ii. tinjauan pustaka a. cookieseprints.mercubuana-yogya.ac.id/5419/3/bab ii.pdf · berperan dalam...
TRANSCRIPT
5
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Cookies
Cookies merupakan kue kering yang renyah, tipis, datar (gepeng) dan
biasanya berukuran kecil (Smith, 1972). Cookies berbeda dengan tekstur yang
rapuh dan garing. Cookies yang baik terasa ringan dan rapuh, namun cukup keras
untuk menahan.
Menurut (Matz, 1972), bahan pembuatan cookies dibagi menjadi 2 menurut
fungsinya yaitu bahan pembentuk struktur dan pendukung kerenyahan. Bahan
pembentuk struktur meliputi tepung, susu skim, dan telur sedang bahan pendukung
kerenyahan meliputi gula, shortening,bahan pengembang, dan kuning telur.
1. Bahan Baku dan Bahan Tambahan Cookies
a. Tepung
Cookies adalah makanan ringan yang terbuat dari tepung protein
rendah. Proses pembuatan cookies dengan cara dipanggang hingga keras,
namun masih renyah untuk dimakan. Pembuatan cookies menggunakan
tepung terigu dengan kadar protein rendah yaitu 8-9,5%, sehingga dapat
dibuat dengan tepung yang mengandung gluten < 1% ( Rosmisari, 2006). Hal
ini memungkinkan penggunaan komoditi lokal, salah satunya adalah tepung
ubi jalar putih dan tepung kacang hijau.
Tepung terigu merupakan tepung yang berasal dari bahan dasar
gandum yang diperoleh dengan cara penggilingan gandum yang banyak
digunakan dalam industri pangan. Komponen yang terbanyak dari tepung
terigu adalah pati, sekitar 70% yang terdiri dari amilosa dan amilopektin.
6
Amilosa merupakan bagian polimer linier dengan ikatan α-(1->4) unit
glukosa, sedangkan amilopektin merupakan polimer α-(1->4) unit glukosa
dengan rantai samping α-(1->6) unit glukosa. Besarnya kandungan amilosa
dalam pati ialah sekitar 20% dengan suhu gelatinisasi 56 - 62˚C (Belitz dan
Grosch, 1987).
Tepung terigu dengan bahan baku 100% gandum lunak (soft wheat)
dan memiliki kandungan protein kurang dari 11%. Tepung terigu jenis ini
memiliki kandungan protein dan gluten yang sangat rendah sehingga cocok
digunakan untuk produk-produk yang tidak memerlukan pengembangan
seperti biskuit dan cookies (Fance,1964).
Menurut Handayani (2014), tepung terigu yang dijual di pasaran
terdiri atas beberapa jenis berdasarkan protein yang dimilikinya:
1. Tepung Terigu Protein Rendah
Mengandung protein gluten antara 8-9%. Tepung terigu rendah
protein memiliki kandungan rendah protein yang cocok digunakan untuk
membuat adonan kue kering.
2. Tepung Terigu Protein Sedang
Kandungan protein tepung protein sedang sekitar 10-11%.
Tepung ini masih bisa digunakan untuk membuat kue kering, namun
lebih cocok digunakan untuk membuat kue yang memerlukan tingkat
pengembangan sedang seperti donat, bakpau, cake atau muffin.
7
3. Tepung Terigu Protein Tinggi
Tepung ini memiliki kandungan protein 11-13%. Tepung ini
cocok untuk membuat adonan yang memerlukan pengembangan tinggi,
seperti adonan roti, pasta atau mie.
Gluten merupakan kompleks protein yang tidak larut dalam air,
berfungsi sebagai pembentuk struktur kerangka produk. Gluten terdiri atas
komponen gliadin dan glutenin yang menghasilkan sifat-sifat viskoelastis.
Kandungan tersebut membuat adonan mampu dibuat lembaran,digiling,
ataupun dibuat mengembang (Pomeranz dan Meloan,1971). Sunaryo (1985)
dalam Ratnawati (2003) menambahkan bahwa gliadin akan menyebabkan
gluten bersifat elastis, sedangkan glutenin menyebabkan adonan menjadi kuat
menahan gas dan menentukan struktur pada produk yang dibakar. Struktur
ikatan gluten dan air dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Struktur ikatan gluten
(Sumber : Anonim, 2012)
Nugraheni (2016), mengatakan kelenturan gluten terutama ditentukan
oleh glutenin sedangkan kerentangannya ditentukan oleh gliadin. Gliadin
tersusun oleh glutamin (-C-NH2) dari asam glutamate, prolin dan sedikit lisin.
Residu glutamin terkumpul dalam molekul gliadin, berperan penting dalam
8
ikatan antar molekul (cross-linking) melalui ikatan hidrogen. Glutenin
tersusun oleh bagian (sub-unit) yang bervariasi berat molekulnya. Masing-
masing bagian dihubungkan satu sama lain melalui ikatan disulfide (S-S)
sehingga mempengaruhi ukuran molekul glutenin. Disamping itu ikatan
disulfide juga dapat terjadi didalam molekul bagian (sub-unit) itu sendiri.
Kadar gluten dari terigu biasanya tergantung dari jenis gandum yang
digunakan untuk membuatnya. Ketepatan penggunaan jenis tepung sangatlah
penting dalam pembuatan suatu jenis makanan. Tepung berprotein 8%-9%
ideal untuk pembuatan cookies (Handayani, 2014). Mutu tepung terigu
ditentukan oleh setiap komposisi kimia yang ada didalamnya. Adapun
komposisi kimia tepung Kunci Biru dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi kimia tepung terigu kunci biru per 100 g
Komposisi Jumlah
Energi (kal) 360kkal
Lemak total (g) 1,5
Protein (g) 8
Karbohidrat (g) 77
Natrium (g) 0
Sumber : SNI 3751:2009
b. Telur
Telur merupakan salah satu komposisi yang harus ditambahkan pada
pembuatan cookies. Telur dan tepung membentuk kerangka atau tekstur
cookies dan menyumbang kelembaban (mengandung 75% air dan 25% solid),
sehingga cookies menjadi empuk, aroma, penambah rasa, peningkatan gizi,
pengembangan atau peningkatan volume serta mempengaruhi warna dari
cookies. Lesitin dalam telur mempunyai daya elmusi, sedangkan lutein
berperan dalam pembentukan warna pada produk. Selain itu, telur yang
9
digunakan adalah kuning telur. Penggunaan kuning telur akan menghasilkan
cookies yang lebih empuk dan renyah dibandingkan dengan penggunaan telur
utuh karena putih telur memiliki reaksi mengikat sehingga cookies akan
mengembang dan keras. Karakteristik telur yang baik dalam pembuatan
cookies yaitu baru, bersih, masih dalam keadaan utuh ( Fatmawati,2012).
c. Margarin
Penambahan margarin (lemak) yang ada pada pembuatan cookies
akan mengubah tekstur, rasa, dan flavor cookies. Lemak tersebut dapat
berinteraksi dengan granula pati dan mencegah hindrasi sehingga
meningkatkan viskositas bahan menjadi rendah. Mekanisme
penghambatannya adalah lemak akan membuatan lapisan pada bagian luar
granula pati dan menghambat penetrasi air ke dalam granula. Penetrasi air
yang lebih sedikit akan menghasilkan gelatin di yang tinggi dan akan
membentuk cookies yang kurang mengembang dengan tekstur yang lebih
padat/kompak (Oktavia,2007).
d. Butter
Butter terbuat dari lemak hewani, mengandung 82% lemak susu dan
16% air. Aroma butter sedap dan lembut, tidak berbau dan bebas minyak.
Butter sangat berpengaruh terhadap kualitas cookies karena memiliki aroma
yang khas dan titik leleh yang lebih rendah (Faridah et al. 2008).
e. Shortening
Shortening adalah lemak padat yang mempunyai sifat plastis dan
kestabilan tertentu, umumnya berwarna putih sehingga sering disebut
10
mentega putih. Bahan ini diperoleh dari hasil pencampuran dua atau lebih
lemak atau dengan cara hidrogenasi. Mentega putih ini banyak digunakan
dalam bahan pangan terutama pada pembuatan cake dan kue yang
dipanggang. Fungsinya adalah untuk memperbaiki cita rasa, struktur, tekstur,
keempukan, dan memperbesar volume roti/kue (Wirnano, 2004).
f. Gula
Gula digunakan sebagai bahan pemanis. Gula yang digunakan dalam
pembuatan cookies adalah gula halus atau gula pasir dengan butir-butir halus
agar susunan cookies rata dan empuk. Peran gula dalam hal ini adalah
mematangkan dan mengempukkan susunan sel pada protein tepung. Selain
itu, memberi kerak yang dikehendaki yang akan mulai terbentuk pada saat
temperatur rendah yaitu proses kamarelisasi. Membantu dalam menjaga
kualitas produk, namun jumlah gula yang terlalu tinggi akan menjadikan hasil
cookies yang kurang baik (Fatmawati, 2012).
g. Garam
Garam berkontribusi untuk flavor dan meningkatkan flavor bahan lain
seperti memperkuat kemanisan. Jenis garam yang digunakan adalah NaCl.
Garam efektif digunakan pada konsentrasi 1-1,5% dari jumlah tepung, jika
digunakan lebih besar dari 2,5% menyebabkan flavor yang kurang
menyenangkan. Oleh karena itu, jumlah yang digunakan dalam adonan
sedikit. Ukuran partikel tidak berpengaruh karena semua larut dalam adonan
(Manley,1998).
11
h. Baking Powder (Soda Kue)
Natrium bikarbonat adalah senyawa kimia dengan rumus NaHCO3.
Senyawa ini termasuk kelompok garam dan telah digunakan sejak lama.
Senyawa ini disebut juga baking soda (soda kue), sodium bikarbonat, natrium
hidrogen karbonat, dan lain-lain. Senyawa ini merupakan kristal yang sering
terdapat dalam bentuk serbuk. Natrium bikarbonat larut dalam air. Senyawa
ini digunakan dalam pembuatan roti atau kue karena bereaksi dengan bahan
lain membentuk gas karbon dioksida, yang menyebabkan suatu produk
mengembang (Nugroho, 2012).
Soda kue disebut juga sodium bikarbonat adalah salah satu
pengembangan kue dan perenyah gorengan. Berupa bubuk putih, apabila
dicampurkan dalam adonan akan menghasilkan gas CO2, gas inilah yang
berfungsi membentuk pori-pori pada adonan sehingga mengembang
(Nugroho, 2012).
Soda kue berfungsi sebagai bahan pengembang pada adonan. Bahan
pengembang adalah sekumpulan dari garam-garam non organik yang jika
ditambahkan pada adonan dapat secara satuan atau dalam kombinasi. Zat
pengembang adalah suatu substansi yang mengembang atau mengeringkan
adonan pada proses pengolahan. Pengaruh dari zat pengembang penting
sekali untuk pembentukan produk akhir yang mempunyai rupa dan kualitas
yang dikehendaki oleh konsumen (Jembarsari, 2010).
12
Soda kue juga diproduksi secara komersial dari soda abu yang
dilarutkan dalam air lalu direaksikan dengan karbon dioksida lalu NaHCO3
mengendap (Nugroho, 2012) sesuai persamaan berikut:
Na2CO3 + CO2 + H2O → 2 NaHCO3
Reaksi NaHCO3 dalam air (Winarno, 2002) adalah sebagai berikut:
NaHCO3 → Na+ + HCO3 –
HCO3 - + H2O → H2CO3 + OH–
H2CO3 → H2O + CO2
Berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pengawasan Obat Dan
Makanan Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2013 Tentang Batas
Maksimum Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pengembang menyatakan
bahwa soda kue mempunyai batas maksimum CPPB (Cara Produksi Pangan
yang Baik) yaitu jumlah BTP yang terdapat pada pangan dalam jumlah
secukupnya yang diperlukan untuk menghasilkan efek yang diinginkan.
2. Proses Pembuatan Cookies
Untuk menghasilkan produk cookies yang baik harus dilakukan tahapan
pembuatan yang tepat. Menurut (Pertiwi dkk., 2006), tahapan pembuatan
cookies terdiri dari sebagai berikut :
a. Tahapan Persiapan
Tujuan dari tahap Persiapan adalah agar terlaksana secara optimal,
efektif dan efisien. Tahap persiapan terdiri dari pemilihan bahan, persiapan
alat, dan penimbangan bahan untuk cookies .
13
1. Pemilihan bahan
Dalam persiapan bahan yang dilakukan adalah pemilihan bahan baku yang
berkualitas baik untuk membuat cookies agar menghasilkan cookies
dengan kualitas yang baik pula.
2. Persiapan alat
Alat yang akan digunakan dalam pembuatan cookies harus
diperhatikan terutama kebersihan pada alat yang sebaiknya selalu
dibersihkan setelah digunakan. Alat yang digunakan dalam pembuatan
cookies adalah timbangan, pencetak, baskom, kompor, roll kayu, loyang,
mixer,talenan,sendok kecil&besar,kuas dan alat pengering.
3. Penimbangan
Penimbangan bahan bertujuan untuk menentukan berat masing-
masing bahan yang akan digunakan dalam membuat cookies sesuai dengan
resep. Penimbangan bahan cookies menggunakan timbagan neraca ohaus.
Ketepatan hasil penimbangan bahan sangat mempengaruhi produk cookies
yang dihasilkan.
b. Tahapan Pembuatan Cookies
1. Pembuatan atau Pencampuran Adonan
Pembuatan adonan diawali dengan proses pencampuran dan
pengadukan bahan-bahan. Ada dua metode dasar pencampuran adonan,
yaitu metode krim (creaming method) dan metode all in, namun yang
paling umum adalah metode krim (Anni,2008).
14
A. Metode krim
Lemak, gula, garam, dan bahan pengembang dicampur sampai
terbentuk krim homogen dengan menggunakan mixer. Tambahkan telur
dan dikocok dengan kecepatan rendah dan selama pembentukan krim ini
dapat ditambahkan bahan pewarna dan esence. Pada tahap akhir
ditambahkan susu dan tepung secara perlahan kemudian dilakukan
pengadukan sampai terbentuk adonan yang cukup mengembang dan
mudah dibentuk.
B. Metode all in
Sementara itu pembuatan cookies dengan metode all in semua
bahan dicampur secara langsung bersama tepung. Pencampuran ini
dilakukan sampai adonan cukup mengembang.
Pada saat proses pembuatan adonan, ada persaingan pada
permukaan tepung antara fase air dari tepung dan lemak. Air dan larutan
gula berinteraksi dengan protein tepung untuk membentuk gluten
membentuk jaringan yang kuat dan plastis. Pada saat beberapa lemak
tertutup oleh tepung, jaringan ini terputus, sehingga produk menjadi tidak
keras setelah dipanggang, dan mudah leleh di dalam mulut. Jika
kandungan lemak dalam adonan sangat tinggi, hanya sedikit air yang
diperlukan untuk membuat konsistensi adonan sesuai yang diinginkan,
gluten yang terbentuk hanya sedikit, proses gelatinisasi juga berkurang
sehingga terbentuk tekstur yang sangat lembut. Selain itu lemak juga turut
15
berperan dalam menentukan rasa dari cookies/biskut. Selama
pembentukan adonan waktu pencampuran harus diperhatikan untuk
mendapatkan adonan yang homogen dan dengan pengembangan gluten
yang diinginkan (Anni,2008).
Pada penelitian ini untuk membuat cookies digunakan metode krim
yang pertama dilakukan dalam campurannya adalah lemak, gula, garam,
dan bahan pengembang dicampur sampai terbentuk krim homogen dengan
menggunakan mixer. Tambahkan telur dan dikocok dengan kecepatan
rendah dan selama pembentukan krim ini dapat ditambahkan bahan
pewarna dan esence. Pada tahap akhir ditambahkan susu dan tepung secara
perlahan kemudian dilakukan pengadukan sampai terbentuk adonan yang
cukup mengembang dan mudah dibentuk.
2. Pengolahan atau Pencetakan Cookies
Menurut Brown (2000) cara pencetakan cookies dapat dibagi atau
di klasifikasi menjadi 6 jenis yaitu :
a. Molded cookies, yaitu adonan yang dibentuk dengan alat atau
dengan tangan
b. Pressed cookies, yaitu adonan yang dimasukkan ke dalam cetakan
semprit dan baru setelah itu disemprotkan di atas loyang.
c. Bar cookies, yaitu adonan yang dimasukkan kedalam loyang
pembakaran yang sudah dialas kertas roti dengan ketebalan ½ cm,
dimasak setengah matang lalu dipotong bujur sangkar kemudian
dibakar kembali sampai matang
16
d. Drop cookies, yaitu adonan yang dicetak menggunakan sendok the
kemudian di drop diatas loyang pembakaran.
e. Rolled cookies, yaitu adonan diletakkan di atas papan atau meja
kerja kemudian digiling dengan menggunakan rolling pin lalu
adonan dicetak sesuai dengan selera.
f. Ice box atau Refrigator, yaitu adonan cookies dibungkus dan
disimpan dalam refrigator setelah agak mengeras adonan bisa
diambil untuk dicetak/potong atau dibentuk sesuai dengan selera.
Pencampuran dan pengadukan dengan metode krim baik untuk
cookies yang dicetak, karena menghasilkan adonan yang bersifat
membatasi pengembangan gluten yang berlebihan. Adonan kemudian
digiling menjadi lembaran (tebal±0,3 cm), dicetak sesuai keinginan dan
disusun pada loyang yang telah diolesi lemak, kemudian dipanggang
dalam oven. Penggilingan (pelempengan) dan pencetakan adonan
sebaiknya dilakukan sesegera mungkin setelah adonan terbentuk.
Penggilingan dilakukan berulang agar dihasilkan adonan yang halus dan
kompak, serta memiliki ketebalan yang seragam (Anni, 2008).
3. Pemanggangan cookies
Setiap jenis cookies memerlukan suhu dan lama pembakaran yang
berbeda untuk memperoleh hasil yang maksimal. Semakin besar cookies
yang dicetak semakin lama pembakarannya dan suhu pembakaran tidak
boleh terlalu panas. Suhu pembakaran pada cookies yang umum 160-
17
2000C dengan lama pembakaran 10-15 menit, atau lebih lama
(Anni,2008).
Pengaruh gula pada cookies adalah semakin sedikit kandungan
gula dan lemak dalam adonan, suhu pemanggangan dan dapat dibuat lebih
tinggi (177-2040C). Suhu dan lama waktu pemanggangan akan mampu
mempengaruhi kadar air cookies dimasukkan karena bagian luar akan
terlalu cepat matang. Hal ini dapat menghambat pengembangan dan
permukaan cookies yang dihasilkan menjadi retak-retak. Selain itu adonan
juga tidak boleh mengandung terlalu banyak gula karena akan
mengakibatkan cookies terlalu keras atau terlalu manis. Cookies yang
dihasilkan segera didinginkan untuk menurunkan suhu dan pengeras
cookies akibat memadatnya gula dan lemak (Anni,2008).
Pemanggangan merupakan faktor yang penting dalam pembuatan
cookies yang dihasilkan. Pengolahan dengan menggunakan panas ini
mempunyai pengaruh yang merugikan terhadap zat gizi terutama zat gizi
yang sangat rentan terhadap panas. Perusakan zat gizi dalam bahan
makanan yang dipanggang erat kaitannya dengan suhu oven dan lama
pemanggangan, dengan meningkatnya waktu dan suhu pemanggangan
akan meningkatkan susut zat gizi. Pada pengolahan cookies hal penting
yang harus diperhatikan adalah kerenyahan yang baik didapat dari
pemilihan tepung dan juga kondisi pemanggangan. (Widowati, 2005).
Pada tahap awal pemanggangan terjadi kenaikan suhu yang
menyebabkan melelehnya lemak sehingga konsistensi adonan menurun
18
dan adonan cookies mengalami penyebaran ditandai dengan perubahan
diameter dan ketebalan cookies. Ketika suhu mendekati titik didih air,
protein dalam susu dan telur putih terkoagulasi dan diikuti gelatinisasi pati
sebagian karena kandungan airnya yang rendah. Pada saat suhu didih air
tercapai pembentukkan uap air meningkat diikuti kenaikan volume
cookies. Pemantapan struktur cookies diakhiri dengan gelatinisasi pati,
koagulasi protein dan penurunan kadar air (Indiyah,1992).
Pati mempunyai peranan bagi produk-produk ekstruksi karena
dapat mempengaruhi teksturnya. Pengaruh itu disebabkan oleh rasio
amilosa dan amilopektin dalam pati. Pati juga berperan ketika proses
gelatinisasi terjadi di dalam adonan. Suspensi pati dalam air dipanaskan,
air akan menembus lapisan luar granula ini mulai menggelembung ini
terjadi saat temperatur meningkat dari 600C- 850C. Granula-granula dapat
menggelembung hingga volumenya lima kali lipat volume semula. Ketika
ukuran granula pati membesar, campurannya menjadi kental. Pada suhu
kira-kira 850C granula pati pecah dan isinya terdispersi merata keseluruh
air disekelilingnya. Molekul berantai panjang mulai membuka atau terurai
dan campuran pati dan air menjadi makin kental membentuk sol. Pada
pendinginan, jika pendinginan air dan pati cukup besar, molekul pati
membentuk jaringan dengan molekul air terkurung di dalamnya sehingga
terbentuk gel. Keseluruhan proses ini dinamakan proses gelatinisasi
(Gaman, dkk, 1994.
19
Proses pemanggangan akan terjadi browning non enzimatis dan
karamelisasi. Pada saat proses pemanggangan, browning non enzimatis
akan terjadi akibat reaksi antara gugus amin pada protein kacang hijau dan
gula preduksi pada karbohidrat ubi jalar. Sedangkan karamelisasi gula
terjadi akibat pemanggangan pada suhu tinggi, dimana titik lebur sukrosa
1600C, bila gula yang telah mencair langsung dipanaskan terus hingga
suhunya melampaui titik leburnya,maka mulailah akan terjadi
karamelisasi sukrosa (Winarno,1992).
4. Pengemasan
Menurut Suyanti (2008), pengemasan bertujuan untuk melindungi
bahan dari kerusakan fisik akibat tekanan, melindungi produk dari
cemaran, serta memudahkan penyimpanan, pengangkutan, dan distribusi.
Kemasan dapat dijadikan alat pemikat bagi pembeli. Kemasan dapat juga
menjadi media informasi tentang produk yang dikemas, cara penggunaan,
serta informasi komposisi isinya. Dengan kemasan yang tepat, produk
cookies akan dapat dilindungi dari pengaruh lingkungan yang dapat
mempercepat kerusakan dan mempersingkat umur simpannya. Hal yang
terpenting pada kemasan adalah kemasan tidak boleh robek atau bocor
3. Mutu Cookies
Menurut Winarno (1993), mutu adalah gabungan sifat-sifat yang
mencirikan atau membedakan setiap satuan bahan atau produk yang erat kaitannya
dengan penerimaan konsumen.
20
a. Standar Mutu Cookies SNI
Standar mutu cookies menurut SNI digunakan sebagai acuan dalam
menentukan kualitas cookies yang diolah oleh setiap industry pangan. Standar mutu
cookies dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Standar Mutu Cookies Menurut SNI 01-2774-1992
No. Parameter Nilai
1 Keadaan
Normal
Normal
Normal
1.1 Bau
1.2 Rasa
1.3 Warna
2 Air % , b/b Maksimum 5
3 Abu % , b/b Maksimum 2
4 Protein % , b/b Minimum 6
5 Perwarna dan pemanis
buatan
Harus menggunakan perwarna dan
pengawet yang telah lolos depkes
6 Cemaran tembaga (mg/kg) Maksimum 10
7 Cemaran timbal (mg/kg) Maksimum 1,0
8 Seng (mg/kg) Maksimum 40,0
9 Merkuri (mg/kg) Maksimum 0,05
10 Cemaran mikroba
Angka komponen total Maksimum 1x106
11 Karbohidrat Maksimum 70
Sumber: BSN,1992
b. Sifat Fisik Cookies
Sifat fisik cookies meliputi sifat fisik tekstur dan warna yang menentukan
penerimaan suatu produk yang ada di pasaran yang menentukan disukai atau
tidaknya produk oleh masyarakat.
1. Tekstur
Tekstur adalah sensasi tekanan yang dapat diamati dengan mulut (pada
waktu digigit, dikunyah dan ditelan) ataupun melalui perabaan dengan jari
(Kartika, 1988). Pengujian tekstur cookies dilakukan dengan menggunakan
21
Hardness Tester. Alat ini mengukur kekerasan bahan yang diuji, diukur
sebagai respon bahan terhadap gaya yang diberikan untuk menekan bahan
hingga pecah. Makin besar gaya yang diberikan maka makin tinggi tingkat
kekerasan produk.
2. Warna
Warna merupakan salah satu faktor penting sebagai parameter dalam
menentukan tingkat penerimaan konsumen dalam memilik produk makanan.
Karakteristik warna dapat dilakukan pengujian dengan penggunaan lovibond
tintometer.
c. Sifat Kimia Cookies
Sifat kimia pada cookies dipengaruhi oleh bahan baku yang digunakan.
Analisis proksimat dilakukan untuk mengetahui kadar air, kadar abu, kadar
protein, kadar lemak dan kadar karbohidrat.
1. Kadar air
Kadar air sangat berpengaruh dalam menentukkan mutu dan umur
simpan produk selama penyimpanan. Faktor-faktor yang penting ini akan
mempengaruhi kestabilan dari produk pangan berupa sifat-siafat fisik
(kekerasan dan kekeringan) dan sifat-sifat fisikokimia. Perubahan-perubahan
kimia (pencoklatan non enzimatis), kerusakan mikrobiologis, dan perubahan
enzimatis terutama pada produk pangan tidak diolah (Winarno dan Jennie,
1983).
Kadar air contoh ditentukan dengan prosedur AOAC (1980). Contoh
sebanyak 2 gram dikeringkan dalam oven pada suhu 1050C selama 3 jam atau
22
sampai beratnya tetap, lalu didinginkan dalam eksikator dan ditimbang.
Kadar air contoh diperoleh dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
Kadar air = 𝐴−𝐵
A 𝑋 100%
A= berat awal (gram)
B= berat akhir (gram)
2. Kadar abu
Kadar abu ditentukan dengan prosedur AOAC (1980). Dua gram
contoh diabukan dalam tanur pada suhu 6000C selama minimal 3 jam.
Kadar abu = 𝐵
𝐴 𝑋 100%
A= berat awal (gram)
B= berat contoh setelah diabukan (gram)
3. Kadar protein
Protein merupakan makromolekul yang terdiri dari satu atau lebih
polipeptida. Setiap polipeptida terdiri dari rantai asam amino dimana satu
sama lain dihubungkan oleh ikatan peptida. Protein diperlukan untuk
pertumbuhan dan perkembangan tubuh, perbaikkan dan pergantian sel-sel
jaringan tubuh yang rusak dan produksi enzim pencernaan serta enzim
metabolisme (Winarno, 1993).
4. Kadar lemak
Lemak merupakkan komponen yang mempengaruhi rasa, tekstur,
kenampakkan dan sifat lain yang ada pada suatu produk, baik lemak jenuh
maupun lemak tak jenuh. Selain itu lemak juga merupakan sumber energi
yang lebih efektif daripada karbohidrat dan protein. Satu gram lemak dapat
23
menghasilkan 9 kkal, sedangkan karbohidrat dan protein dengan berat yang
sama hanya menghasilkan 4 kkal (Winarno, 2008).
Kandungan lemak pada suatu produk dapat menentukan umur simpan
produk tersebut. Kandungan lemak yang rendah dapat mencegah produk
menjadi tengik dan dapat membuat produk memiliki umur simpan yang lebih
lama (Widara, 2012).
5. Kadar karbohidrat (by difference)
Komponen terbesar dalam suatu bahan nabati umumnya adalah
karbohidrat, baik berupa gula sederhana maupun pati, pektin dan selulosa.
Kadar karbohidrat dapat diketahui dengan menggunakan metode carbohydrat
by differenceyaitu suatu penentuan karbohidrat dalam bahan makanan secara
kasar melalui suatu perhitungan (Winarno, 2008).
B. Ubi Jalar Putih
Ubi jalar yang berwarna putih lebih diarahkan untuk pengembangan tepung
dan pati karena umbi yang berwarna cerah cenderung lebih baik kadar patinya dan
warna tepung lebih menyerupai terigu. Bentuk olahan ubi jalar yang cukup
potensial dalam kegiatan agroindustri sebagai upaya peningkatan nilai tambah
adalah tepung dan pati yang merupakan produk antara untuk industri pangan seperti
roti, cake, biskuit, dan mie terutama sebagai substitusi dalam penggunaan terigu.
Sebagai contoh, kue kering (cookies) dapat diolah dari 100% tepung ubi jalar,
sedangkan cake dibuat dari campuran 25-50% tepung ubi jalar dengan 50-75%
terigu (Antarlina, 1999).Dalam taksonomi tumbuh-tumbuhan, ubi jalar dapat
diklasifikasi sebagai berikut (Heyne, 1987).
24
Kingdom : Plantae
Division : Spermatophyta
Subdivisio : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Keluarga : Convolvulacea
Genus :Ipomoea
Spesies : Ipomoea batatas L.
Ubi jalar merupakan kelompok tanaman pangan yang paling banyak
dibudidayakan sebagai komoditas pertanian bersumber karbohidrat setelah
gandum, beras, jagung dan singkong. Alasan utama banyak yang membudidayakan
adalah karena tanaman ini relatif mudah tumbuh, tahan hama dan penyakit serta
memiliki produktivitas yang cukup tinggi. Sifat kimia ubi jalar putih dapat dilihat
pada Tabel 3.
Tabel 3. Sifat Kimia Ubi Jalar Putih
Komposisi Jumlah (%)
Energi 136kkal
Protein 1,1 g
Lemak 0,4 g
Karbohidrat 32,3 g
Kalsium 57,0 g
Kadar Gula 0,3 g
Air
Vitamin A
Vitamin B1
Vitamin C
Serat Kasar
Abu
68,5 g
900 SI
0,10 Mg
35,0 Mg
1,4 g
0,3 g
Sumber: (Anonim, 1993)
Ubi Jalar juga merupakan bahan pangan yang baik, khususnya karena
patinya yang memiliki kandungan nutrisi yang sangat kaya antara lain karbohidrat
25
yang tinggi. Oleh karena itu di beberapa daerah ubi jalar juga digunakan sebagai
bahan makanan pokok. Selain itu juga mengandung protein, vitamin C dan kaya
akan vitamin A (betakaroten). Ubi jalar juga bagus untuk makanan ternak
(Winarsih, 2007).
1. Tepung ubi jalar putih
Tepung ubi jalar putih mengandung protein 3% (bk=basis kering), lemak
0,6% (bk), karbohidrat 94% (bk), dan abu 2% (bk) (Antarlina, 1994). Tepung ubi
jalar putih ini sangat potensial sebagai bahan baku produk-produk pangan berbasis
tepung dan mampu bersaing dari segi kualitas produk yang dihasilkan. Sebagai
bahan baku kue kering (cookies) dan cake, penggunaan tepung ubi jalar dapat
mencapai 50-100%. Variasi formula yang digunakan tergantung pada selera
pembuat sedangkan cara pembuatannya mengikuti cara pembuatan kue berbahan
baku terigu. Penggunaan tepung ubi jalar putih sebagai bahan baku kue juga
menguntungkan karena dapat menghemat kebutuhan gula sampai dengan 20%.
Sementara untuk bahan baku roti tawar, mie kering dan mie basah, tepung ubi jalar
putih dapat mengganti/mensubstitusi terigu masing-masing sebesar 10% dan 20%
(Heriyanto, et al., 1999). Adapun komposisi kimia tepung ubi jalar putih dapat
dilihat dari Tabel 4.
Tabel 4. Daftar komposisi kimia tepung ubi jalar putih per 100 g
Komponen Komposisi
Kalori (kal) 123kkal
Protein (g) 0,87
Lemak (g) 0,95
Karbohidrat (g) 28,79
Abu (g) 0,93
Serat (g) 65,24
Air (g) 65,24
Sumber : Marsono, (2002).
26
2. Proses Pembuatan Tepung Ubi Jalar
Tepung ubi jalar putih adalah sejenis pengolahan yang berguna untuk
memperpanjang umur simpan ubi jalar. Selain itu, tepung ubi jalar putih lebih
fleksibel dipergunakan untuk pembuatan berbagai jenis makanan lain. Tepung ubi
jalar putih diperoleh dari ubi jalar kering (gaplek ubi jalar) yang digiling kemudian
diayak (Syarief dan Irawati, 1986). Pembuatan tepung ubi jalar putih dapat
dilakukan dengan cara biasa dan dengan cara fermentasi. Pada cara biasa,
pembuatan tepung ubi jalar dalam skala rumah tangga maupun industri kecil dapat
dilakukan dengan dua cara yaitu cara kering dan cara basah (Muchtadi dan
Sugiyono, 1992).
a. Cara Kering
Ubi jalar yang telah disiapkan dikupas dan dicuci. Kemudian ubi jalar
diiris dengan ketebalan 2-5 mm. Ubi jalar yang telah diiris lalu direndam dalam
larutan garam dapur 3% selama 5 menit. Setelah itu, irisan ubi jalar dijemur
diatas rak penjemuran sampai kering. Setelah kering, ubi digiling dan diayak
untuk memperoleh partikel-partikel yang seragam.
b. Cara Basah
Umbi segar yang akan dibuat menjadi tepung dibersihkan, dikupas, dan
dicuci. Umbi yang ada diparut secara mekanik atau manual. Hasil parutan
dipres sehingga sebagian air keluar lalu hasil parutan dijemur sampai kering.
Hasil parutan yang telah kering ditumbuk dengan alu atau digiling dengan
menggunakan penggiling mekanik. Setelah itu, hasil gilingan diayak agar
didapat ukuran partikelnya seragam
27
Dalam pembuatan produk pangan, tepung ubi jalar dapat digunakan sebagai
bahan campuran (substitusi) dengan tepung lain yang jumlahnya tergantung pada
produk yang akan dibuat dan kualitas yang akan dihasilkan. Sebagai contoh, kue
kering dan kue lapis dapat diolah dari 100% tepung ubi jalar, sedangkan cake dibuat
dari campuran 25-50% tepung ubi jalar dengan 50-75% terigu. Dalam pembuatan
9 kue, penggunaan tepung ubi jalar dapat menghemat penggunaan gula sebesar 20%
dibandingkan dengan penggunaan 100% terigu. Mie dapat dibuat dari campuran
20% tepung ubi jalar dan 80% terigu. Guna menghasilkan mie yang bermutu,
tepung ubi jalar yang digunakan berasal dari umbi berwarna putih. Mutu produk
yang terbuat dari tepung ubi jalar,tepung beras dan terigu relatif sama karena
kandungan nutrisinya tidak jauh berbeda. Pembuatan tepung ubi jalar putih
ditunjukan pada Gambar 2.
Gambar 2. Proses Pembuatan Tepung Ubi Jalar Putih.
Pengupasan
Pencucian
Pengecilan Ukuran (kasar) dan Penimbangan
Perendaman selama 10 menit
Air kotor,
tanah
Ubi jalar putih: air
kapur (1:3 b/v)
Air bersih
Ubi jalar putih
Kulit ubi jalar
putih, bagian ubi
jalar busuk, tangkai
Tepung ubi jalar putih
Pencucian
Pengeringan cabinet dryer 50-60°C
Pengepresan dengan mesin press hidrolik
Getah hilang Air bersih
Air
Penggilingan
28
C. Kacang Hijau
Kacang hijau (Vigna radiate) adalah sejenis palawija yang dikenal luas di
daerah tropika. Tumbuhan yang termasuk suku polong-polongan (Fabaceae) ini
memiliki banyak manfaat dalam kehidupan sehari-hari sebagai sumber bahan
pangan berprotein nabati tinggi. Kacang hijau di Indonesia menempati urutan ketiga
terpenting sebagai tanaman pangan legum setelah kedelai dan kacang tanah.
(Anonim, 2013).
Kacang hijau memiliki kandungan protein yang cukup tinggi sebesar 22%
dan merupakan sumber mineral penting, antara lain kalsium dan fosfor. Sedangkan
kandungan lemaknya merupakan asam lemak tak jenuh (Ratnaningsih dkk, 2009).
Komposisi kimia kacang hijau tanpa kulit dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Komposisi kimia kacang hijau tanpa kulit dalam 100 g
Komponen Jumlah per 100 g Bahan
Air (g) 10,1
Protein (g) 24,5
Lemak (g) 1,2
Mineral (g) 3,5
Serat (g) 0,8
Karbohidrat (g) 59,9
Energi (kcal) 348,0
Kalsium (mg) 75,0
Phospor (mg) 405,0
Karoten (mg) 49,0
Besi (mg) 8,5
Tiamin (mg) 0,72
Ribovlavin (mg) 0,15
Niasin (mg) 2,40
Sumber : Thirumaran dan Seralathan, 1987 dalam Kanetro dan Hastuti, 2006.
Tepung kacang hijau menurut SNI 01-3728-1995 adalah bahan makanan
yang diperoleh dari biji tanaman kacang hijau (Phaseolus radiatus L) yang sudah
dihilangkan kulit arinya dan diolah menjadi tepung. Komposisi asam amino kacang
29
hijau dalam bentuk tepung dibandingkan dengan standar FAO/WHO 1972 disajikan
pada Tabel 6.
Tabel 6. Komposisi asam amino kacang hijau dalam bentuk tepung dibandingkan
dengan Standar FAO/WHO 1972
D. Hipotesis
Konsentrasi tepung komposit dan baking powder diduga dapat pengaruh
terhadap sifat fisik, kimia, dan tingkat kesukaan cookies.
Asam Amino (mg/g
protein)
Tepung Kacang Hijau Standar FAO/ WHO
Isoleusin 35 40
Leusin 73 70
Lisin 58 58
Metionin/ sisin 17 35
Fenilalanin 60 60
Teroin 36 40
Triptofan 11 10
Valin 41 50