Download - Idk Toksikologi
TOKSIKOLOGI
Definisi dan Peran Toksikologi Forensik
Toksikologi (berasal dari kata Yunani, toxicos dan logos) merupakan studi mengenai
perilaku dan efek yang merugikan dari suatu zat terhadap organisme/mahluk hidup. Toksikologi
merupakan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan sumber, karakteristik dan kandungan racun,
gejala dan tanda yang disebabkan racun, dosis fatal, periode fatal, dan penatalaksanaan kasus
keracunan. Periode fatal merupakan selang waktu antara masuknya racun dalam dosis fatal rata-
rata sampai menyebabkan kematian pada rata-rata orang sehat.
Dalam berbagai kepustakaan, terdapat berbagai pengertian tentang keracunan (poisoning)
dan intoksikasi. Beberapa kepustakaan menyatakan pengertian keracunan dan intoksikasi
berbeda, dimana keracunan dinyatakan sebagai over dosis yang mempunyai efek sentral
sedangkan intoksikasi merupakan over dosis yang bersifat umum baik sentral maupun perifer.
Namun kepustakaan lain menyatakan keracunan dan intoksikasi memiliki pengertian yang sama.
Toksikologi forensik merupakan penerapan toksikologi untuk membantu investigasi
medikolegal dalam kasus kematian, keracunan maupun penggunaan obat-obatan. Dalam hal ini,
toksikologi mencakup pula disiplin ilmu lain seperti kimia analitik, farmakologi, biokimia dan
kimia kedokteran. Seorang ahli toksikologi forensik harus mempertimbangkan keadaan suatu
investigasi, khususnya adanya catatan mengenai gejala fisik, dan adanya bukti apapun yang
berhasil dikumpulkan dalam lokasi kriminal/kejahatan yang dapat mengerucutkan pencarian,
misalnya adanya barang bukti seperti botol obat-obatan, serbuk, residu jejak dan zat toksik
(bahan kimia) apapun yang ditemukan.
Ahli toksikologi forensik harus dapat menentukan senyawa toksik apa yang terdapat dalam
sampel, dalam konsentrasi berapa, dan efek yang mungkin terjadi akibat zat toksik tersebut
terhadap seseorang (korban). Dalam mengungkap kasus kejahatan lingkungan, toksikologi
forensik digunakan untuk memahami perilaku pencemar, mengapa dapat bersifat toksik terhadap
biota dan manusia, dan sejauhmana risikonya, serta mengidentifikasi sumber dan waktu
pelepasan suatu bahan pencemar.
Prinsip Dasar dalam Investigasi Toksikologi
Dalam menentukan jenis zat toksik yang menyebabkan keracunan, seringkali menjadi
rumit karena adanya proses yang secara alamiah terjadi dalam tubuh manusia. Jarang sekali
suatu bahan kimia bertahan dalam bentuk asalnya di dalam tubuh. Bahan kimia, ketika
memasuki tubuh akan mengalami proses ADME, yaitu absorpsi, distribusi, metabolisme dan
ekskresi. Zat toksik juga kemungkinan dapat mengalami pengenceran dengan adanya proses
penyebaran ke seluruh tubuh sehingga sulit untuk terdeteksi.
Walaupun zat racun yang masuk dalam ukuran gram atau miligram, sampel yang
diinvestigasi dapat mengandung zat racun atau biomarkernya dalam ukuran mikrogram atau
nanogram, bahkan hingga pikogram. Zat toksik dapat berada dalam bentuk fisik (seperti radiasi),
kimiawi (seperti arsen, sianida) maupun biologis (bisa ular). Juga terdapat dalam beragam wujud
(cair, padat, gas). Beberapa zat toksik mudah diidentifikasi dari gejala yang ditimbulkannya, dan
banyak zat toksik cenderung menyamarkan diri.
Sulit untuk mengkategorisasi suatu bahan kimia sebagai aman atau beracun. Tidak mudah
untuk membedakan apakah suatu zat beracun atau tidak. Prinsip kunci dalam toksikologi ialah
hubungan dosis-respon/Efek. Kontak zat toksik (paparan) terhadap organisme/tubuh dapat
melalui jalur tertelan (ingesti), terhirup (inhalasi) atau terabsorpsi melalui kulit. Zat toksik
umumnya memasuki organisme/tubuh dalam dosis tunggal dan besar (akut), atau dosis rendah
namun terakumulasi hingga jangka waktu tertentu (kronis).
NARKOBA
Definisi Narkoba
Narkoba (singkatan dari narkotika, psikotropika, dan bahan adiktif berbahaya lainnya)
adalah bahan atau zat yang bila dimasukkan dalam tubuh manusia, baik secara oral atau
diminum, dihirup, maupun disuntikkan dapat mengubah pikiran, suasana hati atau perasaan dan
perilaku seseorang. Narkoba dapat menimbulkan ketergantungan (adiksi) fisik dan psikologis.
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik
sintetis maupun semi sintetis menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa
nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan (undang-undang No. 22 tahun 1997). Beberapa
yang termasuk jenis narkotika adalah :
Tanaman papaver, opium mentah, opium masak (candu, jicing, jicingko), opium,
morfin,kokain, ekgonina,tanaman ganja,dan damar ganja
Garam-garam dan turunan-turunan dari morfin dan kokain, serta campuran-campuran dan
sediaan-sediaan yang mengandung bahan tersebut di atas.
Psikotropika adalah obat atau zat baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika yang
berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan
perubahan pada aktivitas mental dan perilaku. Zat yang termasuk psikotropika antara lain sedatin
(pil BK), Rohypnoi, Magadon, Valium, Mandarax, Amfetamine, Fensiklidin, Metakualon,
Metilfenidat, Fenobarbital, Flunitrazepam, Ekstasi, shabu-shabu, LSD (Lycergic Alis
Diethylamide), dan lain-lain.
Bahan adiktif berbahaya lainnya adalah bahan-bahan alamiah, semi sintetis maupun
sintetis yang dapat dipakai sebagai pengganti morfin atau kokain yang dapat mengganggu sistim
saraf pusat seperti : Alkohol yang mengandung ethyl etanol, inhalen/sniffing (bahan pelarut)
berupa zat organik (karbon) yang menghasilkan efek yang sama dengan yang dihasilkan oleh
minuman yang beralkohol atau obat anastetik jika aromanya dihisap, contoh : lem/perekat,
aseton, ether, dan lain-lain.
Jenis- Jenis Narkoba
Macam-macam Narkoba antara lain:
1. Narkotika
Istilah narkotika yang dikenal di Indonesia berasal dari bahasa Inggris “Narcotics“ yang
berarti obat bius, yang sama artinya dengan kata “Narcosis” dalam bahasa Yunani yang berarti
menidurkan atau membiuskan. Pengertian narkotika secara umum adalah suatu zat yang dapat
menimbulkan perubahan perasaan, suasana pengamatan atau penglihatan karena zat tersebut
mempengaruhi susunan saraf pusat.
Menurut proses pembuatannya berasal dari alam, semi sintetik dan sintetik dengan uraian
sebagai berikut :
a. Narkotika alam terdiri dari :
1) Opium
Diperoleh dari buah tanaman Papaver Somniferum yang getahnya bila dikeringkan
akan menjadi opium mentah. Efek samping yang ditimbulkan (dari yuda) :
a. Mengalami pelambatan dan kekacauan pada saat berbicara
b. Kerusakan penglihatan pada malam hari
c. Mengalami kerusakan pada liver dan ginjal
d. Peningkatan resiko terkena virus HIV dan hepatitis dan penyakit infeksi lainnya
melalui jarum suntik dan penurunan hasrat dalam hubungan sex
e. Kebingungan dalam identitas seksual
f. Kematian karena overdosis
Gejala intoksitasi (keracunan) opium : konstraksi pupil (atau dilatasi pupil karena
anoksia akibat overdosis berat) dan satu atau lebih tanda berikut, yang
berkembang selama atau segera setelah pemakaian opium, yaitu:
a. Mengantuk atau koma bicara cadel
b. Gangguan atensi atau daya ingat
c. Perilaku maladaptif atau perubahan psikologis yang bermakna secara klinis
misalnya:
o Euforia awal diikuti oleh apatis
o Disforia
o Agitasi atau retardasi psikomotor
o Gangguan pertimbangaan
o Gangguan fungsi sosial atau pekerjaan yang berkembang selama atau segera
setelah pemakaian opium
Seseorang dengan ketergantungan opium jarang meninggal akibat putus opium, kecuali
orang tersebut memiliki penyakit fisik dasar yang parah, seperti penyakit jantung. Gejala
residual seperti insomnia, bradikardia, disregulasi temperatur, dan kecanduan opiat mungkin
menetap selama sebulan setelah putus zat. Pada tiap waktu selama sindroma abstinensi, suatu
suntikan tunggal morfin atau heroin menghilangkan semua gejala. Gejala penyerta putus
opioid adalah kegelisahan, iritabilitas, depresi, tremor, kelemahan, mual, dan muntah.
Turunan opium (opiat) yang sering disalahgunakan, adalah candu, morfin, heroin, codein,
demerol, methadone, kokain.
2) Kokain
Diperoleh dari daun tumbuhan Erythroxylon Coca dalam peredaran mempunyai efek
stimulansia yang disebut kokain. Gejala intoksitasi kokain, antara lain :
Agitasi iritabilitas gangguan dalam pertimbangan perilaku seksual yang
impulsif
Kemungkinan berbahaya agresi peningkatan aktivitas psikomotor : takikardia,
hipertensi, midriasis
Gejala putus zat kokain antara lain :
Setelah menghentikan pemakaian kokain atau setelah intoksikasi akut terjadi
depresi pascaintoksikasi (crash) yang ditandai dengan disforia, anhedonia,
kecemasan, iritabilitas, kelelahan, hipersomnolensi, kadang-kadang agitasi. Pada
pemakaian kokain ringan sampai sedang, gejala putus kokain menghilang dalam 18
jam. Pada pemakaian berat, gejala putus kokain bisa berlangsung sampai satu
minggu, dan mencapai puncaknya pada dua sampai empat hari. Gejala putus kokain
juga dapat disertai dengan kecenderungan untuk bunuh diri. Orang yang mengalami
putus kokain seringkali berusaha mengobati sendiri gejalanya dengan alkohol, sedatif,
hipnotik, atau obat antiensietas seperti diazepam (valium).
3) Canabis
Diperoleh dari tanaman Perdu Cannabis sativa (ganja) yang mengandung tanaman
aktif yang bersifat adiktif.
b. Narkotika semi sintetik
Dibuat dari alkaloid opium yang mempunyai inti Phenanthren dan diproses secara
kimiawi menjadi suatu bahan obat yang berkhasiat sebagai narkotik, contoh : Heroin,
Codein, Oxymorphon, dan lain-lain.
c. Narkotika Sintetik
Dibuat dengan suatu proses kimia dengan menggunakan bahan baku kimia
sehingga diperoleh suatu hasil baru yang mempunyai efek narkotik, contoh : Petidine,
Nisentil, Leritine, dan lain-lain.
Penggolongan Narkotika menurut undang-undang RI No. 22 Tahun 1997 adalah :
berdasarkan pasal 2 ayat (2) UU No.22 Tahun 1997 tentang narkotika, narkotika digolongkan
menjadi 3 yaitu narkotika golongan I, narkotika golongan II, dan narkotika golongan III.
a. Narkotika golongan I
Adalah narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu
pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi
mengakibatkan ketergantungan. Beberapa narkotika yang termasuk dalam golongan I
misalnya tanaman Papaver somniferum L, Opium, tanaman koka (daun koka, kokain
merah), heroin, morfin, dan ganja.
b. Narkotika golongan II
Adalah narkotika yang berkhasiat untuk pengobatan yang digunakan sebagai
pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan
ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan.
Beberapa narkotika yang termasuk kedalam golongan II, misalnya Alfasetilmetadol,
Benzetidin, Betametadol.
c. Narkotika golongan III
Narkotika golongan III adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak
digunakan dalam terapi dan atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai
potensi ringan mengakibatkan ketergantungan. Beberapa narkotika yang termasuk ke dalam
golongan III misalnya Asetildihidrokodeina, Dokstropropoksifena, Dihidroko-deina, Etilmorfin,
dan lain-lain. Narkotika untuk pengobatan, terdiri dari opium obat, codein, petidin, fenobarbital.
2. Psikotropika
Selain jenis narkotika, di berbagai penjuru dunia terdapat obat-obatan yang bukan
Narkotika tetapi mempunyai efek dan bahaya yang sama dengan Narkotika yang disebut dengan
istilah psikotropika. Psikotropika didefinisikan sebagai zat atau obat bukan narkotik tetapi
berkhasiat psikoaktif berupa perubahan aktifitas mental atau tingkah laku melalui pengaruhnya
pada susunan syaraf pusat serta dapat menyebabkan efek ketergantungan. Dalam artian lain
psikotropika atau obat adalah setiap zat yang jika masuk organisme hidup dapat mengadakan
atau menyebabkan perubahan atau mempengaruhi hidup. Psikotropika dibedakan menjadi 4
golongan yaitu :
a. Psikotropika Golongan I
Adalah psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak
digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi amat kuat mengakibatkan sindroma
ketergantungan, contoh : LSD, MDMA, dan Masealin.
b. Psikotropika Golongan II
Adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan dalam terapi, dan
atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan
sindroma ketergantungan, contoh : amfetamin.
c. Psikotropika Golongan III
Adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan
atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan
sindroma ketergantungan, contoh : kelompok hipnotik Sedatif (Barbiturat).
d. Psikotropika Golongan IV
Adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi
dan atauuntuktujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan
sindroma ketergantungan, contoh : Diazepam, Nitrazepam. Pengaruh penggunaan
psikotropika terhadap susunan syaraf pusat dapat dikelompokkan menjadi :
1. Depressant, yaitu yang bekerja mengendorkan atau mengurangi aktivitas susunan
syaraf pusat, contohnya antara lain : Sedatin (Pil BK), Rohypnol, Megadon,
Valium, Mandrax.
2. Stimulant, yaitu yang bekerja mengaktifkan kerja susunan syaraf pusat, contohnya
: Amphetamine dan turunannya (Ecstacy).
3. Halusinogen, yaitu yang bekerja menimbulkan rasa perasaan halusinasi atau
khayalan, contoh : Lysergid Acid Diethylamide (LSD).
3. Bahan Berbahaya
Bahan berbahaya yaitu bahan kimia meledak, mudah menyala atau terbakar, oksidator,
reduktor, racun korosif, timbulkan iritasi, sentilasi luka dan nyeri, timbulkan bahaya elektronik,
karsiogenik, teratogenik mutagenik, etiologik atau biomedik. Bahan berbahaya diklasifikasikan
dalam 4 (empat) kelas, yaitu :
a. Kelas 1 : Dapat menimbulkan bahaya yang fatal dan luas secara langsung dan tidak
langsung, karena sulit penanganan dan pengamanannya, contoh: Pestisida, DDT dan lain-
lain.
b. Kelas 2 : Bahan yang sangat mudah meledak karena gangguan mekanik, contoh :
minuman keras, spritus, bensin dan lain-lain.
c. Kelas 3 : Bahan yang bersifat karsinogenik dan mutagenik, contoh : zat pewarna, atau
pemanis makanan dan lain-lain.
d. Kelas 4 : Bahan korosif sedang dan lemah, contoh : kosmetik dan alat kesehatan.
Jenis Minuman Keras dibagi menjadi 3 Golongan :
a. Golongan A : minuman keras yang berkadar ethanol 1% -5%, contohnya : bir bintang,
green sand dan lain-lain.
b. Golongan B : minuman keras yang berkadar ethanol 5% -20%, contohnya : anggur
malaga dan lain-lain.
c. Golongan C : minuman keras yang berkadar ethanol 20% -50%, contohnya: brandy,
wisky, jenever dan lain-lain.
Efek Toksik Narkoba
Dalam menginterpretasikan hasil temuannya seorang toksikologi forensik harus mengulas
kembali efek toksik dan farmakologi yang ditimbulkan oleh analit, baik efek tunggal dari opiate
dan benzodiazepin maupun efek kombinasi yang ditimbulkan dalam pemakaian bersama antara
opiat dan benzodiazepin. Mengacu informasi konsentrasi toksik (“lethal concentration”) dapat
diduga penyebab kematian dari korban.
Guna mengetahui obat apa yang telah dikonsumsi oleh korban, berdasarkan hasil analisis
dan alur metabolisme dari suatu senyawa obat, seorang toksikolog forensik akan merunut balik
apa yang telah dikonsumsi korban.
Pemeriksaan Barang Bukti Mati Pada Kasus Pemakaian Narkoba
Efek toksik yang ditimbulkan oleh pemakaian heroin adalah depresi saluran pernafasan.
Keracunan oleh heroin ditandai dengan adanya udema paru-paru. Sedangkan pemakaian
diazepam secara bersamaan akan meningkatkan efek heroin dalam penekanan sistem pernafasan.
Hal ini akan mempercepat kematian.
Pemeriksaan di darah dan urin akan ditemukan morfin dan kodein baik dalam bentuk
bebas maupun terikat dengan glukuronidnya namun di urin terdeteksi juga 6-asetilmorfin. Heroin
di dalam tubuh dalam waktu yang sangat singkat akan termetabilisme menjadi 6-asetilmorfin,
dan kemudian membentuk morfin. Morfin akan terkonjugasi menjadi morfin-glukuronidanya.3
Kemudian dalam pemakaian diazepam, pada pemeriksaan dalam tubuh diazepam akan
termetabolisme melalui N-demitelasi membentuk desmitldiazepam (nordazepam) dan kemudian
akan terhidrolisis membentuk oksazepam, sebagaian kecil akan termetabolisme membentuk
temazepam.
Penyelidikan pada kasus kematian akibat pemakaian narkoba memerlukan kerja sama
dalam satu tim yang terdiri dari kepolisian (penyidik), ahli forensic, psikiater maupun ahli
toksikologi. Pertanyaan–pertanyaan yang sering muncul sehubungan dengan hal di atas meliputi
apakah kejadian tersebut merupakaan kesengajaan (bunuh diri), kecelakaan, ataupun
kemungkianan pembunuhan? jenis obat apakah yang digunakan? Melalui cara bagaimanakah
pemakaian obat tersebut? Adakah hubungan antara waktu pemakaian dengan saat kematian?
Apakah korban baru pertama kali memakai, atau sudah beberapa kali memakai, ataupun sudah
merupakan pecandu berat? Adakah riwayat alergi terhadap obat tersebut? Apakah jenis narkoba
yang digunakan memprovokasi penyakit- penyakit yang mungkin sudah ada pada korban?
Apakah mungkin penyakit tersebut terlibat sehubungan dengan kematian korban? Ringkasnya,
penyidikan terhadap kasus narkoba meliputi 4 aspek, yaitu : 3
1. TKP (Tempat Kejadian Perkara).
2. Riwayat korban.
3. Otopsi.
4. Pemeriksaan Toksikologi
Dalam kaitannya dengan TKP, dapat ditemukan bukti- bukti adanya pemakaian narkoba.
Semua pakaian maupun perhiasan dan juga barang bukti narkoba yang ditemukan di TKP harus
diperiksa dan dianalisa lebih lanjut. Riwayat dari korban yang perlu digali meliputi riwayat
pemakaian narkoba yang bisa didapatkan melalui catatan kepolisian, informasi dari keluarga,
teman, maupun saksi- saksi yang berkaitan dengan informasi penggunaan narkoba (Tedeschi,
1977).
Otopsi dikonsentrasikan pada pemeriksaan luar dan dalam dan juga pada pengumpulan
sampel yang adekuat untuk pemerikasaan toksikologi. Biasanya temuan yang paling sering
didapatkan pada pemeriksaan luar adalah busa yang berasal dari hidung dan mulut. Hal ini
merupakan karakteristik kematian yang disebabkan oleh pemakaian narkoba meskipun tidak
bersifat diagnostik, karena pada kasus tenggelam, asfiksia, maupun gagal jantung dapat juga
ditemukan tanda kematian di atas. Selain itu pada pemeriksaan luar dapat juga ditemukan bekas
penyuntikan maupun sayatan- sayatan di kulit yang khas pada pemakaian narkoba. Pada
pemeriksaan dalam, penyebab kematian harus digali dengan cara mencari tanda- tanda dari
komplikasi akibat pemakaian narkoba. Pembukaan cavum pleura dan jantung dibarengi dengan
mengguyur air untuk melihat adanya pneumothoraks, maupun emboli udara. Pada pemeriksaan
paru, biasanya didapatkan paru membesar sebagai akibat adanya edema dan kongesti. Pada
pemeriksaan getah lambung jarang didapatkan bahan – bahan narkoba yang masih utuh tetapi
warna dari cairan lambung daapt memberi petunjuk mengenai jenis narkoba yang dikonsumsi.
Saluran pencernaan harus diperiksa secara keseluruhan untuk mencari bukti adanya usaha –
usaha penyelundupan narkoba.
Pemeriksaan makroskopis meliputi pemeriksaan kulit dan vena pada daerah- daerah yang
dicurigai merupakn tempat suntikan. Penilaian mengenai adanya perdarahan, peradangan, benda-
benda asing, dan tingkat ketebalan vena akan dapat memberikan informasi mengenai berapa
lama telah dilakukan kebiasaan menyuntik.
Ahli toksikologi perlu mendapatkan riwayat paling lengkap dan berbagai macam barang bukti
untuk dilakukan pemeriksaan. Jaringan dan cairan tubuh yang diperiksa meliputi hepar, ginjal,
paru, otak, getah lambung, urine, darah, dan cairan empedu. .Cairan empedu dan urine secara
khusus sangat penting pada kasus- kasus kematian akibat pemakaian opiate. Rambut dan kuku
kadang- kadang perlu diperiksa untuk pemeriksaan toksikologi lain. Usapan mukosa hidung
kadang- kadang dapat menunjukkan bekas hisapan pada pemakaian kokain maupun heroin
(Knight, 1996).
Pemeriksaan Pada Kematian Akibat Pemakaian Opioid (Morfin atau Heroin)
A. Pemeriksaan luar
Tanda- tanda yang khas sukar didapat, namun masih ada beberapa petunjuk yang dapat
dipakai sebagai acuan membuat kesimpulan sebab kematian.
1. Needle marks
Lokasi : fossa ante cubiti, lengan atas, dan punggung tangan dan kaki. Tempat lain adalah
leher, dibawah lidah, perineal, dan pada perempuan disekitar papilla mamae. Needle
marks yang masih baru sering disertai tanda- tanda perdarahan sub kutan, perivenous,
yaitu kalau dipencet akan keluar cairan serum atau darah. Pada kasus ketagihan, banyak
terdapat bekas suntikan yang lama berupa jaringan parut titik- titik sepanjang lintasan
vena dan disebut “intravenous mainline tracks”. Kadang – kadang untuk menyamarkan
needle marks itu ditutup dengan gambaran tattoase. Juga dapat ditemukan abses,
granuloma atau ulkus, yang mana cara ini sering didapatkan pada korban yang
melakukannya dengan cara suntikan subkutan. Dengan demikian efek toksikologinya
diperlama, artinya efek kenikmatannya menjadi lebih tahan lama. Pada mereka inilah
sering diketemukan adanya tanda- tanda abses dan lain sebagainya. Bagaimana kalau
tidak terdapat tanda bekas suntikan? Bisa saja hal ini terjadi, sebab mungkin sekali
korban menggunakan cara lain, misalnya denngan menghirup bau morfin, atau merokok
dengan campuran heroin. Oleh karena itu dalam pemeriksaan toksikologi perlu diambil
sediaan usap ingus (nasal swab).
2. Hipertrofi kelenjar getah bening regional.
Pada korban yang sering menyuntik lengannya maka sering terdapat hipertrofi kelenjar
getah bening di regio aksiler.Hal ini merupakan ‘Drain phenomenon’. Biasanya karena
jarum suntikannya tidak steril. Dengan pemeriksaan PA tampak hipertrofi dan
hyperplasia limfositik.
3. Gelembung-gelembung pada kulit
Sering terdapat pada telapak tangan/kaki, dan hal ini sering dilakukan untuk suntikan
dalam jumlah besar (overdosis). Harus dibedakan dengan intoksikasi gas CO dan
barbiturate.
4. Tanda mati lemas
Keluarnya busa putih dan halus dari lubang hidung dan mulut yang makin lama tampak
kemerahan karena adanya proses autolisis. Tanda ini dianggap sebagai tanda terjadinya
edema pulmonum. Juga terdapat tanda sianosis pada muka, kuku, ujung-ujung jari, dan
bibir. Juga ada tanda perdarahan (bintik-bintik perdarahan) pada kelopak mata. Bahkan
pada keracunan dengan membau dapat ditemukan perforasi pada septum nasi.
B. Pemeriksaan Dalam Paru-paru
1. Perubahan akut : Mulai saat suntikan terakhir sampai dengan saat kematian. Adapun
perubahan awal yang terjadi adalah :
a) Dari 0 sampai 3 jam. Hanya terdapat edema dan kongesti sel-sel mononuclear atau
makrofag pada dinding alveoli. PA : Paru-paru tampak voluminous, kadang-kadang
bagian posterior lebih padat sehingga tak ada krepitasi. Bagian anterior tampak ada
emfisema yang difus dengan terdapat benda-benda asing yang terisap di dalam
bronkus. Tampak ada kongesti, edema dengan sel-sel mononuclear dalam alveoli.
b) Dari 3 sampai 12 jam pertama. Terdapat narcotic lungs (siegel). Tanda ini amat
bermakna ( 25 % kasus). Secara makroskopis tampak paru sangat mngembang (over
inflated). Trakea tertutup busa halus. Pada permukaan paru-paru dan penampangnya
tampak gambaran lobuler akibat adanya bermacam-macam tingkat aerasi (atelaksi
adalah aerasi yang normal, amat mengembang, dan emfisma), kongesti, dan terdapat
perdarahan di beberapa tempat terutama di bagian belakang dan bawah (posterior dan
inferior). Secara PA, tampak sel-sel makrofag, perdarahan alveolar, intrabronkhiolar,
subpleural, dan sel-sel polimorfonuklear. Dapat ditemukan juga aspirat di daalm
traktus respiratorius. Sering berupa susu, karena susu sering dianggap antidotum
opiate.
c) Dari 12 sampai 24 jam. Proses pneumoniasis tampak lebih rata, tampak sel-sel PMN.
Sedangkan proses lanjut yang dapat terjadi adalah apabila interval > 24 jam. Akan
tampak pneumonia lobularis diffusa, tampak kecoklatan dan granula.
2. Perubahan kronis.
Terdapat perubahan berupa pneumonia granulosis vascular. Akibat tanda adanya reaksi
talk (magnesium silikat, filter untuk natkotika). Talk ini juga dapat masuk bersama
narkotik saat disuntikkan. Kristal-kristal ini dapat dilihat dengan mikroskop polarisasi,
berwarna putih, bening atau kekuningan, dan terdapat garis refraksi. Granuloma-
granuloma ini bisa dilihat dalam vascular, perivascular, atau di dalam alveolus.
C. Pemeriksaan Hati
Perubahan ini nampak lebih jelas pada korban yang sudah lama menyandu. Terdapat
pengumpulan limfosit, sel-sel PMN, dan beberapa sel-sel narkotika. Juga nampak fibrosis
jaringan, dan adanya sel-sel ductus biliaris yang mengalami proliferasi. Terdapat 4 kelainan :
1. Hepatitis agresif kronika : tandanya ada pembentukan septa.
2. Hepatitis persisten kronika : adanya infiltrasi sel radang didaerah portal
3. Hepatitis reaktif kronika.
4. Perlemakan hati.
D. Getah Bening
Lokasi pemeriksaan terutama di daerah portal hepatic, yaitu di sekitar kaput pankreas
dan duktus kholedocus. Makin berat menyandunya, makin banyak kelainannya.
a. Makroskopis : tampak pembesaran
b. Mikroskopis : tampak adanya hyperplasia dan hipertropi limfosit.
E. Pemeriksaan toksikologi
1. Urin, cairan empedu, dan jaringan temapt suntikan.
2. Darah dan isi lambung, diperiksa bila keracunanya peroral.
3. Nasal swab, kalau diperkirakan melalui cara membau dan menghirup
4. Barang bukti lainnya.
1. Direktorat Remaja dan Perlindungan Hak-Hak Reproduksi BKKBN Depkes. 2003.
Informasi Kesehatan Remaja. : Jakarta,.
2. Knight, B., 1996, Forensic Pathology, Oxford University Press Inc., New York.
3. Tedeschi, E., 1977, Forensic Medicine, Vol II, W B Saunders Company, West Washington
Squartz, Philadelphia.