urban governance melalui layanan home care
TRANSCRIPT
URBAN GOVERNANCE MELALUI LAYANAN HOME CARE
(DOTTORO’TA) DI KOTA MAKASSAR
T E S I S
Oleh :
SAFARUDDIN
Nomor Induk Mahasiswa : 105.03.12.003.16
PROGRAM PASCASARJANA
MAGISTER ILMU ADMINISTRASI PUBLIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
MAKASSAR
2 0 1 8
URBAN GOVERNANCE MELALUI LAYANAN HOME CARE
(DOTTORO’TA) DI KOTA MAKASSAR
Yang disusun dan diajukan oleh
SAFARUDDIN
NIM. 105.03.12.003.16
Telah dipertahankan di depan Panitia Ujian Tesis
Pada tanggal
Menyetujui
Komisi Pembimbing
Pembimbing I, Pembimbing II,
Dr. Abdul Mahsyar, M.Si. Dr. Nuryanti Mustari, S.IP,. M.Si.
Mengetahui :
Direktur Program Pascasarjana Ketua Program Studi
Unismuh Makassar Magister Administrasi Publik
Dr. H. Darwis Muhdina, M.Ag. Dr. Hj. Fatmawati, M.Si.
NBM. 483 523 NBM. 1076424
HALAMAN PERBAIKAN TESIS
Judul Tesis : URBAN GOVERNANCE MELALUI LAYANAN
HOME CARE (DOTTORO’TA) DI KOTA
MAKASSAR
Nama Mahasiswa : SAFARUDDIN
Nim : 105.03.12.003.16
Program Studi : Magister Ilmu Administrasi Publik
Telah diuji dan dipertahankan di depan panitia penguji tesis pada tanggal
7 desember 2018 dan dinyatakan telah dapat diterima sebagai salah satu
syarat untuk memperoleh gelar Magister Ilmu Administrasi Publik (M.AP.)
pada Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Makassar.
Tim Penguji
Dr. Abdul Mahsyar, M.Si. ..........................................
(Ketua/Pembimbing/Penguji)
Dr. Nuryanti Mustari, S.IP,. M.Si .........................................
(Sekretaris/Pembimbing/Penguji)
Dr. H. Muhlis Madani, M.Si. ........................................
(Penguji)
Dr. Hj. Fatmawati, M.Si. .........................................
(Penguji)
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS
Yang bertandatangan di bawah ini :
Nama : SAFARUDDIN
NIM : 105031200316
Program Studi : Magister Ilmu Administrasi Publik
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang saya tulis ini
benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan
pengambilalihan tulisan atau pemikiran orang lain. Apabilah dikemudian
hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan tesis
ini hasil karya orang lain, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan
tersebut.
Makassar, Desember 2018
Safaruddin
ABSTRAK
SAFARUDDIN, 2018. Urban Governance Melalui Layanan Home Care (Dottoro’ta) di Kota Makassar, dibimbing oleh Abdul Mahsyar dan Nuryanti Mustari
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan Urban
Governance melalui layanan Home Care (Dottoro’ta) di Kota Makassar. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Penelitian ini menggunakan metode pengumpulan data melalui observasi, wawancara, dan dokumen. Kemudian teknik analisa data melalui reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara keseluruhan pelaksanaan urban governance melalui layanan Home Care Dottoro’ta terlaksana secara efektif hal ini didasarkan pada hasil penelitian yang menunjukkan aspek keadilan (equity) pelayanan diberikan pada semua kalangan tanpa melihat status sosial yang dilayani serta layanan ini diberikan secara gratis, home care Dottoro’ta juga telah menyentuh seluruh wilayah kota termasuk kepulauan
Pada aspek akuntabilitas (accountability) menunjukkan pengunaan anggaran yang tinggi pada program home care (Dottoro’ta) didominasi pada pengadaan peralatan kesehatan yang mesti dioptimalkan pemanfaatan sebagai pertanggungjawaban program ini
Pada aspek transparansi (transparancy) menunjukkan akses layanan sangat terbuka bagi seluruh masyarakat kota Makassar hal ini didukung peran Teknologi Informasi dalam membuat akses terpusat yang terintegrasi, sementara pada aspek keterlibatan masyarakat (civic engagement) menunjukkan bahwa cakupan wilayah layanan home care dottoro’ta menyentuh seluruh titik wilayah di Kota Makassar termasuk kepulauan yang bertujuan memperluas akses keterlibatan masyarakat pada layanan kesehatan, hal ini juga mendapat respon positif dari masyarakat meskipun memerlukan dukungan sosialisasi terhadap fungsi layanan.
Diperlukan persiapan penambahan armada mengingat data yang disajikan pada hasil penelitian ini menunjukkan tiap tahun pasien pengguna layanan Dottoro’ta semakin meningkat.
Kata Kunci : Urban Governance, Layanan Perkotaan, Home Care.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT,
yang senantiasa memberikan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga tesis
dengan judul “Urban Governance Melalui Layanan Home Care (Dottorotta)
di Kota Makassar” ini dapat diselesaikan. Salam serta Shalawat atas
junjungan kita Nabi Muhammad SAW.
Tesis ini merupakan tugas akhir yang diajukan untuk memenuhi
syarat dalam mencapai Magister Ilmu Administrasi Publik (M.AP) pada
Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Makassar.
Selesainya tesis ini tidak terlepas dari bimbingan yang diberikan oleh
dosen pembimbing penulis yakni ayahanda Dr. Abdul Mahsyar, M.Si selaku
pembimbing I dan Ibunda Dr. Nuryanti Mustari, S.IP,. M.Si selaku
pembimbing II. Atas segala perhatian, kepedulian dan ilmunya, maka
penulis menyampaikan banyak terima kasih dan penghargaan setinggi-
tingginya atas bantuan yang telah diberikan sampai tesis ini selesai.
Penulis menyadari bahwa penyusunan tesis ini tidak akan terwujud
tanpa bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Olehnya itu, melalui
kesempatan ini diucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya dan
setulus-tulusnya kepada yang terhormat :
1. Ayahanda Dr. Abd. Rahman Rahim, SE,. M.M. selaku Rektor
Universitas Muhammadiyah Makassar
2. Ayahanda Dr. H. Darwis Muhdina, M.Ag. selaku Direktur Program
Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Makassar
3. Ibunda Dr. Hj. Fatmawati, M.Si. selaku Ketua Program Studi
Magister Ilmu Administrasi Publik Universitas Muhammadiyah
Makassar
4. Ayahanda Dr. Abdul Mahsyar, M.Si. selaku pembimbing I dan Ibunda
Dr. Nuryanti Mustari, S.IP,. M.Si. selaku pembmbing II
5. Bapak dan Ibu Dosen serta seluruh Staff Program Pascasarjana
Universitas Muhammadiyah Makassar
6. Teman-teman Mahasiswa Program Pascasarjana Universitas
Muhammadiyah Makassar yang tidak sempat saya sebutkan
namanya satu persatu, yang telah memberikan dorongan dan
motivasi kepada penulis
7. Kedua Orang Tua tercinta dan segenap keluarga yang senantiasa
memberikan semangat serta bantuan baik materil maupun moril
demi kesempurnaan tesis ini, saran dan kritik yang sifatnya
membangun sangat penulis harapkan. Semoga tesis ini bermanfaat
dan dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi pihak yang
membutuhkan. Akhir kata, semoga Allah SWT memberikan Rahmat
dan KaruniaNya kepada kita semua. Amin.
Makassar, November 2018
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................... ii
LEMBAR PERBAIKAN TESIS ................................................................ iii
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN TESIS .......................................... iv
ABSTRAK ................................................................................................ v
KATA PENGANTAR ............................................................................... vi
DAFTAR ISI ........................................................................................... vii
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................... 5
C. Tujuan Penelitian ......................................................................... 5
D. Manfaat Penelitian........................................................................ 6
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Penelitian Terdahulu ...................................................... 7
B. Tinjauan Teoritis ........................................................................... 9
1. Manajemen Perkotaan ........................................................... 9
2. Konsep Perkotaan ............................................................... 12
3. Urban Governance ............................................................... 15
4. Kebijakan Tata kelola Perkotaan ......................................... 25
5. Konsep Home Care ............................................................. 29
C. Kerangka Pikir ............................................................................ 31
D. Deskripsi Fokus Penelitian ......................................................... 33
BAB III. METODE PENELITIAN
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian ................................................. 34
B. Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................................ 34
C. Informan. ...................................................................................... 35
D. Jenis dan Sumber Data ................................................................ 35
1. Data Primer ............................................................................ 35
2. Data Sekunder ....................................................................... 35
E. Instrumen Penelitian..................................................................... 36
F. Teknik Pengumpulan Data ........................................................... 36
1. Wawancara ............................................................................ 36
2. Observasi Langsung .............................................................. 37
3. Dokumen ............................................................................... 37
G. Teknik Analisis Data ..................................................................... 37
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Lokasi Penelitian .......................................................... 39
1. Gambaran Umum Kota Makassar ......................................... 39
B. Urban Governance Melalui Layanan Home Care Dottoro’ta
Di Kota Makassar ......................................................................... 53 1. Keadilan (Equity) .................................................................... 54
2. Keterlibatan Masyarakat (Civil engagement) ......................... 58
3. Akuntabilitas (Accountability) ................................................. 60
4. Transparansi (Transparency) ................................................. 68
C. Hambatan Implementasi Layanan Home Care (Dottoro’ta)
di Kota Makassar ........................................................................ 73
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan .................................................................................. 79
B. Saran............................................................................................ 80
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 82
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Konsep Tata kelola perkotaan merupakan hal yang penting untuk
dicermati seiring perkembangan pembangunan perkotaan yang semakin
pesat sehingga pola tata perencanaan kota yang terorganisasi menentukan
arah pembangunan kota berdasarkan paradigma tata kelola yang baik atau
good governance yang menjamin keadilan, partisipasi, akuntabilitas, dan
transparansi tata kelola perkotaan atau Urban Governance guna
menunjang kehidupan seluruh komponen masyarakat yang hidup di
wilayah perkotaan.
Kota-kota masa depan di Indonesia diarahkan sejalan dengan
Kebijakan dan Strategi Nasional Pembangunan Perkotaan 2015–
2045, yaitu kota berkelanjutan dan berdaya saing untuk kesejahteraan
masyarakat. Oleh karena konsep tata kelola perkotaan menjadi cara tepat
untuk merespon permasalahan yang dihadapi dalam tata kelola perkotaan
atau Urban Governance.Tuntutan dalam Urban Governance adalah mampu
menggunakan SDM, modal sosial, dan infrastruktur telekomunikasi modern
untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan dan kualitas
kehidupan yang tinggi, dengan manajemen sumber daya yang bijaksana
melalui pemerintahan berbasis partisipasi masyarakat Caragliu dalam
(Schaffers, 2010:3).
Aspek penting dalam tata kelola perkotaan (urban governance)
adalah Infrastructure and Service Management atau Infrastruktur dan
Pengelolaan Pelayanan. Infrastruktur atau teknologi yang digunakan
merupakan salah satu komponen penting yang tidak dapat dipisahkan dari
suatu perkotaan hal terpenting pada aspek ini adalah fasilitas teknis yang
diperlukan untuk melakukan pelayanan publik.
Urban Governance memiliki keterkaitan dengan pelayanan publik
yang modern memanfaatkan teknologi dan informasi digital. Salah satu
model pelayanan yang memanfaatkan teknologi dalam operasionalisasinya
yaitu Home Care adalah yaitu pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan
pasien, individu dan keluarga, direncanakan, dikoordinasikan, dan
disediakan, oleh pemberi pelayanan, yang diorganisir untuk memberi
pelayanani rumah. Home Care ini dilakukan secara komprehensif dan
berkesinambungan kepada individu dan keluarga di tempat tinggalnya yang
dibekali teknologi telemedicine yang memungkinkan dokter ahli bisa
mendiagnosa dari mana saja melalui gadget.
Pelayanan publik yang mendasar diberikan kepada warga
masyarakat oleh institusi birokrasi di Indonesia adalah pelayanan pada
bidang kesehatan, selain pelayanan bidang pendidikan. Begitu pentingnya
pelayanan kesehatan ini, sebagian besar dari negara-negara yang ada di
dunia ini mencantumkan pelaksanaan pelayanan kesehatan dalam
konstitusinya. Problem yang sering dihadapi oleh birokrasi dalam
pelayanan kesehatan adalah terbatasnya sumber daya manusia, dana,
prasarana dan waktu (Mahsyar, 2015).
Tuntutan layanan diperkotaan mendorong pemerintah memberikan
pelayanan publik yang lebih baik, efektif dan efisien dengan memanfaatkan
teknologi yang ada. Untuk mencapai pelayanan publik yang berkualitas
tentunya diperlukan sumber daya yang juga berkualitas sehingga program
dan strategi pemerataan kesehatan dengan mendayagunakan segenap
potensi yang ada termasuk teknologi dapat mendukung pelayanan
kesehatan yang optimal.
Pemerintah Kota Makassar membuat program-program berbasis
teknologi antara lain puskesmas digital, dimana warga bisa mendaftar di
puskesmas melalui layanan SMS. Data kesehatan masyarakat melalui
layanan ini akan terdokumentasi secara lengkap sehingga pelayanan
kesehatan melalui perawatan yang diberikan lebih tepat dan akurat.
Selain itu terdapat juga program Home Care yaitu program layanan
kesehatan yang menyasar rumah warga. Apabila ada masyarakat yang
membutuhkan layanan kesehatan di rumah maka dapat menghubungi call
center 112 di War Room Pemerintah Kota. Selanjutnya, call center akan
menghubungi puskesmas terdekat agar segera mengirimkan tim 'Dottoro'ta
(dokter kita) ke rumah masyarakat yang membutuhkan pelayanan
kesehatan.
Dinas Kesehatan Makassar adalah SKPD terkait dalam
menyukseskan program Home Care (Dottoro’ta), Tim Dottoro’ta terdiri dari
tiga orang yakni dokter, perawat, dan seorang sopir kendaraan pintar yang
dilengkapi alat USG dan EKG. Mobil ini juga memiliki alat diagnosis. Selain
itu Dinas Kesehatan Kota makassar juga mengembangkan Home Care
berbasis telemedicine.
Masalah yang ditemui berdasarkan hasil pengamatan adalah tidak
berimbangnya 48 unit jumlah armada yang disiapkan dalam pelayanan
Dottoro'ta yang melayani 1,4 juta penduduk di 143 kelurahan yang ada di
seluruh wilayah Kota Makassar. Walaupun armada Dottoro'ta semuanya
terhubung dalam layanan online di 46 puskesmas namun pelayanan
dengan jumlah armada tersebut dianggap masih belum optimal karena
jumlah penduduk yang dilayani masih terlampau besar jumlahnya.
Permasalahan lainnya adalah masih kurangnya sosialisasi dari
pemerintah Kota mengenai pelayanan Dottoro'ta sehingga masyarakat
masih mengandalkan untuk mengantar langsung pasien ke rumah sakit
sehingga di IGD menumpuk untuk mendapat pelayanan padahal melalui
layanan Dottoro'ta dapat memperoleh tindakan medis Dottoro’ta ini
dilengkapi dengan sejumlah obat, alat medis lainnya dan tabung oksigen.
Bahkan dilengkapi dengan alat monitor kondisi pasien yang
menghubungkan langsung ke dokter ahli melalui wall room.
Aspek pengelolaan layanan kesehatan ini memerlukan pengelolaan
perkotaan yang smart mengcover masalah kesehatan yang dialami
masyarakat perkotaan seperti disejumlah wilayah di Kota Makassar yang
dikenal akan kepadatan penduduk yang tidak berimbang dengan besarnya
kapasitas layanan rumah sakit dan puskesmas yang jumlah pasiennya tidak
merata pada setiap fasilitas kesehatan yang ada di Kota Makassar. Oleh
karena itu, diperlukan pengelolaan manajemen perkotaan yang efektif
untuk mengaktualisasikan smart living layanan kesehatan di Kota
Makassar.
Berangkat dari uraian latar belakang dan permasalahan di atas maka
penulis mengangkat sebuah judul tesis yaitu “Urban Governance Melalui
Layanan Home Care (Dottoro’ta) di Kota Makassar”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut diatas, maka
dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini yaitu :
1. Bagaimana Implementasi Urban Governance melalui Layanan Home
Care (Dottoro’ta) di Kota Makassar?
2. Bagaimana Hambatan Implementasi Layanan Home Care (Dottoro’ta)
di Kota Makassar?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian dalam pembahasan tesis ini yaitu:
1. Untuk mengetahui dan menganalisa Implementasi Urban Governance
melalui Layanan Home Care (Dottoro’ta) di Kota Makassar.
2. Untuk mengetahui dan menganalisa Hambatan Implementasi Layanan
Home Care (Dottoro’ta) di Kota Makassar.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian antara lain:
1. Diharapkan dapat memberi kontribusi terhadap pengembangan ilmu
pengetahuan pada bidang ilmu administrasi publik terutama yang
berhubungan dengan Urban Governance dan layanan kesehatan.
2. Dapat menjadi masukan berupa informasi ilmiah terhadap
stakeholders yang terkait dalam meningkatkan layanan kesehatan
yang terintegrasi dalam program-program smart city kota makassar.
3. Dapat menjadi referensi bagi peneliti selanjutnya yang berminat
terhadap kajian Urban Governance dan layanan kesehatan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu yang terkait dengan penelitian ini dilakukan
Tahir (2015) dengan judul Good Urban Governance: Peran Pemerintah
dalam Pembangunan Wilayah Kecamatan di Kota Makassar.Hasil
penelitian menunjukkan bahwa Pelaksanaan program smart card
berdasarkan prinsip Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 Tentang
Pemerintahan Daerah dilihat dari prinsip Peningkatan Efisiensi; Perbaikan
Efektifitas; Perbaikan Kualitas Pelayanan; Tidak ada konflik kepentingan;
Berorientasi kepada kepentingan umum; Dilakukan secara terbuka;
Memenuhi nilai-nilai kepatutan; Dapat dipertanggungjawabkan hasilnya
tidak untuk kepentingan diri sendiri. Dan artibut inovasi sebagai ukuran
untuk menilai pelaksanaan inovasi pemerintah daerah yaitu : Relative
Advantage atau Keuntungan Relatif, Compatibility atau Kesesuaian,
Complexity atau Kerumitan, Triability atau Kemungkinan dicoba,
Observability atau Kemudahan diamati semua berjalan dengan baik.
Kemudian penelitian Amri (2016), menunjukkan hasil penelitian
bahwa teknologi informasi dan komunikasi saat ini di Kota Makassar telah
menjadi salah satu infrastruktur utama dalam kehidupan masyarakat
modern layaknya listrik, air, dan jalan. Konsep smart city menempatkan kota
sebagai sebuah ekosistem yang terdiri dari banyak subsistem untuk
mengelola transportasi, energi, perniagaan, pelayanan kesehatan,
pendidikan, komunikasi dan sumber daya air.
Selanjutnya penelitian Putra (2017), terkait Inovasi Pelayanan Publik
Bidang Kesehatan Berbasis Home Care (Dottorota) Di Kota Makassar
menunjukkan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara pelaksaanan
home care telah terlaksana dengan baik dengan berbagai keunggulan yang
bervariasi. Adapun tingkat kesulitannya walaupun inovasi home care
terlaksana dan dapat dilihat secara nyata oleh masyarakat dalam praktik
inovasi tersebut. Pelaksanaan inovasi home care di Kota Makassar
dipengaruhi oleh adanya sumber daya manusia, sarana dan prasarana
yang memadai, dan sosialisasi yang sudah sering dilakukan oleh pelaksana
home care.
Ketiga penelitian terdahulu memiliki kesamaan dengan penelitian
saat ini yaitu membahas tentang indikator urban goverance Kota Makassar
dan juga inovasi home care (Dottorota) namun hal yang membedakan dari
penelitian terdahulu adalah fokus penelitian ini menitikberatkan pada
Indikator pelaksanaan good urban governance (Lange, 2010) yang meliputi:
keadilan (equity), transparansi (transparency) dan akuntabilitas
(accountability), keterlibatan masyarakat sipil (civic engagement).
B. Tinjauan Teoritis
Uraian mengenai konsep-konsep yang mengilhami tulisan ini
merupakan bagian yang saling terkait secara konseptual dan teoritis
mengenai Urban Governcance Melalui Smart City Di Kota Makassar
Provinsi Sulawesi Selatan. Pemahaman konsep yang disajikan dapat
menjadi batasan bagi peneliti agar tidak keluar dari subtansi penelitian ini
yang akan dibahas.
1. Manajemen Perkotaan
Manajemen perkotaan adalah pengelolaan sumber daya perkotaan
yang berkaitan dengan bidang-bidang tata ruang, lahan, ekonomi,
keuangan, lingkungan hidup, pelayanan jasa, investasi, prasarana dan
sarana perkotaan; serta di sebutkan pula bahwa pengelola perkotaan
adalah para pejabat (Pemerintah) pengelola perkotaan. Dengan demikian,
menurut apa yang secara formal didefinisikan oleh Pemerintah, manajemen
perkotaan meliputi hal yang cukup luas, dan Nampak menekankan pada
aspek perkembangan kota dan perkembangan ekonomi kota (Fawahid &
Mashur, 2016).
Manajemen kota juga diartikan sebagai pembuatan kondisi kualitas
kehidupan yang kondusif bagi kesehatan manusia, kehidupan,
kesejahteraan, dan kemakmuran (Momeni, 2015:17).Manajemen
perkotaan (urban management) merupakan bagian dari penataan ruang
sebagai pendekatan yang kontemporer untuk menganalisa permasalahan
perkotaan sekarang ini. Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang, menjelaskan bahwa tata ruang adalah wujud struktural
dari pola penataan ruang, baik direncanakan maupun tidak. Ruang yang
dimaksud meliputi ruang perairan (laut), ruang darat dan ruang angkasa
(udara) (Suriandjo, 2016).
Berbeda dengan Devas, N., & Rakodi, C. (1993), menggunakan
pendekatan yang berbeda dalam melihat manajemen perkotaan.Mereka
mencoba menghubungkan pengertian manajemen perkotaan dari aspek
perencanaan kota(urban planning) dan ekonomi politik. Dari aspek
perancanaan kota, manajemen perkotaan diihat sebagai proses linier dari
sejumlah aktivitas menejemen pemerintahan kota, yang terdiri dari langka-
langkah sebagai berikut :
1. Survey dan analisa meliputi (estimasi kebutuhan sekarang dan yang
akan datang; survey situasi sekarang; analisa potensi ekonomi dan
pembangunan; identifikasi sumber daya yang ada seperti
keuangan,tanah,sumber daya manusia dan sebagainya; evaluasi dari
intervensi-intervensi yang lalu; dan respon dari masyarakat).
2. Pengembangan strategi dan kebijakan meliputi (klarifikasi tujuan dan
objek kebijakan; identifikasi isu-isu dan maslah kunci; identifikasi
alternatif strategi dan kebijakan; analisa biaya dan keuntungan dari
alternatif; identifikasi konsekuensi dan tindakan yang diambil; prioritas
alternatif; seleksi alternatif yang mencapai keseimbangan optimal antara
tujuan dan penggunaan sumber daya).
3. Implementasi meliputi (identifikasi instansi-instansi pelaksana; mobilasi
sumber daya yang diperlukan; spesifikasi efektivitas koordinasi;
spesifikasi program dan proyek; persiapan anggaran program;
spesifikasi tahapan-tahapan pelaksana; spesifikasi ukuran dan target
kinerja; supervisi operasi rutin dan fungsi pemeliharaan).
4. Monitoring dan evaluasi meliputi (monitoring teratur pada kinerja
dibandingkan dengan target; evaluasi akhir pada kinerja dan dampak;
umpan balik dari hasil ke dalam langkah awal melalui sistem informasi
efektif).
Menurut Brilhante, (2001) pembangunan kota berkelanjutan adalah
merupakan tujuan dasar dari manajemen lingkungan kota yang terdiri atas
tiga elemen:
1. Elemen pertama yakni kota mengacu kepada konsep kota yang
selama ini dikenal.
2. Elemen kedua yakni lingkungan didefinisikan sebagai bentuk fisik—
biotik dan abiotik—yang ada di sekitar masyarakat yang memiliki
pola hubungan mutual dengan masyarakat. Istilah lingkungan dalam
penelitian ini juga mempertimbangkan lingkungan ekonomi dan
lingkungan sosial.
3. Elemen ketiga yakni manajemen yang dalam konteks ini diartikan
sebagai pembuatan kebijakan dan seperangkat tindakan yang
berdasar kepada kebijakantersebut.
2. Konsep Perkotaan
Irwan (2005), mengemukakan pengertian kota sebagai berikut:
1. Suatu areal dimana terdapat atau menjadi pemusatan penduduk
dengan kegiatannya dan merupakan tempat konsentrasi penduduk
dan pusat aktivitas perekonomian (seperti industri, perdagangan dan
jasa)
2. Kota merupakan sebuah sistem, baik secara fisik maupun sosial
ekonomi, bersifat tidak statis yang sewaktu-waktu dapat menjadi
tidak beraturan dan susah dikontrol.
3. Mempunyai pengaruh terhadap lingkungan fisik seperti iklim dan
sejauh mana pengaruh itu sangat tergantung kepada
perencanaannya.
Saragih, dalam (Tahir, 2014), mengemukakan Perkembangan kota
yang pesat, menyebabkan banyak masalah, salah satu diantaranya adalah
terjadinya perubahan fungsi lahan. Kebiasaan yang sering dilakukan oleh
Pemerintah kota dan pihak swasta adalah merubah fungsi ruang terbuka
hijau menjadi ruang terbangun. Dampak dari kesemuanya itu adalah
hilangnya fasilitas umum yang biasa digunakan oleh warga, salah satu
diantaranya adalah hilangnya fasilitas tempat bermain anak.
Perkotaan adalah suatu pemukiman yang relatif besar, padat dan
permanen, terdiri dari kelompok individu-individu yang heterogen dari segi
sosial, yang dijabarkan dalam 10 kriteria yang lebih spesifik untuk
merumuskan kota. Menurut Restina (2009) 10 kriteria tersebut
adalahsebagai berikut :
1. ukuran dan jumlah penduduk yang besar terhadap massa dan tempat,
2. bersifat permanen,
3. Kepadatan minimum terhadap jumlah penduduk dan luas wilayah, d)
struktur dan tata ruang perkotaan seperti yang ditunjukkan jalur jalan dan
ruang perkotaan yang nyata,
4. tempat dimana masyarakat tinggal dan bekerja,
5. fungsi perkotaan minimum meliputi pasar, pusat administrasi atau
pemerintahan, pusat militer, pusat keagamaan, atau pusat aktivitas
intelektual,
6. heterogenitas dan pembedaan yang bersifat hirarki pada masyarakat,
7. pusat ekonomi perkotaan yang menghubungkan sebuah daerah
pertanian ditepi kota dan memeroses bahan mentah untuk pemasaran
yang lebih luas,
8. pusat pelayanan bagi daerah-daerah lingkungan setempat,
9. dan pusat penyebaran.
Variabel yang berpengaruh dalam proses perkembangan kota
menurut Raharjo (Khambali, 2017), adalah:
1. Penduduk, keadaan penduduk, proses penduduk, lingkungan sosial
penduduk
2. Lokasi yang strategis, sehingga aksesibilitasnya tinggi
3. Fungsi kawasan perkotaan, merupakan fungsi dorminan yang mampu
menimbulkan
4. Kelengkapan fasilitas sosial ekonomi yang merupakan faktor utama
timbulnya
5. perkembangan dan pertumbuhan pusat kota
6. Kelengkapan sarana dan prasarana transportasi untuk meningkatkan
aksesibilitas penduduk ke segala arah
7. Faktor kesesuaian lahan
8. Faktor kemajuan dan peningkatan bidang teknologi yang mempercepat
proses pusat
9. kota mendapatkan perubahan yang lebih maju
Meningkatnya kepadatan dan jumlah penduduk di kawasan
perkotaan serta menurunnya kualitas lingkungan perkotaan membawa
berbagai konsekuensi masalah di Indonesia, diantaranya peningkatan
angka kemiskinan perkotaan, kemacetan lalu lintas, kenaikan permukaan
air laut, pemenuhan kebutuhan infrastruktur yang belum merata, makin
banyaknya lingkungan kumuh, dan banjir.
Anwar (2005), mengemukakan bahwa area perkotaan di Indonesia
dewasa ini telah menunjukan perkembangan yang sangat pesat sejalan
dengan pembangunan di Indonesia pada umumnya. Hal ini tidak terlepas
dari kenyataan bahwa perkotaan adalah lokasi yang paling effisien dan
effektif untuk kegiatan-kegitan produktif sehubungan dengan ketersediaan
sarana dan prasarana, tersedianya tenaga trampil, tersedianya dana
sebagai modal dan sebagainya tidak berlebihan kalau dikatakan bahwa
perkotaan memiliki nilai strategis (Sutiyoso, 2017).
Perubahan konsep perkotaan di Indonesia, tidak memiliki implikasi
terhadap analisis urbanisasi yang hanya dilakukan secara spasial pada
tahun sensus yang sama, sebab konsep yang digunakan secara regional
tidak ada perbedaan atau digunakan konsep yang sama secara nasional.
Lain halnya pada analisis urbanisasi antar waktu, perubahan konsep
perkotaan memiliki implikasi yang besar sebagai dampak pengaruh
reklasifikasi akibat penggunaan konsep perkotaan yang berbeda
(Setiawan, 2005:9).
3. Urban Governance
Konsep Urban Governance (tata kelola perkotaan) mengacu pada
bagaimana pemerintah (lokal, regional atau nasional) serta pemangku
kepentingan memutuskan bagaimana merencanakan, membiayai dan
mengelola daerah perkotaan. Ini melibatkan proses negosiasi dan
kontestasi yang berkelanjutan atas alokasi sumber daya sosial dan material
dan kekuatan politik. Oleh karena itu, sangat politis, dipengaruhi oleh
penciptaan dan operasi lembaga-lembaga politik, kapasitas pemerintah
untuk membuat dan menerapkan keputusan dan sejauh mana keputusan-
keputusan ini mengakui dan menanggapi kepentingan orang miskin. Ini
mencakup sejumlah kekuatan ekonomi, sosial, lembaga dan hubungan. Ini
termasuk pasar tenaga kerja, barang dan jasa; hubungan rumah tangga,
keluarga dan sosial; dan infrastruktur dasar, tanah, layanan dan
keselamatan publik (Devas et al., 2004:1).
Lea dan Courtney (Nurmandi, 2006 : 125) membedakan dua
pendekatan pengelolaan perkotaan, yaitu pendekatan problem-oriented
teknokratis dan pedekatan ekonomi politik struktural. Pendekatan pertama
lebih memfokuskan pada peningkatan kinerja lembaga-lembaga yang ada
dan memecahkan masalah-masalah perkotaan. Sedangkan pendekatan
kedua lebih memfokuskan pada pada akar permasalahan perkotaan dalam
konteks ekonomi politik nasioal dan internasional.
Menurut Slack dan Côté (2014: 7), tata pemerintahan kota (Urban
Governance) yaitu :
1. Memainkan peran penting dalam membentuk karakter fisik dan sosial
daerah perkotaan;
2. Mempengaruhi kuantitas dan kualitas layanan lokal dan efisiensi
pengiriman;
3. Menentukan pembagian biaya dan distribusi sumber daya antar
kelompok yang berbeda; dan
4. Mempengaruhi kemampuan warga untuk mengakses pemerintah daerah
dan terlibat dalam pengambilan keputusan, mempengaruhi akuntabilitas
pemerintah daerah dan responsif terhadap tuntutan warga.
Adapun tujuan akhir dari urban governance menurut (Latifa: 2013),
adalah tercapainya Good Urban Governance yang merupakan upaya
merespons berbagai masalah pembangunan kawasan perkotaan secara
efektif dan efisien yang diselenggarakan oleh pemerintah yang akuntabel
dan bersamasama dengan unsur masyarakat.
Selanjutnya dikemukakan oleh Lange (2010:45) Terdapat prinsip
yang dijadikan sebagai indikator untuk mendalami peran pemerintah dalam
pelaksanaan Good Urban Governance yaitu :
1. Keberlanjutan (sustainability)
Cakupan visi dan misi yang kuat dari pemerintah kota dalam
mengembangkan dan membangun tata ruang dan layanan publik
perkotaan. Strategi terarah dari visi pembangunan kota dan rencana
pembangunan terpadu dapat memprioritaskan keputusan investasi serta
mendorong sinergi dan interaksi di antara beberapa kawasan perkotaan
yang terpisah dan juga fokus pada peningkatan pelayanan publik
modern.
Selain itu rencana penggunaan lahan dapat memberikan kontribusi
pada perlindungan lingkungan yang sensitif dan melakukan regulasi
pasar tanah. Perluasan perkotaan dan rencana pengisian kegiatan yang
tumbuh dari dalam kawasan (infill) dapat meminimalkan biaya
transportasi dan layanan pengiriman, mengoptimalkan penggunaan
lahan serta mendukung pelindungan dan organisasi ruang terbuka kota.
Peningkatan lingkungan perkotaan dan rencana penambah-ulangan
(retrofitting) dapat meningkatkan kepadatan perumahan dan kegiatan
ekonominya serta memajukan komunitas yang secara sosial lebih
terpadu.
Adanya perubahan dalam hal perencanaan kota yang harus mau
bergeser berfokus pada kota berkelanjutan yang dapat mengakomodasi
kebutuhan akan kualitas lingkungan, sosial, maupun ekonomi. Kualitas
ekosistem perkotaan menjadi sebuah kebutuhan yang sangat penting
untuk menyediakan lingkungan yang sehat dan berkelanjutan untuk
sistem alam dan kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, pendekatan
ekosistem merupakan kebutuhan fungsional dalam hal pembangunan
kota (Rahardjo, 2012).
Secara umum dikemukakan adanya tiga pendekatan public services
provision yang berperan dalam pembangunan perkotaan (Kirby, Knox
and Pinch, 1984) yaitu the public choice approach, the neo-Weberian
approach, dan neo-Marxist approach. Di samping itu dalam
pembangunan perkotaan juga tidak dapat mengabaikan peranan tata
ruang (the role of space). Ketiga peran tersebut dapat saling
dimanfaatkan dengan dukungan penataan ruang untuk penyediaan
layanan publik.
2. Subsidiaritas (subsidiarity)
Peran pemerintah kota dalam mendistribusikan pelayanan yang baik
kepada masyarakat, baik itu kesehatan, pendidikan, sampah kota, air, dan
layanan publik lainnya. Perwujudan lingkungan yang berkelanjutan dengan
dukungan infrastruktur, ekonomi, kelembagaan dan tata kelola perkotaan
yang lebih mengakomodasi kebutuhan masyarakat. Melalui integrasi
teknologi komunikasi dan informasi serta konektivitas internet (Internet of
Things), pemerintah dan masyarakat dapat berinteraksi secara efektif dan
efisien di dalam mewujudkan tatanan kota yang lebih baik.
Subsidiarity juga penting ditekankan pada penataan ruang, sesuai
dengan asas dan tujuannya adalah mewujudkan keserasian pemanfaatan
sumberdaya alam dan kepentingan kesejahteraannya, harus dilaksanakan
sejalan dengan tatanan nilai masyarakatnya yang arif terhadap etika
lingkungan. Pemasyarakatan penataan ruang harus dianggap sebagai
suatu proses belajar sosial masyarakat secara berkesinambungan dalam
seluruh sistem yang ada. Oleh karena itu pembangunan masyarakat kota
yang lebih penuh dengan statement-statement abstrak seperti visi, misi
atau tujuan-tujuan sosial kebudayaan dan perekonomian daripada berisi
program-program penyelesaian masalah perkotaan yang lebih bersifat
fisikal engineering (Harun, 2001).
3. Keadilan (equity),
Adanya rasa keadilan yang diberikan kepada masyarakat dalam
penataan perkotaan membutuhkan pemerataan yang bisa dirasakan
seluruh komponen. Modernitas terbaru adalah justru kesadaran
lingkungan, keadilan kemanusiaan dan kualitas hidup, timpangnya
distribusi pembangunan menunjukkan masalah dalam keadilan
distribusional. Distribusi pembangunan sangat dipengaruhi oleh persepsi
dalam pemerintahan dalam mendefinisikan keadilan distribusional.
Stakeholder memiliki persepsi keadilan distribusional yang berbeda dalam
tata kelola perkotaan persepsi keadilan distribusional pejabat pemerintahan
sangat penting mengingat ia menentukan bagaimana pemerintah
mendistribusikan elemen-elemen pembangunan berupa infrastruktur,
kesempatan kerja, kualitas layanan dan lain-lain ke berbagai daerah dan
kelas sosial.
Melihat perubahan-perubahan sosial ekonomi dan demografi
nasional maupun berbagai budaya tercermin dalam perkembangan
perkotaan. Kota besar, kota kecil, dan lingkungan yang layak ditinggali,
menarik secara fungsional dan seimbang secara sosial merupakan fondasi
kesatuan sosial masyarakat secara umum. Namun di saat yang sama ruang
lingkup perkotaan yang seimbang secara sosial tersebut semakin tergerus.
Oleh karena itu pembangunan perkotaan yang seimbang secara sosial dan
ekologis harus menjadi perjuangan utama bagi negara-negara industri maju
maupun negara berkembang untuk menumbuhkan aspek keadilan dalam
pembangunannya.
4. efisiensi (efficiency)
Mencakup efisiensi yang dilakukan terutama yang berkaitan dengan
pembiayaan sejumlah teknologi dan peralatan yang digunakan mendukung
aksesbilitas layanan. Human Settlements Programme (2015),
mengemukakan mekanisme yang ampuh untuk menyusun kembali bentuk
dan fungsi kota-kota dan wilayah untuk menghasilkan seefesien mungkin
dapat memenuhi kebutuhan kelompok yang paling rentan, terpinggirkan
atau yang kurang terlayani.
Keberhasilan pelaksanaan rencana kota tergantung pada dasar
keuangan yang sehat, termasuk kemampuan awal investasi publik untuk
menghasilkan manfaat ekonomi dan keuangan serta untuk menutupi biaya
operasional. Rencana keuangan harus berisi rencana pendapatan yang
realistis, termasuk pembagian nilai manfaat perkotaan antara semua
pemangku kepentingan, serta penyediaan pembiayaan bagi persyaratan
rencana pembangunan perkotaan.
Untuk mengatasi masalah-masalah itu perlu mengarahkan
pengembangan masyarakat agar lebih kompak dan efisien. Untuk
digunakan dari pusat kota ke tengah kota agar penduduk dapat tinggal
dekat dengan tempat kerja, memenuhi atau tempat-tempat kegiatan
kesehariannya. Dengan begitu akan dapat memberikan kontribusipositif
antara lain mengurangi kendaraan bermotor, dapat mereduksi biaya-biaya
transportasi. Bagi masyarakat yang miskin disiapkan layanan kesehatan
dan bantuan lainnya yang efesien dalam pelayanan (Suradi & Setiawan,
2015).
5. transparansi (transparency) dan akuntabilitas (accountability)
Pertanggung jawaban dan keterbukaan dalam penyelenggaraan
program perintah kota terutama sejumlah layanan perkotaan yang dapat
akses mudah oleh publik. Penekanannya harus pada pembentukan sistem
tata aturan dan adanya peraturan yang memberikan kerangka hukum
jangka panjang yang kokoh dan dapat dipercaya untuk pembangunan
perkotaan.
Mengatur pemantauan oleh para pemangku kepentingan, adanya
mekanisme evaluasi dan akuntabilitas untuk melakukan penilaian atas
pelaksanaan rencana kota secara transparan (informasi public) dan
memberikan umpan balik dan informasi bagi perbaikan yang diperlukan,
yang mencakup proyek-proyek dan program-program jangka pendek dan
jangka panjang.
Perhatian khusus harus diberikan untuk akuntabilitas,
implementabilitas, dan kapasitas dalam menegakkan kerangka hukum di
mana pun berlaku.Penggunaan tata ruang sebagai mekanisme untuk
melakukan fasilitasi secara fleksibel daripada sebagai cetak biru yang kaku.
Rencana tata ruang harus dijabarkan secara partisipatif dan berbagai
versinya dapat diakses dan dalam bahasa awam sehingga mudah dipahami
oleh penduduk pada umum.
Salah satu yang diasumsikan paling penting adalah perspektif atau
paradigma yang digunakan dalam penyusunan RTRWK. Dalam penelitian
ini, governance sebagai perspektif kontemporer dalam ranah administrasi
publik digunakan sebagai pendekatan dalam penyusunan RTRWK melalui
prinsip-prinsip yang menyertainya dalam konteks penyelenggaraan
desentralisasi. Prinisp governance yang diteliti dalam kaitannya dengan
penyusunan RTRWK adalah prinsip akuntabilitas, transparansi, responsif
dan partisipasi. Selain itu, dari sudut pandang governance, peran para actor
juga sangat penting di dalam pengambilan keputusan yang bekerja pada
tingkat yang berbeda (Sutiyoso,2017).
6. Keterlibatan masyarakat sipil (civic engagement)
Cakupan keterlibatan masyarakat dalam program pelayanan
pemerintah kota masukan terhadap perbaikan tata kelola akan berdampak
pada kepuasan masyarakat.
Secara formal menegaskan kemitraan dan partisipasi masyarakat
sebagai prinsip-prinsip kunci dalam kebijakan, dengan melibatkan
masyarakat (perempuan dan laki-laki), organisasi masyarakat sipil dan
perwakilan dari sektor swasta dalam kegiatan perencanaan kota,
memastikan bahwa perencana berperan aktif dan mendukung pelaksanaan
prinsip-prinsip ini dan membangun mekanisme konsultasi yang luas dan
forum untuk mendorong dialog kebijakan tentang isu-isu pembangunan
perkotaan.
Pelayanan Publik merupakan suatu sistem, dalam arti masyarakat
sebagai pemohon atau pengguna layanan harus diberikan akses yang
seluas-luasnya berkaitan dengan proses pemecahan masalah dan
pengambilan keputusan dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Prinsip
keterbukaan mempunyai peranan penting untuk terbangunnya pelayanan
publik yang berkualitas.Peran serta masyarakat dalam pelayanan public
dimulai sejak penyusunan standar pelayanan sampai dengan evaluasi dan
pemberian penghargaan, dengan demikian masyarakat juga memiliki peran
serta dalam pemberian pelayanan publik, hal tersebut diwujudkan dalam
bentuk kerja sama, pemenuhan hak dan kewajiban masyarakat, serta peran
aktif dalam penyusunan kebijakan pelayanan publik (Setyobudi, 2016).
7. Keamanan (Security)
Ada jaminan keamanan yang diberikan melalui sejumlah upaya yang
dilakukan tanpa memberikan kesulitan dan meminimalisir resiko
ancaman.Perencanaan dan desain kota yang baik dan fleksibelharus
diberikan kepada perancangan ruang publik karena merupakan salah satu
penyumbang utama untuk menghasilkan kualitas urban, dengan
menyediakan pola jalan dan konektivitas yang tepat, serta alokasi ruang
terbuka.
Hal yang sama pentingnya adalah kejelasan dalam tata letak
bangunan dan lahan, termasuk kekompakan yang tepat dan pemanfaatan
keragaman kegiatan ekonomi di kawasan terbangun untuk mengurangi
kebutuhan mobilitas dan biaya pelayanan per kapita. Akhirnya, desain
harus memfasilitasi pembauran dan interaksi sosial serta aspek budaya
dalam kehidupan kota. Hubungan interaksi sosial menunjukkan trend
urbanisasi dan konsentrasi penduduk, akan berpengaruh terhadap kegiatan
masyarakat dan akan menyebabkan semakin besarnya area konsentrasi
penduduk di daerah perkotaan.
Hal itu berdampak pada munculnya permasalahan pada daerah
perkotaan. kualitas masyarakat yang melakukan urbanisasi masih rendah
jika dilihat dari tingkat pendidikan, keahlian maupun kepedulian terhadap
kualitas lingkungan maka urbanisasi akan berdampak pada permasalahan
kependudukan, lingkungan dan tatanan fisik perkotaan diperlukan pula
jaminan keamanan dalam pembangunan yang memerlukan investasi
(Surtiani, 2006).
4. Kebijakan Tata Kelola Perkotaan
Menurut (Aziz, 2016), kebijakan di setiap kota tidaklah sama dan
untuk merespons perubahan yang terjadi memerlukan suatu strategi,
program, dan kebijakan yang tepat melalui tata kelola perkotaan yang
terencana dan terintegrasi. Salah satu hal penting untuk mewujudkannya
melalui peran kepemimpinan yang tepat untuk membangun kota
berkelanjutan.
Menurut Setijawan(2018),arah kebijakan pembangunan perkotaan
dimasa depan harus memenuhi fungsi entity kawasan tersebut, yang dapat
dideskripsikan secara detil sebagai berikut:
1. Nyaman/layak huni (livable), memenuhi kebutuhan manusia akan
kenyamanan hidup, fisik, sosial budaya, dan lingkungan.
2. Berkelanjutan (sustainable),antisipasi terhadap perubahan iklim dan
bencana alam serta memenuhi keperluan hidup manusia kini dengan
tanpa mengabaikan keperluan hidup manusia masa datang.
3. Berkeadilan (just),menyediakan ruang hidup dan berusaha bagi seluruh
golongan masyarakat perkotaan
4. Pendorong pertumbuhan (engine of growth),mampu berkompetisi
dalam perkembangan ekonomi global dengan memanfaatkan potensi
sosial budaya dan kreatifitas lokal (ekonomi kreatif); serta mampu
menciptakan hierarki pasar bagi kota menengah, kecil, dan pedesaan.
Untuk mencapai kehidupan perkotaan yang aman, damai, dan
sejahtera, perlu dirumuskan visi tentang kondisi kota yang ingin dicapai di
masa depan.Dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor:
494/PRT/M/2005 dikemukakan bahwa Kota-kota di masa depan adalah
kota yang dapat memberikan kehidupan yang sejahtera, nyaman dan aman
bagi warganya, yang layak huni bagi seluruh warganya tanpa terkecuali.
Secara umum kriteria kota yang ingin dicapai, yaitu:
a. Tempat di mana anak-anak, orang tua, dan bahkan para
penyandang cacat dapat berjalan-jalan, dan bermain-main bersama;
b. Tempat di mana kebersamaan dan canda dapat memecahkan
permasalahanpermasalahan yang muncul dalam lingkungan
bertetangga;
c. Tempat di mana kita tidak hanya melindungi kawasan-kawasan
bersejarah, tetapi juga ruang terbuka hijau dan hutan-hutan kota
yang memberikan nilai tambah tersendiri bagi kehidupan dan
keindahan permukiman;
d. Tempat di mana tingginya kualitas hidup dapat menarik kegiatan
usaha dan tenaga kerja yang berbakat dan dengan demikian
menghidupkan perekonomian kota;
e. Tempat di mana kita dapat menghabiskan lebih banyak waktu bagi
keluarga dan bukan memboroskannya karena terjebak dalam
kemacetan lalu-lintas;
f. Tempat di mana seluruh masyarakatnya dapat menyelenggarakan
aktivitasnya sehari-hari dengan aman dan tenang, yang terbebas
dari kriminalitas serta kerusuhan-kerusuhan sosial, dan ancaman
terorisme.
Adapun Visi Pembangunan Perkotaan Nasional:
“Terwujudnya Kota yang mandiri, produktif, layak huni dan
berkelanjutan serta memenuhi Kesejahteraan rakyatnya secara
berkeadilan pada tahun 2025”
Misi Pembangunan Perkotaan Nasional:
1. Mengupayakan secara bertahap, terus menerus, konsisten dan
terpadu agar kota kota diIndonesia pada tahun 2025
dapat memenuhi standar pelayanan perkotaan (SPP) yang
ditetapkan melalui peraturan pemerintah.
2. Mengarahkan Kota-Kota kecil dan menengah secara bertahap, terus
menerus, konsisten dan terpadu untuk menjadi kota‐kota yang
berperan sebagai pendorong bagipertumbuhan ekonomi maupun
peningkatan kesejahteraan masyarakat diwilayahnya secara
bertahap dalam periode waktu 2010 hingga 2025.
3. Mendorong kota-kota metropolitan dan besar yang memiliki potensi
khusus secara bertahap, terus menerus, konsisten dan terpadu
untuk dapat memiliki kelengkapan sarana, prasarana (termasuk
transportasi umum massal) serta mampu bersaing di
tingkat internasional dalam periode waktu 2010 hingga 2025.
Arah Kebijakan Pembangunan Perkotaan Indonesia jangka panjang
hingga tahun2025, disistematisasikan dalam urutan peran sebagai berikut:
1. Dua Kebijakan pertama (K1 dan K2), diposisikan sebagai “Kebijakan
makro”yang memayungi keseluruhan Kebijakan Perkotaan di
Indonesia, dengan pertimbangan bahwa isu permasalahan yang
menghasilkan kedua Kebijakan pertama, selalu muncul di setiap
forum pertemuan Stakeholder selama proses penyusunan KSPN ini
berlangsung, yaitu sejak Lokakarya Regional hingga Seminar
Nasional KSPN. Kedua Kebijakan pertama itu adalah: K1
=Penguatan peran kota sebagai basis pembangunan nasional dan
menjamin pemenuhan kesejahteraan warga (Urban
development policy), dan K2 =Menjamin pemerataan pembangunan
namun terkonsentrasi pada beberapa pusat pertumbuhan tertentu.
2. Lima Kebijakan berikutnya (K3 sd K7), diposisikan sebagai
Kebijakan untuk menjawab semua permasalahan perkotaan yang
ada dan telah mendesak untuk segera diatasi, terutama di kota‐kota
besar dan metropolitan,meliputi: K3 = Mengedepankan aspek sosial
budaya, K4 = Pengembangan ekonomi lokal, K5 = Pemenuhan PSU
permukiman, K6 = Pengendalian tataruang, K7 = Pengendalian
kualitas Lingkungan, mitigasi resiko bencana dankesiapan
menghadapi dampak perubahan iklim.
3. Kebijakan kedelapan/terakhir (K8), diposisikan sebagai landasan
yangmemungkinkan atau bahkan menjamin ketujuh Kebijakan diatas
dapat diterapkan dan efektif. K8 = Tata kelola dan kelembagaan.
E. Konsep Home Care
Kemunculan Home Care merupakan hasil dari gabungan modal
sumber daya manusia (contohnya angkatan kerja terdidik), modal
infrastruktur (contohnya fasilitas komunikasi yang berteknologi tinggi),
modal sosial (contohnya jaringan komunitas yang terbuka). Pemerintahan
yang kuat dan dapat dipercaya disertai dengan orang-orang yang kreatif
dan berpikiran terbuka akan meningkatkan produktifitas layanan suatu kota
berbasis teknologi dan keunggulan Sumber Daya Manusia. (Caragliu, Bo,
& Nijkmp, 2009).
Kemajuan layanan home care sudah semakin baik sehingga banyak
masyarakat yang mengetahui Home Care dan mencoba menggunakan jasa
pelayanan home care yang disediakan oleh rumah sakit baik pemerintah
maupun swasta. Saat ini banyak kasus – kasus penyakit degenerative yang
memerlukan perawatan yang relative lama seperti kasus pasien
pascastroke yang mengalami komplikasi kelumpuhan dan memerlukan
pelayanan rehabilitasi yang membutuhkan waktu relatif lama (Diamond,
(2009).
Adapun Mekanisme Home Care yang dapat lakukan adalah sebagai
berikut:
1. Pasien / klien pasca rawat inap atau rawat jalan harus diperiksa terlebih
dahulu oleh dokter untuk menentukan apakah secara medis layak untuk di
rawat di rumah atau tidak.
2. Selanjutnya apabila dokter telah menetapkan bahwa klien layak dirawat di
rumah, maka di lakukan pengkajian oleh koordinator kasus yang
merupakan staf dari pengelola atau agensi perawatan kesehatan dirumah,
kemudian bersama-sama klien dan keluarga, akan menentukan
masalahnya, dan membuat perencanaan, membuat keputusan, membuat
kesepakatan mengenai pelayanan apa yang akan diterima oleh klien,
kesepakatan juga mencakup jenis pelayanan, jenis peralatan, dan jenis
sistem pembayaran, serta jangka waktu pelayanan.
3. Selanjutnya klien akan menerima pelayanan dari pelaksana pelayanan
keperawatan dirumah baik dari pelaksana pelayanan yang dikontrak atau
pelaksana yang direkrut oleh pengelola perawatan dirumah. Pelayanan
dikoordinir dan dikendalikan oleh koordinator kasus, setiap kegiatan yang
dilaksanakan oleh tenaga pelaksana pelayanan harus diketahui oleh
koordinator kasus.
4. Secara periodic koordinator kasus akan melakukan monitoring dan evaluasi
terhadap pelayanan yang diberikan apakah sudah sesuai dengan
kesepakatan.
C..Kerangka Pikir
Pada dasarnya konsep Urban Governance (tata kelola perkotaan)
mengacu pada cara pemerintah serta pemangku kepentingan memutuskan
tentang perencanaan, pembiayaan dan pengelolaan daerah perkotaan. Ini
melibatkan proses negosiasi dan kontestasi yang berkelanjutan atas
alokasi sumber daya sosial dan material dan kekuatan politik. Implementasi
Urban Governance dapat diamati melalui program smart city kota makassar
yang secara spesifik mengkaji indikator smart living yang berorientasi pada
sektor kesehatan dan pendidikan menjadi salah satu faktor majunya
manajemen perkotaan yang menjadi tanda dalam pembangunan smart city.
Oleh karena itu penelitan ini melihat pelaksanaan Homecare-
Dottoro’ta yang berorientasi pada Pelayanan Kesehatan yang termasuk
dalam inovasi yang mendukung pelaksanaan smart city di Kota Makassar
penelitian ini mengacu pada indikator pelaksanaan good governance
dengan melihat smart living (Home care Dottoro’ta) meliputi: keadilan
(equity), transparansi (transparency), akuntabilitas (accountability),
Keterlibatan masyarakat sipil (civic engagement).
Untuk lebih jelasnya terkait kerangka pikir dalam penelitian ini dapat
dilihat sebagai berikut.
Gambar 1. Kerangka Pikir
D.Deskripsi Fokus Penelitian
Deskripsi Fokus penelitian ini bertujuan memberikan arahan dan
batasan untuk mengetahui dan menganalisa Urban Governance (tata kelola
perkotaan) Melalui Smart Living Di Kota Makassar Provinsi Sulawesi
Selatan yang dikhususkan pada program Homecare-Dottoro’ta, adapun
indikator yang digunakan pada penelitian ini meliputi:
1. Keadilan (Equity) yaitu adanya rasa keadilan yang diberikan kepada
masyarakat dalam pedistribusian pelayanan yang baik kepada
masyarakat, khususnya pelayanan kesehatan melalui home care.
Urban Governance
Pelayanan Kesehatan Kota
Makassar Melalui Home Care
Dottorota
Pelaksanaan (Home care- Dottoro’ta) meliputi aspek :
1. keadilan (equity)
2. keterlibatan masyarakat sipil
(civic engagement
3. transparansi (transparency)
4. akuntabilitas (accountability)
Tercapainya Layanan
Kesehatan Perkotaan yang
efektif
Hambatan dalam Implementasi
Layanan Home Care (Dottoro’ta)
2. Keterlibatan Masyarakat Sipil (civic engagement) yaitu cakupan
keterlibatan masyarakat dalam program pelayanan pemerintah kota
khususnya program Home Care Dottoro’ta.
3. Akuntabilitas (Accountability), terkait pertanggung jawaban
mencakup efisiensi yang dilakukan terutama yang berkaitan dengan
pembiayaan Dottoro’ta yang beroprasi memberikan pelayanan.
4. Transparansi (Transparency) keterbukaan dalam penyelenggaraan
program perintah kota terutama yang terkait layanan kesehatan
Home Care Dottoro’ta
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Penelitian menggunakan jenis penelitian studi kasus dengan
alasan bahwa temuan-temuan dalam penelitian kualitatif tidak diperoleh
melalui prosedur statistik atau bentuk hitungan lainnya. Contoh penelitian
kualitatif dapat berupa penelitian tentang kehidupan, riwayat, perilaku
seseorang, tentang peranan organisasi, pergerakan sosial atau
hubungan timbal balik (Strauss & Corbin, 2003).
Penelitian kualitatif temuan-temuannya tidak diperoleh prosedur
statistik atau bentuk hitungan lainnya. Pendekatan kulaitatif dipilih karena
dapat digunakan untuk mengungkap dan memahami sesuatu di balik
fenomena yang belum diketahui. Selain itu, metode kualitatif dapat
memberi rincian yang kompleks tentang fenomena yang sulit
diungkapkan oleh metode kuantitatif. (Sugiyono, 2011).Adapun jenis
penelitian bersifat deskriptif, yaitu untuk mendeskripsikan dan mengkaji
data yang diperoleh dari hasil wawancara mendalam (indepth intervew),
observasi, data dokumentasi dan studi kepustakaan.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Dinas Komunikasi dan informatika
Kota Makassar, dan Dinas Kesehatan. Penelitian ini dilaksanakan
selama tiga bulan mulai dari bulan April sampai bulan Juli 2018.
C. Informan
Penentuan subjek atau informan dalam penelitian ini, penulis
menentukan informan secara purposive sampling hal ini didasarkan karena
adanya tujuan pengambilan informan berdasarkan kriteria pemahaman
terhadap fokus dan subjek yang akan diteliti khususnya yang terlibat dalam
Program Homecare-Dottoro’tasebagai berikut:
Kepala Bidang Pelayanan, Dinas Kesehatan Kota Makassar, Seksi
Fasilitas Pelayanan Kesehatan (Fasyankes) dan Peningkatan Mutu, Dinas
Kesehatan Kota Makassar, Petugas Operasional Home Care – Dottoro’ta,
dan Masyarakat Penerima Layanan Home Care – Dottoro’ta.
D. Jenis dan Sumber Data
Sumber data dapat diperoleh informasi untuk menerangkan dan
memberi kejelasan mengenai hal-hal yang diperlukan untuk kepentingan
penelitian. Data yang dapat diperoleh dari sumber data dapat dibagi
menjadi 2 yaitu:
1. Data primer
Adalah data yang diperoleh langsung dari lokasi penelitian yaitu
berupa hasil wawancara mendalam (indepth intervew), observasi atau
pengamatan dari pemerintah setempat dan masyarakat.
2. Data sekunder
Merupakan data yang diperoleh secara tidak langsung atau melalui
pihak kedua dengan melakukan studi dokumentan atau literatur
kepustakaan yang berkaitan dengan yang diteliti
E. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian utama yang digunakan dalam penelitian ini
adalah penulis sendiri dengan menggunakan metode wawancara
mendalam (in-depth interview), sedangkan untuk memandu dalam
wawancara, penulis menyiapkan panduan pertanyaan tentang hal-hal
pokok yang ingin diketahui.
Penulis melakukan wawancara dalam mengumpulkan data, tetapi
tidak menutup kemungkinan wawancara tersebut berkembang melampaui
pedoman yang ditentukan sesuai dengan kenyataan yang ada di lapangan,
penulis juga melakukan pengamatan secara langsung tentang hal-hal yang
dapat dijadikan data pendukung untuk membantu kelancaran proses
penelitian ini.
F. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1. Wawancara
Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan
penelitian dengan cara tanya jawab, sambil bertatap muka antara
peneliti dengan informan dengan menggunakan alat yang dinamakan
interview guide (panduan wawancara). Tujuan penulis menggunakan
metode ini, untuk memperoleh data secara jelas dan kongkrit tentang
masalah yang diteliti.
2. Oservasi Langsung
Observasi langsung adalah cara pengambilan data mengamati
secara langsung sesuatu yang berkaitan dengan yang diteliti. Observasi
ini digunakan untuk penelitian yang telah direncanakan secara
sistematik.
3. Dokumen
Metode dokumen adalah pengumpulan data dengan meneliti
catatan-catatan penting yang sangat erat hubungannya dengan obyek
penelitian. Tujuan digunakan metode ini untuk memperoleh data secara
jelas.
G. Teknik Analisis Data
Analisis data merupakan proses akhir dalam penelitian kualitatif
(Creswell, 2010). Menurut Creswell (2010), terdapat beberapa langkah
dalam menganalisis data sebagaimana berikut ini:
1. Mengolah data dan mengintrepetasikan data untuk dianalisis.
Langkah ini melibatkan transkrip wawancara, menscaning materi,
mengerti data lapangan atau memilah-milah dan menyusun data
tersebut ke dalam jenis-jenis yang berbeda tergantung sumber
informasi.
2. Membaca keseluruhan data. Dalam tahap ini, menulis catatan
catatan khusus atau gagasan-gagasan umum tentang data yang
diperoleh
3. Menganalisis lebih detail dengan mengkoding data. koding
merupakan proses mengolah materi atau informasi menjadi
segmen-segmen tulisan sebelum memaknainya.
4. Menerapkan proses koding untuk mendeskripsikan setting, orang-
orang, kategori, dan tema-tema yang akan dianalisis.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Lokasi Penelitian
1. Gambaran Umum Kota Makassar
Kota Makassar berada pada posisi yang strategis karena posisi
persimpangan jalur lalu lintas dari arah selatan dan utara dalam propinsi di
Sulawesi, dari wilayah kawasan Barat ke wilayah kawasan Timur Indonesia
dan dari wilayah utara ke wilayah selatan Indonesia. Secara goegrafis
wilayah kota Makassar berada pada koordinat 119 derajat bujur timur dan
5,8 derajat lintang selatan dengan ketinggian yang bervariasi antara 1-25
meter dari permukaan laut. Dengan batas wilayah :
a) Sebelah Utara : Kabupaten Kepulauan Pangkajene
b) Sebelah Selatan : Kabupaten Bone
c) Sebelah Barat : Selat Makassar
d) Sebelah Timur : Kabupaten Maros
Kota ini merupakan salah satu kota terbesar di Indonesia dari aspek
pembangunannya dan secara demografis dengan berbagai suku bangsa
yang menetap di kota ini. Suku yang signifikan jumlahnya di kota Makassar
adalah suku Makassar, Bugis, Toraja, Mandar, Buton, Jawa, dan Tionghoa.
Adapun Lokasi penelitian ini dilakukan pada Kecamatan Rappocini,
yang terdiri dari 10 Kelurahan yaitu Balla Parang, Banta Bantaeng, Bonto
Makkio, Buakana, Gunung Sari, Karunrung, Kassi-Kassi, Mappala,
Rappocini, Tidung. Kelurahan Buakana merupakan lokasi penelitian ini dilakukan
karena terdapat BULO (Badan Usaha Lorong) yang mudah diakses peneliti.
1. Visi Misi Kota Makassar.
Visi Pemerintah Kota Makassar 2014- 2019 memiliki konsistensi
dengan visi Kota Makassar 2005-2025, khususnya pada penekanan
“orientasi global”, dalam RPJMD dirumuskan sebagai “kota dunia”.
Penekanan “berwawasan lingkungan” dan “paling bersahabat” pada visi
dalam RPJPD dirumuskan sebagai “yang nyaman untuk semua” pada visi
dalam RPJMD 2014-2019. Pokok visi “kota maritim, niaga, pendidikan,
budaya dan jasa” pada visi dalam RPJPD, pada visi dalam RPJMD 2014-
2019 ditempatkan sebagai bagian dari substansi “kota dunia”.
Jika dihubungkan dengan visi Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan
2018, relevansi visi Pemerintah Kota Makassar 2014-2019 terletak pada
posisi “Makassar Kota Dunia Yang Nyaman Untuk Semua”yang
merupakan bagian penting dari terwujudnya “Sulawesi Selatan sebagai
Pilar Utama Pembangunan Nasional dan Simpul Jejaring Akselerasi
Kesejahteraan pada Tahun 2018”.
Pernyataan visi Pemerintah Kota Makassar 2019 memiliki tiga pokok
visi yang merupakan gambaran kondisi yang ingin dicapai Kota Makassar
pada akhir periode 2014-2019. Penjelasan masing-masing pokok visi
tersebut, adalah sebagai berikut. Kota Dunia, dimaksudkan adalah Kota
Makassar yang memiliki keunggulan komparatif, kompetitif, aksesibel dan
inklusifitas yang berdaya tarik tinggi atau memukau dalam banyak hal.
Diantaranya potensi sumberdaya alam dan infrastruktur sosial
ekonomi yang menjanjikan terwujudnya kesejahteraan masyarakat dengan
standar dunia. Pokok visi ini dapat dikristalkan sebagai terwujudnya
“masyarakat sejahtera standar dunia”. Nyaman, dimaksudkan adalah
terwujudnya proses pembangunan yang semakin menyempitkan
kesenjangan dan melahirkan kemandirian secara stabil, dalam struktur dan
pola ruang kota yang menjamin kenyamanan dan keamanan bagi
berkembangnya masyarakat yang mengedepankankan prinsip inklusifitas
serta pola hubungan yang setara antara stakeholder dan stakeholder dalam
pembangunan. Pokok visi ini dapat dikristalkan sebagai terwujudnya “kota
nyaman kelas dunia”.
Untuk Semua, dimaksudkan adalah proses perencanaan,
pelaksanaan dan pemanfaatan pembangunan yang dapat dinikmati dan
dirasakaan seluruh lapisan masyarakat tanpa diskriminasi berdasarkan
jenjang umur, jenis kelamin, status sosial dan kemampuan diri (termasuk
kelompok disabilitas). Pokok visi ini dapat diristalkan sebagai terwujudnya
“pelayanan publik standar dunia dan bebas korupsi”.
Untuk mewujudkan visi misi tersebut memerlukan konsep Smart City
sebagai acuan. Pemerintah Kota Makassar menamai konsep kota cerdas
itu dengan tagline 'Makassar Sombere & Smart City', yang memadukan
konsep kota cerdas dengan memanfaatkan teknologi dan komunikasi untuk
mewujudkan pelayanan masyarakat lebih baik, dan 'sombere' bahasa lokal
yang berarti 'hati'.
3. Dinas Kesehatan Kota Makassar
Adapun Visi Dinas Kesehatan Kota Makassar :
"Makassar Sehat dan Nyaman untuk Semua"
Memiliki penjabatan visi yang strategis, dalam misi:
1. Meningkatkan Pelayanan Kesehatan Yang Merata, Bermutu dan
Terjangkau Berbasis Teknologi
2. Meningkatkan Kesehatan Masyarakat Melalui Pemberdayaan
Masyarakat
3. Menjamin Kesehatan Masyarakat Melalui Sistem Jaminan
Kesehatan
4. Menciptakan Lingkungan Sehat
Dinas Kesehatan Kota Makassar memiliki sarana dan prasarana
sebagai berikut :
Tabel 2. Sarana Prasarana Kesehatan Kota Makassar
No. Sarana Prasarana Jumlah
1. RSUD 1 (RSUD Daya)
2. RS Swasta 10
3. RS Milik Pemprov/TNI/Polri 12
4. RS Bersalin 15
5. Rumah Bersalin 13
6. Balai Pengobatan / Klinik 41 / 87
7. Bidan Praktek Swasta 75
8. Apotek 499
9. Toko Obat 64
10. Industri Obat Tradisional 1
11. Puskesmas 46
12. Puskesmas Pembantu 37
13. Puskesmas Keliling 50
Sumber : Dinas Kesehatan Kota Makassar, 2018.
Ketersediaan sarana kesehatan sangat penting untuk mendukung
upaya penyelenggaraan pelayanan kesehatan khususnya Puskesmas,
Puskesmas Pembantu, Pos Kesehatan Kelurahan, Puskesmas Keliling,
Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) serta sarana
kesehatan lainya.
Sejak berlakunya Permenkes nomor 75 tahun 2014 setiap
puskesmas harus terakreditasi untuk menjamin mutu pelayanan
kesehatan. Untuk itu di kota makassar sejak tahun 2015 dilakukan
pendampingan untuk persiapan akreditasi secara bertahap. Pada tahun
2016 terdapat 20 puskesmas yang telah terakreditasi diantaranya :
Puskesmas Dahlia, Puskesmas Pertiwi, Puskesmas Makkasau,
Puskesmas Tarakan, Puskesmas Andalas, Puskesmas Malimongan
Baru, Puskesmas Tamangapa, Puskesmas Sudiang Raya, Puskesmas
Paccerakang, Puskemas Mamajang, Puskesmas Batua, Puskesmas
Antang Perumnas, Puskesmas Tamalate, Puskesmas Maccini Sawah,
Puskesmas Kaluku Bodoa, Puskesmas Sudiang, Puskesmas
Tamalanrea, Puskesmas Pattingalloang, Puskesmas Jongaya dan
Puskesmas Kassi – Kassi. Adapun 26 puskesmas yang lainnya
dijadwalkan akan diakreditasi secara bertahap pada tahun 2017 dan
2018.
Selain fasilitas kesehatan yang digambarkan pada tabel di atas
perlu juga diperhatikan tenaga kesehatan yang tersedia di Kota
Makassar pengaturan ini disesuaikan Berdasarkan Peraturan Presiden
nomor 7 Tahun 2012 tentang Sistem Kesehatan Nasional dijelaskan
bahwa untuk melaksanakan upaya kesehatan diperlukan sumber daya
manusia kesehatan yang mencukupi dalam jumlah, jenis dan
kualitasnya serta terdistribusi secara adil dan merata. Sumber daya
manusia kesehatan terdiri dari tenaga medis, tenaga kefarmasian,
tenaga keperawatan dan kebidanan, tenaga kesehatan masyarakat,
tenaga kesehatan lingkungan, tenaga gizi, tenaga keterapian fisik,
tenaga keteknisian medis dan tenaga kesehatan lainya.
Ketersediaan tenaga merupakan salah satu unsur penting untuk
melaksanakan upaya kesehatan dalam percepatan pencapaian target
pembangunan kesehatan. Jumlah tenaga kesehatan pada Tahun 2016
adalah sebanyak 1.693 orang yang tersebar pada 46 Puskesmas, Rumah
Sakit Umum Daerah Kota Makassar, Instalasi Farmasi dan tenaga yang ada
di Dinas Kesehatan Kota Makassar.
Tabel 3. Distribusi tenaga kesehatan berdasarkan jenis ketenagaan
Tenaga Kesehatan Pembagian Bidang
Dokter Spesialis 36 orang
Tenaga Medis sebanyak terdiri
atas
Dokter Umum 153 orang
Dokter Gigi 84 orang
Tenaga Keperawatan
sebanyak terdiri atas
Bidan 241 orang
Perawat 491 orang
Perawat Gigi 65 orang
Tenaga Kefarmasian sebanyak
terdiri atas
Farmasi dan Apoteker 56 orang
Asisten apoteker 50 orang
Kesehatan Masyarakat sebanyak terdiri atas 138 orang
Sanitarian sebanyak 93 orang
Tenaga Gizi dan dietisien 100 orang
Keterampilan Fisik/ Fisioterapi 8 orang
Keteknisian Medis 41 orang
Analis Kesehatan 61 orang
Tenaga Non Kesehatan 76 orang
Sumber : Dinas Kesehatan Kota Makassar, 2018.
Adapun rasio dokter umum di Kota Makassar tahun 2013 adalah
9,78 per 100.000 penduduk sedangkan pada tahun 2016 rasio dokter umum
adalah 10,56 dokter per 100.000 penduduk atau 1 : 10.000. Penduduk
sementara rasio ideal dokter terhadap penduduk adalah 1:2500 artinya satu
orang dokter melayani 2.500 penduduk, maka jika ingin mencapai rasio
ideal tersebut dengan jumlah penduduk Kota Makassar sebanyak
1.449.401 orang maka dibutuhkan sebanyak 580 dokter umum, sementara
kondisi sekarang dokter umum pada unit layanan kesehatan Pemerintah
Kota Makassar dalam hal ini Puskesmas dan Dinas Kesehatan masih
berjumlah 153 orang. Jadi apabila kita ingin mendapatkan ratio dokter yang
ideal masih dibutuhkan 427 orang dokter umum.
Rasio dokter gigi di Kota Makassar adalah 5,47 per 100.000
penduduk sedangkan pada tahun 2016 rasio dokter gigi adalah 5,80 per
100.000 penduduk atau 1 : 20.000 penduduk . Adapun rasioideal antara
dokter gigi dengan penduduk di Indonesia adalah 1:9.000.Jika berhitung
dari rasio ideal, dibutuhkan sebanyak 161 orang dokter gigi, sementara
dokter gigi pada sarana kesehatan pemerintah Kota Makassar baru
berjumlah 84 orang sehingga masih membutuhkan sebanyak 77 dokter gigi.
Tenaga perawat merupakan jenis ketenagaan kesehatan yang
paling besar jumlahnya di Kota Makassar jumlah tenaga perawat pada
tahun 2013 yaitu sebanyak 369 orang sedangkan pada tahun 2016 jumlah
tenaga perawt menjadi 491 orang. Kondisi tersebut tidakberbeda jauh
dengan kondisi nasional, dimana diperkirakan 60% tenaga kesehatan di
Indonesia adalah perawat.
Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Makassar Nomor 83 Tahun
2016 tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah, Dinas
Kesehatan mempunyai tugas membantu Walikota melaksanakan urusan
pemerintahan bidang kesehatan yang menjadi kewenangan daerah dan
tugas pembantuan yang ditugaskan kepada Daerah dan dalam
melaksanakan tugas, Dinas Kesehatan menyelenggarakan fungsi antara
lain :
a. Perumusan kebijakan penyelenggaraan Urusan Pemerintahan
bidang kesehatan;
b. Pelaksanaan kebijakan Urusan Pemerintahan bidang kesehatan;
c. Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan Urusan Pemerintahan bidang
kesehatan;
d. Pelaksanaan administrasi dinas Urusan Pemerintahan
bidangkesehatan;
e. Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh walikota terkait dengan
tugas dan fungsinya.
Selanjutnya berdasarkan Peraturan Walikota Makassar Nomor 83
Tahun 2016 tentang Kedudukan, Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi
serta Tata Kerja Dinas Kesehatan, disebutkan bahwa berdasarkan tugas
dan fungsinya, Dinas Kesehatan mempunyai uraian tugas :
a. Merumuskan dan melaksanakan kebijakan di bidang kesehatan;
b. Merumuskan dan melaksanakan visi dan misi dinas;
c. Merumuskan dan mengendalikan pelaksanaan program dan
kegiatan Sekretariat dan Bidang Kesehatan Masyarakat, Bidang
Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Bidang Pelayanan
Kesehatan dan Bidang Pengembangan Sumber Daya Kesehatan;
d. Merumuskan Rencana Strategis (RENSTRA) dan Rencana Kerja
(RENJA), Indikator Kinerja Utama (IKU), Rencana Kerja dan
Anggaran (RKA)/RKPA, Dokumen Pelaksanaan Anggaran
(DPA)/DPPA dan Perjanjian Kinerja (PK)dinas;
e. Mengoordinasikan dan merumuskan bahan penyiapan
penyusunanLaporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
(LPPD), Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) dan
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP)/Sistem
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) Kota dan segala
bentuk pelaporan lainnya sesuai bidang tugasnya;
f. Merumuskan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
(LAKIP)/Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP)
dinas;
g. Merumuskan Standar Operasional Prosedur (SOP) dan Standar
Pelayanan (SP) dinas;
h. Mengoordinasikan pembinaan dan pengembangan kapasitas
organisasi dan tata laksana;
i. Merumuskan kebijakan di bidang kesehatan masyarakat,
pencegahan dan pengendalian penyakit, pelayanan kesehatan dan
pengembangan sumber daya kesehatan;
j. Melaksanakan dan mengoordinasikan penyelenggaraan kesehatan
masyarakat, pencegahan dan pengendalian penyakit, pelayanan
kesehatan dan pengembangan sumber daya kesehatan;
k. Melaksanakan koordinasi, advokasi dan kemitraan di bidang
kesehatan;
l. Memberikan bimbingan teknis dan supervisi di bidang kesehatan
masyarakat, pencegahan dan pengendalian penyakit, pelayanan
kesehatan serta pengembangan sumber daya kesehatan;
m. Melaksanakan perencanaan dan pengendalian teknis operasional
pengelolaan keuangan, kepegawaian dan pengurusan barang milik
Daerah yang berada dalam penguasaannya;
n. Melaksanaan tugas pembantuan dari pemerintah Provinsi ke
pemerintah Kota sesuai dengan bidang tugasnya;
o. Mengevaluasi pelaksanaan tugas dan menginventarisasi
permasalahan di lingkup tugasnya serta mencari alternatif
pemecahannya;
p. Mempelajari, memahami dan melaksanakan peraturan
perundangundangan yang berkaitan dengan lingkup tugasnya
sebagai pedoman dalam melaksanakan tugas;
q. Memberikan saran dan pertimbangan teknis kepada pimpinan;
r. Melaksanakan koordinasi dengan instansi terkait lainnya sesuai
dengan lingkup tugasnya;
s. Membina, membagi tugas, memberi petunjuk, menilai dan
mengevaluasi hasil kerja bawahan agar pelaksanaan tugas dapat
berjalan lancar sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
t. Melaksanakan pembinaan jabatan fungsional;
u. Melaksanakan pembinaan unit pelaksana teknis;
v. Menyampaikan laporan hasil pelaksanaan tugas kepada walikota
melalui sekretaris Daerah;
w. Melaksanakan tugas kedinasan lainnya yang diberikan oleh
walikota.
Adapun Susunan Organisasi Dinas Kesehatan, terdiri atas :
a. Kepala Dinas;
b. Sekretariat, terdiri atas :
1. Subbagian Perencanaan dan Pelaporan;
2. Subbagian Keuangan;
3. Subbagian Umum dan Kepegawaian.
c. Bidang Kesehatan Masyarakat, terdiri atas:
1. Seksi Kesehatan Keluarga dan Gizi;
2. Seksi Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat;
3. Seksi Kesehatan Lingkungan, Kerja dan Olahraga.
d. Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, terdiri atas :
1. Seksi Surveilans dan Imunisiasi;
2. Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular;
3. Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular.
e. Bidang Pelayanan Kesehatan, terdiri atas :
1. Seksi Pelayanan kesehatan Primer dan Tradisional;
2. Seksi Pelayanan Kesehatan Rujukan;
3. Seksi Fasyankes dan Peningkatan Mutu.
f. Bidang Pengembangan Sumber Daya Kesehatan, terdiri atas :
1. Seksi Kefarmasian;
2. Seksi Alat, Perbekalan dan Jaminan Kesehatan;
3. Seksi Sumber Daya Manusia dan Register Kesehatan.
g. Kelompok Jabatan Fungsional.
h. Unit Pelaksana Teknis (UPT).
Rencana Strategis Dinas Kesehatan Kota Makassar Tahun 2014 –
2019 yaitu :
1. Menjabarkan kebijakan/program RPJMD Kota Makassar dalam
upaya mewujudkan komitmen dan konsistensi perencanaan serta
pelaksanaan kegiatan yang akan dioperasionalisasikan secara
konsekuen berdasarkan prioritas yang telah ditetapkan sesuai
dengan kemampuan daerah.
2. Menyiapkan acuan bagi rencana kerja Dinas Kesehatan dengan
menyediakan dokumen perencanaan Dinas Kesehatan Kota
Makassar dalam kurun waktu 5 (lima) tahun yang mampu
beradaptasi dengansegala perubahan lingkungan strategis.
3. Menyiapkan kerangka evaluasi kinerja bagi Dinas Kesehatan
maupunPemerintah Kota Makassar.
4. Menyesuaikan rencana strategis 2014 – 2019 dengan struktur
perangkat daerah berdasarakan Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun
2016 dan Permenkes Nomor 43 Tahun 2016 tentang SPM bidang
Kesehatan.
Adapun tujuan dari Rencana Strategis Dinas Kesehatan Kota
Makassar Tahun 2014 – 2019 adalah agar terbangun konsistensi
perencanaan dalam perwujudan capaian kinerja Dinas Kesehatan melalui
komitmen bersama dalam melaksanakan program-program yang telah
direncanakan dan sebagai pedoman bagi pemangku kebijakan
(stakeholder) dan instansi terkait untuk berperan aktif dalam mencapai
tujuan pembangunan kesehatan di Kota Makassar. Selanjutnya
pengukuran capaian kinerja Dinas Kesehatan Kota Makassar juga
dilakukan dengan mengukur 4 sasaran yang telah ditetapkan melalui
Penetapan Kinerja sesuai dengan sasaran pada RenstraDinas Kesehatan.
Setiap tahunnya juga disusun Profil Kesehatan Kota Makassar
yang merupakan gambaran situasi dan kondisi kesehatan, profilkesehatan
juga memuat berbagai data secara terpilah menurut jenis kelamin. Secara
umum, sasaran strategik yang hendak dicapai oleh Dinas Kesehatan Kota
Makassar telah dicapai sesuai dengan target yang telah ditetapkan dengan
tingkat capaian target sasaran rata-rata 100,62%.
B. Urban Governance Melalui Layanan Home Care (Dottoro’ta) di
Kota Makassar
Penelitian ini didasari pada Konsep Urban Governance (Tata Kelola
Perkotaan) yang mengacu pada cara pemerintah serta pemangku
kepentingan memutuskan tentang perencanaan, pembiayaan dan
pengelolaan daerah perkotaan. Ini melibatkan proses negosiasi dan
kontestasi yang berkelanjutan termasuk alokasi sumber daya sosial dan
material. Implementasi Urban Governance dapat diamati melalui program
smart living yang berorientasi pada sektor kesehatan yang menjadi salah
satu faktor majunya manajemen perkotaan.
Penelitian ini mengacu pada Indikator pelaksanaan good
governance yang meliputi: keadilan (equity), keterlibatan masyarakat sipil
(civic engagement) atau penduduk (citizenship), akuntabilitas
(accountability), dan transparansi (transparency).
1. Keadilan (equity)
Pada aspek ini mencermati adanya rasa keadilan yang diberikan
kepada masyarakat dalam penataan pelayanan perkotaan terutama yang
terkait program Dottoro’ta. Perspektif Keadilan yang dimaksudkan adalah
jangkauan pelayanan diusahakan seluas mungkin dengan distribusi yang
merata bagi seluruh lapisan masyarakat tanpa memandang gender, suku,
ras, dan tingkatan sosial pada masyarakat.
Untuk mengetahui persfektif masyarakat terhadap keadilan
pemberian layanan Dottoro’ta maka dilakukan wawancara dengan informan
masyarakat Penerima Layanan, salah satunya MA yang mengemukakan
bahwa:
“kalau untuk akses Dottoro’ta bagi masyarakat sih gratis yah, tentu untuk semua masyarakat tanpa perlu melihat status sosial. Juga pelayanan Dottoro’ta yang mudah cukup kita telpon call center nya 112 pihak dari puskesmas akan datang ke rumah dan Layanan home care dua puluh empat jam penanganan bisa cepat, pertolongan pertama dalam hal ini bantuan hidup dasar bisa segera” (Hasil wawancara tanggal,27Agustus 2018)
Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat diketahui bahwa
pelayanan yang diberikan Dottorota diberikan secara gratis kepada
masyarakat tanpa ada perlakuan khusus yang diberikan kepada orang-
orang dengan status sosial tertentu asalkan hal itu bersifat urgen maka
layanan ini dapat segera diberikan dengan respon yang cepat karena
layanan ini dilakukan selama 24 jam.
Selanjutnya hasil wawancara dengan informan masyarakat SH
yang mengatakan bahwa:
“sayakan ini mengidap sakit jantung kasian, merasa terbantu dengan layanan Dottoro’ta. Di kala anak-anak saya di luar rumah, berbekal telepon genggam, kita cukup menelpon call center Smart City Makassar 112. Itu Petugas menghubungkan dengan Puskesmas dan Dottoro’ta datang beserta dokter serta perawat ke rumah” (Hasil wawancara tanggal,4September 2018)
Selanjutnya hasil wawancara dengan informan masyarakat AF
yang mengatakan bahwa:
“Pelayanan ini untuk semua kalangan pastinya, mau kaya atau miskin dan segala usia, telepon dari warga yang membutuhkan layanan kesehatan, Dengan homecare masyarakat tidak perlu lagi menumpuk di ICU karena dokter ke rumah. Kita maksimalkan front terdepan puskesmas. Selama ini kan orang malas ke puskesmas, langsung ke rumah sakit, menumpuklah orang disana, puskesmas kosong” (Hasil wawancara tanggal,3September 2018)
Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat diketahui bahwa
pelayanan yang dilakukan melalui program home care Dottoro’ta diberikan
pada semua kalangan tanpa melihat status sosial yang dilayani serta
diberikan secara gratis, pelayanan Dottoro’ta cukup dengan menelpon call
center 112 pihak dari puskesmas akan datang ke rumah dilengkapi dengan
mobil, oksigen, monitor yang lengkap. Petugas menghubungkan dengan
Puskesmas terdekat dan Dottoro’ta datang beserta dokter serta perawat ke
rumah.
Selanjutnya dari sudut pandang pelaksana program Home Care
Dottorota mengemukakan tentang upaya pemerataan distribusi pelayanan
yang berkeadilan bagi masyarakat tidak hanya didaerah pusat perkotaan
hal ini dikemukakan oleh informan Kepala Bidang Pelayanan Dinas
Kesehatan Kota Makassar mengemukakan bahwa:
“ini ada perwalinya pak kalau tidak salah No. 6 Tahun 2016 mengenai Pelayanan Home Care, disitu diamanatkan bahwa pengaturan termasuk Mempercepat akses pasien ke pusat-pusat rujukan dilakukan berdasarkan azas prikemanisian dan prikeadilan dan tidak diskriminatif jadi disitu jelas bahwa pelayanan wajib dilakukan secara adil kepada masyarakat siapapun yang membutuhkan” (Hasil wawancara tanggal,28Agustus 2018) Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat diketahui bahwa
pelayanan kesehatan home care ini memperhatikan aspek keadilan dalam
pelayanan kesehatan yang diberikan hal ini diamanatkan dalam Peraturan
Walikota Makassar Nomor 6 tahun 2016 tentang Pelayanan Kunjungan
Rumah 24 jam Home care dalam peraturan tersebut ditekankan bahwa
pelayanan dilakukan berdasarkan azas prikemanisian dan prikeadilan dan
non diskriminatif.
Selanjutnya hasil wawancara dengan informan petugas Dottoro’ta
yang mengemukakan bahwa :
“yah jelas kita tidak memandang siapa itu yang kita layani selama memang kondisi tertentu yang bersifat urgensi seperti stroke, atau lumpuh seketika, pinsan itu kita dapat segara kita lakukan kunjungan tanpa kita tau latar belakang pasien itu karena kita langsung meluncur kalau sudah masyarakat yang memerlukan bantuan layanan ini” (Hasil wawancara tanggal,27Agustus 2018)
Berdasarkan hasil wawancara dapat diketahui bahwa pelayanan
home care Dottorota dilakukan berdasarkan kondisi urgen pasien atau
masyarakat yang memerlukan layanan kesehatan dengan kondisi tertentu,
perlakukan yang diberikan berdasarkan sudut pandang petugas tidak
mengenal latar belakang pasien sehingga pelayanan memang beriorientasi
pada pelayanan tidak melihat siapa yang dilayani.
Dari aspek keadilan yang ditelusuri dari sudut pandang masyarakat
dan petugas dapat dipahami bahwa pelayanan yang dilakukan melalui
program home care Dottoro’ta diberikan pada semua kalangan tanpa
melihat status sosial yang dilayani serta diberikan secara gratis, pelayanan
Dottoro’ta cukup dengan menelpon call center 112 pihak dari puskesmas
akan datang ke rumah dilengkapi dengan mobil, oksigen, monitor yang
lengkap. Petugas menghubungkan dengan Puskesmas terdekat dan
Dottoro’ta datang beserta dokter serta perawat ke rumah. Pelayanan
kesehatan home care ini memperhatikan aspek keadilan dalam pelayanan
kesehatan hal ini diamanatkan dalam Peraturan Walikota Makassar Nomor
6 tahun 2016 tentang Pelayanan Kunjungan Rumah 24 jam Home care.
Pelayanan home care dottorota dilakukan petugas tanpa memandang latar
belakang pasien, home care dottorota berorientasi pada pelayanan
kesehatan yang efektif dan tentunya gratis bagi seluruh masyarakat yang
membutuhkan.
2. Keterlibatan Masyarakat Sipil (civic engagement)
Keterlibatan Masyarakat Sipil (civic engagement) yaitu cakupan
keterlibatan masyarakat dalam program pelayanan pemerintah kota
khususnya program Home Care Dottoro’ta. Pada program Home care
Dottoro’taini telah mencakup hampir seluruh wilayah yang ada di Kota
Makassar, bahkan layananan ini sampai pada wilayah kepulauan. Untuk
melihat cakupan wilayah Home Care Dottoro’ta maka ditampilkan pada
gambar berikut.
Gambar 4. Cakupan Wilayah Home Care Dottoro’ta
Sumber : Dinas Kesehatan Kota Makassar, 2018.
Berdasarkan gambar yang ditampilkan diatas dapat dipahami
bahwa akses area pelayanan kesehatan home care telah terkoneksi pada
sejumlah titik bahkan dapat terkoneksi pada area kepulauan seperti PKM
Barang Lompo dan PKM Kodingareng.
Untuk memberikan gambaran mengenai cakupan keterlibatan
masyarakat pada layanan home care Dottorota ini maka dilakukan
wawancara dengan informan Kepala Seksi Fasilitas Pelayanan Kesehatan
(Fasyankes) dan Peningkatan Mutu, Dinas Kesehatan Kota Makassar
mengemukakan bahwa:
“iya jadi cakupan layanan ini bisa menjangkau berbagai wilayah-wilayah di Kota Makassar termasuk itu di pulau-pulau seperti Barang Lompo dan Kodingareng. Dinas Kesehatan juga sudah menyiapkan perahu dottorotta yang dilengkapi juga dengan alat medis sama dengan dottorota yang versi mobilnya” (Hasil wawancara tanggal,28Agustus 2018) Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat diketahui bahwa
cakupan pelayanan yang mendukung keterlibatan masyarakat dalam
menjangkau layanan dottorota juga mencakup wilayah kepulauan dengan
mempersiapkan perahu dottorota yang juga dilengkapi alat medis. Hal ini
mengindikasikan bahwa terdapat upaya pemerintah untuk memperluas
akses layanan agar semakin membuka ruang keterlibatan masyarakat kota
Makassar.
Gambaran mengenai keterlibatan masyarakat pada program ini
ditandai dengan pemahaman dan pengetahuan masyarakat mengenai
fungsi home care Dottoro’ta, yang dapat diketahui dari kutipan wawancara
dengan masyarakat, Salah satunya AS yang mengatakan bahwa:
“masyarakat tidak selalu harus mendatangi pusat layanan kesehatan Selama ini kan orang malas ke puskesmas, langsung ke rumah sakit, menumpuklah orang disana, ini kalau ada masalah darurat bisa cepat dtangani cukup hubungi call centernya apa lagi kalau masalah tengah malam itu sangat berguna” (Hasil wawancara, tanggal 3September 2018)
Selanjutnya hasil wawancara dengan informan SH yang
mengatakan bahwa:
“kita tahu bawa banyak anggota masyarakat yang menderita sakit karena berbagai pertimbangan terpaksa di rawat di rumah dan tidak di rawat inap di institusi pelayanan kesehatan, ini bisa kita dapat segera ditangani baik dipuskesmas atau rumah sakit bila dapat rujukan, tapi juga itu masyarakat biasa tidak tau kalau untuk penyakit yang sifat darurat saja ini Dottoro’ta tidak perlu pakai Dottoro’ta klau sakit ringanji” (Hasil wawancara, tanggal 4September2018)
Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat diketahui bahwa
keterlibatan masyarakat pada program home care Dottoro’ta perlu
diperkuat dengan sosialisasi dan pemahaman kepada masyarakat bahwa
untuk kondisi tertentu seperti penyakit jantung, tidak sadarkan diri, lumpuh,
ibu hamil, dan lansia yang diprioritaskan sehingga tidak semua gejala
penyakit mesti menggunakan Dottoro’ta untuk datang ke rumah.
3. Akuntabilitas (Accountability)
Pada aspek ini melihat peran pemerintah kota dalam
mendistribusikan pelayanan yang baik kepada masyarakat, khususnya
pelayanan kesehatan Home Care Dottorta. Untuk menguraikan hal tersebut
maka dilakukan wawancara dengan informan Kepala Bidang Pelayanan
Kesehatan,Dinas Kesehatan Kota Makassar mengemukakan bahwa:
“Kita bisa hubungi 112 untuk layanan kesehatan, sebenar bisa untuk layanan lainnya pokoknya untuk semua layanan darurat direspon dengan cepat, khusus untuk dottorota ini bisa dikatakan semua warga bisa memperoleh akses pelayanan cepat dan prima ini sudah berbasis teknologi informasi” (Hasil wawancara tanggal, 27Agustus 2018)
Berdasarkan hasil wawancara dapat diketahui bahwa terdapat
peran pemerintah dalam menguraikan persoalan yang berhubungan
dengan berbagai pelayanan darurat dengan cara menghubungi pusat
layanan 112 maka masyarakat dapat memperoleh akses layanan yang
cepat dan akurat.
Untuk mengetahui peran pemerintah dalam berbagai program
pelayanan salah satunya sektor kesehatan maka dilakukan wawancara
dengan informan Kepala Seksi Fasilitas Pelayanan Kesehatan (Fasyankes)
dan Peningkatan Mutu, Dinas Kesehatan Kota Makassaryang mengatakan
bahwa:
“Warga yang kami layani dengan program home care hanya untuk kondisi tidak memungkinkan, seperti tidak bisa bangun, pasien lansia, pasien pasca operasi atau pasca kemotherapy, tim Home Care juga akan melayani perawatan pasien pasca operasi, setelah pihak rumah sakit menginformasikan ke Dinas Kesehatan Makassar yang kemudian meneruskan ke puskesmas yang terdekat dari rumah warga yang sakit” (Hasil wawancara tanggal,28Agustus 2018)
Selanjutnya hasil wawancara yang dilakukan kepada petugas
Dottoro’ta yang mengemukakan bahwa :
“sosialisasi bagaimana teknisnya menggunakan pelayanan ini dengan sebaik baiknya. Dan yang utama disini pelayanan ini siap 24 jam jadi kapanpun dan dimanapun dibutuhkan oleh masyarakat, setiap kelurahan menyiapkan 2 sampai 3 tim medis untuk bisa memantau kondisi kesehatan masyarakat sehingga jika dibutuhkan hanya dalam waktu 5 menit, tim pelayanan kesehatan ini bisa segera tiba di rumah masyarakat yang membutuhkan pelayanan ini” (Hasil wawancara tanggal, 27 Agustus 2018)
Berdasarkan hasil wawancara dapat diketahui bahwa peran
pemerintah Kota Makassar dalam pelaksanaan Dottoro’ta berorientasi pada
pelayanan langsung ke rumah masyarakat yang membutuhkan pelayanan
untuk kondisi tertentu pasien yang tidak bisa bangun, pasien lansia, pasien
pasca operasi, dan pasca kemotherapy. Pelayanan tersedia 24 jam yang
tersedia tim medis disetiap kelurahan. Tim Home Care juga akan melayani
perawatan pasien, setelah pihak rumah sakit menginformasikan ke Dinas
Kesehatan Makassar yang kemudian meneruskan ke puskesmas yang
terdekat. Untuk alur pelayanan program Home Care Dottoro’ta dapat dilihat
pada gambar berikut.
Gambar 2. Alur prosedur pelayanan program Home Care Dottoro’ta
Berdasarkan gambar alur prosedur layanan di atas dapat diketahui
peran pemerintah Kota Makassar dalam menfasilitasi pelayanan cepat dan
responsif bagi masyarakat dengan memanfaatkan layanan call center 112
yang terhubung dengan Dinas Kesehatan dan dan Puskemas, sehingga
Time Home care dapat datang langsung ke rumah pasien. Pada aspek
subsidiarity ini terlihat peran pemerintah Kota Makassar dalam pelaksanaan
Dottoro’taberorientasi pada pelayanan langsung ke rumah masyarakat
yang membutuhkan pelayanan untuk kondisi tertentu pasien yang tidak bisa
bangun, pasien lansia, pasien pasca operasi, dan pasca kemotherapy.
Pelayanan tersedia 24 jam yang tersedia tim medis disetiap kelurahan.
Pada indikator ini mencakup efisiensi yang dilakukan terutama yang
berkaitan dengan pembiayaan Home Care Dottoro’ta. Untuk pelaksanaan
program home care Dottoro’ta terdapat sejumlah anggaran yang digunakan
dalam menfasilitasi pelaksanaan program Dottoro’ta. Untuk menguraikan
anggaran yang dipergunakan dalam penyelenggaraan program Home care
Dottoro’ta maka dapat disajikan pada tabel berikut:
Tabel 3. anggaran penyelenggaraan program Home care Dottoro’ta
No. Tahun Anggaran Penggunaan
1. 2015 Rp. 5.472.101.000 • Pengadaan Alkes (Mobil Home
Care, EKG, Paket Home Care,
USG, Emergency Kit, Emergency
Bencana)
• Pelatihan EKG 3.
• Pelatihan Pelayanan Home Care
• Pelatihan Alur Pelayanan Home
Care.
2. 2016 Rp.
4.482.314.200,-
• Pengadaan Alkes (USG,
Spirometri)
• Pelatihan USG
• Pelatihan Home Care Penyakit
dalam
• Sosialisasi Home Care bagi Kader
Puskesmas 14 Kecamatan
• Jasa pembacaan USG/EKG untuk
dokter ahli
• Admin Telemedicine dan ICD-X
• Tim Pengelola Home Care dan
Call Centre 24 Jam
• Tim Koordinasi Tingkat Kota
3. 2017 Rp.
2.037.318.000,-
• Sosialisasi Home Care &
Telemedicine pada 14
Kecamatan
• Sosialisasi Home Care &
Telemedicine tingkat Kota
• Transport Tim Home Care
• Honorarium Admin.
Sumber : Dinas Kesehatan Kota Makassar, 2018.
Berdasarkan tabel yang disajikan di atas dapat diketahui bahwa
pada tahun 2015 dengan anggaran Rp. 5.472.101.000 pada tahap ini
diprioritaskan untuk pengadaan Peralatan Kesehatan (Mobil Home Care,
EKG, Paket Home Care, USG, Emergency Kit, Emergency Bencana) hal ini
yang menjadikan anggaran pada tahap awal ini memiliki jumlah yang besar
disamping itu penggunaan anggaran juga ditujukan untuk Pelatihan EKG 3,
Pelatihan Pelayanan Home Care dan Pelatihan Alur Pelayanan Home Care.
Selanjutnya pada tahun 2016 diperuntuk untuk pembiayaan
pengadaan Alkes khusus (USG, Spirometri), Pelatihan USG, Pelatihan
Home Care Penyakit dalam Sosialisasi Home Care bagi Kader Puskesmas
14 Kecamatan, Jasa pembacaan USG/EKG untuk dokter ahli, Admin
Telemedicine dan ICD-X, Tim Pengelola Home Care dan Call Centre 24
Jam dan Tim Koordinasi Tingkat Kota dengan pengunaan total anggaran
Rp. 4.482.314.200.
Perbedaan terlihat Pada tahun 2017, anggaran untuk home care
Dottoro’ta mengalami penurunan hal ini dapat dilihat dari jumlah nominal
anggaran yaitu Rp. 2.037.318.000,- yang digunakan untuk sosialisasi Home
Care & Telemedicine pada 14 Kecamatan, sosialisasi Home Care &
Telemedicine tingkat Kota, dan Transport Tim Home Care, dan Honorarium
Admin.
Selanjutnya dalam pelaksanaan program ini dapat menjadi langkah
terdepan dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat
secara cepat dan efesien. Untuk informasi terkait jumlah masyarakat yang
dilayani dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 3. Jumlah Pengguna Layanan Home Care Dottoro’ta
Sumber : Dinas Kesehatan Kota Makassar, 2018.
Berdasarkan gambar di atas dapat diketahui bahwa masyarakat
yang mengunakan fasilitas Dottoro’ta mengalami peningkatan yaitu pada
tahun 2015 terdapat 2266 pasien yang dilayani sedangkan pada tahun 2016
mengalami peningkatan yang sangat signifikan yaitu 4685 pasien baik yang
dirawat maupun yang dirujuk. Sementara pada triwulan pertama tahun 2017
telah menyentuh angka 1720 pasien yang dilayani terhitung januari-maret.
Angka tersebut diprediksi akan meningkat melebih tahun 2016.
Pada aspek ini diketahui ada jaminan keamanan yang diberikan melalui
program Home Care (Dottoro’ta) kepada masyarakat penerima layanan.
Untuk mengetahui keamanan dari layanan yang berikan home care
Dottoro’ta, dapat ditelusuri dari hasil wawancara dengan informan informan
Kepala Bidang Pelayanan Dinas Kesehatan Kota Makassar,
mengemukakan bahwa:
“Alhamdulillah, Home Care Dottorotta ini sudah menggunakan teknologi telemedicine, jadi dokter specialis dapat melakukan diagnosa baik berdasarkan pemeriksaan ektrokardiogram atau EKG untuk penderita jantung dan USG untuk kehamilan dan penyakit dalam, bahkan jika dokter spesialisnya sedang di luar negeri. Kalau untuk penyakit ringan sendiri, bisa langsung ditangani oleh seorang dokter dan 2 perawat home care dottoro’ta yang mendatangi rumah pasien jadi bisa dikatakan aman” (Hasil wawancara tanggal, 28Agustus 2018)
Selanjutnya hasil wawancara dengan petugas Home Care
Dottoro’ta yang mengemukakan bahwa :
“kalau Pemeriksaan EKG cukup dilakukan di rumah hasil langsung dikirim ke puskesmas atau dokter spesialis, keunggulan Dottoro’ta menjadikan kerja tenaga kesehatan efektif. Kita bisa lihat Dottoro’ta ini dilengkapi dengan sejumlah obat, alat medis lainnya dan juga ada tabung oksigen. Bahkan dilengkapi dengan alat monitor kondisi pasien yang terkoneksi langsung ke dokter ahli melalui wall room dan data pasien juga tetap aman”
(Hasil wawancara, tanggal,27Agustus 2018)
Berdasarkan hasil wawancara dapat diketahui bahwa Home Care
Dottorotta ini telah menggunakan teknologi telemedicine jadi dokter
spesialis yang terhubung melalui wall room dapat melakukan diagnosa
berdasarkan pemeriksaan ektrokardiogram atau EKG untuk penderita
jantung dan USG untuk kehamilan dan penyakit dalam, Dottoro’ta juga ada
alat monitor kondisi pasien yang terkoneksi langsung ke dokter ahli melalui
wall room sehingga dapat dikategorikan aman.
4. Transparansi (Transparency)
Transparansi (Transparency), terkait keterbukaan dalam
penyelenggaraan program pemerintah kota terutama yang terkait layanan
kesehatan. Untuk pelayanan home care Dottoro’ta dilakukan secara
terbuka untuk berbagai kalangan transparan, dalam hal informasi layanan,
dan bertanggungjawab pada masyarakat terhadap layanan kesehatan yang
diberikan. Untuk memproleh penjelasan lebih lanjut maka dilakukan
wawancara dengan informan Seksi Fasilitas Pelayanan Kesehatan
(Fasyankes) dan Peningkatan Mutu, Dinas Kesehatan Kota Makassar,
mengemukakan bahwa:
“kita melayani tidak mengenal siapa yang kita layani karena ini akses layanan langsung adanya program home care dan mobil Dottoro’ta wawasan masyarakat tentang pelayanan kesehatan menjadi terbuka. Selain itu juga program mobil dottorotta ini mendapatkan apresiasi dari warga. Setiap bulan dalam satu kelurahan mobil dottorotta bisa melayani sampai 6 pasien yang betul-betul membutuhkan pelayanan kesehatan” (Hasil wawancara, tanggal 28Agustus 2018)
Selanjutnya hasil wawancara yang dilakukan kepada petugas
Dottoro’ta yang mengemukakan bahwa :
“Kami pernah menangani pasien yang saat itu tiba-tiba pingsan karena terkena stroke atau lumpuh seketika yang sulit dibawa ke rumah sakit. Kami datangi rumahnya untuk mendapatkan penanganan awal, Dalam pelayanan home care artinya yang dilayani ialah orang
yang sulit mengakses pelayanan kesehatan seperti para lansia dan orang yang lumpuh yang tidak bisa bergerak, tapi ada juga masyarakat yang tidak mengerti asal nelpon” (Hasil wawancara, tanggal 27Agustus 2018)
Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat diketahui bahwa akses
layanan sangat terbuka untuk masyarakat kota Makassar tanpa ada
perbedaan perlakuan, selain itu pertanggungjawaban dokttorota berfokus
pada pasien yang tiba-tiba pinsan, stroke, atau lumpuh seketika, begitu juga
untuk lansia namun informasi ini masih kurang dipahami masyarakat bahwa
layanan ini bersifat darurat tidak semua penyakit bisa menggunakan mobil
Dottoro’ta.
Secara keseluruhan pelaksanaan urban governance yang yang
dicermati pada aspek keadilan (equity), keterlibatan masyarakat sipil (civic
engagement), akuntabilitas (accountability), dan transparansi
(transparency) menunjukkan berjalannya keseluruhan aspek meskipun
terdapat sejumlah kelemahan yang masih perlu dibenahi seperti
pemahaman masyarakat terhapat layanan home care dottorota yang masih
memerlukan sosialisasi dan juga efektivitas pengelolaan peralatan
kesehatan sebagai pertanggungjawaban anggaran dalam penyedian
fasilitas home care dottorota.
Melalui hasil penelitian ini dapat dipahami bahwa kelanjutan dari
visi pemerintah kota makassar Makassar kota dunia yang nyaman untuk
semua juga terimplementasi pada bidang kesehatan hal dituangkan melalui
program home care (Dottoro’ta) yang menselaraskan kebutuhan kota
dalam bidang kesehatan melalui teknologi informasi dan komunikasi yang
dimiliki kota makassar.
Pelayanan yang efektif di perkotaan mestimendukung pemanfaatan
Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) untuk menghubungkan,
memonitor dan mengendalikan berbagai sumber daya yang ada di dalam
kota dengan lebih efektif dan efisien untuk memaksimalkan pelayanan
kepada warganya serta mendukung pembangunan (Amri, 2017). Hanya
yang menjadi tantangan dan kelemahan dalam mewujudkan misi tersebut
adalah anggaran yang digunakan untuk menfasilitasi program yang inovatif
dalam mendukung program home care Dottoro’ta yang mesti dilakukan
secara bertahap.
Terdapat peran pemerintah dalam menguraikan persoalan yang
berhubungan dengan berbagai pelayanan seperti pelayanan kesehatan,
dengan cara menghubungi pusat layanan 112 maka masyarakat dapat
memperoleh akses layanan yang cepat dan akurat. Peran pemerintah Kota
Makassar dalam pelaksanaan Dottoro’ta berorientasi pada pelayanan
langsung ke rumah masyarakat yang membutuhkan pelayanan untuk
kondisi tertentu pasien yang tidak bisa bangun, pasien lansia, pasien pasca
operasi, dan pasca kemotherapy. Pelayanan tersedia 24 jam yang tersedia
tim medis disetiap kelurahan.
Tim Home Care juga akan melayani perawatan pasien, setelah
pihak rumah sakit menginformasikan ke Dinas Kesehatan Makassar yang
kemudian meneruskan ke puskesmas yang terdekat.
Berdasarkan hasil penelitian pada aspek keadilan (equity)
menunjukkan bahwa pelayanan yang dilakukan melalui program home care
Dottoro’ta diberikan pada semua kalangan tanpa melihat status sosial yang
dilayani serta diberikan secara gratis, pelayanan Dottoro’ta cukup dengan
menelpon call center 112 pihak dari puskesmas akan datang ke rumah
dilengkapi dengan mobil, oksigen, monitor yang lengkap. Petugas
menghubungkan dengan Puskesmas terdekat dan Dottoro’ta datang
beserta dokter serta perawat ke rumah.
Pada aspek akuntabilitas menunjukkan pengunaan anggaran yang
tertinggi pada tahun 2015 yaitu Rp. 5.472.101.000 kemudian menurun
mejadi Rp. 4.482.314.200 pada tahun berikutnya dan pada tahun 2017
menjadi 2.037.318.000. hal ini mengindikasikan bahwa penggunaan
anggaran lebih banyak terserap pada pengadaan peralatan dan fasilitas
kendaraan pada awal tahun 2015 sehingga pada tahun berikutnya
diperuntuk untuk pemanfaatan kekurangan alat kesehatan dan peningkatan
kualitas SDM yang terlibat.
Adapun jumlah masyarakat yang mengunakan fasilitas Dottoro’ta
mengalami peningkatan yaitu pada tahun 2015 terdapat 2266 pasien yang
dilayani sedangkan pada tahun 2016 mengalami peningkatan yang sangat
signifikan yaitu 4685 pasien baik yang dirawat maupun yang dirujuk.
Sementara pada triwulan pertama tahun 2017 telah menyentuh angka 1720
pasien yang dilayani terhitung januari-maret. Angka tersebut diprediksi
akan meningkat melebih tahun 2016. Melihat meningkatnya jumlah pasien
maka perlu langkah antisipasi armada yang digunakan perlu dipersiapkan
tambahan jika pasien penguna home care Dottoro’ta juga semakin
meningkat.
Pada aspek transparansi menunjukkan akses layanan sangat
terbuka untuk masyarakat kota Makassar tanpa ada perbedaan perlakuan,
selain itu pertanggungjawaban dokttorota berfokus pada pasien yang tiba-
tiba pinsan, stroke, atau lumpuh seketika, begitu juga untuk lansia namun
informasi ini masih kurang dipahami masyarakat bahwa layanan ini bersifat
darurat tidak semua penyakit bisa menggunakan mobil Dottoro’ta.
Keterlibatan masyarakat pada program home care Dottoro’ta perlu
diperkuat dengan sosialisasi dan pemahaman kepada masyarakat bahwa
untuk kondisi tertentu seperti penyakit jantung, tidak sadarkan diri, lumpuh,
ibu hamil, dan lansia yang diprioritaskan sehingga tidak semua gejala
penyakit mesti menggunakan Dottoro’ta untuk datang ke rumah.
Home Care Dottorotta ini telah menggunakan teknologi
telemedicine jadi dokter spesialis yang terhubung melalui wall room dapat
melakukan diagnosa berdasarkan pemeriksaan ektrokardiogram atau EKG
untuk penderita jantung dan USG untuk kehamilan dan penyakit dalam,
Dottoro’ta juga ada alat monitor kondisi pasien yang terkoneksi langsung ke
dokter ahli melalui wall room sehingga dapat dikategorikan aman.
Pelaksanaan Urban Governance Melalui Layanan Home Care
(Dottoro’ta) di Kota Makassar berdasarkan uraian pembahasan di atas
menunjukkan terlaksanaanya keseluruhan aspek namun dengan catatan
perlu sosialisasi mengenai program ini karena ada kesalapahaman fungsi
home core dottorota bagi sejumlah masyarakat yang mesti menempatkan
layanan untuk kebutuhan yang urgen. Meskipun harus diakui bahwa
layanan home care dottorota ini telah mengadopsi sistem pelayanan
perkotaan yang berbasis IT, pengembangan perkotaan menggunakan
teknologi untuk mempercepat akses pelayanan publik seperti Home Care
Dottoro’tayang dapat terkoneksi dengan pusat layanan sehingga dapat
memangkas waktu tunggu rujukan pasien hal ini sesuai yang dikemukakan
dalam (Khambali, 2017) yang mengatakan bahwa proses perkembangan
kota dipengaruhi oleh faktor kemajuan dan peningkatan bidang teknologi
yang dapat mempercepat proses pelayanan publik.
C. Hambatan Implementasi Layanan Home Care (Dottoro’ta) di Kota
Makassar
Uraian mengenai hasil penelitian dari hambatan implementasi
Layanan Home Care (Dottoro’ta) di Kota Makassar dikemukakan
berdasarkan temuan dari indikator Good Urban Governance meliputi
keadilan (equity), keterlibatan masyarakat sipil (civic engagement) atau
penduduk (citizenship), akuntabilitas (accountability), dan transparansi
(transparency).
Pada aspek keadilan hambatan yang ditemui adalah kurang
meratanya informasi yang spesifik pada keluarga miskin yang disebabkan
ketidaktahuan dan pemahaman yang masih minim hal ini dikemukakan oleh
informan SH yang mengatakan bahwa:
“sebenarnya program ini akan lebih kita rasakan apalagi masyarakat kalau ada lagi sosialisasi untuk masyarakat miskin mereka itu kalau ada penyakitnya diabaikan nanti kalau parah baru cari rumah sakit padahal bisa sebenarnya mereka hubungi dottorota” (Hasil wawancara, tanggal,4September 2018) Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat diketahui bahwa
hambatan pada aspek keadilan dapat terjadi kerena kurangnya pengetahuan
sehingga layanan yang semestinya diperuntukkan bagi semua pihak tanpa
memandang status sosial menjadi sulit dijangkau bagi masyarakat yan
termasuk dalam kategori miskin karena masalah pengetahuan yang dimiliki
minim tentang fungsi layanan Dottorota.
Pada aspek keterlibatan masyarakat menujukkan area pelayanan
kesehatan home care telah terkoneksi pada sejumlah titik bahkan dapat
terkoneksi pada area kepulauan seperti PKM Barang Lompo dan PKM
Kodingareng. Cakupan pelayanan yang mendukung keterlibatan
masyarakat dalam menjangkau layanan dottorota juga mencakup wilayah
kepulauan dengan mempersiapkan perahu dottorota yang juga dilengkapi
alat medis.
Hal yang menjadi hambatan adalah masyarakat yang kurang
memahami bahwa pelayanan Dottorota adalah untuk situasi urgen, hal ini
didasarkan hasil wawancara dengan informan, petugas Home Care
Dottoro’ta yang mengemukakan bahwa :
“ada juga masyarakat yang tidak paham masa kita datang kalau Cuma flu berat harus diberikan pemahaman bahwa ini pelayanan untuk yang bersifat urgen stroke, atau lumpuh seketika, pinsan itu kita dapat segara kita lakukan kunjungan” (Hasil wawancara, tanggal, 27Agustus 2018)
Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat dipahami bahwa terdapat
masyarakat yang kurang memahami fungsi utama dari Dottorota yang tidak
melayani semua kendala kesehatan masyarakat dalam artian terbatas pada
pelayanan kesehatan yang bersifat urgen seperti stroke, atau lumpuh
seketika, dan pinsan.
Selanjutnya kendala yang ditemukan pada aspek akuntabilitas
dikemukakan dari hasil wawancara dengan informan Seksi Fasilitas
Pelayanan Kesehatan (Fasyankes) dan Peningkatan Mutu, Dinas
Kesehatan Kota Makassar, mengemukakan bahwa:
“Dari jumlah dari mobil dottorotta terdapat 48 unit mobil, Dottoro’ta dilengkapi juga alat medis lainnya dan tabung oksigen. Kita juga dilengkapi dengan alat monitor kondisi pasien yang menghubungkan langsung ke dokter ahli sehingga dokter spesialis melakukan diagnosa berdasarkan hasil pemeriksaan EKG hanya persoalannya ini masih kurang armada dottorota masih perlu penambahan demikian juga dengan sumber daya manusia perlu dipersiapkan” (Hasil wawancara, tanggal, 28 Agustus 2018)
Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat diketahui bahwa
terdapat 48 unit mobil Dottorota namun jumlah tersebut dinilai masih minim
mengingat masyarakat yang mengunakan fasilitas Dottoro’ta mengalami
peningkatan yaitu pada tahun 2015 terdapat 2266 pasien yang dilayani
sedangkan pada tahun 2016 mengalami peningkatan yang sangat
signifikan yaitu 4685 pasien baik yang dirawat maupun yang dirujuk.
Sementara pada triwulan pertama tahun 2017 telah menyentuh angka 1720
pasien yang dilayani terhitung januari-maret. Angka tersebut diprediksi
akan meningkat melebih tahun sebelumnya. Oleh karena itu tambahan
armada dan jumlah personel Dottorota perlu ditingkatkan dalam segi
kuantitas.
Selanjutnya hambatan dalam sisi transparansi menunjukkan akses
layanan sangat terbuka untuk masyarakat kota Makassar tanpa ada
perbedaan perlakuan, selain itu pertanggungjawaban dokttorota berfokus
pada pasien yang tiba-tiba pinsan, stroke, atau lumpuh seketika, begitu juga
untuk lansia namun masih diperlukan informasi yang lebih kreatif dengan
mensosilasikan pada masyarakat luas melalui sosial media, hal ini
dikemuakakan oleh informan petugas Home Care Dottoro’ta yang
mengemukakan bahwa :
“kita perlu memberikan informasi lagi lebih luas terkait pelayanan dottorota ini mungkin untuk jaman sekarang efektif di sosial media jadi lebih efektif dan efesien, selama ini masyarakat biasa meminta RT atau RW yang hubungi dottorota jadi kalau pakai aplikasi mungkin akan sangat memudahkan” (Hasil wawancara, tanggal, 27 Agustus 2018)
Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat diketahui bahwa
diperlukan informasi lebih luas kepada masyarakat terkait pelayanan
Dottorota melalui Sosial media dan penggunaan aplikasi akan lebih
memudahkan dilakukan pelayanan karena selama ini informasi pelayanan
yang diperoleh petugas kebanyakan dari RT dan RW.
Secara keseluruhan hambatan implementasi Layanan Home Care
(Dottoro’ta) di Kota Makassar menunjukkan kurangnya pengetahuan
sehingga layanan yang semestinya diperuntukkan bagi semua pihak tanpa
memandang status sosial menjadi sulit dijangkau bagi masyarakat yan
termasuk dalam kategori miskin karena masalah pengetahuan yang miliki
minim tentang fungsi layanan Dottorota.
Terdapat masyarakat yang kurang memahami fungsi utama dari
Dottorota yang tidak melayani semua kendala kesehatan masyarakat
dalam artian terbatas pada pelayanan kesehatan yang bersifat urgen
seperti stroke, atau lumpuh seketika, dan pinsan. Terdapat 48 unit mobil
Dottorota namun jumlah tersebut dinilai masih minim mengingat
masyarakat yang mengunakan fasilitas Dottoro’ta mengalami peningkatan.
Oleh karena itu tambahan armada dan jumlah personel Dottorota perlu
ditingkatkan dalam segi kuantitas. Diperlukan informasi lebih luas kepada
masyarakat terkait pelayanan Dottorota melalui Sosial media dan
penggunaan aplikasi agar semakin memberikan kemudahan layanan
perkotaan yang memuaskan bagi masyarakat kota Makassar.Urban
Governance memiliki keterkaitan dengan pelayanan publik yang modern
memanfaatkan teknologi dan informasi digital berdasarkan
pandangan(Lange, 2010) dan Amri (2016), Selain itu model pelayanan yang
memanfaatkan teknologi dalam operasionalisasinya yaitu pelayanan yang
sesuai dengan kebutuhan pasien, individu dan keluarga, direncanakan,
dikoordinasikan, dan disediakan, oleh pemberi pelayanan, yang diorganisir
untuk memberi pelayanan rumah merupakan ciri pelayanan urban yang
dikedepankan dalam hal pelayanan perkotaan yang kompleks.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan pada bab sebelumnya, maka dapat
diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
1. Secara keseluruhan pelaksanaan urban governance melalui layanan
Home Care Dottoro’ta terlaksana secara efektif hal ini didasarkan
pada hasil penelitian yang menunjukkan aspek keadilan (equity)
pelayanan diberikan pada semua kalangan tanpa melihat status
sosial yang dilayani serta layanan ini diberikan secara gratis, home
care Dottoro’ta juga telah menyentuh seluruh wilayah kota termasuk
kepulauan. Pada aspek akuntabilitas (accountability) menunjukkan
pengunaan anggaran yang tinggi pada program home care
(Dottoro’ta) didominasi pada pengadaan peralatan kesehatan yang
mesti dioptimalkan pemanfaatan sebagai pertanggungjawaban
program ini. Pada aspek transparansi (transparency) menunjukkan
akses layanan sangat terbuka bagi seluruh masyarakat kota
Makassar hal ini didukung peran TI dalam membuat akses terpusat
yang terintegrasi, sementara pada aspek keterlibatan masyarakat
(civic engagement) menunjukkan bahwa cakupan wilayah layanan
home care dottorota menyentuh seluruh titik wilayah di Kota
Makassar termasuk kepulauan yang bertujuan memperluas akses
keterlibatan masyarakat pada layanan kesehatan, hal ini juga
mendapat respon positif dari masyarakat meskipun memerlukan
dukungan sosialisasi terhadap fungsi layanan.
2. Hambatan dalam implementasi program Dottorota yaitu kurangnya
pengetahuan sehingga layanan yang semestinya diperuntukkan bagi
semua pihak tanpa memandang status sosial menjadi sulit dijangkau
bagi masyarakat yan termasuk dalam kategori miskin karena
masalah pengetahuan yang miliki minim tentang fungsi layanan
Dottorota.Terdapat masyarakat yang kurang memahami fungsi
utama dari Dottorota yang tidak melayani semua kendala kesehatan
masyarakat dalam artian terbatas pada pelayanan kesehatan yang
bersifat urgen seperti stroke, atau lumpuh seketika, dan pinsan.
Terdapat 48 unit mobil Dottorota namun jumlah tersebut dinilai masih
minim mengingat masyarakat yang mengunakan fasilitas Dottoro’ta
mengalami peningkatan.
B. Saran
Berdasarkan hasil dan pembahasan, maka dapat disarankan hal
sebagai berikut :
1. Diperlukan sosialisasi untuk program home care (Dottoro’ta) karena
berdasarkan hasil penelitian masih ada masyarakat yang kurang
memahami fungsi utama dari home care (Dottoro’ta)sehingga
permintaan layanan yang tidak sesuai oleh masyarakat dapat
diminimalisir.
2. Diperlukan persiapan penambahan armada Dottoro’ta mengingat
data yang disajikan pada hasil penelitian ini menunjukkan tiap tahun
pasien pengguna layanan Dottoro’ta semakin meningkat secara
signifikan oleh karena itu penambahan armada dan alat kesehatan
merupakan konsekuensi logis dari layanan ini.
3. Home care (Dottoro’ta) perlu disosialisasikan pada sosial media
mengingat generasi muda saat ini sangat lekat dengan teknologi
sehingga akan sangat efektif bila informasi tentang home care
Dottoro’ta muda diakses publik melalui sosial media dengan
tampilan yang lebih menarik.
4. Diperlukan aplikasi layanan Dottorota yang dikelola pemerintah kota
masyarakat yang dapat diakses melalui play store agar
memudahkan layanan dapat diakses dengan mudah oleh
masyarakat Kota Makassar.
DAFTAR PUSTAKA
Akbar, K., Alam, A. S., & Rusli, A. M. 2012. Implementasi Kebijakan Tata
Ruang Tentang Kawasan Pendidikan Tinggi Terpadu di Kota
Makassar.Jurnal Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Indonesia,
5(1), 37-46.
Amri, A. 2017. Analisis Pemanfaatan Teknologi Informasi Dan Komunikasi
Dalam Menunjang Terwujudnya Makassar Sebagai “Smart
City”.KAREBA: Jurnal Ilmu Komunikasi, 5(2), 431-445.
Anwar, 2005. Ketimpangan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan,
Tinjauan Kritis. Bogor: P4W Press
Aziz, N. L. L., 2016. Peran Leadership dalam Pembangunan Kota
Berkelanjutan. Kolom-Pusat Penelitian Politik LIPI, 30 November, p.
1.
Brilhante, V., & Robertson, D. 2001. Metadata-supported automated
ecological modelling.Environmental information systems in industry
and public administration, 313-332.
Buhr, N. 2010. From Cash to Accrual and Domestic to International
Government Accounting Standard Setting in Last 30 Years – Sixth
Accounting History International Conference; Wellington.
Caragliu, A., Del Bo, C., & Nijkamp, P. 2009. Smart Cities in Europe (Vrije
Universiteit, Faculty of Economics and Business Administration).Cited
on, 8.
Devas, N. 2004.Urban Governance, Voice and Poverty in the Developing
World. London: Earthscan.
Devas, N., & Rakodi, C. 1993. Managing fast growing cities. In Managing
fast growing cities. Logman Scientific & Technical.
Diamond, T. 2009. Making gray gold: Narratives of nursing home care.
University of Chicago Press.
Fawahid, A., & Mashur, D. 2016. Manajemen Perkotaan (Studi Kasus
Penataan Drainase di Kota Pekanbaru).Jurnal Online Mahasiswa
(JOM) Bidang Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, 3(2), 1-13.
Fianstein. 1991. City Planning and Political Value. Journal of Urban Affairs
Quarterly, 2(3).
Harun, U. R. (2001). Penataan Ruang Kawasan Perkotaan dalam Otonomi
Daerah. Mimbar: Jurnal Sosial dan Pembangunan, 17(2), 172-188.
Hood, Chrtistopher, 1991. A Public Management for All Season. Public
Administration, 69(1) pp.3-19.
Hyde, A. C., Ott, J. S., & Shafritz, J. M. 1991. Public management: The
essential readings. Lyceum Books/Nelson-Hall.
Irwan, Zoer’aini Djama. 2005. Tantangan Lingkungan dan Lansekap Hutan
Kota. Jakarta: Bumi Aksara.
Keban, Y. T. 2004. Enam dimensi strategis administrasi publik: konsep,
teori dan isu. Gava Media.
Khambali, I., & ST, M. 2017. Model Perencanaan Vegetasi Hutan Kota.
Penerbit Andi.
Lange, F. E. 2010. Urban governance: An essential determinant of city
decelopment.Publisher: World Vision Institute.
Latifa, N. 2013. Urban Governance dalam Kerangka Otonomi Daerah.
Jakarta: LIPI.
Mahmudi. 2010. Manajemen Kinerja Sektor Publik. Edisi kedua. Unit
Penerbit dan Percetakan. Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen
YKPN.Yogyakarta.
Mahsyar, A.2015. Konstruksi Model Perilaku Pelayanan Street-Level
Birokrasi Pada Puskesmas di Kota Makassar. Prosiding: UNIMA-IAPA
International Seminar & Annual Conference.
Momeni, M. 2015. Role of urban management in spatial distribution of green
lands: a quantitative survey in Shiraz, Iran. Journal of Sustainable
Development, 8(1), 54.
Nazarudin, T. 2016. Perencanaan Kota Secara Komprehensif Berbasis
Hukum Integratif Menuju Pembangunan Kota Berkelanjutan
(Comprehensive Urban Planning Based On Integrative Law Towards
Sustainable Urban Development).Jurnal Cita Hukum, 3(2).
Nazarudin, Teuku. 2016. Perencanaan Kota Secara Komprehensif
Berbasis Hukum Integratif Menuju Pembangunan Kota Berkelanjutan
(Comprehensive Urban Planning Based On Integrative Law Towards
Sustainable Urban Development).Jurnal Cita Hukum 3.2 (2016).
Nurmandi, A. 2006. Manajemen perkotaan: aktor, organisasi, pengelolaan
daerah perkotaan dan metropolitan di Indonesia. Sinergi Pub.
Overman, E. Sam. 1984. Public Management: What's New and Different?:
275-278.
PSPPR UGM, Tim. 2016. Road Map Kota Yogyakarta Menuju Smart City.
Working Paper Psppr.
Putra, A., Usman, J., & Abdi, A. 2018. Inovasi Pelayanan Publik Bidang
Kesehatan Berbasis Home Care Di Kota Makassar. Kolaborasi: Jurnal
Administrasi Publik, 3(3), 294-309.
Rahardjo, Parino. 2012.Pendekatan Ekosistem dalam Pengembangan Kota
yang Berkelanjutan (Kasus Kota Jakarta). Prosiding: Universitas
Tarumanagara, Jurusan Perencanaan kota dan Realestat.
Restina, N. 2009. Evaluasi Penggunaan Lahan Eksisting Dan Arahan
Penyusunan Rencana Tata Ruang Kota Tasikmalaya Provinsi Jawa
Barat. Tesis. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Rijal, S. 2008. Kebutuhan ruang terbuka hijau di kota Makassar tahun 2017.
Jurnal Hutan dan Masyarakat, 3(1).
Saraswati, S. 2010. Kearifan Budaya Lokal Dalam Persfektif Teori
Perencanaan.Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota UNISBA, 6(2).
Schaffers, Hans. 2010. Smart Cities and the Future Internet: Towards
Collaboration Models for Open and User Driven Innovation
Ecosystems, FIA Ghent, “Smart Cities and Future Internet
Experimentation, December 16th 2010.
Setiawan, Nugraha. 2005. Perubahan Konsep Perkotaan di Indonesia dan
Implikasinya terhadap Analisis Urbanisasi. Bandung: Universitas
Padjadjaran. Sumber: repository.unpad.ac.id
Setijawan, A. 2018. Pembangunan Pariwisata Berkelanjutan Dalam
Perspektif Sosial Ekonomi. Jurnal Plano Earth, 3(1).
Setyobudi, Y. F. 2016. Peran Masyarakat Dalam Pelayanan Publik Sesuai
Dengan Undang-Undang No. 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan
Publik.Jurnal Dimensi, 2(1).
Slack, E., & Côté, A. 2014. Comparative urban governance. Future of cities:
working paper. July.
Strauss, A., & Corbin, J. 2003. Dasar-dasar penelitian kualitatif. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Sugiyono, 2011. Metode Penelitian Kuantitaif Kualitatif dan R & B, Bandung:
Alfabeta
Suradi, S., & Setiawan, B. 2015. Efisiensi Pemanfaatan Lahan Perkotaan
Melalui Pengembangan Pengisian Di Yogyakarta (Urban Land Use
Efficiency Through Infill Housing Development In Yogyakarta).Jurnal
Manusia dan Lingkungan, 11(1), 1-11.
Suriandjo, H. S. 2016. Kajian Model Penataan Muara Sungai Perkotaan
Berbasis Mitigasi Bencana. Studi Kasus Muara Sungai Ranoyapo
Kota Amurang Kabupaten Minahasa Selatan. SPASIAL, 3(1), 124-
132.
Surtiani, E. E. 2006. Faktor-faktor yang mempengaruhi terciptanya
kawasan permukiman kumuh di kawasan pusat kota (studi kasus:
kawasan pancuran, salatiga). Doctoral dissertation, program
Pascasarjana: Universitas Diponegoro.
Sutiyoso, B. U. 2017. Analisis Kebijakan Prinsip Governance dan Aktor
Melalui Analytical Hierarchy Process (AHP) dalam Perencanaan
Kota.Spirit Publik, 12(1), 45-56.
Sutiyoso, B. U. 2017. Analisis Kebijakan Prinsip Governance dan Aktor
Melalui Analytical Hierarchy Process (AHP) dalam Perencanaan Kota.
Spirit Publik, 12(1), 45-56.
Tahir, M. M. 2015. Good Urban Governance: Peran Pemerintah dalam
Pembangunan Wilayah Kecamatan di Kota
Makassar.GOVERNMENT: Jurnal Ilmu Pemerintahan, 8(1), 9-16.
Tahir, M.M. 2015. Inovasi Pemerintah Daerah Dalam Pelaksanaan Program
Smart Card di Kota Makassar. Conference: Prosiding Seminar
Nasional Call For Paper "Refleksi Pencapaian Reformasi Birokrasi di
Indonesia. At: Bandung, Volume: 1.
UN-HABITAT. 2015. United Nations Human Settlements Programme, Nairobi.