f07mnh cookies

92
SKRIPSI KAJIAN FORMULASI LIGHTER BISCUIT DALAM RANGKA PENGEMBANGAN PRODUK BARU DI PT ARNOTT’S INDONESIA BEKASI Oleh : MOLID NURMAN HADI F24102076 2007 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Upload: linda-ardiyanti

Post on 30-Jul-2015

88 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: F07mnh Cookies

SKRIPSI

KAJIAN FORMULASI LIGHTER BISCUIT

DALAM RANGKA PENGEMBANGAN PRODUK BARU

DI PT ARNOTT’S INDONESIA BEKASI

Oleh :

MOLID NURMAN HADI

F24102076

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

Page 2: F07mnh Cookies

KAJIAN FORMULASI LIGHTER BISCUIT

DALAM RANGKA PENGEMBANGAN PRODUK BARU

DI PT ARNOTT’S INDONESIA BEKASI

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

MOLID NURMAN HADI

F24102076

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

Page 3: F07mnh Cookies

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

KAJIAN FORMULASI LIGHTER BISCUIT

DALAM RANGKA PENGEMBANGAN PRODUK BARU

DI PT ARNOTT’S INDONESIA BEKASI

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

MOLID NURMAN HADI

F24102076

Dilahirkan pada tanggal 2 Desember 1984

Di Banyumas, Jawa Tengah

Tanggal Lulus : 12 Januari 2007

Menyetujui,

Bogor, Januari 2007

Mengetahui,

Ir. Budi Nurtama, MAgr Pembimbing I

Riris Triwati, STP. Pembimbing II

Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Page 4: F07mnh Cookies

Molid Nurman Hadi. F24102076. Kajian Formulasi Lighter Biscuit Dalam Rangka Pengembangan Produk Baru di PT Arnott’s Indonesia Bekasi. Di bawah bimbingan : Budi Nurtama dan Riris Triwati. 2007.

RINGKASAN

Pengembangan produk baru adalah suatu usaha ekstensifikasi dari suatu perusahaan pangan yang merupakan hasil kerja sama antara bagian pengembangan produk, pemasaran, produksi, pengawasan mutu, dan bagian persediaan bahan. Penelitian dan pengembangan merupakan kegiatan perusahaan dalam rangka mengembangkan produk baru dan mengantisipasi perubahan pasar.

Formulasi produk merupakan bagian dalam tahap pengembangan produk. Tahap ini merupakan tahap yang sangat penting dalam penciptaan produk baru. Pada tahap ini dicari beberapa alternatif formulasi bahan baku produk sampai dihasilkan formulasi yang optimum hingga dihasilkan produk bermutu yang secara ekonomis menguntungkan dan secara organoleptik dapat diterima dan disukai oleh konsumen.

Penelitian ini difokuskan untuk memperoleh rancangan formula pembuatan biskuit lebih khususnya yaitu lighter biscuit yang optimum. Tahap awal dari penelitian ini adalah melakukan uji variasi beberapa bahan baku yaitu bahan pengembang, tepung, pati, shortening, serta uji variasi proses mixing (pencampuran). Kemudian dilanjutkan dengan perancangan formula pembuatan lighter biscuit yang optimum menggunakan program Design Expert version 7 dan secara organoleptik diterima. Jumlah formulasi yang dilakukan sebanyak 12 formula biskuit dengan respon produk yang diukur yaitu % weight loss, % L increase, dan tebal.

Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan lighter biscuit terdiri atas bahan utama dan bahan tambahan. Bahan utama meliputi : soft flour, pati modifikasi, shortening, gula dan skim. Bahan tambahan meliputi : bahan pengembang, lesitin, garam, air dan flavor susu. Proses pembuatan biskuit terdiri atas penyiapan bahan, menimbang, mixing (pencampuran), proofing (pengistirahatan), laminasi, pencetakan dan baking (pemanggangan).

Analisis respon formula menunjukkan hasil bahwa nilai % WT loss paling tinggi yaitu 19.67% terdapat pada formula 3 yang menggunakan soft flour sebesar 40%, pati modifikasi A 4.25%, pati modifikasi B 4.25% dan bahan pengembang 3.5%. Sedangkan yang terendah sebesar 14.43% terdapat pada formula 5 yang menggunakan soft flour sebesar 40%, pati modifikasi A 4.5%, pati modifikasi B 4.5% dan bahan pengembang 3.0%. Model persamaan polinomial dari respon % weight loss adalah linear. Model ini memiliki nilai p ”prob>F” lebih kecil dari 0,05 yaitu sebesar <0.0001. Hal ini berarti bahwa respon % WT loss sangat dipengaruhi oleh komponen-komponen formula yang dilakukan.

Untuk respon % L increase, nilai tertinggi sebesar 7.45 % terdapat pada formula 7 yang menggunakan soft flour sebesar 39.75%, pati modifikasi A 4.5%, pati modifikasi B 4.25% dan bahan pengembang 3.5%. Sedangkan yang terendah sebesar 2.69% terdapat pada formula 1 yang menggunakan soft flour sebesar 39.75%, pati modifikasi A 4.5%, pati modifikasi B 4.5% dan bahan pengembang 3.25%. Model persamaan polinomial dari respon % L increase adalah linear. Model ini memiliki nilai p ”prob>F” lebih kecil dari 0,05 yaitu sebesar <0.0001.

Page 5: F07mnh Cookies

Hal ini berarti bahwa respon % L increase sangat dipengaruhi oleh komponen-komponen formula yang dilakukan.

Analisis respon tebal menunjukkan bahwa nilai tebal tertinggi terdapat pada formula 6 dan 1 yaitu sebesar 0.828 cm. Formula 6 menggunakan soft flour sebesar 39.75%, pati modifikasi A 4.25%, pati modifikasi B 4.5% dan bahan pengembang 3.5%. Sedangkan pada formula 10 digunakan soft flour sebesar 39.5%, pati modifikasi A 4.5%, pati modifikasi B 4.5% dan bahan pengembang 3.5%. Nilai tebal terendah sebesar 0.7120 cm terdapat pada formula 5 yang menggunakan soft flour sebesar 40%, pati modifikasi A 4.5%, pati modifikasi B 4.5% dan bahan pengembang 3.0%. Model persamaan polinomial memiliki nilai p ”prob>F” lebih besar dari 0,05. Nilai ini menunjukkan bahwa model linear yang direkomendasikan tidak bersifat signifikan dan respon tebal tidak dipengaruhi oleh komponen-komponen formula yang dilakukan.

Formula yang terpilih dari proses optimasi yaitu formula ke-1 (F new 1), dengan komposisi soft flour 39.62%, pati modifikasi A 4.318%, pati modifikasi B 4.5% dan bahan pengembang 3.5%. Formula ini diprediksi akan menghasilkan biskuit dengan tebal 0.823901 cm, nilai % WT loss 17.84%, nilai % L increase 5.65% dengan nilai desirability sebesar 0.964662 artinya formula tersebut akan menghasilkan produk yang memiliki karakteristik paling optimal dan sesuai dengan keinginan kita sebesar 96.47%. Setelah divalidasi diperoleh biskuit dengan nilai tebal 0.95 cm, % WT loss 18.03% dan % L increase 4.53%.

Page 6: F07mnh Cookies

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Molid Nurman Hadi, dilahirkan pada

tanggal 2 Desember 1984 di Banyumas dan merupakan putra

kelima dari pasangan Djadi Hadi dan (almh) Kuswati. Penulis

menempuh pendidikan dasar di SDN Wangon III (1990-1996),

pendidikan menengah pertama di SLTPN 1 Wangon (1996-

1999), dan pendidikan menengah umum di SMUN 1 Jatilawang (1999-2002).

Penulis diterima di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Institut

Pertanian Bogor pada tahun 2002 melalui jalur USMI. Selama menempuh

pendidikan di IPB penulis aktif sebagai pengurus BKIM (Badan Kerohanian

Mahasiswa Islam) IPB periode 2004-2005 sebagai staf BKIMedia dan periode

2005-2006 sebagai kepala Badan Otonom BKIMedia, serta anggota HIMITEPA.

Penulis pernah terlibat dalam kepanitian Seminar Nasional Pangan Halal, BAUR

2004 dan Simposium Nasional Lembaga Dakwah Kampus. Penulis juga pernah

melaksanakan Kuliah Kerja Nyata di Desa Cinangka Bogor pada tahun 2005.

Terakhir penulis menyelesaikan tugas akhir sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Ilmu dan

Teknologi Pangan dalam bentuk magang-penelitian di PT Arnott’s Indonesia

Bekasi dengan judul “Kajian Formulasi Lighter Biscuit Dalam Rangka

Pengembangan Produk Baru di PT Arnott’s Indonesia Bekasi” di bawah

bimbingan Ir. Budi Nurtama, M.Agr dan Riris Triwati, STP.

Page 7: F07mnh Cookies

i

KATA PENGANTAR

Penulis mengucapkan syukur alhamdulillah kepada Allah SWT atas

rahmat, karunia, serta berkah-Nya yang telah diberikan kepada penulis sehingga

penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Kajian Formulasi Lighter

Biscuit Dalam Rangka Pengembangan Produk Baru di PT Arnott’s Indonesia

Bekasi”. Shalawat dan Salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Besar

Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat dan kaum muslimin yang senantiasa

memegang teguh ajaran-Nya.

Pada kesempatan ini, perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih

kepada pihak-pihak yang telah membantu, mendukung, serta membimbing penulis

baik secara langsung maupun tidak langsung hingga skripsi ini selesai ditulis,

terutama kepada :

1. Ir. Budi Nurtama, M.Agr. selaku Dosen Pembimbing I yang senantiasa

sabar dan bijaksana dalam membimbing dan mendukung penulis.

2. Riris Triwati, S.TP. atas kesediaan untuk menjadi pembimbing magang

sekaligus Pembimbing II yang senantiasa membantu dan membimbing

serta banyak memberikan masukan-masukan kepada penulis.

3. Nur Wulandari, S.TP., MSi. selaku dosen penguji yang telah memberikan

banyak masukan kepada penulis.

4. Seluruh dosen dan staf Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan yang telah

memberikan ilmu dan mendukung kemajuan penulis.

5. Keluarga tercinta Bapak, Ibu dan Kakak atas doa, kasih sayang, nasihat,

dorongan dan motivasi yang diberikan.

6. Teman sebimbinganku Ruri, atas bantuan dan dukungannya terhadap

penulis.

7. Saudara-saudaraku tercinta dan seperjuangan di Wisma Jundullah: Rikza,

Hafid, Renato, Fanani, Slamet dan semuanya atas kebersamaan, bantuan,

dukungan serta kasih sayangnya.

8. Sahabat-sahabat golongan C khususnya C3: Hana, Bobby dan Yudhan atas

kebersamaan, bantuan dan dorongannya kepada penulis

Page 8: F07mnh Cookies

ii

9. Sahabat-sahabat TPG 39 lainnya atas dukungan, kebersamaan, dan

persahabatan yang penuh warna.

10. Mba Lia, Bu Darwati, Mba Erni, Bu Yani, Mas Setyo, Mba Indah dan

teman-teman magang di lab R&D PT Arnott’s Indonesia Bekasi atas

bantuan dan kerjasamanya.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam skripsi ini, oleh sebab

itu masukan dan kritik yang membangun selalu penulis tunggu. Semoga skripsi

ini bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan.

Bogor, Januari 2007

Penulis

Page 9: F07mnh Cookies

iii

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ………………………………………………………….. iii

DAFTAR TABEL …………………………………………………….. v

DAFTAR GAMBAR …………………………………………………. vi

DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………. vii

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG …………………………………...

B. TUJUAN MAGANG-PENELITIAN ……………………

C. KEGUNAAN MAGANG-PENELITIAN ……………….

II. TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN

A. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PERUSAHAAN ..

B. LOKASI DAN TATA LETAK PERUSAHAAN ..............

C. STRUKTUR ORGANISASI PERUSAHAAN ..................

D. KETENAGAKERJAAN ....................................................

III. TINJAUAN PUSTAKA

A. PENGEMBANGAN PRODUK ………………………….

B. BISKUIT

1. Definisi ...........................................................................

2. Jenis Biskuit ...................................................................

3. Karakteristik Biskuit ......................................................

C. BAHAN BAKU BISKUIT

1. Tepung ..........................................................................

2. Gula ..............................................................................

3. Lemak dan Minyak .......................................................

4. Emulsifier ......................................................................

5. Bahan Pengembang ......................................................

6. Pati Jagung ....................................................................

7. Garam ............................................................................

1

3

3

4

5

6

8

10

12

12

13

13

14

14

16

18

19

21

24

28

Page 10: F07mnh Cookies

iv

D. PEMBUATAN BISKUIT ...................................................

E. MIXTURE DESIGN……………………………………….

IV. METODOLOGI PENELITIAN

A. BAHAN DAN ALAT …………………………………....

1. Bahan ..............................................................................

2. Alat .................................................................................

B. METODOLOGI PENELITIAN ........................................

1. Persiapan .......................................................................

2. Penelitian Pendahuluan ..................................................

3. Penelitian Utama ............................................................

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. PROSES PEMBUATAN LIGHTER BISCUIT .................

B. PENELITIAN PENDAHULUAN.....................................

C. PENELITIAN UTAMA ...................................................

1. Rancangan Percobaan ....................................................

2. Analisis Respon .............................................................

3. Optimasi Formula ..........................................................

4. Validasi ..........................................................................

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN ..................................................................

B. SARAN ..............................................................................

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

29

31

33

33

33

33

33

34

37

38

40

43

43

45

53

56

57

57

58

61

Page 11: F07mnh Cookies

v

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Tingkat kemanisan produk hidrolisis pati dibandingkan dengan sukrosa .................................................................

17

Tabel 2. Karakteristik beberapa CO2 carrier……………………….

23

Tabel 3. Kadar bahan pengembang (% terhadap tepung) dalam uji variasi bahan pengembang ……………………….……….

34

Tabel 4. Jenis dan kadar tepung (% terhadap tepung) dalam uji variasi tepung ……………………………………………..

35

Tabel 5. Kadar pati jagung (% terhadap tepung) dalam uji variasi pati ………………………………………………………...

35

Tabel 6. Kadar shortening (% terhadap tepung) dalam uji variasi shortening………………………………………………….

36

Tabel 7. Metode dan waktu pencampuran (mixing) dalam uji variasi pencampuran (mixing) …………………………….

36

Tabel 8. Formulasi lighter biscuit …………………………………. 37

Tabel 9. Rancangan formula mixture design ..................................... 44

Tabel 10. Hasil analisis %WT loss ...................................................... 45

Tabel 11. Hasil analisis % L increase ………………………………. 48

Tabel 12. Hasil analisis respon tebal (cm) …………………………... 51

Page 12: F07mnh Cookies

vi

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Rumus struktur lemak ...................................................... 18

Gambar 2. Proses pembuatan biskuit skala laboratorium ………...... 30

Gambar 3. Grafik contour plot hasil uji % WT loss ………………. 47

Gambar 4. Grafik tiga dimensi hasil respon % WT loss ………….... 47

Gambar 5. Grafik contour plot hasil uji % L increase...................... 49

Gambar 6. Grafik tiga dimensi hasil respon % L increase ………… 50

Gambar 7. Grafik contour plot hasil respon tebal ............................. 52

Gambar 8. Grafik tiga dimensi hasil respon tebal .............................. 53

Gambar 9. Contour plot desirability produk terhadap formulasi ....... 54

Gambar 10. Grafik tiga dimensi hasil nilai desirability ....................... 55

Page 13: F07mnh Cookies

vii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Hasil uji variasi bahan baku .......................................... 61

Lampiran 2. Hasil anova respon % WT loss ………………………. 62

Lampiran 3. Persamaan polinomial respon % WT loss ……………. 63

Lampiran 4. Hasil anova respon % L increase ……………………. 64

Lampiran 5. Persamaan polinomial respon % L increase …………. 65

Lampiran 6. Hasil anova respon tebal ……………………………… 66

Lampiran 7. Persamaan polinomial respon tebal ………………….. 67

Lampiran 8. Hasil optimasi formula ……………………………….. 68

Lampiran 9. Hasil uji rating dan deskripsi formula terpilih lighter biscuit …………………………………………………

69

Lampiran 10. Descriptive Statistics ..................................................... 70

Page 14: F07mnh Cookies

1

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Sistem perdagangan semakin ketat dan kompetitif pada era globalisasi

ini. Banyak sekali industri baru yang muncul dan menjual produknya ke pasar

khususnya industri yang bergerak di bidang pangan. Produsen berlomba-

lomba untuk menarik perhatian masyarakat dengan menghasilkan produk yang

memberikan kepuasan kepada konsumen. Oleh karena itu, peran mutu produk

yang dihasilkan menjadi sangat nyata dalam rangka persaingan antar

produsen. Hal ini dipertegas oleh meningkatnya pandangan dan kesadaran

konsumen terhadap mutu sehingga terjadi suatu kecenderungan dimana hanya

produk yang memenuhi tuntutan konsumen yang diterima oleh konsumen,

sehingga mengakibatkan terjadinya perubahan tren orientasi produsen dari

profit oriented menjadi consumer satisfaction oriented (Soekarto, 1990).

Selain mengendalikan dan menjamin mutu produk, usaha lain yang

dapat dilakukan industri pangan agar tetap eksis dan memenangkan persaingan

dalam dunia bisnis pada era globalisasi ini antara lain dengan melakukan

terobosan-terobosan baru yang kreatif dan inovatif. Terobosan-terobosan

tersebut dapat diwujudkan, salah satunya melalui pengembangan produk baru

dan memanfaatkan semaksimal mungkin peluang bisnis yang ada.

Pengembangan produk baru adalah suatu usaha ekstensifikasi dari

suatu perusahaan pangan hasil kerja sama antara bagian pengembangan

produk, pemasaran, produksi, pengawasan mutu, dan bagian persediaan bahan.

Penelitian dan pengembangan merupakan kegiatan perusahaan dalam rangka

mengembangkan produk baru dan mengantisipasi perubahan pasar. Usaha-

usaha pengembangan produk baru ini bertujuan untuk menciptakan produk-

produk unggulan yang sering disebut sebagai food trend leader, bermutu

tinggi, aman dan sesuai dengan kebutuhan konsumen.

Formulasi produk merupakan bagian dalam tahap pengembangan

produk. Tahap ini merupakan tahap yang sangat penting dalam penciptaan

produk baru. Pada tahap ini dicari beberapa alternatif formulasi bahan baku

Page 15: F07mnh Cookies

2

produk sampai dihasilkan formulasi yang optimum hingga dihasilkan produk

bermutu yang secara ekonomis menguntungkan dan secara organoleptik dapat

diterima dan disukai oleh konsumen.

Salah satu produk makanan yang sudah banyak di pasaran dan banyak

dikonsumsi sejak dulu adalah biskuit. Persaingan industri pangan khususnya

biskuit, akhir-akhir ini menjadi semakin ketat. Banyak sekali produk-produk

baru bermunculan, mulai mengganti produk lama yang mulai ditinggalkan.

Namun, tidak sedikit pula produk lama yang masih bertahan hingga sekarang.

Biskuit adalah produk makanan kering yang dibuat dengan

memanggang adonan yang mengandung bahan dasar tepung terigu, lemak dan

bahan pengembang dengan atau tanpa penambahan bahan tambahan lain yang

diizinkan. Secara umum biskuit diklasifikasikan menjadi empat jenis yaitu

biskuit keras, crackers, cookies, dan wafer (SII No. 0177, 1990). Riset

berskala laboratorium mengenai biskuit telah banyak dilakukan, baik dalam

rangka reformulasi maupun formulasi produk baru.

Biskuit banyak disukai konsumen karena beberapa hal, antara lain

rasanya yang enak dan bervariasi, harga relatif murah, cukup mengenyangkan,

hingga kandungan gizi yang lengkap. Jenis dan bentuk biskuit yang beredar di

pasaran pun beragam. Mulai dari yang sederhana, seperti berbentuk kotak,

bulat sampai berbentuk binatang. Penyajiannya pun beragam, ada yang

langsung dimakan hingga dikombinasikan dengan coklat atau lainnya. Hal

yang paling dianggap sebagai keuntungan menjual biskuit adalah harganya

yang murah dengan jumlah per kemasan cukup banyak.

Berdasarkan hal itu, Departemen Penelitian dan Pengembangan

Produk (Research and Development Product Department atau R&D) PT

Arnott’s Indonesia mempunyai ide untuk membuat lighter biscuit. Lighter

biscuit merupakan salah satu jenis biskuit yang memiliki bobot ringan namun

bervolume besar (less weight high volume) sehingga diharapkan

meminimalisasi biaya jika diaplikasikan dalam skala produksi. Di samping itu

terkait juga dengan pengemasan. Biskuit dengan jenis yang sama, namun jika

volumenya lebih besar akan tampak lebih banyak per kemasan dengan bobot

yang lebih ringan.

Page 16: F07mnh Cookies

3

B. TUJUAN MAGANG-PENELITIAN

Secara umum tujuan kegiatan magang-penelitian di Departemen

Penelitian dan Pengembangan Produk (Research and Development Product

Department atau R&D) PT Arnott’s Indonesia adalah untuk melatih

keterampilan lapangan dan pengembangan wawasan berpikir mahasiswa yang

berkaitan dengan penguasaan konseptual dalam usaha pemahaman dan

penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi secara integral dan profesional.

Selain itu kegiatan ini juga memiliki tujuan khusus yaitu mendapatkan

formula terbaik dan terpilih lighter biscuit yaitu biskuit dengan bobot yang

ringan namun memiliki volume yang besar (less weight high volume) dalam

rangka pengembangan produk baru biskuit skala laboratorium.

C. KEGUNAAN MAGANG-PENELITIAN

Penelitian ini mendukung pengembangan produk baru biskuit di PT

Arnott’s Indonesia. Formulasi hasil penelitian ini dapat digunakan oleh

perusahaan sebagai formula produk baru setelah dilakukan riset pasar yang

lebih mendalam dan diaplikasikan dalam skala produksi.

Page 17: F07mnh Cookies

4

II. TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN

A. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PERUSAHAAN

Sejarah PT. Arnott’s Indonesia dimulai dengan berdirinya perusahaan

yang bergerak di bidang makanan kering dengan nama PT. Tatas Mulya pada

tahun 1977. Sejalan dengan perkembangan pasar yang kurang menyukai

produk ini, maka perusahaan mulai membuat makanan kecil dalam bentuk

chips. Pada tahun 1982 secara resmi dibuat akte pendirian perusahaan yang

menjadi cikal bakal PT. Arnott’s Indonesia.

Pada tahun 1984, perusahaan ini berkembang menjadi dua, yaitu PT.

Tatas Mulya yang berlokasi di Pulo Mas dan PT. Cipta Rasa Primatama yang

pindah ke Pulo Gadung, Jakarta Timur. Pada Januari 1985, PT. Tatas Mulya

berganti nama menjadi PT. Bukit Manikam Sakti (PT. BMS). Selanjutnya

pada tahun 1986, PT. BMS berpindah lokasi ke Bekasi.

Pada tahun 1985, PT. BMS bekerja sama dengan Arnott’s Biscuit

Limited Australia yang merupakan perusahaan biskuit terbesar di Australia.

Perusahaan tersebut berdiri sejak tahun 1865 dan hingga kini telah menguasai

hampir 60% pangsa pasar dunia. Berbekal pengalaman lebih dari 134 tahun,

menjadikan Arnott’s sebagai market leader dalam industri dan distribusi

biskuit yang memiliki kualitas dan bahan baku terbaik. Dengan adanya

kerjasama antara PT. Bukit Manikam Sakti dengan. Arnott’s Biscuit Limited

Australia maka nama PT. BMS berubah menjadi PT. Helios Arnott’s

Indonesia (PT. HAI) dan menjadi salah satu perusahaan makanan ringan

terkenal di Indonesia.

Pada awalnya, PT. HAI memiliki dua lokasi yang terpisah, yaitu di

Pulo Gadung untuk bagian pemasaran, sedangkan pabrik dan departemen

lainnya berlokasi di Bekasi Barat. Namun, terhitung sejak 1 April 1998,

keseluruhan fungsi organisasi dan pabrik berlokasi di Bekasi Barat, tepatnya

di Jl. H. Wahab Affan No 8 (Jalan Raya Bekasi km. 28) Medan Satria, Bekasi

Barat.

Page 18: F07mnh Cookies

5

Sejalan dengan perkembangan industri, pada bulan Desember 1998,

PT. Helios Arnott’s Indonesia berganti nama menjadi PT. Arnott’s Indonesia

dan berafiliasi langsung ke Campbell Soup Company yang merupakan salah

satu perusahaan Amerika berskala dunia yang memproduksi makanan dan

dikelola dengan baik. Dengan berjalannya waktu, beberapa produk andalan

PT. Arnott’s Indonesia yang ada di pasaran saat ini adalah :

1. Milk Plus 9. Good Time Teddy dan Good Time Smiley

2. Nyam-Nyam 10. Tri and Two

3. Stikko 11. Golden ’n Cheese

4. Joddy 12. Mic Mac Sanwidch Crackers

5. Prestige 13. Tim Tam Wafer dan Tim Tam Biscuit

6. Piroutte

7. Corinthians

8. Rondoletti

Selain produk-produk di atas, PT. Arnott’s Indonesia juga

memproduksi biskuit bayi untuk perusahaan lain. Biskuit bayi yang diproduksi

adalah :

1. Milna Baby Biscuit

2. Farley’s Baby Biscuit

3. Nestle Baby Biscuit

4. SGM Baby Biscuit

5. Promina Baby Biscuit

B. LOKASI DAN TATA LETAK PERUSAHAAN

PT. Arnott’s Indonesia terletak di Jl. H. Wahab Affan No. 8 (Jalan

Raya Bekasi km. 28) Medan Satria, Bekasi Barat. Luas keseluruhan areal

pabrik adalah sekitar 6,7 Ha. Lokasi perusahaan ini cukup baik untuk

keperluan industri karena berada dekat dengan bahan baku produk, sumber

tenaga kerja, dan daerah pemasaran untuk distribusi produk. Lokasi

perusahaan juga didukung dengan adanya jalan tol Cikampek yang dekat

Page 19: F07mnh Cookies

6

dengan perusahaan sebagai salah satu sarana yang juga memudahkan

distribusi produk, terutama untuk distribusi ke daerah luar Jakarta.

Terdapat beberapa pabrik di sekitar perusahaan, antara lain pabrik

pakan ternak, pabrik baja dan pabrik otomotif. Akan tetapi, keberadaan

pabrik-pabrik di sekitar PT. Arnott’s Indonesia ini tidak mengganggu kegiatan

produksi di perusahaan.

C. STRUKTUR ORGANISASI PERUSAHAAN

Bentuk struktur organisasi pada PT. Arnott’s Indonesia adalah struktur

organisasi proyek dengan hubungan organisasi terutama pada orang-orang

yang bekerja pada proyek yang sama. Struktur organisasi perusahaan terdiri

dari beberapa kelompok dari fungsi yang berbeda dengan setiap kelompok

yang menitikberatkan pada pengembangan produk tertentu atau lini produksi.

Kendali perusahaan berada pada Presiden Direktur sebagai pucuk

pimpinan. Pelimpahan tugas kepada bawahan melalui masing-masing manajer

departemen, kemudian dilanjutkan pada staf serta karyawan. Berikut akan

dibahas lebih lanjut mengenai tugas, wewenang dan tanggung jawab masing-

masing bagian.

1. Presiden Direktur

Presiden Direktur merupakan pucuk pimpinan tertinggi di dalam

perusahaan yang mempunyai kekuasaan penuh dan bertanggung jawab

atas maju atau mundurnya perusahaan. Tugas, wewenang dan tanggung

jawab Presiden Direktur antara lain :

• Menentukan kebijaksanaan perusahaan secara menyeluruh.

• Mengarahkan kegiatan yang dilaksanakan oleh bawahan untuk

mencapai tujuan.

• Mengadakan koordinasi yang tepat dari semua direktur untuk

menjamin kelancaran organisasi melalui pertanggungjawaban masing-

masing direktur.

Page 20: F07mnh Cookies

7

2. Direktur Finance dan Accounting

Tugas, wewenang dan tanggung jawab bagian ini adalah :

• Menyelenggarakan perencanaan, pembinaan dan pengawasan sistem

keuangan, akuntansi dan administrasi.

• Melakukan administrasi yang tertib.

• Menjamin terciptanya pengawasan internal perusahaan.

3. Direktur Marketing

Tugas, tanggung jawab dan wewenang Direktur Marketing antara lain :

• Merumuskan strategi dan program pemasaran

• Mengawasi pelaksanaan dan pencapaian target yang telah ditentukan

• Memantau dan menganalisa keadaan ekonomi dan pasar, baik dalam

maupun luar negeri, agar dapat mempertimbangkan pengembangan pasar

atau produk yang dihasilkan.

• Melakukan negosiasi dengan pembeli dalam membuat kontrak penjualan

ekspor.

4. Direktur Sales (Penjualan)

Tugas, wewenang dan tanggung jawab Direktur Sales (Penjualan) meliputi :

• Mengamati dan mengikuti perkembangan pasar, harga dan promosi, baik

untuk produk sendiri maupun produk saingan

• Memeriksa kredit langganan dan pengiriman barang ke para pelanggan

• Bekerja sama dengan bagian pemasaran dalam menyusun target penjualan

• Mengadakan kunjungan secara periodik ke pelanggan dan wilayahnya

untuk mengetahui langsung kegiatan pesaing dan menjalin hubungan baik

dengan pelanggan.

• Menerima inormasi dari pengiriman mengenai kebutuhan kuota yang

dimiliki perusahaan

5. General Manager (Manajer Utama)

Manajer Utama harus mengawasi kegiatan operasional yang terjadi

di lapangan, mengawasi fungsi pendukung seperti warehouse dan

purchasing.

Page 21: F07mnh Cookies

8

6. Plant Manager (Manajer Pabrik)

Tugas, wewenang dan tanggung jawab manajer pabrik meliputi :

• Mengawasi kerja manajer produksi

• Memberi laporan kepada presiden Direktur mengenai aktivitas perusahaan

dalam hal pengoperasian

• Mengadakan pengawasan dan pengecekan kualitas produk

• Bertanggung jawab terhadap pelaksanaan dalam lingkungan perusahaan.

D. KETENAGAKERJAAN

Segala hal yang berkaitan dengan ketenagakerjaan dan peraturannya

telah ditetapkan dalam kesepakatan kerja bersama antara PT. Arnott’s

Indonesia dengan Serikat Kerja Tingkat Perusahaan. Karyawan di PT. Arnott’s

Indonesia bekerja dengan jangka waktu kerja yang dibedakan menjadi dua

status, yaitu :

1. Pekerja Kontrak

Pekerja kontrak adalah pekerja yang memiliki hubungan kerja untuk

jangka waktu tertentu berdasarkan kontrak kerja dengan menerima gaji

berdasarkan jumlah hari hadir.

2. Pekerja Tetap

Pekerja tetap adalah pekerja yang memiliki hubungan kerja untuk

jangka waktu yang tidak ditentukan berdasarkan hari kerja yang melebihi

dua puluh hari dalam satu bulan dan tidak melebihi tiga bulan secara terus-

menerus dengan menerima gaji baik bulanan maupun borongan. Dalam

rangka memperlancar jalannya kerja dalam proses produksi maka

perusahaan membagi waktu kerja sebagai berikut :

a. Karyawan kantor

Kegiatan kerja dimulai dari pukul 08.00 sampai dengan 16.30

dengan waktu istirahat selama 30 menit.

b. Karyawan bagian produksi

Kegiatan kerja dibagi menjadi tiga kelompok jam kerja (shift)

yang secara bergantian setiap minggunya, yaitu :

Page 22: F07mnh Cookies

9

• Shift I : Pukul 06.30 sampai dengan 15.00, dengan waktu istirahat

30 menit

• Shift II : Pukul 15.00 sampai dengan 22.30, dengan waktu istirahat

30 menit

• Shift III : Pukul 22.30 sampai dengan 06.30, dengan waktu

istirahat 30 menit

Selama satu minggu terdapat lima hari kerja, yaitu Senin sampai

Jumat kecuali hari libur nasional dan hari libur perusahaan yang sudah

ditetapkan. Jumlah jam kerja dalam satu minggu adalah 40 jam.

PT. Arnott’s Indonesia sebagai perusahaan yang berkredibilitas

tinggi juga memberikan fasilitas kepada karyawannya. Beberapa

fasilitas yang diberikan perusahaan antara lain berupa jaminan sosial

dan kesejahteraan karyawan dalam bentuk sistem pemberian upah

yang diatur menurut status pekerja. Jamsostek (Jaminan Sosial Tenaga

Kerja) berupa jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, jaminan

hari tua dan jaminan pemeliharaan kesehatan yang meliputi

pemeriksaan kesehatan pada dokter, perawatan di rumah sakit, biaya

persalinan istri pekerja dan keluarga berencana.

Fasilitas penunjang kerja juga diberikan kepada karyawan

dalam bentuk alat kerja yang berupa pakaian kerja yang diberikan oleh

perusahaan. Peralatan keselamatan kerja seperti kaca mata las, sarung

tangan dan topi selalu tersedia bagi karyawan yang memerlukan.

Sedangkan fasilitas lainnya adalah koperasi karyawan, klinik dan jasa

dokter yang terbuka setiap hari kerja, tempat peribadatan (musholla)

dan sarana olah raga.

Page 23: F07mnh Cookies

10

III. TINJAUAN PUSTAKA

A. PENGEMBANGAN PRODUK

Penelitian dan pengembangan merupakan kegiatan industri dalam

rangka mengembangkan produk baru dan mengantisipasi perubahan pasar.

Pengembangan produk adalah suatu kegiatan menghasilkan produk yang baru

atau produk lama yang dimodifikasi dengan tambahan rasa baru atau

pencampuran rasa yang sudah ada. Secara umum, produk baru (new product)

adalah produk yang belum pernah ada sebelumnya atau produk hasil

modifikasi dan inovasi dari produk yang sudah ada sebelumnya dari aspek

produksi seperti bahan baku, proses, karakteristik produk maupun kemasan.

Pada dunia industri, produk baru mengandung pengertian yaitu produk yang

sebelumnya belum pernah diproduksi oleh suatu perusahaan meskipun produk

tersebut telah atau pernah diproduksi oleh perusahaan lain. Beberapa

modifikasi dan inovasi yang dapat dilakukan terkait pengembangan produk

baru antara lain modifikasi flavor, warna, bentuk, substitusi bahan baku

utama dengan bahan baku lainnya dengan tujuan menurunkan biaya produksi

atau meningkatan nilai gizi produk tersebut tanpa mengurangi dan

menurunkan mutunya (Soekarto, 1990).

Produk baru dapat digolongkan menjadi tiga jenis. Pertama, fresh new

product atau produk yang benar-benar baru, yaitu produk tersebut belum

pernah diproduksi dan dikomersialkan oleh suatu perusahaan. Kedua, produk

modifikasi atau modified product yaitu produk baru hasil modifikasi produk

yang sudah ada di suatu perusahaan. Modifikasi dapat dilakukan pada jenis

kemasan, formula bahan, jenis bahan baku atau penggunaan flavor yang

berbeda. Ketiga, “me too”, yaitu produk baru hasil tiruan produk perusahaan

lain yang sebelumnya produk tersebut belum diproduksi oleh perusahaan.

Produk “me too” ini biasanya dibuat oleh perusahaan ’follower’ atau

perusahaan ‘challenger’ dengan maksud untuk merebut daerah pemasaran

perusahaan ‘leader’. Salah satu ciri produk jenis ini antara lain harganya yang

Page 24: F07mnh Cookies

11

lebih murah dibandingkan harga produk sejenis dari perusahaan ‘leader’

(Feigenbaum, 1989).

Terdapat beberapa alasan yang menjadi faktor pendorong perlunya

pengembangan produk baru. Alasan-alasan tersebut antara lain yaitu untuk

meningkatkan mutu produk yang sudah ada baik dari segi kandungan gizi

maupun penampakannya. Adanya produk baru diharapkan dapat

meningkatkan efisiensi proses produksi serta meminimalkan biaya produksi.

Di samping itu, pengembangan produk diperlukan untuk memenuhi keinginan

dan tuntutan konsumen yang selalu berubah seiring dengan perkembangan

zaman dan teknologi. Tidak kalah pentingnya, pengembangan produk perlu

dilakukan untuk meningkatkan daya saing guna menghadapi persaingan

industri yang semakin ketat khususnya industri pangan (Feigenbaum, 1989).

Tahap-tahap yang perlu dilalui dalam kegiatan pengembangan produk

pangan baru yaitu pencarian dan pemilihan ide, pengembangan formula dan

proses, panel test, consumer sampling, pendugaan umur simpan (shelf life),

pengemasan, tahap produksi, market testing, dan tahap komersialisasi. Dalam

setiap tahapan tersebut perlu dilakukan evaluasi dengan berbagai

pertimbangan sehingga produk tersebut layak untuk dilanjutkan ke tahap

berikutnya (Feigenbaum, 1989).

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengembangan produk

baru adalah optimasi formulasi bahan baku serta daya terima konsumen. Di

samping itu, produk baru tersebut harus memenuhi beberapa kriteria antara

lain dapat menghasilkan keuntungan bagi perusahaan dengan biaya produksi

yang minimal, dapat bersaing dengan produk pesaing yang sejenis, sesuai

dengan kebutuhan dan prioritas konsumen serta mengikuti trend yang sedang

berkembang seperti pangan fungsional, health food, makanan bernutrisi tinggi.

Menurut Feigenbaum (1989) formulasi produk merupakan bagian

dalam tahap pengembangan produk. Tahap ini merupakan tahap yang sangat

penting dalam penciptaan produk baru. Pada tahap ini dicari beberapa

alternatif formulasi bahan baku produk sampai dihasilkan formulasi yang

optimum hingga dihasilkan produk bermutu yang secara ekonomis

Page 25: F07mnh Cookies

12

menguntungkan dan secara organoleptik dapat diterima dan disukai oleh

konsumen.

Kegiatan formulasi untuk produk yang akan dikembangkan meliputi

bahan dan komposisi bahan. Langkah awal yang dapat dilakukan adalah

mencari alternatif bahan-bahan yang digunakan mencakup bahan utama dan

bahan tambahan, mempertimbangkan masalah ketersediaan bahan, fungsi serta

harga bahan yang akan digunakan. Ketersediaan bahan berkaitan dengan

kelangsungan produksi, harga bahan baku akan menyangkut biaya produksi

yang berpengaruh terhadap harga produk akhir. Di samping itu, pengetahuan

tentang fungsi dan manfaat bahan baku juga merupakan hal yang penting agar

tidak terjadi kesalahan dalam pemilihan bahan baku yang akan digunakan

dalam kegiatan pengembangan produk (Feigenbaum, 1989).

Kegiatan pengembangan produk yang berhubungan dengan formulasi

ini meliputi optimasi biaya produksi, peningkatan mutu atribut organoleptik

produk yang meliputi warna, rasa, tekstur serta penampakannya. Usaha yang

dapat dilakukan untuk mencapai optimal biaya diantaranya menggunakan

bahan baku yang lebih murah tanpa menurunkan mutu akhir produk,

penyederhanaan formula misalnya perubahan formula dari yang awalnya

menggunakan 3 jenis bahan diganti menjadi 2 jenis bahan dengan tanpa

mengurangi mutu dan daya terima konsumen terhadap produk yang

dihasilkan.

B. BISKUIT

1. Definisi Biskuit

Biskuit merupakan makanan kering hasil pemanggangan yang dibuat

dengan bahan dasar tepung terigu dan bahan tambahan lain membentuk suatu

formula adonan sehingga menghasilkan suatu produk dengan sifat dan struktur

tertentu (Matz, 1978). Menurut Whiteley yang dikutip oleh Sunaryo (1985),

biskuit atau produk sejenisnya harus memenuhi persyaratan tertentu, yaitu

dibuat dari bahan-bahan serealia seperti gandum, jagung, oat, barley dan

sebagainya dengan kadar air kurang lebih 5%. Apabila diisi dengan bahan-

Page 26: F07mnh Cookies

13

bahan pembentuk (krim, jam, jelli dan sebagainya) kadar airnya dapat

melebihi 5% dan apabila bahan utamanya lebih dari 60% bukan serealia maka

tidak dapat disebut sebagai biskuit.

Biskuit adalah produk makanan kering yang dibuat dengan

memanggang adonan yang mengandung bahan dasar tepung terigu, lemak dan

bahan pengembang dengan atau tanpa penambahan bahan tambahan lain yang

diizinkan. Biskuit diklasifikasikan menjadi empat jenis yaitu biskuit keras,

crackers, cookies, dan wafer (SII No. 0177, 1990).

2. Jenis Biskuit

Biskuit dapat dikategorikan menjadi 4 jenis, yaitu biskuit keras,

crackers, cookies dan wafer. Biskuit keras adalah jenis biskuit manis yang

dibuat dari adonan keras, berbentuk pipih, jika dipatahkan penampang

potongannya bertekstur padat dan dapat berkadar lemak tinggi atau rendah.

Crackers adalah jenis biskuit yang dibuat dari adonan keras, melalui proses

fermentasi, berbentuk pipih, biasanya berasa asin, relatif renyah dan jika

dipatahkan penampang potongannya berlapis-lapis. Cookies adalah jenis

biskuit yang dibuat dari adonan lunak, berkadar lemak tinggi, cukup renyah

dan bila dipatahkan penampang potongannya mempunyai tekstur berongga-

rongga. Wafer adalah jenis biskuit yang dibuat dari adonan cair, mempunyai

pori-pori kasar, relatif rendah dan bila dipatahkan penampang potongannya

membentuk rongga-rongga (SII No. 0177, 1990).

3. Karakteristik Biskuit

Biskuit pada umumnya berwarna coklat keemasan, permukaan agak

licin, bentuk dan ukuran seragam, crumb berwarna putih kekuningan, kering,

renyah dan ringan serta aroma yang menyenangkan (Vail et al., 1978). Bahan

pembentuk biskuit dapat dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu bahan

pengikat dan bahan perapuh. Bahan pengikat terdiri dari tepung, air, padatan

dari susu dan putih telur. Bahan pengikat berfungsi untuk membentuk adonan

Page 27: F07mnh Cookies

14

yang kompak. Bahan perapuh terdiri dari gula, shortening, bahan pengembang

dan kuning telur (Matz, 1978).

C. BAHAN BAKU BISKUIT

1. Tepung

Tepung merupakan komponen penting dan merupakan bahan dasar

pada pembuatan biskuit dan produk bakery lainnya. Terdapat bermacam-

macam jenis tepung, tergantung pada sumber bahan baku, tujuan

penggunaanya, kandungan protein dan lain-lain. Contoh tepung yang

sudah banyak beredar di pasaran antara lain tepung terigu (gandum),

tepung beras, tepung jagung, tepung kacang hijau. Namun, jenis tepung

yang paling terkenal dan paling banyak digunakan adalah tepung terigu.

Tepung ini dibuat dari biji gandum.

1.1. Jenis Tepung Terigu

Menurut Sutomo (2006), di pasaran banyak beredar jenis tepung

terigu yang masing-masing memiliki karakteristik dan fungsi berlainan.

Beberapa jenis tepung terigu yang dikenal di masyarakat :

a. Hard Wheat ( Terigu Protein Tinggi)

Tepung ini diperoleh dari gandum keras (hard wheat)

dengan kandungan proteinnya 11-13%. Tingginya protein

terkandung menjadikan sifatnya mudah dicampur, difermentasikan,

daya serap airnya tinggi, elastis dan mudah digiling. Karakteristik

ini menjadikan tepung terigu hard wheat sangat cocok untuk bahan

baku roti, mie dan pasta karena sifatnya elastis dan mudah

difermentasikan.

Page 28: F07mnh Cookies

15

b. Medium Wheat (Terigu Protein Sedang)

Jenis terigu medium wheat mengandung protein 10%-11%.

Sebagian orang mengenalnya dengan sebutan all-purpose flour

atau tepung serba guna. Tepung ini dibuat dari campuran tepung

terigu hard wheat dan soft wheat sehingga karakteristiknya

diantara kedua jenis tepung tersebut. Tepung ini cocok untuk

membuat adonan fermentasi dengan tingkat pengembangan sedang,

seperti donat, bakpau, bapel, panada atau aneka cake dan muffin.

c. Soft Wheat (Terigu Protein Rendah)

Tepung ini dibuat dari gandum lunak dengan kandungan

protein gluten 8%-9%. Sifatnya, memiliki daya serap air yang

rendah sehingga akan menghasilkan adonan yang sukar diuleni,

tidak elastis, lengket dan daya pengembangannya rendah. Tepung

jenis ini cocok untuk membuat kue kering, biskuit, pastel dan kue-

kue yang tidak memerlukan proses fermentasi.

d. Self Raising Flour

Jenis tepung terigu ini sudah ditambahkan bahan

pengembang dan garam. Penambahan ini menjadikan sifat tepung

lebih stabil dan tidak perlu menambahkan pengembang lagi ke

dalam adonan. Jika sukar didapat, tambahkan satu sendok teh

baking powder ke dalam sekilo tepung sebagai gantinya. Self

raising flour sangat cocok untuk membuat cake, muffin, dan kue

kering.

e. Enriched Flour

Jenis tepung terigu ini sudah disubstitusi dengan beragam

vitamin atau mineral dengan tujuan memperbaiki nilai gizi

terkandung. Biasanya harganya relatif lebih mahal. Cocok untuk

kue kering dan bolu.

Page 29: F07mnh Cookies

16

f. Whole Meal Flour

Tepung ini biasanya dibuat dari biji gandum utuh termasuk

dedak dan lembaganya sehingga warna tepung lebih gelap/krem.

Terigu whole meal sangat cocok untuk makanan kesehatan dan

menu diet karena kandungan serat (fiber) dan proteinnya sangat

tinggi.

2. Gula

Secara kimia gula lebih dikenal dengan nama sukrosa. Jenis gula

yang beredar di pasaran pun beragam. Gula dapat dibedakan berdasarkan

bentuk, jenis dan sifat bahan baku, dan proses pembuatan serta tingkat

kemanisan. Berdasarkan bentunya gula dapat dibedakan menjadi gula

kristal, gula halus dan sirup. Berdasarkan bahan bakunya gula dapat

dibedakan menjadi gula tebu, gula bit, gula aren dan lain-lain. Sedangkan

berdasarkan tingkat kemanisan gula sintetik umumnya lebih manis

dibandingkan gula non sintetik (Manley, 1983).

Sukrosa atau yang lebih dikenal dengan gula pasir merupakan jenis

gula yang paling banyak ditemukan. Sifat fisik dari gula pasir sendiri

adalah berbentuk kristal putih dengan ukuran yang bervariasi tergantung

ukuran granulanya. Semakin kecil ukuran granula berarti semakin halus

dan lembut atau yang lebih dikenal dengan nama gula halus. Menurut

Manley (1983) jenis gula inilah yang semakin banyak digunakan oleh

industri bakery maupun biskuit karena tidak akan menyebabkan tekstur

dan rasa ‘berpasir’ pada produk yang dihasilkan.

Di samping itu, terdapat juga gula kristal berwarna coklat atau

dikenal dengan brown sugar. Jenis gula ini dibedakan berdasarkan warna

dan ukuran partikel. Warna coklat yang dihasilkan tergantung dari jumlah

sirup yang ditambahkan dan menyelimuti kristal melalui reaksi

pencoklatan atau reaksi Maillard. Penggunaan gula coklat pada produk

bakery maupun biskuit akan berpengaruh pada warna dan flavor produk

yang dihasilkan. Biasanya akan dihasilkan warna yang lebih gelap dan

Page 30: F07mnh Cookies

17

flavor agak gosong dibandingkan penggunaan gula kristal putih maupun

gula halus (Manley, 1983).

Jenis gula yang lain adalah gula cair. Jenis gula ini sangat sering

digunakan oleh industri yaitu sukrosa dalam bentuk cair (larutan).

Beberapa keuntungan dari penggunaan gula cair ini antara lain lebih

akurat dalam pengukuran, lebih murah dibandingkan gula kristal karena

dalam proses produksinya merupakan hasil sebelum tahap pengkristalan,

mudah larut dan menyatu dengan bahan lain selama pencampuran. Dalam

penyimpanannya, gula cair umumnya terdiri dari 67% padatan dan

mengandung tidak lebih dari 5% gula invert untuk mencegah kristalisasi

(Manley, 1983).

Di samping itu juga dikenal gula dalam bentuk sirup. Jenis gula ini

dapat dibedakan menjadi dua kelas, yaitu turunan dari sukrosa baik

sebagian maupun total dan turunan dari material pati khususnya pati

jagung melalui proses hidrolisis. Pada kedua jenis ini kuantitas dan

kualitas molekul rantai gula yang lebih pendek sangat penting (Manley,

1983).

Pati yang banyak digunakan untuk membuat gula adalah pati

jagung. Namun tidak jarang pula digunakan pati kentang, tapioka sebagai

bahan bakunya. Dalam proses pembuatannya, pati akan dipecah melalui

hidrolisis oleh asam atau menggunakan enzim khusus ataupun kombinasi

keduanya. Setelah pati dihidrolisis, akan terbentuk senyawa yang larut dan

manis. Perbandingan tingkat kemanisan produk hidrolisis pati dapat

dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Tingkat kemanisan produk hidrolisis pati dibandingkan dengan sukrosa*

Jenis gula Tingkat kemanisan (1 unit = 100)

Fruktosa 173

Sukrosa 100

Dextrose 74

Saccharin 300

* Manley (1983)

Page 31: F07mnh Cookies

18

3. Lemak dan Minyak

Lemak merupakan bahan baku yang penting dalam pembuatan

biskuit dan merupakan satu dari tiga komponen terbesar dalam pembuatan

biskuit selain tepung dan gula, namun harganya relatif mahal. Sifat fisik

dan kimia lemak cukup kompleks. Nilai kalori dari lemak paling tinggi

dibandingkan karbohidrat dan protein yaitu 9 kkal (Winarno, 1997).

Secara kimia lemak merupakan campuran trigliserida yang terdiri

dari asam lemak yang berbeda jenis maupun sama. Rumus kimia dari

lemak dapat dilihat pada Gambar 1.

OH R1

OH R2

OH R3

Gliserol Trigliserida

Gambar 1. Rumus struktur lemak

Jenis asam lemak bervariasi berdasarkan panjang rantai karbonnya

dan dapat bersifat jenuh maupun tidak jenuh. Semakin panjang rantai

karbonnya semakin tinggi titik lelehnya. Asam lemak jenuh tidak

memiliki rantai karbon dengan ikatan rangkap sehingga senyawa ini lebih

stabil dari rekasi oksidasi. Sedangkan pada asam lemak tidak jenuh

terdapat satu atau lebih ikatan rangkap pada rantai karbonnya dengan

bentuk konfigurasi cis maupun trans (Winarno, 1997). Berdasarkan

bentuknya lemak dapat dibedakan menjadi lemak padat dan lemak cair.

Dalam pembuatan biskuit, lemak dapat digunakan langsung

sebagai bahan baku dalam adonan, pengisi, penyemprot maupun pelapis.

Dalam adonan, lemak berperan dalam pembentukan tekstur biskuit.

Penggunaan lemak akan menghasilkan biskuit yang lebih lembut (tidak

terlalu keras) dibandingkan tanpa lemak. Penggunaan lemak sebagai krim

pengisi maupun pelapis, berfungsi sebagai pembawa dan melepaskan

flavor yang enak ketika biskuit dimakan (Manley, 1983).

Page 32: F07mnh Cookies

19

Selama pencampuran adonan, terdapat persaingan antara fase cair

dan lemak pada permukaan tepung. Air atau larutan gula berinteraksi

dengan protein yang terkandung dalam tepung menghasilkan gluten yang

membentuk jaringan yang ekstensibel dan kohesif (Manley, 1983). Ketika

beberapa lemak melapisi tepung, jaringan yang terbentuk terganggu

sehingga akan berpengaruh pada tekstur biskuit yang dihasilkan yaitu

setelah dipanggang akan menjadi lebih lembut, lunak dan lebih mudah

larut dalam mulut. Jika kandungan lemak tinggi, fungsi lubrikasi dalam

adonan menjadi lebih nyata, sehingga sedikit air dibutuhkan untuk

mencapai konsistensi yang diinginkan. Di samping itu akan semakin

sedikit gluten yang terbentuk, pembengkakan dan gelatinisasi pati

berkurang sehingga menghasilkan tekstur yang lebih lembut. Pada

pembuatan cake, lemak berfungsi menyediakan udara untuk proses

ekspansi (pengembangan) dan berperan dalam pembentukan tekstur

selama pemanggangan. Menurut Joyner (1953), lemak menghambat difusi

gas menuju dinding sel selama tahap kritis antara suhu 38-58 0C ketika

adonan menjadi lebih lembut dan sebelum pati pecah yang memberikan

kekuatan dan elastisitas yang lebih.

4. Emulsifier

Proses pengolahan, distribusi dan penyimpanan produk

panggangan (bakery) membutuhkan bahan tambahan pangan yang dapat

mempertahankan kualitas dan kesegaran yaitu emulsifier. Produk

panggangan (bakery) tanpa emulsifier dideskripsikan menjadi keras,

kering, apek, berkerak atau tidak memiliki rasa (Brandt, 1996). Emulsifier

adalah senyawa yang berfungsi sebagai penstabil campuran dua cairan

immiscible. Dalam hal pangan, dua cairan immiscible ini menunjukkan air

dan minyak/lemak.

Menurut Manley (1991), emulsifier atau zat pengemulsi

didefinisikan sebagai senyawa yang mempunyai aktivitas permukaan

(surface-active agents) sehingga dapat menurunkan tegangan permukaan

(surface tension) antara udara-cairan dan cairan-cairan yang terdapat

Page 33: F07mnh Cookies

20

dalam suatu sistem makanan. Kemampuannya menurunkan tegangan

permukaan menjadi hal menarik karena emulsifier memiliki keajaiban

struktur kimia yang mampu menyatukan dua senyawa berbeda

polaritasnya.

Sifat fisik dan kimia emulsifier cukup kompleks, namun prinsip

kerjanya sederhana yaitu berperan pada molekul polar dan non polar.

Molekul polar bersifat mengikat air (mempunyai afinitas terhadap air)

disebut hidrofilik sedangkan bagian non polar bersifat mengikat lemak

(mempunyai afinitas terhadap lemak) disebut lipofilik. Fungsi emulsifier

pada kondisi banyak mengandung lemak atau banyak mengandung air

berbeda-beda tergantung pada ukuran dan kondisi fraksi polar dan non

polar dari komponen molekul emulsifier. Oleh karena itu, penting untuk

menentukan jumlah emulsifier yang paling efektif untuk tiap aplikasi

(Manley, 1991).

Interaksi antara emulsifier dan komponen tepung sangat beragam

dan dapat memperbaiki fungsi dan penampakan produk panggangan

(bakery). Emulsifier akan membentuk kompleks dengan fraksi amilosa

dari pati. Komponen emulsifier yang mengandung asam lemak jenuh

tunggal juga akan membentuk struktur helikal dengan amilosa yang

mempengaruhi reaksi gelatinisasi pati dan mengurangi kecenderungan

amilosa berdifusi keluar dari granula pati dengan adanya air hangat.

Kemampuan mengkompleks amilosa dari pati ini mempengaruhi sifat

menahan atau menyimpan gas dalam adonan. Interaksi emulsifier dengan

protein tepung ditandai dengan adanya perubahan sifat viskoelastis gluten

yang akan memperbaiki toleransi adonan terhadap mixing dan machining.

Mekanisme interaksi tersebut cukup sulit dimengerti, namun keterlibatan

ikatan ionic dengan protein tepung sangat penting. Sifat emulsifier yang

dapat mengkompleks pati dan protein juga berperan untuk memperbaiki

sheetability atau pembuatan lembaran dari adonan dengan kadar lemak

rendah (Manley, 1991).

Menurut Timmermann (2000), daya kerja emulsifier menurunkan

tegangan permukaan dicirikan bagian lipofilik (non-polar) dan hidrofilik

Page 34: F07mnh Cookies

21

(polar) yang terdapat pada struktur kimianya. Ukuran relatif bagian

hidrofilik dan lipofilik zat pengemulsi menjadi faktor utama yang

menentukan perilakunya dalam pengemulsian. Untuk memilih pengemulsi

yang cocok untuk pemakaian pada produk pangan olahan tertentu, telah

dikembangkan apa yang disebut sistem HLB (Hidrophilic/Lipophilic

Balance atau perimbangan hidrofilik/lipofilik). Bila emulsifier tersebut

memiliki kecenderungan terikat lebih kuat pada air atau nilai HLBnya

tinggi, dapat membantu terbentuknya emulsi minyak dalam air (M/A).

Contohnya, antara lain susu, es krim, dan mayonnaise. Sebaliknya bila

emulsifier memiliki kecenderungan terikat lebih kuat terhadap minyak atau

nilai HLB rendah, akan terbentuk emulsi air dalam minyak (A/M).

Contohnya, antara lain adalah mentega dan margarin.

Menurut Manley (1991), emulsifier alami masih sedikit jumlahnya

dan hanya lesitin yang cukup dikenal. Lesitin dari kedelai merupakan

lesitin alami yang banyak digunakan. Fungsi emulsifier dalam bahan

pangan antara lain :

1. Penstabil emulsi minyak dalam air

2. Penstabil emulsi air dalam minyak

3. Memodifikasi kristalisasi lemak

4. Mengubah konsistensi, ketebalan dan pembentukan gel pati melalui

pembentukan kompleks antara pati, protein dan gula

5. Memberikan efek lubrikasi pada adonan dengan kandungan lemak

rendah

5. Bahan Pengembang

Menurut Bode (1987) di dalam Ernst Brose, et al. (1996), bahan

pengembang merupakan sistem komponen satu atau lebih senyawa kimia.

Jika terdapat panas, senyawa kimia yang berperan sebagai bahan

pengembang akan terdekomposisi menjadi gas dan senyawa kimia lain.

Bahan pengembang merupakan sumber karbondioksida yang akan

membentuk volume adonan. Bahan pengembang yang digunakan adalah

natrium bikarbonat, baking powder dan ammonium bikarbonat.

Page 35: F07mnh Cookies

22

Natrium bikarbonat atau lebih dikenal dengan nama baking soda

merupakan sumber gas yang memiliki harga murah, tingkat toksisitas

rendah, mudah digunakan, relatif tidak meninggalkan rasa pada produk

akhir. Menurut Bretschneider (1969) di dalam Ernst Brose, et al. (1996),

pada suhu 60 0C, natrium bikarbonat akan melepaskan karbondioksida

pada adonan. Jika tanpa leavening acid juga akan terbentuk natrium

karbonat dan memberikan efek lebih alkali serta bau seperti sabun (soapy

off-flavor) pada adonan. Reaksi natrium bikarbonat dalam menghasilkan

gas CO2 adalah sebagai berikut :

2 NaHCO3 Na2CO3 + H2O + CO2 Natrium Natrium Air Karbon bikarbonat Karbonat dioksida

Menurut Brose, et al.(1996), baking powder merupakan campuran

yang terdiri dari CO2 carrier, satu atau lebih leavening acid dan

separation agent. CO2 carrier berfungsi sebagai sumber CO2, leavening

acid berperan dalam pelepasan CO2 dan separating agent berperan dalam

mencegah preeeliminary CO2 yang disebabkan oleh reaksi asam dengan

alkali. Di samping itu, separating agent dapat meningkatkan umur simpan

baking powder dan menstandarisasi baking powder dalam hal kuantitas

dan ukuran kemasan.

Senyawa yang termasuk CO2 carrier antara lain natrium

bikarbonat, ammonium bikarbonat, ammonium karbonat dan potassium

karbonat. Pada umumnya, industri banyak menggunakan natrium

bikarbonat atau lebih dikenal dengan baking soda. Karakteristik beberapa

CO2 carrier dapat dilihat pada tabel 2. Senyawa yang tergolong leavening

acid antara lain asam tartarat, asam sitrat, natrium acid pirophospat,

kalsium laktat dan kalsium sulfat. Senyawa atau bahan yang banyak

digunakan sebagai separating agent antara lain pati, tepung, kalsium

karbonat maupun campuran ketiganya. Pati jagung paling banyak

digunakan sebagai separating agent. (Brose et al., 1996). Baking powder

yang digunakan dalam formulasi ini dibuat dari 36% natrium bikarbonat,

Page 36: F07mnh Cookies

23

49% SAPP (Sodium Acid Pyro Phosphat) dan 10% maizena serta 5%

kalsium karbonat (CaCO3). Penggunaan kedua bahan pengembang ini

berpengaruh terhadap diameter, panjang atau lebar adonan. Reaksi yang

terjadi selama pencampuran dan pemangganngan adalah sebagai berikut :

Na2H2P2O7 + 2NaHCO3 Na4P2O7 + 2CO2 + 2H2O

Sodium Acyd Tetra Sodium Pyrophosphat Pyrophosphat

Menurut Brose, et al. (1996), natrium bikarbonat akan

menghasilkan CO2 jika terdapat leavening acid seperti SAPP. Kalsium

karbonat (CaCO3) dan maizena berfungsi sebagai separating agent yang

akan mengikat dan mempertahankan CO2 yang dihasilkan dalam adonan.

CaCO3 merupakan garam yang bersifat basa kuat dan merupakan senyawa

yang bersifat stabil. Senyawa ini akan terurai jika diberi perlakuan panas

yang sangat tinggi.

Tabel 2. Karakteristik beberapa CO2 carrier

Karakteristik Natrium bikarbonat

Kalium bikarbonat

Ammonium Bikarbonat

Kalium karbonat

Rumus kimia

NaHCO3 KHCO3 NH4HCO3 K2CO3

Berat Molekul

84.01 100.11 79.05 138.21

Penampakan Putih, kristal Putih, kristal Putih, kristal Putih, kristal

Bau Tidak berbau Tidak berbau Ammonia Tidak berbau

Ammonium bikarbonat juga digunakan pada pembuatan biskuit

kali ini. Bahan pengembang jenis ini biasanya digunakan pada produk

dengan kadar air rendah dan benar-benar kering karena dapat

meninggalkan rasa pada produk akhir. Bahan pengembang jenis ini

berpengaruh pada tebal adonan. Reaksi ammonium bikarbonat dalam

menghasilkan gas CO2 adalah sebagai berikut :

Page 37: F07mnh Cookies

24

NH4HCO3 NH3 + H2O + CO2

Ammonium ammonia Bikarbonat

6. Pati Jagung

Polisakarida penyimpan yang paling penting di alam adalah pati

yang khas bagi sel tanaman. Pati terdapat dalam sel bentuk gumpalan

besar atau granula. Molekul pati terhidrasi pada tingkat yang cukup tinggi

karena mempunyai gugus hidroksil yang terbuka (Thenawijaya, 1997).

Pati merupakan polisakarida yang tersusun oleh unit-unit glukosa dengan

ikatan alfa glikosidik. Berbagai macam pati tidak sama sifatnya,

tergantung dari panjang rantai karbonnya serta lurus atau bercabang rantai

molekulnya (Winarno, 1997).

Pati memegang peranan penting dalam pengolahan pangan

terutama karena mensuplai kebutuhan energi manusia di dunia dengan

porsi yang tinggi. Lebih dari 80 persen tanaman pangan terdiri dari biji-

bijian atau umbi-umbian dan tanaman sumber pati lainnya (Greenwood

dan Munro, 1979)

Pati banyak terdapat pada tanaman sebagai cadangan karbohidrat,

dan merupakan sumber karbohidrat utama bagi manusia. Pati memiliki

karakteristik tertentu berdasarkan bentuk, ukuran, distribusi ukuran,

komposisi, dan kekristalan granulanya (Belitz, dan Grosch, 1999). Dalam

bentuk aslinya secara alami, pati merupakan butiran-butiran kecil yang

disebut granula. Bentuk dan ukuran granula merupakan karakteristik setiap

jenis pati, karena itu dapat digunakan untuk identifikasi. Selain ukuran

granula, karakteristik lain adalah bentuk, keseragaman granula, lokasi

hilum, serta permukaan granulanya (Hodge dan Osman, 1976).

Pati tidak larut pada air dingin dan akan membentuk massa pasta

yang padat dan keras apabila dicampur dengan air dingin. Oleh karena

itulah pati sangat sulit dijadikan massa adonan yang nantinya mengalami

pencetakan. Sifat pati jagung berbeda dengan tepung jagung yang

Page 38: F07mnh Cookies

25

komposisinya masih lengkap. Pati jagung atau yang dikenal dengan nama

dagang maizena merupakan produk utama dari industri penggilingan

jagung dengan teknik basah (wet mill) (Greenwood, 1975).

Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik,

yang banyak terdapat pada tumbuhan terutama pada biji-bijian, dan umbi-

umbian. Berbagai macam pati tidak sama sifatnya, tergantung dari panjang

rantai atom karbonnya, serta lurus atau bercabang. Dalam bentuk aslinya

secara alami pati merupakan butiran-butiran kecil yang sering disebut

granula. Bentuk ukuran granula merupakan karakteristik setiap jenis pati,

karena itu digunakan untuk identifikasi. Selain ukuran granula

karakteristik lain adalah bentuk, keseragaman granula, lokasi hilum, serta

permukaan granulanya (Hodge dan Osman, 1976).

Pati tersusun paling sedikit oleh tiga komponen utama yaitu

amilosa, amilopektin, dan material antara seperti protein dan lemak (Banks

dan Greenwood, 1975). Umumnya pati mengandung 12 – 30% amilosa, 75

– 80% amilopektin dan 5 – 10% material antara. Struktur dan jenis

material antara tiap sumber pati berbeda tergantung sifat-sifat botani

sumber pati tersebut. Secara umum dapat dikatakan bahwa pati biji-bijian

mengandung bahan antara yang lebih besar dibandingkan pati batang dan

pati umbi (Greenwood, 1979).

Pati mempunyai sifat dapat merefleksikan cahaya terpolarisasi

sehingga dibawah mikroskop akan terlihat hitam putih. Sifat ini disebut

sifat birefringence. Pada waktu granula mulai pecah sifat birefrengence ini

akan hilang. Kisaran suhu yang menyebabkan 90% butir pati dalam air

panas membengkak sedemikian rupa sehingga tidak kembali ke bentuk

normalnya disebut birefrengence end point temperature atau disingkat

BEPT (Winarno, 1997).

Dalam keadaan murni granula pati berwarna putih, mengkilat,

tidak berbau dan tidak berasa. Secara mikroskopik terlihat bahwa granula

pati dibentuk oleh molekul-molekul yang membentuk lapisan tipis yang

tersusun terpusat. Granula pati bervariasi dalam bentuk tidak beraturan

demikian juga umurnya, mulai kurang dari 1 mikron sampai 150 mikron

Page 39: F07mnh Cookies

26

ini tergantung sumber patinya. Untuk pati jagung memiliki diameter

berkisar antara 21 – 96 μm, kentang 15 – 10 μm, ubi jalar 15 – 55 μm,

tapioka 6 – 36 μm, gandum 3 – 38 μm, dan beras 3 – 9 μm (Fennema,

1976).

6.1. Granula Pati

Granula pati mempunyai ukuran diameter 3-26 μm, namun rata-

rata ukuran granula pati jagung adalah 15 μm. Pati dengan ukuran granula

besar mempunyai ketahanan terhadap panas yang lebih tinggi

dibandingkan dengan pati dengan granula yang berukuran kecil.

Pengamatan dengan DSC (Differential Scanning Calorimetry)

menunjukkan bahwa pati dengan ukuran kecil mempunyai suhu awal

gelatinisasi lebih rendah dibandingkan dengan pati yang berukuran granula

lebih besar (Wirakartakusumah, 1981).

Secara mikroskopik, dalam granula pati campuran molekul

berstruktur linier dan bercabang tersusun membentuk lapisan-lapisan tipis

yang berbentuk cincin atau lamela, dimana lamela tersebut tersusun

terpusat mengelilingi titik awal yang disebut hilus atau hilum.

Penampakan cincin atau lamela pada granula pati adalah akibat dari

pengendapan lapisan molekul pati yang terjadi pada waktu yang berlainan

dan tidak sama kadarnya. Selanjutnya Hodge et al., (1976) menjelaskan

bahwa ikatan paralel terbentuk antara molekul linier yang berdekatan atau

dengan cabang yang terluar dari molekul bercabang. Ikatan ini

dihubungkan dengan ikatan hidrogen, menghasilkan daerah kristalisasi

atau misela. Daerah yang kurang padat yang disebut daerah amorf mudah

dimasuki air. Misela menyebabkan granula pati memiliki sifat

birefringence, yaitu sifat yang dapat merefleksikan atau memantulkan

cahaya terpolarisasi sehingga akan tampak seperti susunan kristal hitam

putih di bawah mikroskop (Whistler et al., 1996).

Letak hilum dalam granula pati ada yang ditengah dan ada yang

ditepi. Granula pati dari golongan tanaman Graminae (beras, jagung, dan

Page 40: F07mnh Cookies

27

gandum) mempunyai hilum yang terletak ditengah, sedangkan pada

granula pati kentang dan sagu mempunyai letak hilum di tepi. Bentuk butir

pati secara fisik berupa semikristalin yang terdiri dari unit kristal dan unit

amorf (Greenwood, 1975). Unit kristal lebih tahan terhadap perlakuan

asam kuat dan enzim sedangkan amorf sifatnya labil terhadap asam kuat

dan enzim. Bagian amorf dapat menyerap air dingin sampai 30% tanpa

merusak struktur pati secara keseluruhan (Hodge dan Osman, 1976).

Sampai saat ini diduga bahwa amilopektin merupakan komponen yang

bertanggung jawab terhadap sifat-sifat kristal dari granula pati.

6.2. Amilosa

Amilosa merupakan homoglikan D-glukosa dengan ikatan α-(1,4)

dari struktur cincin piranosa, yang membentuk rantai lurus umumnya

dikatakan sebagai linier dari pati. Meskipun sebenarnya jika amilosa

dihidrolisa dengan β-amilase pada beberapa jenis pati tidak diperoleh hasil

hidrolisis yang sempurna (Greenwood, 1975). β-amilase menghidrolisa

amilosa menjadi unit-unit residu glukosa dengan memutuskan ikatan α-

(1,4) dari ujung non pereduksi rantai amilosa menghasilkan maltosa.

Banyaknya satuan glukosa dalam setiap rantai tergantung pada

sumbernya. Biasanya setiap rantai mengandung 850 atau lebih unit gluosa

dan dari setiap rantai lurus tersebut terdapat satu titik cabang ikatan α-(1,6)

glikosida. Berat molekul amilosa beragam tergantung pada sumber dan

metoda ekstraksi yang dipergunakan.

Suatu karakteristik dari amilosa dalam suatu larutan adalah

kecenderungan membentuk struktuk koil yang sangat panjang dan

fleksibel yang selalu bergerak melingkar. Struktur ini yang mendasari

terjadinya interaksi iod-amilosa membentuk warna biru, dan ini dapat

ditentukan kadarnya dengan mengunakan spektrofotometer pada panjang

gelombang 625 – 660 nm (Greenwood, 1975).

Page 41: F07mnh Cookies

28

6.3. Amilopektin

Amilopektin seperti amilosa juga mempunyai ikatan α-(1,4) pada

rantai lurusnya, serta ikatan β-(1,6) pada titik percabangannya. Ikatan

percabangan tersebut berjumlah sekitar 4 – 5% dari seluruh ikatan yang

ada pada amilopektin (Hodge dan Osman, 1976 ; Fennema, 1976).

Biasanya amilopektin mengandung 1000 atau lebih unit molekul

glukosa untuk setiap rantai. Berat molekul bervariasi tergantung

sumbernya. Amilopektin pada pati umbi-umbian mengandung sejumlah

kecil ester fosfat yang terikat pada atom karbon yang ke 6 dari cincin

glukosa (Greenwood dan Munro, 1979).

Dalam produk makanan amilopektin bersifat merangsang

terjadinya proses mekar (puffing) dimana produk makanan yang berasal

dari pati yang kandungan amilopektinnya tinggi akan bersifat ringan,

porus, garing dan renyah. Kebalikannya pati yang mengandung amilosa

yang tinggi, cenderung menghasilkan produk yang keras, pejal karena

proses mekarnya terjadi secara terbatas.

7. Garam

Garam dapur adalah sejenis mineral yang lazim dimakan manusia.

Bentuknya kristal putih, dihasilkan dari air laut. Biasanya garam dapur

yang tersedia secara umum adalah natrium klorida (NaCl). Garam sangat

diperlukan tubuh, namun bila dikonsumsi secara berlebihan dapat

menyebabkan berbagai penyakit, termasuk tekanan darah tinggi. Selain itu

garam juga digunakan untuk mengawetkan makanan dan sebagai bumbu.

Untuk mencegah penyakit gondok, garam dapur juga sering ditambahi

iodium (Anonimc, 2006)

Natrium klorida, juga dikenal dengan garam dapur, atau halit,

adalah senyawa kimia dengan rumus kimia NaCl. Senyawa ini adalah

garam yang paling mempengaruhi salinitas laut dan cairan ekstraselular

pada banyak organisme multiselular. Sebagai komponen utama pada

Page 42: F07mnh Cookies

29

garam dapur, natrium klorida sering digunakan sebagai bumbu dan

pengawet makanan.

Penggunaan garam bervariasi dalam produk bakery tergantung

kebutuhan fungsi. Pada umumnya, tingkat atau kandungan garam akan

menurun secara gradual dalam makanan karena melebihi tingkat atau

kandungan natrium dalam banyak makanan. Beberapa fungsi garam dalam

pembuatan produk bakery antara lain :

1. Berkontribusi dalam flavor produk

2. Menurunkan aw (water activity) produk (Cauvan & Young, 2000)

3. Menghambat aktivitas kamir dan dapat digunakan untuk mengontrol

fermentasi dalam pembuatan roti (Williams & Pullen, 1998)

4. Memodifikasi reologi adonan

5. Berkontribusi dalam pembentukan warna coklat pada roti

D. PEMBUATAN BISKUIT

Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan lighter biscuit

terdiri atas bahan utama dan bahan tambahan. Bahan utama meliputi : soft

flour, pati modifikasi, shortening, gula dan skim. Bahan tambahan

meliputi : bahan pengembang, lesitin, garam, air dan flavor susu.

Proses pembuatan biskuit yang dilakukan pada penelitian ini secara

umum meliputi tahap penimbangan, mixing (pencampuran), proofing

(pengistirahatan), laminasi, pencetakan, dan baking (pemanggangan).

Diagram alir proses pembuatan biskuit secara lengkap dapat dilihat pada

Gambar 2..

Page 43: F07mnh Cookies

30

Dilarutkan dalam air hangat

Creaming (5-8 menit)

Dicampur (mixing) selama 10-15 menit dengan kecepatan tinggi

Proofing ± 5-10 menit

Laminasi (dipipihkan) tebal ± 0.25 cm

Pencetakan

Pemanggangan dengan oven suhu 180-210 0C ± 5 menit

Pemanasan dengan microwave suhu 130 0C ± 8-10 menit Biskuit

Gambar 2. Proses pembuatan biskuit skala laboratorium

Gula + Shortening +

Lesitin

Ammonium bikarbonat

Flavor

Tepung, pati modifikasi, skim,

air

Na-bikarbonat, baking powder,

garam + air

Page 44: F07mnh Cookies

31

E. MIXTURE DESIGN

Program Design Expert version 7 ini adalah suatu program yang

mempunyai berbagai metode rancangan percobaan dan analisis untuk data

statistik. Metode rancangan penelitian tersebut terdiri dari desain faktorial,

Response Surface Methods (RSM), Mixture Design techniques, dan

Combined Designs. Desain faktorial merupakan suatu rancangan

percobaan untuk mengidentifikasi faktor perlakuan yang penting sekali

dan berpengaruh pada suatu penelitian. Response Surface Methods (RSM)

yaitu suatu metode rancangan percobaan untuk menemukan rancangan

proses yang ideal. Mixture Design techniques yaitu untuk mencari

formulasi yang optimal pada berbagai formula yang dibuat, Combine

Design yaitu untuk menggabungkan (combine) variabel-variabel proses,

campuran komponen dan faktor yang berpengaruh dalam satu desain,

sehingga dapat menghasilkan suatu kondisi proses dan formula yang

optimal (Anonim b, 2005).

Optimasi pada salah satu atau seluruh aspek produk adalah tujuan

dalam pengembangan produk. Hasil evaluasi sensori seringkali digunakan

untuk menentukan apakah produk yang optimum telah dikembangkan

dengan benar. Metode Mixture Design (MD) seringkali diterapkan dalam

mengoptimasi formula suatu produk. MD merupakan kumpulan dari

teknik matematika dan statistika yang berguna untuk permodelan dan

analisa masalah sebuah respon yang dipengaruhi oleh beberapa variabel

dan tujuannya adalah mengoptimalkan respon tersebut (Montgomery,

2002). Respon yang digunakan dalam MD adalah fungsi dari proporsi

perbedaan komponen atau bahan dalam suatu formula (Cornell,1990).

Menurut Cornell (1990), MD terdiri dari enam tahap yaitu

menentukan tujuan percobaan, memilih komponen-komponen dari

campuran, mengidentifikasi batasan-batasan pada komponen campuran,

mengidentifikasi variabel respon yang akan dihitung, membuat model

yang sesuai untuk mengolah data dari respon, dan memilih disain

percobaan yang sesuai. MD digunakan untuk menentukan dan secara

simultan menyelesaikan persamaan multivariasi. Persamaan tersebut dapat

Page 45: F07mnh Cookies

32

ditampilkan secara grafik sebagai respon yang dapat digunakan dalam

menggambarkan bagaimana variabel uji mempengaruhi respon,

menentukan hubungan antar variabel uji, dan menentukan bagaimana

kombinasi seluruh variabel uji mempengaruhi respon.

Menurut Cornell (1990), metode MD tidak hanya terdiri dari dua

orde. Namun yang sering digunakan adalah orde pertama dan kedua. Orde

pertama dari MD dengan dua variabel uji digambarkan pada persamaan

(1), sedangkan orde kedua digambarkan pada persamaan (2).

Y = b0 + b1X1 + b2X2 (1)

Y = b0 + b1X1 + b2X2 + b11X12 + b22X2

2 + b12X1X2 (2)

Orde pertama seringkali memberikan deskripsi bentuk geometri

permukaan respon yang kurang memadai. Oleh karena itu penggunaan

orde kedua lebih dianjurkan.

Rancangan mixture design ini berfungsi untuk menemukan

formula yang optimal yang sesuai yang kita inginkan. Untuk mencapai

kondisi tersebut harus memperkirakan respon produk atau parameter

produk yang menjadi ciri yang penting serta dapat meningkatkan mutu

produk. Respon yang dipilih tersebut akan dijadikan input data yang

selanjutnya diproses oleh program rancangan RSM mixture design,

sehingga membentuk gambaran dan kondisi proses yang optimal (Anonim b, 2005).

Page 46: F07mnh Cookies

33

IV. METODE PENELITIAN

A. BAHAN DAN ALAT

1. Bahan

Bahan - bahan yang digunakan dalam magang-penelitian ini adalah

tepung terigu kadar protein rendah, tepung terigu kadar protein sedang,

tepung terigu kadar protein tinggi, maizena, pati modifikasi, shortening,

margarin, butter, minyak (oil), gula, susu skim, natrium bikarbonat,

ammonium bikarbonat, baking powder, sodium acyd pyrophosphat,

kalsium karbonat, garam, lesitin, flavor dan air yang diperoleh di PT

Arnott’s Indonesia Bekasi.

2. Alat

Alat - alat yang digunakan dalam magang-penelitian ini adalah

timbangan, gelas ukur, sendok, mixer, oven, microwave, loyang,

laminator, cetakan, stop watch dan sigmat yang terdapat di PT Arnott’s

Indonesia Bekasi.

B. METODE PENELITIAN

Kegiatan magang penelitian ini terdiri dari beberapa tahap, yaitu

penelitian pendahuluan, tahap persiapan dan penelitian utama. Tahap

persiapan meliputi penyiapan bahan baku dan bahan tambahan untuk

pembuatan lighter biscuit. Penelitian pendahuluan meliputi uji variasi bahan

pengembang, variasi pati, variasi tepung, variasi shortening, dan variasi

pencampuran (mixing). Penelitian utama meliputi formulasi lighter biscuit

menggunakan rancangan percobaan mixture design dan uji organoleptik.

1. Persiapan

Tahap persiapan pada kegiatan magang penelitian ini meliputi

penyiapan bahan baku dan bahan tambahan. Bahan-bahan yang harus

dipersiapkan adalah soft flour, pati modifikasi A, pati modifikasi B,

Page 47: F07mnh Cookies

34

shortening, gula, susu skim, sodium bikarbonat, ammonium bikarbonat,

baking powder, garam, lesitin, flavor dan air.

2. Penelitian Pendahuluan

Tahap penelitian pendahuluan meliputi uji variasi bahan

pengembang, variasi pati, variasi tepung, variasi shortening, dan variasi

pencampuran (mixing). Uji variasi bahan pengembang dilakukan sebanyak

8 formula, uji variasi pati dilakukan sebanyak 7 formula, uji variasi tepung

dilakukan sebanyak 3 formula, uji variasi shortening dilakukan sebanyak 6

formula dan uji variasi pencampuran (mixing) dilakukan sebanyak 4

formula. Setelah itu dilanjutkan dengan optimasi formula dari masing-

masing uji variasi.

Uji variasi bahan pengembang bertujuan untuk mengetahui

pengaruh bahan pengembang terhadap sifat dan karakteristik biskuit yang

dihasilkan. Bahan pengembang yang digunakan dalam uji ini adalah

sodium bikarbonat, baking powder dan ammonium bikarbonat. Uji variasi

bahan pengembang dilakukan sebanyak 8 formula dengan kadar bahan

pengembang yang berbeda-beda. Kadar bahan pengembang yang

digunakan untuk masing-masing formula dapat dilihat pada Tabel 3.:

Tabel 3. Kadar bahan pengembang (% terhadap tepung) dalam uji variasi

bahan pengembang

Formula

Bahan pengembang F1 F2 F3 F4 F5 F6 F7 F8

Sodium bikarbonat 0.8% - 1.6% 0.8% 0.8% - 0.8% 0.8%

Baking powder 1.0% 1.0% 1.0% - 2.0% - 1.0% 1.0%

Ammonium bikarbonat - - - - - - 0.5% 1.5%

Page 48: F07mnh Cookies

35

Uji variasi tepung bertujuan untuk mengetahui jenis tepung yang

cocok dan baik untuk digunakan dalam pembuatan biskuit. Jenis tepung

yang digunakan dalam uji ini adalah soft flour, medium flour dan bread

flour. Uji variasi tepung dilakukan sebanyak 3 formula dengan kadar

tertentu. Jenis dan kadar tepung yang digunakan dalam uji variasi tepung

dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Jenis dan kadar tepung (% terhadap tepung) dalam uji variasi

tepung

Formula

Jenis tepung F1 F2 F3

Soft flour 100% - -

Bread flour - 100% -

Medium flour - - 100%

Uji variasi pati bertujuan untuk mengetahui jenis pati yang cocok

dalam pembuatan biskuit dan pengaruh pati jika dikombinasikan dengan

tepung terhadap karakteristik biskuit yang dihasilkan. Jenis pati yang

digunakan dalam uji ini adalah pati jagung atau yang lebih dikenal dengan

nama maizena. Uji variasi pati dilakukan sebanyak 7 formula dengan

kadar yang berbeda-beda. Kadar pati jagung yang digunakan dalam uji

variasi pati dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Kadar pati jagung (% terhadap tepung) dalam uji variasi pati

Formula

Jenis pati dan tepung F1 F2 F3 F4 F5 F6 F7

Soft flour 100% - 80% - 50% - -

Bread flour - 100% - 80% - 50% -

Maizena - - 20% 20% 50% 50% 100%

Uji variasi shortening bertujuan untuk mengetahui jenis shortening

yang cocok dalam pembuatan biskuit dan pengaruhnya terhadap

karakteristik biskuit yang dihasilkan. Jenis shortening yang digunakan

Page 49: F07mnh Cookies

36

dalam uji ini adalah fat shortening yellow, butter, margarin dan liquid oil.

Uji variasi shortening dilakukan sebanyak 6 formula dengan kadar yang

berbeda-beda. Kadar shortening yang digunakan dalam uji variasi

shortening dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Kadar shortening (% terhadap tepung) dalam uji variasi

shortening

Formula

Jenis shortening F1 F2 F3 F4 F5 F6

Fat Shortening Yellow 35% 45% 55% - - -

Butter - - - 45% - -

Margarin - - - - 45% -

Liquid Oil - - - - - 45%

Uji variasi pencampuran (mixing) bertujuan untuk mengetahui

metode pencampuran dan waktu yang tepat dalam pembuatan biskuit.

Metode pencampuran (mixing) yang digunakan adalah metode all in dan

metode creaming. Uji variasi pencampuran (mixing) dilakukan sebanyak 4

formula dengan waktu yang berbeda-beda. Metode dan waktu

pencampuran (mixing) dalam uji variasi pencampuran dapat dilihat pada

Tabel 7.

Tabel 7. Metode dan waktu pencampuran (mixing) dalam uji variasi

pencampuran (mixing)

Formula 1 Formula 2 Formula 3 Formula 4

Metode All in All in Creaming Creaming

Waktu 2 menit 15 menit 2 menit 15 menit

Optimasi formulasi dilakukan terhadap formula-formula terbaik

dan terpilih dari uji variasi yang dilakukan sebelumnya. Optimasi

difokuskan pada kadar gula, shortening dan bahan pengembang serta

penambahan beberapa bahan baku. Bahan baku yang ditambahkan adalah

pati modifkasi, lesitin dan flavor.

Page 50: F07mnh Cookies

37

3. Penelitian Utama

Tahap penelitian utama meliputi formulasi lighter biscuit

menggunakan rancangan percobaan program Design Expert version 7.

Pembuatan rancangan percobaan hanya difokuskan pada bahan baku

tepung terigu (soft flour), pati modifikasi A, pati modifikasi B dan bahan

pengembang (leavening agent) karena keempat bahan inilah yang paling

berpengaruh dalam pembuatan lighter biscuit. Hasil rancangan percobaan

menghasilkan 12 formula lighter biscuit yang dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Formulasi lighter biscuit (% terhadap total bahan)

Formula SF (%) Pati

modifikasi A (%)

Pati modifikasi B

(%) LA (%)

F1 39.75 4.50 4.50 3.25 F2 40.00 4.50 4.00 3.50 F3 40.00 4.25 4.25 3.50 F4 40.00 4.00 4.50 3.50 F5 40.00 4.50 4.50 3.00 F6 39.75 4.25 4.50 3.50 F7 39.75 4.50 4.25 3.50 F8 40.00 4.25 4.50 3.25 F9 40.00 4.50 4.25 3.25 F10 39.50 4.50 4.50 3.50 F11 39.75 4.25 4.50 3.50 F12 39.50 4.50 4.50 3.50

Terdapat beberapa kendala atau persyaratan bahan dalam

rancangan percobaan lighter biscuit yaitu penentuan jumlah bahan yang

digunakan dalam persentase tertentu. Untuk soft flour digunakan selang

antara 39.5 - 40 % terhadap total bahan, pati modifikasi A dan pati

modifikasi B masing-masing digunakan antara 4.0 - 4.5 % terhadap total

bahan serta bahan pengembang digunakan antara 3.0 – 3.5 % terhadap

total bahan. Adapun respon produk akhir yang diukur adalah % weight

loss, % L increase dan tebal.

Page 51: F07mnh Cookies

38

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. PROSES PEMBUATAN LIGHTER BISCUIT

Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan lighter biscuit terdiri

atas bahan utama dan bahan tambahan. Bahan utama meliputi : soft flour, pati

modifikasi, shortening, gula dan skim. Bahan tambahan meliputi : bahan

pengembang, lesitin, garam, air dan flavor susu.

Proses pembuatan biskuit terdiri atas penyiapan bahan, menimbang,

mixing (pencampuran), laminasi, proofing (pengistirahatan), pencetakan dan

baking (pemanggangan). Tahap pertama bahan baku dipersiapkan lalu

ditimbang sesuai dengan formula. Setelah itu dilanjutkan dengan proses

mixing (pencampuran) menggunakan varimixer Teddy berukuran sedang dan

mampu menampung adonan sebanyak 500 gram.

Tahap mixing (pencampuran) dapat dilakukan menggunakan dua

metode yaitu all in method dan creaming method. Metode yang pertama yaitu

all in method, seluruh bahan baku dimasukkan ke dalam wadah mixer hampir

secara bersamaan selama waktu tertentu yaitu sekitar 10-15 menit. Pada

umumnya proses mixing dengan metode ini kurang menghasilkan adonan

yang baik karena bahan tidak tercampur rata. Metode yang kedua yaitu

creaming method, dimana pada awal mixing dicampurkan gula, shortening dan

lesitin secara bersamaan hingga terbentuk krim. Waktu yang dibutuhkan untuk

pembentukan krim sekitar 8-10 menit dengan kecepatan mixing rendah.

Lesitin pada proses ini berperan sebagai emulsifier. Setelah terbentuk krim,

bahan baku yang lain dimasukkan ke dalam wadah mixer dan dilanjutkan

proses mixing dengan kecepatan tinggi selama 5-8 menit. Perlu diperhatikan

dalam memasukkan bahan pengembang. Ammonium bikarbonat terlebih

dahulu dilarutkan dalam air hangat hingga terlarut semua. Hal ini terkait

dengan after taste getir pada produk yang sering ditimbulkan sebagai akibat

ammonium bikarbonat yang kurang larut. Bahan pengembang jenis ini

dimasukkan di awal bersamaan dengan proses creaming. Bahan lain yang

perlu dilarutkan terlebih dahulu dengan air adalah garam. Hal ini bertujuan

Page 52: F07mnh Cookies

39

supaya garam menyebar rata dalam adonan. Penambahan air ke dalam adonan

dilakukan secara bertahap agar fungsi air sebagai pelarut bahan baku optimal

sehingga terbentuk adonan yang benar-benar menyatu atau tercampur rata

membentuk massa yang cukup elastis. Penambahan air juga perlu diperhatikan

terkait dengan kadar air produk yang akan berpengaruh pada tekstur dan umur

simpan produk. Pembentukan massa yang elastis terjadi karena pada tepung

terigu terdapat protein yang terdiri atas gliadin dan glutenin. Gliadin dan

glutenin merupakan jenis protein yang mempunyai sifat dapat membentuk

massa yang elastic-cohesive bila ditambahkan air dan diuleni.

Tahap selanjutnya yaitu proses laminasi. Sebelum melalui tahap ini,

adonan dibiarkan terlebih dahulu dalam kondisi tertutup (proofing) kurang

lebih selama 5-10 menit. Hal ini bertujuan untuk mengeluarkan gas yang

dihasilkan oleh bahan pengembang yang digunakan. Setelah adonan

didiamkan lalu dilanjutkan ke tahap laminasi menggunakan alat laminator.

Tujuan proses ini adalah memipihkan adonan dengan tebal tertentu sehingga

mudah dicetak dan membentuk layer (lapisan) pada produk akhir.

Tahap selanjutnya adalah pencetakan adonan yang telah dipipihkan.

Dalam pembuatan biskuit kali ini digunakan cetakan berbetuk segi empat

(persegi panjang) atau rektangular. Tebal awal adonan adalah 2.50-2.55 cm

dengan panjang antara 6.2-6.5 cm dan lebar antara 2.9-3.2 cm.

Setelah dicetak, lalu adonan dipanggang pada suhu 180-210 0C

menggunakan oven selama ± 5 menit. Dalam proses pemanggangan, panas

disuplai kepada produk dari dinding oven melalui proses radiasi. Perpindahan

panas juga terjadi secara konveksi dari sirkulasi udara dan secara konduksi

dari tray tempat meletakkan adonan biskuit (Cauvain & Young, 2001). Ketika

biskuit dimasukkan ke dalam oven, kadar air pada permukaan biskuit akan

menurun dan menjadi kering. Setelah dipanggang, biskuit dipanaskan dalam

microwave pada suhu 130 0C selama ± 8-10 menit. Hal ini bertujuan untuk

meratakan proses pematangan biskuit. Setelah biskuit matang, dilajutkan

dengan proses pengukuran variabel atau respon produk yang diinginkan yaitu

% weight loss (% WT loss), % L increase dan tebal. Tujuan dari tahap

pemanggangan adalah untuk meningkatkan sifat sensori produk dan memberi

Page 53: F07mnh Cookies

40

selang rasa, aroma dan tekstur. Perubahan tekstur ditentukan oleh sifat alami

produk seperti kadar air dan komposisi lemak, protein dan struktur karbohidrat

serta suhu dan lama pemanggangan. Pada umumnya karakteristik dari produk

panggang adalah pembentukan crust pada permukaan biskuit (Cauvain &

Young, 2001).

Selama pemanggangan, terjadi beberapa reaksi dari bahan

pengembang yang digunakan. Bahan pengembang inilah yang menyebabkan

biskuit memiliki volume yang lebih besar dibandingkan dengan sebelum

pemanggangan. Kondisi ini disebabkan pelepasan gas CO2 dari hasil reaksi

bahan pengembang. Di samping itu, juga dihasilkan garam terlarut dan uap

air. Pada tahap ini juga terjadi proses gelatinisasi yang diawali dengan

pengembangan granula pati karena molekul-molekul air berpenetrasi ke dalam

granula dan terperangkap pada susunan molekul amilosa dan amilopektin.

Pengembangan granula pati berpengaruh terhadap massa adonan. Gelatinisasi

lebih lanjut akan menyebabkan amilosa berdifusi ke luar dari granula pati, dan

setelah dingin amilosa akan membentuk matriks yang seragam sehingga

kekuatan ikatan antar granula meningkat (Fennema, 1976). Lighter biscuit

yang dihasilkan setelah pemanggangan memiliki tebal 0.7-0.9 cm dengan

bobot rata-rata 5.3-5.6 gram per satu biskuit. Nilai ini nantinya dibandingkan

dengan produk sejenis dari kompetitor yang memiliki tebal 0.69-0.71 cm

dengan bobot 5.0-5.5 gram.

B. PENELITIAN PENDAHULUAN

Lighter biscuit merupakan biskuit dengan bobot ringan (less weight)

namun memiliki volume yang besar (high volume). Parameter atau respon

produk yang digunakan untuk menunjukkan keduanya adalah % weight loss

dan % L increase. Nilai % weight loss menunjukkan persen kehilangan bobot

biskuit yang diperoleh dari pengurangan bobot sebelum pemanggangan

dengan bobot setelah pemanggangan dibagi dengan bobot sebelum

pemanggangan dikalikan 100%. Sedangkan % L increase menunjukkan daya

pengembangan (spread) biskuit. Nilai ini diperoleh dari pengurangan luas

Page 54: F07mnh Cookies

41

biskuit setelah pemanggangan dengan sebelum pemanggangan dibagi dengan

luas biskuit sebelum pemanggangan dikalikan 100%. Semakin besar nilai % L

increase dan nilai % weight loss berarti semakin mendekati lighter biscuit

yang diinginkan.

Penelitian pendahuluan meliputi beberapa uji variasi bahan baku yaitu

uji variasi bahan pengembang, uji variasi tepung, uji variasi pati, uji variasi

shortening dan uji variasi mixing. Hasil selengkapnya untuk masing-masing

uji variasi dapat dilihat pada Lampiran 1.

Formula yang terpilih pada uji variasi bahan pengembang adalah F7

yaitu menggunakan 0.8% sodium bikarbonat, 1 % baking powder dan 0.5%

ammonium bikarbonat. Biskuit yang dihasilkan menunjukkan pengembangan

yang besar yang ditunjukkan dengan nilai % L increase paling besar yaitu

28.07%. Di samping itu, nilai kehilangan bobot (% weight loss) dari biskuit

yang dihasilkan cukup besar yaitu 10.32%.

Penggunaan bahan pengembang akan berpengaruh pada sifat adonan

dan biskuit yang dihasilkan. Bahan pengembang yang digunakan pada

pembuatan lighter biscuit ini meliputi sodium bikarbonat, baking powder dan

ammonium bikarbonat. Penggunaan baking powder dan sodium bikarbonat

saja akan menghasilkan biskuit yang kurang maksimal. Penggunaan sodium

bikarbonat saja akan menghasilkan biskuit dengan nilai % kehilangan bobot

tinggi dan daya pengembangan cukup besar. Sebaliknya, penggunaan baking

powder saja akan menghasilkan biskuit dengan nilai % kehilangan bobot

rendah namun tidak terlalu mengembang. Penggunaan sodium bikarbonat dan

baking powder secara bersama-sama dengan kombinasi dan kadar tertentu

menghasilkan biskuit dengan sifat dan karakteristik yang lebih baik.

Kombinasi kedua bahan pengembang dengan kadar baking powder lebih besar

dibandingkan sodium bikarbonat menghasilkan biskuit dengan karakteristik

lebih maksimal yaitu daya pengembangan paling besar dan % kehilangan

bobot yang cukup besar.

Penambahan ammonium bikarbonat sebagai bahan pengembang sangat

berpengaruh terhadap daya pengembangan (spread) biskuit yang dihasilkan.

Namun, penggunaan ammonium bikarbonat tidak boleh terlalu banyak sampai

Page 55: F07mnh Cookies

42

kadar tertentu agar dihasilkan daya pengembangan yang maksimal dan tidak

menghasilkan after taste yang terlalu kuat

Pada uji variasi tepung digunakan tiga jenis tepung yaitu soft flour

tepung medium, dan tepung roti. Ketiga jenis tepung tersebut berbeda pada

kadar proteinnya. Penggunaan soft flour menghasilkan biskuit dengan nilai %

weight loss paling kecil dengan daya spread yang cukup besar. Sedangkan

penggunaan tepung medium menghasilkan biskuit dengan nilai % L increase

paling besar dan % kehilangan bobot lebih tinggi dibandingkan menggunakan

soft flour. Penggunaan tepung roti menghasilkan biskuit dengan % kehilangan

bobot tinggi dan daya spread paling kecil.

Uji variasi pati terdiri dari 7 formula. Pati yang digunakan adalah pati

jagung (maizena) dengan jumlah tertentu. Penggunaan maizena

dikombinasikan dengan tepung dengan perbandingan tertentu. Berdasarkan

hasil penelitian diperoleh bahwa formula terpilih adalah kombinasi antara 80%

soft flour dan 20% maizena dimana menghasilkan biskuit dengan % L

increase terbesar yaitu 23.71% dan nilai % WT loss cukup besar yaitu 9.97%.

Penggunaan 100% maizena menghasilkan biskuit yang kurang maksimal

dimana % L increase lebih kecil yaitu 21.09% dan nilai % WT loss yang

tinggi yaitu 11.13%. Di samping itu penggunaan 100% maizena menghasilkan

biskuit yang keras dan kering.

Uji variasi shortening terdiri dari 6 formula. Jenis shortening yang

digunakan adalah fat shortening yellow, butter, margarin dan minyak nabati

(oil). Pada formula yang menggunakan fat shortening yellow, secara umum

biskuit yang dihasilkan memiliki tekstur yang lebih baik dibandingkan yang

lain. Formula yang terpilih menggunakan 55% fat shortening yellow dengan

nilai % L increase paling tinggi yaitu 29.64% dan % WT loss cukup tinggi

yaitu 9.74%.

Jumlah variasi yang dilakukan pada uji variasi mixing (pencampuran)

sebanyak 8 jenis metode. Secara umum proses pencampuran terbagi menjadi 2

metode yaitu all in method dan creaming method. Variasi yang dilakukan

adalah jumlah waktu pencampuran (mixing) yaitu selama 2 menit dan 15

menit untuk kedua metode pencampuran. Berdasarkan hasil penelitian, metode

Page 56: F07mnh Cookies

43

yang menghasilkan biscuit yang maksimal adalah all in method selama 15

menit dimana nilai % L increase paling tinggi yaitu 29.75% dan nilai % WT

loss cukup tinggi yaitu 9.05%.

C. PENELITIAN UTAMA

1. Rancangan Percobaan

Rancangan metode penelitian yang dipakai pada program Design

Expert version 7 adalah rancangan Response Surface Methodology (RSM)

mixture design. Penggunaan RSM mixture design karena metode rancangan

tersebut sesuai dengan faktor perlakuan yang ada pada penelitian ini.

Faktor perlakuan yang digunakan pada penelitian ini adalah formulasi

bahan yang paling berpengaruh yang terdiri dari soft flour, pati modifikasi A,

pati modifikasi B dan bahan pengembang.. Out put dari proses analisis mutu

awal produk yang diolah oleh rancangan statistik RSM mixture design adalah

suatu model polinomial yang menunjukkan hasil analisis mutu awal atau

respon produk. Persamaan polinomial yang didapatkan setiap respon

ditunjukkan dengan variabel tertentu, yang terdiri dari Mean (M) = pangkat 0,

Linear (L) = pangkat 1, Quadratic (Q) = pangkat 2, dan Cubic (C) = pangkat 3.

Variabel tersebut menjadi penentu suatu rancangan model polinomial untuk

faktor perlakuan pada penelitian. Sehingga didapatkan respon yang

mendukung terciptanya produk yang optimal (Anonimb, 2005)

Pada tahap perancangan formula, jumlah soft flour yang digunakan

berkisar antara 39.5 – 40% terhadap total bahan, pati modifikasi A dan pati

modifikasi B antara 4.0 – 4.5% serta bahan pengembang antara 3.0 – 3.5%.

Hal-hal tersebut merupakan kendala bahan dalam membuat rancangan

percobaan. Dalam hal ini ada beberapa persyaratan khusus yang harus

dipenuhi oleh program Design Expert version 7 untuk menentukan formula

yang disarankan nantinya.

Pada tahap perancangan formula ditentukan juga respon yang akan

diukur dan dioptimasi. Variabel atau respon yang akan dioptimasi adalah %

Page 57: F07mnh Cookies

44

weight loss (% WT loss), % L increase dan tebal. Hal ini sesuai dengan tujuan

utama penelitian ini yaitu menghasilkan lighter biscuit dimana biskuit dengan

bobot rendah (ringan) tetapi bervolume besar (mengembang).

Nilai % weight loss menunjukkan persen kehilangan bobot biskuit

yang diperoleh dari pengurangan bobot sebelum pemanggangan dengan

setelah pemanggangan dibagi dengan bobot sebelum pemanggangan dikalikan

100%. Nilai % L increase menunjukkan daya pengembangan (spread) biskuit.

Nilai ini diperoleh dari pengurangan luas biskuit setelah pemanggangan

dengan sebelum pemanggangan dibagi dengan luas biskuit sebelum

pemanggangan dikalikan 100%. Nilai tebal biskuit menunjukkan tebal biskuit

setelah pemanggangan.

Formula yang disarankan oleh program Design Expert version 7 adalah

12 formula yang dihasilkan pada tahap rancangan percobaan, seperti pada

Tabel 9. Pada pembuatan produk, bahan yang paling berpengaruh adalah soft

flour, pati modifikasi A, pati modifikasi B dan bahan pengembang. Biskuit

yang dihasilkan diukur % weight loss (%WT loss), % L increase dan tebal.

Tabel 9. Rancangan Formulasi Mixture Design

Formula SF (%) Pati

modifikasi A(%)

Pati modifikasi B

(%)

% WT loss

% L increase

Tebal (cm)

F1 39.75 4.50 4.50 F2 40.00 4.50 4.00 F3 40.00 4.25 4.25 F4 40.00 4.00 4.50 F5 40.00 4.50 4.50 F6 39.75 4.25 4.50 F7 39.75 4.50 4.25 F8 40.00 4.25 4.50 F9 40.00 4.50 4.25 F10 39.50 4.50 4.50 F11 39.75 4.25 4.50 F12 39.50 4.50 4.50

Page 58: F07mnh Cookies

45

2. Analisis Respon

Program Design Expert version 7 akan merekomendasikan satu model

(dari 5 model polinomial) yang digunakan untuk setiap respon. Diantara

kelima model yang tersedia dalam program Design Expert version 7 antara

lain mean, linear, quadratic, special cubic dan cubic.

a. Analisis Respon % Weight Loss (% WT loss)

Nilai % weight loss menunjukkan persen kehilangan bobot biskuit

yang diperoleh dari pengurangan bobot sebelum pemanggangan dengan bobot

setelah pemanggangan dibagi dengan bobot sebelum pemanggangan dikalikan

100%. Bobot biskuit yang ditimbang merupakan rata-rata dari beberapa

sampel. Semakin besar nilai % WT loss maka bobot akhir produk semakin

kecil (ringan). Hasil analisis uji respon % WT loss dapat dilihat pada Tabel 10.

Hasil uji dari respon % WT loss pada produk dengan nilai % WT loss

berkisar antara 14.43% sampai 19.67% dapat dilihat pada Tabel 10. Nilai rata-

rata (mean) dari hasil uji respon % WT loss adalah 17.0075%. Nilai % WT

loss yang paling tinggi adalah 19.67% yang terdapat pada formula 3 yaitu

menggunakan soft flour sebesar 40%, pati modifikasi A 4.25%, pati

modifikasi B 4.25% dan bahan pengembang 3.5%.

Tabel 10. Hasil analisis %WT loss

Formula SF (%) Pati

modifikasi A(%)

Pati modifikasi B

(%) LA (%) %WT Loss

F1 39.75 4.50 4.50 3.25 17.56 F2 40.00 4.50 4.00 3.50 17.54 F3 40.00 4.25 4.25 3.50 19.67 F4 40.00 4.00 4.50 3.50 16.12 F5 40.00 4.50 4.50 3.00 14.43 F6 39.75 4.25 4.50 3.50 17.67 F7 39.75 4.50 4.25 3.50 15.46 F8 40.00 4.25 4.50 3.25 16.34 F9 40.00 4.50 4.25 3.25 16.09 F10 39.50 4.50 4.50 3.50 17.77 F11 39.75 4.25 4.50 3.50 17.67 F12 39.50 4.50 4.50 3.50 17.77

Page 59: F07mnh Cookies

46

Berdasarkan analisis pada program Design Expert version 7 model

polinomial dari % WT loss adalah linear. Hasil uji sidik ragam (ANOVA)

menunjukkan bahwa interaksi antara komponen A (soft flour) dan B (pati

modifikasi A) berpengaruh nyata terhadap respon % WT loss, begitu juga

komponen A (soft flour) dan komponen C (pati modifikasi B), interaksi

komponen A (soft flour) dan D (bahan pengembang), interaksi komponen B

(pati modifikasi A) dan C (pati modifikasi B), interaksi komponen B (pati

modifikasi A) dan komponen D (bahan pengembang), serta interaksi

komponen C (pati modifikasi B) dan komponen D (bahan pengembang)

berpengaruh nyata. Hal ini ditunjukkan dengan analisis sidik ragam yang

dilakukan oleh program Design Expert version 7 dengan nilai p ”prob>F”

lebih kecil dari 0,05 yaitu sebesar <0.0001. Hal ini juga menunjukkan bahwa

model yang direkomendasikan yaitu linear adalah signifikan. Hasil analisis

ANOVA dapat dilihat secara lengkap pada Lampiran 2.

Persamaan polinomial untuk respon skor % WT loss adalah sebagai

berikut :

% WT loss = (1481.43 A) + (-37461.4 B) + (62364.07 C) + (-52392.6 D)+ (31366.4 AB) + (-94964.5 AC) + (63165.44 AD) + (122869.8 BC) + (46076.16 BD) + (4542.72 CD)

Ket : A = soft flour

B = pati modifikasi A

C = pati modifikasi B

D = bahan pengembang

Persamaan polinomial selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 3.

Gambar 3. menunjukkan hasil nilai % WT loss terhadap komponen bahan

baku yang mempengaruhinya yaitu soft flour, pati modifikasi A, pati

modifikasi B dengan bahan pengembang sebesar 3.375%.

Page 60: F07mnh Cookies

47

Gambar 3. Grafik contour plot hasil uji % WT loss

Pada Gambar 3 dapat dilihat bahwa terdapat beberapa garis yang

menunjukkan nilai respon % WT loss dalam beberapa kombinasi bahan baku

berdasarkan persamaan polinomial yang diperoleh. Di samping itu juga dapat

dilihat grafik tiga dimensi dari hasil respon % WT loss seperti pada Gambar 4.

Gambar 4. Grafik tiga dimensi hasil respon % WT loss

Design-Expert® Software

%WT loss 19.67 14.43

X1 = A: SF X2 = B: Pati modifikasi A X3 = C: Pati modifikasi B Actual ComponentD: LA = 3.375

A: SF39.625

B: Pati modifikasi A4.125

C: Pati modifikasi B4.125

4.500 4.500

40.000

%WT loss

16.488 16.8446

17.2012

17.2012

17.5577

17.5577

17.9143

17.9143

Page 61: F07mnh Cookies

48

b. Analisis Respon % L increase

Nilai % L increase menunjukkan daya pengembangan (spread) biskuit.

Nilai ini diperoleh dari pengurangan luas biskuit setelah pemanggangan

dengan sebelum pemanggangan dibagi dengan luas biskuit sebelum

pemanggangan dikalikan dengan 100%. Biskuit diukur panjang dan lebarnya

menggunakan alat pengukur sigmat. Nilai luas biskuit diperoleh dari

pengambilan beberapa sampel biskuit kemudian dirata-ratakan. Parameter

yang diinginkan untuk membuat lighter biscuit adalah nilai % L increase yang

besar yang menunjukkan volume biskuit yang besar pula.

Hasil nilai dari respon % L increase pada produk dengan nilai % L

increase berkisar antara 2.69% sampai 7.45% dapat dilihat pada Tabel 11.

Nilai % L increase paling tinggi yaitu 7.45% terdapat pada formula 7 yang

menggunakan soft flour sebesar 39.75%, pati modifikasi A 4.5%, pati

modifikasi B 4.25% dan bahan pengembang 3.5%.

Tabel 11. Hasil analisis % L increase

Formula SF (%) Pati

modifikasi A(%)

Pati modifikasi B

(%) LA (%) % L increase

F1 39.75 4.50 4.50 3.25 2.69 F2 40.00 4.50 4.00 3.50 4.98 F3 40.00 4.25 4.25 3.50 3.76 F4 40.00 4.00 4.50 3.50 5.66 F5 40.00 4.50 4.50 3.00 6.81 F6 39.75 4.25 4.50 3.50 5.73 F7 39.75 4.50 4.25 3.50 7.45 F8 40.00 4.25 4.50 3.25 5.33 F9 40.00 4.50 4.25 3.25 4.48 F10 39.50 4.50 4.50 3.50 5.22 F11 39.75 4.25 4.50 3.50 5.73 F12 39.50 4.50 4.50 3.50 5.22

Berdasarkan analisis pada program Design Expert version 7 model

polinomial dari % L increase adalah linear. Hal ini ditunjukan dengan analisis

sidik ragam yang dilakukan oleh program Design Expert version 7 dengan

nilai ”prob>F” lebih kecil dari 0,05. Berdasarkan hasil uji sidik ragam

(ANOVA) juga menunjukkan bahwa interaksi antara komponen A (soft flour)

Page 62: F07mnh Cookies

49

dan B (pati modifikasi A), interaksi komponen A (soft flour) dan komponen C

(pati modifikasi B), interaksi komponen A (soft four) dan D (bahan

pengembang), interaksi komponen B (pati modifikasi A) dan C (pati

modifikasi B), interaksi komponen B (pati modifikasi A) dan komponen D

(bahan pengembang), serta interaksi komponen C (pati modifikasi B) dan

komponen D (bahan pengembang) berpengaruh nyata terhadap respon % L

increase. Hasil respon ini dapat dilihat secara lengkap pada Lampiran 4.

Persamaan polinomial untuk respon skor % L increase adalah sebagai

berikut :

% L increase = (-1118.49 A) + (-2137.69 B) + (-69138.6 C) + (118260 D) + (12546.56 AB) + (101670.4 AC) + (-143853 AD) + (-67491.8 BC) + (-39153.9 BD) + (-61218.6 CD)

Ket : A = soft flour

B = pati modifikasi A

C = pati modifikasi B

D = bahan pengembang

Persamaan polinomialnya dapat dilihat di Lampiran 5.

Gambar 5. Contour Plot Hasil Uji Skor % L increase

Design-Expert® Software

%L increase7.45 2.69

X1 = A: SFX2 = B: Pati modifikasi AX3 = C: Patii modifikasi B

Actual ComponentD: LA = 3.375

A: SF39.625

B: Pati modifikasi A4.125

C: Pati modifikasi B4.125

4.5 4.5

40

%L increase

3.48125

3.83875

4.19625

4.19625

4.55375

4.55375

4.91125

4.91125

Page 63: F07mnh Cookies

50

Gambar 6. Grafik tiga dimensi hasil respon % L increase

Pada Gambar 5 dapat dilihat bahwa terdapat beberapa garis yang

menunjukkan nilai respon % L increase dalam beberapa kombinasi bahan

baku berdasarkan persamaan polinomial yang diperoleh dengan bahan

pengembang sebesar 3.375%. Di samping itu juga dapat dilihat grafik tiga

dimensi dari hasil respon % WT loss seperti pada Gambar 6.

c. Analisis Respon tebal

Hasil uji dari respon tebal (cm) pada produk dengan nilai tebal berkisar

antara 0.712 cm sampai 0.828 cm menggunakan alat ukur sigmat dapat dilihat

pada Tabel 12. Nilai tebal yang paling tinggi adalah 0.828 cm terdapat pada

formula 6 dan 10. Formula 6 menggunakan soft flour sebesar 39.75%, pati

modifikasi A 4.25%, pati modifikasi B 4.5% dan bahan pengembang 3.5%.

Sedangkan pada formula 10 digunakan soft flour sebesar 39.5%, pati

modifikasi A 4.5%, pati modifikasi B 4.5% dan bahan pengembang 3%.

Page 64: F07mnh Cookies

51

Tabel 12. Hasil analisis respon tebal (cm)

Formula SF (%) Pati

modifikasi A(%)

Pati modifikasi B

(%) LA (%) tebal(cm)

F1 39.75 4.50 4.50 3.25 0.8020 F2 40.00 4.50 4.00 3.50 0.7470 F3 40.00 4.25 4.25 3.50 0.7195 F4 40.00 4.00 4.50 3.50 0.7935 F5 40.00 4.50 4.50 3.00 0.7120 F6 39.75 4.25 4.50 3.50 0.8280 F7 39.75 4.50 4.25 3.50 0.7250 F8 40.00 4.25 4.50 3.25 0.7375 F9 40.00 4.50 4.25 3.25 0.7758 F10 39.50 4.50 4.50 3.50 0.8280 F11 39.75 4.25 4.50 3.50 0.8170 F12 39.50 4.50 4.50 3.50 0.8000

Analisis sidik ragam yang dilakukan oleh program Design Expert

version 7 pada respon tebal terhadap formula yang dibuat, menunjukkan

bahwa persamaan linear formula yang dibuat tidak signifikan (tidak

berpengaruh nyata) terhadap respon tebal dimana nilai “Prob > F” lebih besar

dari 0.05 pada selang kepercayaan 95%. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada

Lampiran 6.

Berdasarkan hasil uji ANOVA pada skor tebal menunjukkan bahwa

interaksi antara komponen A (soft flour) dan B (pati modifikasi A), interaksi

komponen A (soft flour) dan komponen C (pati modifikasi B), interaksi

komponen A (soft four) dan D (bahan pengembang), interaksi komponen B

(pati modifikasi A) dan C (pati modifikasi B), interaksi komponen B (pati

modifikasi A) dan komponen D (bahan pengembang), serta interaksi

komponen C (pati modifikasi B) dan komponen D (bahan pengembang) tidak

berpengaruh nyata terhadap respon skor tebal. Hal ini ditunjukkan dengan.

nilai ”prob>F” lebih besar dari 0,05 untuk masing-masing interaksi.

Persamaan polinomial untuk optimasi produk pada respon tebal adalah

sebagai berikut.

Tebal = (-3.7619 A) + (-415.238 B) + (1881.404 C) + (-1431.35 D) + (811.2 AB) + (-2401.15 AC) + (1687.296 AD) + (-2195.65 BC) + (-659.776 BD) + (2003.123 CD)

Page 65: F07mnh Cookies

52

Ket : A = soft flour

B = pati modifikasi A

C = pati modifikasi B

D = bahan pengembang

Persamaan polinomial selengkapnya nya dapat dilihat pada Lampiran 7.

Pada Gambar 7 dapat dilihat bahwa terdapat beberapa garis yang

menunjukkan nilai respon tebal dalam beberapa kombinasi bahan baku

berdasarkan persamaan polinomial yang diperoleh. Di samping itu juga dapat

dilihat grafik tiga dimensi dari hasil respon tebal seperti pada Gambar 8.

Gambar 7. Contour plot Hasil Respon Tebal

Design-Expert® Software

tebal0.828 0.712

X1 = A: SFX2 = B: Pati modifikasi AX3 = C: Pati modifikasi B

Actual ComponentD: LA = 3.375

A: SF39.625

B: Pati modifikasi A4.125

C: Pati modifikasi B4.125

4.5 4.5

40

tebal

0.751713

0.76492

0.76492

0.778128

0.791335

0.804543

Page 66: F07mnh Cookies

53

Gambar 8. Grafik tiga dimensi hasil respon tebal

3. Optimasi Formula

Setelah mendapatkan data Anova dari ketiga respon, maka dilanjutkan

pada optimasi produk. Pada penelitian ini proses optimasi dilakukan untuk

mencapai komposisi atau formula yang paling optimal yaitu dengan

desirability mendekati 1. Parameter yang dioptimasi pada penelitian ini adalah

bahan baku utama yaitu soft flour, pati modifikasi A, pati modifikasi B dan

bahan pengembang. Program Design Expert version 7 telah menyediakan

pembobotan ini dengan nama importance. Pada kolom importance terdapat

pilihan tanda positif (+), mulai dari positif 1(+) hingga positf 5(+++++).

Semakin tinggi tingkat kepentingan dari atribut/respon yang diukur terhadap

produk, maka semakin banyak tanda positif (+) diberikan.

Optimasi yang dilakukan adalah dengan mengoptimalkan jumlah soft

flour yaitu antara 39 - 40% dan target komponen adalah in range. Jumlah pati

modifikasi A dioptimalkan antara 4-4.5% dan target komponen adalah in

range. Jumlah pati modifikasi B dioptimalkan antara 4-4.5% dan target

komponen adalah in range. Untuk jumlah bahan pengembang dioptimalkan

antara 3-3.5% dan target komponen adalah in range. Skor respon tebal

Page 67: F07mnh Cookies

54

dioptimalkan antara 0.712-0.828 cm dengan target maximize. Skor respon %

WT loss dioptimalkan antara 14.43% - 19.67% dengan target in range. Skor

respon % L increase dioptimalkan antara 2.69% - 7.45% dengan target in

range. Semuanya memiliki tingkat rangking 3 (+++).

Formula dari proses optimasi yang disarankan oleh program Design

Expert version 7 adalah formula ke-1 (F new 1) dengan komposisi soft flour

39.62%, pati modifikasi A 4.318%, pati modifikasi B 4.5% dan bahan

pengembang 3.5%. Formula ini diprediksi akan menghasilkan biskuit dengan

tebal 0.823901 cm, nilai % WT loss 17.84%, nilai % L increase 5.65% dan

nilai desirability sebesar 0.964662 artinya formula tersebut akan menghasilkan

produk yang memiliki karakteristik yang paling optimal dan sesuai dengan

keinginan kita sebesar 96.47%. Selanjutnya formula yang disarankan

divalidasi untuk dibuktikan kebenarannya. Hasil proses optimasi dapat dilihat

pada Lampiran 8.

Gambar 9. Contour plot Desirability Produk Terhadap Formulasi

Design-Expert® Software

DesirabilityDesign Points1

0

X1 = A: SFX2 = B: pati modifikasi AX3 = C:Pati modifikasi B

Actual ComponentD: LA = 3.500

A: SF39.5

B: Pati modifikasi A4

C: Pati modifikasi B 4.000

4.500 4.5

40

Desirability

0.196

0.196

0.349

0.5030.657

0.811

22

22

Prediction 0.965

Page 68: F07mnh Cookies

55

Gambar 10. Grafik tiga dimensi hasil nilai desirability

Pada Gambar 9 dapat dilihat bahwa terdapat beberapa garis yang

menunjukkan nilai desirability dalam beberapa kombinasi bahan baku. Nilai

desirability sebesar 0.965 berarti kemampuan formula dalam menghasilkan

produk yang optimum sesuai dengan keinginan kita. Di samping itu juga dapat

dilihat grafik tiga dimensi dari hasil nilai desirability seperti pada Gambar 10.

Faktor-faktor yang mempengaruhi desirability antara lain kompleksitas

jumlah komponen, beberapa kendala dalam formulasi dan target.

Kompleksitas jumlah komponen dapat terlihat pada persyaratan jumlah bahan

baku yang dianggap penting dan berpengaruh terhadap produk untuk

menentukan formulasi. Jumlah masing-masing bahan baku ditentukan dalam

selang yang berbeda-beda yang akan berpengaruh pada nilai desirability.

Beberapa kendala dalam formulasi antara lain jumlah bahan baku yang

ditentukan oleh formulator yang akan mempengaruhi formula yang disarankan

oleh progran Design Expert version 7. Semakin lebar selang jumlah bahan

baku, formula yang disarankan akan semakin banyak sehingga penentuan

formula yang optimum dengan nilai desirability yang tinggi oleh program

akan semakin sulit. Dalam hal ini berarti nilai desirability yang dihasilkan

Page 69: F07mnh Cookies

56

kemungkinan rendah. Faktor yang ketiga yaitu target untuk masing-masing

respon. Nilai masing-masing respon berbeda targetnya satu sama lain sesuai

dengan keinginan formulator, sehingga akan berpengaruh terhadap nilai

desirability.

4. Validasi

Setelah program Design Expert version 7 merekomendasikan 1

formula terpilih dengan nilai desirability tertentu lalu dilakukan pembuktian

terhadap dugaan nilai tebal produk berdasarkan formula terpilih. Hal ini

digunakan untuk validasi formula yang direkomendasikan oleh program

Design Expert version 7 yang dianggap akan menghasilkan produk yang

optimum dengan nilai desirability tertentu. Berdasarkan hasil pengamatan dan

pengukuran diperoleh bahwa validasi formula F ke-1 (F new 1) menghasilkan

biskuit dengan tebal 0.95 cm, % WT loss 18.03% dan % L increase 4.53%.

Nilai respon tebal jauh di atas nilai dugaan yaitu 0.823901 cm. Nilai % WT

loss yang diperoleh juga lebih besar dari nilai dugaan. Hal ini berarti bahwa

formula yang direkomendasikan oleh program Design Expert version 7 yang

dianggap sebagai formula yang optimum terbukti untuk respon tebal dan %

WT loss. Sedangkan nilai % L increase yang diperoleh pada tahap validasi

lebih kecil dari nilai dugaan, namun tidak terlalu berbeda.

Di samping itu juga dilakukan uji rating dan deskripsi terhadap F new

1 (Lampiran 9). Uji rating dilakukan pengukuran terhadap atribut produk yaitu

intensitas rasa, kebulatan/balance rasa, tekstur dan intensitas after taste. Hasil

perhitungan statistika diperoleh nilai standard error mean untuk atribut

intensitas rasa sebesar 0.579, atribut kebulatan/balance rasa sebesar 0.626,

atribut tekstur sebesar 0.485 dan atribut intensitas after taste sebesar 0.629.

Sedangkan nilai koefisien ragam untuk atribut intensitas rasa sebesar 29.71,

atribut kebulatan/balance rasa sebesar 37.15, atribut tekstur sebesar 22.38 dan

atribut intensitas after taste sebesar 30.94. Nilai koefisien ragam menunjukkan

keragaman data masing-masing atribut dibandingkan nilai tengah. Semakin

kecil nilai koefisien ragam berarti semakin kecil tingkat keragaman data.

Secara organoleptik F new 1 memiliki tekstur keras, volume besar, renyah,

rasa susu, kurang lembut dan after taste.

Page 70: F07mnh Cookies

57

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

1. Bahan baku yang paling berpengaruh dalam pembuatan (formulasi)

biskuit yaitu soft flour, pati modifikasi A, pati modifikasi B dan bahan

pengembang dengan variabel (respon) yang penting yaitu % weight loss,

% L increase dan tebal.

2. Bahan pengembang yang digunakan yaitu natrium bikarbonat, baking

powder dan ammonium bikarbonat memiliki pengaruh pada biskuit yang

dihasilkan dalam hal pengembangan (spread) dan after taste yang

kurang disukai.

3. Formula terpilih yang direkomendasikan oleh program Design Expert

version 7 menunjukkan bahwa untuk menghasilkan lighter biscuit yang

optimum digunakan soft flour 39.62 %, pati modifikasi A 4.318 %, pati

modifikasi B 4.5 % dan bahan pengembang 3.5 % dengan nilai

desirability 0.964662. Hal ini berarti bahwa kemampuan formula untuk

menghasilkan lighter biscuit yang sesuai dengan keinginan kita

(optimum) sebesar 96.47 %.

B. SARAN

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh berbagai

jenis bahan pengembang dalam pembuatan biskuit terutama pengaruhnya

dalam menimbulkan rasa getir produk.

Page 71: F07mnh Cookies

58

DAFTAR PUSTAKA

Anonima. 2005.http://www.mnsu.edu/Flint_dent_flour_ears.html Anonimb. 2005. What’s new in version 7 (the highlights).

http://www.statease.com (05-2006)

Anonimc. http://id.wikipedia.org/wiki/Garam_dapur" Anonimd. http://www.statease.com/soft_ftp.html Belitz, H. D. dan W. Grosch. 1999. Food Chemistry. Springer. Berlin. Bender, A.E. 1978. Food Processing and Nutrition. Academic Press, London. Brandt, L. 1996. Emulsifiers in Baked Goods. Food Product Design, Feb., pp.64-

76. Di dalam Hasenhuettl, G.L. and R.W Hartel. 1997. Food Emulsifiers and Their Application. Chapman & hall. International Thomson Publishing, New York.

Brose, E., Gunter Becker & Wolfgang Bouchain. 1996. Chemical Leavening

Agents. Universitatsdruckerei Und Verlag H. Schmidt Mainz.

Buhler.,A.G.2006.ExtruderSystem.http://www.buhlergroup.com/Docs/25320EN.pdf Uzwil, Switzerland. (26-05 2006).

Buckle, K.A., R.A. Edward, G.H. Fleet and M.Wooton. 1987. Ilmu Pangan.

Diterjemahkan oleh H. Purnomo dan Adiono. UI Press, Jakarta. Cauvain, S.P and Young, L.S. 2000. Bakery Food Manufacture and Quality :

Water Control and Effects. Blackwell Scince. Oxford, UK. Cauvain, S.P and Young, L.S. 2001. Baking Problems Solved. Woodhead

Publishing Limited and CPC Press. LLC, UK. Dziedzic, S.Z. dan M.W. Kearsley. 1998. The Technology of Starch Production.

Di dalam. Hoseney, R.C. 1998. Principles of Cereal Science and Technology (2nd ed.). American Association of Cereal Chemist, Inc. St. Paul. Minnesota, USA.

Feigenbaum, A.V. 1989. Kendali Mutu Terpadu. Terjemahan. Erlangga, Jakarta. Fennema, O.R. 1976. Food Chemistry. Marcell Dekker Inc. Basel.

Greenwood, C.T. 1975. Observation on The Structure of The Starch Granule. Di dalam T. R. Muchtadi, P. Hariyadi, dan A.B. Azra. 1987. Teknologi Pemasakan Ekstrusi. Pusat Antar Universitas, Institut Pertanian Bogor.

Page 72: F07mnh Cookies

59

Greenwood, C.T. and D. N. Munro. 1979. Carbohydrates. Di dalam T.R. Muchtadi, P. Hariyadi, dan A.B. Azra. 1987. Teknologi Pemasakan Ekstrusi. Pusat Antar Universitas, Institut Pertanian Bogor.

Hodge, J.E. and Osman, E.M. 1976. Carbohydrates. Di dalam T. R. Muchtadi, P.

Hariyadi, dan A.B. Azra. 1987. Teknologi Pemasakan Ekstrusi. Pusat Antar Universitas, Institut Pertanian Bogor.

Hoseney, R.C. 1998. Principles of Cereal Science and Technology, 2nd edition.

American Association of Cereal Chemist, Inc. St. Paul, Minnesota, USA. Ketaren, S. 1986, Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Ed.1. UI

Press, Jakarta. Manley, DE.J.R. 1983. Technology of Biscuit, Crackers and Cookies. Ellis

Horwood Limited, London. Manley, DE.J.R. 1991. Technology of Biscuit, Crackers and Cookies. 2nd ed. Ellis

Horwood Limited, London. Matz, S.A. 1978. Cookies and Crackers Technology. The AVI Publishing

Company Inc. Westport, Connecticut. Montgomery, D.C. 1991. Design and Analysis of Experiments. Montgomery, D.C. 1996. Introduction to Statistical Quality Control. 3rd ed. The

AVI Publishing Company, Inc., New York. Muchtadi, T. R. dan Sugiyono. 1989. Petunjuk Laboratorium Ilmu Pengetahuan

Bahan Pangan. Pusat Antar Universitas. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Soekarto, S.T. 1990. Dasar-Dasar Pengawasan dan Standarisasi Mutu Pangan.

Institut Pertanian Bogor, Bogor. Soenaryo, E. 1985. Pengolahan Produk Serealia dan Biji-bijian. Jurusan

Teknologi Pangan dan Gizi. Fateta. IPB. Bogor. Standar Industri Indonesia (SII). 1990. Standar Mutu dan Cara Uji Biskuit. No.

0177-1990. Sutomo, B.2006.http://budiboga.blogspot.com/memilih-tepung-terigu-yang-benar-

untuk.html Swinkles, J. J. M. 1985. Source of Starch, Its Chemistry and Physics. Di dalam

Starch Conversion Technology, V. Beynum dan J. A. Roels (eds). Marcel Dekker, Inc. New York, Basel.

Page 73: F07mnh Cookies

60

Timmermann, F. 2000. Food Emulsifier, Basic Theory to Practical Realities. Jurnal Asia Fasifik Food Industry.

Vail, G.E., J.A. Philips, L.D. Rust, R.M.Griswold & M. Justin. 1978. Foods.

Houston Mifflin Company. Boston. Walpole, R. E. 1982. Introduction to Statistic 3rd. Ed. PT Gramedia Pustaka

Utama, Jakarta. Whistler dan Daniel. 1996. Carbohydrates. Di dalam Food Cemistry, Fennema,

O. R. (ed). Marcell Dekker Inc, Basel. Whiteley, P.R. 1971. Biscuits Manufacture. Applied Science Publishing. Jakarta. Williams, A and Pullen, G. 1998. Functional Ingredients. Di dalam S.P Cauvain

and L.S. Young. 1998. Technology of Breadmaking. Blackie Academic & Professional. London, UK.

Winarno, F. G. dan Rahayu, T. S. 1994. Bahan Tambahan untuk Pangan dan

Kontaminan. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta.. Winarno, F. G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama.

Jakarta. Wirakartakusumah, M.A. 1981. Kinetics of Starch Gelatinization and Water

Absorption in Rice. PhD Disertation, University of Wisconsin, Madison.

Page 74: F07mnh Cookies

LAMPIRAN

Page 75: F07mnh Cookies

61

Lampiran 1 Hasil uji variasi bahan baku 1. Uji variasi bahan pengembang

Respon Formula F1 F2 F3 F4 F5 F6 F7 F8

% WT loss 10.2% 9.64% 10.76% 11.13% 10.43% 9.56% 10.32% 11.59%

% L increase 15.24% 16.05% 20.76% 19.35% 22.87% 13.83% 28.07% 25.34%

2. Uji variasi tepung

Respon Formula F1 F2 F3

% WT loss 10.20 % 11.22 % 11.00 % % L increase 15.24 % 12.31 % 23.26 % 3. Uji variasi pati

Respon Formula F1 F2 F3 F4 F5 F6 F7

% WT loss 10.96% 9.18% 9.97% 9.98% 11.18% 10.07% 11.13%

% L increase 14.40% 9.70% 23.71% 8.88% 21.76% 16.36% 21.09%

4. Uji variasi shortening

Respon Formula F1 F2 F3 F4 F5 F6

% WT loss 9.79% 10.92% 9.74% 11.29% 13.66% 11.89%

% L increase 10.72% 26.35% 29.64% 18.51% 28.77% 21.50%

5. Uji variasi mixing

Respon Formula F1 F2 F3 F4

% WT loss 10.20 % 9.05 % 11.45 % 11.08 % % L increase 15.24 % 29.75 % 12.14 % 21.06 %

Page 76: F07mnh Cookies

62

Lampiran 2 Respon 1 %WT LOSS

ANOVA for Mixture Quadratic Model

*** Mixture Component Coding is U_Pseudo. *** Analysis of variance table [Partial sum of squares - Type III]

Sum of Mean F p-value Source Squares df Square Value Prob > F

Model 20.83163 9 2.314625 63660000 < 0.0001 significant

Linear Mixture 7.827159 3 2.609053 63660000 < 0.0001

AB 0.600714 1 0.600714 63660000 < 0.0001

AC 3.504018 1 3.504018 63660000 < 0.0001

AD 1.550255 1 1.550255 63660000 < 0.0001

BC 5.377067 1 5.377067 63660000 < 0.0001

BD 0.756150 1 0.756150 63660000 < 0.0001

CD 0.007350 1 0.007350 63660000 < 0.0001

Pure Error 0 2 0

Cor Total 20.83163 11

The Model F-value of 63660000.00 implies the model is significant. There is only

a 0.01% chance that a "Model F-Value" this large could occur due to noise.

Values of "Prob > F" less than 0.0500 indicate model terms are significant.

In this case Linear Mixture Components, AB, AC, AD, BC, BD, CD are significant model terms.

Values greater than 0.1000 indicate the model terms are not significant.

If there are many insignificant model terms (not counting those required to support hierarchy),

model reduction may improve your model.

Page 77: F07mnh Cookies

63

Lampiran 3.

Keterangan : A = soft flour C = pati modifikasi B B = pati modifikasi A D = bahan pengembang

Final Equation in Terms of U_Pseudo Components: % WT LOSS = 17.77 * A 16.12 * B 17.54 * C 14.43 * D 2.9 * A * B -8.78 * A * C 5.84 * A * D 11.36 * B * C 4.26 * B * D 0.42 * C * D Final Equation in Terms of Real Components: (terhadap 100% total bahan) % WT LOSS = 1481.43 * A -37461.4 * B 62364.07 * C -52392.6 * D 31366.4 * A * B -94964.5 * A * C 63165.44 * A * D 122869.8 * B * C 46076.16 * B * D 4542.72 * C * D Final Equation in Terms of Actual Components: (terhadap 52% total bahan) % WT LOSS = 28.48904 * A -720.411 * B 1199.309 * C -1007.55 * D 11.6 * A * B -35.12 * A * C 23.36 * A * D 45.44 * B * C 17.04 * B * D 1.68 * C * D

Page 78: F07mnh Cookies

64

Lampiran 4. Respon 2 %L increase ANOVA for Mixture Quadratic Model *** Mixture Component Coding is U_Pseudo. *** Analysis of variance table [Partial sum of squares - Type III]

Sum of Mean F p-value Source Squares df Square Value Prob > F

Model 17.34990 9 1.927767 63660000< 0.0001 significant Linear Mixture 0.098081 3 0.032694 63660000< 0.0001 AB 0.096114 1 0.096114 63660000< 0.0001 AC 4.016364 1 4.016364 63660000< 0.0001 AD 8.040455 1 8.040455 63660000< 0.0001 BC 1.622400 1 1.622400 63660000< 0.0001 BD 0.546017 1 0.546017 63660000< 0.0001 CD 1.334817 1 1.334817 63660000< 0.0001 Pure Error 0 2 0 Cor Total 17.3499 11 The Model F-value of 63660000.00 implies the model is significant. There is only a 0.01% chance that a "Model F-Value" this large could occur due to noise. Values of "Prob > F" less than 0.0500 indicate model terms are significant. In this case Linear Mixture Components, AB, AC, AD, BC, BD, CD are significant model terms. Values greater than 0.1000 indicate the model terms are not significant. If there are many insignificant model terms (not counting those required to support hierarchy), model reduction may improve your model.

Page 79: F07mnh Cookies

65

Lampiran 5. Final Equation in Terms of U_Pseud Components: %L increase = 5.22 * A 5.66 * B 4.98 * C 6.81 * D 1.16 * A * B 9.4 * A * C -13.3 * A * D -6.24 * B * C -3.62 * B * D -5.66 * C * D Final Equation in Terms of Real Components: %L increase = -1118.49 * A -2137.69 * B -69138.6 * C 118260 * D 12546.56 * A * B 101670.4 * A * C -143853 * A * D -67491.8 * B * C -39153.9 * B * D -61218.6 * C * D Final Equation in Terms of Actual Components: %L increase = -21.5094 * A -41.1094 * B -1329.59 * C 2274.231 * D 4.64 * A * B 37.6 * A * C -53.2 * A * D -24.96 * B * C -14.48 * B * D -22.64 * C * D Keterangan : A = soft flour C = pati modifikasi B B = pati modifikasi A D = bahan pengembang

Page 80: F07mnh Cookies

66

Lampiran 6. Respon 3 Tebal ANOVA for Mixture Quadratic Model *** Mixture Component Coding is U_Pseudo. *** Analysis of variance table [Partial sum of squares - Type III] Sum of Mean F p-value Source Squares df Square Value Prob > F Model 0.020348 9 0.002261 9.992821 0.0942 not significant Linear Mixture 0.011682 3 0.003894 17.21156 0.0554 AB 0.000402 1 0.000402 1.775848 0.3142 AC 0.002240 1 0.002240 9.901356 0.0879 AD 0.001106 1 0.001106 4.889201 0.1576 BC 0.001717 1 0.001717 7.589134 0.1104 BD 0.000155 1 0.000155 0.685267 0.4948 CD 0.001429 1 0.001429 6.316582 0.1285 Pure Error 0.000453 2 0.000226 Cor Total 0.020800 11 The Model F-value of 9.99 implies there is a 9.42% chance that a "Model F-Value" this large could occur due to noise. Values of "Prob > F" less than 0.0500 indicate model terms are significant. In this case there are no significant model terms. Values greater than 0.1000 indicate the model terms are not significant. If there are many insignificant model terms (not counting those required to support hierarchy), model reduction may improve your model.

Page 81: F07mnh Cookies

67

Lampiran 7. Final Equation in Terms of U_Pseudo Components: Tebal = 0.814 * A 0.7935 * B 0.747 * C 0.712 * D 0.075 * A * B -0.222 * A * C 0.156 * A * D -0.203 * B * C -0.061 * B * D 0.1852 * C * D Final Equation in Terms of Real Components: Tebal = -3.7619 * A -415.238 * B 1881.404 * C -1431.35 * D 811.2 * A * B -2401.15 * A * C 1687.296 * A * D -2195.65 * B * C -659.776 * B * D 2003.123 * C * D Final Equation in Terms of Actual Components: Tebal = -0.07234 * A -7.98534 * B 36.18086 * C -27.5259 * D 0.3 * A * B -0.888 * A * C 0.624 * A * D -0.812 * B * C -0.244 * B * D 0.7408 * C * D Keterangan : A = soft flour C = pati modifikasi B B = pati modifikasi A D = bahan pengembang

Page 82: F07mnh Cookies

Lampiran 8. Optimasi Constraints Lower Upper Lower Upper Name Goal Limit Limit Weight Weight Importance SF is in range 39.5 40 1 1 3 Pati modifikasi A is in range 4 4.5 1 1 3 Pati modifikasi B is in range 4 4.5 1 1 3 LA is in range 3 3.5 1 1 3 tebal maximize 0.712 0.828 1 1 3 % WT loss is in range 14.43 19.67 1 1 3 % L increase is in range 2.69 7.45 1 1 3 Solutions

Number SF Pati

modifikasi APati

modifikasi B LA tebal % WT loss % L increase Desirability 1 39.682 4.318 4.5 3.5 0.823901 17.84 5.65 0.964662 Selected

Component Name Level Low Level High Level Std. Dev. Coding A SF 39.75 39.5 40 0 Actual B Pati modif. A 4.5 4 4.5 0 Actual C Pati modif. B 4.25 4 4.5 0 Actual D LA 3.5 3 3.5 0 Actual Total = 52

Page 83: F07mnh Cookies

69

Lampiran 9. HASIL UJI RATING DAN DESKRIPSI FORMULA TERPILIH LIGHTER BISCUIT

Nama Kode Rasa/flavor Tekstur Intensitas aftertaste Intensitas Kebulatan/balance

Mba Somy 217 8 5 7 8 Mba Lia 217 8 8 6 8

Pipit 217 4 5 7 6 Pak

Widodo 217 9 9 7 5

Linda 217 3 5 5 2 Bu Yani 217 8 3 8 8

Mba Chusnul 217 9 5 10 9

Mba Meri 217 5 4 9 9 Mba Erni 217 8 7 5 6

Cici 217 7 4 8 6 Iqbal 217 7 5 8 7.5

Mba Wulan 217 5 10 10 10 Keterangan : a. Intensitas rasa 0-10 : semakin sangat kuat b. Kebulatan/balance rasa 0-10 : semakin sangat bulat c. Tekstur 0-10 : semakin sangat keras d. Intensitas after taste 0-10 ; semakin sangat kuat

Page 84: F07mnh Cookies

Lampiran 10. Descriptive Statistics : INTENSITAS, BALANCE, TEKSTUR, AFTERTASTE

Variable Mean SE Mean StDev Variance CoefVar Minimum Maximum RangeINTENSITAS 6.750 0.579 2.006 4.023 29.71 3.000 9.000 6.000BALANCE 5.833 0.626 2.167 4.697 37.15 3.000 10.000 7.000TEKSTUR 7.500 0.485 1.679 2.818 22.38 5.000 10.000 5.000AFTERTASTE 7.042 0.629 2.179 4.748 30.94 2.000 10.000 8.000

Page 85: F07mnh Cookies

Jurnal Skripsi

Kajian Formulasi Lighter Biscuit Dalam Rangka Pengembangan Produk Baru

di PT Arnott’s Indonesia Bekasi Oleh :

Molid Nurman Hadi F24102076

Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Abstract

This research was focused to get formula of biscuit specially the optimum lighter biscuit. First step from the research is test of variation from raw materials there are leavening agent, flour, starch, shortening, and also test of mixing process. Then continued with make planning of the optimum lighter biscuit formula use Design Expert version 7 as the software. There is 12 formula as the result from this software, which is % weight loss % L Increase, and thick as variable of product respond. The choosen formula from optimation process of making lighter biscuit is F New 1, which is soft flour 39.62%, modification starch A 4.318%, modification starch B 4.5% and leavening agent 3.5% as the composition. This Formula will yield biscuit thickly 0.823901 cm, % WT Loss 17.84%, % L Increase 5.65% from the prediction, and give desirability value about 0.964662. it means the formula will yield product with most optimal characteristic and it is about 96.47% which is most desireable . After validation, we obtained biscuit with thick value 0.95 cm, % WT Loss 18.03% and % L Increase 4.53%. I. Pendahuluan

Pengembangan produk baru adalah suatu usaha ekstensifikasi dari suatu perusahaan pangan hasil kerja sama antara bagian pengembangan produk, pemasaran, produksi, pengawasan mutu, dan bagian persediaan bahan. Penelitian dan pengembangan merupakan kegiatan perusahaan dalam rangka mengembangkan produk baru dan mengantisipasi perubahan pasar. Pada dunia industri, produk baru mengandung pengertian yaitu produk yang sebelumnya belum pernah diproduksi oleh suatu perusahaan meskipun produk tersebut telah atau pernah diproduksi oleh perusahaan lain. Beberapa modifikasi dan inovasi yang dapat dilakukan terkait pengembangan produk baru antara lain modifikasi flavor, warna, bentuk, substitusi bahan baku utama dengan bahan baku lainnya dengan tujuan menurunkan biaya produksi atau meningkatan nilai gizi produk tersebut tanpa mengurangi dan menurunkan mutunya (Soekarto, 1990).

Formulasi produk merupakan bagian dalam tahap pengembangan produk. Tahap ini merupakan tahap yang sangat penting dalam penciptaan produk baru. Pada tahap ini dicari beberapa alternatif formulasi bahan baku produk sampai dihasilkan formulasi yang optimum hingga dihasilkan produk bermutu yang secara ekonomis menguntungkan dan secara organoleptik dapat diterima dan disukai oleh konsumen.

Salah satu produk makanan yang sudah banyak di pasaran dan banyak dikonsumsi sejak dulu adalah biskuit. Biskuit adalah produk makanan kering yang dibuat dengan memanggang adonan yang mengandung bahan dasar tepung terigu, lemak dan bahan pengembang dengan atau tanpa penambahan bahan tambahan lain yang diizinkan. Secara umum biskuit diklasifikasikan menjadi empat jenis yaitu biskuit keras, crackers, cookies, dan wafer (SII No. 0177, 1990). Riset berskala laboratorium mengenai biskuit telah banyak dilakukan, baik dalam rangka reformulasi maupun formulasi produk baru.

Page 86: F07mnh Cookies

Berdasarkan hal itu, Departemen Penelitian dan Pengembangan Produk (Research and Development Product Department atau R&D) PT Arnott’s Indonesia mempunyai ide untuk membuat lighter biscuit. Lighter biscuit merupakan salah satu jenis biskuit yang memiliki bobot ringan namun bervolume besar (less weight high volume) sehingga diharapkan meminimalisasi biaya jika diaplikasikan dalam skala produksi.

II. Tujuan

Kegiatan magang-penelitian ini memiliki tujuan khusus yaitu mendapatkan formula terbaik dan terpilih lighter biscuit yaitu biskuit dengan bobot yang ringan namun memiliki volume yang besar (less weight high volume) dalam rangka pengembangan produk baru biskuit skala laboratorium.

III. Metodologi Penelitian

1. Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan

dalam magang-penelitian ini adalah tepung terigu kadar protein rendah, tepung terigu kadar protein sedang, tepung terigu kadar protein tinggi, maizena, pati modifikasi, shortening, margarin, butter, minyak (oil), gula, susu skim, natrium bikarbonat, ammonium bikarbonat, baking powder, sodium acyd pyrophosphat, kalsium karbonat, garam, lesitin, flavor dan air yang diperoleh di PT Arnott’s Indonesia Bekasi.

Alat - alat yang digunakan dalam magang-penelitian ini adalah timbangan, gelas ukur, sendok, mixer, oven, microwave, loyang, laminator, cetakan, stop watch dan sigmat yang terdapat di PT Arnott’s Indonesia Bekasi.

2. Metode Penelitian

Kegiatan magang penelitian ini terdiri dari beberapa tahap, yaitu penelitian pendahuluan, tahap persiapan dan penelitian utama. Tahap persiapan meliputi penyiapan bahan baku dan bahan tambahan untuk pembuatan lighter biscuit. Penelitian pendahuluan meliputi uji variasi bahan pengembang,

variasi pati, variasi tepung, variasi shortening, dan variasi pencampuran (mixing). Penelitian utama meliputi formulasi lighter biscuit menggunakan rancangan percobaan mixture design dan uji organoleptik.

IV. Pembahasan

Biskuit merupakan makanan kering

hasil pemanggangan yang dibuat dengan bahan dasar tepung terigu dan bahan tambahan lain membentuk suatu formula adonan sehingga menghasilkan suatu produk dengan sifat dan struktur tertentu (Matz, 1978). Menurut Whiteley yang dikutip oleh Sunaryo (1985), biskuit atau produk sejenisnya harus memenuhi persyaratan tertentu, yaitu dibuat dari bahan-bahan serealia seperti gandum, jagung, oat, barley dan sebagainya dengan kadar air kurang lebih 5%. Apabila diisi dengan bahan-bahan pembentuk (krim, jam, jelli dan sebagainya) kadar airnya dapat melebihi 5% dan apabila bahan utamanya lebih dari 60% bukan serealia maka tidak dapat disebut sebagai biskuit.

Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan lighter biscuit terdiri atas bahan utama dan bahan tambahan. Bahan utama meliputi : soft flour, pati modifikasi, shortening, gula dan skim. Bahan tambahan meliputi : bahan pengembang, lesitin, garam, air dan flavor susu.

Proses pembuatan biskuit terdiri atas penyiapan bahan, menimbang, mixing (pencampuran), laminasi, proofing (pengistirahatan), pencetakan dan baking (pemanggangan). Tahap pertama bahan baku dipersiapkan lalu ditimbang sesuai dengan formula. Setelah itu dilanjutkan dengan proses mixing (pencampuran) menggunakan varimixer Teddy berukuran sedang dan mampu menampung adonan sebanyak 500 gram. Metode mixing yang digunakan adalah creaming method yaitu dimana pada awal mixing dicampurkan gula, shortening dan lesitin secara bersamaan hingga terbentuk krim. Waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan krim sekitar 8-10 menit dengan kecepatan mixing rendah.

Tahap selanjutnya yaitu proses laminasi. Sebelum melalui tahap ini, adonan dibiarkan terlebih dahulu dalam kondisi tertutup (proofing) kurang lebih selama 5-10 menit. Hal ini bertujuan untuk mengeluarkan gas yang dihasilkan oleh bahan pengembang yang digunakan. Setelah adonan didiamkan

Page 87: F07mnh Cookies

lalu dilanjutkan ke tahap laminasi menggunakan alat laminator. Tujuan proses ini adalah memipihkan adonan dengan tebal tertentu sehingga mudah dicetak dan membentuk layer (lapisan) pada produk akhir.

Tahap selanjutnya adalah pencetakan adonan yang telah dipipihkan. Dalam pembuatan biskuit kali ini digunakan cetakan berbetuk segi empat (persegi panjang) atau rektangular. Tebal awal adonan adalah 2.50-2.55 cm dengan panjang antara 6.2-6.5 cm dan lebar antara 2.9-3.2 cm. Setelah dicetak, lalu adonan dipanggang pada suhu 180-210 0C menggunakan oven selama ± 5 menit. Kemudian biskuit dipanaskan dalam microwave pada suhu 130 0C selama ± 8-10 menit. 1. Penelitian Pendahuluan

Formula yang terpilih pada uji variasi bahan pengembang adalah F7 yaitu menggunakan 0.8% sodium bikarbonat, 1 % baking powder dan 0.5% ammonium bikarbonat. Biskuit yang dihasilkan menunjukkan pengembangan yang besar yang ditunjukkan dengan nilai % L increase paling besar yaitu 28.07%. Di samping itu, nilai kehilangan bobot (% weight loss) dari biskuit yang dihasilkan cukup besar yaitu 10.32%.

Pada uji variasi tepung digunakan tiga jenis tepung yaitu soft flour tepung medium, dan tepung roti. Ketiga jenis tepung tersebut berbeda pada kadar proteinnya. Penggunaan soft flour menghasilkan biskuit dengan nilai % weight loss paling kecil dengan daya spread yang cukup besar. Sedangkan penggunaan tepung medium menghasilkan biskuit dengan nilai % L increase paling besar dan % kehilangan bobot lebih tinggi dibandingkan menggunakan soft flour. Penggunaan tepung roti menghasilkan biskuit dengan % kehilangan bobot tinggi dan daya spread paling kecil.

Uji variasi pati terdiri dari 7 formula. Pati yang digunakan adalah pati jagung (maizena) dengan jumlah tertentu. Penggunaan maizena dikombinasikan dengan tepung dengan perbandingan tertentu. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa formula terpilih adalah kombinasi antara 80% soft flour dan 20% maizena dimana menghasilkan biskuit dengan % L increase terbesar yaitu 23.71% dan nilai % WT loss cukup besar yaitu

9.97%. Penggunaan 100% maizena menghasilkan biskuit yang kurang maksimal dimana % L increase lebih kecil yaitu 21.09% dan nilai % WT loss yang tinggi yaitu 11.13%. Di samping itu penggunaan 100% maizena menghasilkan biskuit yang keras dan kering.

Uji variasi shortening terdiri dari 6 formula. Jenis shortening yang digunakan adalah fat shortening yellow, butter, margarin dan minyak nabati (oil). Pada formula yang menggunakan fat shortening yellow, secara umum biskuit yang dihasilkan memiliki tekstur yang lebih baik dibandingkan yang lain. Formula yang terpilih menggunakan 55% fat shortening yellow dengan nilai % L increase paling tinggi yaitu 29.64% dan % WT loss cukup tinggi yaitu 9.74%.

Jumlah variasi yang dilakukan pada uji variasi mixing (pencampuran) sebanyak 8 jenis metode. Secara umum proses pencampuran terbagi menjadi 2 metode yaitu all in method dan creaming method. Variasi yang dilakukan adalah jumlah waktu pencampuran (mixing) yaitu selama 2 menit dan 15 menit untuk kedua metode pencampuran. Berdasarkan hasil penelitian, metode yang menghasilkan biscuit yang maksimal adalah all in method selama 15 menit dimana nilai % L increase paling tinggi yaitu 29.75% dan nilai % WT loss cukup tinggi yaitu 9.05%.

2. Penelitian Utama

Rancangan metode penelitian yang dipakai pada program Design Expert version 7 adalah rancangan Response Surface Methodology (RSM) mixture design. Penggunaan RSM mixture design karena metode rancangan tersebut sesuai dengan faktor perlakuan yang ada pada penelitian ini.

Pada tahap perancangan formula, jumlah soft flour yang digunakan berkisar antara 39.5 – 40% terhadap total bahan, pati modifikasi A dan pati modifikasi B antara 4.0 – 4.5% serta bahan pengembang antara 3.0 – 3.5%. Pada tahap ini ditentukan juga respon yang akan diukur dan dioptimasi. Variabel atau respon yang akan dioptimasi adalah % weight loss (% WT loss), % L increase dan tebal.

Nilai % weight loss menunjukkan persen kehilangan bobot biskuit yang diperoleh dari pengurangan bobot sebelum pemanggangan dengan setelah

Page 88: F07mnh Cookies

pemanggangan dibagi dengan bobot sebelum pemanggangan dikalikan 100%. Nilai % L increase menunjukkan daya pengembangan (spread) biskuit. Nilai ini diperoleh dari pengurangan luas biskuit setelah pemanggangan dengan sebelum pemanggangan dibagi dengan luas biskuit sebelum pemanggangan dikalikan 100%. Nilai tebal biskuit menunjukkan tebal biskuit setelah pemanggangan.

Formula yang disarankan oleh program Design Expert version 7 adalah 12 formula yang dihasilkan pada tahap rancangan percobaan, seperti pada Tabel 1. Tabel 1. Rancangan Formulasi Mixture

Design

Formula SF (%) Pati

modifikasi A (%)

Pati modifikasi

B (%) F1 39.75 4.50 4.50 F2 40.00 4.50 4.00 F3 40.00 4.25 4.25 F4 40.00 4.00 4.50 F5 40.00 4.50 4.50 F6 39.75 4.25 4.50 F7 39.75 4.50 4.25 F8 40.00 4.25 4.50 F9 40.00 4.50 4.25

F10 39.50 4.50 4.50 F11 39.75 4.25 4.50 F12 39.50 4.50 4.50

Hasil uji dari respon % WT loss

pada produk dengan nilai % WT loss berkisar antara 14.43% sampai 19.67% dapat dilihat pada Tabel 2. Nilai rata-rata (mean) dari hasil uji respon % WT loss adalah 17.0075%. Nilai % WT loss yang paling tinggi adalah 19.67% yang terdapat pada formula 3 yaitu menggunakan soft flour sebesar 40%, pati modifikasi A 4.25%, pati modifikasi B 4.25% dan bahan pengembang 3.5%.

Berdasarkan analisis pada program Design Expert version 7 model polinomial dari % WT loss adalah linear. Persamaan polinomial untuk respon skor % WT loss adalah sebagai berikut :

% WT loss = (1481.43 A) + (-37461.4 B) + (62364.07 C) + (-52392.6 D)+ (31366.4 AB) + (-94964.5 AC) + (63165.44 AD) + (122869.8 BC) + (46076.16 BD) + (4542.72 CD)

Ket : A = soft flour B = pati modifikasi A C = pati modifikasi B D = bahan pengembang

Tabel 2. Hasil analisis %WT loss

Formula SF (%)

Pati modifikasi

A (%)

Pati modifikasi

B (%)

LA (%)

%WT Loss

F1 39.75 4.50 4.50 3.25 17.56F2 40.00 4.50 4.00 3.50 17.54F3 40.00 4.25 4.25 3.50 19.67F4 40.00 4.00 4.50 3.50 16.12F5 40.00 4.50 4.50 3.00 14.43F6 39.75 4.25 4.50 3.50 17.67F7 39.75 4.50 4.25 3.50 15.46F8 40.00 4.25 4.50 3.25 16.34F9 40.00 4.50 4.25 3.25 16.09

F10 39.50 4.50 4.50 3.50 17.77F11 39.75 4.25 4.50 3.50 17.67F12 39.50 4.50 4.50 3.50 17.77

Gambar 1. menunjukkan hasil nilai

% WT loss terhadap komponen bahan baku yang mempengaruhinya yaitu soft flour, pati modifikasi A, pati modifikasi B dengan bahan pengembang sebesar 3.375%.

Gambar 1. Contour plot hasil uji skor % WT loss

Pada Gambar 1 dapat dilihat bahwa

terdapat beberapa garis yang menunjukkan nilai respon % WT loss dalam beberapa kombinasi bahan baku berdasarkan persamaan polinomial yang diperoleh. Di samping itu juga dapat dilihat grafik tiga dimensi dari hasil respon % WT loss seperti pada Gambar 2.

Design-Expert® Software

%WT loss19.67

14.43

X1 = A: SFX2 = B: Pati modifikasi AX3 = C: Pati modifikasi B

Actual ComponentD: LA = 3.375

A: SF 39.625

B: Pati modifikasi A4.125

C: Pati modifikasi B4.125

4.500 4.500

40.000

%WT loss

16.48816.8446

17.2012

17.2012 17.5577

17.5577

17.9143

17.9143

Page 89: F07mnh Cookies

Gambar 2. Grafik tiga dimensi hasil respon

% WT loss

Hasil nilai dari respon % L increase pada produk dengan nilai % L increase berkisar antara 2.69% sampai 7.45% dapat dilihat pada Tabel 3. Nilai % L increase paling tinggi yaitu 7.45% terdapat pada formula 7 yang menggunakan soft flour sebesar 39.75%, pati modifikasi A 4.5%, pati modifikasi B 4.25% dan bahan pengembang 3.5%.

Tabel 3. Hasil analisis % L increase

Formula SF (%) Pati

modifikasi A (%)

Pati modifikasi

B (%)

LA (%)

% L increase

F1 39.75 4.50 4.50 3.25 2.69 F2 40.00 4.50 4.00 3.50 4.98 F3 40.00 4.25 4.25 3.50 3.76 F4 40.00 4.00 4.50 3.50 5.66 F5 40.00 4.50 4.50 3.00 6.81 F6 39.75 4.25 4.50 3.50 5.73 F7 39.75 4.50 4.25 3.50 7.45 F8 40.00 4.25 4.50 3.25 5.33 F9 40.00 4.50 4.25 3.25 4.48 F10 39.50 4.50 4.50 3.50 5.22 F11 39.75 4.25 4.50 3.50 5.73 F12 39.50 4.50 4.50 3.50 5.22

Berdasarkan analisis pada program Design Expert version 7 model polinomial dari % L increase adalah linear.

Persamaan polinomial untuk respon skor % L increase adalah sebagai berikut :

% L increase = (-1118.49 A) + (-2137.69 B) + (-69138.6 C) + (118260 D) + (12546.56 AB) + (101670.4 AC) + (-143853 AD) + (-67491.8 BC) + (-39153.9 BD) + (-61218.6 CD)

Ket : A = soft flour B = pati modifikasi A C = pati modifikasi B D = bahan pengembang

Pada Gambar 3 dapat dilihat bahwa

terdapat beberapa garis yang menunjukkan nilai respon % L increase dalam beberapa kombinasi bahan baku berdasarkan persamaan polinomial yang diperoleh dengan bahan pengembang sebesar 3.375%. Di samping itu juga dapat dilihat grafik tiga dimensi dari hasil respon % WT loss seperti pada Gambar 4.

Gambar 3. Contour Plot Hasil Uji Skor % L

increase

Gambar 4. Grafik tiga dimensi hasil respon

% L increase

Hasil uji dari respon tebal (cm) pada produk dengan nilai tebal berkisar antara 0.712 cm sampai 0.828 cm menggunakan alat ukur sigmat dapat dilihat pada Tabel 4. Nilai tebal yang paling tinggi adalah 0.828 cm terdapat pada formula 6 dan 10. Formula 6 menggunakan soft flour sebesar 39.75%, pati modifikasi A 4.25%, pati modifikasi B 4.5% dan bahan pengembang 3.5%. Sedangkan pada formula 10 digunakan soft flour sebesar 39.5%, pati

Design-Expert® Software

%L increase7.45

2.69

X1 = A: SFX2 = B: Pati modifikasi AX3 = C: Patii modifikasi B

Actual ComponentD: LA = 3.375

A: SF 39.625

B: Pati modifikasi A

4.125C: Pati modifikasi B

4.125

4.5 4.5

40

%L increase

3.48125 3.83875

4.19625

4.19625

4.55375 4.55375

4.91125

4.91125

Page 90: F07mnh Cookies

modifikasi A 4.5%, pati modifikasi B 4.5% dan bahan pengembang 3%.

Tabel 4. Hasil analisis respon tebal (cm)

Formula SF (%) Pati

modifikasi A (%)

Pati modifikasi

B (%)

LA (%) tebal(cm)

F1 39.75 4.50 4.50 3.25 0.8020 F2 40.00 4.50 4.00 3.50 0.7470 F3 40.00 4.25 4.25 3.50 0.7195 F4 40.00 4.00 4.50 3.50 0.7935 F5 40.00 4.50 4.50 3.00 0.7120 F6 39.75 4.25 4.50 3.50 0.8280 F7 39.75 4.50 4.25 3.50 0.7250 F8 40.00 4.25 4.50 3.25 0.7375 F9 40.00 4.50 4.25 3.25 0.7758

F10 39.50 4.50 4.50 3.50 0.8280 F11 39.75 4.25 4.50 3.50 0.8170 F12 39.50 4.50 4.50 3.50 0.8000

Persamaan polinomial untuk optimasi produk pada respon tebal adalah sebagai berikut. Tebal = (-3.7619 A) + (-415.238 B) + (1881.404 C) + (-1431.35 D) + (811.2 AB) + (-2401.15 AC) + (1687.296 AD) + (-2195.65 BC) + (-659.776 BD) + (2003.123 CD) Ket : A = soft flour B = pati modifikasi A C = pati modifikasi B D = bahan pengembang

Gambar 5. Contour plot Hasil Respon Tebal

Pada Gambar 5 dapat dilihat bahwa terdapat beberapa garis yang menunjukkan nilai respon tebal dalam beberapa kombinasi bahan baku berdasarkan persamaan polinomial yang diperoleh. Di samping itu juga dapat dilihat grafik tiga dimensi dari hasil respon tebal seperti pada Gambar 6.

Gambar 6. Grafik tiga dimensi hasil respon

tebal 3. Optimasi Formula

Setelah mendapatkan data Anova dari ketiga respon, maka dilanjutkan pada optimasi produk. Pada penelitian ini proses optimasi dilakukan untuk mencapai komposisi atau formula yang paling optimal yaitu dengan desirability mendekati 1. Parameter yang dioptimasi pada penelitian ini adalah bahan baku utama yaitu soft flour, pati modifikasi A, pati modifikasi B dan bahan pengembang.

Optimasi yang dilakukan adalah dengan mengoptimalkan jumlah soft flour yaitu antara 39 - 40% dan target komponen adalah in range. Jumlah pati modifikasi A dioptimalkan antara 4-4.5% dan target komponen adalah in range. Jumlah pati modifikasi B dioptimalkan antara 4-4.5% dan target komponen adalah in range. Untuk jumlah bahan pengembang dioptimalkan antara 3-3.5% dan target komponen adalah in range. Skor respon tebal dioptimalkan antara 0.712-0.828 cm dengan target maximize. Skor respon % WT loss dioptimalkan antara 14.43% - 19.67% dengan target in range. Skor respon % L increase dioptimalkan antara 2.69% - 7.45% dengan target in range. Semuanya memiliki tingkat rangking 3 (+++). Formula dari proses optimasi yang disarankan oleh program Design Expert

Design-Expert® Software tebal

0.828

0.712

X1 = A: SF X2 = B: Pati modifikasi AX3 = C: Pati modifikasi B Actual ComponentD: LA = 3.375

A: SF 39.625

B: Pati modifikasi A4.125

C: Pati modifikasi B4.125

4.5 4.5

40

tebal

0.751713

0.76492

0.76492

0.778128

0.791335

0.804543

Page 91: F07mnh Cookies

version 7 adalah formula ke-1 (F new 1) dengan komposisi soft flour 39.62%, pati modifikasi A 4.318%, pati modifikasi B 4.5% dan bahan pengembang 3.5%. Formula ini diprediksi akan menghasilkan biskuit dengan tebal 0.823901 cm, nilai % WT loss 17.84%, nilai % L increase 5.65% dan nilai desirability sebesar 0.964662 artinya formula tersebut akan menghasilkan produk yang memiliki karakteristik yang paling optimal dan sesuai dengan keinginan kita sebesar 96.47%. Selanjutnya formula yang disarankan divalidasi untuk dibuktikan kebenarannya.

Gambar 7. Contour plot desirability produk

terhadap formulasi

Gambar 8. Grafik tiga dimensi desirability

produk terhadap formulasi

Pada Gambar 7 dapat dilihat bahwa terdapat beberapa garis yang menunjukkan nilai desirability dalam beberapa kombinasi bahan baku. Nilai desirability sebesar 0.965 berarti kemampuan formula dalam menghasilkan produk yang optimum sesuai dengan keinginan kita. Di samping itu juga dapat dilihat grafik tiga dimensi dari hasil nilai desirability seperti pada Gambar 8.

Faktor-faktor yang mempengaruhi desirability antara lain kompleksitas jumlah komponen, beberapa kendala dalam formulasi dan target. Kompleksitas jumlah komponen dapat terlihat pada persyaratan jumlah bahan baku yang dianggap penting dan berpengaruh terhadap produk untuk menentukan formulasi. Jumlah masing-masing bahan baku ditentukan dalam selang yang berbeda-beda yang akan berpengaruh pada nilai desirability. Beberapa kendala dalam formulasi antara lain jumlah bahan baku yang ditentukan oleh formulator yang akan mempengaruhi formula yang disarankan oleh progran Design Expert version 7. Semakin lebar selang jumlah bahan baku, formula yang disarankan akan semakin banyak sehingga penentuan formula yang optimum dengan nilai desirability yang tinggi oleh program akan semakin sulit. Dalam hal ini berarti nilai desirability yang dihasilkan kemungkinan rendah. Faktor yang ketiga yaitu target untuk masing-masing respon. Nilai masing-masing respon berbeda targetnya satu sama lain sesuai dengan keinginan formulator, sehingga akan berpengaruh terhadap nilai desirability. 4. Validasi

Setelah program Design Expert version 7 merekomendasikan 1 formula terpilih dengan nilai desirability tertentu lalu dilakukan pembuktian terhadap dugaan nilai tebal produk berdasarkan formula terpilih. Hal ini digunakan untuk validasi formula yang direkomendasikan oleh program Design Expert version 7 yang dianggap akan menghasilkan produk yang optimum dengan nilai desirability tertentu. Berdasarkan hasil pengamatan dan pengukuran diperoleh bahwa validasi formula F ke-1 (F new 1) menghasilkan biskuit dengan tebal 0.95 cm, % WT loss 18.03% dan % L increase 4.53%. Nilai respon tebal jauh di atas nilai dugaan yaitu 0.823901 cm. Nilai % WT loss yang diperoleh juga lebih besar dari nilai dugaan. Hal ini berarti bahwa formula yang direkomendasikan oleh program Design Expert version 7 yang dianggap sebagai formula yang optimum terbukti untuk respon tebal dan % WT loss. Sedangkan nilai % L increase yang diperoleh pada tahap validasi lebih kecil dari nilai dugaan, namun tidak terlalu berbeda.

Design-Expert® Software Desirability

Design Points1

0

X1 = A: SF X2 = B: pati modifikasi AX3 = C:Pati modifikasi B Actual ComponentD: LA = 3.500

A: SF39.5

B: Pati modifikasi A 4

C: Pati modifikasi B4.000

4.500 4.5

40

Desirability

0.196

0.196

0.349 0.503

0.657 0.811

22

22

Prediction 0.965

Page 92: F07mnh Cookies

DAFTAR PUSTAKA Anonim.http://www.statease.com/soft_ftp.ht

ml Brose, E., Gunter Becker & Wolfgang

Bouchain. 1996. Chemical Leavening Agents. Universitatsdruckerei Und Verlag H. Schmidt Mainz.

Matz, S.A. 1978. Cookies and Crackers Technology. The AVI Publishing Company Inc. Westport, Connecticut.

Soekarto, S.T. 1990. Dasar-Dasar

Pengawasan dan Standarisasi Mutu Pangan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Standar Industri Indonesia (SII). 1990.

Standar Mutu dan Cara Uji Biskuit. No. 0177-1990.

Whiteley, P.R. 1971. Biscuits Manufacture.

Applied Science Publishing. Jakarta.