home care jiwa
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Pelayanan home care adalah Pelayanan kesehatan yang berkesinambungan dan
komprehensif yang diberikan kepada individu dan keluarga di tempat tinggal mereka yang
bertujuan untuk meningkatkan, mempertahankan atau memulihkan kesehatan atau
memaksimalkan tingkat kemandirian dan meminimalkan akibat dari penyakit (Depri RI,
2002).
Salah satu komponen konsep diri yaitu harga diri dimana harga diri adalah
penilaian individu tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku
sesuai dengan ideal diri (Keliat, 1999). Sedangkan harga diri rendah adalah menolak
dirinya sebagai sesuatu yang berharga dan tidak bertanggungjawab atas kehidupannya
sendiri. Jika individu sering gagal maka cenderung harga diri rendah.
Harga diri rendah jika kehilangan kasih sayang dan penghargaan orang lain. Harga
diri diperoleh dari diri sendiri dan orang lain, aspek utama adalah diterima dan menerima
penghargaan dari orang lain. Gangguan harga diri rendah di gambarkan sebagai perasaan
yang negatif terhadap diri sendiri, termasuk hilangnya percaya diri dan harga diri, merasa
gagal mencapai keinginan, mengkritik diri sendiri, penurunan produktivitas, destruktif
yang diarahkan pada orang lain, perasaan tidak mampu, mudah tersinggung dan menarik
diri secara sosial.
Dari ulasan di atas perawat juga perlu mengetahui asuhan keperawatan di rumah
atau asuhan keperawatan home care yang dilakukan untuk klien dengan gangguan jiwa.
Asuhan ini berupa apllikasi-aplikasi yang digunakan perawat dalam melaksanakan
pelayanan home care dengan kasus penyakit pada klien gangguan jiwa.
Pada makalah ini penulis akan membahas masalah aplikasi klinik yang digunakan
perawat home care dalam kasus penyakit Harga Diri Rendah.
Kelompok 5
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana konsep standar keperawatan home care pada keperawatan jiwa?
2. Bagaimana konsep dasar harga diri rendah?
3. Bagaimana studi kasus dari penyakit harga diri rendah?
4. Apa aplikasi klinik pelayanan home care yang sesuai dengan kasus?
1.3 TUJUAN PENULISAN
Adapun tujuan penulisan makalah ini yaitu :
1. Untuk mengetahui konsep standar keperawatan home care pada keperawatan jiwa.
2. Untuk mengetahui konsep dasar harga diri rendah.
3. Untuk mengetahui studi kasus dari penyakit harga diri rendah.
4. Untuk mengetahui aplikasi klinik pelayanan home care yang sesuai dengan kasus.
Kelompok 5
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1. Konsep Standar Keperawatan Home Care Pada Keperawatan Jiwa
Penatalaksaan home care meliputi :
1) Perawatan fisik
Perawatan yang dapat diberikan pada pasien gangguan jiwa meliputi pemenuhan
kebutuhan self-care, serta manajemen nutrisi. Pasien gangguan jiwa yang mengalami
kerusakan interaksi social atau yang menarik biasnya mengalami hambatan dalam
pemenuhan self-care. Selain itu, pasien gangguan jiwa juga seringkali tidak dapat
memperhatikan mengenai asupan nutrisi, sehingga asupan nutrisi yang kurang dari
kebutuhan tubuh menyebabkan pasien lemah serta kurus
2) Perawatan psikologis
Perawatan psikologis penting bagi pasien gangguan jiwa karena masalah-masalah yang
dimiliki oleh pasien bermula dari maslah psikologis. Oleh karena itu pelayanan home
care mengkaji factor-faktor yang menyebabkan gangguan jiwa, mengurangi gejala yang
ada, dan mencegah terjadinya gangguan yang lebih parah pada pasien
3) Manajemen lingkungan
Lingkungan merupakan salah satu factor presipitasi terjadinya gangguan psikologis pada
klien dengan gangguan jiwa. Lingkungan yang berisi benda-benda tajam, sangat mudah
mencetus kejadian resiko bunuh diri pada klien yang mengalami depresi kronis.
Standar praktek home care pada asuhan keperawatan jiwa:
1) Standar 1 : Organisasi Pelayanan Home Care
Semua aspek home care pada asuhan keperawatan jiwa direncanakan, disusun dan
dipimpin oleh seorang kepala/manajer perawat professional. Kepala/manajer perawat
tersebut telah memahami dan mempersiapkan diri dengan kompetensi dalam memberikan
asuhan keperawatan jiwa. Selain itu, kepala/manajer tersebut juga melaksanakan proses
administrasi dan pendokumentasian.
2) Standar 2: Teori
Kelompok 5
Perawat menetapkan konsep teoritis mengenai asuhan keperawatan jiwa sebagai landasan
dalam melaksanakan praktek/asuhan keperawatan jiwa.
3) Standar 3 : Pengumpulan Data
Perawat melakukan pengkajian data secara terus menerus. Perawat harus mampu
menggali data yang luas, akurat dan sistematis. Pengkajian data dapat dilakukan pada
klien ataupun keluarga klien. Data yang dikaji berupa riwayat kesehatan klien, factor
predisposisi, factor presipitasi, pengobatan yang pernah dilakukan dan beberapa aspek
kehidupan klien yang lainnya.
4) Standar 4 :Diagnosa
Perawat melakukan penilaian dan analisa data dari hasil observasi dan pengkajian pada
klien. Analisa data tersebut diperlukan untuk menentukan diagnose keperawatan pada
klien. Analisa data berupa analisa data objektif dan subjektif, serta merumuskan pohon
masalah dari gangguan kesehatan jiwa yang dialami klien.
5) Standar 5 : Perencanaan
Perawat melakukan perencanaan dengan menentukan tujuan pemberian asuhan
keperawatan dan criteria hasil yang diharapkan pada klien setelah diberikan asuhan
keperawatan. Rencana dibuat berdasarkan pada perumusan diagnose keperawatan yang
telah dibuat dan menggabungkan nilai-nilai dalam upaya mencegah kekambuhan pada
klien, tindakan/pengobatan kuratif dan tindakan rehabilitasi klien.
6) Standar 6 : Intervensi
Perawat diberikan pedoman dalam memberikan asuhan keperawatan jiwa kepada klien
untuk memperbaiki, memajukan kesehatan klien dan mencegah kemungkinan terjadinya
kekambuhan atau munculnya gejala gangguan kesehatan jiwa yang lain. Selain itu
perawat juga memerhatikan aspek kesehatan fisik klien ketika memberikan asuhan
keperawatan jiwa agar klien tidak menderita kesakitan fisik ketika pemberian
tindakan/intervensi, seperti pengekangan dan resiko bunuh diri.
7) Standar 7 : Evaluasi
Perawat mengevaluasi dan memantau respon klien dan keluarga selama pemberian
intervensi. Hal ini dilakukan untuk mengetahui tingkat kemajuan klien terhadap hasil
yang ingin dicapai dan meninjau kembali dasar diagnose keparawatan yang disusun
Kelompok 5
2.2. Konsep Dasar Harga Diri Rendah
1. Pengertian Harga Diri Rendah
Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga, tidak berarti dan rendah diri yang
berkepanjangan akibat evaluasi yang negative terhadap diri sendiri atau kemampuan diri.
Adanya perasaan hilang kepercayaan diri, merasa gagal karena tidak mampu mencapai
keinginan sesuai ideal diri (Keliat, 1998).
Harga diri seseorang diperoleh dari diri sendiri dan orang lain. Gangguan harga diri
rendah akan terjadi jika kehilangan kasih sayang, perlakuan orang lain yang mengancam
dan hubungan interpersonal yang buruk. Tingkat harga diri seseorang berada dalam
rentang tinggi sampai rendah. Inddividu yang memiliki harga diri tinggi menghadapi
lingkungan secara aktif dan mampu beradaptasi secara efektif untuk berubah serta
cenderung merasa aman. Individu yang memiliki harga diri rendah melihat lingkungan
dengan cara negative dan menganggap sebagai ancaman.
Menurut Antai Otong (1995:297), Self Esteem dipengaruhi oleh pengalaman
individu dalam perkembangan fungsi ego, dimana anak-anak yang dapat beradaptasi
terhadap lingkungan internal dan eksternal biasanya memiliki perasaan aman terhadap
lingkunagn dan menunjukkan self esteem yang positif. Sedangkan individu yang
memiliki harga diri rendah cenderung untuk mempersepsikan lingkungannya negative
dan sangat mengancam. Mungkin pernah mengalami depresi atau gangguan dalam fungsi
egonya.
Menurut Patricia D. Barry dalam Mental Health and Mental Illness (2003), harga diri
rendah adalah perasaan seseorang bahwa dirinya tidak diterima lingkungan dan
gambaran-gambaran negative tentang dirinya.
2. Proses Terjadinya Harga Diri Rendah
Hasil riset Malhi (2008, dalam http://www.tqm.com) menyimpulkan bahwa harga
diri rendah diakibatkan oleh rendahnya cita-cita seseorang. Hal ini menyebabkan
berkurangnya tantangan dalam mencapai tujuan. Tantangan yang rendah menyebabkan
upaya yang rendah. Selanjutnya hal ini menyebabkan penampilan seseorang yang tidak
optimal.
Kelompok 5
Dalam tinjauan life span history klien, penyebab terjadinya harga diri rendah adalah
pada masa kecil sering disalahkan, jarang diberi pujian atas keberhasilannya. Saat
individu mencapai masa remaja keberadaannya kurang dihargai, tidak diberi kesempatan
dan tidak diterima. Menjelang dewasa awal sering gagal disekolah, pekerjaan atau
pergaulan. Harga diri rendah muncul saat lingkungan cenderung mengucilkan dan
menuntut lebih dari kemampuannya.
Reinforces
© Ranjit Singh Malhi
Kelompok 5
LOW
SELF ESTEEM
LESS
CHALENGING
GOALS
LOW
EXPECTATIONS
REDUCED
EFFORT
MEDIOCRF
PERFORMANCE
1. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi terjadinya harga diri rendah adalah penolakan orang tua yang tidak
realistis, kegagalan berulang kali, kurang mempunyai tanggung jawab personal,
ketergantungan pada orang lain, ideal diri yang tidak realistis.
2. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi terjadinya harga diri rendah biasanya adalah kehilangan bagian
tubuh, perubahan penampilan/bentuk tubuh, kegagalan atau produktivitas yang
menurun.
Secara umum , gangguan konsep diri harga diri rendah ini dapat terjadi secara
situasional atau kronik. Secara situasional misalnya karena trauma yang muncul secara
tiba-tiba misalnya harus dioperasi, kecelakaan, perkosaan atau dipenjara, termasuk
dirawat di rumah sakit bisa menyebabkan harga diri rendah disebabkan karena penyakit
fisik atau pemasangan alat bantu yang membuat klien tidak nyaman. Penyebab lainnya
adalah harapan fungsi tubuh yang tidak tercapai sert perlakuan petugas kesehatan yang
kurang menghargai klien atau keluarga. Harga diri rendah kronik, biasanya dirasakan
klien sebelum sakit atau sebelum dirawat di rumah sakit atau sebelum dirawat klien
sudah memiliki pikiran negative dan meningkat saat dirawat.
Baik faktor predisposisi maupun presipitasi di atas bila memengaruhi seseorang
dalam berpikir, bersikap maupun bertindak, maka dianggap akan memengaruhi terhadap
koping individu tersebut sehingga menjadi tidak efektif (mekanisme koping individu
tidak efektif). Bila kondisi pada klien tidak dilakukan intervensi lebih lanjut dapat
menyebabkan klien tidak mau bergaul dengan orang lain (isolasi social: menarik diri),
yang menyebabkan klien asyik dengan dunia dan pikirannya sendiri sehingga dapat
muncul risiko perilaku kekerasan.
Menurut Peplau dan Sulivan, harga diri berkaitan dengan pengalaman
interpersonal, dalam tahap perkembangan dari bayi sampai lanjut usia seperti good me,
bad me, not me, anak sering dipersalahkan, ditekan sehingga perasaan amannya tidak
terpenuhi dan merasa ditolak oleh lingkungan dan apabila koping yang digunakan tidak
efektif akan menimbulkan harga diri rendah. Menurut Caplan, lingkungan social akan
memengaruhi individu, pengalaman seseorang dan adanya perubahan social seperti
Kelompok 5
perasaan dikucilkan, ditolak oleh lingkungan social, tidak dihargai akan menyebabkan
stress dan menimbulkan penyimpangan perilaku akibat harga diri rendah.
3. Pohon Masalah
RESIKO TINGGI PERILAKU KEKERASAN
PERUBAHAN PERSEPSI SENSORI: HALUSINASI
ISOLASI SOSIAL
KOPING INDIVIDU TIDAK EFEKTIF
TRAUMATIK TUMBUH KEMBANG
4. Tanda-Tanda Harga Diri Rendah
1. Mengejek dan mengkritik diri.
2. Merasa bersalah dan khawatir, menghukum atau menolak diri sendiri.
3. Mengalami gejala fisik, missal: tekanan darah tinggi, gangguan penggunaan zat.
4. Menunda keputusan.
5. Sulit bergaul.
6. Menghindari kesenangan yang dapat memberikan rasa puas.
7. Menarik diri dari realitas, cemas, panik, cemburu, curiga, halusinasi.
8. Merusak diri: harga diri rendah menyokong klien untuk mengakhiri hidup.
9. Merusak/melukai orang lain.
10. Perasaan tidak mampu.
11. Pandangan hidup yang pesimistis.
Kelompok 5
HARGA DIRI RENDAH KRONIS
12. Tidak menerima pujian.
13. Penurunan produktivitas.
14. Penolakan terhadap[ kemampuan diri.
15. Kurang memerhatikan penampilan diri.
16. Berpakaian tidak rapi.
17. Berkurang selera makan. Tidak berani menatap lawan bicara.
18. Lebih banyak menunduk.
19. Bicara lambat dengan nada suara lemah.
5. Rentang Respon
Respon Adaptif Respon Maladaptif
Aktualisasi
diri
Konsep diri
positif
Harga diri
rendah
Kerancuan identitas depersonalisasi
6. Masalah Keperawatan
1. Harga diri rendah kronis.
2. Koping individu tidak efektif.
3. Isolasi sosial.
4. Perubahan persepsi sensori: halusinasi.
5. Risti perilaku kekerasan.
Kelompok 5
BAB III
STUDI KASUS
Nn. A berumur 39 tahun, seorang pengangguran dan belum menikah. Hingga sekarang Nn. A
masih tinggal bersama orang tuanya. Nn. A merasa tidak bisa menjadi anak yang berguna bagi
orang tuanya dibandingkan 2 orang adik-adiknya yang telah menikah dan bekerja serta tidak
tinggal di rumah orang tua mereka. Orang tuanya selalu menanyai kapan dia bekerja dan kapan
dia menikah. Adik-adiknya sering memperolok Nn. A. Nn. A merasa malu dengan dirinya
sendiri. Nn. A mengatakan dirinya jelek, gemuk, dan jerawatan sehingga tidak ada seorang pun
laki-laki yang suka kepadanya, apalagi melamarnya. Banyak tetangga yang memandang remeh
Nn. A serta mengatakan Nn. A perawan tua. Nn. A juga mengatakan dirinya bodoh karena
dirinya tidak tamat SMP. Sudah banyak Nn. A melamar pekerjaan, namun tidak ada yang
menerima dia menjadi karyawan. Pernah sesekali diterima, namun hanya hitungan beberapa hari
Nn. A sudah di pecat karena berbagai alasan yang tidak masuk akal. Nn. A merasa dia tidak
mampu apa-apa, semua yang dia lakukan tidak ada yang berguna. Dia merasa semua orang
membencinya.
3.1 Standar 1 : Pengumpulan Data/Pengkajian
Pengkajian Terhadap Klien
a. Identitas Klien
Nama : Nn. A
Umur : 39 tahun
Alamat : Ps. Baru
Status : Belum kawin
Jenis Kelamin : perempuan
b. Faktor Predisposisi
Faktor lingkungan masyarakat yang selalu menuntut lebih dan sering mengolok-olok,
membuat Nn. A mudah merasa tidak merasa percaya diri dan gagal.
c. Faktor Presipitasi
Nn.A merasa gagal untuk menjadi anak yang berguna, selalu didesak dari orang tua untuk
menikah, bekerja dan hidup mandiri, serta sikap dari saudara-saudaranya yang selalu
Kelompok 5
mengolok-ngoloknya. Selain itu, kegagalan yang dia alami setelah berusaha membuatnya
semakin tidak percaya diri.
d. Konsep Diri
Gambaran Diri : klien mengatakan bahwa ia gemuk, jelek dan jerawatan sehingga
tidak ada yang menyukainya
Identitas Diri : klien tidak merasa percaya diri dan ragu terhadap dirinya sendiri
Peran Diri : klien mengatakan bahawa ia tidak mampu menjalankan perannya sebagai
seorang wanita dewasa yang mampu untuk hidup mandiri dan membahagiakan orang
tuanya
Ideal Diri : klien megatakan bahwa ia ingin sukses seperti saudara-saudaranya yang
lain. Namun ia merasa gagal.
Harga diri : klien mengalami harga diri rendah yang disebabkan klien merasa gagal
menjadi seorang dewasa yang mandiri.
e. Hubungan Sosial
Klien merasa kurang dihargai oleh saudara-saudaranya.
f. Genogram / Riwayat Kesehatan Jiwa Keluarga
Pada keluarga Nn. A tidak ada yang mengalami gangguan jiwa seperti klien ataupun
gejala gangguan jiwa lainnya.
g. Spiritual
Klien seringkali meninggalkan sholat lima waktu, baik sebelum sakit ataupun saat sakit.
Klien tidak percaya dengan keberadaan Tuhan, karena dia merasa Tuhan tidak pernah
berada di dekatnya..
h. Status Mental
Penampilan
Penampilan Nn. A tidak rapi dan tidak terlalu memperhatikan kondisi dirinya
Pembicaraan
Nn.A mau berbicara kepada orang yang telah dipercayanya. Selama pembicaraan, Nn.
A sering mengungkapkan bahwa dirinya adalah manusia yang tidak berguna
Aktivitas motorik
Klien tidak mau banyak bergerak dan hanya berdiam diri di dalam kamar. Klien lebih
sering tidur-tiduran dan berdiri di depan jendela.
Kelompok 5
Alam Perasaan
Klien sering merasa sedih dan putus asa
Afek
Afek klien datar
Interaksi selama wawancara
Klien menjawab pertanyaan yang diajukan dengan baik, namun klien jarang
melakukan kontak mata dengan lawan bicara
Persepsi
Klien tidak mengalami halusinasi ataupun gangguan persepsi lainnya
Proses Pikir
Klien cenderung enggan mengatakan apa yang ada di pikirannya sebelum ditanya,
namun ketika klien berbicara klien mampu mengorganisir dan menyusun
pembicaraan yang logis dan koheren
Isi fikir
Klien tidak mengalami gangguan isi pikir ataupun waham
Tingkat kesadaran
Klien masih mampu berorientasi terhadap orang, tempat dan waktu
Memori
Daya ingat jangka panjang dan jangka pendek klien masih bagus.
Tingkat konsentrasi
Klien cenderung malas untuk berkonsentrasi dan lebih suka bermenung.
Kemampuan penilaian
Klien mengalami ketidakmampuan dalam mengambil keputusan, menilai dirinya
lebih buruk dari orang lain, dan apa yang dilakukannya selalu salah
Daya tilik diri
Klien tidak mampu mengambil keputusan dan bersikap apatis terhadap semua yang
terjadi disekitarnya
Pengkajian Terhadap Keluarga
Keluarga mengharapkan agar Nn.A dapat menjadi wanita dewasa yang mandiri. Keluarga
merasa tidak nyaman dengan pembicaraan masyarakat yang menyatakan bahwa Nn. A adalah
Kelompok 5
orang yang gagal. Oleh karena itu, orang tua Nn. A sering bertanya kepada Nn. A mengenai
pernikahan dan pekerjaan.
Saudara-saudara Nn. A tidak lagi menghargai kakaknya, karena bagi saudara-saudara Nn.A,
Nn. A sudah gagal menjadi contoh dan panutan yang baik sebagai anak tertua.
Orang tua klien tidak tahu cara yang efektif untuk menangani masalah kesehatan jiwa Nn.A.
Keluarga ingin agar Nn. A kembali seperti kondisinya sedia kala dan mampu bersemangat
untuk mengahadapi hidup.
3.2 Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan konsep diri: harga diri rendah berhubungan dengan ketidakberdayaan.
2. Resiko isolasi sosial: menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah.
Pohon masalah dari kasus Nn. A :
3.3 Perencanaan
Untuk mengatasi masalah Harga diri Rendah pada Nn. A, maka disusun strategi pelaksanaan
(SP) sebagai berikut :
A. Strategi Pelaksanaan Bagi Klien
1. SP 1
Bina hubungan saling percaya
Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaannya
Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien
Membantu klien menilai kemampuan klien yang masih dapat digunakan
Kelompok 5
ISOLASI SOSIAL
HARGA DIRI RENDAH
KOPING INDIVIDU TIDAK EFEKTIF
Membantu klien memilih kegiatan yang akan dilatih sesuai dengan kemampuan
klien
Melatih klien sesuai dengan kemampuan yang dipilih
Memberikan pujian yang wajar terhadap keberhasilan klien
Menganjurkan pasien memasukkan kegiatan yang akan dilakukan ke dalam
jadwal harian
2. SP 2
Mengevaluasi jadwal harian klien
Melatih kemampuan kedua klien yang telah didiskusikan sebelumnya
Menganjurkan klien memasukkan kegiatan yang telah dilakukan ke dalam jadwal
harian klien
B. Strategi Pelaksanaan Bagi Keluarga
1. SP 1
Bina hubungan yang saling percaya
Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat klien
Menjelaskan pengertian Harga Diri Rendah, tanda dan gejala serta proses
terjadinya Harga Diri rendah
Menjelaskan cara merawat klien dengan Harga Diri Rendah
2. SP 2
Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat klien dengan Harga Diri Rendah
3. SP 3
Melatih keluarga melakukan cara merawat klien dengan Harga Diri Rendah
langsung kepada klien
4. SP 4
Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas di rumah termasuk jadwal minum
obat
Kelompok 5
3.4 Implementasi
Pemberian strategi pelaksanaan kepada klien dengan harga diri rendah, dimulai dengan
SP 1, yaitu identifikasi aspek positif yang dimiliki.
3.5 Aplikasi Klinik
1. Tahap Penerimaan Kasus
- Perawat komunitas menerima pasien dari puskesmas Kenanga di daerah tempat tinggal
klien.
- Kordinator program Perkesmas akan menunjuk perawat komunitas untuk mengelola
kasus yang ada di Desa Kenanga yang salah satunya adalah masalah harga diri rendah
yang dialami oleh Nn.A.
- Perawat komunitas akan membuat surat perjanjian dan proses pengelolaan kasus harga
diri rendah yang dialami oleh Nn.A di desa Kenanga.
2. Proses Pelayanan Home Care
- Perawat komunitas mendata keluarga Nn.A untuk diberikan perawatan home care
tentang harga diri rendah yang dialami oleh Nn.A mulai dari identitas pasien,
petunjuk tempat tinggal pasien, lengkap kartu identitas, unit tempat kerja,
memastikan perlengkapan pasien untuk di rumah, menyiapkan file asuhan
keperawatan, menyiapkan alat bantu media untuk pendidikan.
- Pada pertemuan pertama, perawat memperkenalkan diri dan tujuan kedatangannya
kepada keluarga binaan yang telah di data oleh puskesmas. Lalu perawat melakukan
observasi lingkungan tempat tinggal Nn.A yang berkaitan dengan keamanan perawat,
lengkapi data hasil pengkajian dasar pasien yang mengalami masalah harga diri
rendah, membuat rencana pelayanan yang akan dilakukan, kemudian perawat
memberikan penjelasan kepada keluarga mengenai kondisi Nn.A, serta melaksanakan
Sp. 1 kepada Nn.A :
Kelompok 5
A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi Klien
Data subjektif: - klien mengatakan dia malu dengan dirinya karena dia
merasa jelek, gemuk, dan jerawatan.
- klien mengatakan dirinya bodoh karena tidak tamat SMP.
- klien merasa semua orang membencinya.
Data objektif: - klien sering melamun
- klien gelisah
- klien sering menangis
2. Diagnosa Keperawatan
Harga Diri Rendah
3. Tujuan
1. Pasien mampu mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang
dimiliki.
2. Pasien mampu menilai kemampuan yang dapat digunakan
3. Pasien mampu menetapkan/ memilih kegiatan yang sesuai dengan
kemampuan yang sesuai
4. Pasien mampu melatih kegiatan yang sudah dipilih sesuai kemampuan
5. Pasien mampu menyusun jadwal untuk melakukan kegiatan yang sudah
dilatih
4. Tindakan Keperawatan
1. Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki pasien
2. Membantu pasien menilai kemampuan yang masih dapat digunakan
3. Membantu pasien memilih/ menetapkan kemampuan yang akan dilatih
4. Melatih kemampuan yang dipilih pasien
5. Membantu menyusun jadwal pelaksanaan kemampuan yang dilatih
B. STRATEGI PELAKSANAAN
1. Fase Orientasi
a. Salam terapeutik :
Kelompok 5
“Assalamualaikum. Selamat pagi buk. Perkenalkan nama saya Maya
Amanda, Saya senangnya dipanggil suster Maya. Saya adalah Mahasiswa
Fakultas Keperawatan Universitas Andalas. Saya praktek disini mulai hari
ini sampai tanggal 9 Agustus 2013 dari jam 08.00-15.00 WIB. Nama Ibuk
siapa ya? Senangnya dipanggil apa? Oh, jadi Ibuk senangnya dipanggil
Ibuk A.”
b. Evaluasi/ validasi
"Bagaimana perasaan Ibuk hari ini?”
c. Kontrak
Topik
“Baiklah Ibuk, bagaimana kalau kita membicarakan kemampuan-
kemampuan yang Ibuk miliki?”
Tempat
“Baiklah Ibuk mau dimana kita mengobrolnya? Oh, jadi kita
ngobrolnya diruang ini saja“
Waktu
“Mau berapa lama kira-kira kita mengobrolnya? Oke, Jadi Ibuk
maunya kita ngobrol-ngobrolnya 30 menit”
d. Tujuan
“Agar Ibuk tau kemampuan dan keterampilan yang Ibuk miliki dan
kita akan melatih kemampuan yang Ibuk punya. Agar rasa percaya diri
Ibuk meningkat dan lebih baik dari sebelumnya”
2. Fase Kerja
“ Bagaimana perasaan Ibuk saat ini? Oh jadi Ibuk merasa hidup Ibuk sudah
tidak berguna lagi dan ingin mengakhiri hidup.”
“ Mengapa Ibuk berkata demikian?”
“ Biasanya kalau dirumah Ibuk ngapain saja?”
“ Ibuk punya hobi apa saja? Oh, jadi Ibuk senangnya memasak dan bersih-
bersih rumah.”
Kelompok 5
“ Menurut Ibuk dari hobi yang sudah Ibuk sebutkan tadi mana saja yang
mungkin dan dapat kita lakukan sekarang? Bagaimana jika bersih-bersih
ruangan ini? Jadi, Ibuk bersedia mau bersih-bersih ruangan ini.”
“ Kira-kira mau bersihkan apa dulu ya? Oh, Jadi Ibuk mau menyapu dulu.”
“Sebentar saya sediakan peralatannya.”
“ Kira-kira Ibu menyapunya mau ditemani suster atau tidak? Baiklah untuk
pertama kali suster temani.”
“ Wah bagus sekali Ibuk..”
“ Kira-kira Ibuk mau menyapu berapa kali dalam sehari?Oh, Jadi Ibuk mau
2 kali sehari menyapunya. Bagaimana kalau kegiatan menyapunya suster
buatkan dalam jadwal harian Ibuk? Apakah Ibuk mau? Oke, Jadi Ibuk
bersedia ya Suter buatin jadwalnya.”
3. Terminasi
a. Evaluasi
Evaluasi subjektif
“ Bagaimana perasaan Ibuk setelah kita ngobrol-ngobrol?”
Evaluasi objektif
“ Bagaimana Ibuk masih ingat yang tadi di lakukan itu? Wah! Ternyata
Ibuk punya bayak kelebihan ya salah satunya tadi menyapu dan bersih
lagi.”
b. Rencana tindak lanjut
“ Nah jika timbul perasaan gelisah lagi.. Suster harap Ibuk bisa
tuangkan kegelisan Ibuk dengan menyapu seperti tadi.”
c. Kontrak yang akan datang
Topic
“Ibuk, besok kita nobrol-ngobrol lagi tentang kemampuan yang kedua
ya? Mengenai kemampuan Ibuk yang lain yaitu memasak.”
Waktu
“Kira-kira besok Ibuk maunya kita ketemu jam berapa ? Baik! Jadi
Ibuk maunya kita ketemu jam 10.00 WIB”.
Kelompok 5
Tempat
“ Ibuk, besok kita ngobrol-ngobrol dimana? Bagaimana kalau di
taman saja?”.
d. Penutup pertemuan
“Baiklah Ibuk pertemuan kita hari ini cukup dulu ya?.besok kita ketemu
ditaman ya. jam 10.00….sampai jumpa besok. Selamat pagi menjelang
siang. Assalamualaikum”
- Kemudian mendiskusikan kebutuhan rujukan, kolaborasi dengan dokter,
konsultasikan masalah yang ada dll, mendiskusikan rencana kunjungan selanjutnya
dan aktifitas yang akan dilakukan, dan dokumentasikan kegiatan yang telah
dilaksanakan.
- Monitoring dan evaluasi antara lain keakuratan dan kelengkapan pengkajian awal,
kesesuaian perencanaan dan ketepatan tindakan, efektifitas dan efisiensi pelaksanaan
tindakan oleh pelaksana.
4 Proses Penghentian Pelayanan Homecare
Penghentian pelayanan homecare dilakukan setelah tujuan tercapai serta pasien sudah
mengontrol masalahnya.
Kelompok 5
BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga, tidak berarti dan rendah diri yang
berkepanjangan akibat evaluasi yang negative terhadap diri sendiri atau kemampuan diri.
Adanya perasaan hilang kepercayaan diri, merasa gagal karena tidak mampu mencapai
keinginan sesuai ideal diri (Keliat, 1998).
Aplikasi klinik yang diberikan oleh perawat home care dapat berupa 4 aspek yaitu
aplikasi promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Dalam kasus yang penulis bahas di
makalah penulis memasukkan aspek rehabilitatif.
Hal yang harus dilakukan perawat home care dalam menangani kasus harga diri
rendah adalah memberikan stategi pelaksanaan kepada klien dengan gangguan kejiwaan.
Dimulai dari sp pertama hingga terakhir. Tidak lupa pula memberikan sp kepada keluarga,
agar keluarga dapat merawat klien dengan baik.
4.2 SARAN
Agar pelayanan home care dapat berkembang lagi di indonesia disarankan
1. Bagi perawat, diharapkan dapat menerapkan dan mengembangkan standar model
pelayanan home care yang digunakan dalam memberikan pelayanan home care
2. Bagi institusi rumah sakit, diharapkan dapat mengembangkan manajemen model home
care sehingga home care bisa diaplikasikan dengan lebih baik
Kelompok 5
DAFTAR PUSTAKA
Yosep, Iyus. 2010. Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama
Kelompok 5