final sosio bab 7

19
PERILAKU MENYIMPANG Fenomena perilaku menyimpang dalam kehidupan masyarakat sangat menarik untuk dibicarakan. Sisi yang menarik bukan saja karena pemberitaan tentang berbagai perilaku manusia yang ganjil itu dapat mendongkrak oplah media massa dan rating dari suatu mata acara di stasiun televise, tetapi juga karena tindakan- tindakan tersebut dianggap dapat mengganggu ketertiban masyarakat. Perilaku menyimpang kemudian menyiaratkan kesan, meskipun tidak ada masyarakat yang seluruh warganya dapat mentaati dengan patuh seluruh aturan norma sosial yang berlaku tetapi apabila terjadi pelanggaran yang dilakukan oleh seseorang, maka hal itu dianggap telah mencoreng aib diri sendiri, keluarga maupun komunitas besarnya. Kajian tentang perilaku menyimpang dipelajari oleh sosiologi karena berkaitan dengan pelanggaran terhadap norma-norma sosial dan nilai-nilai cultural yang telah ditegakkan oleh masyarakat. Selain itu, melalui teori dan hasil-hasil penelitian yang dikembangkannya, sosiologi membantu masyarakat untuk dapat menggali akar-akar penyebab terjadinya tindakan menyimpang. Upaya untuk menghentikan atau paling tidak menahan bertambahnya penyimpangn perilaku dapat dipelajari pula melalui kajian tentang lembaga kontrol sosial dan efektivitasnya dalam mencegah terjadimya tindakan tersebut. A. Apa itu Perilaku Menyimpang?

Upload: astaardyana

Post on 23-Dec-2015

9 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Tugas sosiologi

TRANSCRIPT

Page 1: Final Sosio Bab 7

PERILAKU MENYIMPANG

Fenomena perilaku menyimpang dalam kehidupan masyarakat sangat menarik untuk

dibicarakan. Sisi yang menarik bukan saja karena pemberitaan tentang berbagai perilaku manusia

yang ganjil itu dapat mendongkrak oplah media massa dan rating dari suatu mata acara di stasiun

televise, tetapi juga karena tindakan-tindakan tersebut dianggap dapat mengganggu ketertiban

masyarakat. Perilaku menyimpang kemudian menyiaratkan kesan, meskipun tidak ada

masyarakat yang seluruh warganya dapat mentaati dengan patuh seluruh aturan norma sosial

yang berlaku tetapi apabila terjadi pelanggaran yang dilakukan oleh seseorang, maka hal itu

dianggap telah mencoreng aib diri sendiri, keluarga maupun komunitas besarnya.

Kajian tentang perilaku menyimpang dipelajari oleh sosiologi karena berkaitan dengan

pelanggaran terhadap norma-norma sosial dan nilai-nilai cultural yang telah ditegakkan oleh

masyarakat. Selain itu, melalui teori dan hasil-hasil penelitian yang dikembangkannya, sosiologi

membantu masyarakat untuk dapat menggali akar-akar penyebab terjadinya tindakan

menyimpang. Upaya untuk menghentikan atau paling tidak menahan bertambahnya

penyimpangn perilaku dapat dipelajari pula melalui kajian tentang lembaga kontrol sosial dan

efektivitasnya dalam mencegah terjadimya tindakan tersebut.

A. Apa itu Perilaku Menyimpang?

Perilaku menyimpang adalah perilaku dari para warga masyarakat yang dianggap tidak

sesuai dengan kebiasaan, tata aturan atau norma-norma sosial yang berlaku. Secara sederhana

kita memang dapat mengatakan, bahwa seseorang berperilaku menyimpang apabila menurut

anggapan sebagaian besar masyarakat (minimal di suatu kelompok atau komunitas tertentu)

perilaku atau tindakan tersebut diluar kebiasaan, adat istiadat, aturan, nilai-nilai, atau norma

sosial yang berlaku. Tindakan menyimpang yang dilakukan oleh seseorang tidak selalu berupa

tindakan kejahatan besar, seperti merampok, korupsi, menganiaya, atau membunuh. Melainkan

bisa pula berupa tindakan pelanggara kecil, seperti berkelahi dengan teman, berludah

sembarangan, makan dengan tangan kiri, dan lain-lain.

Page 2: Final Sosio Bab 7

B. Mengapa Perilaku Menyimpang Perlu Dipelajari

Tujuan mempelajari perilaku menyimpang bukan agar kita juga menjadi menyimpang,

melainkan untuk mengetahui apa yang menjadi penyebabnya dan bagaimana melakuakan

pencegahan terhadapnya. Perilaku menyimpang tidak dapat terlepas dari adanya pola-pola

interaksi sosial. Dalam berinteraksi dengan orang lain kita diatur oleh rambu-rambu tertib sosial.

Di dalam setiap kelompok masyarakat akan selalu disertai dengan sejumlah tata tertib dan aturan

yang diakui bersama kebenarannya. Tata tertib diperlukan agar tidak terjadi kesalah pahaman

dalam berinteraksi antar warga masyarakat. Oleh karena itu, orang-orang yang berperilaku

menyimpang, baik disengaja ataupun tidak, dapat dianggap telah mengabaikan tata tertib atau

aturan yang telah ditetapkan oleh masyarakat.

C. Ilmu yang Mempelajari Perilaku Menyimpang

Selain sosiologi disiplin ilmu yang mempelajari perilaku menyimpang, diantaranya

adalah psikologi. Bidang ilmu tersebut mempelajari tingkah laku atau perilaku seseorang

sebagaimana ia merespon pengaruh-pengaruh sosial yang ada di sekelilingnya. Antropologi juga

mempelajari perilaku menyimpang, karena orang-orang yang berperilaku menyimpang

cenderung mengabaikan nilai-nilai budaya kelompok atau masyarakat. Melalui nilai-nilai budaya

maka akan diketahui karekteristik, tata aturan dan kaidah-kaidah yang ada dalam kehidupan

suatu masyarakat.

Ilmu hukum dan kriminologi juga memiliki perhatian pada studi perilaku menyimpang.

Kedua ilmu itu berkepentingan dalam mempelajari sebab-sebab yang melatar belakangi

terjadinya penyimpangan perilaku atau pelanggaran hukum yang dilakukan oleh para

penyimpang.

D. Perilaku yang Digolongkan Sebagai Menyimpang

Secara umum, yang digolongkan sebagi perilaku menyimpang, antara lain adalah:

1) Tindakan yang noncomform, yaitu tindakan yang tidak sesuai dengan nilai-nilai dan

norma-norma yang ada. Contohnya adalah seseorang yang memakai sandal butut ke

acara-acara formal.

Page 3: Final Sosio Bab 7

2) Tindakan antisosial atau asosial. Tindakan yang melawan kebiasaan masyarakat atau

kepentingan umum. Di mana seseorang itu menarik diri dari pergaulan sampai dengan

penyimpangan seksual.

3) Tindakan-tindakan kriminal. Suatu tindakan yang secara nyata telah menyimpang dari

aturan-aturan hukum tertulis.

E. Relativitas Perilaku Menyimpang

Definisi tentang perilaku menyimpang tergantung dari nilai-nilai budaya dari suatu

masyarakat, dan masa, zaman, atau kurun waktu tertentu. Maka dari itu sifatnya relatif. Misalnya

Indonesia memanggil seseorang dengan menunjuk hidungnya dianggap tidak sopan, sedangkan

masyarakat di Cina menganggapnya sesuatu yang wajar. Hal lain yang membuat definisi

perilaku menyimpang itu relatif karena perilaku tersebut dianggap sudah menjadi bagian dari

gaya hidup, kebiasaan-kebiasaan, fashion atau mode yang dapat berubah dari zaman ke zaman.

Dulu seseorang yang belum menikah lewat dari usia 25 tahun merupakan aib bagi

keluarganya. Pada masa kini justru usia 25 tahun itu adalah usia yang produktif untuk

mengembangkan karir, melanjutkan studi, dan lain sebagainya.

F. Empat Definisi Tentang Perilaku Menyimpang

Menurut rumusan para ahli, definisi perilaku menyimpang berbeda-beda berdasarkan

empat sudut pandang:

1) Secara Statistikal

Segala perilaku yang bertolak dari suatu tindakan yang rata-rata orang jarang atau tidak

sering melakukannya. Definisi ini kemudian menimbulkan kebingungan karena jika

kelompok minoritas memiliki kebiasaan yang berbeda dengan kelompok mayoritas, maka

mereka dianggap sebagai orang-orang yang menyimpang. Padahal belum tentu adanya.

2) Secara Absolut atau Mutlak

Kelompok absolutis ini memiliki—sudah menetapkan secara tegas dan jelas—standar

atau ukuran dari suatu perilaku yang dianggap conform dan yang menyimpang, dan

anggota-anggotanya harus menyetujuinya. Ini pada umumnya terjadi di komunitas

pedesaan atau masyarakat yang masih menjunjung nilai-nilai tradisional.

Page 4: Final Sosio Bab 7

3) Secara Reaktif

Perilaku menyimpang menurut kaum reaktivis bila berkenaan dengan dengan reaksi

masyarakat atau agen kontrol sosial terhadap tindakan yang dilakukan oleh seseorang.

Jika seseorang itu telah diberi cap atau tanda (labeling) dari masyarakat atau agen kontrol

sosial ini maka seseorang tersebut telah dikatakan menyimpang. Jadi apa yang dikatakan

menyimpang dan apa yang tidak, tergantung dari ketetapan-ketetapan (atau reaksi-reaksi)

dari anggota masyarakat terhadap suatu tindakan.

4) Secara Normatif

Suatu perilaku dikatakan menyimpang apabila tindakan atau perilaku tersebut

menyimpang dari norma-norma atau melanggar norma-norma sosial. Kaum reaktivis dan

kaum normatif sesungguhnya memiliki konsep yang sama, yaitu berlandaskan pada

norma yang ada. Karena dalam setiap norma, disediakan dasar atau landasan untuk

melakukan reaksi pada suatu penyimpangan.

G. Menjadi Menyimpang

Rangkaian pengalaman atau karier menyimpang seseorang dimulai dari penyimpangan-

penyimpangan kecil yang mungkin tidak disadarinya. Jenis penyimpangan macam itu disebut

primary deviance (penyimpangan primer). Penyimpangan jenis primer ini dialami oleh seseorang

yang tidak menyadari bahwa perilakunya dapat menjurus ke arah penyimpangan yang lebih

berat. Penyimpangan yang lebih berat akan terjadi apabila seseorang sudah sampai pada tahap

secondary deviance (penyimpangan sekunder). Yaitu, suatu tindakan menyimpang yang

berkembang ketika perilaku dari si penyimpang itu mendapat penguatan (reinforcement) melalui

keterlibatannya dengan orang atau kelompok yang juga menyimpang. Bentuk penyimpangan

sekunder itu juga berasal dari hasil penguatan penyimpangan primer.

Tindakan menyimpang baik primer ataupun sekunder, tidak terjadi begitu saja tetapi

berkembang melalui suatu periode waktu dan juga sebagai hasil dari serangkaian tahapan

interaksi yang melibatkan interpretasi tentang kesempatan untuk bertindak menyimpang. Karier

menyimpang juga didukung oleh pengendalian diri yang lemah serta kontrol masyarakat yang

longgar (permisif).

Page 5: Final Sosio Bab 7

H. Subkultur Menyimpang

Penyimpangan yang dilakukan oleh kelompok acap disebut dengan subkultur

menyimpang. Subkultur adalah sekumpulan norma, nilai, kepercayaan, kebiasaan, atau gaya

hidup yang berbeda dari kultur dominan. Asal mula terjadinya subkultural menyimpang karena

ada interaksi di antara sekelompok orang yang mendapatkan status atau cap menyimpang.

Dilema bagi orang-orang yang yang tergabung di dalam subkultural menyimpang adalah bahwa

mereka terlanjur dicap sebagai penyimpang dan dengan cap yang disandang mereka berusaha

menghindari hukuman masyarakat.

Para anggota dari subkultural menyimpang biasanya juga mengajarkan kepada anggota-

anggota barunya tentang berbagai keterampilan untuk melanggar hukum dan menghindari

kejaran agen-agen kontrol sosial. Mereka juga selalu mengindoktrinasi suatu keyakinan yang

berbeda dari keyakinan yang dianut mayoritas masyarakat kepada anggota yuniornya. Meskipun

subkultur yang menyimpang mengajarkan kepada para anggotanya untuk menjalankan

kehidupan yang menyimpang juga, tetapi tidak selamanya anggota-anggota dari kelompok yang

menyimpang itu benar-benar tersedia menjalani kehidupan yang menyimpang. Karena mereka

sebenarnya orang yang tidak memiliki loyalitas yang tinggi pada kelompok manapun.

Rendahnya loyaitas terhadap kelompok disebabkan oleh sifat kerjanya. Dengan demikian ia

harus bersikap wajar dan merasa dirinya dapat hidup dan berinteraksi dengan masyarakat biasa

I. Teori Perilaku Menyimpang Yang Berperspektif Sosiologis

Paling tidak ada 2 perspektif yang bisa digunakan untuk memahami sebab-sebab dan latar

belakang seseorang atau sekelompok orang berperilaku menyimpang. Yang pertama adalah

perspektif individualistic dan yang kedua adalah teori-teori sosiologi.

Teori individualistic berusaha mencari penjelasan tentang munculnya tindakan

menyimpang melalui kondisi yang secara unik memengaruhi individu. Teri-teori individualistic

sebagian besar didasarkan pada proses-proses yang bersifat individual dan mengabaikan proses

sosialisasi atau belajar tentang norma-norma sosial yang menyimpang. Perspektif ini juga

mengabaikan faktor-faktor kelompok atau budaya yang dapat melatarbelakangi tindakan

menyimpang pada seseorang. Rumpun teori-teori individualistic yaitu : (1) Penjelasan biologis;

(2) penjelasan psikiatri atau model medis; (3) penjelasan psikoanalisis; (4) penjelasan psikologis.

Page 6: Final Sosio Bab 7

Berbeda halnya dengan teori individualistic, teori-teori yang berperspektif sosiologis

tentang penyimpangan berupaya menggali kondisi-kondisi sosial yang mendasari penyimpangan.

Secara umum ada dua tipe penjelasan dalam perspektif sosiologis tentang penyimpangan yaitu,

struktural dan prosesual. Pada penjelasan yang bersifat struktural ada sejumlah asumsi yang

mendasarinya. Pertama, penyimpangan dihubungkan dengan kondisi-kondisi struktural tertentu

dalam masyarakat. Kedua, menjelaskan penyimpangan sebagai suatu proses epidemiologi, yaitu

suatu kondisi dimana distribusi atau penyebaran penyimpanagn dapat terjadi dalam waktu dan

tempat tertentu, atau dari satu kelompok ke kelompok lainnya. Ketiga, menjelaskan bentuk-

bentuk tertentu dari penyimpangan sebagai suatu fenomena yang terjadi di berbagai strata sosial,

baik di kelas bawah maupun kelas atas.

Sedangkan pada penjelasan yang bersifat prosesual, didasarkan pada: (1) gambaran

tentang proses individu sampai pada tindakan atau perilaku meyimpang; (2) penjelasan tentang

sebab-sebab terjadinya tindakan menyimpang yang spesifik; (3) penjelasan tentang bagaimana

orang-orang tertentu sampai melakukan tindakan menyimpang. Akan sangat bermanfaat apabila

kedua pendekatan tersebut dapat digunakan bersama untuk menjelaskan fenomena tentang

terjadinya penyimpangan.

Adapun teori-teori penyimpangan yang berperspektif sosiologis itu, antara lain Anomie,

Sosialisasi, Kontrol Sosial, Labeling, dan Konflik.

Teori Anomie

Teori Anomie berasumsi bahwa penyimpangan adalah akibat dari adanya berbagai

ketegangan dalam suatu struktur sosial sehingga ada individu-individu yang mengalami tekanan

dan akhirnya menyimpang. Pandangan tersebut dikemukakan oleh Robert Merton pada sekitar

tahun 1930-an, dimana konsep tersebut pernah digunakan oleh Emile Durkheim dalam

analisisnya mengenai suicide anomique. Munculnya keadaan anomie, oleh Merton (dalam

Clinard & Meier, 1989:81) diilustrasikan sebagai berikut :

Masyarakat industry modern, seperti Amerika Serikat, lebih mementingkan pencapaian

kesuksesan materi yang diwujudkan dalam bentuk kemakmuran atau kekayaan dan

pendidikan yang tinggi.

Apabila hal tersebut tercapai maka mereka dianggap sebagai orang yang telah mencapai

tujuan-tujuan status atau kultural (cultural goals) yang dicita-citakan oleh masyarakatnya.

Page 7: Final Sosio Bab 7

Untuk mencapai tujuan status tersebut, ternyata mereka harus melalui akses atau cara

kelembagaan yang sah.

Namun ternyata, akses kelembagaan yang sah jumlahnya tidak dapat dinikmati oleh

seluruh lapisan masyarakat bawah.

Akibat dari situasi tersebut, kemudian muncul situasi anomie, yaitu tidak adanya titik

temu antara tujuan-tujuan status atau cultural dan cara-cara yang tersedia untuk mencapai

tujuan-tujuan status tersebut.

Dengan demikian anomie adalah suatu keadaan atau nama dari situasi dimana kondisi

sosial masyarakat lebih menekankan pentingnya tujuan-tujuan status, tetapi cara-cara

yang sah untuk mencapai tujuan tersebut jumlahnnya lebih sedikit.

Situasi anomie tersebut berdampak negatif pada sekelompok masyarakat, dimana untuk

mencapai tujuan statusnya mereka terpaksa untuk melakukannya melalui cara-cara yang tidak

sah, diantaranya melakukan tindakan kriminal atau kejahatan, misalnya menjadi pelajur,

pengguna obat-obatan, perampok, pecandu alkohol adalah akibat dari situasi anomie tersebut.

Fakta-fakta yang digunakan oleh Merton untuk mendukung teori anomienya diperoleh

dari angka-angka resmi tentang penyimpangan dan berbagai tindakan kriminalitas. Dimana dapat

diketahui bahwa tindakan menyimpang paling banyak dilakukan oleh masyarakat sosial bawah.

Dan salah satu bentuk adaptasi menurut Merton yang dapat dianggap menyimpang dalam situasi

anomie adalah inovasi. Jenis adaptasi ini banyak dilakukan oleh masyarakat kelas bawah dimana

akses untuk mencapai kesuksesan melalui cara-cara yang sah sangat terbatas bagi mereka.

Teori Belajar atau Teori Sosialisasi

Teori ini menyebutkan bahwa penyimpangan perilaku adalah hasil dari proses belajar. Salah

seorang ahli teori belajar yang banyak dikutip tulisannya adalah Edwin H. Sutherland (dalam

Atmasasmita 1992:13). Ia menamakan teorinya dengan Asosiasi Diferensial. Menurutnya,

penyimpangan adalah konsekuensi dari kemahiran dan penguasaan atas suatu sikap atau tindakan

yang dipelajari dari norma-norma yang menyimpang. Teori Asosiasi Diferensial dapat digunakan

untuk menganalisis:

Organisasi sosial atau subkultur (baik yang menyimpang atau tidak);

Penyimpangan perilaku di tingkat individual;

Page 8: Final Sosio Bab 7

Perbedaan norma-norma yang menyimpang ataupun yang tidak. Terutama pada

kelompok atau asosiasi yang berbeda.

Di tingkat kelompok, perilaku menyimpang adalah suatu konsekuensi dari terjadinya

konflik normative. Artinya perbedaan peraturan sosial di berbagai kelompok social bisa

membingungkan individu yang masuk kedalam komunitas-komunitas tersebut. Situasi itu dapat

menimbulkan konflik normatif pada individu. Meskipun teori Sutherland ini secara spesifik

untuk meenganalisis kejahatan dan perilaku menyimpang yang mengarah pada tindak kejahatan,

tetapi teori ini dapat digunakan untuk menganalisis bentuk lain dari perilaku menyimpang,

seperti kecanduan obat-obatan, pelacuran, dan alkoholisme. Teori Asosiasi Diferensial memiliki

Sembilan proporsi, yaitu :

1. Perilaku menyimpang adalah hasil dari proses belajar atau apa yang dipelajari. Ini berarti

bahwa penyimpangan bukan diwariskan atau diturunkan, bukan juga hasil dari

intelegensi yang rendah atau kerusakan otak.

2. Perilaku menyimpang dipelajari oleh seseorang dalam interaksinya dengan orang lain dan

melibatkan proses komunikasi yang intens.

3. Bagian utama dari belajar tentang perilaku menyimpang terjadi di dalam kelompok-

kelompok personal yang intim dan akrab, sedangkan media massa, seperti TV atau Koran

hanya sebagai peran sekunder.

4. Hal yang dipelajari di dalam proses terbentuknya tindakan perilaku menyimpang adalah

teknis-teknis penyimpangan, dan petunjuk-petunjuk khusus tentang motif, dorongan,

rasionalisasi, dan sikap-sikap dari berperilaku menyimpang.

5. Petunjuk-petunjuk khusus tersebut dipelajari dari definisi-definisi tentang norma-norma

yang baik atau tidak baik.

6. Seseorang menjadi menyimpang karena ia menganggap lebih menguntungkan untuk

melanggar norma daripada tidak. Sebaliknya, seseorang tidak akan menyimpang karena

ia beranggapan bahwa lebih menguntungkan untuk tidak melakukan pelanggaran norma,

dan kemudian ia akan mendapat pujia, atau sanjungan.

7. Terbentuknya asosiasi diferensial itu bervariasi tergantung dari frekuensi, durasi, prioritas

dan intensitas.

Page 9: Final Sosio Bab 7

8. Proses mempelajari penyimpangan perilaku melalui kelompok yang memiliki pola-pola

menyimpang atau sebaliknya, melibatkan semua mekanisme yang berlaku di dalam setiap

proses belajar

9. Meskipun perilaku menyimpang merupakan salah satu ekspresi dan kebutuhan serta nilai-

nilai masyarakat yang umum, tetapi penyimpangan perilaku tersebut tidak dapat

dijelaskan melalui kebutuhan dan nilai-nilai umum tersebut. Karena perilaku yang tidak

menyimpang juga sebagai ekspresi dari nilai-nilai dan kebutuhan yang sama.

Teori Labeling (Teori Pemberian Cap atau Teori Reaksi Masyarakat)

Teori labeling menjelaskan penyimpangan terutama ketika perilaku itu sudah sampai

pada tahap penyimpangan sekunder. Teori labeling juga menggunakan pendekatan

interaksionisme yang tertarik pada konsekuensi-konsekuensi dari interaksi antara si penyimpang

dan masyarakat biasa (konvensional). Lebih menekankan pada pentingnya definisi-definisi sosial

dan sanksi-sanksi sosial negatif yang dihubungkan dengan tekanan-tekanan individu untuk

masuk dalam tindakan yang lebih menyimpang.

Analisis pemberian cap dipusatkan pada reaksi orang lain. Yang memberi label pada

individu-individu atau tindakan yang menurut penilaian orang tersebut adalah negatif. Menurut

para ahli teori labeling, mendefinisikan penyimpangan merupakan hal yang relatif dan

membingungkan, karena tergantung reaksi orang lain. Menurut Becker, salah satu pencetus teori

labeling (dalam Clinard & Meier, 1989:92) mendefinisikan penyimpangan sebagai “suatu

konsekuensi dari penerapan aturan-aturan dan sanksi oleh orang lain kepada seorang pelanggar”.

Dengan demikian dapat ditetapkan penyimpangan adalah tindakan yang dilabelkan kepada

seseorang, atau pada siapa label secara khusus telah ditetapkan. Reaksi masyarakat sangatlah

penting, bukanlah pada kualitas tindakan itu sendiri.

Konsekuensi dari pemberian label, terutama oleh aparat negara (polisi, jaksa, hakim),

mungkin akan berakibat serius pada tindakan penyimpangan yang lebih lanjut. Ini yang

membedakan penyimpangan primer dan sekunder, di mana cap menyimpang menghasilkan suatu

peran sosial yang menyimpang juga. Cap yang melekat cenderung mengembangkan konsep diri

yang menyimpang (proses reorganisasi psikologis).

Page 10: Final Sosio Bab 7

Teori Kontrol

Ide utama dari teori ini adalah bahwa penyimpangan merupakan hasil kekosongan kontrol

atau pengendalian sosial. Memiliki pandangan bahwa setiap manusia cenderung untuk tidak

patuh pada hukum atau ada dorongan melanggar hukum. Salah satu ahli yang mengembangkan

teori ini adalah Hirschi (1969, dalam Atrmasasmita, 1992). Ia mengajukan beberaa proposisi

teoritisnya, yaitu:

Pengingkaran terhadap aturan-aturan sosial adalah akibat dari kegagalan mensosialisasi

individu untuk bertindak konform terhadap aturan.

Penyimpangan bahkan kriminal, merupakan bukti kegagalan kelompok-kelompok sosial

konvensional (keluarga, sekolah, dll.) untuk mengikat individu agar tetap konform.

Setiap individu seharusnya belajar untuk konform dan tidak melakukan tindakan

menyimpan atau krirminal.

Kontrol internal lebih berpengaruh daripada kontrol eksternal.

Menurut proposisi Hirschi, ada empat unsur utama dalam jontrlo sosial internal, yaitu:

Attachment atau kasih sayang, sumber kekuatan dari hasil sosialisasi dengan kelompok

primernya (misal: keluarga).

Commitment atau tanggung jawab, dapat memberikan kerangka kesadaran tentang masa

depan. Dengam komitmen, masa depan akan suram jika ia melakukan tindakan

menyimpang.

Involvement, artinya kesadaran tersebut akan mendorong keterlibatan di dalam ketentuan-

ketentuan yang telah ditetapkan di masyarakat.

Believe atau kepercayaan, kesetiaan, dan kepatuhan pada norma-norma sosial atau aturan

masyarakat pada akhirnya akan tertanam kuat dan itu berarti aturan sosial telah self

enforcing dan eksistensinya semakin kokoh.

Teori Konflik

Menitikberatkan pada asal usul terciptanya suatu aturan atau tertib sosial. Lebih menekankan

sifat pluralistik dari masyarakat dan ketidakseimbangan distribusi kekuasaan yang terjadi di

antara berbagai kelompoknya. Karena kekuasaan yang dimiliki kelompok-kelompok elit, maka

kelompok tersebut memiliki kuasa membuat aturan, khususnya hukum yang dapat melayani

kepentingan-kepentingan mereka. Kelompok tersebut memiliki kepentingan yang bersaing dan

Page 11: Final Sosio Bab 7

akan cenderung saling berkonflik. Berbagai varian dari teori konflik ini bermunculan dalam

khazanah studi penyimpangan. Beberapa di antaranya adalah:

a. Pemikiran Marx tentang Penyimpangan

Banyak dari pemikir-pemikir kontemporer, khususnya yang berbasis perspektif

konflik, mengambil dasar pemikirannya dari pada ahli teori sosiologi klasik, seperti Karl

Marx , Georg Simmel, dan yang lebih baru adalah Lewis Coser dan Ralf Dahrendorf.

Perspektif konflik klasik melihat terbentuknya masyarakat tidak didasarkan atas suatu

konsensus terhadap nilai-nilai, tetapi kelas-kelas sosial yang ada.

Mark melihat masyarakat dibentuk pertama kali dari dua kelompok dengan

bertentangan kepentingan ekonomi: Kelompok borjuis dan proletariat. Kelompok borjuis

adalah kelas penguasa atau pemegan peraturan- mereka, memiliki pengaruh besar pada

lembaga-lembaga ekonomi dan politik masyarakat.

Negara dalam pemikiran ini bukanlah pihak yang netral. Peran negara terutama

adalah untuk melayani dan melindungi orang-orang yang membuat peraturan serta

menghindarkan dari ancaman-ancaman orang atau kelompok lain.

Mark meramalkan bahwa kapitalisme akan mengembangbiakkan hukum-hukum

krimal, karena hukum tersebut dibutuhkan sebagai mekanisme untuk memelihara tatanan

yang telah mapan. Pertama, hukum dapat mendefinisikan tingkah laku tertentu sebagai

ilegal, khususnya tingkah laku yang mungkin merupakan suatu ancaman atau perlawanan

dari kepentingan-kepentingan para pembuat peraturan. Kedua, hukum mengesahkan ikut

campurnya aparat kontrol sosial (seperti pihak kepolisian, pengadilan, dan sistem penjara

atau lembaga pemasyarakatan).

b. Teori-teori Konflik Masa Kini

Para penulis pendekatan konflik pada masa kini melihat perilaku krimal sebagai

suatu refleksi dari kekuasaan yang memiliki perbedaan dalam mendefinisikan kejahatan

atau penyimpangan. Karena kelompok elite dan kelompok yang tidak memiliki

kekuasaan memiliki kepentingan yang berbeda , apa pun keuntungan dari kelompok elite

akan bekerja melawan kepentingan kelompok yang tidak memiliki kekuasaan.

Page 12: Final Sosio Bab 7

Karena para elite juga mengontrol pembuatan aturan-aturan hukum seperti juga

proses penguatan hukum, maka asal- usul dan isi dari hukum-hukum kriminal juga

mewakili kepentingan mereka .

Teori-teori konflik kontemporer sering kali juga menganggap kejahatan sebagai

suatu tindakan rasional (Tylor, Walton dan Young, 1973:221). Karena kelas bawah

sering kali ditandai dengan rendahnya komitmen pada tertib sosial yang dominan, maka

sering kali penjelasan yang dikemukakan oleh para ahli konflik berpihak pada kelompok-

kelompok yang tertindas.

Teori-teori konflik menganggap kejahatan sebagai suatu ciri-ciri yang tidak

dapat diubah dari masyarakat kapitalis . Amerika serikat adalah suatu dari masyarakat

kapitalis tingkat tinggi atau lanjut negara di dunia saat ini. Karena negara diatur untuk

kepentingan kapitalisme, maka hukum pun diatur untuk melayani kepengtingan dari

kelas ekonomi dominan, kelas penguasa kapitalis.