infeksi rubella pada anak yg ok.doc

22
INFEKSI RUBELLA PADA ANAK I. PENDAHULUAN Rubella atau campak Jerman, pertama kali diperkenalkan oleh dua orang ilmuan asal Jerman pada pertengahan abad ke 18 yakni pada tahun 1752 dan 1758 1,9 . Awalnya penyakit ini dinamakan Ro¨thel namun istilah tersebut hingga tahun 1866 tidak dipakai lagi dan diganti oleh ilmuwan asal Scotlandia, Veale dengan nama Rubella 9 . Di anak-anak, infeksi biasanya hanya menimbulkan sedikit keluhan atau tanpa gejala. Infeksi pada orang dewasa dapat menimbulkan keluhan demam, sakit kepala, lemas dan konjungtivitis. Tujuh puluh persen kasus infeksi rubella di orang dewasa menyebabkan terjadinya atralgi atau artritis. Jika infeksi virus rubella terjadi pada kehamilan, khususnya trimester pertama sering menyebabkan Congenital Rubella Syndrome (CRS). CRS mengakibatkan terjadinya abortus, bayi lahir mati, prematur dan cacat apabila bayi tetap hidup. 2 Kelainan prenatal akibat rubela pada kehamilan muda dilaporkan pertama kali oleh Gregg di Australia pada tahun 1941. Rubela pada kehamilan muda dapat mengakibatkan abortus, bayi lahir mati, dan menimbulkan kelainan kongenital yang berat pada janin. CRS merupakan gabungan beberapa keabnormalan fisik yang berkembang di bayi sebagai akibat infeksi virus rubella maternal yang berlanjut dalam fetus. Nama lain CRS ialah Fetal Rubella Syndrome. Cacat bawaan (Congenital defect) yang paling sering dijumpai ialah tuli sensoneural, kerusakan mata seperti katarak, gangguan kardiovaskular, dan retardasi mental 2 .

Upload: alnaj

Post on 08-Nov-2015

34 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

interna

TRANSCRIPT

INFEKSI RUBELLA PADA ANAKI. PENDAHULUAN

Rubella atau campak Jerman, pertama kali diperkenalkan oleh dua orang ilmuan asal Jerman pada pertengahan abad ke 18 yakni pada tahun 1752 dan 17581,9. Awalnya penyakit ini dinamakan Rothel namun istilah tersebut hingga tahun 1866 tidak dipakai lagi dan diganti oleh ilmuwan asal Scotlandia, Veale dengan nama Rubella9. Di anak-anak, infeksi biasanya hanya menimbulkan sedikit keluhan atau tanpa gejala. Infeksi pada orang dewasa dapat menimbulkan keluhan demam, sakit kepala, lemas dan konjungtivitis. Tujuh puluh persen kasus infeksi rubella di orang dewasa menyebabkan terjadinya atralgi atau artritis. Jika infeksi virus rubella terjadi pada kehamilan, khususnya trimester pertama sering menyebabkan Congenital Rubella Syndrome (CRS). CRS mengakibatkan terjadinya abortus, bayi lahir mati, prematur dan cacat apabila bayi tetap hidup.2

Kelainan prenatal akibat rubela pada kehamilan muda dilaporkan pertama kali oleh Gregg di Australia pada tahun 1941. Rubela pada kehamilan muda dapat mengakibatkan abortus, bayi lahir mati, dan menimbulkan kelainan kongenital yang berat pada janin. CRS merupakan gabungan beberapa keabnormalan fisik yang berkembang di bayi sebagai akibat infeksi virus rubella maternal yang berlanjut dalam fetus. Nama lain CRS ialah Fetal Rubella Syndrome. Cacat bawaan (Congenital defect) yang paling sering dijumpai ialah tuli sensoneural, kerusakan mata seperti katarak, gangguan kardiovaskular, dan retardasi mental2.BAB IITINJAUAN PUSTAKA

I. DEFINISI

Rubella (German measles) merupakan suatu penyakit virus yang umum pada anak dan dewasa muda, yang ditandai oleh suatu masa prodromal yang pendek, pembesaran kelenjar getah bening servikal, suboksipital dan postaurikular, disertai erupsi yang berlangsung 2-3 hari. Pada anak yang lebih besar dan orang dewasa sekali-kali terdapat infeksi berat disertai kelainan sendi dan purpura1.II. EPIDEMIOLOGI

Penyakit ini terdistribusi secara luas di dunia. Epidemik terjadi dengan interval 5-7 tahun (6-9 tahun), paling sering timbul pada musim semi dan terutama mengenai anak serta dewasa muda. Pada manusia virus ditularkan secara oral droplet dan melalui plasenta pada infeksi kongenital. Sebelum ada vaksinasi, angka kejadian paling tinggi terdapat pada anak usia 5-14 tahun. Dewasa ini kebanyakan kasus terjadi pada remaja dan dewasa muda8. Kelainan pada fetus mencapai 30% akibat infeksi rubela pada ibu hamil selama minggu pertama kehamilan. Risiko kelainan pada fetus tertinggi (50-60%) terjadi pada bulan pertama dan menurun menjadi 4-5% pada bulan keempat kehamilan ibu. Survei di Inggris (1970-1974) menunjukkan insidens infeksi fetus sebesar 53% dengan rubela klinis dan hanya 19% yang subklinis. Sekitar 85% bayi yang terinfeksi rubela kongenital mengalami defek2. Berdasarkan data dari WHO paling tidak 236 ribu kasus CRS terjadi setiap tahun di negara berkembang dan meningkat 10 kali lipat saat terjadi epidemi. Di Amerika Serikat tahun 19641965 dilaporkan terdapat 20.000 kasus CRS dengan gangguan pendengaran berjumlah 11.600, kebutaan 3.580 dan retardasi mental 1.800.1,2 Data terakhir pada tahun 1999 dilaporkan terdapat 9 kasus CRS dari 293.655.405 total penduduk pada saat itu.Untuk negara-negara di Asia Tenggara, kasus CRS tahun 1999 per jumlah penduduk dilaporkan sebagai berikut2:Timor timur : 0 dengan jumlah penduduk 1.019.252

Indonesia : 7 dengan jumlah penduduk 238.452.952

Laos : 0 dengan jumlah penduduk 6.068.117

Malaysia : 0 dengan jumlah penduduk 23.522.482

Philippines : 2 dengan jumlah penduduk 86.241.697

Singapore : 0 dengan jumlah penduduk 4.353.893

Thailand : 2 dengan jumlah penduduk 64.865.523

Vietnam : 2 dengan jumlah penduduk 82.662.800

III. ETIOLOGI

Penyakit Rubella disebabkan oleh virus Rubella. Virus rubella diasingkan pertamakali pada tahun 1962 oleh Parkman dan Weller.2 Rubella merupakan virus RNA yang termasuk dalam genus Rubivirus, famili Togaviridae, dengan jenis antigen tunggal yang tidak dapat bereaksi silang dengan sejumlah grup Togavirus lainnya. Virus rubella memiliki 3 protein struktural utama yaitu 2 glycoprotein envelope, E1 dan E2 dan 1 protein nukleokapsid. Secara morfologi, virus rubella berbentuk bulat (sferis) dengan diameter 6070 mm dan memiliki inti (core) nukleoprotein padat, dikelilingi oleh dua lapis lipid yang mengandung glycoprotein E1 dan E2. Virus rubella dapat dihancurkan oleh proteinase, pelarut lemak, formalin, sinar ultraviolet, PH rendah, panas dan amantadine tetapi nisbi (relatif) rentan terhadap pembekuan, pencairan atau sonikasi2.

Virus Rubella(VR) terdiri atas dua subunit struktur besar, satu berkaitan dengan envelope virus dan yang lainnya berkaitan dengan nucleoprotein core2.I. Isolasi dan identifikasi

Meskipun Virus rubella dapat dibiakkan dalam berbagai biakan (kultur) sel, infeksi virus ini secara rutin didiagnosis melalui metode serologis yang cepat dan praktis. Berbagai jenis jaringan, khususnya ginjal kera paling baik digunakan untuk mengasingkan virus, karena dapat menghasilkan paras (level) virus yang lebih tinggi dan secara umum lebih baik untukmenghasilkan antigen. Pertumbuhan virus tidak dapat dilakukan pada telur, tikus dan kelinci dewasa2.

II. AntigenicityVirus rubella memiliki sebuah hemaglutinin yang berkaitan dengan pembungkus virus dan dapat bereaksi dengan sel darah merah anak ayam yang baru lahir, kambing, dan burung merpati pada suhu 4 oC dan 25 oC dan bukan pada suhu 37 oC. Baik sel darah merah maupun serum penderita yang terinfeksi virus rubella memiliki sebuah non-spesifik b-lipoprotein inhibitor terhadap hemaglutinasi. Aktivitas komplemen berhubungan secara primer dengan envelope, meskipun beberapa aktivitas juga berhubungan dengan nukleoprotein core. Baik hemaglutinasi maupun antigen complement-fixing dapat ditemukan (deteksi) melalui pemeriksaan serologis2.III. Replikasi virus

Virus rubella mengalami replikasi di dalam sel inang. Siklus replikasi yang umum terjadi dalam proses yang bertingkat terdiri dari tahapan: 1 perlekatan, 2 pengasukan (penetrasi), 3 diawasalut (uncoating), 4 biosintesis, 5 pematangan dan pelepasan. Meskipun ini merupakan siklus yang umum, tetapi akan terjadi beberapa ragam siklus dan bergantung pada jenis asam nukleat virus.Tahap perlekatan terjadi ketika permukaan virion, atau partikel virus terikat di penerima (reseptor) sel inang. Perlekatan reversible virion dalam beberapa hal, agar harus terjadi infeksi, dan pengasukan virus ke dalam sel inang. Proses ini melibatkan beberapa mekanisme, yaitu: 1 penggabungan envelope virus dengan membrane sel inang (host), 2 pengasukan langsung ke dalam membrane, 3 interaksi dengan tempat penerima membrane sel, 4 viropexis atau fagositosis2.

Setelah memasuki sel inang, asam nukleat virus harus sudah terlepas dari pembungkusnya, (uncoating) atau terlepas dari kapsulnya. Proses mengawasalut (uncoating) ini terjadi di permukaan sel dalam virus. Secara umum, ini merupakan proses enzimatis yang menggunakan prakeberadaan (pre-existing) ensim lisosomal atau melibatkan pembentukan ensim yang baru. Setelah proses pengawasalutan (uncoating), maka biosintesis asam nukleat dan beberapa protein virus merupakan hal yang sangat penting. Sintesis virus terjadi baik di dalam inti maupun di dalam sitoplasma sel inang, bergantung dari jenis asam nukleat virus dan kelompok virus. Pada virus RNA, seperti Virus Rubella, sintesis ini terjadi di dalam sitoplasma, sedangkan pada kebanyakan virus DNA, asam nukleat virus bereplikasi di inti sel inang sedangkan protein virus mengalami replikasi pada sitoplasma. Tahap terakhir replikasi virus yaitu proses pematangan partikel virus. Partikel yang telah matang ini kemudian dilepaskan dengan bertunas melalui membrane sel atau melalui lisis sel2.IV. PATOGENESISI. Patogenesis Pada Anak dan Dewasa

Virus rubella ditransmisikan melalui pernapasan dan mengalami replikasi di nasofaring dan di daerah kelenjar getah bening.Masa inkubasi virus rubella berkisar antara 1421 hari.Penularan terjadi melalui droplet, dari nasofaring atau rute pernafasan. Selanjutnya virus rubela memasuki aliran darah.Viremia terjadi antara hari ke-5 sampai hari ke-7 setelah terpajan virus rubella. Viremia mencapai puncaknya tepat sebelum timbul erupsi di kulit.Namun terjadinya erupsi di kulit belum diketahui patogenesisnya. Di nasofaring virus tetap ada sampai 6 hari setelah timbulnya erupsi dan kadang-kadang lebih lama.Masa penularan 1 minggu sebelum dan empat (4) hari setelah permulaan (onset) ruam (rash). Pada episode ini, Virus rubella sangat menular.Dalam ruangan tertutup, virus rubella dapat menular ke setiap orang yang berada di ruangan yang sama dengan penderita1. Selain dari darah dan sekret nasofaring, virus rubela telah diisolasi dari kelenjar getah bening, urin, cairan serebrospinal, ASI, cairan sinovial dan paru. Penularan dapat terjadi biasanya dari 7 hari sebelum hingga 5 hari sesudah timbulnya erupsi. Daya tular tertinggi terjadi pada akhir masa inkubasi, kemudian menurun dengan cepat, dan berlangsung hingga menghilangnya erupsi1,3,8.II. Patogenesis Sindrom Rubella KongenitalInfeksi transplasenta janin dalam kandungan terjadi saat viremia berlangsung. Infeksi rubella menyebabkan kerusakan janin karena proses pembelahan terhambat. Dalam rembihan (secret) tekak (faring) dan air kemih (urin) bayi dengan CRS, terdapat virus rubella dalam jumlah banyak yang dapat menginfeksi bila bersentuhan langsung. Virus dalam tubuh bayi dengan CRS dapat bertahan hingga beberapa bulan atau kurang dari 1 tahun setelah kelahiran2.

Kerusakan janin disebabkan oleh berbagai faktor, misalnya oleh kerusakan sel akibat virus rubella dan akibat pembelahan sel oleh virus. Infeksi plasenta terjadi selama viremia ibu, menyebabkan daerah (area) nekrosis yang tersebar secara fokal di epitel vili korealis dan sel endotel kapiler. Sel ini mengalami deskuamasi ke dalam lumen pembuluh darah, menunjukkan (indikasikan) bahwa virus rubella dialihkan (transfer) ke dalam peredaran (sirkulasi) janin sebagai emboli sel endotel yang terinfeksi. Hal ini selanjutnya mengakibatkan infeksi dan kerusakan organ janin. Selama kehamilan muda mekanisme pertahanan janin belum matang dan gambaran khas embriopati pada awal kehamilan adalah terjadinya nekrosis seluler tanpa disertai tanda peradangan2.

Sel yang terinfeksi virus rubella memiliki umur yang pendek. Organ janin dan bayi yang terinfeksi memiliki jumlah sel yang lebih rendah daripada bayi yang sehat. Virus rubella juga dapat memacu terjadinya kerusakan dengan cara apoptosis. Jika infeksi maternal terjadi setelah trimester pertama kehamilan, kekerapan (frekuensi) dan beratnya derajat kerusakan janin menurun secara tiba-tiba (drastis). Perbedaan ini terjadi karena janin terlindung oleh perkembangan melaju (progresif) tanggap (respon) imun janin, baik yang bersifat humoral maupun seluler, dan adanya antibodi maternal yang dialihkan (transfer) secara pasif2.V. MANIFESTASI KLINISInfeksi bersifat akut yang ditandai oleh adanya ruam makulopapular,suhu tubuh > 990C(> 37,2 oC), Atrhalgia/artrhitis, limfadenopati, konjungtivitis.Infeksi virus rubella berbahaya apabila infeksi terjadi pada awal kehamilan. Virus dapat berdampak di semua organ dan menyebabkan berbagai kelainan bawaan. Janin yang terinfeksi rubella berisiko besar meninggal dalam kandungan, lahir prematur, abortus sertamerta (spontan) dan mengalami malabentuk (malformasi) sistem organ. Berat ringannya infeksi virus rubella di janin bergantung pada lama umur kehamilan saat infeksi terjadi. Apabila infeksi terjadi pada trimester I kehamilan, maka 8090% akan menimbulkan kerusakan janin. Risiko infeksi akan menurun 1020% apabila infeksi terjadi pada trimester II kehamilan7.Masa inkubasiMasa inkubasi berkisar 14 21 hari. Dalam beberapa laporan lain waktu inkubasi minimum 12 hari dan maksimum 17 sampai 21 hari3.Masa prodromalPada anak biasanya erupsi timbul tanpa keluhan sebelumnya; jarang disertai gejala dan tanda masa prodromal. Namun pada remaja dan dewasa muda masa prodromal berlangsung 1-5 hari dan terdiri dari demam ringan, sakit kepala, nyeri tenggorok, kemerahan pada konjungtiva, rinitis, batuk dan limfadenopati. Gejala ini segera menghilang pada waktu erupsi timbul. Gejala dan tanda prodromal biasanya mendahului 1-5 hari erupsi di kulit. Pada beberapa penderita dewasa gejala dan tanda tersebut dapat menetap lebih lama dan bersifat lebih berat. Pada 20% penderita selama masa prodromal atau hari pertama erupsi timbul suatu enantema, tanda Forschheimer, yaitu makula atau petekiia pada palatum molle. Pembesaran kelenjar limfe bisa timbul 5-7 hari sebelum timbul eksantema, khas mengenai kelenjar suboksipital, postaurikular dan servikal dan disertai nyeri tekan3.

Masa eksantemaSeperti pada rubeola, eksantema mulai retro-aurikular atau pada muka dan dengan cepat meluas secara kraniokaudal ke bagian lain dari tubuh. Mula-mula berupa makula yang berbatas tegas dan kadang-kadang dengan cepat meluas dan menyatu, memberikan bentuk morbiliform. Pada hari kedua eksantem di muka menghilang, diikuti hari ke-3 di tubuh dan hari ke-4 di anggota gerak. Pada 40% kasus infeksi rubela terjadi tanpa eksantema. Meskipun sangat jarang, dapat terjadi deskuamasi posteksantematik3.

Limfadenopati merupakan suatu gejala klinis yang penting pada rubela. Biasanya pembengkakan kelenjar getah bening itu berlangsung selama 5-8 hari.Pada penyakit rubela yang tidak mengalami penyulit sebagian besar penderita sudah dapat bekerja seperti biasa pada hari ke-3. sebagian kecil penderita masih terganggu dengan nyeri kepala, sakit mata, rasa gatal selama 7-10 hari3.VI. DIAGNOSIS

Diagnosis klinis sering kali sukar dibuat untuk seorang penderita oleh karena tidak ada tanda atau gejala yang patognomik untuk rubela. Banyak penyakit yang dapat menimbulkan manifestasi klinis berupa maculopapular rash disertai demam. Diagnosis banding untuk penyakit ini antara lain campak, demam dengue, parvovirus B19, human herpesvirus 6, Coxsackie, Echo, Ross River, Chikungunya, entero, dan adenoviruses, serta Streptococcus group A (beta haemolytic). Lebih lengkapnya pada tabel berikut 5:

Seperti dengan penyakit eksantema lainnya, diagnosis dapat dibuat dengan anamnesis yang cermat. Rubela merupakan penyakit yang epidemik sehingga bila diselidiki dengan cermat, dapat ditemukan kasus kontak atau kasus lain di dalam lingkungan penderita.sifat demam dapat membantu dalam menegakkan diagnosis, oleh karena demam pada rubela jarang sekali di atas 38,5C. Diangosa klinis rubella kadang tidak akurat. Konfirmasi laboratorium hanya bisa dipercaya untuk infeksi akut. Infeksi rubella dapat dipastikan dengan adanya peningkatan signifikan titer antibodi fase akut dan konvalesens dengan tes ELISA, HAI, pasif HA atau tes LA, atau dengan adanya IgM spesifik rubella yang mengindikasikan infeksi rubella sedang terjadi2.Pemeriksaan antibodi IgM spesifik ditunjukkan untuk setiap neonatus dengan berat badan lahir rendah yang juga memiliki gejala klinis rubella bawaan. Adanya IgM di bayi tersebut menandakan bahwa ia telah terinfeksi secara bawaan, karena antibodi ini tidak dapat melalui perbatasan (barier) plasenta. Antibodi IgG spesifik rubella mungkin dapat dihasilkan oleh bayi secara in vitro. Masuknya IgG maternal melalui perintangan (barier) plasenta, menyebabkan sulitnya membedakan antara antibodi yang dialihkan (transfer) secara pasif dan antibodi spesifik yang dihasilkan sendiri oleh bayi. IgG spesifik rubella yang kanjang (persisten) hingga berumur 612 bulan. Hal itu menandakan bahwa antibodi tersebut dihasilkan oleh bayi dan menandakan adanya infeksi bawaan2.I. Pemeriksaan LaboratoriumPemeriksaan laboratorik dikerjakan untuk menetapkan diagnosis infeksi virus rubella dan untuk penapisan keadaan (status) imunologis. Karena pengasingan (prosedur isolasi) virus sangat lama dan mahal serta tanggap (respon) antibodi inang sangat cepat dan spesifik maka pemeriksaan serologis lebih sering dilakukan.Bahan pemeriksaan untuk menentukan adanya infeksi virus rubella dapat diambil dari hapusan (swab) tenggorok, darah, air kemih dan lain-lain. Berikut tabel yang memuat jenis pemeriksaan dan spesimen yang digunakan untuk menentukan infeksi virus rubella. Secara garis besar, pemeriksaan laboratorik untuk menentukan infeksi virus rubella dibagi menjadi 3 yaitu:1. Isolasi virus

Virus rubella dapat diasingkan (isolasi) dari sekret hidung, darah, hapusan tenggorok, air kemih, dan cairan serebrospinalis penderita rubella dan CRS. Virus juga dapat diasingkan dari tekak (faring) 1 minggu sebelum dan hingga 2 minggu setelah munculnya ruam. Meskipun metode pengasingan ini merupakan diagnosis pasti untuk menentukan infeksi rubella, metode ini jarang dilakukan karena tatalangkah (prosedur) pemeriksaan yang rumit. Hal ini menyebabkan metode pengasingan virus bukan sebagai metode diagnostik rutin.1 Untuk pengasingan secara pratama (primer) spesimen klinis, sering menggunakan perbenihan (kultur) sel yaitu Vero; African green monkey kidney (AGMK) atau dengan RK-13. Virus rubella dapat ditemui dengan adanya Cytophatic effects (CPE).2. Pemeriksaan serologi

Pemeriksaan serologis digunakan untuk mendiagnosis infeksi virus rubella bawaan dan pascanatal (sering dikerjakan di anak-anak dan orang dewasa muda) dan untuk menentukan keadaan (status) imunologik terhadap rubella. Metode yang tersedia antara lain:a) Hemaglutinasi pasif, b) Uji hemolisis radial, c) Uji aglutinasi lateks, d) Uji inhibisi hemaglutinasi, e) Imunoasai fluoresens, f) Imunoasai enzim2.

Metode pemeriksaan serologi yang digunakan pada laboratorium publik hampir sama dengan pemeriksaan serologi pada campak.. Pemeriksaan yang paling umum adalah pemeriksaan IgM pada kasus curiga infeksi rubella kongenital. Hasil pemeriksaan dengan IgM positif pada pemeriksaan serologi menandakan adanya infeksi rubella akut. Deteksi untuk antibodi IgG juga dapat digunakan untuk mendeteksi serangan akut rubella. Antibodi ini juga digunakan untuk mengetahui adanya paparan virus rubella setelah vaksinasi6,10. Pemeriksaan terhadap wanita hamil yang pernah bersentuhan dengan penderita rubella, memerlukan upaya diagnosis serologis secara tepat dan teliti (akurat). Jika penderita memperlihatkan gejala klinis yang semakin memberat, maka harus segera dikerjakan pemeriksaan imunoasai enzim terhadap serum penderita untuk menetukan adanya IgM spesifik-rubella, yang dapat dipastikan (konfirmasi) dengan memeriksa dengan cara yang sama setelah 5 hari kemudian. Penderita tanpa gejala klinis tetapi terdiagnosis secara serologis merupakan sebuah masalah khusus. Mereka mungkin sedang mengalami infeksi pratama (primer) atau re-infeksi karena telah mendapatkan vaksinasi dan memiliki antibodi. Pengukuran kadar IgG rubella dengan imunoasai enzim juga dapat membantu membedakan infeksi pratama (primer) dan re-infeksi2.Pemeriksaan serologis pada kasus yang dicurigai menderita CRS memerlukan tiga pendekatan. Pendekatan pertama untuk mengetahui adanya antibodi IgM spesifik-rubella pada serum bayi. Pendekatan kedua dengan melakukan titrasi serial antibodi serum selama 6 bulan pertama kehidupannya. Kadar titer yang tetap atau meningkat selama pemeriksaan ini menunjukkan bahwa telah terjadi infeksi rubella bawaan. Pendekatan ketiga adalah dengan melakukan immunoblotting dan imunoasai enzim peptide serum yang dikumpulkan selama masa neonatus untuk mencari adanya penurunan pita protein E1 dan E22.Secara spesifik, ada 5 tujuan pemeriksaan serologis rubella, yaitu:a) membantu menetapkan diagnosis rubella bawaan. Dalam hal ini dilakukan imunoasai IgM terhadap rubella, b) membantu menetapkan diagnosis rubella akut pada penderita yang dicurigai. Untuk itu perlu dilakukan imunoasai IgM terhadap penderita, c) memeriksa ibu dengan anamnesis ruam rubellaform di masa lalu, sebelum dan pada awal kehamilan. Sebab ruam kulit semacam ini, dapat disebabkan oleh berbagai macam virus yang lain, d) memantau ibu hamil yang dicurigai terinfeksi rubella selama kehamilan sebab seringkali ibu tersebut pada awal kehamilannya terpajan virus rubella (misalnya di BKIA dan Puskesmas), e) mengetahui derajat imunitas seseorang pascavaksinasi. Adanya antibodi IgG rubella dalam serum penderita menunjukkan bahwa penderita tersebut pernah terinfeksi virus dan mungkin memiliki kekebalan terhadap virus rubella. Penafsiran hasil IgM dan IgG ELISA untuk rubella sebagai uji saring untuk kehamilan adalah sebagai berikut:sebelum kehamilan, bila positif ada perlindungan (proteksi) dan bila negatif berarti tidak diberikan, kehamilan muda (trimester pertama)2.

3. Pemeriksaan RNA virusJenis pemeriksaan yang bisa dilakukan untuk mengenali RNA virus rubella antara lain: a) Polymerase Chain Reaction (PCR): PCR merupakan teknik yang paling umum digunakan untuk menemukan RNA virus. Di Inggris (United Kingdom), PCR digunakan sebagai metode penilaian (evaluasi) rutin untuk menemukan virus rubella dalam spesimen klinis. Penemuan RNA rubella dalam cairan amnion menggunakan RT-PCR mempunyai kepekaan (sensitivitas) 87100%. Amniosintesis seharusnys dilakukan kurang dari 8 minggu setelah permulaan (onset) infeksi dan setelah 15 minggu penghamilan (konsepsi). Uji RT-PCR menggunakan sampel air ludah merupakan pilihan (alternatif) pengganti serum yang sering digunakan untuk kepentingan pengawasan (surveillance).7 b) Reverse Transcription-Loop-Mediated Isothermal Amplification (RT-LAMP), RT-LAMP adalah salah satu jenis pemeriksaan untuk mengenali RNA virus rubella. Dalam sebuah penelitian yang membandingkan sensitivitas antara pemeriksaan RT-LAMP, RT-PCR dan isolasi virus yang dilakukan di Jepang, ternyata didapatkan hasil 77,8% untuk RT-LAMP, 66,7% untuk RT-PCR dan 33,3% untuk isolasi virus. Pemeriksaan RT-LAMP mirip dengan pemeriksaan RT-PCR tetapi hasil pemeriksaan di RT-LAMP dapat diketahui dengan melihat tingkat kekeruhan (turbidity) setelah dilakukan pemeraman (inkubasi) di alat turbidimeter. Berikut salah satu jenis hasil pemeriksaan menggunakan RT-LAMP dan RT-PCR2,4.

VII. TATA LAKSANAJika tidak terjadi komplikasi bakteri, pengobatan adalah simtomatis. Adamantanamin hidrokhlorida (amantadin) telah dilaporkan efektif in vitro dalam menghambat stadium awal infeksi rubella pada sel yang dibiakkan. Upaya untuk mengobati anak yang sedang menderita rubela kongenital dengan obat ini tidak berhasil. Karena amantadin tidak dianjurkan pada wanita hamil, penggunaannya amat terbatas. Interferon dan isoprinosin telah digunakan dengan hasil yang terbatas3.VIII. KOMPLIKASIKomplikasi relatif tidak lazim pada anak. Neuritis dan artritis kadang-kadang terjadi. Resistensi terhadap infeksi bakteri sekunder tidak berubah. Ensefalitis serupa dengan ensefalitis yang ditemukan pada rubeola yang terjadi pada sekitar 1/6.000 kasus. Kebanyakan anak-anak mengalami penyembuhan total. Anak laki-laki atau pria dewasa kadang mengalami nyeri pada testis (buah zakar) yang bersifat sementara. Sepertiga wanita mengalami nyeri sendi atau artritis. Pada wanita hamil, campak jerman bisa menyebabkan keguguran, kematian bayi dalan kandungan ataupun keguguran. Kadang terjadi infeksi telinga (otitis media)1.IX. PENCEGAHAN

Pada orang yang rentan, proteksi pasif dari atau pelemahan penyakit dapat diberikan secara bervariasi dengan injeksi intramuskuler globulin imun serum (GIS) yang diberikan dengan dosis besar (0,25 0,50 mL/kg atau 0,12-0,20 mL/lb) dalam 7-8 hari pasca pemajanan. Efektivitas globulin imun tidak dapat diramalkan. Tampaknya tergantung pada kadar antibodi produk yang digunakan dan pada faktor yang belum diketahui. Manfaat GIS telah dipertanyakan karena pada beberapa keadaan ruam dicegah dan manifestasi klinis tidak ada atau minimal walaupun virus hidup dapat diperagakan dalam darah. Bentuk pencegahan ini tidak terindikasI, kecuali pada wanita hamil nonimun3.

Sejak tahun 1979 vaksin virus hidup RA 27/3 (fibroblas paru embrional manusia deretan WI-38) telah digunakan hanya pada imunisasi aktif terhadap rubella di Amerika Serikat. Vaksin RA 27/3 mempunyai banyak manfaat melebihi vaksin rubela lain yang dahulu digunakan karena ia menghasilkan antibodi nasofaring dan berbagai variasi antibodi serum, memberikan proteksi yang lebih baik terhadap reinfeksi, dan sangat lebih menyerupai proteksi yang diberikan oleh infeksi alamiah. Vaksin sensitif terhadap panas dan cahaya; karenanya vaksin harus disimpan dalam lemari es pada suhu 4 dan digunakan sesegera vaksin ini dilarutkan kembali. Vaksin diberikan sebagai satu injeksi subkutan. Antibodi berkembang pada sekitar 98% dari mereka yang divaksinasi. Walaupun mungkin virus menetap, terutama pada nasofaring, dan pelepasan terjadi dari 18-25 hari sesudah vaksinasi, penularan nampaknya tidak merupakan masalah3.

Lama persistensi antibodi rubela pasca vaksinasi dengan RA 27/3 tidak tentu tetapi mungkin seumur hidup. Cara-cara pencegahan adalah paling penting untuk perlindungan janin. Vaksinasi ini terutama penting sehingga wanita mempunyai imunitas terhadap rubela sebelum mencapai usia subur, dengan penularan penyakit alamiah atau dengan imunisasi aktif. Status imun dapat dievaluasi dengan uji serologis yang tepat. Program vaksinasi rubela di Amerika Serikat mengharuskan untuk imunisasi semua laki-laki dan wanita umur 12 dan 15 bulan serta pubertas dan wanita pasca pubertas tidak hamil. Imunisasi adalah efektif pada umur 12 bulan tetapi mungkin tertunda sampai 15 bulan dan diberikan sebagai vaksin campak-parotitis-rubela (measles-mumps-rubela /MMR). Imunisasi rubela harus diberikan pada wanita pasca pubertas yang kemungkinan rentan pada setiap kunjungan perawatan kesehatan. Untuk wanita yang mengatakan bahwa mereka mungkin hamil imunisasi harus ditunda. Uji kehamilan tidak secara rutin diperlukan, tetapi harus diberikan nasehat mengenai sebaiknya menghindari kehamilan selama 3 bulan sesudah imunisasi. Kebijakan imunisasi sekarang telah berhasil memecahkan siklus epidemi rubela yang basa di Amerika Serikat dan menurunkan insiden sindrom rubella kongenital yang dilaporkanpada hanya 20 kasus pada tahun 1994. Namun imunisasi ini tidak mengakibatkan penurunan persentase wanita usia subur yang rentan terhadap rubella. Semua orang rentan terhadap infeksi virus rubella setelah kekebalan pasif yang didapat melalui plasenta dari ibu hilang. Imunitas aktif didapat melalui infeksi alami atau setelah mendapat imunisasi; kekebalan yang didapat biasanya permanent sesudah infeksi alami dan sesudah imunisasi diperkirakan kekebalan juga akan berlangsung lama, bisa seumur hidup, namun hal ini tergantung juga pada tingkat endemisitas. Di AS, sekitar 10% dari penduduk tetap rentan. Bayi yang lahir dari ibu yang imun biasanya terlindungi selama 6-9 bulan,tergantung dari kadar antibodi ibu yang didapat secara pasif melalui plasenta3.DAFTAR PUSTAKA

1. Banatvala JE, Brown DWG. Rubella. The Lancet; Vol : 363: 112737. 20042. Kadek,S. Darmadi. Gejala Rubela Bawaan (Kongenital) Berdasarkan Pemeriksaan Serologis Dan RNA Virus. Indonesian Journal of Clinical Pathology and Medical Laboratory, Vol. 13, No. 2, Maret 2007: 63-713. Behrman, Richard E., Robert M. Kliegman, Ann M., Arvin. Rubella. Ilmu Kesehatan Anak Nelson, Vol 2. hal 1072 2075. Jakarta, EGC.20004. Mori N, Motegi Y, Shimamura Y, Ezaki T, Natsumeda T, Yonekawa T, Ota Y, Notomi T, Nakayama T. Development of a New Method for Diagnosis of Rubella Virus Infection by Reverse Transcription-Loop-Mediated Isothermal Amplification. Journal of Clinical Microbiology, 2006: 326873.5. Cutts F, Best J, Siqueira MM, Engstrom K, Robertson, Susan E. Guidelines for Surveilance of Congenital Rubella Syndrome and Rubella. Field test version. Department of Vaccines and Biologicals. Geneva, WHO, 1999.6. National Center for Immunization and Respiratory Diseases Division of Viral Diseases . Documentation and Verification of Measles, Rubella and Congenital Rubella Syndrome Elimination in the Region of the Americas. CDC Report : March, 2012.7. Gnansia ER. Congenital Rubella Syndrome.Orphanet Encyclopedia. 20048. Soedarmo, Soemarmo S. Poorwo, et al. Rubella. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis Edisi 2. Hal 122 -127. Badan Penerbit IDAI : Jakarta. 20089. Duszak, Robert S. Congenital Rubella Syndrome Mayor Review. Optometry 80, 36-43. 2009.

10.Tipples, Graham A. Rubella Diagnostic Issue In Canada. The Journal of Infectious Diseases;204:S659S663. 2011