idk toksikologi

21
TOKSIKOLOGI Definisi dan Peran Toksikologi Forensik Toksikologi (berasal dari kata Yunani, toxicos dan logos) merupakan studi mengenai perilaku dan efek yang merugikan dari suatu zat terhadap organisme/mahluk hidup. Toksikologi merupakan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan sumber, karakteristik dan kandungan racun, gejala dan tanda yang disebabkan racun, dosis fatal, periode fatal, dan penatalaksanaan kasus keracunan. Periode fatal merupakan selang waktu antara masuknya racun dalam dosis fatal rata-rata sampai menyebabkan kematian pada rata-rata orang sehat. Dalam berbagai kepustakaan, terdapat berbagai pengertian tentang keracunan (poisoning) dan intoksikasi. Beberapa kepustakaan menyatakan pengertian keracunan dan intoksikasi berbeda, dimana keracunan dinyatakan sebagai over dosis yang mempunyai efek sentral sedangkan intoksikasi merupakan over dosis yang bersifat umum baik sentral maupun perifer. Namun kepustakaan lain menyatakan keracunan dan intoksikasi memiliki pengertian yang sama. Toksikologi forensik merupakan penerapan toksikologi untuk membantu investigasi medikolegal dalam kasus kematian, keracunan maupun penggunaan obat-obatan. Dalam hal ini, toksikologi mencakup pula disiplin ilmu lain seperti kimia analitik, farmakologi, biokimia dan kimia kedokteran. Seorang ahli toksikologi forensik harus mempertimbangkan keadaan suatu investigasi, khususnya adanya catatan mengenai gejala fisik, dan

Upload: anna-andany-lestari

Post on 14-Dec-2015

23 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

toksikologi

TRANSCRIPT

Page 1: Idk Toksikologi

TOKSIKOLOGI

Definisi dan Peran Toksikologi Forensik

Toksikologi (berasal dari kata Yunani, toxicos dan logos) merupakan studi mengenai

perilaku dan efek yang merugikan dari suatu zat terhadap organisme/mahluk hidup. Toksikologi

merupakan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan sumber, karakteristik dan kandungan racun,

gejala dan tanda yang disebabkan racun, dosis fatal, periode fatal, dan penatalaksanaan kasus

keracunan. Periode fatal merupakan selang waktu antara masuknya racun dalam dosis fatal rata-

rata sampai menyebabkan kematian pada rata-rata orang sehat.

Dalam berbagai kepustakaan, terdapat berbagai pengertian tentang keracunan (poisoning)

dan intoksikasi. Beberapa kepustakaan menyatakan pengertian keracunan dan intoksikasi

berbeda, dimana keracunan dinyatakan sebagai over dosis yang mempunyai efek sentral

sedangkan intoksikasi merupakan over dosis yang bersifat umum baik sentral maupun perifer.

Namun kepustakaan lain menyatakan keracunan dan intoksikasi memiliki pengertian yang sama.

Toksikologi forensik merupakan penerapan toksikologi untuk membantu investigasi

medikolegal dalam kasus kematian, keracunan maupun penggunaan obat-obatan. Dalam hal ini,

toksikologi mencakup pula disiplin ilmu lain seperti kimia analitik, farmakologi, biokimia dan

kimia kedokteran. Seorang ahli toksikologi forensik harus mempertimbangkan keadaan suatu

investigasi, khususnya adanya catatan mengenai gejala fisik, dan adanya bukti apapun yang

berhasil dikumpulkan dalam lokasi kriminal/kejahatan yang dapat mengerucutkan pencarian,

misalnya adanya barang bukti seperti botol obat-obatan, serbuk, residu jejak dan zat toksik

(bahan kimia) apapun yang ditemukan.

Ahli toksikologi forensik harus dapat menentukan senyawa toksik apa yang terdapat dalam

sampel, dalam konsentrasi berapa, dan efek yang mungkin terjadi akibat zat toksik tersebut

terhadap seseorang (korban). Dalam mengungkap kasus kejahatan lingkungan, toksikologi

forensik digunakan untuk memahami perilaku pencemar, mengapa dapat bersifat toksik terhadap

biota dan manusia, dan sejauhmana risikonya, serta mengidentifikasi sumber dan waktu

pelepasan suatu bahan pencemar.

Prinsip Dasar dalam Investigasi Toksikologi

Dalam menentukan jenis zat toksik yang menyebabkan keracunan, seringkali menjadi

rumit karena adanya proses yang secara alamiah terjadi dalam tubuh manusia. Jarang sekali

Page 2: Idk Toksikologi

suatu bahan kimia bertahan dalam bentuk asalnya di dalam tubuh. Bahan kimia, ketika

memasuki tubuh akan mengalami proses ADME, yaitu absorpsi, distribusi, metabolisme dan

ekskresi. Zat toksik juga kemungkinan dapat mengalami pengenceran dengan adanya proses

penyebaran ke seluruh tubuh sehingga sulit untuk terdeteksi.

Walaupun zat racun yang masuk dalam ukuran gram atau miligram, sampel yang

diinvestigasi dapat mengandung zat racun atau biomarkernya dalam ukuran mikrogram atau

nanogram, bahkan hingga pikogram. Zat toksik dapat berada dalam bentuk fisik (seperti radiasi),

kimiawi (seperti arsen, sianida) maupun biologis (bisa ular). Juga terdapat dalam beragam wujud

(cair, padat, gas). Beberapa zat toksik mudah diidentifikasi dari gejala yang ditimbulkannya, dan

banyak zat toksik cenderung menyamarkan diri.

Sulit untuk mengkategorisasi suatu bahan kimia sebagai aman atau beracun. Tidak mudah

untuk membedakan apakah suatu zat beracun atau tidak. Prinsip kunci dalam toksikologi ialah

hubungan dosis-respon/Efek. Kontak zat toksik (paparan) terhadap organisme/tubuh dapat

melalui jalur tertelan (ingesti), terhirup (inhalasi) atau terabsorpsi melalui kulit. Zat toksik

umumnya memasuki organisme/tubuh dalam dosis tunggal dan besar (akut), atau dosis rendah

namun terakumulasi hingga jangka waktu tertentu (kronis).

Page 3: Idk Toksikologi

NARKOBA

Definisi Narkoba

Narkoba (singkatan dari narkotika, psikotropika, dan bahan adiktif berbahaya lainnya)

adalah bahan atau zat yang bila dimasukkan dalam tubuh manusia, baik secara oral atau

diminum, dihirup, maupun disuntikkan dapat mengubah pikiran, suasana hati atau perasaan dan

perilaku seseorang. Narkoba dapat menimbulkan ketergantungan (adiksi) fisik dan psikologis.

Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik

sintetis maupun semi sintetis menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa

nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan (undang-undang No. 22 tahun 1997). Beberapa

yang termasuk jenis narkotika adalah :

Tanaman papaver, opium mentah, opium masak (candu, jicing, jicingko), opium,

morfin,kokain, ekgonina,tanaman ganja,dan damar ganja

Garam-garam dan turunan-turunan dari morfin dan kokain, serta campuran-campuran dan

sediaan-sediaan yang mengandung bahan tersebut di atas.

Psikotropika adalah obat atau zat baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika yang

berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan

perubahan pada aktivitas mental dan perilaku. Zat yang termasuk psikotropika antara lain sedatin

(pil BK), Rohypnoi, Magadon, Valium, Mandarax, Amfetamine, Fensiklidin, Metakualon,

Metilfenidat, Fenobarbital, Flunitrazepam, Ekstasi, shabu-shabu, LSD (Lycergic Alis

Diethylamide), dan lain-lain.

Bahan adiktif berbahaya lainnya adalah bahan-bahan alamiah, semi sintetis maupun

sintetis yang dapat dipakai sebagai pengganti morfin atau kokain yang dapat mengganggu sistim

saraf pusat seperti : Alkohol yang mengandung ethyl etanol, inhalen/sniffing (bahan pelarut)

berupa zat organik (karbon) yang menghasilkan efek yang sama dengan yang dihasilkan oleh

minuman yang beralkohol atau obat anastetik jika aromanya dihisap, contoh : lem/perekat,

aseton, ether, dan lain-lain.

Jenis- Jenis Narkoba

Macam-macam Narkoba antara lain:

1. Narkotika

Page 4: Idk Toksikologi

Istilah narkotika yang dikenal di Indonesia berasal dari bahasa Inggris “Narcotics“ yang

berarti obat bius, yang sama artinya dengan kata “Narcosis” dalam bahasa Yunani yang berarti

menidurkan atau membiuskan. Pengertian narkotika secara umum adalah suatu zat yang dapat

menimbulkan perubahan perasaan, suasana pengamatan atau penglihatan karena zat tersebut

mempengaruhi susunan saraf pusat.

Menurut proses pembuatannya berasal dari alam, semi sintetik dan sintetik dengan uraian

sebagai berikut :

a. Narkotika alam terdiri dari :

1) Opium

Diperoleh dari buah tanaman Papaver Somniferum yang getahnya bila dikeringkan

akan menjadi opium mentah. Efek samping yang ditimbulkan (dari yuda) :

a. Mengalami pelambatan dan kekacauan pada saat berbicara

b. Kerusakan penglihatan pada malam hari

c. Mengalami kerusakan pada liver dan ginjal

d. Peningkatan resiko terkena virus HIV dan hepatitis dan penyakit infeksi lainnya

melalui jarum suntik dan penurunan hasrat dalam hubungan sex

e. Kebingungan dalam identitas seksual

f. Kematian karena overdosis

Gejala intoksitasi (keracunan) opium : konstraksi pupil (atau dilatasi pupil karena

anoksia akibat overdosis berat) dan satu atau lebih tanda berikut, yang

berkembang selama atau segera setelah pemakaian opium, yaitu:

a. Mengantuk atau koma bicara cadel

b. Gangguan atensi atau daya ingat

c. Perilaku maladaptif atau perubahan psikologis yang bermakna secara klinis

misalnya:

o Euforia awal diikuti oleh apatis

o Disforia

o Agitasi atau retardasi psikomotor

o Gangguan pertimbangaan

o Gangguan fungsi sosial atau pekerjaan yang berkembang selama atau segera

setelah pemakaian opium

Page 5: Idk Toksikologi

Seseorang dengan ketergantungan opium jarang meninggal akibat putus opium, kecuali

orang tersebut memiliki penyakit fisik dasar yang parah, seperti penyakit jantung. Gejala

residual seperti insomnia, bradikardia, disregulasi temperatur, dan kecanduan opiat mungkin

menetap selama sebulan setelah putus zat. Pada tiap waktu selama sindroma abstinensi, suatu

suntikan tunggal morfin atau heroin menghilangkan semua gejala. Gejala penyerta putus

opioid adalah kegelisahan, iritabilitas, depresi, tremor, kelemahan, mual, dan muntah.

Turunan opium (opiat) yang sering disalahgunakan, adalah candu, morfin, heroin, codein,

demerol, methadone, kokain.

2) Kokain

Diperoleh dari daun tumbuhan Erythroxylon Coca dalam peredaran mempunyai efek

stimulansia yang disebut kokain. Gejala intoksitasi kokain, antara lain :

Agitasi iritabilitas gangguan dalam pertimbangan perilaku seksual yang

impulsif

Kemungkinan berbahaya agresi peningkatan aktivitas psikomotor : takikardia,

hipertensi, midriasis

Gejala putus zat kokain antara lain :

Setelah menghentikan pemakaian kokain atau setelah intoksikasi akut terjadi

depresi pascaintoksikasi (crash) yang ditandai dengan disforia, anhedonia,

kecemasan, iritabilitas, kelelahan, hipersomnolensi, kadang-kadang agitasi. Pada

pemakaian kokain ringan sampai sedang, gejala putus kokain menghilang dalam 18

jam. Pada pemakaian berat, gejala putus kokain bisa berlangsung sampai satu

minggu, dan mencapai puncaknya pada dua sampai empat hari. Gejala putus kokain

juga dapat disertai dengan kecenderungan untuk bunuh diri. Orang yang mengalami

putus kokain seringkali berusaha mengobati sendiri gejalanya dengan alkohol, sedatif,

hipnotik, atau obat antiensietas seperti diazepam (valium).

3) Canabis

Diperoleh dari tanaman Perdu Cannabis sativa (ganja) yang mengandung tanaman

aktif yang bersifat adiktif.

b. Narkotika semi sintetik

Page 6: Idk Toksikologi

Dibuat dari alkaloid opium yang mempunyai inti Phenanthren dan diproses secara

kimiawi menjadi suatu bahan obat yang berkhasiat sebagai narkotik, contoh : Heroin,

Codein, Oxymorphon, dan lain-lain.

c. Narkotika Sintetik

Dibuat dengan suatu proses kimia dengan menggunakan bahan baku kimia

sehingga diperoleh suatu hasil baru yang mempunyai efek narkotik, contoh : Petidine,

Nisentil, Leritine, dan lain-lain.

Penggolongan Narkotika menurut undang-undang RI No. 22 Tahun 1997 adalah :

berdasarkan pasal 2 ayat (2) UU No.22 Tahun 1997 tentang narkotika, narkotika digolongkan

menjadi 3 yaitu narkotika golongan I, narkotika golongan II, dan narkotika golongan III.

a. Narkotika golongan I

Adalah narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu

pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi

mengakibatkan ketergantungan. Beberapa narkotika yang termasuk dalam golongan I

misalnya tanaman Papaver somniferum L, Opium, tanaman koka (daun koka, kokain

merah), heroin, morfin, dan ganja.

b. Narkotika golongan II

Adalah narkotika yang berkhasiat untuk pengobatan yang digunakan sebagai

pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan

ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan.

Beberapa narkotika yang termasuk kedalam golongan II, misalnya Alfasetilmetadol,

Benzetidin, Betametadol.

c. Narkotika golongan III

Narkotika golongan III adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak

digunakan dalam terapi dan atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai

potensi ringan mengakibatkan ketergantungan. Beberapa narkotika yang termasuk ke dalam

golongan III misalnya Asetildihidrokodeina, Dokstropropoksifena, Dihidroko-deina, Etilmorfin,

dan lain-lain. Narkotika untuk pengobatan, terdiri dari opium obat, codein, petidin, fenobarbital.

2. Psikotropika

Page 7: Idk Toksikologi

Selain jenis narkotika, di berbagai penjuru dunia terdapat obat-obatan yang bukan

Narkotika tetapi mempunyai efek dan bahaya yang sama dengan Narkotika yang disebut dengan

istilah psikotropika. Psikotropika didefinisikan sebagai zat atau obat bukan narkotik tetapi

berkhasiat psikoaktif berupa perubahan aktifitas mental atau tingkah laku melalui pengaruhnya

pada susunan syaraf pusat serta dapat menyebabkan efek ketergantungan. Dalam artian lain

psikotropika atau obat adalah setiap zat yang jika masuk organisme hidup dapat mengadakan

atau menyebabkan perubahan atau mempengaruhi hidup. Psikotropika dibedakan menjadi 4

golongan yaitu :

a. Psikotropika Golongan I

Adalah psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak

digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi amat kuat mengakibatkan sindroma

ketergantungan, contoh : LSD, MDMA, dan Masealin.

b. Psikotropika Golongan II

Adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan dalam terapi, dan

atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan

sindroma ketergantungan, contoh : amfetamin.

c. Psikotropika Golongan III

Adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan

atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan

sindroma ketergantungan, contoh : kelompok hipnotik Sedatif (Barbiturat).

d. Psikotropika Golongan IV

Adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi

dan atauuntuktujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan

sindroma ketergantungan, contoh : Diazepam, Nitrazepam. Pengaruh penggunaan

psikotropika terhadap susunan syaraf pusat dapat dikelompokkan menjadi :

1. Depressant, yaitu yang bekerja mengendorkan atau mengurangi aktivitas susunan

syaraf pusat, contohnya antara lain : Sedatin (Pil BK), Rohypnol, Megadon,

Valium, Mandrax.

2. Stimulant, yaitu yang bekerja mengaktifkan kerja susunan syaraf pusat, contohnya

: Amphetamine dan turunannya (Ecstacy).

Page 8: Idk Toksikologi

3. Halusinogen, yaitu yang bekerja menimbulkan rasa perasaan halusinasi atau

khayalan, contoh : Lysergid Acid Diethylamide (LSD).

3. Bahan Berbahaya

Bahan berbahaya yaitu bahan kimia meledak, mudah menyala atau terbakar, oksidator,

reduktor, racun korosif, timbulkan iritasi, sentilasi luka dan nyeri, timbulkan bahaya elektronik,

karsiogenik, teratogenik mutagenik, etiologik atau biomedik. Bahan berbahaya diklasifikasikan

dalam 4 (empat) kelas, yaitu :

a. Kelas 1 : Dapat menimbulkan bahaya yang fatal dan luas secara langsung dan tidak

langsung, karena sulit penanganan dan pengamanannya, contoh: Pestisida, DDT dan lain-

lain.

b. Kelas 2 : Bahan yang sangat mudah meledak karena gangguan mekanik, contoh :

minuman keras, spritus, bensin dan lain-lain.

c. Kelas 3 : Bahan yang bersifat karsinogenik dan mutagenik, contoh : zat pewarna, atau

pemanis makanan dan lain-lain.

d. Kelas 4 : Bahan korosif sedang dan lemah, contoh : kosmetik dan alat kesehatan.

Jenis Minuman Keras dibagi menjadi 3 Golongan :

a. Golongan A : minuman keras yang berkadar ethanol 1% -5%, contohnya : bir bintang,

green sand dan lain-lain.

b. Golongan B : minuman keras yang berkadar ethanol 5% -20%, contohnya : anggur

malaga dan lain-lain.

c. Golongan C : minuman keras yang berkadar ethanol 20% -50%, contohnya: brandy,

wisky, jenever dan lain-lain.

Efek Toksik Narkoba

Dalam menginterpretasikan hasil temuannya seorang toksikologi forensik harus mengulas

kembali efek toksik dan farmakologi yang ditimbulkan oleh analit, baik efek tunggal dari opiate

dan benzodiazepin maupun efek kombinasi yang ditimbulkan dalam pemakaian bersama antara

opiat dan benzodiazepin. Mengacu informasi konsentrasi toksik (“lethal concentration”) dapat

diduga penyebab kematian dari korban.

Page 9: Idk Toksikologi

Guna mengetahui obat apa yang telah dikonsumsi oleh korban, berdasarkan hasil analisis

dan alur metabolisme dari suatu senyawa obat, seorang toksikolog forensik akan merunut balik

apa yang telah dikonsumsi korban.

Pemeriksaan Barang Bukti Mati Pada Kasus Pemakaian Narkoba

Efek toksik yang ditimbulkan oleh pemakaian heroin adalah depresi saluran pernafasan.

Keracunan oleh heroin ditandai dengan adanya udema paru-paru. Sedangkan pemakaian

diazepam secara bersamaan akan meningkatkan efek heroin dalam penekanan sistem pernafasan.

Hal ini akan mempercepat kematian.

Pemeriksaan di darah dan urin akan ditemukan morfin dan kodein baik dalam bentuk

bebas maupun terikat dengan glukuronidnya namun di urin terdeteksi juga 6-asetilmorfin. Heroin

di dalam tubuh dalam waktu yang sangat singkat akan termetabilisme menjadi 6-asetilmorfin,

dan kemudian membentuk morfin. Morfin akan terkonjugasi menjadi morfin-glukuronidanya.3

Kemudian dalam pemakaian diazepam, pada pemeriksaan dalam tubuh diazepam akan

termetabolisme melalui N-demitelasi membentuk desmitldiazepam (nordazepam) dan kemudian

akan terhidrolisis membentuk oksazepam, sebagaian kecil akan termetabolisme membentuk

temazepam.

Penyelidikan pada kasus kematian akibat pemakaian narkoba memerlukan kerja sama

dalam satu tim yang terdiri dari kepolisian (penyidik), ahli forensic, psikiater maupun ahli

toksikologi. Pertanyaan–pertanyaan yang sering muncul sehubungan dengan hal di atas meliputi

apakah kejadian tersebut merupakaan kesengajaan (bunuh diri), kecelakaan, ataupun

kemungkianan pembunuhan? jenis obat apakah yang digunakan? Melalui cara bagaimanakah

pemakaian obat tersebut? Adakah hubungan antara waktu pemakaian dengan saat kematian?

Apakah korban baru pertama kali memakai, atau sudah beberapa kali memakai, ataupun sudah

merupakan pecandu berat? Adakah riwayat alergi terhadap obat tersebut? Apakah jenis narkoba

yang digunakan memprovokasi penyakit- penyakit yang mungkin sudah ada pada korban?

Apakah mungkin penyakit tersebut terlibat sehubungan dengan kematian korban? Ringkasnya,

penyidikan terhadap kasus narkoba meliputi 4 aspek, yaitu : 3

1. TKP (Tempat Kejadian Perkara).

2. Riwayat korban.

3. Otopsi.

Page 10: Idk Toksikologi

4. Pemeriksaan Toksikologi

Dalam kaitannya dengan TKP, dapat ditemukan bukti- bukti adanya pemakaian narkoba.

Semua pakaian maupun perhiasan dan juga barang bukti narkoba yang ditemukan di TKP harus

diperiksa dan dianalisa lebih lanjut. Riwayat dari korban yang perlu digali meliputi riwayat

pemakaian narkoba yang bisa didapatkan melalui catatan kepolisian, informasi dari keluarga,

teman, maupun saksi- saksi yang berkaitan dengan informasi penggunaan narkoba (Tedeschi,

1977).

Otopsi dikonsentrasikan pada pemeriksaan luar dan dalam dan juga pada pengumpulan

sampel yang adekuat untuk pemerikasaan toksikologi. Biasanya temuan yang paling sering

didapatkan pada pemeriksaan luar adalah busa yang berasal dari hidung dan mulut. Hal ini

merupakan karakteristik kematian yang disebabkan oleh pemakaian narkoba meskipun tidak

bersifat diagnostik, karena pada kasus tenggelam, asfiksia, maupun gagal jantung dapat juga

ditemukan tanda kematian di atas. Selain itu pada pemeriksaan luar dapat juga ditemukan bekas

penyuntikan maupun sayatan- sayatan di kulit yang khas pada pemakaian narkoba. Pada

pemeriksaan dalam, penyebab kematian harus digali dengan cara mencari tanda- tanda dari

komplikasi akibat pemakaian narkoba. Pembukaan cavum pleura dan jantung dibarengi dengan

mengguyur air untuk melihat adanya pneumothoraks, maupun emboli udara. Pada pemeriksaan

paru, biasanya didapatkan paru membesar sebagai akibat adanya edema dan kongesti. Pada

pemeriksaan getah lambung jarang didapatkan bahan – bahan narkoba yang masih utuh tetapi

warna dari cairan lambung daapt memberi petunjuk mengenai jenis narkoba yang dikonsumsi.

Saluran pencernaan harus diperiksa secara keseluruhan untuk mencari bukti adanya usaha –

usaha penyelundupan narkoba.

Pemeriksaan makroskopis meliputi pemeriksaan kulit dan vena pada daerah- daerah yang

dicurigai merupakn tempat suntikan. Penilaian mengenai adanya perdarahan, peradangan, benda-

benda asing, dan tingkat ketebalan vena akan dapat memberikan informasi mengenai berapa

lama telah dilakukan kebiasaan menyuntik.

Ahli toksikologi perlu mendapatkan riwayat paling lengkap dan berbagai macam barang bukti

untuk dilakukan pemeriksaan. Jaringan dan cairan tubuh yang diperiksa meliputi hepar, ginjal,

paru, otak, getah lambung, urine, darah, dan cairan empedu. .Cairan empedu dan urine secara

khusus sangat penting pada kasus- kasus kematian akibat pemakaian opiate. Rambut dan kuku

kadang- kadang perlu diperiksa untuk pemeriksaan toksikologi lain. Usapan mukosa hidung

Page 11: Idk Toksikologi

kadang- kadang dapat menunjukkan bekas hisapan pada pemakaian kokain maupun heroin

(Knight, 1996).

Pemeriksaan Pada Kematian Akibat Pemakaian Opioid (Morfin atau Heroin)

A. Pemeriksaan luar

Tanda- tanda yang khas sukar didapat, namun masih ada beberapa petunjuk yang dapat

dipakai sebagai acuan membuat kesimpulan sebab kematian.

1. Needle marks

Lokasi : fossa ante cubiti, lengan atas, dan punggung tangan dan kaki. Tempat lain adalah

leher, dibawah lidah, perineal, dan pada perempuan disekitar papilla mamae. Needle

marks yang masih baru sering disertai tanda- tanda perdarahan sub kutan, perivenous,

yaitu kalau dipencet akan keluar cairan serum atau darah. Pada kasus ketagihan, banyak

terdapat bekas suntikan yang lama berupa jaringan parut titik- titik sepanjang lintasan

vena dan disebut “intravenous mainline tracks”. Kadang – kadang untuk menyamarkan

needle marks itu ditutup dengan gambaran tattoase. Juga dapat ditemukan abses,

granuloma atau ulkus, yang mana cara ini sering didapatkan pada korban yang

melakukannya dengan cara suntikan subkutan. Dengan demikian efek toksikologinya

diperlama, artinya efek kenikmatannya menjadi lebih tahan lama. Pada mereka inilah

sering diketemukan adanya tanda- tanda abses dan lain sebagainya. Bagaimana kalau

tidak terdapat tanda bekas suntikan? Bisa saja hal ini terjadi, sebab mungkin sekali

korban menggunakan cara lain, misalnya denngan menghirup bau morfin, atau merokok

dengan campuran heroin. Oleh karena itu dalam pemeriksaan toksikologi perlu diambil

sediaan usap ingus (nasal swab).

2. Hipertrofi kelenjar getah bening regional.

Pada korban yang sering menyuntik lengannya maka sering terdapat hipertrofi kelenjar

getah bening di regio aksiler.Hal ini merupakan ‘Drain phenomenon’. Biasanya karena

jarum suntikannya tidak steril. Dengan pemeriksaan PA tampak hipertrofi dan

hyperplasia limfositik.

3. Gelembung-gelembung pada kulit

Page 12: Idk Toksikologi

Sering terdapat pada telapak tangan/kaki, dan hal ini sering dilakukan untuk suntikan

dalam jumlah besar (overdosis). Harus dibedakan dengan intoksikasi gas CO dan

barbiturate.

4. Tanda mati lemas

Keluarnya busa putih dan halus dari lubang hidung dan mulut yang makin lama tampak

kemerahan karena adanya proses autolisis. Tanda ini dianggap sebagai tanda terjadinya

edema pulmonum. Juga terdapat tanda sianosis pada muka, kuku, ujung-ujung jari, dan

bibir. Juga ada tanda perdarahan (bintik-bintik perdarahan) pada kelopak mata. Bahkan

pada keracunan dengan membau dapat ditemukan perforasi pada septum nasi.

B. Pemeriksaan Dalam Paru-paru

1. Perubahan akut : Mulai saat suntikan terakhir sampai dengan saat kematian. Adapun

perubahan awal yang terjadi adalah :

a) Dari 0 sampai 3 jam. Hanya terdapat edema dan kongesti sel-sel mononuclear atau

makrofag pada dinding alveoli. PA : Paru-paru tampak voluminous, kadang-kadang

bagian posterior lebih padat sehingga tak ada krepitasi. Bagian anterior tampak ada

emfisema yang difus dengan terdapat benda-benda asing yang terisap di dalam

bronkus. Tampak ada kongesti, edema dengan sel-sel mononuclear dalam alveoli.

b) Dari 3 sampai 12 jam pertama. Terdapat narcotic lungs (siegel). Tanda ini amat

bermakna ( 25 % kasus). Secara makroskopis tampak paru sangat mngembang (over

inflated). Trakea tertutup busa halus. Pada permukaan paru-paru dan penampangnya

tampak gambaran lobuler akibat adanya bermacam-macam tingkat aerasi (atelaksi

adalah aerasi yang normal, amat mengembang, dan emfisma), kongesti, dan terdapat

perdarahan di beberapa tempat terutama di bagian belakang dan bawah (posterior dan

inferior). Secara PA, tampak sel-sel makrofag, perdarahan alveolar, intrabronkhiolar,

subpleural, dan sel-sel polimorfonuklear. Dapat ditemukan juga aspirat di daalm

traktus respiratorius. Sering berupa susu, karena susu sering dianggap antidotum

opiate.

c) Dari 12 sampai 24 jam. Proses pneumoniasis tampak lebih rata, tampak sel-sel PMN.

Sedangkan proses lanjut yang dapat terjadi adalah apabila interval > 24 jam. Akan

tampak pneumonia lobularis diffusa, tampak kecoklatan dan granula.

Page 13: Idk Toksikologi

2. Perubahan kronis.

Terdapat perubahan berupa pneumonia granulosis vascular. Akibat tanda adanya reaksi

talk (magnesium silikat, filter untuk natkotika). Talk ini juga dapat masuk bersama

narkotik saat disuntikkan. Kristal-kristal ini dapat dilihat dengan mikroskop polarisasi,

berwarna putih, bening atau kekuningan, dan terdapat garis refraksi. Granuloma-

granuloma ini bisa dilihat dalam vascular, perivascular, atau di dalam alveolus.

C. Pemeriksaan Hati

Perubahan ini nampak lebih jelas pada korban yang sudah lama menyandu. Terdapat

pengumpulan limfosit, sel-sel PMN, dan beberapa sel-sel narkotika. Juga nampak fibrosis

jaringan, dan adanya sel-sel ductus biliaris yang mengalami proliferasi. Terdapat 4 kelainan :

1. Hepatitis agresif kronika : tandanya ada pembentukan septa.

2. Hepatitis persisten kronika : adanya infiltrasi sel radang didaerah portal

3. Hepatitis reaktif kronika.

4. Perlemakan hati.

D. Getah Bening

Lokasi pemeriksaan terutama di daerah portal hepatic, yaitu di sekitar kaput pankreas

dan duktus kholedocus. Makin berat menyandunya, makin banyak kelainannya.

a. Makroskopis : tampak pembesaran

b. Mikroskopis : tampak adanya hyperplasia dan hipertropi limfosit.

E. Pemeriksaan toksikologi

1. Urin, cairan empedu, dan jaringan temapt suntikan.

2. Darah dan isi lambung, diperiksa bila keracunanya peroral.

3. Nasal swab, kalau diperkirakan melalui cara membau dan menghirup

4. Barang bukti lainnya.

1. Direktorat Remaja dan Perlindungan Hak-Hak Reproduksi BKKBN Depkes. 2003.

Informasi Kesehatan Remaja. : Jakarta,.

2. Knight, B., 1996, Forensic Pathology, Oxford University Press Inc., New York.

Page 14: Idk Toksikologi

3. Tedeschi, E., 1977, Forensic Medicine, Vol II, W B Saunders Company, West Washington

Squartz, Philadelphia.