kaki.1B. Pemeriksaan FisikPada pemeriksaan fisik lihat, analisis dan nilai bagaimana keadaan umum pasien, tanda-tanda vital pasien, serta pemeriksaan yang berhubungan dengan kelainan system kardiovaskular.

Keadaan Umum

Sebelum melakukan pemeriksaan fisik dapat diperhatikan bagaimana keadaan umum pasien melalui ekspresi wajahnya, gaya berjalannya, dan tanda-tanda spesifik lain yang segera tampak begitu kita melihat pasien. Keadaan umum pasien dapat dibagi atas tampak sakit ringan atau sakit sedang atau sakit berat. Melihat keadaan umum pasien seringkali kita dapat menilai apakah keadaan pasien dalam keadaan darurat medik atau tidak. Hal lain yang segera dilihat pada pasien adalah keadaan gizi dan habitus. Pasien dengan berat badan dan bentuk badan yang ideal disebut memiliki habitus atletikus, pasien yang kurus memiliki habitus astenikus; dan pasien yang gemuk memiliki habitus piknikus. Keadaan gizi pasien juga harus dinilai, apakah kurang, cukup atau berlebih.Berat badan dan tinggi badan juga harus diukur sebelum pemeriksaan fisik dilanjutkan. Dengan menilai berat badan dan tinggi badan, maka dapat diukur Indeks Massa Tubuh (IMT). Tanda-tanda Vital a. Tekanan darah

b. Suhu tubuh

c. Nadi: Frekuensi, irama, kualitas nadi dan ekualitas nadi.

d. Pernapasan: Frekuensi, tipe, dan kedalaman.

Tekanan darah diukur dengan menggunakan tensimeter (sfigmomanometer), dengan memilih manset yang sesuai. Klasifikasi tekanan darah (dewasa lebih dari 18 tahun) adalah seperti berikut:

Tabel 1 menunjukkan kategori tekanan darah1

Tekanan darah harus diambil pada kedua lengan atas dengan pasien terlentang dan tegak; frekuensi jantung ditetapkan dalam 30 setik. Hipotensi ortostik dan takikardia dapat menunjukkan volume darah berkurang, sedangkan\ takikardia pada waktu istirahat mungkin karena gagal jantung atau hipovolemia. Suhu tubuh yang normal adalah antara 36-37C. Pada pagi hari suhu mendekati 36C, sedangkan pada sore hari mendekati 37C. Untuk mengukur suhu tubuh, digunakan thermometer demam yang menggunakan air raksa atau elektronik.

Pemeriksaan nadi biasanya dilakukan dengan melakukan palpasi arteri radialis. Bila dianggap perlu, dapat juga dilakukan pada tempat lain. Pada pemeriksaan nadi perlu diperhatikan frekuensi denyut nadi, irama nadi, isi nadi, kualitas nadi, dan dinding arteri.

Frekuensi nadi yang normal adalah sekitar 80 kali per menit. Bila frekuensi nadi lebih dari 100 kali per menit disebut takikardi (pulsus frequent); sedangkan bila frekuensi nadi kurang dari 60 kali per menit disebut bradikardi (pulsus rarus). Irama denyut nadi harus ditentukan apakah teratur (reguler), atau tidak teratur (irreguler). Dalam keadaan normal, denyut nadi akan lebih lambat pada waktu ekspirasi dibandingkan pada waktu inspirasi. Isi nadi dinilai apakah cukup, kecil (pulsus parvus), atau besar (pulsus magnus). Pengisian nadi juga harus dinilai apakah selalu sama (ekual) atau tidak sama (anekual). Pada inspirasi denyut nadi akan lebih lemah dibandingkan dengan waktu ekspirasi, karena pada waktu ekspirasi darah akan ditarik ke rongga toraks; keadaan ini disebut pulsus paradoksus. Kualitas nadi tergantung pada tekanan nadi. Bila tekanan nadi besar maka pengisian dan pengosongan nadi akan berlangsung mendadak, dan disebut pulsus celer (abrupt pulse), sedangkan sebaliknya bila pengisian dan pengosongan berlangsung lambat, disebut pulsus tordus (plateau pulse), misalnya pada stenosis aorta. Keadaan dindidng arteri juga harus dinilai dengan seksama. Pada keadaan arterosklerosis, biasanya dinding arteri akan mengeras. Demikan juga pada arteritis temporalis.

Pernafasan

Dalam keadaan normal, frekuensi pernafasan adalah 16-24 kali per menit.

Bradipneu - pernafasan kurang dari 16 kali per menit disebut bradipneu

Takipneu pernafasan lebih daripada 24 kali per menit

Hiperneu - Penafasan yang dalam, terdapat pada pasien asidosis anoksia Hipopneu - pernafasan yang dangkal, terdapat pada gangguan susunan saraf pusat. Dispneu kesulitan bernafas atau sesak nafas, ditandai oleh pernafasan cuping hidung, retraksi suprasternal, dapat disertai sianosis dan takipneu. Paroxysmal nocturnal dyspneu sesak nafas setelah pasien tidur beberapa jam, biasanya pada malam hari, sering pada pasien gagal jantung. Ortopneu sesak nafas bila berbaring dan akan lebih nyaman bila dalam posisi tegak (berdiri atau duduk), seringkali pada pasien gagal jantung dan asma bronkiale

Tipe-tipe pernafasan juga dinilai:

Pernafasan normal Pernafasan Kussmaul pernafasan dalam dan cepat Pernafasan Biot pernafasan yang tidak teratur irama dan amplitudonya dengan diselingi periode henti nafas (apneu) Pernafasan Cheyne-Stokes pernafasan dengan irama dengan amplitude pada mula-mulanya kecil, kemudian membesar dan mengecil kembali dengan diselingi periode apneu.

Sifat pernafasan:

Abdomino-torakal pernafasan toraks lebih dominan Torako-abdominal pernafasan abdominal lebih dominan

Pemeriksaan Fisik Sistem Kardiovaskular Pemeriksaan fisik yang tepat dan rinci adalah metode murah sering kurang dimanfaatkan untuk menilai sistem kardiovaskular. Ia sering memberikan informasi penting untuk pemilihan yang tepat tes non-invasif atau invasif tambahan. Pertama, penampilan fisik secara umum harus dievaluasi. Pasien mungkin tampak lelah karena curah jantung kronis yang rendah, laju pernafasan mungkin pesat dalam jumlah kasus kongesti vena paru. sianosis tengah, sering dikaitkan dengan clubbing dari jari tangan dan kaki, menunjukkan shunting jantung atau extracardiac kanan-ke-kiri atau oksigenasi yang tidak memadai dari darah oleh paru-paru. Sianosis pada ekstremitas distal, kulit dingin, dan meningkatkan hasil keringat dari vasokonstriksi pada pasien dengan gagal jantung parah. Rincian non kardiovaskuler bisa sama-sama penting. Sebagai contoh, endokarditis infeksi adalah kemungkinan diagnosis pada pasien dengan petechiae, node Osler, dan lesi Janeway.

Inspeksi dan palpasi Inspeksi dan palpasi dada anterior untuk adanya susah mengembangkan dada, henti gerakan atau thrill.Identifikasi impuls apical dengan memiringkan pasien ke kiri. Dicatatkan letak impuls, diameter, amplitudo, dan durasi. Impuls ventrikel kanan diraba pada parasternum kiri dan area epigastrik. Interkostal kanan dan kiri dekat dengan sternum dipalpasi dab adanya thrill pada area ini dicatat.

Auskultasi

Bunyi jantung didengar dengan menggunakan stetoskop. Kedudukan stetoskop sesuai pada gambar:

Gambar 2 menunjukkan area auskultasi bagian jantung1Area 1: Area aorta interkostal kanan ke-2

Area 2: Area pulmonal interkostal kiri ke-2

Area 3: Area ventrikel kanan batas sternum kiri

Area 4: Area ventrikel kiri apeks

Diafragma stetoskop digunakan pada area yang ditunjukkan di gambar di atas untuk bunyi nada relatif tinggi seperti bunyi jantung 1, S1; dan bunyi jantung 2, S2.

Bel digunakan untuk bunyi nada relative rendah pada batas sternum kiri bawah dan apeks. Pemeriksaan Abdomen Diameter aorta abdominal harus diperkirakan. Massa, berdenyut mengembang merupakan indikasi dari suatu aneurisma aorta abdominal. Suatu aneurisma aorta abdominal bisa terlepas jika pemeriksa tidak menilai area di atas umbilikus.Kelainan spesifik dari abdomen mungkin menjadi sekunder untuk penyakit jantung. Hepar besar yang lunak umum pada pasien dengan gagal jantung atau perikarditis konstriktif. Pulsasi sistolik hepar sering terjadi pada pasien dengan regurgitasi trikuspid. Limpa yang teraba adalah tanda terlambat pada pasien dengan gagal jantung parah dan juga sering terlihat pada pasien dengan endokarditis infektif. Asites dapat terjadi dengan gagal jantung saja, tapi kurang umum dengan menggunakan terapi diuretik. Perikarditis konstriktif harus dipertimbangkan ketika ascites di luar proporsi edema perifer. Bila ada fistula arteriovenosa, murmur kontinyu dapat didengar diatas perut. Sebuah bruit sistolik yang terdengar pada daerah ginjal mungkin menandakan stenosis arteri ginjal pada pasien dengan hipertensi sistemik.

Pemeriksaan EkstremitasPemeriksaan ekstremitas atas dan bawah dapat memberikan informasi diagnostik penting. Palpasi dari pulsasi arteri perifer di ekstremitas atas dan bawah diperlukan untuk menentukan kecukupan aliran darah sistemik dan untuk mendeteksi adanya lesi oklusif arteri. Aterosklerosis pada arteri perifer dapat menghasilkan klaudikasio intermiten dari bokong, betis, paha, atau kaki, dengan penyakit parah yang mengakibatkan kerusakan jaringan jari-jari kaki. Aterosklerosis perifer merupakan faktor risiko penting untuk penyakit jantung iskemik bersamaan.

Indeks kaki-brakialis (ABI) bermanfaat dalam penilaian resiko kardiovaskular. ABI adalah rasio dari tekanan darah sistolik pada pergelangan kaki dibagi dengan yang lebih tinggi dari tekanan darah sistolik dua lengan. Hal ini mencerminkan tingkat ekstremitas bawah penyakit oklusi arteri, yang terwujud dengan menurunkan tekanan darah distal lesi pulmonalis. Entah tibialis posterior atau dorsalis pedis tekanan arteri dapat digunakan. Penting untuk dicatat bahwa setiap sama mencerminkan status arteri tibialis aortoiliac dan femoropopliteal segmen tetapi berbeda, oleh karena itu, ABI yang dihasilkan mungkin berbeda. Tekanan sistolik lengan 120 mmHg dan tekanan sistolik pergelangan kaki dari 60 mmHg menghasilkan suatu ABI sebesar 0,5 (60/120). ABI yang berbanding terbalik dengan keparahan penyakit. Sebuah ABI istirahat 120/menit)

E. Differential Diagnosis (DD)Penyakit paru obstruktif kronisPPOK memiliki gejala antara lain dispnea yang dapat episodik, dengan atau tanpa pemicu lingkungan, dan biasanya disertai dengan batuk, mengi, sputum, dan riwayat merokok atau paparan industri.Tes yang sesuai dilakukan untuk mengenalpasti PPOK adalah tes fungsi paru yang akan memberikan diagnosis pasti dari penyakit paru obstruktif. Plasma tipe B natriuretik peptida (BNP) tingkat mungkin menengah (100-400 picograms / mL) pada COPD.Gagal jantung akutGejala serupa dengan gagal jantung kronis, namun lebih berat dan mulai atau memburuk secara tiba-tiba: Cairan penumpukan mendadak Cepat atau tidak teratur denyut jantung (palpitasi) Tiba-tiba sesak, napas parah dan batuk merah muda, lendir berbusa Nyeri dada, apabila pasien gagal jantung disebabkan oleh serangan jantungAnemiaGejalanya berupa kelelahan, kulit pucat, Sebuah detak jantung cepat atau tidak teratur, Sesak napas, nyeri dada, pusing, masalah kognitif, tangan dan kaki dingin, sakit kepala.Tes yang sesuai bagi mengenalpasti anemia adalah hitung darah lengkap (CBC) dan pemeriksaan fisik abdomen

Insufisiensi GinjalGejalanya berupa penurunan urin output atau tidak ada output urin, mual, muntah, kehilangan nafsu makan, kelelahan dan kelemahan, masalah tidur, penurunan ketajaman mental, kedutan otot dan kram, pembengkakan kaki dan pergelangan kaki, persistent gatalTes yang sesuai dilakukan bagi mengenalpasti insufisiensi ginjal adalah tes urin.3F. EpidemiologiSekitar 3-20 per 1000 orang pada populasi mengalami gagal jantung, dan prevalensinya meningkat seiring dengan tambahan usia(100 per 1000 orang pada usia di atas 65 tahun), dan angka ini akan meningkat karena peningkatan usia populasi dan perbaikan ketahanan hidup setelah infark miokard akut. Di Eropa kejadian gagal jantung berkisar 0.4%-2% dan meningkat pada usia yang lebih lanjut, dengan rata-rata umur 74 tahun. Ramalan dari gagal jantung akan jelek bila dasar atau penyebabnya tidak dapat diperbaiki. Seperdua dari pasien gagal jantung akan meninggal dalam 4 tahun sejak diagnosis ditegakkan, dan pada keadaan gagal jantung berat lebih dari 50% akan meninggal dalam tahun pertama.4G. EtiologiGagal jantung adalah komplikasi tersering dari segala jenis penyakit jantung kongenital maupun didapat. Mekanisme fisiologis yang menyebabkan gagal jantung meliputi keadaan-keadaan yang

Meningkatkan beban awal (preload);

Meningkatkan beban akhir (afterload); atau

Menurunkan kontraklitas miokardium

Keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal meliputi regurgitasi aorta, dan cacat septum ventrikel; dan beban akhir meningkat pada keadaan-keadaaan seperti stenosis aorta, dan hipertensi sistemik. Kontraklitas miokardium dapat menurun pada infark miokardium dan kardiomiopati. Selain ketiga mekanisme fisiologis yang menyebabkan gagal jantung, terdapat faktor-faktor fisiologis lain yang dapat menyebabkan jantung gagal bekerja sebagai pompa. Faktor-faktor yang menganggu pengisian ventrikel (missal, stenosis katup atrioventrikularis) dapat menyebabkan gagal jantung. Keadaan-keadaan seperti perkarditis konstriktif dan tamponade jantung mengakibatkan gagal jantung melalui kombinasi beberapa efek seperti gangguan pada pengisian ventrikel dan ejeksi ventrikel. Dengan demikian jelas bahwa tidak ada satupun mekansime fisiologik atau kombinasi berbagai mekanisme yang bertanggungjawab atas terjadinya gagal jantung,Penyebab sering berlakunya gagal jantung adalah penyakit arteri koroner, hipertensi dan penyakit valvular jantung (terutama penyakit aorta dan mitral).5H. PatofisiologiMekanisme dasar

Kelainan intrinsic pada kontraktilitas miokardium yang khas pada gagal jantung akibat penyakit jantung iskemik, mengganggu kemampuan pengosongan ventrikel yang efektif. Kontraktilitas ventrikel kirin yang menurun mengurangi volume sekuncup jantung dan meningkatkan volume residu ventrikel. Dengan meningkatnya volume akhir diastolik ventrikel (EDV), terjadi peningkatan tekanan akhir diastolic ventrikel kiri (LVEDP). Derajat peningkatan tekanan bergantung pada kelenturan ventrikel.Dengan meningkatnya LVEDP, terjadi pula peningkatan tekanan atrium kiri (LAP) karena atrium dan ventrikel berhubungan langsung selama diastole. Peningkatan LAP diteruskan ke belakang ke dalam pembuluh darah paru-paru, meningkatkan tekanan kapiler dan vena paru-paru. Apabila tekanan hidrostatik anyaman kapiler parau-paru melebihi tekanan onkotik pembuluh darah, akan terjadi transudasi cairan ke dalam interstisial. Jika kecepatan transdusi cairan melebihi kecepatan drainase limfatik, akan terjadi edema interstisial. Peningkatan tekanan lebih lanjut dapat mengakibatkan cairan merembes ke dalam alveoli dan terjadilah edema paru. Tekanan arteri paru-paru dapat meningkat akibat peningkatan kronis tekanan vena paru-paru. Hipertensi pulmonalis meningkatkan tahanan terhadap ejeksi ventrikel kanan. Serangkaian kejadian seperti yang terjadi pada jantung kiri, juga akan terjadi pada jantung kanan yang akhirnya akan menyebabkan edema dan kongesti sistemik.Perkembangan dari edema dan kongesti sistemik atau paru dapat diperberat oleh regurgitasi fungsional dari katup-katup trikuspidalis atau mitralis secara bergantian. Regurgitasi fungsional dapat disebabkan oleh dilatasi annulus katup atroventrikularis atau perubahan orientasi atot papilaris dan korda tendinae akibat dilatasi ruang.Respons kompensatorik

Sebagai respons terhadap gagal jantung, ada tiga mekanisme yang dapat dilihat:

Meningkatnya aktivitas adrenergik simpatis Meningkatnya beban awal akibat aktivasi sistem rennin-angiotensin-aldosteron (RAA), dan Hipertrofi ventrikel

Mekanisme ini mungkin memadai untuk mempertahankan curah jantung pada tingkat normal atau hampir normal pada awal perjalanan gagal jantung, dan pada keadaan istirahat. Namun, kelainankerja ventrikel dan menurunnya curah jantung biasanya tampak saat beraktivitas. Dengan berlanjutnya gagal jantung, kompensasi menjadi semakin kurang efektif.

Peningkatan aktivitas adrenergik simpatisMenurunya volume sekuncup pada gagal jantung akan membangkitkan respons simpatis kompensatorik. Meningkatnya aktivitas adrenergik simpatik merangsang pengeluaran katekolamin dari saraf-saraf adrenergik jantung dan medula adrenal. Denyut jantung dan kekuatan kontraksi akan meningkat untuk menambah curah jantung. Selain itu juga terjadi vasokonstriksi arteri perifer untuk menstabilkan tekanan arteri dan redistribusi volume darah dengan mengurangi aliran darah ke organ-organ yang metabolismenya rendah (misalnya kulit dan ginjal) untuk mempertahankan perfusi ke jantung dan otak. Venokonstriksi akan meningkatkan aliran balik vena ke sisi kanan jantung, untuk selanjutnya menambah kekuatan kontraksi sesuai dengan hukum Starling.Seperti yang diharapkan, kadar katekolamin dalam darah akan meningkat pada gagal jantung, terutama selama latihan. Jantung akan semakin bergantung pada katekolamin yang beredar dalam darah untuk mempertahankan kerja ventrikel.Namun pada akhirnya respons miokardium terhadap rangsangan simpatis akan menurun; dimana pengaruh katekolamin terhadap kerja ventrikel akan berkurang. Perubahan ini mungkin berkaitan dengan observasi yang menunjukkan bahwa cadangan norepinefrin pada miokardium menjadi kurang pada gagal jantung kronis.

Peningkatan beban awal melalui aktivasi sistem raaAktivasi sistem RAA menyebabkan retensi natrium dan air oleh ginjal, meningkatkan volume ventrikel dan regangan serabut. Peningkatan beban awal ini akan menambah kontraktilitas miokardium sesuai dengan Hukum Starling.Penurunan curah jantung akan memulai serangkaian peristiwa berikut:

Penurunan aliran darah ginjal ( akhirnya laju filtrasi glomerulus (GFR) menurun (Pelepasan rennin dari apparatus jukstaglomerulus ( Interaksi rennin dengan angiotensinogen dalam darah ( Penghasilan angiotensin I ( Konversi angiotensin I menjadi angiotensin II ( Rangsangan sekresi aldosteron dari kelenjar adrenal ( Retensi natrium dan air pada tubulus distal dan duktus pengumpul.Angiotensi II yang dihasilkan juga meningkatkan tekanan darah dengan menghasilkan efek vasokonstriksi.Pada gagal jantung berat, kombinasi antara kongesti vena sistemik dan menurunnya perfusi hati akan menganggu metabolisme aldosteron di hati, sehingga kadar aldosteron dalam darah meningkat. Kadar hormone antidiuretik akan meningkat pada gagal jantung berat, yang selanjutnya akan meningkatkan absorpsi air pada duktus pengumpul. Hipertrofi ventrikelRespons kompensatorik terakhir pada gagal jantung adalah hipertrofi miokardium atau bertambahnya tebal dinding. Hipertrofi meningkatkan jumlah sarkomer dalam sel-sel miokardium; sarkomer dapat bertambah secara parallel atau serial bergantung pada jenis beban hemodinamik yang mengakibatkan gagal jantung. Apapun susunan pasti sarkomernya, hipertrofi miokardium akan meningkatkan kekuatan kontraksi ventrikel.Efek negatif respons kompensatorikAwalnya, respons kompensatorik sirkulasi memilik efek yang menguntungkan; namun akhirnya mekanisme kompensatorik dapat menimbulkan gejala, meningkatkan kerja jantung, dan memperburuk derajat kegagalan jantung.Retensi cairan yang bertujuan untuk meningkatkan kekuatan kontraktilitas menyebabkan terbentuknya edema dan kongesti vena paru dan sistemik. Vasokonstriksi arteri dan redistribusi aliran darah mengganggu perfusi jaringan pada anyaman vaskular yang terkena, serta menimbulkan gejala dan tanda misalnya berkurangnya urine dan kelemahan tubuh. Vasokonstriksi arteri juga meningkatkan beban akhir dengan memperbesar resistensi terhadap ejeksi ventrikel; beban akhir juga meningkat karena dilatasi ruang jantung. Akibatnya, kerja jantung dan kebutuhan oksigen miokardium (MVO2) juga meningkat. Hipertrofi miokardium dan rangsangan simpatis lebih lanjut akan meningkatkan kebutuhan MVO2. Jika peningkatan MVO2 ini tidak dapat dipenuhi dengan meningkatkan suplai oksigen miokardium, akan terjadi iskemi miokardium dan gangguan miokardium lainnya. Hasil akhir peristiwa yang saling berkaitan ini adalah meningkatnya beban miokardium dan terus berlangsungnya gagal jantung. 6StageDefinition of StageUsual Treatments

Stage APeople at high risk of developing heart failure (pre-heart failure), including people with: High blood pressure

Diabetes

Coronary artery disease

Metabolic syndrome

History of cardiotoxic drug therapy

History of alcohol abuse

History of rheumatic fever

Family history of cardiomyopathy

Exercise regularly. Quit smoking.

Treat high blood pressure.

Treat lipid disorders.

Discontinue alcohol or illegal drug use.

An angiotensin converting enzyme inhibitor (ACE inhibitor) or an angiotensin II receptor blocker (ARB) is prescribed if you have coronary artery disease, diabetes, high blood pressure, or other vascular or cardiac conditions.

Beta blockers may be prescribed if you have high blood pressure or if you've had a previous heart attack.

People diagnosed with systolic left ventricular dysfunction but who have never had symptoms of heart failure (pre-heart failure), including people with:

Prior heart attack

Valve disease

Cardiomyopathy

The diagnosis is usually made when an ejection fraction of less than 40% is found during an echocardiogram test.

Treatment methods above for Stage A apply

All patients should take an angiotensin converting enzyme inhibitor (ACE inhibitors) or angiotensin II receptor blocker (ARB)

Beta-blockers should be prescribed for patients after a heart attack

Surgery options for coronary artery repair and valve repair or replacement (as appropriate) should be discussed

If appropriate, surgery options should be discussed for patients who have had a heart attack.

Patients with known systolic heart failure and current or prior symptoms. Most common symptoms include:

Shortness of breath

Fatigue

Reduced ability to exercise

Treatment methods above for Stage A apply

All patients should take an angiotensin converting enzyme inhibitor (ACE inhibitors) and beta-blockers

African-American patients may be prescribed a hydralazine/nitrate combination if symptoms persist

Diuretics (water pills) and digoxin may be prescribed if symptoms persist

An aldosterone inhibitor may be prescribed when symptoms remain severe with other therapies

Restrict dietary sodium (salt)

Monitor weight

Restrict fluids (as appropriate)

Drugs that worsen the condition should be discontinued

As appropriate, cardiac resynchronization therapy (biventricular pacemaker) may be recommended

An implantable cardiac defibrillator (ICD) may be recommended

Patients with systolic heart failure and presence of advanced symptoms after receiving optimum medical care. Treatment methods for Stages A, B & C apply

Patient should be evaluated to determine if the following treatments are available options: heart transplant, ventricular assist devices, surgery options, research therapies, continuous infusion of intravenous inotropic drugs and end-of-life (palliative or hospice) care

I. Manifestasi KlinisDispnea: perasaan sulit bernafas, adalah manifestasi gagal jantung yang paling umum. Dispnea disebabkan oleh peningkatan kerja pernafasan akibat kongesti vaskular paru yang mengurangi kelenturan paru. Meningkatnya tahanan aliran udara juga menimbulkan dispnea. Seperti juga spectrum kongesti paru yang berkisar dari kongesti vena paru sampai edema interstisial dan akhirnya menjadi edema alveolar, maka dispnea juga berkembang progresif. Dispnea saat beraktifitas menunjukkan gejala awal dari gagal jantung kiri.. Ortopnea (atau dispnoe saat berbaring) terutama disebabkan oleh redistribusi aliran darah dari bagian-bagian tubuh yang dibawa ke arah sirkulasi sentral. Reabsorpsi cairan intersisial dari ekstremitas bawah juga akan menyebabkan kongesti vaskular paru-paru yang lebih lanjut. Dispnea nocturnal paroksismal atau mendadak terbangun karena dispnea, dipicu timbulnya edema paru intersisial.

Batuk nonproduktif: dapat terjadi akibat kongesti paru, terutama pada posisi berbaring. Timbulnya ronki yang disebabkan oleh transudasi cairan paru adalah cirri khas dari gagal jantung; ronki pada awalnya terdengar di bagian bawah paru-paru karena pengaruh gravitasi. Semua gejala dan tanda ini dapat dikaitkan dengan gagal ke belakang pada gagal jantung kiri. Hemoptisis: dapat disebabkan oleh perdarahan vena bronkial yang terjadi akibat distensi vena. Distensi atrium kiri atau vena pulmonalis dapat menyebabkan kompresi esofagus dan disfagia (sulit menelan).

Penyebab Seluruh Kegagalan Jantung

A. Kelainan Mekanik

1. Peningkatan beban tekanan

2. Peningkatan beban volume (regurgitasi katup, pirau, peningkatan beban awal, dll

3. Obstruksi terhadap pengisian ventrikel (stenosis mitral atau trikuspidal)

4. Tamponade pericardium

5. Pembatasan miokardium atau endokardium

6. Aneurisme ventrikel

7. Dissinergi ventrikel

B. Kelainan Miokardium

1. Primer

a. Kardiomiopati

b. Miokarditis

c. Kelainan metabolik

d. Toksisitas (alkohol, kobalt)

e. Presbikardia

2. Kelainan disdinamik sekunder (akibat kelainan mekanik)

a. Deprivasi oksigen (penyakit jantung koroner)

b. Kelainan metabolik

c. Peradangan

d. Penyakit sistemik

e. Penyakit paru obstruktif kronis

C. Perubahan Irama Jantung atau Urutan Hantar

1. Tenang (standstill)

2. Fibrilasi

3. Takikardia atau bradikardia ekstrim

4. Asinkronitas listrik, gangguan konduksi

Gagal ke belakang pada sisi kanan jantung menimbulkan gejala dan tanda kongesti vena sistemik. Dapat diamati peningkatan tekanan vena jugularis (JVP); vena-vena leher mengalami bendungan. Tekanan vena sentral (CVP) dapat meningkat secara paradoks selama inspirasi jika jantung kanan yang gagal tidak dapat menyesuaikan terhadap peningkatan aliran balik vena ke jantung selama inspirasi, Meningkatnya CVP selama inspirasi ini dikenal sebagai tanda Kussmaul. Jika terjadi insufisiensi katup trikuspidalis, terlihat gelombang pulsatil pada vena jugularis. Dapat terjadi hepatomegali dan akibatnya kapsular hati meregang sehingga akan ada nyeri tekan pada hati. Gejala saluran cerna lain seperti anoreksia, rasa penuh atau mual dapat terjadi karena kongesti hati dan usus.Edema perifer: terjadi akibat penimbunan cairan dalam ruang intersisial. Edema mula-mula tampak pada bagian tubuh yang tergantung dan terutama pada malam hari; dapat terjadi nokturia yaitu diuresis malam hari yang mengurangi retensi cairan. Nokturia disebabkan oleh redistribusi cairan dan reabsorpsi pada waktu berbaring, dan juga berkurangnya vasokonstriksi ginjal pada waktu istirahat. Gagal jantung yang berlanjut dapat menimbulkan asites atau edema anasarka (edema tubuh generalisata). Meskipun gejala dan tanda penimbunan cairan pada aliran vena sistemik secara klasik dianggap terjadi akibat gagal jantung kanan, namun manifestasi paling dini dari bendungan sistemik umumnya disebabkan oleh retensi cairan daripada gagal jantung kanan yang nyata. Semua manifestasi yang dijelaskan di sini secara khas diawali dengan bertambanya berat badan, yang jelas mencerminkan adanya retensi natrium dan air.Gagal ke depan pada ventrikel kiri menimbulkan tanda-tanda berkurangnya perfusi ke organ-organ. Aliran darah dialihkan dari organ-organ nonvital demi mempertahankan perfusi ke jantung dan otak sehingga manifestasi paling dini dari gagal ke depan adalah berkurangnya perfusi ke organ misalnya kulit dan otot rangka. Kult menjadi pucat dan dingin disebabkan oleh vasokonstriksi perifer; makin berkurangnya curah jantung dan meningkatnya kadar haemoglobin terduksi menyebabkan terjadinya sianosis. Vasokonstriksi kulit menghambat kemampuan tubuh untuk melepaskan panas; oleh karena itu dapat ditemukan demam ringan dan keringat berlebihan. Kurangnya perfusi pada otot rangka menyebabkan kelemahan dan keletihan . Gejala dapat diperberat oleh ketidakseimbangan cairan dan elektrolit atau anoreksia. Makin menurunnya curah jantung dapat disertai insomnia, kegelisahan, atau kebingungan. Pada gagal jantung kronis yang berat, dapat terjadi kehilangan berat badan yang progresif atau kakeksia jantung. Penyebabnya dapat merupakan kombinasi faktor-faktor di atas, termasuk rendahnya curah jantung dan anoreksia akibat kongesti viseral, keracunan obat, atau diet yang tidak mengundang selera.Nadi lemah dan cepat: Pemeriksaan denyut arteri selama gagal jantung memperlihatkan denyut yang lemah dan cepat. Denyut jantung yang cepat (takikardia) mencerminkan respons terhadap rangsangan saraf simpatis. Sangat menurunya volume sekuncup jantung dan adanya vasokonstriksi perifer mengurangi tekanan nadi (perbedaan antara tekanan diastolic dan tekanan sistolik), menghasilkan denyut yang lemah (thread pulse). Hipotensi sistemik ditemukan pada gagal jantung yang lebih berat. Selain itu, pada gagal jantung kiri yang berat dapat timbul pulsus alternans, yaitu perubahan kekuatan denyut arteri. Pulsus alternans menunjukkan disfungsi mekanis yang berat dengan berulangnya variasi denyut ke denyut pada volume sekuncup jantung.Menurut New York Heart Association (NYHA), klasifikasi fungsional jantung ada 4 kelas, yaitu:3 Kelas 1 : Penderita kelainan jantung tanpa pembatasan aktivitas fisik. Aktivitassehari-hari tidak menyebabkan keluhan.

Kelas 2 : Penderita dengan kelainan jantung yang mempunyai aktivitas fisikterbatas. Tidak ada keluhan sewaktu istirahat, tetapi aktivitas sehari -hari akan menyebabkan capek, berdebar, sesak nafas.

Kelas 3 : Penderita dengan aktivitas fisik yang sangat terbatas. Pada keadaanistirahat tidak terdapat keluhan, tetapi ak tivitas fisik ringan saja akanmenyebabkan capek, berdebar, sesak nafas.

Kelas 4 : Penderita yang tidak mampu lagi mengadakan aktivitas fisik tanpa rasaterganggu. Tanda-tanda dekompensasi atau angina malahan telahterdapat pada keadaan istirahat.

J. PenatalaksaanTujuan terapi gagal jantung kronik adalah meminilisir hingga menghilangkan timbulnya gejala, meningkatkan kualitas hidup, mengurangi angka rawat inap, memperlambat peningkatan keparahan penyakit, serta memperpanjang ketahanan.Terapi Penyebab Dasar

Langkah penanganan pertama gagal jantung kronis adalah dengan mengetahui penyebab utamanya. Penanganan terhadap penyakit yang mengawali gagal jantung misalnya penyakit arteri koroner dan hipertensi dapat menjadi penanganan bagi gagal jantung itu sendiri, artinya penanganan terhadap gagal jantung dapat dihilangkan. Pada pasien dengan penyakit jantung koroner, revaskularisasi (tandur alih pintas arteri koroner/CABG) atau angioplasty koroner transluminal perkutan (PTCA) dapat memperbaiki fungsi jantung dengan mengurangi iskemi, dan memperpanjang harapan hidup. Pembedahan juga menguntungkan bila ada penyakit katup jantung bermakna (biasanya aorta atau mitral). Jika diduga disfungsi diastole, penggunaan beta-blocker, antagonis kalsium pembatas laju, atau penghambat ACE secara teoretis dapat membantu.

Non -Medika Mentosa: Edukasi mengenai gagal jantung, penyebab, dan bagaimana mengenal serta upaya bila timbul keluhan dan dasar epngobatan

Istirahat, olahraga, aktivitas sehari-hari, edukasi aktivitas seksual, serta rehabilitasi

Edukasi pola diet, control asupan garam (kira-kira 1,5-2.0 gram per hari), air (maskimum 2 liter per hari dari semua sumber cairan, baik minuman maupun makanan), dan kebiasaan alkohol

Monitor berat badan, hati-hati dengan kenaikan berat badan yang tiba-tiba

Mengurangi berat badan pada pasien obesitas

Hentikan kebiasaan merokok

Pada perjalanan jauh dengan pesawat, ketinggian, udara panas, dan humiditas memerlukan perhatian khusus

Konseling mengenai obat, baik efek samping, dan menghindari obat-obata tertentu seperti NSAID, antiaritmia klas I, verapamil, diltiazem, steroid, dan lain-lain

Terapi Medikamentosa: Angiotensin-converting enzyme (ACE) inhibitors

Dianjurkan sebagai obat lini pertama baik dengan atau tanpa keluhan dengan fraksi ejeksi 40-45% untuk meningkatkan survival, memperbaiki symptom, mengurangi kekerapan rawat inap di rumah sakit Harus diberikan sebagai terapi awal bila tidak ditemui retensi cairan. Bila disertai retensi cairan harus diberikan bersama diuretic. Harus segera diberikan bila ditemui tanda dan gejala gagal jantung, segera sesudah infark jantung, untuk meningkatkan survival, menurunkan angka reinfark serta kekerapan rawat inap Harus dititrasi sampai dosis yang dianggap bermanfaat sesuai denga bukti klinis, bukan berdasarkan perbaikan gejala.

Diuretik

Penting untuk pengobatan simptomatik bila ditemukan beban cairan berlebihan, kongesti paru, dan edema perifer. Tidak ada bukti dalam memperbaiki survival dan harus dikombinasi dengan ACE inhibitors atau penyekat beta Diuretik loop (bumetanid, furosemid):

Meningkatkan ekskresi natrium dan cairan ginjal dengan tempat kerja pada ansa Henle asendens, namun efeknya bila diberikan secara oral dapat menghilang pada gagal jantung berat karena gangguan absorpsi usus. Menyebabkan hilangnya kalium dan dapat menyebabkan hiperurisemia

Diuretik tiazid (hidroklorotiazid, metolazon, indapamid) :Menghambat reabsorpsi garam di tubulus distal dan membantu reabsorpsi kalsium. Kurang efektif dalam mengurangi garam dan cairan pada gagal jantung dibandingkan dengan diuretic loop dan sangat tidak efektif bila laju filtrasi glomerulus (GFR) turun di bawah 30%(umum pada manula). Penggunaan kombinasi diuretic loop dan diuretik tiazid bersifat sinergis.

Memiliki efek vasodilatasi langsung pada arteriol perifer dan dapt menyebabkan intoleransi karbohidrat, sedikit peningkatan kolestrol dan trigliserida dan hiperurisemia.

Diuretik hemat kalium:

Terbagi menjadi dua kelompok (i) antagonis aldosteron (spironolakton) dan (ii) penghambat konduksi natrium pada duktus pengumpul (amilorid, triamteren) yang menghilangkan sekresi kalium dan ion hydrogen ginjal. Umunya digunakan untuk mengimbangi efek kehilangan kalium dan magnesium dari diuretik loop

Beta blocker (obat penyekat beta)

Direkomendasikan pada semua gagal jantung ringan, sedang dan berat yang stabil baik karena iskemi atau kardiomiopati non iskemi dalam pengobatan standard seperti diuretik atau ACE inhibitors dengan syarat tidak ditemukan adanya kontraindikasi terhadap beta blocker.

Sampai saat ini hanya beberapa beta blocker yang direkomendasikan yaitu bisoprolol, karvedilol, metoprolol suksinat, dan nebivolon.

Antagonis Reseptor Aldosteron

Penambahan terhadap ACE inhibitor, beta blocker, diuretic pada gagal jantung berat (NYHA III-IV) dapat menurunkan morbditas dan mortalitas.

Sebagai tambahan terhadap obat ACE inhibitor dan beta blocker pada gagal jantung sesudah infark jantung, atau diabetes, menurunkan morbiditas dan mortalitas

Antagonis Angiotensin II Receptor Bloker (ARB)

Alternatif bila pasien tidak toleran terhadap ACE inhibitor

Glikosida Jantung (Digitalis)

Indikasi pada fibrilasi atrium pada berbagai derajat gagal jantung, terlepas apakah gagal jantung bukan atau sebagai penyebab Kombinasi digitalis dan beta bloker lebih superior dibandingkan diberi sendiri-sendiri

Vasodilator : Tidak ada peran spesifik vasodilator spesifik pada gagal jantung kronik

Hidralazin-isosorbid Dinitrat Dapat dipakai sebagai tambahan, pada keadaan dimana pasien tidak toleran terhadap beta bloker atau ACE inhibitor atau ARB

Obat Penyekat Kalsium : Pada gagal jantung sistolik, tidak direkomendasikan dan dikontraindikasikan pemakaian kombinasi dengan beta bloker

Anti Trombolitik

Pada gagal jantung kronik yang disertai fibrilasi atrium, riwayat fenomena thrombo emboli, bukti adanya thrombus yang mobil, pemakaian antikoagulan sangat direkomendasikan Pada gagal jantung kronik dengan penyakit jantung koroner, dianjurkan pemakaian antiplatelet. Aspirin harus dihindari pada perawatan rumah sakit berulang dengan gagal jantung yang memburuk

Anti Aritmia : Pemakaian selain beta bloker tidak dianjurkan pada gagal jantung kronik, kecuali pada atrial fibrilasi dan ventrikel takikardi8K. KomplikasiGagal jantung menyebabkan kerja jantung sebagai pompa bagi mampu memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan tidak terlaksana. Gagal jantung dapat menyebabkan stroke dan tromboemboli dimana insedensnya adalah sebesar 2%. Ini disebabkan karena, pada gagal jantung berlaku imobilitas, curah jantung rendah, dilatasi ventrikel atau aneurisma, dan fibrilisasi atrium (AF). Risiko stroke pada penelitian gagal jantung sekitar 1.5% pada gagal jantung ringan/sedang dan 4% pada yang berat, dibandingkan dengan 0.5% pada kontrol.9L. PrognosisMortalitas 1 tahun pada pasien dengan gagal jantung cukup tinggi (20-60%) dan berkaitan dengan derajat keparahannya. Data Framingham yang dikumpulkan sebelum penggunaan vasodilatasi untuk gagal jantung menunjukkan mortalitas tahun rerata sebesar 30% bila semua pasien dengan gagal jantung dikelompokkan bersama, dan lebih dari 60% pada NYHA kelas . IV. Maka kondisi ini memiliki prognosisi yang lebih buruk daripada sebagian besar kanker. Kematian terjadi karena gagal jantung progresif atau secara mendadak dengan frekuensi yang kurang sama. Sejumlah faktor yang berkaitan dengan prognosis pada gagal jantung:

a. Klinis

: Semakin buruk gejala pasien, kapasitas aktivitas, dan gambaran klinis, semakin buruk prognosis

b. Hemodinamik: Semakin rendah indeks jantung, isi sekuncup, dan fraksi ejeksi, semakin buruk prognosis

c. Biokimia: Teradapat hubungan terbalik yang kuat antara norepinefrin, rennin, vasopressin, dan peptida diuretic plasma. Hiponatremia dikaitkan dengan prognosis yang lebih buruk.

d. Aritmia: Fokus ektopik ventrikel yang sering atau takikardia ventrikel pada pengawasan EKG ambulatory menandakan prognosis buruk. 10M. PencegahanPenyakit gagal jantung dapat disebabkan oleh faktor yang dapat dicegah dan faktor yang tidak dapat dicegah misalnya penyakit gagal jantung yang disebabkan oleh kelainan kongenital.Pertama dalam mencegah penyakit gagal jantung adalah mencegah dari faktor-faktor yang bisa menyebabkan berlakunya penyakit yang menyebabkan gagal jantung seperti penyakit arteri koroner, dan lain-lain dengan mengambil diet yang kurang lemak (tinggi HDL, kurang LDL), berhenti merokok, berolah raga, kurangkan garam dalam makanan dan sebagainya. Jika seperti pada kasus ini, pasien telah mempunyai penyakit yang berkaitan dengan jantung (hipertensi dan penyakit arteri koroneri), penyakit gagal jantung dapat dicegah dengan mengambil obat secara teratur dan juga mengambil makanan dengan diet yang benar.10PENUTUP

Pasien dengan keluhan sesak nafas semakin memberat terutama saat beraktivitas dan membaik saat istirahat dan dengan posisi setengah duduk dengan pemeriksaan tekanan darah yang tinggi (160/90mmHg /hipertensi tahap 2), takipneu, takikardi, tekanan vena jugularis yang tinggi, ronki basah halus, jantung gallop (S3), hepatomegali, dan gambaran EKG yang menunjukkan takikardi, hipertrofi ventrikel kiri, penyakit arteri koroneri ) didiagnosa mengalami penyakit gagal jantung kronik.

Kesimpulan: Laki-Laki tersebut mempunyai gejala yang sama dengan penyakit Chronic Heart Failure. Ini dapat dibuktikan dengan pemeriksaan lanjut.DAFTAR PUSTAKA

1. Bickley, Lynn S.; Szilagyi, Peter G. Bates' Guide to Physical Examination and History Taking, 10th Edition. Lippincot and Williams; 2008: 324-3872. Guyton, Hall. Text Book of Medical Physiology; 11th ed.USA: Elsevier Saunders; 2006: 12543. Lauralee Sherwood. Human Physiology; 6th Ed. USA: Thomsons Higher Education; 2007: 13654. Stewart S, Wilkinson D, Hansen C, Vaghela V, Mvungi R, McMurray J, et al. Predominance of heart failure in the Heart of Soweto Study cohort: emerging challenges for urban African communities. Circulation. Dec 2 2008;118(23):2360-7

5. Ho KK, Anderson KM, Kannel WB, Grossman W, Levy D. Survival after the onset of congestive heart failure in Framingham Heart Study subjects. Circulation. Jul 1993;88(1):107-15.

6. Sylvia AP, Wilson M. Patofisiologi : Konsep klinis proses-proses; Ed 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2006

7. Fauci et al. Harrison Manual of Medicine; Ed 17. North America: Mc Graw Hill Company; 2009.

8. Sukandar EY,Andrajati R, Sihit JI, Adnyana IK, Setradi AP, Kusnandar. ISO Farmakoterapi. Jakarta: Penerbit Pt. ISFI; 2009

9. Gray HH, Dawkins KD, Morgan JM, Simpson IA. Lecture Notes Kardiologi; Ed 4. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2002

10. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simdibratak M, Setrati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam; Ed 4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen IPD FKUI; 2007: 1567

34