tugas sosio indah

22
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang penuh dengan banyak konflik, baik dari agamanya, sukunya, bahasanya, ras dan lain-lain. Termasuk berbagai macam konflik yang ada di Indonesia. Dengan bebagai macam konflik yang ada di Indonesia tersebut, tentu sangat banyak contoh-contok konflik yang sampai sekarang mungkin belum dapat diselesaikan. Konflik pun terbagi menjadi Primordialisme, Etnosentrisme dan Politik Aliran. Dengan adanya macam konflik, kita dapat mengetahui apa saja yang termasuk dalam contoh konkret dari macam-macam konflik tersebut. Banyak konflik yang terjadi di indonesia yang dikarenakan adanya perselisihan antar suku. Oleh karena itu, saya membuat karya ilmiah yang bertentangkan Contoh Konflik di Indonesia. Saya harap dengan adanya karangan ini, dapat menambah dan memberikan pengetahuan serta informasi lainnya bagi semuanya. 1.2. Rumusan Masalah 1

Upload: niko-tobing

Post on 26-Nov-2015

85 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

jj

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

1.1. Latar BelakangIndonesia merupakan negara yang penuh dengan banyak konflik, baik dari agamanya, sukunya, bahasanya, ras dan lain-lain. Termasuk berbagai macam konflik yang ada di Indonesia. Dengan bebagai macam konflik yang ada di Indonesia tersebut, tentu sangat banyak contoh-contok konflik yang sampai sekarang mungkin belum dapat diselesaikan. Konflik pun terbagi menjadi Primordialisme, Etnosentrisme dan Politik Aliran. Dengan adanya macam konflik, kita dapat mengetahui apa saja yang termasuk dalam contoh konkret dari macam-macam konflik tersebut. Banyak konflik yang terjadi di indonesia yang dikarenakan adanya perselisihan antar suku.Oleh karena itu, saya membuat karya ilmiah yang bertentangkan Contoh Konflik di Indonesia. Saya harap dengan adanya karangan ini, dapat menambah dan memberikan pengetahuan serta informasi lainnya bagi semuanya.

1.2. Rumusan MasalahAdapun rumusan masalah pada karya tulis saya meliputi:a. Apa pengertian dari Etnosentrisme?b. Apa contoh konkret dari Etnosentrisme di Indonesia?c. Siapa saja tokoh sosiologi yang mendukung dari pernyataan tersebut?d. Bagaimana cara untuk menghindari adanya konflik antar suku?

1.3. Tujuan penelitian Tujuan saya pada pembuatan karya tulis ini meliputi:a. Mengetahui apa saja konflik-konflik yang ada di Indonesia.b. Mengetahui bagaimana cara menghilangkan konflik-konflik tersebut.

1.4. Manfaat penelitianManfaat dari karya tulis saya ini adalah memberi informasi pada masyarakat umum mengenai konflik-konflik apa saja yang terjadi di Indonesia pada saat ini.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1. Etnosentrisme 2.1.1. Pengertian Etnsentrisme

Etnosentrisme yaitu suatu sikap menilai kebudayaan masyarakat lain dengan menggunakan ukuran-ukuran yang berlaku dimasyarakatnya. Etnosentrisme dapat juga diartikan sikap atau paham yang menganggap budaya masyarakat lebih tinggi dibanding budaya masyarakat lain.Etnosentrisme membuat kebuadayaan kita sebagai patokan untuk mengukur baik buruknya, tinggi rendahnya dan ebnar atau ganjilnya kebudayaan lain ini sering dinyatakan dalam ungkapkan orang-orang terpilih, ras unguul, penganut sejati, dsb.Enosentrisme juga dapat diartikan sebagai kecenderungan yang menganggap nilai-nilai dan norma-norma kebudayaannya sendiri sebagai suatu yang prima, yang terbaik, mutlak dan dipergunakannya sebagai tolak ukur untuk membedakannya dengan kebudayaan lain.Apabila tidak dikelola dengan baik, perbedaan budaya dan adat istiadat antarkelompok masyarakat tersebut akan menimbulkan konflik sosial akibat adanya sikap etnosentrisme. Sikap tersebut timbul karena adanya anggapan suatu kelompok masyarakat bahwa mereka memiliki pandangan hidup dan sistem nilai yang berbeda dengan kelompok masyarakat lainnya.Contoh yang lain adalah kebiasaan memakai koteka bagi masyarakat papua pedalaman. Jika dipandang dari sudut masyarakat yang bukan warga papua pedalaman, memakai koteka mungkin adalah hal yang sangat memalukan. Tapi oleh warga pedalaman papua, memakai koteka dianggap sebagai suatu kewajaran, bahkan dianggap sebagai suatu kebanggan.

BAB IIIISI

3.1. Definisi EtnosentrismeEtnosentrisme adalah suatu sikap menilai kebudayaan masyarakat lain dengan menggunakan ukuran-ukuran yang berlaku di masyarakatnya. Etnosentrisme dapat juga diartikan fanatisme suku bangsa. Dalam etnosentrisme, ukuran yang dipakai adalah ukuran- ukuran masyarakatnya, maka orang akan selalu menganggap kebudayaannya memiliki nilai lebih tinggi dari kebudayaan kelompok masyarakat lain. Adanya sisi positif dan sisi negatif dari Etnosentrisme, meliputi:Sisi Positif dan Negatif dari Etnosentrisme:a. Sisi Positif Etnosentrisme: Menjaga keutuhan dan kestabilan budaya. Mempertinggi semangat patriotisme dan kesetiaan pada bangsa. Memperteguh rasa cinta terhadap budaya dan bangsa.b. Sisi Negatif Etnosentrisme: Menimbulkan konflik antar golongan atau kebudayaan.

Salah satu contoh dari fenomena ini adalah ketika terjadi pengusiran terhadap etnis Madura di Kalimantan, banyak etnis Madura di lain tempat mengecam pengusiran itu dan membantu para pengungsi. Etnosentrisme memiliki dua tipe yang satu sama lain saling berlawanan: Tipe pertama adalah etnosentrisme fleksibel. Seseorang yang memiliki etnosentrisme ini dapat belajar cara-cara meletakkan etnosentrisme dan persepsi mereka secara tepat dan bereaksi terhadap suatu realitas didasarkan pada cara pandang budaya mereka serta menafsirkan perilaku orang lain berdasarkan latar belakang budayanya. Tipe kedua adalah etnosentrisme infleksibel. Etnosentrisme ini dicirikan dengan ketidakmampuan untuk keluar dari perspektif yang dimiliki atau hanya bisa memahami sesuatu berdasarkan perspektif yang dimiliki dan tidak mampu memahami perilaku orang lain berdasarkan latar belakang budayanya.Sikap etnosentrisme dipengaruhi oleh banyak hal, diantaranya tipe kepribadian, derajat identifikasi etnik, dan ketergantungan. Semakin tinggi derajat identifikasi etnik umumnya semakin tinggi pula derajat etnosentrisme yang dimiliki, meski tidak selalu demikian. Helmi (1991) misalnya menemukan bahwa generasi muda etnik Cina memiliki sikap etnosentrik lebih rendah daripada yang tua. Temuan ini membuktikan bahwa semakin terikat seseorang terhadap etniknya maka semakin tinggi pula etnosentrisme yang dimiliki, sebab generasi tua etnik Cina umumnya memang masih cukup kuat terikat dengan negeri leluhurnya dibandingkan generasi mudanya yang telah melebur dengan masyarakat mayoritas lainnya.Etnosentrisme jelas bukan sesuatu yang harus dihilangkan sama sekali. Ia patut dipelihara karena etnosentrisme memang fungsional. Dalam hal ini etnosentrisme fleksibellah yang harus dikembangkan. Dengan etnosentrisme fleksibel, kehidupan multikultur yang damai bisa berlangsung sementara masing-masing kultur tidak kehilangan identitasnya.

3.2. Contoh Konkret EtnosentrismeBanyak sekali contoh-contoh konflik Etnosentrisme yang terjadi di Indonesia. Berikut merupakan salah satu contoh dari Etnosentrisme:Sudah tidak heran lagi bila menyaksikan jumlah suku asli lampung lebih sedikit dibandingkan suku-suku pendatang lainya. Bahasa yang digunakan sehari hari pun adalah bahasa Indonesia, berbeda dengan provinsi yang bertetangga dengan lampung seperti bengkulu dan sumatera selatan yang masih menggunakan bahasa daerah masing masing sebagai alat komunikasi. Bahkan di beberapa kota / daerah di lampung bahasa jawa digunakan sebagai bahasa komunikasi.Tentunya dengan berbaurnya berbagai macam suku tersebut maka tingkat kecenderungan untuk terjadinya konflik pun semakin tinggi. Sebenarnya konflik konflik antar suku sudah sering terjadi di provinsi lampung baik itu antara suku asli lampung dengan bali seperti yang terjadi saat ini, maupun jawa dengan bali atau lampung dengan jawa. Kenapa hanya ketiga suku tersebut yang sering terlibat konflik ? ya memang karena ketiga suku tersebutlah populasinya yang paling banyak.Di beberapa daerah di lampung kita bisa menemukan sebuah desa yang seluruh penduduknya berisi orang bali. Di tempat tersebut juga biasanya terdapat sebuah pura besar tempat mereka melakukan kegiatan agama, sama persis seperti keadaan di bali.Pada sisi lain masyarakat asli Lampung yang memiliki falsafah hidupfiil pesenggiridengan salah satu unsurnya adalahNemui-nyimahyang berarti ramah dan terbuka kepada orang lain, maka tidak beralasan untuk berkeberatan menerima penduduk pendatang. Tetapi dengan seiring waktu falsafah hidup tersebut mulai luntur dikarenakan berbagai macam hal.Suku asli Lampung pada dasarnya bersikap sangat baik terhadap para pendatang, mereka menyambut baik kedatangan para pendatang tersebut tetapi memang terkadang para pendatang lah yang sering menyulut amarah penduduk asli lampung. Sebagai tuan rumah, suku asli lampung tentunya tidak akan tinggal diam jika mereka merasa dihina oleh suku lain apalagi hal tersebut berkaitan dengan masalahharga diri.Konflik antar suku dilampung memang bukan merupakan sebuah hal baru, konflik tersebut sudah pernah terjadi sebelumnya dan pemicunya hanyalah berawal dari masalah sepele. Bahkan di tempat yang sama dengan saat ini terjadi perang suku saat ini yaitu di Sidorejo kecamatan Sidomulyo juga pernah terjadi pada bulan januari 2012 kemarin, pemicunya adalah perebutan lahan parkir. Berikut ini beberapa perang antar suku yang pernah terjadi di Lampung : Pembakaran pasa Probolinggo Lampung Timur oleh suku bali. 29 Desember 2010 : Perang suku Jawa / Bali vs Lampung berawal dari pencurian ayam. September 2011 : Jawa vs Lampung Januari 2012 : Sidomulyo Lampung Selatan Bali vs Lampung Oktober 2012 : Sidomulyo Lampung Selatan.Konflik diatas adalah beberapa konflik yang terhitung besar, selain konflik besar yang pernah terjadi diatas di lampung juga sering terjadi konflik konflik kecil antar suku namun biasanya hal tersebut masih bisa diredam sehingga tidak membesar. Dari konflik konflik kecil tersebut timbullah dendam diantara para suku suku tersebut sehingga jika terjadi insiden kecil bisa langsung berubah menjadi sebuah konflik besar. Pengelompokan suku di daerah lampung memang sudah terjadi sejak lama, bahkan hal tersebut sudah terjadi sejak mereka remaja. Di beberapa sekolah didaerah lampung anak anak suku bali tidak mau bermain / bersosialisasi dengan anak anak suku lainnya begitu juga dengan anak anak dari suku jawa maupun lampung. Mereka biasanya berkelompok berdasarkan suku mereka sehingga jika diantara kelompok tersebut terjadi perselisihan tentunya akan melibatkan suku mereka.Berikut kronologis lengkap bentrok yang merenggut 3 nyawa tersebut :Pada hari Minggu tanggal 28 Oktober 2012 pukul 09.30 WIB di desa Sidorejo kecamatan Sidomulyo kabupaten Lampung Selatan, telah terjadi bentrokan antara warga suku Lampung dan warga suku Bali.Kronologis kejadian : Pada hari Sabtu tanggal 27 Oktober 2012 pukul 17.30 WIB telah terjadi kecelakaan lalu-lintas di jalan Lintas Way Arong Desa Sidorejo (Patok) Lampung Selatan antara sepeda ontel yang dikendarai oleh suku Bali di tabrak oleh sepeda motor yang dikendarai An. Nurdiana Dewi, 17 tahun, (warga Desa Agom Kec. Kalianda Kab. Lampung Selatan berboncengan dengan Eni, 16 Th, (warga desa Negri Pandan Kec. Kalianda Kab. Lampung Selatan).Dalam peristiwa tersebut warga suku Bali memberikan pertolongan terhadap Nurdiana Dewi dan Eni, namun warga suku Lampung lainnya memprovokasi bahwa warga suku Bali telah memegang dada Nurdiana Dewi dan Eni sehingga pada pukul 22.00 WIB warga suku Lampung berkumpul sebanyak + 500 orang di pasar patok melakukan penyerangan ke pemukiman warga suku Bali di desa Bali Nuraga Kec. Way Pani. Akibat penyerangan tersebut 1 (satu) kios obat-obatan pertanian dan kelontongan terbakar milik Sdr Made Sunarya, 40 tahun, Swasta.Pada hari Minggu tanggal 28 Oktober 2012 pukul 01.00 WIB, masa dari warga suku Lampung berjumlah + 200 orang melakukan pengrusakan dan pembakaran rumah milik Sdr Wayan Diase. Pada pukul 09.30 WIB terjadi bentrok masa suku Lampung dan masa suku Bali di Desa Sidorejo Kecamatan Sidomulyo Kabupaten Lampung Selatan. Akibat kejadian tersebut 3 (tiga) orang meninggal dunia masing-masing bernama: Yahya Bin Abdul Lalung, 40 tahun, Tani, (warga Lampung) dengan luka robek pada bagian kepala terkena senjata tajam, Marhadan Bin Syamsi Nur, 30 tahun, Tani, (warga Lampung) dengan luka sobek pada leher dan paha kiri kanan dan Alwi Bin Solihin, 35 tahun, Tani, (warga Lampung), sedangkan 5 (lima) orang warga yang mengalami luka-luka terkena senjata tajam dan senapan angin masing-masing : An. Ramli Bin Yahya, 51 tahun, Tani, (warga Lampung) luka bacok pada punggung, tusuk perut bagian bawah pusar, Syamsudin, 22 tahun, Tani, (warga Lampung) Luka Tembak Senapan Angin pada bagian Kaki. Ipul, 33 tahun, Swasta, (warga Lampung) Luka Tembak Senapan Angin pada bagian paha sebelah kanan dan Mukmin Sidik, 25 tahun, Swasta, (warga Lampung) luka Tembak Senapan Angin di bagian betis sebelah kiri.Kasus ditangani Polres Lampung Selatan Polda Lampung.Mungkin dengan kejadian ini bisa menjadi pelajaran bagi para penduduk lampung untuk melakukan instropeksi diri masing masing. Banyak warga asli lampung mengatakan para pendatang didaerah mereka tidak tahu diri, tidak sopan atau menghargai mereka sebagai penduduk asli. Begitu juga dengan warga pendatang jangan karena merasa mereka memiliki kelompok yang banyak dan memiliki solidaritas yang besar terus bersikap semena mena terhadap suku lainnya karena walau bagaimanapun mereka adalah pendatang / tamu dan layaknya seorang tamu tentu harus menghormati tuan rumah.Segala macam upaya telah dilakukan oleh pemerintah untuk meredam konflik di Lampung, sering diadakannya pertemuan antar ketua adat di lampung ternyata belum mampu meredam konflik konflik yang sering terjadi, hal tersebut terjadi karena diantara mereka sebenarnya saling menyimpan dendam.Salah satu contoh Etnosentrisme di Indonesia adalah perilaku carok dalam masyarakat Madura. Menurut Latief Wiyata, carok adalah tindakan atau upaya pembunuhan yang dilakukan oleh seorang laki-laki apabila harga dirinya merasa terusik. Secara sepintas, konsep carok dianggap sebagai perilaku yang brutal dan tidak masuk akal. Hal itu terjadi apabila konsep carok dinilai dengan pandangan kebudayaan kelompok masyarakat lain yang beranggapan bahwa menyelesaikan masalah dengan menggunakan kekerasan dianggap tidak masuk akal dan tidak manusiawi. Namun, bagi masyarakat Madura, harga diri merupakan konsep yang sakral dan harus selalu dijunjung tinggi dalam masyarakat. Oleh karena itu, terjadi perbedaan penafsiran mengenai masalah carok antara masyarakat Madura dan kelompok masyarakat lainnya karena tidak adanya pemahaman atas konteks sosial budaya terjadinya perilaku carok tersebut dalam masyarakat Madura. Contoh etnosentrisme dalam menilai secara negatif konteks sosial budaya terjadinya perilaku carok dalam masyarakat Madura tersebut telah banyak ditentang oleh para ahli ilmu sosial.Kedua contoh konkret Etnosentrisme tersebut dikategorikan sebagai contoh konkret dari Etosentrisme karena kedua-duanya sangat membela atau membenarkan bahwa kebudayaannyalah yang paling benar. Kedua kasus tersebut lebih mementingkan budayanya masing-masing tanpa memikirkan budaya lain. Akibat dari tidak memikirkan budaya lain seperti kasus Lampung VS Bali, karena adanya dendam antar suku budaya yang mengakibatkan pura di Bali dibakar habis oleh warga lampung, demikian sama halnya juga konflik di Madura yang perilaku carok di masyarakat masih berlangsung. Carok tersebut masih berlangsung dikarenakan para lelaki yang merasa terusik, apabila laki-laki tersebut terusik maka para lelaki melakukan carok atau dengan cara kekerasan. Demikianlah salah satu contoh-contoh konflik Etnosentrisme yang terjadi di Indonesia yang patut untuk dihindari oleh masyarakat lain karena apabila perilaku tersebut masih berlangsung maka hidup tidak akan terasa damai, oleh karena itu untuk menyelesaikan suatu permasalahan baiknya diselesaikan dengan kepala dingin atau dengan baik-baik. Agar konflik yang terjadi di Indonesia semakin berkurang. 3.3. Upaya menghindari adanya konflik EtnosentrismeUntuk menghindari atau mengurangi adanya konflik yang terjadi di Indonesia antar suku atau daerah maka kita sebagai masyarakat harus belajar untuk saling menghargai budaya atau kelompok lain.

Menurut Schraman (dalam Mulyana dan Rakhmat, 2001:6-7),untuk mencapai komunikasi antarbudaya yang benar-benar efektif ada beberapa hal yang harus kita perhatikan, yaitu: 1.menghormati anggota budaya lain sebagai manusia. 2.menghormati budaya lain sebagaimana apa adanya dan bukan sebagaimana yang dikehendaki.3.menghormati hak anggota budaya lain untuk bertindak berbeda dari cara bertindak.4.komunikator lintas budaya yang kompeten harus belajar menyenangi hidup bersama orang dari budaya lain.

Upaya yang dapat dilakukan secara individu maupun kelompok:1.PersepsiMenurut Mulyana (Mulyana, 2003:176) bahwa persepsi sosial mengandung beberapa prinsip, antara lain: persepsi berdasar pengalaman, persepsi bersifat selektif, persepsi bersifat dugaan, persepsi bersifat evaluatif, dan persepsi bersifat kontekstual.2.Komunikasi VerbalMulyana (2003:237-238) mengatakan bahwa bahasa sebagai sistem kode verbal, terbentuk dari beberapa simbol, dan di atur untuk mengkombinasikan simbol-simbol tersebut, kemudian digunakan dan dipahami suatu kelompok.Andrea L. Rich (dalam Mulyana, 2003:251) mengatakan bahwa bahasa terikat oleh budaya. Karenanya, menurut hipotesis Sapir-Whorf, sering juga disebut Teori Relativitas Linguistik, sebenarnya setiap bahasa menunjukkan suatu dunia simbolik yang khas, yang melukiskan realitas pikiran, pengalaman batin, dan kebutuhan penggunanya.Menurut Ohoiwutun (1997:99-107) dalam komunikasi antarbudaya ada beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu: kapan orang berbicara, apa yang dikatakan, hal memperhatikan, intonasi,gaya kaku dan puitis, dan juga bahasa tidak langsung. Dalam hal ini, kehati-hatian sangat penting dalam berkomunikasi karena tidak jarang jika kita salah sedikit saja ataupun sesuatu yang kita ucapkan dimaknai berbeda oleh orang lain maka akan timbul kesalahpahaman, konflik, kebencian.3.Komunikasi Non-VerbalSecara sederhana, pesan nonverbal adalah semua isyarat yang bukan kata-kata (Mulyana,2003:308). Kebanyakan isyarat nonverbal tidak universal, melainkan terikat oleh budaya, jadi dipelajari, bukan bawaan. Sedikit saja isyarat nonverbal yang merupakan bawaan. Kita semua lahir dan mengetahui bagaimana tersenyum, namun dimana, kapan, dan kepada siapa kita menunjukkan emosi ini dipelajari, oleh karena itu perlunya pengaruh konteks dan budaya. Simbol-simbol nonverbal sangat sulit untuk ditafsirkan bila dibandingkan dengan simbol-simbol verbal. Namun tidak sedikit juga melihat bahwa bahasa nonverbal cenderung selaras dengan bahasa verbal, misalnya setiap gerakan sinkron dengan ucapan, seperti kita menyatakan setuju selalu disertai dengan anggukan kepala, menolak disertai gelengan kepala, kerutan dahi ketika merasa bingung.

BAB IVKESIMPULAN DAN SARAN

4.1. KesimpulanKesimpulan dari karya tulis ini adalah adanya konflik-konflik yang dialami oleh masyarakat Indonesia yang dikarenaka adanya perbedaan suku, budaya, agama atau daerah yang menyebabkan adanya konflik antar masyarakat atau kelompok. Untuk menghindari konflik tersebut, sebagai warga negara yang baik harus menghargai atau menghormati antar budaya satu sama lain.

4.2. SaranSebagai warga negara sebaiknya kita hindari adanya perselisihan antara kelompok satu dengan yang lain dengan tujuan untuk mengurangi percekcokan antar daerah. Sehingga konflik yang terjadi di Indonesia semakin berkurang.

DAFTAR PUSTAKA

http://mbahkarno.blogspot.com/2012/10/pengertian-etnosentrisme-dan.htmlhttp://hikmatulfadhilah.blogspot.com/2011/12/definisi-primordialisme-etnosentrisme.htmlhttp://pengantar-sosiologi.blogspot.com/2009/04/bab-7-kebudayaan-dan-masyarakat.htmlhttp://fikomuntarkapitad2.wordpress.com/2012/11/21/pertemuan-9-etnosentrisme-14-november-2012/http://www.psikoterapis.com/?en_etnosentrisme,304http://mbahkarno.blogspot.com/2012/10/contoh-etnosentrisme-di-indonesia.htmlhttp://weloveensha.blogspot.com/2011/11/upaya-menangkal-etnosentrisme-dalam.html

14