hiperemesis gravidarum

20
HIPEREMESIS GRAVIDARUM LAPORAN KASUS HIPEREMESIS GRAVIDARUM Oleh : Heri Wahyudi (0702005065) Pembimbing : dr. I Gede Parwata Yasa, Sp.OG DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA DI BAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FK UNUD/ RSUP SANGLAH DENPASAR APRIL 2012 BAB I PENDAHULUAN Suatu kehamilan biasanya ditandai dengan adanya riwayat telat haid dan disertai dengan keluhan mual dan muntah. Mual dan muntah dalam kehamilan, dikenal dengan nama morning sickness, dialami kira-kira oleh 80% wanita hamil. Mual dialami oleh lebih dari 50% wanita pada awal kehamilan dan muntah terjadi pada 50% hingga 90%. Mual dan muntah adalah gejala yang umum dan wajar terjadi pada usia kehamilan trimester I. Mual biasanya terjadi pada pagi hari, akan tetapi dapat juga timbul setiap saat dan pada malam hari. Gejala-gejala ini biasanya terjadi 6 minggu setelah hari pertama haid terakhir dan berlangsung selama kurang lebih 10 minggu. 1,2 Derajat beratnya mual dan muntah yang berkelanjutan berkisar dari mual dan muntah yang terjadi pada kebanyakan kehamilan sampai dengan gangguan yang berat dimana keluhan mual dan muntah dirasakan semakin memburuk, menetap, hingga mengganggu aktivitas ibu sehari-hari. Keadaan inilah yang dikenal dengan hiperemesis gravidarum. Hiperemesis gravidarum adalah bentuk paling yang paling berat dari mual dan muntah dalam kehamilan. 1,2 Hiperemesis gravidarum terjadi pada 0,3-2% dari seluruh kehamilan. Hiperemesis gravidarum ditandai dengan gejala mual dan muntah persisten hingga menyebabkan penurunan berat badan hingga lebih dari 5% berat badan sebelum hamil dan mengganggu aktivitas. Keluhan gejala dan perubahan fisiologis menentukan berat ringannya penyakit. Penanganan hiperemesis gravidarum didasarkan pada

Upload: tiktikaa

Post on 02-Dec-2015

102 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

muntah mual dalam kehamilan

TRANSCRIPT

Page 1: HIPEREMESIS GRAVIDARUM

HIPEREMESIS GRAVIDARUM

LAPORAN KASUS

HIPEREMESIS GRAVIDARUM

Oleh :Heri Wahyudi (0702005065)

Pembimbing :dr. I Gede  Parwata Yasa, Sp.OG

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA DI BAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

FK UNUD/ RSUP SANGLAH DENPASARAPRIL 2012

BAB I

PENDAHULUAN

Suatu kehamilan biasanya ditandai dengan adanya riwayat telat haid dan disertai dengan keluhan mual dan muntah. Mual

dan muntah dalam kehamilan, dikenal dengan nama morning sickness, dialami kira-kira oleh 80% wanita hamil. Mual dialami oleh

lebih dari 50% wanita pada awal kehamilan dan muntah terjadi pada 50% hingga 90%. Mual dan muntah adalah gejala yang umum

dan wajar terjadi pada usia kehamilan trimester I. Mual biasanya terjadi pada pagi hari, akan tetapi dapat juga timbul setiap saat

dan pada malam hari. Gejala-gejala ini biasanya terjadi 6 minggu setelah hari pertama haid terakhir dan berlangsung selama

kurang lebih 10 minggu. 1,2

Derajat beratnya mual dan muntah yang berkelanjutan berkisar dari mual dan muntah yang terjadi pada kebanyakan

kehamilan sampai dengan gangguan yang berat dimana keluhan mual dan muntah dirasakan semakin memburuk, menetap, hingga

mengganggu aktivitas ibu sehari-hari. Keadaan inilah yang dikenal dengan hiperemesis gravidarum. Hiperemesis gravidarum

adalah bentuk paling yang paling berat dari mual dan muntah dalam kehamilan.1,2

Hiperemesis gravidarum terjadi pada 0,3-2% dari seluruh kehamilan. Hiperemesis gravidarum ditandai dengan gejala mual

dan muntah persisten hingga menyebabkan penurunan berat badan hingga lebih dari 5% berat badan sebelum hamil dan

mengganggu aktivitas. Keluhan gejala dan perubahan fisiologis menentukan berat ringannya penyakit. Penanganan hiperemesis

gravidarum didasarkan pada berat ringannya gejala dan ada tidaknya faktor penyulit yang memperberat keluhan

pasien. Hiperemesis gravidarum tetap merupakan penyebab morbiditas yang serius dengan komplikasi seperti central pontine

myelinolisis, ensefalopati, cedera esofagus, pertumbuhan janin terganggu bahkan kematian. 1,2

Page 2: HIPEREMESIS GRAVIDARUM

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Hiperemesis gravidarum adalah mual muntah yang berlebihan pada wanita hamil sampai mengganggu aktifitas sehari-hari

karena keadaan umum pasien yang buruk akibat dehidrasi. Mual dan muntah adalah gejala yang umum dan wajar terjadi pada usia

kehamilan trimester I.  Mual biasanya terjadi pada pagi hari, akan tetapi dapat juga timbul setiap saat dan pada malam hari. Gejala-

gejala ini biasanya terjadi 6 minggu setelah hari pertama haid terakhir dan berlangsung selama kurang lebih 10 minggu.1

2.2 Epidemologi

Penelitian-penelitian memperkirakan bahwa mual dan muntah terjadi pada 50-90% dari kehamilan. Mual dan muntah terjadi

pada 60-80% primi gravida dan 40-60% multi gravida. Dari seluruh kehamilan yang terjadi di Amerika Serikat 0,3-2% diantaranya

mengalami hiperemesis gravidarum atau kurang lebih lima dari 1000 kehamilan.2

Mual dan muntah yang berkaitan dengan kehamilan biasanya dimulai pada usia kehamilan 9-10 minggu, puncaknya pada

usia kehamilan 11-13 minggu, dan sembuh pada kebanyakan kasus pada umur kehamilan 12-14 minggu. Dalam 1-10% dari

kehamilan, gejala-gejala dapat berlanjut melampaui 20-22 minggu.1,2

Kejadian hiperemesis dapat berulang pada wanita hamil. J. Fitzgerald (1938-1953) melakukan studi terhadap 159 wanita

hamil di Aberdeen, Skotlandia, menemukan bahwa hiperemesis pada kehamilan pertama merupakan faktor risiko untuk terjadinya

hiperemesis pada kehamilan berikutnya. Berdasarkan penelitian, dari 56 wanita yang kembali hamil, 27 diantaranya mengalami

hiperemesis pada kehamilan kedua dan 7 dari 19 wanita mengalami hiperemesis pada kehamilan ketiga.4

2.3 Etiologi

Penyebab hiperemesis gravidarum belum diketahui secara pasti. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada 1.301

kasus hiperemesis gravidarum di Canada diketahui beberapa hal yang menjadi faktor risiko terjadinya hiperemesis gravidarum

diantaranya komplikasi dari kelainan hipertiroid, gangguan psikiatri, kelainan gastrointestinal, dan diabetes pregestasional.2 Tidak

ada bukti bahwa penyakit ini disebabkan oleh faktor toksik, juga tidak ditemukan kelainan biokimia.

Beberapa faktor predisposisi dan faktor lain yang telah ditemukan adalah sebagai berikut 1,4 :

1. Primigravida, mola hidatidosa, dan kehamilan ganda. Pada mola hidatidosa dan kehamilan ganda, faktor hormon

memegang peranan dimana hormon khorionik gonadotropin dibentuk berlebihan.1,4

2. Masuknya vili khorialis dalam sirkulasi maternal dan perubahan metabolik akibat hamil serta resistensi yang menurun dari

pihak ibu terhadap perubahan tersebut.1,4

3. Alergi, sebagai salah satu respons dari jaringan  ibu terhadap anak.1,4

4.      Faktor psikologis

Faktor psikologis seperti depresi, gangguan psikiatri, rumah tangga yang retak, kehilangan pekerjaan, takut terhadap kehamilan dan

persalinan, takut terhadap tanggung jawab sebagai ibu, tidak siap untuk menerima kehamilan memegang peranan yang cukup

penting dalam menimbulkan hiperemesis gravidarum. 1,2,3

Menurut Goodwin, dkk. (1994) dan Van de Ven (1997), hiperemesis nampaknya terkait dengan tingginya atau peningkatan

bertahap kadar hormon korionik gonadotropin, estrogen atau kadar keduanya di dalam serum. Selain itu, pada beberapa kasus

yang berat mungkin terkait dengan faktor psikologis. Namun adanya hubungan dengan serum positif terhadap Helicobacter pylori

sebagai penyebab ulkus peptikum tidak dapat dibuktikan oleh beberapa peneliti.2

2.4 Patofisiologi

Muntah adalah suatu cara dimana saluran cerna bagian atas membuang isinya bila terjadi iritasi, rangsangan atau tegangan

yang berlebihan pada usus. Muntah merupakan refleks terintegrasi yang kompleks terdiri atas tiga komponen utama yaitu detektor

muntah, mekanisme integratif dan efektor yang bersifat otonom somatik. Rangsangan pada saluran cerna dihantarkan melalui saraf

vagus dan aferen simpatis menuju pusat muntah. Pusat muntah juga menerima rangsangan dari pusat-pusat yang lebih tinggi pada

sereberal, dari Chemoreceptor Trigger Zone (CTZ) pada area postrema dan dari aparatus vestibular via serebelum. Beberapa

signal perifer mem-bypass trigger zone mencapai pusat muntah melalui nukleus traktus solitarius. Pusat muntah sendiri berada

pada dorsolateral daerah formasi retikularis dari medula oblongata. Pusat muntah ini berdekatan dengan pusat pernapasan dan

pusat vasomotor. Rangsang aferen dari pusat muntah dihantarkan melalui saraf kranial V, VII, X, XII ke saluran cerna bagian atas

dan melalui saraf spinal ke diapragma, otot iga dan otot abdomen.2

Page 3: HIPEREMESIS GRAVIDARUM

Ketika pusat muntah sudah cukup terangsang akan timbul efek: (1) bernafas dalam, (2) terangkatnya tulang hioid dan laring untuk

mendorong sfingter krikoesofagus terbuka, (3) tertutupnya glotis, (4) terangkatnya palatum mole untuk menutup nares

posterior. Berikutnya timbul kontraksi yang kuat dari otot abdomen yang dapat menimbulkan tekan intragastrik yang meninggi.

Akhirnya sfingter esofagus mengalami relaksasi, sehingga memungkinkan pengeluaran isi lambung.2

Patofisiologi dasar hiperemesis gravidarum hingga saat ini masih kontroversial. Hiperemesis gravidarum dapat menyebabkan

cadangan karbohidrat dan lemak habis terpakai untuk keperluan energi. Karena oksidasi lemak yang tidak sempurna, maka

terjadilah ketosis dengan tertimbunya asam aseton asetik, asam hidroksi butirik, dan aseton dalam darah. Kekurangan cairan yang

diminum dan kehilangan cairan akibat muntah akan menyababkan dehidrasi, sehingga cairan ekstra vaskuler dan plasma akan

berkurang. Natrium dan khlorida darah turun, demikian juga dengan klorida urine. Selain itu dehidrasi menyebabkan

hemokonsentrasi, sehigga aliran darah ke jaringan berkurang. Hal ini menyebabkan zat makanan dan oksigen ke jaringan

berkurang dan tertimbunya zat metabolik dan toksik. Kekurangan kalium sebagai akibat dari muntah dan bertambahnya ekskresi

lewat ginjal,  meningkatkan frekuensi muntah yang lebih banyak, merusak hati, sehigga memperberat keadaan penderita.

Disamping dehidrasi dan terganggunya keseimbangan elektrolit, dapat terjadi robekan pada selaput lendir esofagus dan lambung

(Mallory-Weiss Syndrom), dengan akibat perdarahan gastrointestinal. Pada umumnya robekan ini ringan dan perdarahan dapat

berhenti sendiri.1

Hiperemesis gravidarum diyakini terjadi akibat adanya interaksi antara faktor biologis, psikologi dan sosiokultural.1,2

Gambar 1. Patofisiologi Mual dan Muntah pada Hiperemesis Gravidarum.6

Adapun faktor-faktor yang berhubungan dengan timbulnya keluhan hiperemesis gravidarum diantaranya 1,2 :

1. Perubahan hormonal.

Wanita dengan hiperemesis gravidarum biasanya memiliki kadar Human Chorionic Gonadotrophine (HCG) yang tinggi. Secara

fisiologis HCG dapat merangsang reseptorThyroid Stimulating Hormones (TSH) sehingga menyebabkan terjadinya transient

hyperthyroidism. Pada 50-70% kasus terdapat penurunan kadar TSH dan pada 40-73% kasus terjadi peningkatan kadar FT4,

namun perubahan kadar ini tidak selalu diikuti dengan gejala klinis hipertiroid ataupun pembesaran kelenjar tiroid. Semakin besar

peningkatan konsentrasi HCG maka akan diikuti oleh peningkatan kadar FT4 yang semakin tinggi dan penurunan kadar TSH.2 Pada

beberapa kasus hiperemesis, peneliti menemukan korelasi positif antara beratnya keluhan mual dan muntah dengan tingkat

stimulasi tiroid.2,7 Namun demikian teori ini masih kontroversial karena belum banyak didukung oleh hasil penelitian yang lain.2

Beberapa studi menghubungkan tingginya kadar estradiol terhadap beratnya mual dan muntah pada wanita hamil, sementara

yang lain menemukan tidak adanya korelasi antara kadar estrogen dengan beratnya mual dan muntah pada wanita hamil.

Intoleransi terhadap kontrasepsi oral terkait dengan mual dan muntah dalam kehamilan. Progesteron juga mencapai puncaknya

pada trimester pertama dan menurunkan aktivitas otot polos, tetapi penelitian gagal untuk menunjukkan keterkaitan antara kadar

progesteron dan gejala mual muntah pada wanita hamil.2 Namun demikian dipercaya bahwa peningkatan kadar hormon estrogen

dapat meningkatkan pengeluaran asam lambung. Sementara itu peningkatan kadar hormon progesteron akan menurunkan motilitas

usus sehingga memicu mual dan muntah.2,3,7

Page 4: HIPEREMESIS GRAVIDARUM

2. Kelainan gastrointestinal.

Pada hiperemesis gravidarum terjadi peningkatan kadar hormon estrogen dan progesteron, gangguan fungsi tiroid, abnormalitas

saraf simpatik, dan gangguan sekresi vasopressin sebagai respon terhadap perubahan volume intravaskular. Semua ini pada

akhirnya mempengaruhi peristaltik lambung sehingga menimbulkan gangguan motilitas lambung. Pada penderita hiperemesis

gravidarum biasanya saluran gastrointestinal lebih sensitif terhadap perubahan saraf / humoral.2

3. Kelainan hepar.

Peningkatan kadar serum transaminase secara ringan terjadi pada hampir 50% dari pasien dengan hiperemesis gravidarum.

Gangguan Fatty Acid Oxidation (FAO) mitokondria telah berperan dalam patogenesis ibu hamil dengan gangguan hati terkait

dengan hiperemesis gravidarum. Ibu hamil dengan defek FAO heterozigot dapat berkembang menjadi hiperemesis gravidarum

yang terkait dengan gangguan hati dengan defek FAO pada fetusnya sebagai akibat akumulasi asam lemak di dalam plasenta dan

generasi berikutnya dari spesies oksigen reaktif. Atau, mungkin, kelaparan menyebabkan lipolisis perifer dan meningkatkan beban

asam lemak dalam sirkulasi ibu-fetus, dikombinasikan dengan penurunan kapasitas mitokondria untuk mengoksidasi asam lemak

pada ibu dengan defek FAO heterozigot, juga dapat menyebabkan hiperemesis gravidarum dan cedera hati saat fetus tidak

mengalami defek FAO.2

4. Perubahan kadar lemak

Jarnfelt-Samsioe et al menemukan kadar yang lebih tinggi dari trigliserida, kolesterol total, dan fosfolipid pada wanita dengan

hiperemesis gravidarum dibandingkan dengan wanita hamil yang tidak muntah dan kontrol. Hal ini mungkin terkait dengan kelainan

pada fungsi hepatik pada wanita hamil.2

5. Infeksi.

Helicobacter pylori adalah bakteri yang ditemukan di dalam perut yang dapat memperburuk mual dan muntah dalam kehamilan.

Penelitian telah menemukan bukti yang bertentangan dengan peranan H.pylori dalam hiperemesis gravidarum. Penelitian terbaru di

Amerika Serikat belum menunjukkan asosiasi dengan hiperemesis gravidarum. Namun, mual dan muntah yang menetap di luar

trimester kedua mungkin disebabkan oleh ulkus peptikum aktif yang disebabkan oleh infeksi H.pylori.2

6. Vestibular dan penciuman.

Sistem penciuman yang tajam kemungkinan merupakan faktor yang ikut berperan terhadap mual dan muntah selama kehamilan.

Banyak ibu hamil melaporkan bau makanan yang dimasak, terutama daging, sebagai pemicu untuk mual. Kesamaan antara

hiperemesis gravidarum dengan motion sickness menunjukkan petanda dari gangguan vestibular subklinis dan dapat menjelaskan

beberapa kasus hiperemesis gravidarum.2

7. Perubahan psikologis.

Hipotesis faktor psikologik dapat dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu:2

a.          Teori psikoanalisis yang menerangkan hiperemesis merupakan sebuah kelainan konversi atau somatisasi.

b.         Ketidakmampuan ibu untuk merespon stres kehidupan yang berlebihan.

c.          Meningkatnya penerimaan ibu terhadap kondisi tertentu.

Beberapa kasus hiperemesis gravidarum menunjukkan adanya kelainan psikiatri, termasuk sindrom Munchausen, gangguan

konversi atau somatization, atau depresi berat. Hal ini mungkin terjadi dibawah situasi stres atau ambivalensi sekitar kehamilan.

Page 5: HIPEREMESIS GRAVIDARUM

Tampaknya respon fisiologi dapat berinteraksi dan memperburuk fisiologi mual dan muntah selama kehamilan. Kemungkinan besar,

perubahan-perubahan fisiologis yang berhubungan dengan kehamilan berinteraksi dengan fisiologi wanita pada setiap negara dan

nilai-nilai budaya. Namun demikian, hiperemesis gravidarum dapat timbul tanpa disertai adanya kelainan psikiatri.1,2

2.5 Gejala dan Tanda

Batasan seberapa banyak terjadinya mual muntah yang disebut hiperemesis gravidarum belum ada kesepakatannya. Akan

tetapi jika keluhan mual muntah tersebut sampai mempengaruhi keadaan umum ibu dan sampai mengganggu aktivitas sehari-hari

sudah dapat dianggap sebagai hiperemesis gravidarum. Hiperemesis gravidarum, menurut berat ringannya gejala dapat dibagi

dalam tiga tingkatan, yaitu1,4 :

1. Tingkat I.

Muntah terus menerus yang mempengaruhi keadaan umum penderita, ibu merasa lemah, nafsu makan tidak ada, berat badan

menurun dan merasa nyeri pada epigastrium. Nadi meningkat sekitar 100 per menit, tekanan darah sistolik menurun, turgor kulit

menurun, lidah mengering dan mata cekung.1,4

2. Tingkat II.

Penderita tampak lebih lemas dan apatis, turgor kulit lebih menurun, lidah mengering dan nampak kotor, nadi kecil dan cepat, suhu

kadang-kadang naik dan mata sedikit ikterus. Berat badan turun dan mata menjadi cekung, tensi turun, hemokonsentrasi, oliguria

dan konstipasi. Aseton dapat tercium dalam bau pernapasan, karena mempunyai aroma yang khas dan dapat pula ditemukan

dalam kencing.1,4

3. Tingkat III.

Keadaan umum lebih buruk, muntah berhenti, kesadaran menurun dari somnolen sampai koma, nadi kecil dan cepat, suhu

meningkat dan tensi menurun. Komplikasi fatal terjadi pada susunan saraf yang dikenal sebagai Encephalopathy Wernicke dengan

gejala nistagmus, diplopia, dan perubahan mental. Keadaan ini terjadi akibat defisiensi zat makanan, termasuk vitamin B

kompleks. Timbulnya ikterus menunjukan adanya gangguan hati.1,4

2.6 Diagnosis

Diagnosis hiperemesis gravidarum ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang.

a.       Anamnesis

Dari anamnesis didapatkan amenorea, tanda kehamilan muda, mual, dan muntah. Kemudian diperdalam lagi apakah mual dan

muntah terjadi terus menerus, dirangsang oleh jenis makanan tertentu, dan mengganggu aktivitas pasien sehari-hari. Selain itu dari

anamnesis juga dapat diperoleh informasi mengenai hal-hal yang berhubungan dengan terjadinya hiperemesis gravidarum seperti

stres, lingkungan sosial pasien, asupan nutrisi dan riwayat penyakit sebelumnya (hipertiroid, gastritis, penyakit hati, diabetes

mellitus, dan tumor serebri).

b.      Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik perhatikan keadaan umum pasien, tanda-tanda vital, tanda dehidrasi, dan besarnya kehamilan. Selain itu

perlu juga dilakukan pemeriksaan tiroid dan abdominal untuk menyingkirkan diagnosis banding.

c.       Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis dan menyingkirkan diagnosis banding. Pemeriksaan

yang dilakukan adalah darah lengkap, urinalisis, gula darah, elektrolit, Ultra Sonographic (USG) (pemeriksaan penunjang

dasar),analisis gas darah, tes fungsi hati dan ginjal.2 Pada keadaan tertentu, jika pasien dicurigai menderita hipertiroid

dapat dilakukan pemeriksaan fungsi tiroid dengan parameter TSH dan T4. Pada kasus hiperemesis gravidarum dengan hipertiroid

50-60% terjadi penurunan kadar TSH. Jika dicurigai terjadi infeksi gastrointestinal dapat dilakukan pemeriksaan

antibodiHelicobacter pylori. Pemeriksaan laboratorium umumnya menunjukan tanda-tanda dehidrasi dan pemeriksaan berat jenis

urin, ketonuria, peningkatan blood urea nitrogen, kreatinin dan hematokrit. Pemeriksaan USG penting dilakukan untuk mendeteksi

adanya kehamilan ganda ataupun mola hidatidosa.

2.7 Diagnosis Banding

Page 6: HIPEREMESIS GRAVIDARUM

Penyakit-penyakit yang sering menyertai wanita hamil dan mempunyai gejala muntah-muntah yang hebat harus

dipikirkan. Beberapa penyakit tersebut antara lain:

1.      Appendicitis akut.

Pada pasien hamil dengan appendicitis akut keluhan nyeri tekan pada perut sangat menonjol sedangkan pada pasien hamil yang

tanpa appendicitis akut keluhan tersebut sedikit bahkan tidak ada. Tanda-tanda defance musculare, dan rebound tenderness juga

bisa dijadikan petunjuk untuk membedakan wanita hamil dengan appendictis akut dan tanpa appendicitis akut.3,7,8

2.      Ketoasidosis diabetes.

Pasien dicurigai menderita ketoasidosis diabetes jika sebelum hamil mempunyai riwayat diabetes atau diketahui pertama kali saat

hamil apalagi disertai dengan penurunan kesadaran dan pernafasan Kussmaul. Perlu dilakukan pemeriksaan keton urine untuk

mendapatkan badan keton pada urine, pemeriksaan gula darah, dan pemeriksaan gas darah. 3,7,8

3.      Gastritis dan ulkus peptikum.

Pasien dicurigai menderita gastritis dan ulkus peptikum jika pasien mempunyai riwayat makan yang tidak teratur, dan sering

menggunakan Non-Steroidal Anti Inflammation Drugs (NSAID). Keluhan nyeri epigastrium tidak terlalu dapat membedakan dengan

wanita hamil yang tanpa gastritis/ulkus peptikum karena hampir semua pasien dengan hiperemesis gravidarum mempunyai keluhan

nyeri epigastrium yang hebat. Pemeriksaan endoskopi perlu dihindari karena berisiko dapat menyebabkan persalinan preterm.

Pasien dengan gastroenteritis selain menunjukkan gejala muntah-muntah, juga biasanya diikuti dengan diare. Pasien hiperemesis

gravidarum yang murni karena hormon jarang disertai diare. 3,7,8

4.      Hepatitis.

Pasien hepatitis yang menunjukkan gejala mual-muntah yang hebat biasanya sudah menunjukkan gejala ikterus yang nyata disertai

peningkatan Serum Glutamic Oxaloacetate Transaminase (SGOT) dan Serum Glutamic Pyruvic Transaminase (SGPT) yang nyata.

Kadang-kadang sulit membedakan pasien hiperemesis gravidarum tingkat III (tanda-tanda kegagalan hati) yang sebelumnya tidak

menderita hepatitis dengan wanita hamil yang sebelumnya memang sudah menderita hepatitis. Anamnesa yang cermat dapat

membantu menegakkan diagnosis. 3,7,8

5.      Pankreatitis akut.

Pasien dengan pankreatitis biasanya mempunyai riwayat peminum alkohol berat. Gejala klinis yang dijumpai berupa nyeri

epigastrium, kadang-kadang agak ke kiri atau ke kanan. Rasa nyeri dapat menjalar ke punggung, kadang-kadang nyeri menyebar di

perut dan menjalar ke abdomen bagian bawah. Pemeriksaan serum amylase dapat membantu menegakkan diagnosis. 3,7,8

6.      Tumor serebri.

Pasien dengan tumor serebri biasanya selain gejala mual-muntah yang hebat juga disertai keluhan lain seperti sakit kepala berat

yang terjadi hampir setiap hari, gangguan keseimbangan, dan bisa pula disertai hemiplegi. Pemeriksaan CT scan kepala pada

wanita hamil sebaiknya dihindari karena berbahaya bagi janin. 3,7,8

2.8 Penatalaksanaan

2.8.1 Pencegahan

Prinsip pencegahan adalah mengobati emesis agar tidak menjadi hiperemesis. Pencegahan terhadap hiperemesis gravidarum

dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain :

1.      Menjelaskan pada pasien bahwa kehamilan dan persalinan merupakan proses fisiologis. 1,4

2.      Menjelaskan pada pasien bahwa mual dan muntah adalah gejala yang normal terjadi pada kehamilan muda, dan akan menghilang

setelah usia kehamilan 4 bulan. 1,4

3.      Anjurkan untuk makan dalam jumlah yang sedikit tapi dengan frekuensi yang lebih sering.1,4

4.      Waktu bangun pagi jangan segera turun dari tempat tidur, tetapi dianjurkan untuk makan roti kering atau biskuit dengan teh

hangat. 1,4

5.      Hindari makanan yang berminyak dan berbau lemak, dan makanan atau minuman sebaiknya disajikan dalam keadaan panas atau

sangat dingin. 1,4

6.      Makan makanan yang banyak mengandung gula dianjurkan untuk menghindari kekurangan karbohidrat. 1,4

7.      Defekasi yang teratur.1

2.8.2 Terapi obat-obatan

Jika dengan tindakan pencegahan diatas tidak dapat mengurangi gejala dan keluhan maka perlu dilakukan pengobatan. Pada

pasien dengan hiperemesis gravidarum tingkat II dan III harus dilakukan rawat inap dirumah sakit, dan dilakukan penanganan

yaitu :

1.      Obat-obatan.

Page 7: HIPEREMESIS GRAVIDARUM

Berikan obat-obatan seperti yang telah dikemukakan diatas. Namun harus diingat untuk tidak memberikan obat yang teratogenik.

Obat-obatan yang dapat diberikan diantaranya suplemen multivitamin, antihistamin, dopamin antagonis, serotonin antagonis, dan

kortikosteroid. Vitamin yang dianjurkan adalah vitamin B1 dan B6 seperti pyridoxine (vitamin B6). Pemberian pyridoxin cukup efektif

dalam mengatasi keluhan mual dan muntah. Anti histamin yang dianjurkan adalah doxylamine dan dipendyramine. Pemberian

antihistamin bertujuan untuk menghambat secara langsung kerja histamin pada reseptor H1 dan secara tidak langsung

mempengaruhi sistem vestibular, menurunkan rangsangan di pusat muntah.

Selama terjadi mual dan muntah, reseptor dopamin di lambung berperan dalam menghambat motilitas lambung. Oleh karena

itu diberikan obat dopamin antagonis. Dopamin antagonis yang dianjurkan diantaranya prochlorperazine,

promethazine, danmetocloperamide. Prochlorperazin dan  promethazine bekerja pada reseptor D2 untuk menimbulkan efek

antiemetik. Sementara itu metocloperamide bekerja di sentral dan di perifer. Obat ini menimbulkan efek antiemetik dengan cara

meningkatkan kekuatan spincter esofagus bagian bawah dan menurunkan transit time pada saluran cerna.

Pemberian serotonin antagonis cukup efektif dalam menurunkan keluhan mual dan muntah. Obat ini bekerja menurunkan

rangsangan pusat muntah di medula. Serotonin antagonis yang dianjurkan adalah ondansetron. Ondansetron biasanya diberikan

pada pasien hiperemesis gravidarum yang tidak membaik setelah diberikan obat-obatan yang lain. Sementara itu pemberian

kortikosteroid masih kontroversial karena dikatakan pemberian pada kehamilan trimester pertama dapat meningkatkan risiko bayi

lahir dengan cacat bawaan.1,4

2.      Terapi Nutrisi.

Pada kasus hiperemesis gravidarum jalur pemberian nutrisi tergantung pada derajat muntah, berat ringannya deplesi nutrisi dan

peneriamaan penderita terhadap rencana pemberian makanan. Pada prinsipnya bila memungkinkan saluran cerna harus

digunakan. Bila peroral menemui hambatan dicoba untuk menggunakan Nasogastric Tube (NGT). Saluran cerna mempunyai

banyak keuntungan misalnya dapat mengabsorsi banyak nutrien, adanya mekanisme defensif untuk menanggulangi infeksi dan

toksin. Selain itu dengan masuknya sari makanan ke hati melalui saluran porta ikut menjaga pengaturan homeostasis nutrisi.2

Bila penderita sudah dapat makan peoral, modifikasi diet yang diberikan adalah makanan dalam porsi kecil namun sering, diet

tinggi karbohidrat, rendah protein dan rendah lemak, hindari suplementasi besi untuk sementara, hindari makanan yang emetogenik

dan berbau sehingga menimbulkan rangsangan muntah.1,2 Pemberian diet diperhitungkan jumlah kebutuhan basal kalori sehari-hari

ditambah dengan 300 kkal perharinya.2

3.      Isolasi.

Penderita disendirikan dalam kamar yang tenang, cerah, dan memiliki peredaran udara yang baik. Sebaiknya hanya dokter dan

perawat saja yang diperbolehkan untuk keluar masuk kamar tersebut. Catat cairan yang keluar dan masuk. Pasien tidak diberikan

makan ataupun minum selama 24 jam. Biasanya dengan isolasi saja gejala-gejala akan berkurang atau hilang tanpa pengobatan.1

4.      Terapi psikologik.

Perlu diyakinkan kepada pasien bahwa penyakitnya dapat disembuhkan. Hilangkan rasa takut oleh karena kehamilan dan

persalinan karena itu merupakan proses fisiologis, kurangi pekerjaan serta menghilangkan masalah dan konflik lainnya yang

melatarbelakangi penyakit ini. Jelaskan juga bahwa mual dan muntah adalah gejala yang normal terjadi pada kehamilan muda, dan

akan menghilang setelah usia kehamilan 4 bulan.1

5.      Cairan parenteral.

Resusitasi cairan merupakan prioritas utama, untuk mencegah mekanisme kompensasi yaitu vasokonstriksi dan gangguan perfusi

uterus. Selama terjadi gangguan hemodinamik, uterus termasuk organ non vital sehingga pasokan darah berkurang.2 Pada kasus

hiperemesis gravidarum, jenis dehidrasi yang terjadi termasuk dalam dehidrasi karena kehilangan cairan (pure dehidration). Maka

tindakan yang dilakukan adalah rehidrasi yaitu mengganti cairan tubuh yang hilang ke volume normal, osmolaritas yang efektif dan

komposisi cairan yang tepat untuk keseimbangan asam basa. Pemberian cairan untuk dehidrasi harus memperhitungkan secara

cermat berdasarkan: berapa jumlah cairan yang diperlukan, defisit natrium, defisit kalium dan ada tidaknya asidosis.2

Berikan cairan parenteral yang cukup elektrolit, karbohidrat, dan protein dengan glukosa 5% dalam cairan garam fisiologis

sebanyak 2-3 liter sehari. Bila perlu dapat ditambahkan kalium dan vitamin, terutama vitamin B kompleks dan vitamin C, dapat

diberikan pula asam amino secara intravena apabila terjadi kekurangan protein.1

Page 8: HIPEREMESIS GRAVIDARUM

Dibuat daftar kontrol cairan yang masuk dan yang dikeluarkan. Urin perlu diperiksa setiap hari terhadap protein, aseton,

klorida, dan bilirubin. Suhu tubuh dan nadi diperiksa setiap 4 jam dan tekanan darah 3 kali sehari. Dilakukan pemeriksaan

hematokrit pada permulaan dan seterusnya menurut keperluan. Bila dalam 24 jam pasien tidak muntah dan keadaan umum

membaik dapat dicoba untuk memberikan minuman, dan lambat laun makanan dapat ditambah dengan makanan yang tidak cair.

Dengan penanganan ini, pada umumnya gejala-gejala akan berkurang dan keadaan aman bertambah

baik. Daldiyonomengemukakan salah satu cara menghitung kebutuhan cairan untuk rehidrasi inisial berdasarkan sistiem poin.

Adapun poin-poin gejala klinis dapat dilihat pada tabel berikut ini.1

Tabel 1. Daldiyono score9

No Gejala klinis score

1 Muntah 1

2 Voxs Choleric (Suara Parau) 2

3 Apatis 1

4 Somnolen, Sopor, Koma 2

5 T ≤ 90 mmHg 1

6 T ≤ 60 mmHg 2

7 N  120 x/menit 1

8 Frekuensi napas > 30x/menit 1

9 Turgor Kulit  1

10 Facies Cholerica (Mata Cowong) 1

11 Extremitas Dingin 1

12 Washer Women’s Hand 1

13 Sianosis 2

14 Usia 50 – 60         -1

15 Usia > 60 -2

Jumlah cairan yang akan diberikan dalam 2 jam, dapat dihitung 9 :

Defisit =   Jumlah Poin  x  10 % BB  x  1 Liter

                                              15

 Koreksi 2 jam pertama

6.      Terapi Alternatif.

Ada beberapa macam pengobatan alternatif bagi hiperemesis gravidarum, antara lain:

a.             Vitamin B6, merupakan koenzim yang berperan dalam metabolisme lipid, karbohidrat dan asam amino. Peranan vitamin  B6

untuk mengatasi hiperemesis masih kontroversi. Dosis vitamin B6 yang cukup efektif berkisar 12,5-25 mg per hari tiap 8 jam. Selain

itu Czeizel melaporkan suplementasi multivitamin secara bermakna mengurangi kejadian mencegah insiden hiperemesis

gravidarum.2

Diagram 1. Hubungan antara vitamin B6 dengan mual dan muntah pada kehamilan.8

Page 9: HIPEREMESIS GRAVIDARUM

Vitamin B6 merupakan ko-enzim berbagai jalur metabolisme protein dimana peningkatan kebutuhan protein pada trimester I diikuti

peningkatan asupan vitamin B6. Vitamin B6 diperlukan untuk sintesa serotonin dari tryptophan. Defisiensi vitamin B6 akan

menyebabkan kadar serotonin rendah sehingga saraf panca indera akan semakin sensitif yang menyebabkan ibu mudah mual dan

muntah. Pada wanita hamil terjadi peningkatan kynurenic dan xanturenic acid di urin. Kedua asam ini diekskresi apabila jalur

perubahan tryptophan menjadi niacin terhambat. Hal ini dapat juga terjadi karena defisiensi vitamin B6. Kadar hormon estrogen

yang tinggi pada ibu hamil juga menghambat kerja enzim kynureninase yang merupakan katalisator perubahan tryptophan menjadi

niacin, yang mana kekurangan niacin juga dapat mencetuskan mual dan muntah.

b.         Jahe (zingiber officinale), dilaporkan bahwa pemberian dosis harian 250 mg sebanyak 4 kali perhari lebih baik hasilnya

dibandingkan plasebo pada wanita dengan hiperemesis gravidarum. Salah satu studi di Eropa menunjukan bubuk jahe (1 gram per

hari) lebih efektif dibandingkan plasebo dalam menurunkan gejala hiperemesis gravidarum.1 Belum ada penelitian yang menunjukan

hubungan kejadian abnormalitas pada fetus dengan jahe. Namun, harus diperhatikan bahwa akar jahe diperkirakan mengandung

tromboksan sintetase inhibitor dan dapat mempengaruhi peningkatan reseptor testoteron fetus.1,2

c.       Akupresur dan akupuntur telah terbukti dapat mengobati mual dan muntah.2 Lokasi tersering akupresur adalah di perikardium

6 atau titik Neiguan, yang berlokasi pada tiga jari terlebar diatas permukaan volar pergelangan tangan. Sebuah data referensi

dari  tujuh percobaan tentang akupresur titik Neiguan menunjukan kegunaannya dalam mengontrolmorning sickness dalam awal

kehamilan; namun, studi terbaru menunjukan tidak ada keuntungan akuprasur pada wanita hamil.1

7.      Penghentian Kehamilan.

Pada sebagian kecil kasus keadaan tidak menjadi baik, bahkan semakin memburuk. Usahakan mengadakan pemeriksaan medik

dan psikiatrik bila keadaan memburuk. Delirium, kebutaan, takikardi, ikterus, anuria dan perdarahan merupakan manifestasi

komplikasi organik. Dalam keadaan demikian perlu dipertimbangkan untuk mengakhiri kehamilan. Keputusan untuk melakukan

abortus terapeutik sering sulit diambil oleh karena di satu pihak tidak boleh dilakukan terlalu cepat, tetapi dilain pihak tidak boleh

menunggu sampai terjadi gejala ireversibel pada organ vital.1

2.8.3 Penatalaksanaan sesuai dengan Protap Ginekologi RSUP Sanglah.

Penatalaksanaan hiperemesis gravidarum menurut Protap Ginekologi RSUP Sanglah 10 :Hari 0          : Pasien dipuasakanInfus Dextrosa 10%/ 5 % : RL = 4 : 1,  36 tetes/menit per 24 jamInjeksi Primperan (Metokloperamid) 3 x 1 amp/hariInjeksi Neurobion 500 (Vitamin B1, B6, B12) 1 x 1 amp/hariMonitoring urin keton I, berat badan

Hari 1          : Cabut infusPrimperan (Metokloperamid) tab 3 x 1 / hariNeurobion 500 (Vitamin B1, B6, B12) tab 2 x 1 / hariDiet hiperemesis I (roti kering/bakar)Monitoring urin keton II, berat badanHari 2          :  Primperan (Metokloperamid) tab 3 x 1 / hariNeurobion 500 (Vitamin B1, B6, B12) tab 2 x 1 / hariDiet hiperemesis II (bubur)

Page 10: HIPEREMESIS GRAVIDARUM

Monitoring urin keton III, berat badan            USG

Hari 3          :  Primperan (Metokloperamid) tab 3 x 1 / hariNeurobion 500 (Vitamin B1, B6, B12) tab 2 x 1 / hariDiet hiperemesis III (nasi).

BPL

2.8 Komplikasi

Penyulit yang perlu diperhatikan adalah Ensephalopati Wernicke. Gejala yang timbul dikenal sebagai trias klasik yaitu

paralisis otot-otot ekstrinsik bola mata (oftalmoplegia), gerakan yang tidak teratur (ataksia), dan bingung. Penyulit lainnya yang

mungkin timbul adalah ruptur esofagus, robekan Mallory-Weiss pada esofagus, pneumotoraks dan neuropati perifer. Pada janin

dapat ditemukan kematian janin, pertumbuhan janin terhambat, preterm, berat badan lahir rendah, kelainan kongenital.2,4

2.9 Prognosis

Gardsby melaporkan semua wanita dengan mual dan muntah pada kehamilan merasakan awal terjadinya sebelum usia

kehamilan 9 minggu. Jumlah tersebut menurun 30% pada kehamilan 10 minggu, turun lagi 30% pada kehamilan 12 minggu, dan

menjadi 30% pada kehamilan 16 minggu. Sepuluh persen mengalami mual dan muntah setelah 16 minggu dan hanya 1% tetap

mengalaminya setelah usia kehamilan 20 minggu.2

Dengan penanganan yang baik prognosis hiperemesis gravidarum sangat memuaskan.Sebagian besar penyakit ini

dapat membaik dengan sendirimya pada usia kehamilan 20-22 minggu, namun demikian pada tingkatan yang berat, penyakit ini

dapat membahayakan jiwa ibu dan janin.3

BAB 3

LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien

Nama                     : NWS

Jenis Kelamin        : Perempuan

Umur                     : 20 tahun

Agama                   : Hindu

Pendidikan                        : Tamat SD

Pekerjaan               : Pegawai Swasta

Alamat                  : Banjar Dinas kecag balung, Karangasem

Suku/Bangsa         : Bali/Indonesia

Status Nikah         : Menikah

      Tanggal MRS        : 25 April 2012, pukul 10.00 WITA

3.2 Anamnesis

Keluhan utama :  Mual dan muntah

Perjalanan penyakit

Pasien datang dengan keluhan mual dan muntah sejak kemarin sore yang lalu (24 April 2012). Muntah-muntah awalnya hanya

terjadi pada pagi hari dan setelah makan dan minum, namun sejak dua hari sebelum masuk rumah sakit muntah dialami lebih dari

10 kali per hari dengan volume ± 1/2-3/4 gelas. Yang dimuntahkan berupa makanan dan minuman yang dikonsumsi sebelumnya,

pada muntahan tidak terdapat darah. Keluhan mual dan muntah semakin bertambah berat setelah makan dan minum, dan

berkurang saat istirahat. Selain itu pasien juga mengeluh badan terasa lemah hingga tak mampu melakukan aktivitas sehari-hari,

merasa haus dan bibir terasa kering. Nafsu makan dirasakan menurun karena pasien takut muntah. BAB dan BAK dirasakan

semakin menurun. Pasien juga mengeluh nyeri ulu hati. Penderita mengatakan berat badannya sebelum hamil 52 kg. Tidak ada

permasalahan dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam pekerjaan.

-          Riwayat Haid

Menarche pada usia 13 tahun dengan siklus haid yang teratur setiap 28 hari, dengan lama menstruasi  3 - 4 hari, pasien tidak

merasakan keluhan saat menstruasi. Hari pertama haid terakhir (HPHT) 23 Februari 2012 dan taksiran partus dikatakan tanggal 30

November 2012.

-          Riwayat Perkawinan

Page 11: HIPEREMESIS GRAVIDARUM

Penderita menikah 1 kali dan telah berlangsung selama 1 tahun.

-          Riwayat Persalinan

1.      Ini

-          Riwayat ANC

            Perawatan antenatal dilakukan dua kali di bidan. PP test (+) 24 Maret 2012

            Pasien tidak pernah melakukan pemeriksaan USG.

-          Riwayat Kontrasepsi tidak ada

-          Riwayat Penyakit yang Pernah Diderita

Riwayat hipertensi, kencing manis, sakit jantung, asma, dan tumor disangkal.

-          Riwayat Penyakit Dalam Keluarga

Riwayat hipertensi, kencing manis, sakit jantung, asma, dan tumor pada keluarga  disangkal.

3.3 Pemeriksaan Fisik

Status present     

Keadaan Umum             : sedang

Kesadaran                      : compos mentis

Tekanan darah                : 100/60 mmHg

Nadi                               : 100 x/menit

Respirasi                         : 24 x/menit

Suhu                               : 37 º C

Berat badan                    : 50 kg

Tinggi badan                  : 149 cm

Status general

Kepala                : Normal

Mata                   : Anemis -/-, ikterus -/-, cowong +/+

Telinga               : Tidak ada kelainan

Hidung               : Tidak ada kelainan

Leher                  : Tidak ada kelainan

Thorax               

Cor            : S1S2 Tunggal, Reguler, Murmur (-)

Pulmo        : Vesikuler +/+, Rhonki -/-, Wheezing -/-

Abdomen           : ~ st. ginekologi

Ekstremitas        : Oedem  (superior -/inferior -), Hangat (-/-)

Status Ginekologi

Abdomen           : FUT tidak teraba, distensi (-), BU (+)N

  Turgor menurun

              Nyeri tekan (-), tanda cairan bebas (-)

Vagina               

Inspeksi V/V   : Flx (-), Fl (-)

                          PØ (-), Livide (+)

VT                   : tidak dilakukan

3.4 Pemeriksaan Penunjang

     15 Februari 2010

            Kimia Darah

  SGOT                     23 u/l              (11 - 33)

  SGPT                      28 u/l              (11 – 50)

  Creatinin                 1.03 mg/dl                 (0,50 – 1,20)

  Glukosa sewaktu    83 mg/dl                    (70 – 110)

  Natrium                  136.63 mmo/l             (135 – 147)

Page 12: HIPEREMESIS GRAVIDARUM

  Kalium                    3,70 mmol/l                (3,5 – 5,5)

Urin Lengkap

  Ph 7 (5 – 8)  Leukosit Banyak (negatif)  Nitrit Negatif (negatif)  Protein Negatif (negatif)  Glukosa N N  Keton  (+2) (negatif)  Urobilinogen Negatif 1mg/dl  Bilirubin Negatif (negatif)  Eritrosit (+) 5-10 (negatif)  Clarity Agak keruh Jernih  Colour Yellow p.yellow-yellow

Ultrasonografi :           Blass isi cukup

                                                GS (+) intrauterin

FP (+), FHB (+)

                                                CRL : 2,1mm ~  9W2D

                                                EDD : 26 November 2012

3.5 Diagnosis Kerja

Hiperemesis Gravidarum grade II

DS 5

3.6 Penatalaksanaan

Pdx            : -

Tx              :   MRS - Resusitasi cairan RL 1,5 liter / 2 jam

                      Maintenance dengan D10% : RL  4:1, 36 tetes per menit

  - Ondancentron 3 x 1 ampul

  - Neurobion 1 x 1 ampul

  - Puasa 24 jam

MX            :  Keluhan, vital sign, cairan masuk, cairan keluar, ketonuria, BB

@ hari

KIE           : Pasien dan keluarga tentang diagnosis, rencana penanganan,   pengawasan lanjutan, komplikasi dan prognosisnya.

3.7 Perjalanan Penyakit

Tanggal S O A P

25-04-12

Mual (+),Muntah (-),Nyeri ulu hati (-)

St.PresentT : 110/70 mmHgN : 84 x/menitR : 24 x/menitTax: 36,3oC

St. GeneralMata     : An -/-, cowong -/-

Hiperemesis Gravidarum Grade II

Pdx: -

Tx : - Resusitasi cairan RL 1,5 liter / 2 jam - Maintenance dengan D10% : RL 4:1, 36 tetes per menit  - Ondancentron 1

Page 13: HIPEREMESIS GRAVIDARUM

Thorax : Cor/Po dbnEkt : hangat +/+, edema -/-

St. GinAbd : FUT ttb, distensi (-), BU(+)N, turgor kulit N

Vag : dbn

BB : 50 kgKetonurin : -

x 1 ampul  - Neurobion 3 x 1 ampul  - Puasa 24 jam

Mx :-    Obs keluhan-    Vital sign-    BB @ hari-    Ketonuria @ hari

KIE : pasien dan keluarga

26-04-12

Mual (-),Muntah (-)

St.PresentT : 110/70 mmHgN : 80 x/menitR : 20 x/menitTax: 36,7oC

St. GeneralMata     : An -/-, cowong -/-Thorax : Cor/Po dbnEkt : hangat +/+, edema -/-

St. GinAbd : FUT ttb, distensi (-), BU(+)N. Turgor N

Vag : dbn

BB : 51 kgKetonurin : -

Hiperemesis Gravidarum Grade II

Pdx : -

Tx :-  Resusitasi cairan RL 1,5 liter / 2 jam - Maintenance dengan D10% : RL 4:1, 36 tetes per menit  - Ondancentron 1 x 1 ampul  - Neurobion 3 x 1 ampul

  - Puasa sampai pukul 16.00 WITA (diet roti kering)

Mx :-    Obs keluhan-    Vital sign-    BB @ hari-    Ketonuria @ hari

KIE : pasien dan keluarga

27-04-12

Keluhan (-)

St.PresentT : 110/70 mmHgN : 82 x/menitR : 20 x/menit

Hiperemesis Gravidarum Grade II

Pdx : -

Tx :- Resusitasi cairan RL 1,5 liter / 2 jam

Page 14: HIPEREMESIS GRAVIDARUM

Tax: 36,5oC

St. GeneralMata     : An -/-, cowong -/-Thorax : Cor/Po dbnEkt : hangat +/+, edema -/-

St. GinAbd : FUT ttb, distensi (-), BU(+)N, turgor kulit normal

Vag : dbn

BB : 51 kgKetonurin : -

 - Maintenance dengan D10% : RL 4:1, 36 tetes per menit  - Ondancentron 1 x 1 ampul -  Cefadroxil 2x500 mg  - Neurobion 3 x 1 ampul  - Puasa Diet bubur sampai pukul 16.00 WITA

Mx :        Obs keluhan        Vital Sign        Kontrol

poliklinik kebidanan

KIE : pasien dan keluarga

28-04-12

Keluhan (-)

St.PresentT : 110/70 mmHgN : 82 x/menitR : 20 x/menitTax: 36,5oC

St. GeneralMata     : An -/-, cowong -/-Thorax : Cor/Po dbnEkt : hangat +/+, edema -/-

St. GinAbd : FUT ttb, distensi (-), BU(+)N, turgor kulit normal

Vag : dbn

BB : 51 kgKetonurin : -

Hiperemesis Gravidarum Grade II

Pdx : -

Tx :Aff Infus  - Ondancentron 1 x 1 ampul  - Neurobion 3 x 1 ampul  -  Diet Nasi

Mx :        Obs keluhan        Vital Sign        Kontrol

poliklinik kebidanan

KIE : pasien dan keluarga

BPL

Page 15: HIPEREMESIS GRAVIDARUM

  

BAB 4

PEMBAHASAN

4.1  Diagnosis

Pada kasus ini, pasien didiagnosis dengan hiperemesis gravidarum karena berdasarkan anamnesis pada pasien ini ditemukan

adanya gejala mual dan muntah yang berat, dimana keluhan tersebut sampai menggangu aktivitas sehari-hari sampai pekerjaanya.

Muntah tersebut juga menimbulkan komplikasi dehidrasi karena kekurangan cairan yang diminum dan kehilangan cairan karena

muntah sehingga cairan ekstraseluler dan plasma berkurang. Pada pemeriksaan fisik penderita, hal ini ditandai dengan ditemukan

mata cowong, adanya peningkatan frekwensi denyut nadi, lidah terasa kering, BAK yang sedikit-sedikit dengan frekwensi yang

menurun dan turgor yang menurun pada penderita.

Tanda kehamilan yang didapat pada anamnesis penderita ini adalah adanya riwayat telat haid sejak tanggal 23 Februari 2012,

pasien sudah melakukan tes kehamilan dengan hasil yang positif, sedangkan pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya

hiperpigmentasi pada areola mama, inspekulo vagina vulva ditemukan warna porsio livide. Pada pasien ini juga dilakukan

pemeriksaan USG dengan hasil positif hamil 8-9 minggu.

Hiperemesis gravidarum ini dapat mengakibatkan cadangan karbohidrat dan lemak habis terpakai untuk keperluan energi.

Karena oksidasi lemak yang tak sempurna, terjadilah ketosis dengan tertimbunnya asam aseton-asetik, asam hidroksi butirik dan

aseton dalam darah yang pada pemeriksaan urin ditemukan adanya keton positif (+2).

Pasien dimasukan dalam hiperemesis gravidarum tingkat II, karena penderita tampak lemah, mata cowong, akral dingin, dan

muntah. Pada pemeriksaan urin didapatkan keton positif. Pada penderita ini dapat dimasukkan ke dalam tingkat dehidrasi sedang,

karena dalam pemeriksaan didapatkan keluhan haus, pada pemeriksaan fisik didapatkan frekwensi nadi cepat (100x/menit),

pernafasan agak cepat (24 x/menit), mata cekung, turgor kulit agak berkurang dan BAK sedikit.

4.2  Penatalaksanaan

Penatalaksanaan hiperemesis gravidarum grade II dibedakan menjadi rehidrasi dan koreksi elektrolit, isolasi, terapi nutrisi,

terapi dengan obat-obatan, dan psikoterapi. Terapi cairan dilakukan untuk mengatasi dehidrasi dengan pemberian cairan rehidrasi,

yaitu rehidrasi inisial dan rehidrasi rumatan. Pada pasien ini ditemukan tanda-tanda dehidrasi dan diberikan cairan rehidrasi inisial

sebanyak 1,5 liter dengan cara grojok. Defisit cairan ini dikoreksi dalam 2 jam pertama. Umumnya kehilangan air dan elektrolit

diganti dengan cairan isitonik, misalnya Ringer Laktat, ringer asetat atau normal salin. Bila memakai normal salin harus berhati-hati

agar jangan sampai diberikan dalam jumlah yang banyak karena dapat menyebabkan delusional acidosis atau hyperchloremic

acidosis. Bila diperlukan dapat ditambahkan ion kalium. Perlu diperhatikan bahwa pemberian cairan yang mengandung dekstrosa

harus didahului dengan pemberian thiamin untuk mencegah terjadinya ensefalopati Wernicke.1,2 Cairan yang digunakan untuk

memperbaiki keadaan pasien ini adalah kristaloid yaitu Ringer Laktat. Digunakannya RL dengan pertimbangan bahwa pada pasien

terjadipenurunan volume cairan intravaskuler dan kecenderungan defisit cairan intraseluler dan interstisial.

Resusitasi dikatakan adekuat bila terdapat parameter seperti tekanan darah arteri rata-rata 70-80 mmHg, denyut jantung

kurang dari 100x per menit, ekstremitas hangat dengan pengisian kapiler baik, susunan saraf pusat baik, produksi urine baik 0.5-1

ml/kg BB/jam dan asidosis tidak berlanjut.2

Daldiyono score digunakan untuk menentukan jumlah cairan yang diberikan, didapatkan score 5 yaitu: muntah (1), Turgor Kulit

menurun (1), mata cowong (2), dan tekanan darah diastolik 60 mmHg (1). Berat badan pasien adalah 50 kg. Lalu dengan

menggunakan rumus maka :

Defisit = Skor  x  10% BB  x  1 Lt

                 15

            =      5       x  10% 50 x 1 Lt

                 15

            =  1,67 Lt

Page 16: HIPEREMESIS GRAVIDARUM

Cairan pemeliharaan yang digunakan adalah Dekstrosa 10% : Ringer laktat = 4 : 1, sebanyak 36 tetes tiap menit.

Digunakannya cairan ini adalah selain untuk memenuhi kebutuhan cairan pasien juga digunakan untuk memenuhi kebutuhan kalori

pasien. Digunakan dektrosa, karena pada pasien hiperemesis gravidarum terjadi oksidasi lemak yang tidak sempurna yang ditandai

dengan ditemukannya benda keton di dalam urin. Selain itu cairan ini bersifat isotonic hiperosmotik membantu transport cairan

intravaskuler menuju intraseluler sehingga dapat memperbaiki kondisi dehidrasi pasien.

Pasien ini dipuasakan selama 24 jam pertama yang bertujuan untuk mengistirahatkan saluran cerna pasien. Pemberian

makanan akan merangsang saluran cerna untuk mengeluaran asam lambung dan mengakibatkan iritasi saluran cerna sehingga

muntah bertambah berat. Kebutuhan cairan dan kalori penderita pada 24 jam pertama hanya didapat dari cairan infus yang masuk.

Setelah 24 jam coba diberikan makanan sesuai dengan diet hiperemesis I.

Pada pasien ini diberikan terapi obat-obatan antara lain Ondancentron 3 x 1 amp IV dan Neurobion 3 x I amp IV. Pengobatan

sebaiknya diberikan setelah periode klasik teratogenik terlampaui, dari 31-71 hari setelah hari perama haid terakhir atau pada usia

kehamilan 5-10 minggu. Pada periode tersebut terjadi proses organogenesis sehingga bahan kimia dapat mempengaruhi proses

perkembangan organ mencapai puncak tercepat.2 Tetapi pada pasien ini diberikan obat anti emetic (ondancentron) pada usia

kehamilan 8-9 minggu dengan pertimbangan bahwa ondancentron lebih aman (efek teratogenik tidak ada) dibandingkan obat

antiemetik lainnya. Metokloperamid mempertinggi ambang rangsang muntah di Chemoreceptor Trigger Zone (CTZ) dan obat  ini

menurunkan kepekaan saraf viseral yang menghantarkan impuls aferen dari saluran cerna ke pusat muntah. Neurobion

(mengandung vitamin B1, B6, B12) diberikan secara drip IV. Suplementasi multivitamin secara bermakna mengurangi dan

mencegah insiden hiperemesis gravidarum. Vitamin B1, B6, dan B12, yang merupakan koenzim yang berperan dalam metabolisme

lipid, karbohidrat dan asam amino.

Terapi Psikologis dilakukan dengan meyakinkan pasien bahwa penyakitnya dapat disembuhkan, menghilangkan rasa takut

karena kehamilan, istirahat sementara dari aktivitas hariannya, serta membantu pasien untuk mengatasi masalah dan konflik yang

mungkin sedang dihadapi oleh pasien.Pada pasien ini dilakukan monitoring keluhan, tanda vital, berat badan, produksi urine dan

keton urin. Keluhan penderita perlu diperhatikan untuk mencari apakah masih terdapat keluhan mual maupun muntah pada

penderita. Tanda vital penderita dilihat apakah terjadi penurunan tekanan darah, peningkatan denyut nadi atau peningkatan suhu

tubuh yang merupakan tanda-tanda dehidrasi. Berat badan penderita perlu ditimbang tiap hari untuk melihat apakah ada penurunan

berat badan karena keluhan yang dialami oleh penderita. Produksi urine juga dapat digunakan untuk melihat apakah masih terjadi

dehidrasi pada penderita ini. Keton urin dilihat untuk mengetahui apakah masih terjadi metabolisme yang tidak sempurna pada

penderita ini. Pasien dirawat selama 4hari, selama dua hari terakhir keluhan berkurang dan saat hari terakhir perawatan keluhan

sudah tidak dirasakan lagi, ketonuri (-), makan minum baik dan keadaan umum ibu baik. 

       

4.3  Prognosis

Prognosis dari pasien ini adalah baik. Hali ini dapat disimpulkan dari keadaan umum pasien selama perawatan di rumah sakit

semakin membaik. Keluhan mual dan muntah sudah berkurang bahkan tidak ada sama sekali. Makan minum baik. Pasien sudah

mampu melakukan aktivitas sehari-hari seperti makan dan mandi sendiri. Dari pemeriksaan fisik, tidak didapatkan mata cowong dan

akral dingin. Kemudian dari hasil pemeriksaan laboratorium urin lengkap, didapatkan ketonuri negatif.  

BAB 5

RINGKASAN

Pasien didiagnosa dengan hiperemesis gravidarum grade II berdasarkan hasil dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan

pemeriksaan penunjang. Penyebab terjadinya hiperemesis gravidarum ini belum diketahui secara pasti. Penanganan yang

diberikan pada pasien ini adalah terapi cairan, diet,obat-obatan dan psikoterapi. Dilakukan monitoring keluhan, vital sign, cairan

masuk, cairan keluar, ketonuria, BB tiap hari. Dalam perjalanannya penderita mengalami perbaikan keadaan umum, keluhan

muntah-muntah sudah tidak dikeluhkan lagi dan dari pemeriksaan keton urin memberikan hasil negatif. Pasien diizinkan pulang

pada tanggal 28 April 2012.

DAFTAR PUSTAKA

Page 17: HIPEREMESIS GRAVIDARUM

1. Prawirohardjo S,Wiknjosastro H.Hiperemesis Gravidarum. Dalam: Ilmu Kebidanan; Jakarta; Yayasan Bina Pustaka

Sarwono Prawirohardjo; Jakarta;2002; hal. 275-280.

2. OgunyemiDA.Hyperemesis Gravidarum. Emedicine.Available from:http://www.emedicine.com(Accesed : 21 Januari

2010).

3. Quinlan J D, Hill D A. Nausea and Vomiting of Pregnancy. In : American Family Physician 2003; 68(1):pp.121-8.

4. Sheehan P. Hyperemesis Gravidarum : Assessment and Management. In : Australian Family

Physician 2007;36(9):pp.698-701.

5. Verberg M F G, Gillott D J, Al-Fardan N, Grudzinskas J G. Hyperemesis gravidarum, a literature review. In : Human

Reproduction Update 2005;11(5):pp. 527–39.

6. Neill A M, Piercy N C. Hyperemesis gravidarum. In : Royal College of Obstetricians and Gynaecologists 2003;5:pp.204–7.

7. Schoenberg F P. Summary of Data on Hyperemesis Gravidarum. Available

from:www.stat.ucla.edu/~frederic/papers/hg.html. (Accesed: 21 Januari 2010).

8. Progestian P, Indarti J, Nuranna L.  Diagnosis dan Pengobatan Rasional Hiperemesis Gravidarum. Maj Obstet Ginekol

Indones 2002; 26(2): 97-104

9. Schoenberg, Frederic Paik. Summary of Data on Hyperemesis Gravidarum. Available

from: http://www.stat.ucla.edu/~frederic/papers/hg.html. Accessed: October 1st, 2005

10. Prosedur tetap  ginekologi RSUP Sanglah Denpasar 2004.