sosio suku torajaa
TRANSCRIPT
Suku Toraja
Kelompok :
Dewi Rachmasari
Diana Islamiyati
Rino Aditya Nugraha
Sabrina kartinia DA
Sarah Qaida Islami
Suku TorajaSuku Toraja adalah suku yang menetap di
pegunungan bagian utara Sulawesi Selatan, Indonesia. Populasinya diperkirakan
sekitar 1 juta jiwa, dengan 500.000 di antaranya masih tinggal di Kabupaten Tana
Toraja, Kabupaten Toraja Utara, dan Kabupaten Mamasa.
Mayoritas suku Toraja memeluk agama Kristen, sementara sebagian menganut Islam dan
kepercayaan animisme yang dikenal sebagai Aluk To Dolo.
Kata toraja berasal dari bahasa Bugis, ”to riaja”, yang berarti "orang yang berdiam di negeri
atas". Pemerintah kolonial Belanda menamai suku ini Toraja pada tahun 1909.
Suku Toraja terkenal akan ritual pemakaman, rumah adat tongkonan dan ukiran kayunya
Bahasa
Bahasa Toraja adalah bahasa yang dominan di Tana Toraja, dengan Sa'dan Toraja sebagai dialek bahasa yang utama. Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional
adalah bahasa resmi dan digunakan oleh masyarakat, akan tetapi bahasa Toraja pun diajarkan di semua sekolah dasar di Tana Toraja.
Ragam bahasa di Toraja antara lain Kalumpang, Mamasa, Tae' , Talondo' , Toala' , dan Toraja-Sa'dan, dan
termasuk dalam rumpun bahasa Melayu-Polinesia dari bahasa Austronesia . Pada mulanya, sifat geografis Tana Toraja yang terisolasi membentuk banyak dialek
dalam bahasa Toraja itu sendiri. Setelah adanya pemerintahan resmi di Tana Toraja, beberapa dialek Toraja menjadi terpengaruh oleh bahasa lain melalui
proses transmigrasi, yang diperkenalkan sejak masa penjajahan. Hal itu adalah penyebab utama dari keragaman dalam bahasa Toraja.
Ciri yang menonjol dalam bahasa Toraja adalah gagasan tentang duka cita kematian. Pentingnya upacara kematian di Toraja telah membuat bahasa mereka dapat mengekspresikan perasaan duka cita dan proses berkabung dalam beberapa
tingkatan yang rumit. Bahasa Toraja mempunyai banyak istilah untuk menunjukkan kesedihan, kerinduan, depresi, dan tekanan mental. Merupakan
suatu katarsis bagi orang Toraja apabila dapat secara jelas menunjukkan pengaruh dari peristiwa kehilangan seseorang; hal tersebut kadang-kadang juga ditujukan
untuk mengurangi penderitaan karena duka cita itu sendiri.
Perekonomian
Sebelum masa Orde Baru, ekonomi Toraja bergantung
pada pertanian dengan adanya terasering di lereng-lereng
gunung dan bahan makanan pendukungnya
adalah singkong dan jagung. Banyak waktu dan tenaga
dihabiskan suku Toraja untuk berternak kerbau, babi,
dan ayam yang dibutuhkan terutama untuk upacara
pengorbanan dan sebagai makanan.[Satu-satunya industri
pertanian di Toraja adalah pabrik kopi Jepang, Kopi
Toraja.
Ekonomi Toraja secara bertahap beralih menjadi
pariwisata berawal pada tahun 1984. Antara tahun 1984
dan 1997, masyarakat Toraja memperoleh pendapatan
dengan bekerja di hotel, menjadi pemandu wisata, atau
menjual cinderamata. Timbulnya ketidakstabilan politik
dan ekonomi Indonesia pada akhir 1990-an (termasuk
berbagai konflik agama di Sulawesi) telah menyebabkan
pariwisata Toraja menurun secara drastis. Toraja lalu
dkenal sebagai tempat asal dari kopi Indonesia. Kopi
Arabika ini terutama dijalankan oleh pengusaha kecil.
Alat dapur
Sona yaitu piring anyaman
Pesangle yaitu sendok nasi dari kayu karakayu yaitu alat pembagi nasi dulang yaitu cangkir dari tempurung
kebudayaan• Tongkonan
Tongkonan adalah rumah tradisional Toraja
yang berdiri di atas tumpukan kayu dan
dihiasi dengan ukiran berwarna merah,
hitam, dan kuning. Kata "tongkonan" berasal
dari bahasa Toraja tongkon ("duduk").
Pembangunan tongkonan adalah pekerjaan
yang melelahkan dan biasanya dilakukan
dengan bantuan keluarga besar. Ada tiga
jenis tongkonan. Tongkonan layuk adalah
tempat kekuasaan tertinggi, yang digunakan
sebagai pusat "pemerintahan". Tongkonan
pekamberan adalah milik anggota keluarga
yang memiliki wewenang tertentu
dalam adat dan tradisi lokal sedangkan
anggota keluarga biasa tinggal di tongkonan
batu. Eksklusifitas kaum bangsawan atas
tongkonan semakin berkurang seiring
banyaknya rakyat biasa yang mencari
pekerjaan yang menguntungkan di daerah
lain di Indonesia. Setelah memperoleh cukup
uang, orang biasa pun mampu membangun
tongkonan yang besar.
• Ukiran kayu
Bahasa Toraja hanya diucapkan dan tidak memiliki sistem tulisan. Untuk menunjukkan kosep keagamaan dan sosial, suku Toraja membuat ukiran kayu dan menyebutnya Pa'ssura (atau "tulisan"). Oleh karena itu, ukiran kayu merupakan perwujudan budaya Toraja.
Setiap ukiran memiliki nama khusus. Motifnya biasanya adalah hewan dan tanaman yang melambangkan kebajikan, contohnya tanaman air seperti gulma air dan hewan seperti kepiting dan kecebong yang melambangkan kesuburan. Gambar kiri memperlihatkan contoh ukiran kayu Toraja, terdiri atas 15 panel persegi. Panel tengah bawah melambangkan kerbau atau kekayaan, sebagai harapan agar suatu keluarga memperoleh banyak kerbau. Panel tengah melambangkan simpul dan kotak, sebuah harapan agar semua keturunan keluarga akan bahagia dan hidup dalam kedamaian, seperti barang-barang yang tersimpan dalam sebuah kotak. Kotak bagian kiri atas dan kanan atas melambangkan hewan air, menunjukkan kebutuhan untuk bergerak cepat dan bekerja keras, seperti hewan yang bergerak di permukaan air. Hal Ini juga menunjukkan adanya kebutuhan akan keahlian tertentu untuk menghasilkan hasil yang baik.
ne'limbongan(perancang legendaris)
pa'barre allo(matahari)
pa'tedong(kerbau)
Di Toraja, ada 2 upacara adat yang sangat terkenal, yaitu yang pertama adalahupacara adat Rambu Solo’ (upacara untuk pemakaman) dengan acara Sapu Randanan, Tombi
Saratu’, dan Ma’nene’, dan upacara yang kedua adalah upacara adat Rambu Tuka'. Upacara-upacara adat tersebut,
baik ''Rambu solo''maupun Rambu Tuka’ disertai dengan pertunjukan seni tari dan seni musik khas Toraja yang
beraneka macam ragamnya.
Rambu Solo adalah upacara pemakaman secara adat yang mewajibkan keluarga dari almarhum membuat sebuah upacara sebagai tanda penghormatan terakhir pada
mendiang yang telah meninggal dunia.
Upacara Adat Rambu Tuka’ adalah acara yang berhungan dengan acara syukuran misalnya acara pernikahan, syukuran panen dan peresmian rumah adat atau tongkonan baru, atau selesai
direnovasi. Rambu Tuka menghadirkan semua rumpun keluarga. Semua Upacara tersebut dikenal dengan nama Ma’Bua’, Meroek, atau Mangrara Banua Sura’
Suku Toraja melakukan tarian dalam beberapa acara, kebanyakan dalam upacara penguburan. Mereka menari untuk menunjukkan rasa duka cita, dan untuk menghormati. Pertama-tama, sekelompok pria membentuk lingkaran dan menyanyikan lagu sepanjang malam untuk menghormati almarhum (ritual terseebut disebut Ma'badong) Ritual tersebut dianggap sebagai komponen terpenting dalam upacara pemakaman dan tarian Ma'randing mengawali prosesi ketika jenazah dibawa dari lumbung padi menuju rante, tempat upacara pemakaman. Selama upacara, para perempuan dewasa melakukan tarian Ma'katia sambil bernyanyi dan mengenakan kostum baju berbulu.
Suku Toraja bernyanyi dan menari selama musim panen. Tarian Ma'bugi dilakukan untuk merayakan Hari Pengucapan Syukur.
tarianMa'gandangi ditampilkan ketika suku Toraja sedang menumbuk beras
tarian perang, misalnya tarian Manimbong yang dilakukan oleh pria dan kemudian diikuti oleh tarian Ma'dandan oleh perempuan.
Ma'bua adalah upacara Toraja yang penting ketika pemuka agama mengenakan kepala kerbau dan menari di sekeliling pohon suci.
Alat musik tradisional Toraja adalah suling bambu yang disebut Pa'suling. Suling berlubang enam ini dimainkan pada banyak tarian, seperti pada tarian Ma'bondensan, ketika alat ini dimainkan bersama sekelompok pria yang menari dengan tidak berbaju dan berkuku jari panjang.
Suku Toraja juga mempunyai alat musik lainnya, misalnya Pa'pelle yang
dibuat dari daun palem dan dimainkan pada waktu panen dan ketika upacara pembukaan rumah.
kepercayaan• Sistem kepercayaan tradisional
suku Toraja adalah kepercayaan animisme politeistik yang disebut aluk, atau "jalan" (kadang diterjemahkan sebagai "hukum"). Dalam mitos Toraja, leluhur orang Toraja datang dari surga dengan menggunakan tangga yang kemudian digunakan oleh suku Toraja sebagai cara berhubungan dengan Puang Matua, dewa pencipta.[Alam semesta, menurutaluk, dibagi menjadi dunia atas (Surga) dunia manusia (bumi), dan dunia bawah.
Aluk bukan hanya sistem kepercayaan, tetapi juga merupakan gabungan dari hukum, agama, dan kebiasaaan. Aluk mengatur
kehidupan bermasyarakat, praktik pertanian, dan ritual keagamaan. Tata caraAluk bisa berbeda antara satu desa dengan desa
lainnya. Satu hukum yang umum adalah peraturan bahwa ritual kematian dan
kehidupan harus dipisahkan. Suku Toraja percaya bahwa ritual kematian akan
menghancurkan jenazah jika pelaksanaannya digabung dengan ritual kehidupan. Kedua
ritual tersebut sama pentingnya. Ketika ada para misionaris dari Belanda,
orang KristenToraja tidak diperbolehkan menghadiri atau menjalankan ritual
kehidupan, tetapi diizinkan melakukan ritual kematian.Akibatnya, ritual kematian masih
sering dilakukan hingga saat ini, tetapi ritual kehidupan sudah mulai jarang dilaksanakan.
Kemasyarakatan (sistem kekebalan)
• Masyarakat toraja terbagi atas keluarga inti, penanggung jawab keluarga adalah ayah dan diganti anak laki2 bila meninggal. Sedangkan ibu hanyalah mendidik anak dan menjaga nama baik keluarga. Masyarakat toraja mengikuti garis keturunan bilateral
Ilmu pengetahuan
• Masyarakat toraja mempunyai sistem pengetahuan waktu yg berhubungan dengan hari yang baik atau bulan yg baik. Dalam kehidupan masyarakat toraja dikenal 3 waktu :
Pertanam (setahun padi)
Sang bulan (30 hari)
Sang pasa (sepekan)
Pakaian Adat