cookies t garut dengan pengkayaan serat pangan

Upload: diah-elindar-damasari

Post on 12-Oct-2015

49 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

Cookies Garut

TRANSCRIPT

  • 1

    COOKIES TEPUNG GARUT (Maranta arundinaceae

    L) DENGAN PENGKAYAAN SERAT PANGAN

    SKRIPSI

    s

    Disusun oleh:

    ARI INDRIYANI 02/159391/TP/07708

    JURUSAN TEKNOLOGI PANGAN DAN HASIL PERTANIAN

    FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

    UNIVERSITAS GADJAH MADA

    YOGYAKARTA

    2007

  • 2

    COOKIES TEPUNG GARUT (Maranta arundinaceae L)

    DENGAN PENGKAYAAN SERAT PANGAN

    SKRIPSI

    PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN DAN HASIL PERTANIAN

    Diajukan kepada

    Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada

    Sebagai syarat kelengkapan studi jenjang Stratum Satu (S-1) dalam

    memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian

    Program Studi Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian

    Oleh

    ARI INDRIYANI 02/159391/TP/07708

    JURUSAN TEKNOLOGI PANGAN DAN HASIL PERTANIAN

    FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

    UNIVERSITAS GADJAH MADA

    YOGYAKARTA

    2007

  • 3

    COOKIES TEPUNG GARUT (Maranta arundinaceae L)

    DENGAN PENGKAYAAN SERAT PANGAN

    Disusun dan diajukan kepada

    Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Gadjah Mada

    Oleh

    ARI INDRIYANI 02/159391/TP/07708

    Telah dipertanggungjawabkan dan diuji oleh tim penguji serta disetujui dan disahkan sebagai syarat kelengkapan studi jenjang Stratum Satu (S-1)

    Program Studi Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian

    Fakultas Teknologi Pertanian

    Universitas Gadjah Mada

    Jogjakarta, 28 Desember 2006

    Pembimbing I/Penguji I Pembimbing II/Penguji II

    Prof. Dr. Ir. Y. Marsono, MS Dr. Ir. Pudji Hastuti, MS

    Penguji III

    Zaki Utama, STP, MP

    Mengetahui

    Dekan Fakultas Teknologi Pertanian

    Universitas Gadjah Mada

    Dr. Ir. Abdul Rozak, DAA NIP. 130 812 212

  • 4

    Bukankah Kami telah melapangkan dadamu (Muhammad)? Dan Kami pun telah

    menurunkan bebanmu darimu yang memberatkan punggungmu dan Kami

    tinggikan sebutan (nama)mu bagimu. Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada

    kemudahan, sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Maka apabila

    engkau telah selesai (dari sesuatu urusan), tetaplah bekerja keras (untuk urusan

    yang lain) dan hanya kepada Tuhanmulah engkau berharap. (QS Al-Insyiroh :1-

    8)

    Ada 3 hal yang tidak bisa ditarik kembali yaitu anak panah yang telah

    dilepaskan, kata yang telah diucapkan dan kesempatan yang telah disia-siakan...

    Kupersembahkan karya ini untuk :

    Orangtuaku, bapak & ibu, juga Mas Sulis

    Keluarga Suad Husnan

  • 5

    Special thanks to : Bapak & ibu, juga Mas Sulis, Mas Kelik, Mbak Ika & Adit, atas kasih sayang

    yang tak berbatas & semua yang terbaik yang telah diberikan............... Keluarga Suad Husnan atas semuanya yang telah diberikan hingga harapan yang sebelumnya takterpikirkan sekarang dapat menjadi kenyataan?!........... Sahabat sejatiku : Farkhul Daldiri Mutoharoh (kadang-kadang memang

    memarahi diri qta sendiri itu perlu, memarahi pikiran qta, tapi jangan sampai hati yang marah karena semuanya akan jadi kacau), Novi Akhsani (pasti akan ada kenikmatan setelah kesulitan yang qta alami), Muhtadan (berbuat baik itu

    memang tidak selalu gampang, kadang qta mesti berkorban untuk itu), Ismarsono (Allah lebih tau yang terbaik untuk qta). Benar-benar anugerah dari

    Allah telah diberi kesempatan untuk menjadi teman sekaligus sahabat kalian, terimakasih sudah mengajarkanku banyak hal & juga atas persahabatan yang

    telah qta jalin selama ini, semoga persahabatan ini tidak hanya sampai disini tapi untuk selamanya....

    Teman seperjuanganku : Yovita Roessalina Wijayanti...(akhirnya qta bisa lulus Februari!!), terimakasih buat semua yang telah diberikan & qta jalani bersama

    selama ini, perjuangan qta belum berakhir, tetap semangat & terus berjuang demi masa depan gemilang!!!........sukses ya!!......

    Paramitha, Anugerah Catur Asih, Bu Rossy & Pak Eman, atas suka duka, diskusi & kerjasama yang baik selama ini, semoga persaudaraan yang telah

    terjalin akan tetap bertahan sampai kapanpun.... Ahmad Budi Cahyono, kamu adalah teman baru bagiku, kamu adalah sahabat baru bagiku, thanks ya Be buat semuanya.....sukses buat kamu!!..

    Khaerul Pai Rivai, jalan hidup memang baru qta lalui, masih banyak beban yang mesti qta pikul tapi justru itu semua yang membuat hidup qta menjadi lebih indah!! Terimakasih sudah selalu menemaniku, mengingatkanku untuk selalu

    dekat dengan Allah...Terima kasih musuhku........ Temen-temen TPHP02 : Dewi, Erma, Tari, Arie, Syafa, Lina, Ningrum, Ersa (akhirnya qta lulus bareng teman, sukses buat qta semua.....), Bunga, Apri, Nyunyu, Truni, Astri, Anna, Mbak Rifa, Uswah, Welly, Lukman, Latif, Umar, Prima, Jaya, Hesti, Pungki, et al.(ayo tetap semangat!!) .Terimakasih atas kenangan, pertemanan & persahabatan yang telah qta jalin selama ini... Teman-teman KKN Bandungan 3 : Fajar, Putri, Made, Ronny & Wahyu, atas

    kenangan indah yang telah qta ukir bersama, suka duka yang telah qta jalani bersama....Masa-masa indah penuh kenangan, masa-masa KKN di

    Bandungan.. Mbak Farah, Mbak Aulia, Mbak Lina, Mbak Yayuk, Mbak Kiki, Rusti, Umi

    & Dewi, Keep Istiqomah!!.... Mas Zuqi & Martin, (terimakasih sudah memberi warna dalam hidupku, sudah mengenalkanku tentang indahnya hidup. Mari qta terus belajar dan berusaha menjadi manusia yang lebih baik...) Teman-teman NA & PM, terimakasih atas pertemanan & persaudaraan yang telah qta jalin selama ini, semoga dapat bertahan selamanya..........

    Teman-teman di Fakultas Teknologi Pertanian & di Universitas Gadjah Mada, terimakasih atas kesempatan indah yang telah diberikan......

  • 6

    KATA PENGANTAR

    Alhamdulillahirobbilalamin, puji syukur penulis panjatkan kehadirat

    Allah SWT atas segala rahmat yang telah dilimpahkan-Nya berupa kesehatan dan

    keselamatan dan juga hikmah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

    dengan judul Cookies Tepung Garut (Maranta arundinaceae L) dengan

    Pengkayaan Serat Pangan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

    Sarjana Teknologi Pertanian pada Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas

    Gadjah Mada. Sholawat serta salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi

    Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat dan pengikutnya hingga akhir jaman.

    Amien.

    Penelitian ini merupakan bagian penelitian Proyek RUSNAS Diversifikasi

    Pangan Pokok tahun 2006 dengan judul : Pengembangan Produk Pangan

    Berbasis Tepung Garut dan Ubi Jalar sebagai Makanan Fungsional Untuk

    Penderita Diabetes : Penentuan Indek Glikemik dan Uji Sifat Hipoglikemik.

    Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari segala bentuk bantuan, bimbingan,

    arahan serta dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis mengucapkan

    terimakasih kepada :

    1. Prof. Dr. Ir. Y. Marsono, MS selaku selaku dosen pembimbing I sekaligus

    penguji dan kepala proyek RUSNAS Diversifikasi Pokok Pangan yang telah

    memberikan dana untuk penelitian ini serta atas bimbingan, kerjasama dan

    pengarahan selama penulisan skripsi ini.

    2. Dr. Ir. Pudji Hastuti, MS selaku dosen pembimbing II sekaligus penguji

    yang telah memberikan bimbingan, pengarahan serta ilmunya selama

    penulisan skripsi ini.

    3. Zaki Utama, STP, MP selaku dosen penguji yang telah memberikan

    arahan untuk menyempurnakan tulisan ini.

    4. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian atas

    ilmu yang sangat berguna dalam mengevaluasi hasil penelitian ini.

    5. Bapak dan ibu Teknisi Laboratorium Teknologi Pangan dan hasil

    Pertanian serta seluruh staf di Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas

  • 7

    Gadjah Mada, atas kerjasama dan arahan selama ini kepada penulis hingga

    terselesaikannya penelitian ini.

    6. Bagian Administrasi dan Teknisi PAU UGM atas izin penggunaan alat di

    Laboratorium Rekayasa Pangan.

    7. Bapak & Ibu, Mas Sulis dan Mas Kelik atas kasih sayang, pengertian,

    perhatian dan segalanya yang terbaik yang telah diberikan kepada penulis.

    8. Teman-teman penelitian, Yovita Roessalina Wijayanti, Anugrah Catur

    Asih, Paramitha dan Bu Rossy untuk diskusi dan kerjasamanya selama ini.

    9. Nopeck, Farkhul, Mas Tadan dan Mas Nono untuk semangat dan pinjaman

    bukunya.

    10. Semua pihak yang belum dapat penulis sebut satu persatu.

    Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari

    kesempurnaan karena terbatasnya ilmu dan wawasan penulis, tetapi penulis

    berharap semoga laporan ini dapat memberikan manfaat bagi yang memerlukan.

    Amien.

    Yogyakarta, Desember 2006

    Penulis

  • 8

    DAFTAR ISI

    Halaman

    HALAMAN JUDUL i

    HALAMAN PENGESAHAN......................................................................ii

    HALAMAN PERSEMBAHAN..................................................................iv

    KATA PENGANTAR.vi

    DAFTAR ISI...viii

    DAFTAR TABELx

    DAFTAR GAMBAR .......xi

    ABSTRAK...xii

    BAB I PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang..1

    1.2 Tujuan Penelitian..3

    1.3 Manfaat Penelitian3

    BAB II TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Cookies.4

    2.2 Tepung Garut Sebagai Bahan Dasar Cookies.......6

    2.3 Agar-agar sebagai Sumber Serat Pangan..7

    2.4 Hipotesa...11

    BAB III METODE PENELITIAN

    3.1 Bahan12

    3.2 Alat...12

    3.3 Lokasi...13

    3.4 Jalan Penelitian.13

    3.5 Rancangan Percobaan...17

  • 9

    BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

    4.1 Tepung Garut...18

    4.2 Cookies.19

    1. Tingkat Kesukaan terhadap Cookies.20

    2. Sifat Kimia Cookies.24

    a. Kadar Air25

    b.Kadar Abu..25

    c. Lemak.26

    d.Protein26

    e. Gula Total..27

    f. Total Pati...28

    g.Serat Pangan ...29

    3. Analisis Sifat Fisik Cookies30

    BAB V PENUTUP

    5.1 Kesimpulan37

    5.2 Saran37

    DAFTAR PUSTAKA38

    LAMPIRAN

  • 10

    DAFTAR TABEL

    Halaman

    Tabel 2.1 Komposisi Zat Gizi Tepung Garut .6

    Tabel 3.1 Resep Dasar Cookies...14

    Tabel 3.2 Campuran Tepung Garut dengan Tepung Agar..14

    Tabel 4.1 Hasil Analisis Sifat Kimia Tepung Garut...18

    Tabel 4.2 Nilai Kesukaan Panelis Terhadap Cookies..21

    Table 4.3 Sifat Kimia Cookies 24

    Tabel 4.4 Hasil Analisis Kadar Serat Pangan pada Cookies...29

    Tabel 4.5 Hasil Pengujian Fisik Cookies.31

  • 11

    DAFTAR GAMBAR

    Halaman

    Gambar 2.1. Struktur Agarosa..8

    Gambar 3.1 Jalan Penelitian13

    Gambar 3.2 Cara Pembuatan Cookies.15

    Gambar 4.1 Kurva Analisis Profil Tekstur..32

    Gambar 4.2 Berbagai Jenis Tepung.35

  • 12

    COOKIES TEPUNG GARUT (Maranta arundinaceae L) dengan

    PENGKAYAAN SERAT PANGAN

    Oleh :

    Ari Indriyani

    ABSTRAK

    Meningkatnya prevalensi penyakit degeneratif dapat dicegah dengan

    mengkonsumsi makanan berserat. Telah dilakukan penelitian tentang pembuatan cookies dari tepung garut dengan pengkayaan serat pangan. Serat pangan diberikan dalam bentuk tepung agar dengan variasi 0-20%. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penambahan tepung agar maksimal yang memberikan sifat-sifat cookies yang dapat diterima konsumen serta mengetahui sifat-sifat kimia termasuk kandungan serat pangan dan sifat fisiknya.

    Penelitian diawali dengan analisis kimia tepung garut yang digunakan yang meliputi analisis kadar air, abu, protein, lemak, gula total, total pati dan serat pangan. Selanjutnya dilakukan penyusunan formula cookies dan pembuatan cookies. Aseptabilitas cookies diuji dengan metode Hedonic Test. Dilakukan analisis sifat kimia dan sifat fisik dari produk yang paling disukai panelis yaitu cookies garut campuran 16% agar, dibandingkan dengan cookies garut tanpa campuran agar, cookies terigu dan cookies pati garut. Analisis sifat kimia meliputi analisis kadar air, abu, protein, lemak, gula total, total pati dan serat pangan sedangkan analisis sifat fisik meliputi tekstur dan warna.

    Hasil penelitian menunjukkan bahwa cookies garut dengan campuran agar 16% memberikan sifat-sifat yang diterima konsumen. Dengan campuran tersebut cookies garut memiliki kandungan serat pangan 17,91 % atau naik sekitar 12% dibanding dengan cookies garut tanpa campuran agar. Kadar air, abu, protein dan lemak pada cookies campuran agar 16% lebih rendah daripada cookies garut tanpa campuran agar, namun total pati dan gula total lebih tinggi. Untuk sifat fisik, pada cookies garut dengan campuran 16% agar manghasilkan cookies dengan tingkat kekerasan yang lebih tinggi dengan F max 4,225N dibandingkan dengan cookies garut tanpa campuran agar yang mempunyai F max 3,046 N.

    Kata kunci : tepung garut, tepung agar, cookies, serat pangan

  • 13

    ARROWROOT FLOUR COOKIES WITH FIBER ENRICHMENT

    By Ari Indriyani

    ABSTRACT

    Dietary fiber has been known as a food component which have beneficial effect on health. The present study was conducted to increase the fiber content of arrowroot cookies. The aim of the research are (i) to determine the maximum enrichment of agar powder as a source of dietary fiber in cookies production, (ii) to to find the chemical and physical properties of enriched cookies.

    Enrichment of agar powder varied from 0 to 20% w/w of arrowroot flour. And Standard formula of cookies was used. Hedonic test method was used to evaluate the acceptability of the panelist and to determine the best variation of the fiber enriched cookies. The chemical composition (proximate, starch, total sugar and dietary fiber) were analyzed and the physical properties including texture and color were determined.

    The result showed that arrowroot cookies with 16% agar enrichment gave the highest acceptability. This product has a higher dietary fiber content (17,91%) compared to the control cookies (5.24%). The water, ash, protein and lipid content of cookies with 16% agar enrichment were lower than arrowroot control cookies, but have higher starch and total sugar content. The hardness of the cookies also increased with the enrichment of 16% agar powder.

    Keyword : arrowroot flour, agar powder, cookies, dietary fiber

  • 14

    I. PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Perkembangan berbagai sektor di negara Indonesia, terutama di sektor

    ekonomi telah menyebabkan terjadinya perubahan gaya hidup rakyat Indonesia.

    Perubahan gaya hidup tersebut turut mempengaruhi pola makan masyarakat yang

    cenderung memilih makanan cepat saji yang lebih banyak mengandung lemak dan

    protein daripada karbohidrat. Pola makan yang demikian ternyata memberikan

    dampak buruk bagi kesehatan, yaitu timbulnya penyakit degeneratif, seperti

    hiperkolesterol dan Diabetes Mellitus. Untuk itu disarankan perlunya

    mengkonsumsi makanan berserat untuk menghambat atau mengurangi timbulnya

    penyakit tersebut. Salah satu contoh bahan pangan yang mengandung serat adalah

    garut.

    Tanaman garut (Maranta arundinacea L) merupakan tanaman pangan.

    Salah satu bentuk pemanfaatan garut yang paling praktis yaitu diolah menjadi

    tepung garut, karena dalam bentuk tepung akan dapat mempermudah proses

    pengolahan selanjutnya dan juga penyimpanannya. Tepung garut dapat

    dipergunakan sebagai alternatif untuk substitusi atau pengganti terigu dalam

    penggunaan bahan baku kue, mie, roti kering maupun bubur bayi. Pada umumnya

    tepung garut berwarna putih. Ketahanannya bisa mencapai 9 bulan, asal berkadar

    air kurang dari 18,5% (Karjono, 1998).

    Pembuatan berbagai jenis makanan dari bahan lokal telah banyak

    dikembangkan selama ini, dengan tujuan untuk mengganti terigu yang masih

  • 15

    impor. Impor terigu setiap tahunnya mencapai tidak kurang dari 3 juta ton

    (Anonim, 1998). Oleh karena itu perlu pemikiran alternatif untuk mengganti

    tepung impor dengan tepung garut yang telah lama dikenal berbagai lapisan

    masyarakat. Peranan tepung garut sebagai pengganti terigu dinilai penting karena

    disamping bisa diproduksi di dalam negeri dan murah biayanya, juga dapat

    digunakan untuk meningkatkan potensi bahan pangan local melalui diversifikasi

    pangan sehingga akan mendukung ketahanan pangan dan mengurangi

    ketergantungan pada terigu.

    Salah satu contoh produk pangan yang sekarang banyak beredar di pasaran

    adalah cookies. Cookies merupakan salah satu jenis kue kering yang renyah dan

    agak keras dengan rasa yang bermacam-macam, berukuran kecil dan tipis (Smith,

    1972). Cookies termasuk friable food, sifat tekstural friable food yang penting

    adalah porous dan mudah terpecah menjadi partikel-partikel yang tidak teratur

    selama pengunyahan yang dikenal dengan istilah remah (Matz, 1962). Cookies

    termasuk dalam jenis kue kering yang tidak memerlukan protein tinggi untuk

    pembuatannya sehingga tepung garut dapat digunakan sebagai alternatif bahan

    dasar dalam pembuatan cookies karena tepung garut mempunyai kandungan

    protein yang rendah yaitu sekitar 0,14% (Marsono et al, 2005).

    Pengkayaan serat pangan pada cookies garut dapat dilakukan dengan

    pemanfaatan rumput laut dalam bentuk olahan agar-agar sebagai sumber serat.

    Seperti telah diketahui bahwa rumput laut dan hasil olahannya merupakan sumber

    serat. Rumput laut memiliki kandungan serat sekitar 32,7 hingga 74 % terdiri dari

    51,6-85 % serat larut air (Lahaye, 1991).

  • 16

    Selama ini penelitian yang mendalam mengenai pemanfaatan tepung garut

    dan tepung agar dalam pembuatan cookies belum banyak dilakukan. Oleh karena

    itu, penelitian ini sangat penting untuk dilakukan.

    1.2 Tujuan Penelitian

    1 Untuk mengetahui penambahan tepung agar maksimal yang dapat

    menghasilkan cookies garut yang layak dan acceptable.

    2 Mengevaluasi sifat fisik dan sifat kimia dari cookies yang dibuat dari

    campuran tepung garut dan tepung agar yang terpilih. Sifat fisik meliputi

    tekstur dan warna. Sifat kimia meliputi kadar air, abu, protein, lemak, total

    pati dan gula total.

    3 Mengetahui kadar serat pangan cookies yang dibuat dari campuran tepung

    garut dan tepung agar yang terpilih.

    1.3 Manfaat Penelitian

    1.3.1 Bagi Ilmu Pengetahuan

    Menambah informasi mengenai produk diversifikasi pangan dan sifat-sifat

    yang menyertainya yang meliputi sifat kima dan sifat fisik.

    1.3.2 Bagi Masyarakat

    Sebagai pertimbangan dalam pemanfaatan tepung garut dan tepung agar

    untuk pembuatan cookies yang kaya serat sekaligus mengurangi penggunaan

    terigu dan juga sebagai acuan dalam penyusunan menu diet sehari-hari.

  • 17

    II. TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Cookies

    Cookies merupakan kue kering yang renyah, tipis, datar (gepeng) dan

    biasanya berukuran kecil (Smith, 1972). Dalam standar industri Indonesia, cookies

    adalah makanan kering yang dibuat dari adonan lunak yang mengandung bahan

    dasar terigu, pengembang, kadar lemak tinggi, renyah dan bila dipatahkan

    penampang potongannya bertekstur kurang padat. Bahan-bahan pembuatan

    cookies dibagi menjadi dua menurut fungsinya yaitu bahan pembentuk struktur

    dan bahan pendukung kerenyahan. Bahan pembentuk struktur meliputi tepung,

    susu skim dan putih telur sedangkan bahan pendukung kerenyahan meliputi gula,

    shortening, bahan pengembang dan kuning telur. Telur yang ditambahkan

    berperan menghasilkan produk yang lebih baik, dapat memperbaiki proses

    creaming, pemberi flavor yang khas serta kenaikan nilai gizi (Matz, 1972).

    Sedangkan menurut Smith (1972), gula berfungsi untuk memberi rasa manis,

    menambah rasa lembut, membantu proses penyebaran, juga sebagai pewarna kulit

    atau kerak cookies. Shortening yang ditambahkan berperan memberi nilai gizi,

    kelembutan, rasa enak, flavor yang spesifik juga berpengaruh pada tekstur yang

    dihasilkan (Sultan, 1969).

    Pada dasarnya proses pembuatan cookies dibagi menjadi 3 tahap yaitu

    pembuatan adonan, pencetakan dan pemanggangan. Pembentukkan kerangka

    cookies diawali sejak pembuatan adonan. Selama pencampuran terjadi penyerapan

    air oleh protein terigu sehingga terbentuk gluten yang akan membentuk struktur

  • 18

    cookies dan mengalami pemantapan selama pemanggangan. Adanya proses

    pengadukan menyebabkan shortening menjadi lunak karena adanya panas selama

    proses pengadukan. Selain itu, pengadukan juga menyebabkan udara yang

    terperangkap dalam jaringan tersebut terdesak oleh air yang menguap dan

    menyebabkan pengembangan. Shortening dan kuning telur dalam adonan juga

    dapat menurunkan terbentuknya gluten karena lemak menyelubungi tepung

    sehingga menghambat kontak antara protein terigu dengan air. Adanya gula juga

    dapat mengurangi terbentuknya gluten dengan adanya persaingan dengan protein

    dalam memperoleh air.

    Pada tahap awal pemanggangan terjadi kenaikan suhu yang menyebabkan

    melelehnya lemak sehingga konsistensi adonan menurun dan adonan cookies

    mengalami penyebaran ditandai dengan perubahan diameter dan ketebalan

    cookies. Ketika suhu mendekati titik didih air, protein dalam susu dan putih telur

    terkoagulasi dan diikuti gelatinisasi pati sebagian karena kandungan airnya yang

    rendah. Pada saat suhu didih air tercapai pembentukkan uap air meningkat diikuti

    kenaikan volume cookies. Pemantapan struktur cookies diakhiri dengan

    gelatinisasi pati, koagulasi protein dan penurunan kadar air (Indiyah, 1992).

    Menurut Matz (1962), cookies termasuk friable food. Sifat tekstur friable

    food yang penting adalah sedikit elastis, porous, diskontinyu dan mudah pecah

    menjadi partikel-partikel yang tidak teratur selama pengunyahan.

    Berdasarkan jenis adonan, cookies dibedakan menjadi dua yaitu adonan

    lunak (soft dough) dan adonan keras (hard dough). Adonan lunak meliputi semua

    jenis kue yang rasanya manis, sedangkan adonan keras meliputi kue yang agak

  • 19

    manis dan tidak manis (Whiteley, 1971). Sedangkan berdasarkan banyaknya gula

    dan shortening yang digunakan cookies dapat dibedakan menjadi 2 macam yaitu

    jenis adonan lunak dan adonan keras. Jenis adonan keras biasanya menggunakan

    gula sedikit atau tidak sama sekali, dan menggunakan shortening kurang dari 22%

    dari jumlah tepung, sedang jenis adonan lunak menggunakan gula dan shortening

    lebih banyak dibanding jenis adonan keras.

    2.2 Tepung Garut sebagai Bahan Dasar Cookies

    Tepung garut diperoleh dari umbi garut melalui proses penepungan dan

    merupakan sumber potensial pengganti terigu. Tepung garut berwarna putih.

    Ketahanannya bisa mencapai 9 bulan, asal berkadar air kurang dari 18,5%

    (Karjono, 1998). Komposisi zat gizi dalam tepung garut dapat dilihat pada Table

    2.1

    Table 2.1 Komposisi Zat Gizi Tepung Garut

    Komponen Jumlah (%db)

    Air, %wb

    Abu

    Protein

    Lemak

    Amilosa

    Serat larut

    Serat tidak larut

    11,9

    0,58

    0,14

    0,84

    25,94

    5,03

    8,74

    (Marsono et al.,2005)

  • 20

    2.3 Agar-agar sebagai Sumber Serat Pangan

    Agar-agar dapat diperoleh dari rumput laut jenis Gelidium dan Gracilaria

    dari kelompok rumput laut merah (Rhodophyceae). Pada umumnya rumput laut

    memiliki kandungan Non Starch Polysaccarides (NSP) yang tinggi, begitu pula

    kandungan mineral dan vitamin. NSP yang tinggi menunjukkan bahwa kandungan

    serat pangan rumput laut relatif tinggi yaitu bervariasi antara 32,7 hingga 74,6%

    (berat kering) terdiri dari 51,6 hingga 85% larut dalam air. Dengan demikian

    rumput laut dapat dijadikan sebagai bahan pangan yang kaya serat dan

    mempunyai sifat tidak dapat dicerna oleh enzim pencernaan manusia. Selain itu

    rumput laut memiliki kandungan lipid yang rendah dan hanya menyediakan

    sejumlah kecil energi (Jurkovic dan Colic, 1995)

    Pada umumnya agar-agar diekstrak dengan menggunakan air panas pada pH

    5,0-6,0, dilanjutkan penyaringan dan sentrifugasi. Kemudian diambil

    supernatannya, dilakukan pemutihan, pendinginan dan pengeringan (Laode,1999)

    Agar merupakan pembentuk gel paling kuat, karena penggelan sudah

    teramati pada konsentrasi 0,04% (deMan,1976). Agar terdiri dari dua fraksi

    polimer yaitu agarosa dan agaropektin. Fraksi agarosa merupakan polimer netral

    bebas sulfat mampu membentuk gel. Polimer yang dimiliki membentuk repeating

    unit yang terdiri dari -1,3 lingkes-D-galactose dan 1,4-linked-3,6-anhidro L-galactose. Sedangkan fraksi agaropektin merupakan polimer bermuatan,

    mengandung sulfat sekitar 3-10% dan tidak mempunyai kemampuan untuk

    membentuk gel. Agarosa terdiri atas rantai lurus satuan disakarida agarobiosa.

    Strukturnya seperti terlihat pada Gambar 2.1, sedangkan agaropektin merupakan

  • 21

    molekul disulfat yang terdiri atas agarosa dan sulfat ester, asam D-glukuronat dan

    sedikit asam piruvat. Dalam larutan netral, agar dapat dicampur dengan protein

    dan polisakarida yang lain. (deMan,1976 )

    Gambar 2.1 Struktur Agarosa

    Komposisi kimia agar-agar terdiri dari 14,07% air; 0,00% protein; 0,03%

    lemak; 1,92% kadar abu, 82,23% serat pangan (Tesis : Kurniawati, 2003). Produk

    agar-agar banyak digunakan dalam bidang industri makanan. Sifat fungsional agar

    dalam kemampuannya mengikat air berkaitan dengan pembuatan produk makanan

    (Laode, 1999).

    Agar-agar yang dikenai perlakuan panas akan menyebabkan ikatan antar

    molekul agar-agar menjadi lemah sehingga molekul air akan mudah masuk

    diantara molekul agar-agar. Bila energi kinetik molekul-molekul air lebih kuat

    daripada daya tarik menarik antar molekul pati dalam granula, air dapat masuk ke

    dalam butir-butir pati. Hal inilah yang menyebabkan bengkaknya granula pati

    tersebut (Winarno, 1995).

    Pemanasan berakhir ketika cairan mendidih dan dilanjutkan pendinginan.

    Pada saat dingin, energi kinetik tidak lagi cukup untuk melawan kecenderungan

    molekul-molekul amilosa untuk bersatu lagi. Molekul-molekul amilosa berikatan

  • 22

    kembali satu sama lain serta berikatan dengan cabang amilopektin pada pinggir-

    pinggi luar granula. Dengan demikian molekul-molekul amilosa dan amilopektin

    tersebut menggabungkan butir pati yang membengkak itu menjadi semacam

    jaring-jaring membentuk makrokristal dan mengendap.(Winarno,1995). Hal ini

    menyebabkan struktur agar menjadi kokoh.

    Serat pangan adalah bagian tumbuhan yang dapat dimakan atau analog

    dengan karbohidrat, yang tahan terhadap pencernaan dan absorpsi di dalam usus

    halus manusia dan mengalami fermentasi sebagian atau seluruhnya di dalam usus

    besar, meliputi polisakarida, karbohidrat analog (pati resisten dan senyawa

    karbohidrat sintesis), oligosakarida, lignin dan bahan yang terkait dengan dinding

    sel tanaman (waxes, cutin, suberin) (AACC,1983).

    Pada dasarnya serat pangan tersusun dari 3 fraksi utama yaitu :

    a. Polisakarida structural yang terdapat di dalam dinding sel yang terdiri dari

    selulosa dan polisakarida non selulosa (hemiselulosa dan substansi pectin)

    b. Non polisakarida structural sebagian besar terdiri dari lignin

    c. Polisakarida non structural termasuk gum, musilage serta polisakarida lainnya

    seperti misalnya karagenan dan agar-agar dari alga dan rumput laut

    (Scheeman, 1986)

    Berdasarkan kelarutan dalam air serat pangan dapat dibedakan menjadi serat

    larut air (soluble fiber) dan serat tidak larut air (insoluble fiber) yang ternyata juga

    memiliki perbedaan dalam sifat fisiologisnya. Secara kimiawi serat tidak larut

    terutama terdiri dari selulosa, hemiselulosa dan lignin, sedang serat larut terdiri

    dari pectin dan polisakarida lain misalnya gum (BNF, 1990).

  • 23

    Sifat larut air diantaranya membentuk larutan yang viscous, mempunyai

    kemampuan mengikat air besar tapi tidak mampu mempertahankan air, dan

    mudah difermentasi. Sedangkan serat tidak larut bersifat kurang viscous,

    kemampuan mengikat air lebih rendah tetapi kemampuan mempertahankan air

    lebih besar dan sulit difermentasi. Kedua jenis serat ini memiliki sifat yang

    berbeda serta memberikan efek fisiologis yang berbeda pula (Marsono, 2004).

    Sifat-sifat spesifik serat pangan yang berkaitan dengan efek fisiologisnya meliputi

    fermentabilitas, kapasitas pengikatan air, absorpsi molekul organic, viskositas dan

    sifat penukar ion.

    Komponen utama serat pangan yang terdiri dari polisakarida non pati

    mampu didegradasi atau difermentasi oleh bakteri dalam usus besar menghasilkan

    asam lemak rantai pendek, gas dan energi. Asam lemak rantai pendek yang

    dihasilkan menurunkan pH usus besar yang kemungkinan dapat berpengaruh pada

    metabolisme mikrobia dan residu serat tidak larut air yang tidak mampu

    didegradasi bakteri bersama-sama dengan sel-sel bakteri mempunyai peranan

    penting dalam kontribusi berat fecal. Seberapa banyak polisakarida non pati yang

    mampu difermentasi oleh mikrobia sangat tergantung pada komponen

    penyusunnya. Selulosa hanya dapat didegradasi sebagian saja, sedangkan pada

    polisakarida non selulosa yang bersifat larut air dan mempunyai struktur terbuka

    seperti pektin dan gum dapat didegradasi seluruhnya. Selain tergantung pada jenis

    polisakarida penyusunnya, mudah tidaknya serat didegradasi tergantung pada

    struktur fisik sumber seratnya. Hal tersebut terbukti bahwa serat buah-buahan dan

  • 24

    sayuran relatif lebih mudah difermentasi daripada sereal dan biji-bijian

    (Schneeman, 1986).

    Makanan yang berserat tinggi membantu penurunan berat badan karena

    makanan yang berserat tinggi mengandung kalori yang cukup rendah,

    meningkatkan rasa kenyang sehingga menurunkan konsumsi makanan. Asupan

    serat pangan yang direkomendasikan untuk dikonsumsi yaitu sebesar 10-13g/1000

    kcal per hari atau sekitar 30-40gram per hari (BNF, 1990).

    2.4 Hipotesa

    a. Penambahan tepung agar sampai dengan level tertentu dapat menghasilkan

    cookies yang layak tetapi penambahan lebih banyak dapat menurunkan

    sifat/mutu cookies.

    b. Penambahan agar akan menghasilkan serat pangan secara proporsional.

  • 25

    III. METODE PENELITIAN

    3.1 Bahan

    Bahan dasar yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari tepung garut

    dan agar-agar. Tepung garut diperoleh Desa Glagah Ombo, Kecamatan Wagir,

    Kabupaten Malang, Jawa Timur. Penepungan dan Pengeringan di Laboratorium

    Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Malang.

    Agar-agar komersial dengan merek Swallow Globe warna putih, tepung terigu

    merek Roda Biru, margarin Blue Band, telur dan gula merek Diabetasol dibeli

    dari Supermarket Mirota kampus, Yogyakarta. Sedangkan untuk pati garut dibeli

    dari Depot Langkah Bocah. Untuk analisa kimia menggunakan bahan kimia

    dengan grade pro-analis, GR dan teknis yang diperoleh dari Laboratorium Kimia

    dan Biokimia Pangan serta Laboratorium Pangan dan Gizi, Fakultas Teknologi

    Pertanian, Universitas Gadjah mada. Untuk enzim diperoleh dari sigma USA.

    3.2 Alat

    Alat yang digunakan berupa peralatan untuk pembuatan cookies yang

    meliputi mixer merek Miyako SM-625 dengan 5 tingkatan speed, cetakan kue

    kering, timbangan analit, oven listrik, loyang tempat adonan, dan sendok. Unit

    peralatan untuk analisis kimia yang meliputi analisis kadar air, kadar abu, protein

    dan lemak, total pati, total gula dan serat pangan, unit peralatan untuk pengujian

    organoleptik serta peralatan untuk pengujian fisik yang meliputi Lloyd Universal

    Testing Machine tipe 1000 S dan kamus warna.

  • 26

    3.3 Lokasi

    Pelaksanaan penelitian ini menggunakan Laboratorium Kimia dan

    Biokimia Pangan, Laboratorium Pangan dan Gizi dan Laboratorium Rekayasa,

    Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Gadjah Mada serta Laboratorium Tata

    Boga, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Yogyakarta.

    3.4 Jalan penelitian

    Tepung garut

    Cookies

    cookies yang paling disukai cookies garut dengan campuran 0% agar cookies terigu cookies pati garut

    Gambar 3.1 Jalan Penelitian

    Pengujian kesukaan cookies

    Analisis kimia cookies

    Penyusunan formula

    Analisis sifat fisik cookies

    Analisis kimia

    Pembuatan cookies

  • 27

    3.4.1 Pembuatan cookies

    Formula dari cookies dapat dilihat pada Table 3.1 :

    Tabel 3.1 Resep Dasar Cookies Bahan Gram

    Tepung Sorbitol Margarin Telur

    100 7,96 37,5 12,5

    (Sultan,1969)

    Keterangan :

    Tepung yang digunakan pada pembuatan cookies terdiri dari tepung campuran

    antara tepung garut dengan tepung agar yang prosentasenya seperti dapat dilihat

    pada Tabel 3.2

    Tabel 3.2 Campuran Tepung Garut dengan Tepung Agar Tepung garut (gram) 100 96 92 88 84 80

    Tepung agar (gram) 0 4 8 12 16 20

    Selain itu juga digunakan tepung terigu dan pati garut masing-masing sebanyak

    100 gram.

  • 28

    Sedangkan cara pembuatan cookies dapat dilihat pada gambar : Sorbitol Margarin

    Kuning telur

    Tepung garut dengan campuran : 0,4,8, 12, 16 dan 20% agar Tepung terigu Pati garut

    cookies

    Gambar 3.2 Cara Pembuatan Cookies

    3.4.2 Analisis Kimia Tepung Garut

    Analisa kimia tepung garut meliputi analisis kadar air dengan cara

    pemanasan, kadar abu (AOAC, 1984 dalam Sudarmadji et al, 1984), kadar lemak

    dengan Soxhlet (Woodman,1941), kadar N-total cara Mikro-Kjeldahl, kadar gula

    total dengan spektrofotometri (Nelson-Somogi), kadar total pati (cara direct acid

    Pencampuran I Dengan kecepatan putaran tinggi (speed 5)

    Selama 3-7 menit

    Pencampuran II Dengan kecepatan putaran sedang (speed 3)

    selama 1-3 menit

    Pencampuran III Dengan kecepatan putaran rendah (speed 1)

    Selama 2 menit

    Pencetakan

    Pemanggangan Suhu 150o C, selama 30 menit

  • 29

    hydrolisis; Sudarmadji et al, 1984), serta serat pangan dengan metode multi enzim

    (Asp et al., 1983). Sedangkan untuk kadar karbohidrat dihitung by different.

    3.4.3 Pengukuran tingkat kesukaan produk yang dihasilkan, untuk

    memprediksi tingkat kesukaan konsumen terhadap cookies secara menyeluruh

    maupun aspek terkait meliputi warna, tekstur dan rasa dengan metode Hedonic

    Test dengan skala nilai 1 = sangat tidak suka sampai dengan 7 = sangat suka

    dengan menggunakan 20 orang panelis tidak terlatih namun merupakan konsumen

    cookies. Pada pengujian ini panelis diminta untuk menilai sample berdasarkan

    kesenangannya, menurut skala nilai yang sudah disediakan. (Kartika et al,1988)

    3.4.4 Pengukuran sifat kimia produk. Pengukuran sifat kimia ini hanya

    dilakukan pada cookies garut dengan campuran 0 dan 16% agar, cookies terigu

    dan cookies pati garut, yang meliputi analisis kadar air dengan cara pemanasan

    (AOAC, 1970 dalam Sudarmadji et al, 1984), Kadar Abu (AOAC, 1984 dalam

    Sudarmadji et al, 1984), kadar lemak dengan metode Soxhlet (Woodman,1941), N

    total dengan cara Mikro-Kjeldahl, gula total dengan cara Spektrofotometri

    (Nelson-Somogi), Total-Pati cara direct acid hydrolysis (Sudarmadji et al, 1984),

    dan serat pangan dengan metode multi enzim (Asp et al., 1983). Kadar

    karbohidrat dihitung by different.

  • 30

    3.4.5 Pengukuran sifat fisik cookies. Pengukuran sifat fisik ini hanya dilakukan

    pada cookies garut dengan penambahan 0 dan 16% agar, cookies terigu dan

    cookies pati garut yang meliputi : pengukuran tingkat kekerasan dan kemudahan

    patah dari cookies yang dilakukan dengan menggunakan Lloyd Universal Testing

    Machine tipe 1000 S. Sedangkan untuk pengukuran warna cookies dengan

    menggunakan kamus warna (Wanscher and Henrik, 1984).

    3.5. Rancangan Percobaan

    Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 1

    variabel independen yaitu pembuatan cookies dengan menggunakan tepung terigu

    sebagai bahan dasar, pati garut sebagai bahan dasar dan campuran tepung agar

    sebesar 0, 4, 8, 12 dan 16% pada tepung garut sebagai bahan dasar. Data yang

    diperoleh dianalisis secara statistik dengan ANOVA dan dilanjutkan dengan uji

    Duncans Multiple Range Test (DMRT) dengan tingkat signifikan -95% atau

    -5%.

  • 31

    IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

    4.1. Tepung Garut

    Sebelum digunakan untuk pembuatan produk dilakukan analisis terlebih

    dahulu terhadap tepung garut lolos ayakan 80 mesh sebagai bahan dasar dalam

    pembuatan cookies. Analisis dilakukan untuk mengetahui sifat kimia dari tepung

    garut yang meliputi total pati, gula total, serat pangan, lemak, protein, abu dan air

    sehingga dapat diketahui potensi dari suatu bahan pangan. Hasil analisis sifat

    kimia dari tepung garut dapat dilihat pada Tabel 4.1

    Tabel 4.1 Hasil Analisis Sifat Kimia Tepung Garut

    Parameter Jumlah

    Kadar air (%wb)

    Abu (%db)

    Protein(%db)

    Lemak(%db)

    Totap pati(%db)

    Gula total(%db)

    Serat Larut Air (SLA) (%db)

    Serat Tidak Larut Air (STLA) (%db)

    10,25 0,37 4,40 0,06 5,84 0,05 0,12 0,01 56,65 0,76 2,47 0,00

    2,53

    4,12

    Dari Tabel 4.1 dapat dilihat bahwa tepung garut yang akan digunakan

    untuk pembuatan cookies mamiliki komponen pati sebagai komponen terbesar

    penyusunnya. Sedangkan komponen yang penting dalam pembuatan cookies

    adalah protein. Hal ini karena glutenin dan gliadin pada protein akan bereaksi

  • 32

    dengan air selama pembuatan adonan membentuk jaringan 3 dimensi yang

    menyokong pembentukkan struktur cookies (Doescher, 1987). Struktur ini akan

    mengalami pemantapan selama pemanggangan. Pada pembuatan cookies

    diperlukan tepung dengan kadar protein yang rendah karena penggunaan tepung

    yang kaya protein akan menghasilkan kue kering yang lebih keras dan kurang

    remah Dari hasil analisis diketahui bahwa kandungan protein pada tepung garut

    (5,84%) lebih rendah daripada tepung terigu yang mempunyai kandungan protein

    7-9% (Astawan, 2001). Dengan demikian, tepung garut bila dibuat produk roti

    yang membutuhkan pengembangan yang besar seperti roti tawar akan

    menghasilkan produk yang kurang memuaskan karena rendahnya kandungan

    protein namun lebih cocok untuk pembuatan kue kering yang tidak memerlukan

    pengembangan besar.

    Pada penelitian sebelumnya (Marsono et al, 2005) melaporkan bahwa

    kadar air, abu, protein, lemak, amilosa, Serat larut Air (SLA) dan Serat Tak Larut

    Air (SLTA) berturut-turut adalah 11,9; 0,58; 0,14; 0,84; 25,94; 5,03; 8,74. Dengan

    demikian hasil analisis seperti pada Tabel 4.1 berbeda dengan penelitian

    sebelumnya. Hal ini disebabkan perbedaan varietas dan umur umbi garut serta

    cara penyiapannya menjadi tepung.

    4.2. Cookies

    Sebelumnya telah dilakukan orientasi terhadap beberapa formula cookies

    dengan bahan dasar dari tepung garut dan akhirnya diperoleh formula cookies

    seperti pada Tabel 3.1 dengan bahan dasar dari tepung garut yang dicampur

  • 33

    tepung agar dengan variasi antara 0-20%. Setelah dicoba ternyata adonan yang

    dibuat dari tepung garut dengan campuran tepung agar 20% tidak dapat dicetak

    karena adonannya terlalu kering sehingga untuk formula ini tidak dilakukan

    pengujian selanjutnya. Sedangkan formula cookies garut yang dikaji lebih lanjut

    adalah formula cookies garut dengan campuran agar 0-16% yang dibandingkan

    dengan cookies yang dibuat dari bahan dasar terigu dan pati garut. Hal ini untuk

    membandingkan tingkat kesukaan panelis antara cookies garut yang dicampur

    dengan tepung agar dengan cookies yang sudah biasa beredar dipasaran yaitu

    cookies yang terbuat dari tepung terigu dan pati garut dengan formula yang sama.

    1. Tingkat Kesukaan terhadap Cookies

    Nilai hedonic terhadap formula cookies yang paling disukai ditentukan

    dengan uji sensoris terhadap 20 orang panelis. Penilaian meliputi kesukaan

    terhadap cookies secara menyeluruh dan secara spesifik terhadap warna, sifat

    tekstural dan citarasa. Hasil pengujian dapat dilihat pada Tabel 4.2.

  • 34

    Tabel 4.2 Nilai Kesukaan terhadap Cookies Tepung Garut yang Dicampur Tepung Agar dibandingkan dengan Cookies Terigu dan Cookies

    Pati Garut Formula Cookies Nilai kesukaan

    Menyeluruh Warna Sifat Tekstural *)

    Citarasa

    1.Cookies terigu 2.Cookies pati garut 3.Cookies garut dengan campuran agar :

    16% 12% 8% 4% 0%

    6,05a 4,95b 4,35bc 3,90cd 3,35de 2,70e 2,70e

    5,75a 4,85ab 4,50bc 4,05bcd 3,80bcd 3,20d 3,40d

    5,60a 3,90a 4,80ab 4,70ab 4,05b 3,70b 3,75b

    6,10a 5,05b 4,40bc 3,70c 3,80c 2,65d 2,80d

    Keterangan : *) gabungan kekerasan dan kemudahan patah Huruf yang sama dalam satu kolom menandakan bahwa antar perlakuan tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi 5% Nilai 1 = sangat tidak suka, 2 = tidak suka, 3 = agak tidak suka, 4 = netral, 5 = agak suka, 6 = suka, 7 = sangat suka

    Pada uji sensoris panelis diminta untuk menilai cookies garut dengan

    campuran tepung agar 0, 4, 8, 12, dan 16% yang dibandingkan dengan cookies

    tepung terigu dan cookies pati garut dengan metode Hedonic Test. Pada pengujian

    ini panelis diminta untuk menilai sample berdasarkan kesukaannya, menurut skala

    nilai yang sudah disediakan (Kartika et al,1988). .

    Dari hasil analisis varian tingkat kesukaan panelis terhadap cookies

    diketahui bahwa makin tinggi tepung agar yang dicampurkan pada cookies garut

    makin meningkatkan tingkat kesukaan panelis terhadap seluruh parameter baik

    warna, tekstur, citarasa maupun secara keseluruhan. Hal ini disebabkan

    penambahan tepung agar yang makin besar berpengaruh pada warna, tekstur dan

  • 35

    rasa dari cookies garut yang dihasilkan. Namun penilaian terhadap cookies garut

    tersebut masih lebih rendah daripada cookies terigu dan cookies pati garut.

    Pada pengujian kesukaan terhadap tekstur cookies menunjukkan cookies

    garut dengan campuran tepung agar yang makin banyak makin disukai panelis

    karena makin banyak tepung agar yang dicampurkan tekstur yang terbentuk

    makin kokoh karena agar yang mempunyai kemampuan mengikat air besar akibat

    pemanasan akan memerangkap komponen lain dalam matriks sehingga

    menyebabkan tekstur menjadi kokoh. Bahkan tekstur pada cookies garut dengan

    campuran tepung agar 12 dan 16% lebih disukai panelis daripada cookies pati

    garut. Hal ini karena kandungan protein pati garut yang sangat rendah

    menyebabkan tidak akan terbentuknya gluten selama pencampuran adonan

    sehingga cookies dari pati garut strukturnya remah dan mudah patah. Dan cookies

    yang terlalu remah cenderung tidak disukai panelis. Dari hasil ini dapat diketahui

    bahwa panelis lebih suka cookies dengan tekstur yang tidak terlalu remah seperti

    pada cookies terigu. Berdasarkan komentar, panelis sulit membedakan sifat

    tekstural cookies antara kekerasan dan kemudahan patah sehingga dalam menilai

    kesukaan terhadap tekstur cookies panelis cenderung menggabungkan antara

    kekerasan dan kemudahan patah.

    Dari hasil analisis tingkat kesukaan panelis diketahui bahwa penggunaan

    tepung garut dalam pembuatan cookies akan mengurangi kesukaan panelis

    terhadap warna, namun dengan campuran tepung agar pada cookies garut akan

    menghasilkan cookies yang lebih disukai panelis. Hal ini karena penggunaan

    tepung garut yang lebih dominan menghasilkan warna cookies yang lebih gelap

  • 36

    dibanndingkan dengan cookies dengan campuran tepung agar. Sedangkan cookies

    terigu cenderung berwarna kuning kecoklatan karena pada cookies ini mengalami

    pencoklatan non enzimatis yang berupa reaksi Maillard antara gula reduksi dan

    protein membentuk senyawa coklat Mellanoidin. Cookies dari pati garut yang

    berwarna lebih kuning dibandingkan cookies terigu disebabkan pada cookies ini

    tidak mengalami reaksi pencoklatan non enzimatis seperti reaksi Maillard karena

    kandungan protein yang sangat rendah dari pati garut. Warna yang dihasilkan ini

    berpengaruh terhadap tingkat kesukaan panelis. Penilaian panelis terhadap warna

    dari cookies terigu dan cookies pati garut ini lebih tinggi dibandingkan dengan

    cookies garut sehingga dari hasil ini dapat diketahui bahwa warna cookies yang

    tidak terlalu gelap mempunyai nilai kesukaan yang lebih tinggi.

    Rasa dari suatu produk pangan dipengaruhi oleh komposisi bahan

    penyusun formula dalam bahan makanan. Dari Table 4.2 terlihat bahwa makin

    tinggi tepung agar yang dicampurkan makin disukai panelis. Setelah dilakukan

    analisa kimia (Table 4.3) diketahui bahwa kandungan gula total pada cookies

    garut campuran agar 16% lebih besar daripada yang tanpa penambahan tepung

    agar. Perbedaan kandungan gula ini menyebabkan penilaian panelis yang lebih

    tinggi pada cookies dengan campuran tepung agar 16% karena mempunyai

    kandungan gula yang lebih tinggi. Namun penilaian terhadap rasa dari cookies

    garut ini masih lebih rendah dibandingkan penilaian pada cookies terigu dan

    cookies pati garut. Hal ini dipengaruhi oleh kandungan lemak dari produk yang

    dihasilkan, seperti dapat dilihat pada Tabel 4.3. Kandungan lemak pada cookies

    terigu dan cookies pati garut lebih tinggi daripada cookies garut sehingga

  • 37

    menyebabkan cookies terigu dan cookies pati garut lebih disukai. Hal ini karena

    lemak berpengaruh terhadap rasa dari bahan makanan, sebab adanya lemak akan

    memperbaiki rasa dari suatu bahan makanan.

    2. Sifat Kimia Cookies

    Setelah mengetahui formula cookies garut yang paling disukai selanjutnya

    dilakukan analisis sifat kimia dari cookies garut tersebut yang dibandingkan

    dengan cookies garut tanpa penambahan agar untuk mengetahui pengaruh

    campuran agar terhadap sifat kimia dari cookies garut yang dihasilkan serta untuk

    melihat potensi yang dimiliki oleh cookies tersebut terutama dari segi nilai gizi.

    Selain itu juga dibandingkan dengan cookies terigu dan cookies pati garut yang

    mewakili dari cookies yang sudah beredar di pasaran. Hasil analisa sifat kimia

    cookies dapat dilihat pada Table 4.3

    Tabel 4.3 Sifat- sifat Kimia Cookies

    Komponen Cookies

    garut 0%

    agar

    Cookies

    garut 16%

    agar

    Cookies pati

    garut

    Cookies terigu

    Kadar air (%wb) 4,37 0,10 3,66 0,06 3,17 0,14 4,44 0,2 Kadar abu (%db) 3,56 0,18 3,06 0,20 1,06 0,02 1,01 0,01 Protein (%db) 5,85 0,53 4,57 0,01 1,75 0,12 7,71 0,00 Lemak (%db) 24,58 0,01 22,85 0,09 26,04 0,12 25,79 0,00 Total pati (%db) 45,60 0,09 51,96 0,34 58,37 1,77 49,44 0,29 Gula total (%db) 1,19 0,04 3,04 0,02 0,01 0,00 1,05 0,06

  • 38

    a. Kadar air

    Pada Table 4.3, terlihat bahwa makin besar prosentase campuran tepung

    agar pada cookies garut makin rendah kadar airnya. Hal ini disebabkan air yang

    terdapat dalam cookies garut dengan campuran tepung agar akan diserap oleh

    tepung garut dan agar. Sedangkan pada cookies garut yang tanpa campuran agar,

    air yang ada sebagian besar diserap oleh tepung garut. Dari hasil analisa

    menunjukkan bahwa kadar air dari beberapa cookies tersebut tidak beda nyata

    dimana rata-rata cookies yang dihasilkan mempunyai kadar air antara 3-4%. Hasil

    ini berarti kadar air produk yang dihasilkan sudah mendekati dengan kadar air

    yang disyaratkan dalam SNI dimana kadar air untuk cookies maksimal 4%.

    b. Kadar abu

    Pada Table 4.3 terlihat bahwa cookies garut memiliki kadar abu yang lebih

    tinggi dibandingkan dengan kadar abu pada cookies terigu dan cookies pati garut.

    Tingginya kadar abu tersebut dipengaruhi oleh kandungan serat bahan dimana

    pada tepung garut mempunyai kadar serat yang lebih tinggi dibandingkan dengan

    terigu dan pati garut. Hal ini disebabkan serat terdiri atas unsur-unsur pokok

    penyusun dinding sel tanaman yang mengandung ion-ion anorganik seperti

    silikon, kalsium dan magnesium. Serat mampu berperan sebagai pengikat mineral

    dan elektrolit karena terdapatnya gugus karboksil bebas pada asam glukoronat

    penyusun hemiselulosa (Schneeman, 1986), sehingga dengan semakin tinggi

    kandungan serat dalam tepung garut menyebabkan semakin tingginya kadar abu.

  • 39

    c. Lemak

    Pada Tabel 4.3 terlihat bahwa pada cookies garut mempunyai kadar lemak

    yang lebih rendah dibandingkan dengan cookies terigu dan cookies pati garut.

    Perbedaan kandungan lemak ini selain dipengaruhi oleh shortening dan kuning

    telur yang digunakan juga dipengaruhi oleh bahan dasarnya. Pada tepung terigu

    mempunyai kandungan lemak 1-1,5% (Anonim,1987) , pati garut 0,44%

    (Marsono et al,2005), tepung garut 0,12% dan agar-agar 0,03% (Elly Kurniawati,

    2003). Kadar lemak yang tinggi pada tepung terigu dan pati garut menyebabkan

    tingginya kadar lemak dari cookies yang dihasilkan. Sedangkan pada cookies

    garut memiliki kadar lemak yang lebih rendah daripada cookies tepung terigu dan

    cookies pati garut.

    d. Protein

    Pada Tabel 4.3 terlihat bahwa cookies terigu memiliki kandungan protein

    yang paling tinggi dibandingkan cookies yang lainnya dan cookies pati garut

    memiliki kandungan protein yang paling rendah. Perbedaan kandungan protein

    pada cookies yang dihasilkan dipengaruhi oleh bahan dasarnya. Tepung terigu

    yang digunakan untuk pembuatan cookies terigu termasuk kedalam terigu

    berprotein rendah dengan kandungan protein 7-9% (Astawan, 2001), pati garut

    kandungan proteinnya 0,04% (Marsono et al, 2005) sedangkan tepung garut

    mangandung protein 5,84%. Protein yang terkandung dalam bahan makanan

    tersebut berpengaruh terhadap tekstur dari produk yang dihasilkan. Cookies yang

    dibuat dari tepung terigu bersifat keras dan kompak, karena struktur cookies

  • 40

    tersusun antara lain oleh adanya gluten yang terbentuk apabila protein dalam

    terigu kontak dengan air selama pencampuran pada saat pembuatan adonan.

    Struktur ini akan mengalami pemantapan selama pemanggangan. Untuk cookies

    yang dibuat dari pati garut strukturnya remah dan mudah patah karena kandungan

    proteinnya sangat rendah sehingga tidak terbentuk gluten selama pencampuran

    adonan. Sedangkan cookies garut mempunyai struktur yang tidak keras dan tidak

    terlalu remah karena tepung garut merupakan tepung dengan kandungan protein

    rendah namun masih lebih tinggi daripada kandungan protein pada pati garut.

    Kadar protein masing-masing formula rata-rata rendah karena menurut SNI kadar

    protein maksimal pada cookies adalah 9%.

    e. Gula total

    Gula total meliputi gula monosakarida dan disakarida. Adanya gula akan

    memberikan tekstur yang kurang keras karena gula dan protein dalam adonan

    akan bersaing dalam memperoleh air sehingga membatasi terbentuknya gluten.

    Sedangkan gluten merupakan komponen yang berperan dalam memperkokoh

    sturktur cookies. Pada Tabel 4.3 terlihat bahwa cookies garut yang disubstitusi

    dengan tepung agar memiliki kadar gula yang lebih tinggi dibandingkan formula

    cookies yang lainnya. Hal ini disebabkan amilase yang berada dalam tepung

    dengan adanya air akan mengubah pati menjadi maltosa pada saat pencampuran

    adonan (Gaman, 1992). Seperti terlihat pada Tabel 4.3 bahwa kandungan pati

    pada cookies garut 16% agar lebih tinggi daripada cookies garut tanpa campuran

  • 41

    agar. Hal ini menyebabkan makin tinggi pula pati yang diubah menjadi maltosa

    (gula disakarida) sehingga kadar gulanya semakin tinggi.

    f. Total pati

    Pati merupakan bagian terbesar dalam umbi dan serealia dan merupakan

    komponen terbesar dalam bahan makanan yang dipanggang. Dalam

    pembentukkan adonan, pati akan berinteraksi dengan protein dalam memperoleh

    air. Pada saat pemanggangan, air yang terdapat dalam gluten akan berpindah ke

    pati yang dalam proses pemanggangan mengalami gelatinisasi. Proses tersebut

    menyebabkan adonan roti yang dipanggang memiliki struktur yang kokoh

    (Amendola, 1992).

    Pada Table 4.3 terlihat bahwa kadar pati tertinggi terletak pada cookies

    pati garut karena bahan yang dominan pada pembuatan cookies ini adalah pati

    garut, sedangkan untuk cookies garut memiliki kandungan pati yang lebih tinggi

    daripada cookies terigu. Perbedaan kandungan pati ini dipengaruhi oleh

    kandungan pati pada bahan dasar yang digunakan. Pada cookies garut 16% agar

    ternyata memiliki kandungan pati yang lebih besar daripada cookies garut tanpa

    campuran agar. Hal ini kemungkinan disebabkan air yang ada tidak mampu

    mencukupi kebutuhan air dalam bahan sehingga menyebabkan agar tidak

    tergelatinisasi sempurna. Agar yang tidak tergelatinisasi sempurna tersebut akan

    tertera sebagai kadar pati sehingga akan meningkatkan kandungan pati dalam

    bahan.

  • 42

    g. Serat pangan

    Hasil analisis terhadap kandungan serat pangan, baik serat pangan yang

    larut maupun yang tidak larut, yang terdapat pada beberapa formula cookies

    tertera pada Table 4.4

    Tabel 4.4 Hasil Analisis Kadar Serat Pangan pada Cookies

    Sample Serat Larut

    Air (%)

    Serat Tak Larut

    Air (%)

    Total Serat

    (%)

    Cookies garut subst 0% agar 2,26 2,98 5,24

    Cookies garut subst 16% agar 2,85 15,06 17,91

    Cookies terigu 1,96 0,84 2,81

    Dari hasil analisis kadar serat pangan yang terdapat pada cookies, dapat

    diketahui bahwa baik kadar serat larut maupun serat tak larut pada cookies garut

    substitusi 16% tepung agar mempunyai kadar serat tertinggi dibandingkan dengan

    cookies yang lainnya. Untuk kandungan serat pada cookies garut 16% agar lebih

    tinggi daripada cookies garut tanpa campuran agar. Kandungan serat ini

    dipengaruhi oleh bahan dasar yang digunakan dalam pembuatan cookies.

    Berdasarkan analisis kadar serat pangan diperoleh bahwa kadar serat pangan

    untuk tepung terigu 3,59% (wb), tepung garut 6,65% dan tepung agar 81,09%

    (wb). Dari hasil ini dapat diketahui bahwa tingginya kandungan serat pangan pada

    cookies garut 16% agar disebabkan adanya campuran agar yang digunakan.

    Kandungan serat larut air pada cookies garut lebih tinggi daripada serat tak

    larutnya.

  • 43

    Dalam sel tanaman senyawa pektin sebagian terdapat dalam bentuk

    protopektin yang tidak larut dan kemungkinan berikatan dengan hemiselulosa,

    selulosa dan lignin. Dengan adanya penambahan senyawa alkali akan

    menyebabkan pektin terdekomposisi. Kelarutan pektin dapat dipercepat dengan

    adanya perlakuan pemanasan, karena dengan adanya perlakuan tersebut akan

    dapat melepaskan ikatan pektin/protopektin dengan makromolekul penyusun serat

    pangan yang lain. Substansi pektin dan sebagian hemiselulosa yang bersifat tidak

    larut, akan menjadi larut karena adanya proses pemanggangan yang akan

    mengakibatkan rusak struktur molekul pektin dan hemiselulosa tersebut.

    Semakin lama proses pemanggangan akan menyebabkan semakin banyak

    komponen serat pangan mengalami kerusakan. Dengan demikian semakin lama

    proses pemanggangan, maka akan semakin banyak komponen serat pangan yang

    akan terhidrolisis pada saat dilakukan analisa serat pangan dengan menggunakan

    enzim dan senyawa asam dan basa. Kadar serat tak larut, mengalami penurunan,

    karena sebagian dari serat pangan tak larut akan terdegradasi selama dilakukan

    analisa serat pangan, sehingga kadarnya akan menurun. Sedangkan kadar serat

    total atau secara keseluruhan tidak mengalami perubahan, karena proses

    pemanggangan yang hanya 30 menit, sehingga belum terjadi proses degradasi

    komponen-komponen serat pangan.

    3. Analisis Sifat Fisik Cookies

    Sifat fisik cookies yang diukur meliputi tekstur dengan parameter

    kekerasan dan kemudahan patah yang dilakukan secara obyektif dengan

  • 44

    menggunakan Lloyd Universal Testing Machine tipe 1000 S dan warna dengan

    menggunakan kamus warna (Wanscher and Henrik, 1984).

    Hasil pengujian sifat fisik cookies dapat dilihat pada Tabel 4.5 sedangkan

    untuk grafik profil kekerasannya dapat dilihat pada lampiran.

    Table 4.5 Hasil Pengujian Fisik Cookies

    Parameter

    Formula cookies

    Cookies terigu

    Cookies pati garut

    Cookies garut subst 0%agar

    Cookies garut subst

    16%agar Tekstur : Kekerasan (Fmax) Kemampuan Patah

    6,170 0,11 5,014 1,11

    1,943 0,10 1,301 0,17

    4,426 0,29 1,520 0,07

    4,937 0,03 3,145 0,14

    Warna *)

    Kuning cerah (4A4)

    Kuning pucat (4A3)

    Coklat (5C5)

    Coklat keemasan

    (5C4) Gambar

    *) sumber : I. Wanscher and Johan Henrik, 1984

    Pengukuran sifat fisik cookies dilakukan secara obyektif dengan

    menggunakan Llyod Universal Testing Machine (LUTM). Dengan alat ini

    kekerasan cookies diukur sebagai respon bahan terhadap gaya yang diberikan.

    Pada pengukuran ini akan muncul kurva hubungan antara gaya, waktu dan puncak

    kurva (F max) menunjukkan tenaga maksimum yang diperlukan cookies untuk

  • 45

    menahan tekanan sensor atau menunjukkan nilai kekerasan cookies. Makin besar

    nilai N (load) maka semakin tinggi tingkat kekerasan bahan.

    Kondisi pengukuran yang diatur antara lain kedalaman penekanan dari

    permukaan cookies dan kecepatan sensor dalam menekan cookies. Kedalaman

    pengukuran sebesar 15 mm sedangkan kecepatan penekanan sebesar 60 mm/min.

    Kondisi pengukuran ini perlu diatur agar diperoleh respon dari bahan yang dapat

    diamati. Hasil pengukuran kekerasan cookies dengan menggunakan sensor

    berbentuk silinder berdiameter 5 mm nampak seperti gambar pada lampiran.

    Menurut Bourne (1982), kurva hasil analisis profil tekstur seperti dapat

    dilihat pada Gambar 4.1 merupakan hasil suatu pengukuran yang menunjukkan

    dua siklus pengukuran. Kurva positif atau yang tergambar pada bagian atas

    manunjukkan respon bahan terhadap perlakuan gaya, sedangkan bagian bawah

    atau kurva negatif menunjukkan respon bahan terhadap penarikan atau

    pengembangan gaya.

    Gambar 4.1 Kurva Analisis Profil Tekstur (Bourne, 1982)

    Kekerasan (H1), kegetasan (H2), kohesivitas (A2/A1), adhesivitas (A3), elastisitas

    (jarak a-b)

  • 46

    Pada Tabel 4.5 terlihat bahwa pada cookies garut dengan penambahan

    tepung agar sebesar 16% memiliki tingkat kekerasan yang lebih tinggi sebesar

    4,225 N dibandingkan dengan cookies garut tanpa penambahan tepung agar yang

    tingkat kekerasannya hanya sebesar 3,046 N. Hal ini karena tepung agar yang

    mempunyai kemampuan mengikat air besar dengan adanya pemanasan akan

    memerangkap komponen lain dan membentuk matrik sehingga menyebabkan

    struktur cookies lebih kompak.

    Sedangkan pada cookies garut tanpa penambahan tepung agar mempunyai

    tingkat kekerasan dan kemampuan patah yang relatif rendah, hal ini selain

    disebabkan karena tidak adanya agar yang berperan dalam membentuk struktur

    cookies yang kompak juga kemungkinan disebabkan karena jumlah air dalam

    adonan kurang mencukupi bagi tepung garut yang mempunyai kapasitas

    penyerapan air tinggi sehingga menyebabkan cookies garut bersifat remah.

    Menurut Mc Watter (1978), adonan yang demikian menghasilkan cookies yang

    kering dan remah (mudah hancur). Akan tetapi bila jumlah air tercukupi, produk

    yang dibuat dari tepung protein tinggi seperti pada cookies terigu cenderung

    menjadi keras (Tsen et al, 1975).

    Pada Tabel 4.5 juga terlihat bahwa baik tingkat kekerasan maupun

    kemudahan patah pada cookies garut relatif lebih tinggi jika dibandingkan dengan

    cookies pati garut namun lebih rendah daripada cookies terigu. Hal ini disebabkan

    oleh protein gluten yang terkandung dalam tepung terigu menyebabkan struktur

    cookies yang keras dan kompak.. sedangkan cookies pati garut yang mempunyai

    kandungan protein yang sangat rendah menyebabkan strukturnya remah dan

  • 47

    mudah patah karena tidak terbentuknya gluten selama pencampuran adonan.

    Perbedaan itu kemungkinan juga dipengaruhi oleh kandungan serat kasar cookies

    garut yang lebih tinggi daripada cookies terigu, karena serat kasar dapat juga

    menyebabkan cookies menjadi kehilangan kekerasannya (Vratanina dan

    Zabik,1978)

    Kekerasan cookies selain dipengaruhi oleh tepung juga dipengaruhi

    keberadaan bahan lain dalam formula cookies. Shortening dan kuning telur

    menghambat pengembangan gluten yang berlebihan dengan cara menyelubungi

    tepung selama pencampuran sehingga kontak antar partikel terigu dan antara

    terigu dengan air terhambat. Penghambatan pembentukkan gluten ini juga

    dipengaruhi oleh pati dan gula dengan cara bersaing dengan protein terigu dalam

    memperoleh air. Dengan rendahnya pembentukkan gluten dalam adonan, maka

    adonan cookies kurang dapat mengembang dengan baik selama pemanggangan,

    sehingga kerangka cookies yang terbentuk tipis. Kerangka cookies yang tipis bila

    dikenai gaya, kemampuan penahannya rendah sehingga lebih mudah mengalami

    deformasi atau nilai kekerasannya rendah.

    Warna cookies menurut Smith (1972) dipengaruhi oleh warna yang timbul

    akibat bahan-bahan yang digunakan pada formula cookies seperti shortening dan

    kuning telur yan dapat mengakibatkan warna cookies menjadi gelap.

    Semakin tinggi substitusi tepung agar pada cookies garut menyebabkan

    warna cookies yang semakin cerah. Hal ini kemungkinan disebabkan dengan

    penambahan tepung agar dapat mengurangi warna garut yang dominan. Seperti

    dapat dilihat pada gambar dimana pada cookies dengan penambahan tepung agar

  • 48

    sebanyak 16% mempunyai warna yang lebih cerah dibandingkan dengan yang

    tanpa penambahan tepung agar. Sedangkan untuk cookies terigu dan cookies pati

    garut mempunyai warna yang lebih cerah bila dibandingkan dengan cookies garut.

    Pada cookies terigu cenderung berwarna kuning kecoklatan karena pada cookies

    ini mengalami pencoklatan non enzimatis yang berupa reaksi Maillard antara gula

    reduksi dan protein membentuk senyawa coklat Mellanoidin. Cookies dari pati

    garut yang berwarna lebih kuning dibandingkan cookies terigu disebabkan pada

    cookies ini tidak mengalami reaksi pencoklatan non enzimatis seperti reaksi

    Maillard karena kandungan protein yang sangat rendah. Warna pada cookies ini

    juga disebabkan warna dari tepung yang digunakan. Warna tepung terigu dan pati

    garut lebih cerah daripada warna tepung garut sehingga menghasilkan cookies

    dengan warna yang lebih serah juga. Perbedaan warna dari masing-masing tepung

    ini seperti dapat dilihat pada Gambar 4.2

    Tepung Terigu Pati Garut

    Tepung Garut

    Gambar 4.2 Berbagai Jenis Tepung

  • 49

    Berdasarkan pengujian dengan menggunakan Kamus Warna pati garut

    mempunyai warna putih (1A1 = White). Sedangkan untuk warna dari tepung garut

    dan tepung terigu tidak cocok dengan warna yang ada dalam Kamus Warna

    karena tepung terigu mempunyai warna putih yang sedikit lebih gelap sedangkan

    untuk tepung garut mempunyai warna putih yang cenderung abu-abu kecoklatan.

    Penamaan warna cookies yang ditampilkan pada Table 4.5 ditentukan

    berdasarkan Kamus Warna (Wanscher and Henrik, 1984) dan diperoleh warna

    untuk cookies dengan campuran 16% tepung agar cenderung coklat keemasan

    (Golden Blonde =5C4) seperti rambut blonde. Hal ini disebabkan penambahan

    tepung agar menyebabkan warna cookies garut yang tidak begitu coklat.

    Sedangkan untuk cookies garut yang tanpa penambahan tepung agar mempunyai

    warna coklat yang cenderung lebih tua (Blonde = 5C5) daripada cookies dengan

    campuran agar, hal ini karena warna tepung garut yang lebih dominan. Untuk

    cookies pati garut mempunyai warna yang cenderung berwarna kuning pucat

    seperti warna cream (light yellow = 4A4) dan untuk cookies terigu berwarna

    kuning lebih cerah seperti yang ditunjukkan oleh warna sinar matahari atau warna

    margarin (Pale Yellow = 4A3). Karena kandungan gula yang tidak tinggi maka

    jumlah pigmen coklat yang terbentuk sangat rendah dan ditangkap sebagai warna

    kuning.

  • 50

    V. PENUTUP

    5.1. KESIMPULAN

    1. Cookies garut dengan penambahan tepung agar 16% yang dibuat dengan

    metode pencampuran butter-sugar merupakan formula yang paling disukai

    panelis.

    2. Ditinjau dari sifat kimianya, makin besar campuran tepung agar pada

    cookies garut menyebabkan penurunan kadar air, kadar abu, protein dan

    lemak namun meningkatkan kadar pati, kadar gula serta kandungan serat

    pangan. Ditinjau dari sifat fisiknya, makin besar campuran tepung agar

    pada cookies garut menyebabkan peningkatan tingkat kekerasan dan

    kemudahan patah serta peningkatan kualitas warna dari cookies yang

    dihasilkan.

    3. Kandungan total serat pangan pada cookies garut dengan campuran agar

    16% sebesar 17,91% atau naik sekitar 12% daripada cookies garut tanpa

    campuran tepung agar.

    5.2. SARAN

    Perlu dikembangkan penelitian yang mampu menghasilkan cookies garut

    yang dapat diterima oleh konsumen serta memiliki kandungan serat pangan yang

    tinggi dan sifat fisik yang tidak begitu berbeda dengan cookies terigu.

  • 51

    DAFTAR PUSTAKA

    AACC. 1983. Approved Methods of the AACC. American Association of Cereal Chemist, St.Paul.

    Amendola, Joseph; and Donald Lundberg, 1992. Understanding Baking. 2nd ed.

    Van Nostrand Reinhold. Orlando. Anonim, 1987. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Direktorat Pangan dan Gizi.

    Widya Karya. Jakarta. Anonim, 1998. Terigu Mahal, Garut Tawarkan Diri. Trubus 343-TH XXIX. Juni,

    1998. Asp, N.G., Johansson, Halmer, and Siljestrom, 1983. Rapid Enzimatic Assay of

    Insoluble and Soluble Dietary Fiber, J. Agr. Food Chem, 31 : 476-482. Astawan, M. 2001. Pembuatan Mie dan Bihun. Cetakan 3, PT Penebar Swadaya. Bourne, Mc. 1984. Food Texture and Viscosity Concept and Measurement.

    Academic Press, New York, London. British Nutririon Foundation (BNF), 1990. Complex Carbohydrates in Foods. The

    report of the British Nutrition Foundations Task Force, Chapman and Hall, London.

    De Man, J.M., 1976. Principle of Food Chemistry. The AVI Publishing Company

    Inc., Wesprt, Connecticut. Doescher, L.C., 1987. A Effect of Sugar and Flour on Cookie Spread Evaluation

    by Time-lapse Photography, cereal Chemistry. Kurniawati, Elly. 2003. Pengaruh Diet Tinggi Serat Bekatul Jagung (Zea Mays L)

    dan Agar-agar Terhadap Profil Lipid dan Sifat Digesta Tikus Sprague Dawley. Tesis. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

    Gaman, P.M and K.B Sherrington. 1992. Ilmu Pangan-Pengantar Ilmu Pangan,

    Nutrisi & Mikrobiologi. Penerjemah : Ir. Murdijati Gardjito, dkk. Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Gadjah mada. Gadjah Mada University Press, Jogjakarta.

    Gene A. spiller. Dietary Fiber in Human Nutrition. 2001. CRC. Press New York. Greenwood, C.T., 1980. Observation on the Structure of Starch Granule dalam

    Food Fundamental Aspect. Oleh J.M.V. Blanshard. Butterword, London. Imelson A., 1999. Techkening and Gelling Agents for Food. Aspen Publiser, Inc.

  • 52

    Indiyah, S.U. 1992. Bahan Ajaran : Pengolahan Roti. PAU Pangan dan Gizi,

    UGM. Yogyakarta. I Wanscher, Johan Henrik. 1984. Methuen Handbook of Colour. Methuen,

    London. Jurkovic. Kolb and Colic. 1995. Nutritive Value of Marene Alga Laminaric and

    Undaria Pinnatifida : 63-66. Kartika, Bambang, Pudji Hastuti dan Supartono, 1988. Pedoman Uji Inderawi

    Bahan Pangan. PAU Pangan dan Gizi, UGM, Yogyakarta. Karjono, 1998. Umbi-umbi Potensial Penghasil Tepung. Trubus 347-Th XXIX-

    Oktober. Lahaye, M. 1991. Marine Alga as Sources of Fibers : Determination of Soluble

    and Insoluble Dietary Fibre Contents in Some Sea Vegetables. J. Sci Food Agric : 587-593.

    Laode M.Asalan. 1999. Budidaya Rumput Laut. Penerbit Kanisiuis Yogyakarta. Marsono, Y., 2004. Serat Pangan dalam Perespertif Ilmu Gizi. Pidato

    Pengukuhan Guru Besar. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Marsono, Y., P. Wiyono, Zaki Utama, 2005. Indek Glikemik Produk Olahan

    Garut (Maranta arndinaceae L) dan Uji Sifat Fungsionalnya pada Model Hewan Coba. Laporan RUSNAS Diiversifikasi Pangan Pokok Tahun 2005. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

    Matz, S.A., 1962. Food Texture. The AVI Publishing Co, Inc, Westport,

    Connecticut. Matz, S.A., 1972. Bakery Technology and Engineering. Second Edition, The AVI

    Publishing Co, Inc, Westport, Connecticut. Mc Watter, K.H.1978. Cookie baking properties of defatted peanuts, soy bean and

    field pea floues. Cereal Chemistry : 8533. Standar Nasional Indonesia. 01-2973-1992. Standar Biscuit. Dewan Standardisasi

    Nasional. Jakarta. Schneeman, B.O., 1986.Dietary Fiber, Physical and Chemestry Properties

    Methods of Analysis and Physiological Effects. Food Technology, February : 104-110

  • 53

    Smith, W.H., 1972. Biscuit, Crackers and Cookies. Technology, Production and Management. Applied Science Publisher, London.

    Sudarmadji, Slamet, Bambang Haryono, Suhardi, 1984. Analisa Bahan Makanan

    dan Pertanian. Liberty, Yogyakarta. Sultan, W.J., 1969. Practical baking. The AVI Publishing Company Inc,

    Westport, Connecticut. Tsen, C.C., Bauck, L.J dan Hoover, W.J.1975. Using surfactants to improve the

    quality of cookies made from hard wheat flours. Cereal Chemistry. 52:629. Vratanina, D.L and M.E. Zabik,1978. Dietary Fiber Sources for Baked Product.

    Bran in Sugar-snap Cookies. J.Food Sci.43( (5); 1590-1594). Wanscher, L and Johan Henrik. 1984. Methuen Handbook of Color. Methuen,

    London. Whiteley, P.R., 1971. Biscuit Manufacture : Fundamental of in-line Production,

    applied Science. Publisher Ltd, London. Winarno, 1995. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Woodman, A.G. 1941. Food Analysis. 4th ed.Mc Graw Hill Book Company, Inc.

    New York.

  • 54

    LAMPIRAN

  • 55

    A. Pengukuran terhadap sifat kimia cookies, yang meliputi :

    1. Penentuan Kadar air, cara pemanasan (AOAC, 1970 dalam Sudarmadji

    et al, 1984)

    1-2 gram bahan yang telah dihaluskan dimasukkan dalam botol timbang yang

    telah diketahui beratnya. Kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 100-105oC

    selama 3 jam. Didinginkan dalam eksikator dan ditimbang. Dipanaskan lagi dalam

    oven 30 menit, didinginkan dalam eksikator dan ditimbang ; perlakuan ini

    diulangi sampai tercapai berat konstan (selisih penimbangan berturut-turut kurang

    dari 0,2 mg). Pengurangan berat merupakan banyaknya air dalam bahan. Kadar air

    dihitung dengan rumus :

    Ka (Wb) = (Wm / (Wm +Wd) ) x 100%

    2. Penentuan Kadar Abu (AOAC, 1984 dalam Sudarmadji et al, 1984)

    2-10 gram bahan ditimbang dalam kurs porselen yang kering dan telah

    diketahui beratnya kemudian dipijarkan dalam muffle sampai diperoleh abu

    berwarna keputih-putihan.Kurs dan abu dimasukkan kedalam eksikator dan

    ditimbang berat abu setelah dingin

    3. Penentuan N total, cara Mikro-Kjeldahl

    Ditimbang dengan teliti 30-40 mg sampel, lalu dimasukkan dalam labu

    kjeldahl. Diambil 1 gram katalisator, 2,5 ml asam sulfat pekat dimasukkan

    dalam labu kjeldahl yang berisi sampel. Didestruksi selama 40 menit atau

    sampai sampel menjadi jernih, kemudian didinginkan. Setelah dingin

    dimasukkan kedalam labu destilat dan cuci labu kjeldahl beberapa kali dengan

    aquadest kemudian ditambahkan 8 ml Natrium thiosulfat. Kemudian

    dilakukan destilasi, destilat ditampung sebanyak 70-100 ml dalam erlenmeyer

    yang berisi 5 ml asam borak, 3 tetes metil merah ditambah bromoktesol.

    Larutan yang diperoleh dititrasi dengan 0,02 N HCl. Dihitung total N atau

    persen protein dalam sample. Perhitungan jumlah total N

    %N Total = ts x N HCl x 14,008/mg sampel x 100%

  • 56

    4. Penentuan kadar lemak dan minyak dengan Soxhlet (Woodman,1941)

    Ditimbang dengan teliti 2 gram bahan yang telah dihaluskan (sebaiknya

    yang kurang dan lewat 40 mesh) dan dimasukkan dalam tabung yang telah

    diketahui beratnya. Dialirkan air pendingin melalui kondensor. Dipasang

    tabung ekstraksi pada alat destilasi soxhlet dengan pelarut petroleum ether

    secukupnya selama 4 jam. Setelah residu dalam tabung ekstraksi diaduk,

    ekstraksi dilanjutkan lagi selama 2 jam dengan pelarut yang sama. Diteruskan

    pengeringan dalam oven 100oC sampai berat konstan. Berat residu dalam

    botol timbang dinyatakan sebagai berat lemak dan minyak

    5. Penentuan gula total, cara Spektrofotometri (Nelson-Somogi)

    Ditimbang bahan padat yang sudah dihaluskan atau bahan cair sebanyak 3

    gram kemudian dilarutkan dalam 25 ml aquadest, dimasukkan dalam labu

    takar 200 ml kemudian diencerkan sampai 200 ml dan disaring. Filtrat

    ditampung dalam labu takar 250 ml. Filtrat diencerkan sampai batas,

    kemudian diambil 15 ml, dimasukkan dalam tabung reaksi. Ditambah 6 ml

    HCl 25% kemudian dipanaskan pada suhu 70oC selama 10 menit lalu

    didinginkan. Dimasukkan filter dalam labu takar 250 ml, diencerkan sampai

    batas lalu diambil 15 ml, masukkan dalam tabung reaksi. Ditambahkan 2 tetes

    indikator PP, kemudian dititrasi dengan NaOH 1 N sampai merah muda lalu

    dicatat NaOH yang diperlukan. Diambil 15 ml sampel yang telah dititrasi

    masukkan dalam labu takar 100 ml diencerkan sampai batas. Diambil 1 ml

    dimasukkan dalam tabung reaksi kemudian ditambahkan 1 ml Nelson C lalu

    dipanaskan selama 20 menit pada suhu air mendidih lalu didinginkan.

    Ditambahkan 1 ml Arsenomolibdat lalu divortek. Ditambahkan 7 ml aquadest

    lalu divortek. Diteralah absorbansinya pada 540 nm Gula total = x. FP/mg sampel x 100%

    6. Penentuan Total-Pati (cara direct acid hydrolisis; Sudarmadji dkk, 1984)

    Ditimbang 2-5 gram sampel berupa bahan padat yang telah dihaluskan,

    lalu ditambah 50 ml aquadest dan diaduk selama 1 jam. Suspensi disaring

  • 57

    dengan kertas saring dan dicuci dengan aquadest sampai volume filtrat

    mencapai 250 ml. Filtrat ini mengandung karbohidrat yang terlarut dan

    dibuang. Residu dipindahkan secara kuantitatif dari kertas saring ke dalam

    erlenmeyer dengan pencucian 200 ml aquadest dan ditambah 20 ml HCl 25% (berat jenis 1,125), lalu ditutup dengan pendingin balik dan dipanaskan

    pada penangas air mendidih selama 2,5 jam. Setelah dingin dinetralkan

    dengan larutan NaOH 45% dan diencerkan sampai volume 500 ml, kemudian

    disaring. Selanjutnya diambil 1 ml larutan tersebut dan diperlakukan seperti

    pada pembuatan kurva standar glukosa. Berat glukosa yang diperoleh

    dikalikan 0,9 merupakan berat pati

    7. Penentuan serat pangan secara multi enzim (Asp et al., 1983)

    Sampel digiling halus (0,3 mm). Jika kadar lemak 6-8%, maka diekstrak

    lemaknya terlebih dahulu menggunakan 40 ml petroleum eter per gram sampel

    kemudian diaduk selama 15 menit pada suhu ruang, pelarut diambil dengan

    pipet dan sampel dikeringkan pada suhu ruang. Sampel sebanyak (10,1) g dimasukkan ke labu erlenmeyer dan ditambahkan 25 ml 0,1 M buffer fosfat

    pH 6,0 serta dicampur secara menyeluruh. Lalu ditambahkan 0,1 ml -amilase (Termamyl 120 L) dan labu ditutup dengan alumunium foil. Diinkubasikan

    dalam penangas air panas bergoyang (80oC) selama 15 menit. Selanjutnya

    dibiarkan dingin dan ditambahkan 20 ml air destilat. Ph diatur menjadi 1,5

    dengan HCl dan elektroda dibersihkan dengan beberapa ml air. Lalu

    ditambahkan 0,1 g pepsin, ditutup dengan alumunium foil dan diinkubasikan

    dalam penangas air bergoyang pada suhu 40oC selama 60 menit, kemudian

    ditambahkan 20 ml air destilat dan diatur pH menjadi 6,8 dengan NaOH,

    elektroda dibersihkan dengan 5 ml air. Selanjutnya ditambahkan 0,1 g

    pankreatin kemudian labu ditutup dengan alumunium foil dan diinkubasikan

    dalam penangas air bergoyang pada suhu 40oC selama 60 menit, serta pH

    diatur menjadi 4,5 dengan HCl. Kemudian disaring dengan crucible porositas

    2 yang diberi 0,5 g celite, dicuci dengan 2 x 10 ml air destilat

  • 58

    Residu (Insoluble fiber).

    Residu dalam crucible dicuci dengan 2 x 10 ml etanol 90% dan 2 x 10 ml

    aseton. Crucible dikeringkan pada suhu 105oC sampai berat tetap dan ditimbang

    setelah itu didinginkan dalam desikator (D1). Kemudian diabukan pada suhu

    550oC selama kurang lebih 5 jam serta ditimbang setelah pendinginan dalam

    desikator (11).

    Filtrat (Soluble fiber).

    Volume filtrat dan dicuci dengan air sampai 100 ml, kemudian

    ditambahkan 400 ml etanol 95% hangat (60oC) dan dibiarkan presipitasi selama

    satu jam (waktu dapat diperpendek). Lalu disaring dengan crucible porositas 2

    yang diberi 0,5 g celite, selanjutnya dicuci berturut-turut dengan 2 x 10 ml etanol

    78%, 2 x 10 ml etanol 95% dan 2 x 10 ml aseton. Setelah itu filter gelas

    dikeringkan dalam oven dengan suhu 105oC sampai berat tetap dan ditimbang

    setelah didinginkan dalam desikator (D2), dan terakhir diabukan pada suhu 550oC

    selama lebih kurang lima jam serta ditimbang setelah pendinginan dalam

    desikator (12).

    Dilakukan perhitungan nilai serat blangko dengan menggunakan prosedur

    seperti diatas tetapi tanpa menggunakan sampel. Nilai blangko ini harus diperiksa

    secara berkala dan enzim yang digunakan berasal dari batch baru. Kadar serat

    makanan dapat diperoleh dengan menggunakan rumus :

    Kadar serat makanan tidak larut = D1-11-B1 x 100% (1)

    W

    Kadar serat makanan larut = D2-12-B2 x 100% (2)

    W

    Kadar serat makanan total = (1) + (2)

    Dimana : W = berat sampel (gram)

    D = berat setelah pengeringan (gram)

    I = berat setelah pengabuan (gram)

    B = berat blangko bebas pengabuan (gram)

  • 59

    B. Pengukuran terhadap sifat fisik cookies, yang dilakukan dengan cara sebagai

    berikut

    1. Pengujian tekstur secara obyektif dengan alat Lloyd Universal Testing Machine tipe 1000 S

    - cookies diletakkan diatas tempat sampel yang berupa lempengan logam,

    tepat di bagian tengah

    - setelah saklar instrument dihidupkan program dijalankan dengan

    langkah-langkah berikut :

    auto return on

    auto zero on

    cycle off

    mode compression

    extensometer internal

    test speed 60,00 mm/min

    inch speed 10,00 mm/min

    width 30,00 mm

    dept 15,00 mm

    gauge length 30,00 mm

    - kemudian tekan enter

    - puncak pada grafik (Fmax) merupakan tenaga yang digunakan untuk

    memecah cookies (nilai kekerasan dari cookies)

    Keterangan :

    - Upper cycle limit merupakan jarak kedalaman penekanan

    - Inch Speede merupakan kecepatan pada waktu sebelum pengujian dimulai

    untuk mempercepat atau memperlambat pada waktu penekanan sehingga

    permukaan sensor penekan dan permukaan sampel hanya bersinggungan

    sebelum ada beban

    - Test Speed merupakan kecepatan pada saat pengujian

    - Width, depth (ketebalan) dan Gauge length merupakan ukuran sample

  • 60

    2. Pengujian warna dengan menggunakan Kamus Warna (Wanscher and Henrik, 1984) yaitu dengan mencocokkan warna produk dengan warna yang

    tertera dalam kamus warna.

  • 61

    UJI KESUKAAN

    Nama : Usia : thn Tgl Pengisian : Tanda Tangan : Jenis kelamin :

    Sebelum saudara menilai kesukaan Saudara terhadap produk di hadapan

    Saudara ini, mohon menjawab pertanyaan berikut dengan melingkari

    jawaban sesuai yang Saudara alami :

    1. Apakah Saudara pernah mengkonsumsi cookies?

    a. Pernah b. Tidak pernah

    2. Apakah Saudara penggemar cookies?

    a. Ya b. Tidak

    3. Seberapa sering Saudara mengkonsumsi cookies?

    a. Setiap hari b. Setiap...................sekali (diisi sesuai keadaan) c. Tidak

    tentu

    4. Kapan terakhir Saudara mengkonsumsi cookies?

    ...........................................................................

    Selanjutnya, di hadapan Saudara tersedia 7 macam cookies. Saudara

    diminta untuk menilai cookies tersebut berdasarkan tingkat kesukaan Saudara.

    Nilailah intensitas kesukaan Saudara terhadap atribut mutu dari cookies yang

    disajikan, dengan menggunakan skala nilai atribut sebagai berikut :

    1 = sangat tidak suka 2 = tidak suka 3 = agak tidak suka 4 = netral 5 = agak suka 6 = suka 7 = sangat suka Setelah itu, mohon Saudara memberi komentar pada tempat yang tersedia.

  • 62

    Atribut mutu : Warna Permukaan Kode

    sampel Skala Nilai Kesukaan

    Komentar

    081

    328

    712

    804

    049

    670

    897

    Atribut Mutu : Sifat Tekstural (Kekerasan & Kemudahan Patah)

    Kode sampel

    Skala Nilai Kesukaan

    Komentar

    081

    328

    712

    804

    049

    670

    897

    Atribut Mutu : Rasa

    Kode sampel

    Skala Nilai Kesukaan

    Komentar

    081

    328

    712

    804

    049

    670

    897

  • 63

    Atribut Mutu : Keseluruhan

    Kode sampel

    Skala Nilai Kesukaan

    Komentar

    081

    328

    712

    804

    049

    670

    897

    TERIMA KASIH................

  • 64

    Descriptives keseluruhan

    N Mean Std.

    Deviation Std. Error

    95% Confidence Interval for Mean Min Max

    Lower Bound Upper Bound

    AGAR 0% 20 2,70 1,380 ,309 2,05 3,35 1 5PATI GARUT 20 4,95 1,605 ,359 4,20 5,70 1 7TERIGU 20 6,05 ,826 ,185 5,66 6,44 4 7AGAR 4% 20 2,70 1,129 ,252 2,17 3,23 1 5AGAR 8% 20 3,35 1,496 ,335 2,65 4,05 1 7AGAR 12% 20 3,90 1,165 ,261 3,35 4,45 2 7AGAR 16% 20 4,35 ,933 ,209 3,91 4,79 3 7Total 140 4,00 1,671 ,141 3,72 4,28 1 7

    Test of Homogeneity of Variances keseluruhan

    Levene Statistic df1 df2 Sig.

    1,753 6 133 ,114 ANOVA keseluruhan

    Sum of

    Squares df Mean Square F Sig. Between Groups 180,800 6 30,133 19,342 ,000 Within Groups 207,200 133 1,558 Total 388,000 139

    keseluruhan Duncan

    sample N

    Subset for alpha = .05

    1 2 3 4 5 AGAR 0% 20 2,70 AGAR 4% 20 2,70 AGAR 8% 20 3,35 3,35 AGAR 12% 20 3,90 3,90 AGAR 16% 20 4,35 4,35 PATI GARUT 20 4,95 TERIGU 20 6,05Sig. ,122 ,166 ,256 ,131 1,000

    Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 20,000.

  • 65

    Descriptives warna

    N Mean Std.

    Deviation Std. Error

    95% Confidence Interval for Mean Min Max

    Lower Bound

    Upper Bound

    AGAR 0% 20 3,40 1,789 ,400 2,56 4,24 1 6PATI GARUT 20 4,85 1,814 ,406 4,00 5,70 1 7TERIGU 20 5,75 1,773 ,397 4,92 6,58 1 7AGAR 4% 20 3,20 1,508 ,337 2,49 3,91 1 5AGAR 8% 20 3,80 1,735 ,388 2,99 4,61 1 6AGAR 12% 20 4,05 1,317 ,294 3,43 4,67 1 6AGAR 16% 20 4,50 1,433 ,320 3,83 5,17 2 7Total 140 4,22 1,800 ,152 3,92 4,52 1 7

    Test of Homogeneity of Variances warna

    Levene Statistic df1 df2 Sig.

    ,945 6 133 ,465 ANOVA warna

    Sum of

    Squares df Mean Square F Sig. Between Groups 94,686 6 15,781 5,905 ,000 Within Groups 355,450 133 2,673 Total 450,136 139

    warna Duncan

    sample N

    Subset for alpha = .05

    1 2 3 4 AGAR 4% 20 3,20 AGAR 0% 20 3,40 3,40 AGAR 8% 20 3,80 3,80 3,80 AGAR 12% 20 4,05 4,05 4,05 AGAR 16% 20 4,50 4,50 PATI GARUT 20 4,85 4,85 TERIGU 20 5,75 Sig. ,137 ,053 ,065 ,084

    Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 20,000.

  • 66

    Descriptives tekstur

    N Mean Std.

    Deviation Std. Error

    95% Confidence Interval for Mean Min Max

    Lower Bound

    Upper Bound

    AGAR 0% 20 3,75 1,482 ,331 3,06 4,44 2 6PATI GARUT 20 3,90 1,944 ,435 2,99 4,81 1 7TERIGU 20 5,60 1,465 ,328 4,91 6,29 2 7AGAR 4% 20 3,70 1,490 ,333 3,00 4,40 1 6AGAR 8% 20 4,05 1,468 ,328 3,36 4,74 1 6AGAR 12% 20 4,70 1,625 ,363 3,94 5,46 2 7AGAR 16% 20 4,80 1,704 ,381 4,00 5,60 1 7Total 140 4,36 1,701 ,144 4,07 4,64 1 7

    Test of Homogeneity of Variances tekstur

    Levene Statistic df1 df2 Sig.

    1,115 6 133 ,357 ANOVA tekstur

    Sum of

    Squares df Mean Square F Sig. Between Groups 59,243 6 9,874 3,830 ,001 Within Groups 342,900 133 2,578 Total 402,143 139

    tekstur Duncan

    sample N

    Subset for alpha = .05

    1 2 AGAR 4% 20 3,70 AGAR 0% 20 3,75 PATI GARUT 20 3,90 AGAR 8% 20 4,05 AGAR 12% 20 4,70 4,70AGAR 16% 20 4,80 4,80TERIGU 20 5,60Sig. ,059 ,096

    Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 20,000.

  • 67

    Descriptives rasa

    N Mean Std.

    Deviation Std. Error

    95% Confidence Interval for Mean Min Max

    Lower Bound Upper Bound

    AGAR 0% 20 2,80 1,473 ,329 2,11 3,49 1 6PATI GARUT 20 5,05 1,572 ,352 4,31 5,79 1 7TERIGU 20 6,10 ,912 ,204 5,67 6,53 4 7AGAR 4% 20 2,65 1,226 ,274 2,08 3,22 1 5AGAR 8% 20 3,80 1,765 ,395 2,97 4,63 1 7AGAR 12% 20 3,70 1,031 ,231 3,22 4,18 2 5AGAR 16% 20 4,40 1,273 ,285 3,80 5,00 2 7Total 140 4,07 1,745 ,147 3,78 4,36 1 7

    Test of Homogeneity of Variances rasa

    Levene Statistic df1 df2 Sig.

    1,448 6 133 ,201 ANOVA rasa

    Sum of

    Squares df Mean Square F Sig. Between Groups 180,586 6 30,098 16,494 ,000