hipertensi

Upload: alfika-dinar-fitri

Post on 16-Mar-2016

14 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

hipertensi

TRANSCRIPT

HipertensiHipertensi atau darah tinggi adalah keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan tekanan darah diatas normal atau kronis (dalam waktu yang lama). Secara umum seseorang dikatakan menderita hipertensi jika tekanan darah sistolik/diastoliknya melebihi 140/90 mmHg (normalnya 120/80 mmHg). Menurut WHO, dalam guidelines terakhir tahun 1999, batas tekanan darah yang masih dianggap normal adalah kurang dari 130/85 mmHg, sedangkan bila lebih dari 140/90 mmHG dinyatakan sebagai hipertensi dan diantara nilai tersebut sebagai normal-tinggi. (batasan tersebut diperuntukkan bagi individu dewasa diatas 18 tahun). Suatu peningkatan dari tekanan darah sistolik dan/atau diastolik meningkatkan risiko terjadinya penyakit lain pada penderita. Komplikasi hipertensi sering dirujuk sebagai kerusakan organ akibat tekanan darah tinggi kronis. Untuk itu, monitor tekanan darah tinggi sangat penting dilakukan secara rutin dan berkelanjutan sehingga dapat mengupayakan tekanan darah normal dan mencegah komplikasi penyakit ini:Gangguan jantung (cardiac)Peningkatan tekanan darah pada arteri diseluruh jaringan tubuhnya mengakibatkan otot jantung bekerja lebih keras untuk memompa darah melalui pembuluh darah ini sehingga terjadi pembesaran otot jantung. Dan ini dapat menjadi suatu pertanda dari gagal jantung, penyakit jantung koroner dan suatu kelainan irama jantung (cardiac arrhythmias).Pengerasan dari arteri-arteri (atherosclerosis atau arteriosclerosis) Peningkatan tekanan darah pada arteri diseluruh jaringan tubuh yang terlalu sering akan membuat arteri menjadi keras. Gangguan ginjal (renal)Tekanan darah yang tinggi dan meningkatnya kadar serum kreatinin dapat mengakibatkan kerusakan ginjal. Selain itu adanya protein didalam air seni (proteinuria) merefleksikan kerusakan ginjal.Kerusakan mataPeningkatan tekanan darah mengakibatkan penyempitan arteri kecil, kebocoran retina, dan pembengkakan syaraf mata.Stroke (kerusakan otak)Hipertensi yang tidak terkontrol dapat menyebabkan stroke yang dapat menjurus pada kerusakkan otak atau syaraf hingga hemorrhage (kebocoran darah/leaking blood) atau suatu gumpalan darah (thrombosis) dari pembuluh darah yang mensupali darah ke otak.Penderita hipertensi yang masuk dalam stage I dan stage II masih memungkinkan untuk dilakukan tindakan pencabutan gigi karena resiko perdarahan yang terjadi pasca pencabutan relatif masih dapat terkontrol (Little, 1997). Pada penderita hipertensi dengan stage II sebaiknya dirujuk terlebih dahulu ke bagian penyakit dalam agar pasien dapat dipersiapkan sebelum tindakan. Pengobatan pada pasien hipertensi biasanya digunakan lebih dari satu macam golongan obat misalnya golongan obat antihipertensi (mis: captopril) dan golongan obat diuretik. Resiko-resiko yang dapat terjadi pada pencabutan gigi penderita hipertensi antara lain:1. Resiko akibat anestesi lokal pada penderita hipertensi. Larutan anestesi lokal yang sering dipakai untuk pencabutan gigi adalah Lidokain yang dicampur dengan adrenalin dengan dosis 1:80.000 dalam setiap cc larutan. Konsentrasi adrenalin tersebut dapat dikatakan relatif rendah, bila dibandingkan dengan jumlah adrenalin endogen yang dihasilkan oleh tubuh saat terjadi stres atau timbul rasa nyeri akibat tindakan invasif. Tetapi bila terjadi injeksi intravaskular maka akan menimbulkan efek yang berbahaya karena dosis adrenalin tersebut menjadi relatif tinggi. Masuknya adrenalin ke dalam pembuluh darah bisa menimbulkan takikardi, stroke volume meningkat, sehingga tekanan darah menjadi tinggi. Resiko yang lain adalah terjadinya ischemia otot jantung yang menyebabkan angina pectoris, bila berat bisa berakibat fatal yaitu infark myocardium. Adrenalin masih dapat digunakan pada penderita dengan hipertensi asal kandungannya tidak lebih atau sama dengan 1:200.000, dapat juga digunakan obat anestesi lokal yang lain yaitu Mepivacaine 3% karena dengan konsentrasi tersebut Mepivacaine mempunyai efek vasokonstriksi ringan sehingga tidak perlu diberikan campuran vasokonstriktor.2. Resiko akibat ekstraksi gigi pada penderita hipertensi. Komplikasi akibat pencabutan gigi adalah terjadinya perdarahan yang sulit dihentikan. Perdarahan bisa terjadi dalam bentuk perdarahan hebat yang sulit berhenti saat dilakukannya tindakan pencabutan gigi atau bisa berupa oozing (rembesan darah) yang tidak terkendali setelah tindakan pencabutan gigi selesai.

Rekomendasi Perawatan Dental Pasien dengan Penyakit JantungEvaluasi dental dibutuhkan untuk melihat adanya sumber infeksi di rongga mulut yang dapat menyebabkan bakteremia atau bahkan dapat menyebabkan terjadinya endokarditis bakterial. Endokarditis bakterial adalah infeksi dari permukaan endotel jantung yang dapat meliputi katup jantung dan dapat menyebabkan kematian. Infeksi ini biasanya terjadi pada individu dengan kerusakan struktur jantung. Hal ini dapat terjadi karena bakteremia. Bakteremia dapat terjadi spontan (misalnya disebabkan oleh organisme yang masuk melalui pengunyahan makanan atau menyikat gigi) atau dapat terjadi sebagai komplikasi infeksi lokal, seperti infeksi periodontal atau periapikal (Sonis dkk., 1995).Beberapa penelitian yang dilakukan di USA dan negara-negara besar lain dalam dua dekade terakhir menemukan adanya organisme bakteri dari rongga mulut ke jantung. Bakteri ini pada pasien dengan bedah jantung dapat berakibat fatal. Bila terjadi endokarditis bakterial yang disebabkan penyakit periodontal, lingkungan tersebut menjadi fatal bagi pasien bedah jantung (Pinero, 2008).Pasien yang berisiko tinggi terhadap infeksi endokarditis harus mempertahankan kesehatan rongga mulut maksimal untuk mengurangi semua sumber infeksi terjadinya bakteremia. Okell dan Elliot membuktikan bahwa insiden terjadinya bakteremia enam kali lebih besar pada pasien dengan penyakit periodontal yang parah. Korn menemukan bahwa prosedur untuk memperbaiki kesehatan gingiva, misalnya scaling dan root planning, mempunyai risiko lebih kecil untuk terjadinya bakteremia (Sonis dkk., 1995).

Medikasi ProfilaksisPasien jantung diberikan profilaksis antibiotik, yaitu amoxicilin 250 mg sehari sebelum dilakukan prosedur dental yang invasif. Meskipun tidak ada bukti kuat yang menunjukkan bahwa profilaksis antibiotik merupakan langkah preventif yang efektif, namun dibuktikan dapat mengurangi insidensi bakteremia. Menurut American Heart Association (AHA), profilaksis antibiotik direkomendasikan pada pasien yang memilki lesi jantung kongenital dan akan menjalani prosedur pencabutan gigi dan prosedur yang dapat menimbulkan perdarahan. Penderita kelainan jantung Tetralogy of Fallot tergolong dalam golongan berisiko tinggi untuk terjadinya endokarditis bakterial sesudah prosedur bedah jantung (Sonis dkk., 1995). Selain itu, WE Guntheroth di dalam American Journal of Cardiology dan R Bayliss dalam british Journal memperkirakan bahwa 4% dari seluruh kasus endokarditis bakterial subakut terjadi karena bakteremia yang disebabkan oleh prosedur dental (Sonis dkk., 2003).Tetralogy of Fallot merupakan kelainan jantung kongenital dengan kerusakan pada empat bagian jantung. Terjadinya endokarditis bakterial harus terdapat dua keadaan yang abnormal, yaitu area endotelium harus mengalami kerusakan dan terjadinya backteremia oleh organisme. Bila salah satu dari kedua keadaan tersebut tidak terjadi, maka endokarditis bakterial tidak akan terjadi (Anonim, 2008). Dalam hal kasus di atas, kedua keadaan terjadi yaitu kelainan jantung dan sumber infeksi terdapat di rongga mulut pasien.Dalam banyak kasus, antibiotik standar yang sering digunakan adalah antibiotik oral amoxicilin. Dosis amoxicilin untuk orang dewasa adalah 3.0 gram amoxicilin satu jam sebelum dilakukan prosedur, diikuti dengan 1.5 gram amoxicilin 6 jam setelah dosis awal (Anonim, 2008). Amoxicilin sering dijadikan pilihan utama karena ia diabsorbsi baik pada saluran gastrointestinal dan dapat bertahan lama di dalam serum (Sonis dkk., 1995).

Pemilihan AnastesiDalam perawatan gigi biasanya menggunakan anestesi yang umumnya mengandung adrenalin yang sifatnya menyempitkan pembuluh darah (vasokonstriktor). Oleh karena itu, seleksi vasokonstriktor didasarkan pada durasi yang dibutuhkan, keperluan hemostatis dan kondisi penyakit sistemik pasien. Manajemen gigi pada pasien dengan infark miokard sebelumnya bergantung pada keparahan dan arah infark. Pasien yang mengalami infark miokard akut tanpa komplikasi bisa mentolerir prosedur-prosedur (tipe I sampai IV) durasi singkat setiap saat mengikuti kejadian. Prosedur yang menimbulkan tekanan lebih baik ditunda sampai 6 bulan setelah infark. Konsultasi dengan dokter disarankan. Tampaknya tidak terdapat kontraindikasi pada penggunaan epinefrin dalam konsentrasi 1:100.000 pada anestesi lokal pada pasien-pasien ini. Namun, protokol untuk meminimalkan penggunaan vasokonstriktor harus dilaksanakan. Komunikasi yang baik antara pasien-dokter gigi, mengurangi stres, dan pemantauan adalah penting untuk manajemen tepat pada pasien paska infark.Anestesi yang diberikan pada pencabutan gigi pasien menggunakan lidokain tanpa adrenalin. Untuk penderita kelainan jantung, pemilihan anestesi harus menghindari pemakaian adrenalin. Pemakaian adrenalin dapat meningkatkan denyut jantung, kadar pernapasan bertambhan, dan kerja jantung meningkat (Mycek dkk., 2000).Meredakan AnxietyKecemasan adalah ketegangan, rasa tidak aman dan kekawatiran yang timbul karena dirasakan terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan tetapi sumbernya sebagian besar tidak diketahui dan berasal dari dalam. Kecemasan dapat didefininisikan suatu keadaan perasaan keprihatinan, rasa gelisah, ketidak tentuan, atau takut dari kenyataan atau persepsi ancaman sumber aktual yang tidak diketahui atau dikenal (Stuart and Sundeens, 1998). Kecemasan adalah suatu keadaan yang ditandai dengan perasaan ketakutan yang disertai dengan tanda somatik yang menyatakan terjadinya hiperaktifitas sistem syaraf otonom. Kecemasan adalah gejala yang tidak spesifik yang sering ditemukan dan sering kali merupakan suatu emosi yang normal (Kusuma W, 1997).Cara mengatasi kecemasan pada geriatrik :1. Konsultasi medis.Konsultasi tentang keadan psikologis pasien diperlukan apabila dokter gigi ragu terhadap keadaan pasien untuk mendaptkan kepastian tentang perawatan dan modifikasi yang tepat bagi pasien.2. Premedikasi.Pemberian obat sedative-hipnotic, seperti diazepam, triazolam, flurazepam, zaleplon or zolpidem sebelum dilakukan tindakan medis, sehingga ketika proses perawatan dimulai kecemasan pasien ada dalam batas yang rendah.3. Jadwal Pertemuan diusahakan pagi hari4. Meminimalkan waktu menunggu.5. Meminimalisasi waktu pasien untuk menunggu diresepsionis dan kursi dental.6. Sedasi pada saat perawatan.Penggunaan teknik sedasi seperti introsedasi melalui lagu dan video, hypnosis serta penggunaan sedasi secara farmasi saat melakukan perawatan. 7. Kontrol rasa sakit8. Mempersingkat durasi perawatan (Wheterel, 2002 ).Perawatan Post OperativeDalam penanganan pasca operatif, obat yang harus digunakan adalah antibiotika. Ini merupakan langkah jaga-jaga untuk memprevensi dari infeksi yang mungkin terjadi akibat dari perawatan dental. Pasien juga tidak mempunyai alergi terhadap antibiotika sehingga antibiotika yang biasanya digunakan dapat diberikan kepada pasien. Selain itni, prosedur standar juga adalah untuk memberikan pasien analgetika setelah operasi untuk penanganan nyeri yang mungkin dirasakan pasien setelah perawatan. Analgetika yang sering diberikan adalah obat anti inflamasi non steroidal (OAINS) yaitu aspirin (Phinney, 2003). Obat ini tidak dapat digunakan pada pasien karena obat Coumadin yang digunakan mempunyai efek yang sama sehingga antikoagulasi yang terjadi dapat diperparah. Obat OAINS juga dapat menghambat efek hipotensi dari obat antihipertensi dan dapat menimbulkan nefrotoksisitas jika obat diuretic digunakan seperti hidroclorotiazid. Dengan itu, analgesik yang sesuai adalah acetaminophen (Greenwood dkk., 2009).Obat Coumadin yang diminum pasien lebih umumnya dikenali sebagai warfarin yang berfungsi sebagai obat antikoagulasi yang secara tidak langsung menginhibisi sintesis faktor penjendalan yang tergantung atas vitamin K. Secara umumnya, obat ini dihentikan sekitar 4 atau 5 hari sebelum tindakan bedah. Setelah tindakan pula, pada fase penyembuhan, obat warfarin hanya dapat dilanjutkan secepatnya setelah pasien dalam kondisi dimana tidak mungkin terjadi komplikasi pendarahan, yaitu sekitar sore setelah pembedahan, tetapi hanya sebatas dosis mantainence ( Handin, 2003 ).Buat obat Pravachol atau pravastatin pula yang merupakan obat yang menghambat tubuh dari membentuk kolesterol yang diberikan kepada pasien dengan kadar kolesterol yang tidak dapat dikendala dengan diitnya ( Hochadel, 2006 ). Dalam satu kasus fraktur fasial, pasien yang menggunakan simvastatin, yaitu sejenis statin yang mirip pravastatin, mengalami fase penyembuhan yang cukup baik tanpa komplikasi walaupun masih meneruskan pengobatan dengan statin tersebut (Sallam, 2011). Dengan itu, penggunaan Pravachol dapat diteruskan pasca operasi.Atenolol yaitu obat penyekat kardio-selektif hidrofilik dan biasanya digunakan sebagai obat antihipertensi seperti hydrochlorothiazide juga. Hydrochlorothiazide merupakan obat diuresis thiazide yang meningkatkan jumlah urin yang dikeluarkan sehingga tubuh kehilangan air dan garam. Proses ini membantu menurunkan tekanan darah (Hochadel, 2006). Obat-obat ini dapat diteruskan untuk memprevensi dari komplikasi sistemik mayor tetapi hanya pada dosis yang kecil supaya tidak menghambat penyembuhan pasca operatif terutamanya jika pasien mengalami ekstraksi ( Greenwood dkk., 2009).Obat Protonix yang dikonsumsi pasien berfungsi untuk menghambat produksi asam lambung (Hochadel, 2006). Penghambatan produksi asam lambung dibutuhkan untuk mengurang efek dari warfarin atau Coumadin. Efek ini adalah penghambatan produksi prostaglandin di lambung yang bekerja untuk mensekresi mucus sebagai proteksi mukosa pelapis lambung. Dengan itu, Protoniz harus tetap diambil untuk menghambat iritasi atau ulserasi lambung (Phinney, 2003).Premarin merupakan obat dari campuran estrogen buat mereka yang menopaus. Obat ini dibutuhkan untuk menghambat osteoporosis dan mengurangi simtom dari menopaus. Interaksi yang mungkin terjadi adalah dengan siklosporin dan antibiotika tertentu sehingga pemilihan antibiotika harus dilakukan dengan waspada atau obat ini dihentikan sehingga pemakaian antibiotika telah selesai (Hochadel, 2006).