promkes rubella

31
LAPORAN USAHA KESEHATAN MASYARAKAT (UKM) F.1. PROMOSI KESEHATAN RUBELLA Disusun Oleh:

Upload: donnyaw

Post on 16-Nov-2015

262 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

Internship

TRANSCRIPT

LAPORAN USAHA KESEHATAN MASYARAKAT (UKM)

F.1. PROMOSI KESEHATAN

RUBELLA

Disusun Oleh:

dr. Donny Austine Wibisono

DOKTER INTERNSHIP ANGKATAN XIII

PERIODE 16 DESEMBER 2014 15 APRIL 2015

PUSKESMAS DHARMA RINI KABUPATEN TEMANGGUNG1.1 Latar BelakangRubella atau Campak Jerman merupakan penyakit anak menular yang lazim biasanya ditandai dengan gejala gejala utama ringan, ruam serupa dengan campak (rubeola) ringan atau demam skarlet, dan pembesaran serta riveri limfonodi pascaoksipital, retroaurikuler, dan servikalis posterior. Campak Jerman atau rubela ini biasanya hanya menyerang anak-anak sampai usia belasan tahun. Tapi, bila penyakit ini menyerang anak yang lebih tua dan dewasa, terutarna wanita dewasa, infeksi kadang kadang dapat berat, dengan manifestasi keterlibatan sendi dan purpura. Dan bila bila penyakit ini menyerang ibu yang sedang mengandung dalam tiga bulan pertama, bisa menyebabkan cacat bayi waktu dilahirkan. Rubella pada awal kehamilan dapat menyebabkan anomali kongenital berat. Sindrom rubella kongenital adalah penyakit menular aktif dengan keterlibatan multisistem, spektrum ekspresi klinis luas, dan periode infeksi aktif pascalahir dengan pelepasan virus yang lama.Rubella menjadi penting karena penyakit ini dapat menimbulkan kecacatan pada janin. Sindroma rubella congenital (Congenital Rubella Syndrome, CRS) terjadi pada 90% bayi yang dilahirkan oleh wanita yang terinfeksi rubella selama trimester pertama kehamilan; risiko kecacatan congenital ini menurun hingga kira-kira 10-20% pada minggu ke-16 dan lebih jarang terjadi bila ibu terkena infeksi pada usia kehamilan 20 minggu. Infeksi janin pada usia lebih muda mempunyai risiko kematian di dalam rahim, abortus spontan dan kecacatan congenital dari sistem organ tubuh utama. Cacat yang terjadi bisa satu atau kombinasi dari jenis kecacatan berikut seperti tuli, katarak, mikroftalmia, glaucoma congenital, mikrosefali, meningoensefalitis, keterbelakangan mental, patent ductus arteriosus, defek septum atrium atau ventrikel jantung, purpura, hepatosplenomegali, icterus dan penyakit tulang radiolusen. Penyakit CRS yang sedang dan berat biasanya sudah dapat diketahui ketika bayi baru lahir; sedangkan kasus ringan yang mengganggu organ jantung atau tuli sebagian, bisa saja tidak terdeteksi beberapa bulan bahkan hingga beberapa tahun setelah bayi baru lahir. Diabetes mellitus dengan ketergantungan insulin diketahui sebagai manifestasi lambat dari CRS. Malformasi congenital dan bahkan kematian janin bisa terjadi pada ibu yang menderita rubella tanpa gejala.Penyakit ini terdistribusi secara luas di dunia. Epidemik terjadi dengan interval 5-7 tahun (6-9 tahun), paling sering timbul pada musim semi dan terutama mengenai anak serta dewasa muda. Pada manusia virus ditularkan secara oral droplet dan melalui plasenta pada infeksi kongenital. Sebelum ada vaksinasi, angka kejadian paling tinggi terdapat pada anak usia 5-14 tahun. Dewasa ini kebanyakan kasus terjadi pada remaja dan dewasa muda.

Kelainan pada fetus mencapai 30% akibat infeksi rubela pada ibu hamil selama minggu pertama kehamilan. Risiko kelainan pada fetus tertinggi (50-60%) terjadi pada bulan pertama dan menurun menjadi 4-5% pada bulan keempat kehamilan ibu. Survei di Inggris (1970-1974) menunjukkan insidens infeksi fetus sebesar 53% dengan rubela klinis dan hanya 19% yang subklinis. Sekitar 85% bayi yang terinfeksi rubela kongenital mengalami defek.

Anak laki laki dan wanita sama sama terkena. Pada populasi yang rapat seperti institusi dan Asrama tentara, hampir 100% dari individu yang rentan dapat terinfeksi. Pada keLompok keluarga penyebaran virus kurang: 50-60% anggota keluarga yang rentan mendapat penyakit. Banyak infeksi yang subklinis, dengan rasio 2:1 antara penyakit yang tidak tampak dengan penyakit yang tarnpak. Rubella biasanya terjadi selama musim semi.

Pemeriksaan serologis sebelum penggunaan vaksin rubella rnenunjukkan bahwa sekitar 80% populasi dewasa di Amerika Serikat dan benua lain mempunyai antibodi terhadap rubella. Di populasi pulau, seperti populasi Trinidad dan Hawaii, hanya 20% dari orang dewasa yang diperiksa dapat dideteksi antibodi.

Ketika wabah rubella merebak di Amerika Serikat pada tahun 1967-1965, lebih 20,000 bayi telah dilahirkan cacat. Wabah Rubela juga dikatakan menyebabkan sekurang-kurangnya 10,000 kasus keguguran dan bayi yang lahir mati saat dilahirkan. Diperkirakan 25 % bayi yang terinfeksi rubela pada tiga bulan pertama usia kandungan dilahirkan dengan satu jenis atau lebih kecacatan.

Pada tahun 1989 1990 sejumlah kasus rubella menyerang lebih banyak pada anak remaja di atas umur 15 tahun dan dewasa diperkirakan karena kegagalan vaksinasi pada setiap individu. Resiko terserang rubella kembali menurun untuk semua umur dan dilaporkan kasus di Amerka Serikat pada tahun 1999 sebanyak 267.

2.1 Definisi

Campak Jerman (Rubella, Campak 3 hari) adalah suatu infeksi virus menular, yang menimbulkan gejala yang ringan (misalnya nyeri sendi dan ruam kulit). Berbeda dengan campak, rubella tidak terlalu menular dan jarang menyerang anak-anak. Jika menyerang wanita hamil (terutama pada saat kehamilan berusia 8-10 minggu), bisa menyebabkan keguguran, kematian bayi dalam kandungan atau kelainan bawaan pada bayi.

2.2 Etiologi

Rubella disebabkan oleh suatu RNA virus, genus Rubivirus, famili Togaviridae. Virus dapat diisolasi dari biakan jaringan penderita. Secara fisiko-kimiawi virus ini sama dengan anggota virus lain dari famili tersebut, tetapi virus rubela secara serologik berbeda. Pada waktu terdapat gejala klinis virus ditemukan pada sekret nasofaring, darah, feses dan urin. Virus rubela tidak mempunyai pejamu golongan intervetebrata dan manusia merupakan satu-satunya pejamu golongan vertebrata. Cara Penularannya melalui kontak dengan sekret nasofaring dari orang terinfeksi. Infeksi terjadi melalui droplet atau kontak langsung dengan penderita. Pada lingkungan tertutup seperti di asrama calon prajurit, semua orang yang rentan dan terpajan bisa terinfeksi. Bayi dengan CRS mengandung virus pada sekret nasofaring dan urin mereka dalam jumlah besar, sehingga menjadi sumber infeksi. Penyebab rubella atau campak Jerman adalah virus rubella. Meski virus penyebabnya berbeda, namun rubella dan campak (rubeola) mempunyai beberapa persamaan. Rubella dan campak merupakan infeksi yang menyebabkan kemerahan pada kulit pada penderitanya. Perbedaannya, rubella atau campak Jerman tidak terlalu menular dibandingkan campak yang cepat sekali penularannya. Penularan rubella dari penderitanya ke orang lain terjadi melalui percikan ludah ketika batuk, bersin dan udara yang terkontaminasi. Virus ini cepat menular, penularan dapat terjadi sepekan (1 minggu) sebelum timbul bintik-bintik merah pada kulit si penderita, sampai lebih kurang sepekan setelah bintik tersebut menghilang. Namun bila seseorang tertular, gejala penyakit tidak langsung tampak. Gejala baru timbul kira-kira 14 21 hari kemudian. Selain itu, campak lebih lama proses penyembuhannya sementara rubella hanya 3 hari, karena itu pula rubella sering disebut campak 3 hari.

2.3 Patofisiologi

Penularan terjadi melalui droplet, dari nasofaring atau rute pernafasan. Selanjutnya virus rubela memasuki aliran darah. Namun terjadinya erupsi di kulit belum diketahui patogenesisnya. Viremia mencapai puncaknya tepat sebelum timbul erupsi di kulit. Di nasofaring virus tetap ada sampai 6 hari setelah timbulnya erupsi dan kadang-kadang lebih lama. Selain dari darah dan sekret nasofaring, virus rubela telah diisolasi dari kelenjar getah bening, urin, cairan serebrospinal, ASI, cairan sinovial dan paru. Penularan dapat terjadi biasanya dari 7 hari sebelum hingga 5 hari sesudah timbulnya erupsi. Daya tular tertinggi terjadi pada akhir masa inkubasi, kemudian menurun dengan cepat, dan berlangsung hingga menghilangnya erupsi. Ruam nampak akibat titer serum antibody meningkat dan mempengaruhi antigen-antibodi dan berinteraksi di kulit. Virus telah dapat ditemukan diseluruh kulit baik yang terlibat maupun yang tidak selama masa infeksi, dan penyebarannya karena factor lain yang mungkin berperan dalam patogenesis eksantem. Antibody HAI mencapai puncaknya pada hari 12 14 setelah timbulnya ruam dan akan kembali stabil setelah kira-kira 2 minggu kemudian. Virus rubella mempunya 3 polipeptida mayor yang mencakup 1 kapsid protein dan 2 amplop glikoprotein E1 dan E2. Antibodi anti-E1 mungkin memegang peranan utama dalam respon serologik.2.4 Manifestasi Klinis

Keluhan yang dirasakan biasanya lebih ringan dari penyakit campak. Bercak-bercak mungkin juga akan timbul tapi warnanya lebih muda dari campak biasa. Biasanya, bercak timbul pertama kali di muka dan leher, berupa titik-titik kecil berwarna merah muda. Dalam waktu 24 jam, bercak tersebut menyebar ke badan, lengan, tungkai, dan warnanya menjadi lebih gelap. Bercak-bercak ini biasanya hilang dalam waktu 1 sampai 4 hari.Tanda-tanda dan gejala Infeksi rubella dimulai dengan adanya demam ringan selama 1 atau 2 hari (99 - 100 Derajat Fajrenheit atau 37.2 - 37.8 derajat celcius) dan kelenjar getah bening yang membengkak dan perih, biasanya di bagian belakang leher atau di belakang telinga. Pada hari kedua atau ketiga, bintik-bintik (ruam) muncul di wajah dan menjalar ke arah bawah. Di saat bintik ini menjalar ke bawah, wajah kembali bersih dari bintik-bintik. Bintik-bintik ini biasanya menjadi tanda pertama yang dikenali oleh para orang tua. Ruam rubella dapat terlihat seperti kebanyakan ruam yang diakibatkan oleh virus lain. Terlihat sebagai titik merah atau merah muda, yang dapat berbaur menyatu menjadi sehingga terbentuk tambalan berwarna yang merata. Bintik ini dapat terasa gatal dan terjadi hingga tiga hari. Dengan berlalunya bintik-bintik ini, kulit yang terkena kadangkala megelupas halus. Gejala lain dari rubella, yang sering ditemui pada remaja dan orang dewasa, termasuk: sakit kepala, kurang nafsu makan, conjunctivitis ringan (pembengkakan pada kelopak mata dan bola mata), hidung yang sesak dan basah, kelenjar getah bening yang membengkak di bagian lain tubuh, serta adanya rasa sakit dan bengkak pada persendian (terutama pada wanita muda). Banyak orang yang terkena rubella tanpa menunjukkan adanya gejala apa-apa.

Berbeda dengan rubeola, tidak ada fotofobia. Angka sel darah putih normal atau sedikit menurun, trombositopeni jarang, dengan atau tanpa purpura. Terutama pada wanita yang lebih tua dan wanita dewasa, poliartritis dapat terjadi dengan artralgia, pembengkakan, nyeri dan efusi tetapi biasanya tanpa sisa apapun. Setiap sendi dapat terlibat, tetapi sendi-sendi kecil tangan paling sering terkena. Lamanya biasanya beberapa hari; jarang artritis ini menetap selama berbulan-bulan. Parestesia juga telah dilaporkan. Pada satu epidemi orkidalgia dilaporkan pada sekitar 8% orang laki-laki usia perguruan tinggi yang terinfeksi.Ketika rubella terjadi pada wanita hamil, dapat terjadi sindrom rubella bawaan, yang potensial menimbulkan kerusakan pada janin yang sedang tumbuh. Anak yang terkena rubella sebelum dilahirkan beresiko tinggi mengalami keterlambatan pertumbuhan, keterlambatan mental, kesalahan bentuk jantung dan mata, tuli, dan problematika hati, limpa dan sumsum tulang. Penularan Virus rubella menular dari satu orang ke orang lain melalui sejumlah kecil cairan hidung dan tenggorokan.

Pada janin, infeksi rubella dapat menyebabkan abortus bila terjadi pada trisemester I. mula-mula replikasi virus terjadi dalam jaringan janin, dan menetap dalam kehidupan janin, dan mempengaruhi pertumbuhan janin sehingga menimbulkan kecacatan atau kelainan yang lain. Infeksi ibu pada trisemester kedua juga dapat menyebabkan kelainan yang luas pada organ. Menetapnya virus dan interaksi antara virus dan sel di dalam uterus dapat menyebabkan kelainan yang luas pada periode neonatal, seperti anemia hemolitika dengan hematopoiesis ekstra meduler, hepatitis, nefritis interstitial, ensefalitis, pankreatitis interstitial dan osteomielitis.Masa inkubasi berlangsung sekitar 10 hari, tapi bisa berkisar antara 7-18 hari dari saat terpajan sampai timbul gejala demam, biasanya 14 hari sampai timbul ruam. Jarang sekali lebih lama dari 19-21 hari. IG untuk perlindungan pasif yang diberikan setelah hari ketiga masa inkubasi dapat memperpanjang masa inkubasi.

Gejala rubella kongenital dapat dibagi dalam 3 kategori :

1. Sindroma rubella kongenital yang meliputi 4 defek utama yaitu :

a Gangguan pendengaran tipe neurosensorik. Timbul bila infeksi terjadi sebelum umur kehamilan 8 minggu. Gejala ini dapat merupakan satu-satunya gejala yang timbul.

b Gangguan jantung meliputi PDA, VSD dan stenosis katup pulmonal.

c Gangguan mata : katarak dan glaukoma. Kelainan ini jarang berdiri sendiri.

d Retardasimentaldan beberapa kelainan lain antara lain:

e Purpura trombositopeni ( Blueberry muffin rash )

f Hepatosplenomegali, meningoensefalitis, pneumonitis, dan lain-lain

2. Extended sindroma rubella kongenital.. Meliputi cerebral palsy, retardasi mental, keterlambatan pertumbuhan dan berbicara, kejang, ikterus dan gangguan imunologi ( hipogamaglobulin ).

3. Delayed - sindroma rubella kongenital. Meliputi panensefalitis, dan Diabetes Mellitus tipe-1, gangguan pada mata dan pendengaran yang baru muncul bertahun-tahun kemudian.

Masa inkubasi

Masa inkubasi adalah 14-21 hari. Dalam beberapa laporan lain waktu inkubasi minimum 12 hari dan maksimum 17 sampai 21 hari. Tanda yang paling khas adalah adenopati retroaurikuler, servikal posterior, dan di belakang oksipital. Enantem mungkin muncul tepat sebelum mulainya ruam kulit. Ruam ini terdiri dari bintik?bintik merah tersendiri pada palatum molle yang dapat menyatu menjadi warna kemerahan jelas pada sekitar 24jam sebelum ruam.Masa prodromal

Pada anak biasanya erupsi timbul tanpa keluhan sebelumnya; jarang disertai gejala dan tanda masa prodromal. Namun pada remaja dan dewasa muda masa prodromal berlangsung 1-5 hari dan terdiri dari demam ringan, sakit kepala, nyeri tenggorok, kemerahan pada konjungtiva, rinitis, batuk dan limfadenopati. Gejala ini segera menghilang pada waktu erupsi timbul. Gejala dan tanda prodromal biasanya mendahului 1-5 hari erupsi di kulit. Pada beberapa penderita dewasa gejala dan tanda tersebut dapat menetap lebih lama dan bersifat lebih berat. Pada 20% penderita selama masa prodromal atau hari pertama erupsi timbul suatu enantema, tanda Forschheimer, yaitu makula atau petekiia pada palatum molle. Pembesaran kelenjar limfe bisa timbul 5-7 hari sebelum timbul eksantema, khas mengenai kelenjar suboksipital, postaurikular dan servikal dan disertai nyeri tekan.Masa eksantemaSeperti pada rubeola, eksantema mulai retro-aurikular atau pada muka dan dengan cepat meluas secara kraniokaudal ke bagian lain dari tubuh. Mula-mula berupa makula yang berbatas tegas dan kadang-kadang dengan cepat meluas dan menyatu, memberikan bentuk morbiliform. Pada hari kedua eksantem di muka menghilang, diikuti hari ke-3 di tubuh dan hari ke-4 di anggota gerak. Pada 40% kasus infeksi rubela terjadi tanpa eksantema. Meskipun sangat jarang, dapat terjadi deskuamasi posteksantematik. Limfadenopati merupakan suatu gejala klinis yang penting pada rubela. Biasanya pembengkakan kelenjar getah bening itu berlangsung selama 5-8 hari.Pada penyakit rubela yang tidak mengalami penyulit sebagian besar penderita sudah dapat bekerja seperti biasa pada hari ke-3. sebagian kecil penderita masih terganggu dengan nyeri kepala, sakit mata, rasa gatal selama 7-10 hari.2.5 DiagnosisDiagnosis klinis sering kali sukar dibuat untuk seorang penderita oleh karena tidak ada tanda atau gejala yang patognomik untuk rubela. Seperti dengan penyakit eksantema lainnya, diagnosis dapat dibuat dengan anamnesis yang cermat. Rubela merupakan penyakit yang epidemik sehingga bila diselidiki dengan cermat, dapat ditemukan kasus kontak atau kasus lain di dalam lingkungan penderita.sifat demam dapat membantu dalam menegakkan diagnosis, oleh karena demam pada rubela jarang sekali di atas 38,5C. Pada infeksi tipikal, makula merah muda yang menyatu menjadi eritema difus pada muka dan badan serta artralgia pada tangan penderita dewasa merupakan petunjuk diagnosis rubela. Perubahan hematologik hanya sedikit membantu penegakan diagnosis. Peningkatan sel plasma 5-20% merupakan tanda yang khas. Kadang-kadang terdapat leukopenia pada awal penyakit yang dengan segera segera diikuti limfositosis relatif. Sering terjadi penurunan ringan jumlah trombosit.

Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan serologik yaitu adanya peningkatan titer anibodi 4 kali pada hemaglutination inhibition test (HAIR) atau ditemukannya antibodi Ig M yang spesifik untuk rubela. Titer antibodi mulai meningkat 24-48 jam setelah permulaan erupsi dan mencapai puncaknya pada hari ke 6-12. selain pada infeksi primer, antibodi Ig M spesifik rubela dapat ditemukan pula pada reinfeksi. Dalam hal ini adanya antibodi Ig M spesifik rubela harus di interpretasi dengan hati-hati. Suatu penelitian telah menunjukkan bahwa telah tejadi reaktivitas spesifik terhadapp rubela dari sera yang dikoleksi, setelah kena infeksi virus lain.

Membedakan rubella dengan campak (q.v.), demam scarlet (lihat infeksi Streptokokus) dan penyakit ruam lainnya (misalnya infeksi eritema dan eksantema subitum) perlu dilakukan karena gejalanya sangat mirip. Ruam makuler dan makulopapuler juga terjadi pada sekitar 1-5% penderita dengan infeksi mononucleosis (terutama jika diberikan ampisilin), juga pada infeksi dengan enterovirus tertentu dan sesudah mendapat obat tertentu. Diagnosa klinis rubella kadang tidak akurat. Konfirmasi laboratorium hanya bisa dipercaya untuk infeksi akut. Infeksi rubella dapat dipastikan dengan adanya peningkatan signifikan titer antibodi fase akut dan konvalesens dengan tes ELISA, HAI, pasif HA atau tes LA, atau dengan adanya IgM spesifik rubella yang mengindikasikan infeksi rubella sedang terjadi.

Sera sebaiknya dikumpulkan secepat mungkin (dalam kurun waktu 7-10 hari) sesudah onset penyakit dan pengambilan berikutnya setidaknya 7-14 hari (lebih baik 2-3 minggu) kemudian. Virus bisa diisolasi dari faring 1 minggu sebelum dan hingga 2 minggu sesudah timbul ruam. Virus bisa ditemukan dari contoh darah, urin dan tinja. Namun isolasi virus adalah prosedur panjang yang membutuhkan waktu sekitar 10-14 hari. Diagnosa dari CRS pada bayi baru lahir dipastikan dengan ditemukan adanya antibodi IgM spesifik pada spesimen tunggal, dengan titer antibodi spesifik terhadap rubella diluar waktu yang diperkirakan titer antibodi maternal IgG masih ada, atau melalui isolasi virus yang mungkin berkembang biak pada tenggorokan dan urin paling tidak selama 1 tahun. Virus juga bisa dideteksi dari katarak kongenital hingga bayi berumur 3 tahun.Diagnosis prenatal dilakukan dengan memeriksa adanya IgM dari darah janin melalui CVS ( chorionoc villus sampling ) atau kordosentesis. Konfirmasi infeksi fetus pada trimester I dilakukan dengan menemukan adanya antigen spesifik rubella dan RNA pada CVS. Metode ini adalah yang terbaik untuk isolasi virus pada hasil konsepsi.

Berdasarkan gejala klinik dan temuan serologi, sindroma rubella kongenital (CRS, Congenital Rubella Syndrome) dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

1. CRS confirmed. Defek dan satu atau lebih tanda/ gejala berikut :

Virus rubella yang dapat diisolasi.

Adanya IgM spesifik rubella

Menetapnya IgG spesifik rubella.

2. CRS compatible. Terdapat defek tetapi konfirmasi laboratorium tidak lengkap. Didapatkan 2 defek dari item a , atau masing-masing satu dari item a dan b.

a. Katarak dan/ atau glaukoma kongenital, penyakit jantung kongenital, tuli, retinopati.

1. Purpura, splenomegali, kuning, mikrosefali, retardasi mental, meningo ensefalitis, penyakit tulang radiolusen.

2.CRS possible. Defek klinis yang tidak memenuhi kriteria untuk CRS compatible.

3. CRI ( Congenital Rubella Infection ). Temuan serologi tanpa defek.

4. Stillbirths. Stillbirth yang disebabkan rubella maternal

5. Bukan CRS. Temuan hasil laboratorium tidak sesuai dengan CRS:

Tidak adanya antibodi rubella pada anak umur < 24 bulan dan pada ibu..

Kecepatan penurunan antibodi sesuai penurunan pasif dari antibodi didapat.

2.6 Diagnosis BandingPenyakit yang memberikan gejala klinis dan eksantema yang menyerupai rubela adalah :a.Penyakit virus : campak, roseola infantum, eritema mononukleosis infeksiosa dan Pityriasis roseaPerbedaan campak biasa dan campak Jerman bisa dilihat dari ciri-ciri kedua campak itu. Berikut ciri-cirinya.

Campak Jerman disebabkan oleh virus Rubella sedangkan campak biasa disebabkan oleh virus jenis Morbilli.

Campak Jerman menyebabkan ruam merah di kulit yang dimulai dari muka ke bawah dan lamanya sekitar 3 hari. Adapun campak biasa, ruam merah yang timbul bisa muncul dari mana saja dengan waktu yang bisa lebih lama atau pun lebih sebentar dari 3 hari.

Campak Jerman bisa menyebabkan sakit kepala dan sakit persendian. Adapun campak biasa tidak. Hanya flu, batuk, pilek, dan demam saja.

Campak Jerman bisa menyebabkan hal yang fatal. Misalnya saja pada ibu hamil bisa menyebabkan kematian atau kelahiran bayi prematur. Jika pun bayi itu bisa lahir, bayi itu bisa sangat berisiko untuk cacat otak, cacat fisik, dan juga keterbelakangan mental. Keadaan ini disebut sebagai sindrom Rubella Kongenital. Kemudian pada pria dewasa, campak Jerman bisa menyebabkan sakit parah pada bagian testis. Adapun campak biasa tidak menyebabkan hal-hal yang fatal. Hanya gejala biasa saja yang muncul.

Vaksin campak Jerman adalah MMR (measles, mumps, rubella) yang diberikan bisa kapan saja. Adapun vaksin campak disebut sebagai vaksin campak biasa yang diberikan pada usia bayi 9 bulan dan ulangan di usia 6 tahun.

Gejala awal muncul penyakit campak Jerman adalah pembengkakan kelenjar getah bening di leher bawah kuping. Adapun campak biasa tidak.

b.Penyakit bakteri : scarlet fever (Skarlatina).

c.Erupsi obat : ampisilin, penisilin, asam salisilat, barbiturat, INH, fenotiazin dan diuretik tiazid.Bercak erupsi rubela yang berkonfluensi sulit dibedakan dari morbili, kecuali bila ditemukan bercak koplik yang karakteristik untuk morbili. Erupsi rubela cepat menghilang sedangkan erupsi morbili menetap lebih lama. Bila terjadi kemerahan difus dan tampak bercak-bercak berwarna lebih gelap diatasnya, perlu dibedakan dari scarlet fever. Tidak seperti scarlet fever, pada rubela daerah perioral terkena.

Erupsi pada infeksi mononukleosis dapat menyerupai rubela derajat berat, namun penyakit itu dimulai dengan difteroid atau Plaut-Vincent-like tonsilitis, demam lebih tinggi, pembesaran kelenjar getah bening umum serta pembesaran hepar dan limpa.

Pada sifilis stadium dua ditemukan juga eksantema yang menyerupai rubela, disertai pembesaran kelenjar getah bening umum, kadang-kadang perlu pemeriksaan serologik untuk sifilis. Erupsi obat menyerupai rubela yang dapat disertai pembesaran kelenjar getah bening disebabkan terutama oleh senyawa hidantoin. Pada kasus yang meragukan dapat dilakukan pemeriksaan hemogram dan serologik.

2.7 PengobatanJika tidak terjadi komplikasi bakteri, pengobatan adalah simtomatis. Adamantanamin hidrokhlorida (amantadin) telah dilaporkan efektif in vitro dalam menghambat stadium awal infeksi rubella pada sel yang dibiakkan. Upaya untuk mengobati anak yang sedang menderita rubela kongenital dengan obat ini tidak berhasil. Karena amantadin tidak dianjurkan pada wanita hamil, penggunaannya amat terbatas. Interferon dan isoprinosin telah digunakan dengan hasil yang terbatas.

2.8 PencegahanPada orang yang rentan, proteksi pasif dari atau pelemahan penyakit dapat diberikan secara bervariasi dengan injeksi intramuskuler globulin imun serum (GIS) yang diberikan dengan dosis besar (0,25 0,50 mL/kg atau 0,12-0,20 mL/lb) dalam 7-8 hari pasca pemajanan. Efektivitas globulin imun tidak dapat diramalkan. Tampaknya tergantung pada kadar antibodi produk yang digunakan dan pada faktor yang belum diketahui. Manfaat GIS telah dipertanyakan karena pada beberapa keadaan ruam dicegah dan manifestasi klinis tidak ada atau minimal walaupun virus hidup dapat diperagakan dalam darah. Bentuk pencegahan ini tidak terindikasI, kecuali pada wanita hamil nonimun.

Sejak tahun 1979 vaksin virus hidup RA 27/3 (fibroblas paru embrional manusia deretan WI-38) telah digunakan hanya pada imunisasi aktif terhadap rubella di Amerika Serikat. Vaksin RA 27/3 mempunyai banyak manfaat melebihi vaksin rubela lain yang dahulu digunakan karena ia menghasilkan antibodi nasofaring dan berbagai variasi antibodi serum, memberikan proteksi yang lebih baik terhadap reinfeksi, dan sangat lebih menyerupai proteksi yang diberikan oleh infeksi alamiah. Vaksin sensitif terhadap panas dan cahaya; karenanya vaksin harus disimpan dalam lemari es pada suhu 4c dan digunakan sesegera vaksin ini dilarutkan kembali. Vaksin diberikan sebagai satu injeksi subkutan.

Antibodi berkembang pada sekitar 98% dari mereka yang divaksinasi. Walaupun mungkin virus menetap, terutama pada nasofaring, dan pelepasan terjadi dari 18-25 hari sesudah vaksinasi, penularan nampaknya tidak merupakan masalah. Lama persistensi antibodi rubela pasca vaksinasi dengan RA 27/3 tidak tentu tetapi mungkin seumur hidup. Cara-cara pencegahan adalah paling penting untuk perlindungan janin. Vaksinasi ini terutama penting sehingga wanita mempunyai imunitas terhadap rubela sebelum mencapai usia subur, dengan penularan penyakit alamiah atau dengan imunisasi aktif. Status imun dapat dievaluasi dengan uji serologis yang tepat.

Program vaksinasi rubela di Amerika Serikat mengharuskan untuk imunisasi semua laki-laki dan wanita umur 12 dan 15 bulan serta pubertas dan wanita pasca pubertas tidak hamil. Imunisasi adalah efektif pada umur 12 bulan tetapi mungkin tertunda sampai 15 bulan dan diberikan sebagai vaksin campak-parotitis-rubela (measles-mumps-rubela /MMR). Imunisasi rubela harus diberikan pada wanita pasca pubertas yang kemungkinan rentan pada setiap kunjungan perawatan kesehatan. Untuk wanita yang mengatakan bahwa mereka mungkin hamil imunisasi harus ditunda. Uji kehamilan tidak secara rutin diperlukan, tetapi harus diberikan nasehat mengenai sebaiknya menghindari kehamilan selama 3 bulan sesudah imunisasi. Kebijakan imunisasi sekarang telah berhasil memecahkan siklus epidemi rubela yang basa di Amerika Serikat dan menurunkan insiden sindrom rubella kongenital yang dilaporkanpada hanya 20 kasus pada tahun 1994.

Namun imunisasi ini tidak mengakibatkan penurunan persentase wanita usia subur yang rentan terhadap rubella. Semua orang rentan terhadap infeksi virus rubella setelah kekebalan pasif yang didapat melalui plasenta dari ibu hilang. Imunitas aktif didapat melalui infeksi alami atau setelah mendapat imunisasi; kekebalan yang didapat biasanya permanent sesudah infeksi alami dan sesudah imunisasi diperkirakan kekebalan juga akan berlangsung lama, bisa seumur hidup, namun hal ini tergantung juga pada tingkat endemisitas. Di AS, sekitar 10% dari penduduk tetap rentan. Bayi yang lahir dari ibu yang imun biasanya terlindungi selama 6-9 bulan,tergantung dari kadar antibodi ibu yang didapat secara pasif melalui plasenta.

2.8 PrognosisKornplikasi relatif tidak lazim pada anak. Neuritis dan artritis kadang?kadang terjadi. Resistensi terhadap infeksi bakteri sekunder tidak berubah. Ensefalitis serupa dengan ensefalitis yang ditemukan pada rubeola yang terjadi pada sekitar 1/6.000 kasus. Prognosis rubella anak adalah baik; sedang prognosis rubella kongenital bervariasi menurut keparahan infeksi. Hanya sekitar 30% bayi dengan ensefalitis tampak terbebas dari defisit neuromotor, termasuk sindrom autistik.Kebanyakan penderitanya akan sembuh sama sekali dan mempunyai kekebalan seumur hidup terhadap penyakit ini. Namun, dikhawatirkan adanya efek teratogenik penyakit ini, yaitu kemampuannya menimbulkan cacat pada janin yang dikandung ibu yang menderita rubella.

Cacat bawaan yang dibawa anak misalnya penyakit jantung, kekeruhan lensa mata, gangguan pigmentasi retina, tuli, dan cacat mental. Penyakit ini kerap pula membuat terjadinya keguguran.

2.8 ImunisasiVaksin campak yang mengandung virus yang dilemahkan adalah vaksin pilihan digunakan bagi semua orang yang tidak kebal terhadap campak, kecuali ada kontraindikasi. Pemberian dosis tunggal vaksin campak hidup (live attenuated) biasanya dikombinasikan dengan vaksin hidup lainnya (mumps. rubella), dapat diberikan bersama-sama dengan vaksin yang diinaktivasi lainnya atau bersama-sama toksoid; dapat memberikan imunitas aktif pada 94-98% individu-individu yang rentan, kemungkinan kekebalan yang timbul dapat bertahan seumur hidup, kalaupun terjadi infeksi maka bentuk infeksinya sangat ringan atau infeksi tidak nampak dan tidak menular. Dosis kedua vaksin campak dapat meningkatkan tingkat kekebalan sampai 99%. Sekitar 5-15% dari orang setelah divaksinasi menunjukkan gejala kelesuan dan demam mencapai 39.4C (l03F). gejala ini muncul antara 5-12 hari setelah diimunisasi, biasanya akan berakhir setelah 1-2 hari, namun tidak begitu mengganggu. Ruam, pilek, batuk ringan dan bercak Koplik kadang-kadang juga dapat timbul. Kejang demam dapat pula timbul, namun sangat jarang dan tanpa menimbulkan gejala sisa. Insidensi tertinggi terjadinya kejang demam adalah pada anak-anak dengan riwayat atau keluarga dekat (orang tua atau saudaranya) mempunyai riwayat kejang demam. Ensefalitis dan ensefalopati pernah dilaporkan terjadi setelah diimunisasi campak (kejadiannya kurang dari 1 kasus per 1 juta dosis yang diberikan). Di Indonesia kejadian-kejadian seperti ini dipantau oleh Pokja KIPI (Kejadian Ikutan Paska Imunisasi). Untuk mengurangi jumlah kegagalan pemberian vaksin, di Amerika Serikat jadwal rutin pemberian vaksin campak 2 dosis, dengan dosis awal diberikan pada umur 2-15 bulan atau sesegera mungkin setelah usia itu. Dosis kedua diberikan pada saat masuk sekolah (umur 4-6 tahun) namun dapat juga dosis kedua ini diberikan sedini mungkin, 4 minggu setelah dosis pertama dalam situasi dimana risiko untuk terpajan campak sangat tinggi. Kedua dosis diberikan sebagai vaksin kombinasi MMR (measles, mumps dan rubella). Imunisasi rutin dengan MMR pada umur 12 bulan penting dilakukan di wilayah dimana timbul kasus campak. Selama terjadi KLB di masyarakat, usia yang direkomendasikan untuk imunisasi menggunakan vaksin campak monovalent dapat diturunkan menjadi 6-11 bulan. Dosis kedua vaksin campak kemudian diberikan pada umur 12-15 bulan dan dosis ketiga pada waktu masuk sekolah. Dari hasil penelitian di Afrika dan Amerika Latin menunjukkan bahwa umur optimal untuk diimunisasi di negara berkembang sangat tergantung pada antibodi maternal yang masih bertahan pada bayi dan tingkat risiko terpajan campak pada umur yang lebih muda. Secara umum WHO menganjurkan pemberian imunisasi campak pada umur 9 bulan. Di Amerika Latin, PAHO (Pan American Health Organization) sekarang merekomendasikan pemberian imunisasi rutin pada umur 12 bulan dan pemberian imunisasi tambahan secara berkala pada kampanye Pekan Imunisasi Nasional untuk mencegah terjadinya KLB.

1. Penyimpanan dan pengiriman vaksin: Imunisasi bisa tidak memberikan perlindungan apabila vaksin tidak ditangani atau disimpan dengan benar. Sebelum dilarutkan, vaksin campak disimpan dalam keadaan kering dan beku, relatif stabil dan dapat disimpan di freezer atau pada suhu lemari es (2-8C; 35,6-46,4F) secara aman selama setahun atau lebih. Vaksin yang telah dipakai harus dibuang dan jangan dipakai ulang. Baik vaksin beku-kering atau yang sedang dipakai dilapangan harus dilindungi dari sinar ultraviolet yang lama karena dapat menyebabkan virus menjadi tidak aktif.

2. Imunisasi ulang: Di Amerika Serikat sebagai tambahan terhadap imunisasi rutin imunisasi ulang diberikan pada anak-anak yang baru masuk sekolah, imunisasi ulang diperlukan lagi bagi anak-anak yang memasuki SMA, bagi mereka yang akan masuk perguruan tinggi atau kepada mereka yang akan masuk ke fasilitas perawatan penderita, kecuali bagi mereka yang memiliki riwayat pemah terkena campak atau ada bukti serologis telah memiliki imunitas terhadap campak atau telah menerima 2 dosis vaksin campak. Bagi mereka yang hanya menerima vaksin campak yang telah diinaktivasi, imunisasi ulang dapat menimbulkan reaksi lebih berat seperti bengkak lokal dan indurasi, limfadenopati dan demam, namun mereka akan terlindungi terhadap sindroma campak atipik.

3. Kontra indikasi penggunaan vaksin virus hidup :

a. Vaksin yang mengandung virus hidup tidak boleh diberikan kepada pasien dengan penyakit defisiensi imunitas primer yang mengenai fungsi sel T atau defisiensi imunitas yang didapal karena leukemia, limfoma, penyakit . keganasan lain atau terhadap mereka yang mendapatkan pengobatan dengan kortikosteroid, radiasi, obat-obat alkilating atau anti metabolit, infeksi oleh HIV bukan merupakan kontra indikasi yang mutlak. Di Amerika Serikat imunisasi MMR dapat dipertimbangkan untuk diberikan kepada orang dengan infeksi HIV asimptomatis tanpa bukti adanya supresi imunologis yang berat. WHO merekomendasikan pemberian imunisasi campak kepada semua bayi dan anak-anak dengan mengabaikan status HIV-nya, sebab risiko untuk terkena campak yang berat pada anak-anak itu lebih besar.

b. Penderita dengan penyakit akut yang berat dengan atau tanpa demam, pemberian imunisasi ditunda sampai mereka sembuh dari fase akut penyakit yang diderita; penyakit ringan seperti diare atau ISPA bukan merupakan kontra indikasi.

c. Orang dengan riwayat hipersensivitas anafilaktik terhadap pemberian vaksin campak sebelumnya, mereka yang sensitif terhadap gelatin atau neomisin, tidak boleh menerima vaksin campak. Alergi terhadap telur, meskipun bila terjadi anafilaktik tidak dianggap sebagai kontra indikasi.d. Kehamilan. Secara teoritis vaksinasi tidak diberikan pada wanita hamil; mereka diberi penjelasan tentang risiko teoritis kemungkinan terjadi kematian janin apabila mereka menjadi hamil dalam waktu 1 bulan setelah mendapat vaksin campak monovalen atau 3 bulan setelah mendapat vaksin MMR.

e. Vaksinasi harus diberikan paling lambat 14 hari sebelum pemberian IG atau sebelum transfusi darah. IG atau produk darah dapat mengganggu respons terhadap vaksin campak dengan lama waktu yang bervariasi tergantung daripada dosis IG. Dosis yang biasa diberikan untuk Hepatitis A dapat. mengganggu respons terhadap vaksin selama 3 bulan; dosis IG yang sangat besar yang diberikan melalui intra vena dapat mengganggu respons terhadap vaksin sampai selama 11 bulan.DAFTAR PUSTAKA

1. Burnett M., 2007.Measles, Rubeola.http://www.e-emedicine.com.

2. Silalahi Levi, 2004.Campak.http://www.tempointeraktif.com3. Depkes, R.I., 2004.Campak di Indonesia.http://www.penyakitmenular. info.

4. Hassan, et al. 1985.Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta. Infomedika.

5. Maldonado, Y. 2002.Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta. EGC.

6. Anonim, 2008.Measles.http://dermnetnz.org/viral/morbilli.html.

Komentar/ Feedback

Temanggung, 31 Januari 2015Mengetahui,

Pendamping Dokter Internship

Peserta

dr. Novelia Dian T.

dr. Donny Austine WibisonoNIP. 19621104 199010 2001