blok 19 stemi

14
STEMI Michael Susanto 102011077 Mahasiswa Fakultas Kedokteran Ukrida Fakultas kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Alamat korespondensi Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta Barat 11510 No. Telp (021) 5694-2061, e-mail : [email protected] Pendahuluan Dahulu penyakit jantung di Indonesia adalah penyakit yang sebagian besar diderita oleh orang tua dan juga tingkat kematian pada penyakit jantung dahulu tidaklah terlalu tinggi. Namun pada jaman sekarang ini dimana makanan fast food beredar bebas dimana – mana maka resiko penyakit jantung meningkat terutama penyakit jantung koroner yang salah satunya disebabkan oleh penumpukan lemak yang berlebihan oleh karena makanan fast food tersebut. Penyakit jantung koroner pun dapat menyebabkan berbagai macam gangguan pada pemeriksaan pada salah satunya STEMI. Makalah ini sengaja dibuat sebagai bahan dari pembelajaran dari penulis untuk mempelajari hal – hal yang bersangkutan dengan penyakit jantung koroner.

Upload: brandy-devisco

Post on 26-Dec-2015

26 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

pbl semester 5

TRANSCRIPT

Page 1: Blok 19 STEMI

STEMI

Michael Susanto

102011077

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Ukrida

Fakultas kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Alamat korespondensi

Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta Barat 11510

No. Telp (021) 5694-2061, e-mail : [email protected]

Pendahuluan

Dahulu penyakit jantung di Indonesia adalah penyakit yang sebagian besar diderita oleh

orang tua dan juga tingkat kematian pada penyakit jantung dahulu tidaklah terlalu tinggi.

Namun pada jaman sekarang ini dimana makanan fast food beredar bebas dimana – mana

maka resiko penyakit jantung meningkat terutama penyakit jantung koroner yang salah satunya

disebabkan oleh penumpukan lemak yang berlebihan oleh karena makanan fast food tersebut.

Penyakit jantung koroner pun dapat menyebabkan berbagai macam gangguan pada

pemeriksaan pada salah satunya STEMI. Makalah ini sengaja dibuat sebagai bahan dari

pembelajaran dari penulis untuk mempelajari hal – hal yang bersangkutan dengan penyakit

jantung koroner.

Pembahasan

1. Anamnesis

a. Identitas pasien

b. Keluhan utama

c. Keluhan penyerta

d. Riwayat penyakit dahulu

e. Riwayat penyakit yang memperberat

f. Riwayat penyakit keluarga

Page 2: Blok 19 STEMI

2. Pemeriksaan Fisik

Tanda – tanda vital:

Suhu

Nadi

Pernapasan

Tekanan darah

a. Inspeksi

b. Palpasi

c. Perkusi

d. Auskultasi

WD & DD

Working Diagnosisnya adalah STEMI (ST elevation myocardial infarction)

Different Diagnosisnya adalah

a. NSTEMI

b. UAP

c. Angina Prinzmetal

d. Perikarditis

Struktur Anatomi Jantung

Lapisan Jantung

Pericardium

Lapisan paling luar yang terdiri dari komponen fibrosa dan serosa. Pericardium fibrosa

adalah lapisan kuat yang menyelimuti jantung. Pasokan darah pericardium dari cabang – cabang

a. perikardiacophrenicus dan a. thoracalis

Page 3: Blok 19 STEMI

Pasokan darah perikardium dari cabang-cabang perikardiacophrenicus dan a. thoracalis

interna. Perikardium fibrosa dan lapisan parietalis dari perikardium serosa dipersarafi oleh n.

phrenicus.1

Miokardium

Lapisan tengah yang membentuk massa utama jantung. Terdiri dari otot jantung yang

ketebalannya beragam pada tempat yang berbeda. Otot jantung yang paling tipis terdapat pada

kedua atrium dan yang paling tebal pada ventrikel kiri.1 Lapisan ini diperdarahi oleh arteri

coronaria.

Page 4: Blok 19 STEMI

Endokardium

Terdiri dari selapis sel endotel, lapisan subendotel yang mengandung serat kolagen halus.

Lebih ke dalam terdapat lapisan yang lebih kuat yang mengandung banyak seral elastin dan serat

otot polos.1

Ruang-ruang Jantung

Jantung dibagi oleh septa vertikal menjadi empat ruang: atrium dextrum, atrium sinstrum,

ventriculus dexter, dan ventriculus sinister. Atrium dextrum terletak anterior terhadap atrium

sinistrum dan ventriculus dexter anterior terhadap ventriculus sinister.2

Dinding jantung tersusun atas otot jantung, myocardium, yang di luar terbungkus oleh

pericardium serosum, yang disebut epicardium, dan di bagian dalam diliputi oleh selapis

endothel, disebut endocardium.2

Bagian atrium relatif mempunyai dinding yang tipis dan dibagi dua oleh septum

interatriale menjadi atrium dextrum dan atrium sinistrum. Septum berjalan dari dinding anterior

jantung menuju ke belakang dan kanan. Bagian ventrikel jantung mempunyai dinding yang tebal

Page 5: Blok 19 STEMI

dan dibagi dua oleh septum ventriculare (interventriculare) menjadi ventriculus dexter dan

ventriculus sinister. Septum terletak miring, dengan satu permukaan menghadap ke depan dan

kanan serta permukaan lainnya menghadap ke belakang dan kiri. Posisinya diidentifikasi pada

permukaan jantung sebagai sulcus interventricularis anterior dan posterior. Bagian bawah septum

tebal dan dibentuk oleh otot. Bagian atas septum lebih kecil, tipis, membranosa, dan terikat pada

rangka fibrosa.2

Etiologi

Pada pembuluh yang memperdarahi jantung terdapat kerak ateroskeloris lalu semakin

lama bertumbuh dan berkembang dan menyebabkan diameter lumen arteri koroner menyempit

(disebut dengan lesi stenotik). Ini terjadi karena adanya suatu lesi / luka pada kerak tersebut

maka kerak itu akan mengalami erosi / rupture yang kemudian diikuti oleh respon pembekuan /

pengentalan melalui suatu proses yang cukup rumit dan terbentuklah thrombus (gumpalan –

gumpalan darah) dan kemudian akhirnya menyumbat pembuluh darah tersebut yang

menyebabkan darah tidak dapat lewat.3

Bagian jantung yang tidak mendapatkan suplay darah yang berupa nutrisi dan oksigen

untuk sel – sel ototnya lalu akan mengalami infark.3

Page 6: Blok 19 STEMI

Patofisiologi

Infark miokard akut dengan elevasi ST (STEMI) umumnya terjadi jika aliran darah

koroner menurun secara mendadak setelah oklusi thrombus pada plak aterosklerotik yang sudah

ada sebelumnya. stenosis arteri koroner berat berkembang secara lambat biasanya tidak memicu

STEMI karena berkembang banyak kolateral sepanjang waktu. STEMI terjadi jika thrombus

arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vascular, dimana injuri ini dicetuskan oleh

factor – factor seperti merokok, hipertensi, dan akumulasi lipid.4

Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak aterosklerotik mengalami fisur,

rupture, atau ulserasi dan jika kondisi local atau sistemik memicu trombogenesis, sehingga

terjadi thrombus mural pada lokasi rupture yang mengakibatkan oklusi arteri . Penelitian

histologist menunjukan plak koroner cenderung mengalami rupture jika mempunyai fibrous cap

yang tipis dan inti kaya lipid (lipid rich core). Pada STEMI gambaran patologis klasik terdiri dari

firbin rich red thrombus, yang dipercaya menjadi dasar sehingga STEMI memberikan respons

terhadap terapi trombolitik.4

Selanjutnya pada lokasi rupture plak, berbagai agonis (kolagen, ADP, epinefrin,

serotonin) memicu aktivasi trombosit, yang selanjutnya akan memproduksi dan melepaskan

tromboksan A2 (vasokonstriktor local yang poten). Selain ini aktivasi trombosit memicu

perubahan konformasi reseptor glikoprotein IIb/IIIa. Setelah mengalami konversi fungsinya,

reseptor mempunyai afinitas tinggi terhadap sekuen asam amino pada protein adhesi yang larut

(integrin) seperti factor von Willebrand (vWF) dan fibrinogen, dimana keduanya adalah molekul

multivalent yang dapat mengikat 2 platelet dan agregasi.4

Kaskade koagulasi diaktivasi oleh pajanan tissue factor pada sel endotel yang rusak.

Factor VII dan X diaktivasi, mengakibatkan konversi protrombin menjadi thrombin, yang

kemudian mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin. Arteri koroner yang terlibat (culprit)

kemudian akan mengalami oklusi oleh thrombus yang terdiri dari agregat trombosit dan fibrin.4

Pada kondisi STEMI dapat juga disebabkan oleh oklusi arteri koroner yang disebabkan

oleh emboli koroner, abnormalitas kogenital, spasme koroner dan berbagai penyakit inflamasi

sistemik.4

Page 7: Blok 19 STEMI

Pemeriksaan Penunjang5

EKG (Elektrokardiograf), diulang beberapa kali (bila terdapat nyeri, dan bila tidak paling

sedikit sekali sehari).

Foto thoraks, untuk menyingkirkan komplikasi gagal jantung dan kelainan lain.

Enzim jantung : CK (keratin kinase), jarang aspartat aminotransferase (SGOT), laktat

dehidrogenase (LDH), dan khususnya troponin yang spesifik untuk jantung.

CBC (Complete Blood Count) = Hemoglobin.

Kolesterol (saat masuk ke rumah sakit, karena AMI secara artefaktual menurunkan kolesterol

dalam beberapa hari sampai beberapa bulan setelahnya), trigliserida, glukosa. Tiap orang

dengan kenaikan kadar kolesterol harus menjalani pemeriksaan fungsi tiroid.

Fungsi ginjal

Epidemiologi

Mortalitas in hospital infark miokard akut dengan elevasi segmen ST disbanding tanpa

elevasi adalah 7% vs 5 %,tetapi pada follow up jangka panjang (4 tahun), angka kematian pasien

infark tanpa elevasi segmen ST lebih tinggi 2 kali lipat dibanding pasien dengan elevasi segmen

ST.6

Factor resiko sama dengan factor resiko pada aterosklerosis:7

Jenis kelamin laki – laki atau wanita setelah menopause

Merokok

Page 8: Blok 19 STEMI

Dislipidemia

Hipertensi

Diabetes

Riwayat keluarga menderita penyakit jantung, terutama sebelum berusia 50 tahun

Hiperhomosisteinemia

Kadar fibrinogen tinggi

Obesitas

Gaya hidup nyaman (kurang gerak)

Factor resiko “baru”, seperti protein C-reaktif, agen infeksi, endotoksin serum, dan

peningkatan asam urat.

Manifestasi Klinis

Bila dijumpai pasien dengan nyeri dada akut perlu dipastikan secara cepat dan tepat

apakah pasien menderita IMA atau tidak. Diagnosis yang terlambat atau yang salah, dalam

jangka panjang dapat menyebabkan konsekuensi yang berat.4

Nyeri dada tipikal (angina) merupakan gejala cardinal pasien IMA. Seorang dokter harus

mampu mengenal nyeri dada angina dan mampu membedakan dengan nyeri dada lainnya, karena

gejala merupakan pertanda awal dalam pengelolaan pasien IMA.4

Sifat nyeri dada angina sebagai berikut :4

- Lokasi : substernal, retrosternal, dan prekordial

- Sifat nyeri : rasa sakit, seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat, seperti ditusuk,

rasa diperas, dan dipelintir.

- Penjalaran : biasanya ke lengan kiri, dapat juga ke leher, rahang bawah gigi, punggung/

interskapula, perut, dan dapat juga ke lengan kanan.

- Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat, atau obat nitrat.

- Factor pencetus : latihan fisik, stress emosi, udara dingin, dan sesudah makan.

- Gejala yang menyertai : mual, muntah, sulit bernapas, keringat dingin, cemas, dan lemas.

Komplikasi

a. Disfungsi ventricular

Page 9: Blok 19 STEMI

Setelah STEMI, ventrikel kiri mengalami perubahan serial dalam bentuk, ukuran dan

ketebalan pada segmen yang mengalami infark dan non infark. Proses ini disebut remodeling

ventricular dan umumnnya mendahului berkembangnya gagal jantung secara klinis dalam

hitungan bulan atau tahun pasca infark. Segera setelah infark ventrikel kiri mengalami dilatasi.

Secara akut, hasil ini berasal dari ekspansi infark al; slippage serat otot, disrupsi sel miokardial

normal dan hilangnya jaringan dalam zona nekrotik. Selanjutnya terjadi pula pemanjangan

segmen noninfark, mengakibatkan penipisan yang diproporsional dan elongasi zona infark.

Pembesaran ruang jantung secara keseluruhan yang terjadi dikaitkan ukuran dan lokasi infark,

dengan dilatasi terbesar pasca infark pada apeks ventrikel kiri yang mengakibatkan penurunan

hemodinamika yang nyata, lebih sering terjadi gagal jantung dan prognosis lebih buruk.

Progresivitas dilatasi dan konsekuensi klinisnya dapat dihambat dengan terapi inhibitor ACE dan

vasodilator lain. Pada pasien dengan fraksi ejeksi <40% tanpa melihat ada tidaknya gagal

jantung, inhibitor ACE harus diberikan.

b. Gangguan Hemodinamika

Gagal pemompaan (pump failure) merupakan penyebab utama kematian di rumah sakit pada

STEMI. Perluasan nekrosis iskemia mempunyai korelasi yang baik dengan tingkat gagal pompa

dan mortalitas, baik pada awal (10 hari infark) dan sesudahnya. Tanda klinis yang tersering

dijumpai adalah ronki basah di paru dan bunyi jantung S3 dan S4 gallop. Pada pemeriksaan

rontgen sering dijumpai kongesti paru.

Penatalaksanaan

Medikamentosa :

Non Medikamentosa :

Pencegahan

Prognosis

Page 10: Blok 19 STEMI

Kesimpulan

Daftar Pustaka

1. Faiz O, Moffat D. At a glance series anatomi. Jakarta: Erlangga; 2004.h.14-5.

2. Snell RS. Anatomi klinik untuk mahasiswa kedokteran. Jakarta: EGC; 2006.h.102-12.

3. Tapan E. Penyakit degenerative. Jakarta : PT Elex Media Komputindo; 2005.h.39-40.

4. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit

dalam. 5th Ed. Jakarta : EGC; 2009.h.1741-2.

5. Davey P. At a glance medicine. Jakarta : Erlangga, 2005.h.143.

6. Dharma S. Pedoman praktis sistematika interpretasi EKG. Jakarta : EGC, 2010.

7. Brashers VL. Aplikasi klinis patofisiologi pemeriksaan & managemen. 2nd Ed. Jakarta :

EGC, 2008.h.35.

8.