lp hipertensi
DESCRIPTION
belajar bersama :)TRANSCRIPT
LAPORAN PENDAHULUAN
HIPERTENSI
DI PUSKESMAS ARJOWINANGUN
Disusun oleh :
Didin Hidayat
201420461011051
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI
NERS
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
MALANG
2015
LAPORAN PENDAHULUAN
HIPERTENSI
I. DEFINISI
Hipertensi adalah kondisi medis dimana terjadi peningkatan
tekanan darah secara kronis. Tekanan darah yang selalu tinggi
dapat menyebabkan stroke, serangan jantung, gagal juantung dan
aneurisma arterial dan penyebab utama gagal ginjal kronis 1
Menurut WHO tahun 1999, batas tekanan darah yang masih
dianggap normal adalah (sistole ≥140, diastole ≤90 mmHg) dan
tekanan darah sama dengan atau diatas 160/95 mmHg dinyatakan
sebagai hipertensi.
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu gangguan
pada sistem peredaran darah yang sering terdapat pada usia
pertengahan atau lebih, yang ditandai dengan tekanan darah lebih
dari normal. Hipertensi menyebabkan perubahan pada pembuluh
darah yang mengakibatkan makin meningkatnya tekanan darah.2
Hipertensi dengan peningkatan tekanan systole tanpa disertai
peningkatan tekanan diastole lebih sering pada lansia, sedangkan
hipertensi peningkatan tekanan diastole tannpa disertai peningkatan
tekanan systole lebih sering terdapat pada dewasa muda.
II. ETIOLOGI
Berdasarkan penyebab hipertensi dibagi menjadi 2 golongan yaitu:
a. Hipertensi primer atau hipertensi esensial
Penyebabnya tidak di ketahui, disebut juga hipertensi idiopatik.
Terdapat sekitar 95% kasus banyak faktor yang
mempengaruhinya seperti : genetic, usia, lingkungan,
hiperaktivitas, susunan saraf simpatis, system rennin
angiotensin, defek dalam ekskresi natrium. Peningkatan Na+, ca
intra selular dan faktor – faktor yang meningkatkan resiko
seperti obesitas, alcohol, merokok, serta polisitemia.
b. Hipertensi sekunder atau hipertensi renal
Penyebab spesifiknya, seperti penggunaan hormon estrogen
(KB), penyakit ginjal, hipertensi vaskuler renal,
hiperaldosteronisme primer dan sindrom cushing. 3
III. KLASIFIKASI
Klasifikasi hipertensi menurut WHO (1999)
Klasifikasi Sistolik (mmHg) Diastolic (mmHg)
Normal tensi < 140 <90
Hipertensi
ringan/tingkat 1
140 – 159 90 – 99
Hipertensi
sedang/tingkat 2
160 - 179 100 – 109
Hipertensi berat/tingkat
3
≥ 180 ≥ 110
Hipertensi menurut kelompok umur berbeda
Kelompok usia Normal (mmHg) Hipertensi (mmHg)
Bayi 80/40 90/60
Anak (7 – 11 th) 100/60 120/80
Remaja (12 – 17 th) 115/70 130/80
Dewasa (20 – 45 th) 120-125/75-80 135/90
Dewasa (45 – 65 th) 135-140/85 140/90 – 160/95
Dewasa (> 65 th) 150/85 160/95
Menurut dr. Jan tambayong, 1999. (patofisiologi untuk keperawatan)
V. MANIFESTASI KLINIS
a. Pemeriksaan fisik jarang dijumpai selain peningkatan tekanan
darah, dapat pula ditemukan perubahan pada retina seperti
perdarahan, exudat, penyempitan pembuluh darah dan pada
kasus hypertensi berat dapat ditemukan edema pupil.
b. Gejala klasik : sakit kepala, epistaksis, pusing dan migren, cepat
marah, telinga berdenging, suka tidur, rasa berat ditengkuk dan
mata berkunang-kunang.
c. Gejala lain yang disebabkan oleh komplikasi hypertensi seperti
gangguan penglihatan, gangguan neurologi, gagal jantung dan
gangguan fungsi ginjal. Gangguan serebral yang disebabkan oleh
hypertensi dapat berupa kejang, gejala akibat perdarahan
pembuluh darah otak yang berupa kelumpuhan, gangguan
kesadaran bahkan sampai koma. Apabila gejala tersebut timbul,
merupakanpertanda tekanan darah perlu segera diturunkan.
VI. FAKTOR RESIKO
Yang dapat mempengaruhi peningkatan tekanan darah
a. Faktor genetik : adanya bukti bahwa kejadian hipertensi lebih
banyak dijumpai pada penderita kembar monozoit daripada
heterozigot
b. Jenis kelamin : pada umumnyua insiden pada pria lebih tinggi
dari pada wanita, namun pada usia pertengahan dan lebih tua,
insiden pada wanita mulai meningkat, sehingga pada usia diatas
65 tahun isiden pada wanita lebih tinggi.
c. Usia: insiden hipertensi makin meningkat dengan bertambahnya
usia. Hipertensi pada yang berusia < 35 th dengan jelas
menaikkan insiden penyakit arteri koroner dan kematian dini.
d. Ras: hipertensi pada yang berkulit hitam paling sedikit dua
kalinya pada yang berkulit putih. Akibat penyakit ini umumnya
lebih berat pada ras kulit hitam. Misalnya mortalitaspasien pria
hitam dengan diastole 115 atau lebih 3,3 kali lebih tinggi
daripada pria berkulit putih dan 5,6 kali bagi wanita putih.
e. Pola hidup : faktor seperti pendidikan, penghasilan dan faktor
p0ola hidup lain telah di teliti, tanpa hasil yang jelas.
Penghasilan rendah, tingkat pendidikan rendah dan kehidupan
atau pekerjaan yang penuh stres agaknya berhubungan dengan
insidens hipertensi yang lebih tinggi. Obesitas di pandang
sebagai faktor resiko utama, bila berat badan turun, tekanan
darahnya sering turun menjadi normal. Merokok dipandang
sebagai faktor resiko tinggi bagi hipertensi dan penyakit arteri
koroner. Hiperkolosterolemia dan hiperglikemia adalah faktor-
faktor utama untuk perkemabangan aterosklerosis, yang
berhubungan erat dengan hipertensi.
f. Diabetes melitus : hubungan antara diabetes militus kurang
jelas, namun secara statistik nyata pada hubungan anatara
hipertensi dan penyakit arteri koroner. Penyebab utama
kematian pasien DM adalah penyakit kardiovaskuler, terutama
yang mulainya dini dan kurang kontrol. Hipertensi dengan DM
meninbgkatkan mortalitas.
g. Peranan ginjal : penyebab hipertensi sekunder
h. Penumpukan garam
i. Ketidak seimbangan kimiawi : disebabkan oleh pembesaran dan
kegiatan yang berlebihan pada salah satu kelenjar adrenalin
j. Alkohol : meninggi bila minum lebih dari 3X per hari
k. Pil kontrasepsi kombinasi
VII. PENATALAKSANAAN
Tujuan deteksi dan penatalaksanaan hipertensi adalah
menurunkan resiko penyakit cardiovaskuler dan mortalitas serta
morbilitas yang berkaitan dengan tujuan terapi adalah mencapai dan
memepertahankan tekanan sistolik dibawah 140 mmHg dan tekanan
diastolic dibawah 90 mmHg dan mengontrol faktor resiko. Hal ini
dapat dicapai melalui modifikasi gaya hidup atau dengan obat anti
hipertensi.
1. Penatalaksanaan sesuai kelompok resiko:
a. Pasien dengan tekanan darah perbatasan atau tingkat 1, 2,
atau 3, tanpa gejala penyakit cardiovaskuler, kerusakan
organ atau faktor resiko lainnya. Bila dengan modifikasi gaya
hidup tekanan darah belum dapat diturunkan maka harus
diberi obat anti hipertensi.
b. Pasien tanpa penyakit cardiovaskuler atau kerusakan organ
lainnya, tapi memiliki satu atau lebih faktor resiko namun
bukan diabetes mellitus jika terdapat beberapa faktor maka
harus langsung diberikan obat anti hipertensi.
c. Pasien dengan gejala klinis penyakit cardiovaskuler atau
kerusakan organ yang jelas.
Penatalaksanaan berdasarkan klasifikasi resiko
Tekanan darah
Kelompok resiko A
Kelompok resiko B
Kelompok resiko C
Hipertensi ringan/tingkat1 (140 – 159 mmHg / 90 – 99 mmHg)
Modifikasi gaya hidup
Modifikasi gaya hidup
Dengan obat
Hipertensi sedang/tingkat2(160 – 179 mmHg / 100 – 109 mmHg)
Modifikasi gaya hidup
Modifikasi gaya hidup
Dengan obat
Hipertensi berat/tingkat3 (≥ 180/ ≥ 110 mmHg)
Dengan obat Dengan obat Dengan obat
2. Penatalaksanaan dengan terapi dan pengobatan
Farmakologi
A. Obat anti hipertensi
a. Diuretic
Fungsi: menurunkan volume plasma untuk
pengeluaran air dan natrium, mencegah ekspansi
sekunder dari plasma, menurunkan resistensi
perifer dan tekanan darah,
Efek samping; meningkatkan kadar urin Acid dalam
darah, hiperurisemia, hiperkalemia, hiperglikemia
Contoh obat : furasemid (lasix), clunidin
b. Golongan penghambat simpatetik
Fungsi : menurunkan tonus simpatik secara sentral
Efek samping : anemia hemolitik, gangguan faal
hati, hepatitis kronis, sedasi, rasa lelah, rasa kering
pada mukosa mulut dan bibir, impotensi dan pusing.
Contoh obat : metildopa, klonidin. Reserpin,
guanetidin
c. Penyekat beta
Contoh obat : larut dalam lemak (asebutolol,
alprenolol, metoprolol, oksprenolol, pindolol,
propanolol dan timilol) dan larut dalam air dan
eliminasi melalui ginjal (atenolol, nadolol, praktolol,
satalol)
d. Vasodilator
Fungsi : mengembangkan pembuluh darah arteri,
mengurangi tahanan perifer, menurunkan tekanan
darah
Efek samping : meningkatkan curah jantung dan
meningkatkan heart rate
Contoh obat : guancydine, diazoxide, minoxidil,
prazosin, doxsazosin, hidralazin, diakzodsid, dan
sodium nitroprusid.
e. Penghambat enzim konversi angiostensin
Fungsi : menghambat enzim konversi angiotensin
Efek samping : kemerahan kulit, gangguan
pengecapan, agranulasi, proteinuria dan gagal ginjal
Contoh obat : kaptropil
f. Adrenolitik
Alfa bloker
Fungsi : menurunkan tekanan darah dengan cepat
dan langsung, menurunkan tekanan sistemikj dan
paru
Efek samping : takikardi, menurunkan curah
jantung, menurunkan kontraktilitas miocard
Contoh obat : phentolomine, phenoxybenzomine
Beta Bloker
Fungsi : menurunkan curah jantung, menghambat
sekresi urin
Efek samping : system cardio – faal jantung,
bradikardi, gangren perifer, system pernapasan-
asma bronkiale, SSP – mimpi buruk, sukar tiur,
halusinasi, depresi
Contoh obat : propondol
B. Non farmakologi
a. Menghindari faktor resiko, seperti : merokok, minum
alkohol, hiperlipidemia dan stres
b. Penurunan berat badan
c. Diit rendah garam
d. Perubahan diet yang kompleks : penurunan konsumsi
lemak, peningkatan konsumsi ssayur dan buah (>> K,
Mg)
e. Peningkatan aktivitas fisik
f. Penanganan psikologis
g. Olahraga yang teratur.
h. Pendidikan kesehatan, meliputi :
- Mengontrol tekanan darah
- Meningkatkan kepatuhan program pengobatan
- Meningkatkan support sosial
VIII. PENCEGAHAN
a. Pencegahan primer
Utamanya dianjurkan untuk orang-orang yang mempunyai faktor
resiko, yaitu dengan:
1. Mengatur diet agar berat badan tetap ideal, juga untuk
menjaga agar tidak terjadi hiperkolesterolemia, Diabetes
Mellitus, dan sebagainya.
2. Dilarang merokok atau menghentikan merokok.
3. Merubah kebiasaan makan sehari-hari dengan konsumsi
rendah garam.
4. Melakukan exercise untuk mengendalikan berat badan.
b. Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder dikerjakan bila penderita telah diketahui
menderita hipertensi berupa:
- Pengelolaan secara menyeluruh bagi penderita baik dengan
obat maupun dengan tindakan-tindakan seperti pada
pencegahan primer.
- Harus dijaga supaya tekanan darahnya tetap dapat terkontrol
secara normal dan stabil mungkin.
- Faktor-faktor resiko penyakit jantung ischemik yang lain
harus dikontrol.
- Batasi aktivitas.
IX. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium rutin yang dilakukan sebelum
memulai terapi yang bertujuan menentukan adanya kerusakan
organ dan faktor resiko lain atau mencari penyebab hipertensi.
Pemerikasaan yang di lakukan :
a. Urinalisa darah perifer dan kimia darah lengkap (kalium,
natrium, kreatinin, kolesterol NDL) : adanya darah, protein,
glukosa dalam urin untuk mengidentifikasi fungsi renal atau DM
b. H6 untuk menilai viskositas dan indicator faktor resiko seperti
anemia
c. BUN kreatinin : untuk menilai adanya perfusi / faal renal
d. Gula darah atau glukosa serum hiperglesemia akibat dari
peningkatan katekolamin
e. Kadar kolesterol trigliserida : untuk menilai adanya indikasi
predisposisi pembentukan plaquetheromatus
f. Kadar serum aldosteron : menilai adanya aldosteronisme primer
g. Pemeriksaan tiroid T3 + T4 : menilai adanya hipertiroidisme
yang berkonstribusi terhadap vasokonstriksi hipertensi
h. Uric Acid : mengetahui adanya hiperoricemia yang merupakan
implikasi faktor resiko hipertensi
i. ECG : Untuk mengetahui Cardiomegali dan Gangguan –
gangguan konduksi kelistrikan jantung, tampak gelombang p.
pulmonal (hipertensi pulmonal).
X. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat timbul bila hipertensi tidak terkontrol adalah
:
1. Krisis Hipertensi: adalah keadaan klinis yang ditandai oleh
tekanan darah yang sangat tinggi dengan kemungkinan timbulnya
atau telah terjadi kelainan organ target (otak, mata (retina),
ginjal, jantung, dan pembuluh darah). Pada umumnya krisis
hipertensi terjadi pada pasien hipertensi yang tidak atau lalai
memakan obat antihipertensi.
2. Penyakut jantung dan pembuluh darah : penyakit jantung
koroner dan penyakit jantung hipertensi adalah dua bentuk utama
penyakit jantung yang timbul pada penderita hipertensi
3. Penyakit jantung cerebrovascular : hipertensi adalah faktor resiko
paling penting untuk timbulnya stroke. Kekerapan dari stroke
bertambah dengan setiap kenaikan tekanan darah
4. Ensefalopati hipertensi : sindroma yang ditandai dengan
perubahan neurologis mendadak atau sub akut yang timbul
sebagai akibat tekanan arteri yang meningkat dan kembali
normal apabila tekanan darah diturunkan
5. Nefrosklerosis karena hipertensi: stenosis arteri ginjal dapat
mengakibatkan hipertensi yang mengakibatkan nefrosklerosis
atau kerusakan pada arteri ginjal, arteriola, dan glomeruli.
Hipertensi merupakan penyebab kedua terjadinya penyakit ginjal
tahap akhir. Sekitar 10% individu pengidap hipertensi esensial
akan mengalami penyakit ginjal tahap akhir.
6. Retinopati hipertensi: Retinopati hipertensi merupakan suatu
keadaan yang ditandai dengan kelainan pada vaskuler retina pada
penderita dengan peningkatan tekanan darah. Tanda-tanda pada
retina yang diobservasi adalah penyempitan arteriolar secara
general dan fokal, perlengketan atau “nicking” arteriovenosa,
perdarahan retina dengan bentuk flame-shape dan blot-shape,
cotton-wool spots, dan edema papilla.
XI. KONSUMSI GARAM
Petunjuk Penggunaan Garam untuk Penderita hipertensi. Untuk
penderita hipertensi terdapat 3 diet:
a. Diet rendah garam 1 : untuk penderita hipertensi berat
dianjurkan untuk tidak menambahkan garam dapur dalam
makanan.
b. Diet rendah garam II: Ditujukan untuk penderita hipertensi
sedang (100-114 mmHg). Garam dianjurkan ¼ sendok the garam
dapur.
c. Diet rendah garam III: Ditujukan untuk penderita hipertensi
ringan (diastole kurang dari 100 mmHg), garam dapur
dianjurkan ½ sendok teh.
XII. DIAGNOSA & INTERVENSI KEPERAWATAN
NO
DIAGNOSA NOC NIC
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan afterload, vasokontriksi, iskemia miokard, hipertropi ventricular
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan tidak terjadi penurunan curah jantung.
Kriteria hasil: Berpartisipasi
dalam aktivitas yang menurunkan TD.
Mempertahankan TD dalam rentang yang dapat diterima.
Memperlihatkan irama dan frekuensi jantung stabil
1. Pantau TD, ukur pada kedua tangan, gunakan manset dan tehnik yang tepat
2. Catat keberadaan, kualitas denyutan sentral dan perifer
3. Auskultasi tonus jantung dan bunyi napas
4. Amati warna kulit, kelembaban, suhu dan masa pengisian kapiler
5. Berikan lingkungan tenang, nyaman
6. Lakukan tindakan yang nyaman spt pijatan punggung dan leher, meninggikan kepala tempat tidur.
7. Anjurkan tehnik relaksasi, panduan imajinasi, aktivitas pengalihan
2. Nyeri ( sakit kepala ) berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam diharapkan nyeri atau sakit kepala hilang atau berkurang.
Kriteria hasil: Pasien
mengungkapkan tidak adanya sakit kepala
Pasien tampak nyaman
TTV dalam batas normal
1. Pertahankan tirah baring, lingkungan yang tenang
2. Beri tindakan nonfarmakologi untuk menghilangkan sakit kepala seperti kompres dingin pada dahi, pijat punggung dan leher, posisi nyaman, tehnik relaksasi, bimbingan imajinasi dan distraksi
3. Hilangkan / minimalkan vasokonstriksi yang dapat meningkatkan sakit kepala misalnya mengejan saat BAB, batuk panjang, membungkuk
3 Resiko perubahan perfusi jaringan: serebral, ginjal, jantung berhubungan dengan adanya tahanan pembuluh darah
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x 24 jam diharapkan tidak terjadi perubahan perfusi jaringan : serebral, ginjal, jantung.
Kriteria hasil: Pasien dapat
mendemonstrasikan perfusi jaringan yang membaik seperti ditunjukkan dengan : TD dalam batas yang dapat diterima, tidak ada keluhan sakit kepala, pusing.
Tanda-tanda vital stabil.
1. Pertahankan tirah baring
2. Tinggikan kepala tempat tidur
3. Kaji tekanan darah saat masuk pada kedua lengan; tidur, duduk dengan pemantau tekanan arteri jika tersedia
4. Ambulasi sesuai kemampuan; hindari kelelahan
5. Amati adanya hipotensi mendadak
4 Intoleransi aktifitas berhubungan penurunan cardiac output
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam diharakan tidak terjadi intoleransi aktifitas.
Kriteria hasil: Meningkatkan
energi untuk melakukan aktifitas sehari – hari.
Menunjukkan penurunan gejala – gejala intoleransi aktifitas.
1. 1.Berikan bantuan sesuai kebutuhan
2. Instruksikan pasien tentang penghematan energy
3. Kaji respon pasien terhadap aktifitas
4. Monitor adanya diaforesis, pusing
5. Observasi TTV tiap 4 jam
5 Gangguan pola tidur berhubungan adanya nyeri kepala
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam diharapkan tidak terjadi gangguan pola tidur.
Kriteria hasil Mampu
menciptakan pola tidur yang adekuat 6 – 8 jam per hari.
Tampak dapat istirahat dengan cukup.
TTV dalam batas normal.
1. Ciptakan suasana lingkungan yang tenang dan nyaman
2. Beri kesempatan klien untuk istirahat / tidur
3. Evaluasi tingkat stress4. Monitor keluhan nyeri
kepala5. Lengkapi jadwal tidur
secara teratur6. Lakukan masase
punggung7. Putarkan musik yang
lembut
6 Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan adanya kelemahan fisik.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam diharapkan perawatan diri klien terpenuhi.Kriteria hasil : Mampu melakukan
aktifitas perawatan diri sesuai kemampuan.
Dapat mendemonstrasikan tehnik untuk memenuhi kebutuhan
1. Kaji kemampuan klien untuk melakukan kebutuhan perawatan diri
2. Beri pasien waktu untuk melakukan rutinitas
3. Bantu pasien untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri
4. Berikan umpan balik yang positif untuk setiap usaha yang dilakukan klien / atas keberhasilannya
perawatan diri.
7 Kecemasan berhubungan dengan krisis situasional sekunder adanya hipertensi yang diderita klien
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24Jam diharapkan kecemasan hilang atau berkurang.
Kriteria hasil : Klien mengatakan
sudah tidak cemas lagi / cemas berkurang.
Ekspresi wajah rilekTTV dalam batas normal.
1. Kaji keefektifan strategi koping dengan mengobservasi perilaku misalnya kemampuan menyatakan perasaan dan perhatian, keinginan berpartisipasi dalam rencana pengobatan
2. Catat laporan gangguan tidur, peningkatan keletihan, kerusakan konsentrasi, peka rangsang, penurunan toleransi sakit kepala, ketidakmampuan untuk menyelesaikan masalah
3. Bantu klien untuk mengidentifikasi stressor spesifik dan kemungkinan strategi untuk mengatasinya
4. Libatkan pasien dalam perencanaan perawatan dan beri dorongan partisipasi maksimum dalam rencana pengobatan
5. Dorong pasien untuk mengevaluasi prioritas atau tujuan hidup
6. Kaji tingkat kecemasan klien baik secara verbal maupun non verbal
7. Observasi TTV tiap 4 jam
8. Dengarkan dan beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaanya
9. Berikan support mental pada klien
10. Anjurkan pada keluarga untuk memberikan dukungan pada klien
8 Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit
Setelah dilakukan tindakan ekperawatan selama 1 x 24 jam diharapkan klien terpenuhi dalam informasi tentang hipertensi.
Kriteria hasil: Pasien
mengungkapkan pengetahuan akan hipertensi.
Melaporkan pemakaian obat-obatan sesuai program.
1. Jelaskan sifat penyakit dan tujuan dari pengobatan dan prosedur
2. Jelaskan pentingnya lingkungan yang tenang, tidak penuh dengan stress
3. Diskusikan tentang obat-obatan : nama, dosis, waktu pemberian, tujuan dan efek samping atau efek toksik
4. Jelaskan perlunya menghindari pemakaian obat bebas tanpa pemeriksaan dokter
5. Diskusikan gejala kambuhan atau kemajuan penyulit untuk dilaporkan dokter : sakit kepala, pusing, pingsan, mual dan muntah.
6. Diskusikan pentingnya mempertahankan berat badan stabil
7. Diskusikan pentingnya menghindari kelelahan dan mengangkat berat
8. Diskusikan perlunya diet rendah kalori, rendah natrium sesuai program
9. Jelaskan penetingnya mempertahankan pemasukan cairan yang tepat, jumlah yang diperbolehkan, pembatasan seperti kopi yang mengandung kafein, teh serta alcohol
10. Jelaskan perlunya menghindari konstipasi dan penahananBerikan support mental,
konseling dan penyuluhan pada keluarga klien
DAFTAR PUSTAKA
1. Baughman, Diane C; Hackley, JoAnn C. 2000. Keperawatan Medical-
Bedah edisi 1
Terjemahan. Jakarta : EGC
2. Budi Soesutyo Joewono. 2003. Ilmu Penyakit Jantung. Surabaya :
Airlangga University Press
3. Mansjoer, Arief, Dkk. 2005, Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta :
Media Aesculapius
4. Noer, H.M. 1996. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Balai
Penerbit FKUI
5. Agus Purwadianto (2000), Kedaruratan Medik: Pedoman
Penatalaksanaan Praktis, Binarupa Aksara, Jakarta.
6. Carpenito Lynda Juall (2000), Diagnosa Keperawatan: Aplikasi Pada
Praktek Klinik, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
7. Doenges Marilynn (2000), Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman
Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien,
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
8. Guyton and Hall (1997), Buku Ajar: Fisiologi Kedokteran, Penerbit
Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
9. Hudak and Gallo (1996), Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik,
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.