sosio proposal
DESCRIPTION
proposal skripsiTRANSCRIPT
PROPOSAL PENELITIAN PENULISAN HUKUM
PROGRAM SARJANA S1
I. JUDUL PENULISAN HUKUM
“PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP KERUGIAN ATAS JASA
PENGANGKUTAN BARANG”
II. LATAR BELAKANG PENELITIAN :
Istilah pengangkutan sering kali kita dengar dalam kehidupan sehari-hari.
Manusia memerlukan pengangkutan untuk mengirim barang dari satu tempat ke
tempat yang lain. Atau jika dalam pengangkutan orang, mereka memerlukan
pengangkutan untuk berpindah dari satu tempat ke tempat lain dalam jarak yang
tidak dapat mereka tempuh sendiri. Pengangkutan sendiri adalah suatu keadaan
pemindahan barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan suatu tujuan
tertentu, baik untuk memperoleh nilai tambah atau guna barang-barang
komersial maupun untuk tujuan non komersial.1
Sarana transportasi merupakan faktor penting dalam penyelenggaraan
pengangkutan. diperlukan sarana transportasi yang memadai baik transportasi
darat, laut, dan udara baik dalam pengangkutan orang maupun pengangkutan
barang. Pentingnya sarana transportasi ini tercermin dari semakin meningkatnya
tuntutan masyarakat akan jasa pengangkutan umum dan pengangkutan barang.
Pengangkutan sendiri dikatakan sebagai sebuah jasa. Jasa untuk membantu
penumpangnya baik orang maupun barang agar bisa berpindah sesuai kebutuhan
yang diinginkan masyarakat. Dan jasa tersebut di Indonesia sudah menjadi
sebuah obyek yang bernilai ekonomis dalam arti dapat ditukar dengan uang.
1 Catatan hukum transportasi kelas A tanggal 4 maret 2014 dosen Rinitami Njatrijani SH, M.Hum
Maka dari itu sebuah obyek yang bernilai ekonomis jika dibutuhkan oleh
banyak orang akan menjadi suatu kebutuhan yang dapat menjadi system yang
sangat berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat luas. Sesuai dengan yang
tertuang dalan alinea ke 2 Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yaitu
“……………..ke depan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia, yang
merdeka, berdaulat, adil dan makmur” Jika system transportasinya baik, maka
secara tidak langsung juga akan membantu masyarakat untuk mencapai taraf
penghidupan yang makmur dan layak. Dikatakan berpengaruh dan penting
didasari oleh beberapa faktor yaitu.
Pertama adalah faktor keadaan geografis Indonesia yang berupa daratan dan
perairan serta terdiri dari pulau-pulau yang memunculkan kebutuhan akan
transportasi darat, laut dan udara. Faktor kedua adalah kemajuan dan kelancaran
sarana transportasi akan menunjang pelaksanaan pembangunan yaitu berupa
peneybaran kebutuhan pembangunan, pemerataan pembangunan, dan distribusi
hasil pembangunan berbagai sector ke seluruh pelosok tanah air. Faktor ketiga
yaitu perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Perkembangan di bidang
sarana transportasi mendorong perkembangan pendidikan di bidang ilmu
pengetahuan dan teknologi pengangkutan modern, sarana dan prasarana
angkutan modern dan hukum angkutan modern.
Sebagai contoh pentingnya jasa pengangkutan dan hubungannya dengan
masyarakat, adalah system perekonomian masyarakat akan jauh lebih mudah
berkembang dengan pesat jika siistem pengangkutannya juga baik dan tertata.
Serta dengan adanya payung hukum yang jelas dan tegas, masyarakat akan
semakin yakin untuk memakai sarana transportasi yang tersedia karena mereka
merasa aman dan dilindungi kepentingannya.
Seperti dikatakan diatas, jasa pengangkutan adalah obyek yang bernilai
ekonomis dan banyak pihak yang membutuhkannya. Dan secara otomatis jika
banyak pihak yang membutuhkan, akan banyak pula pihak-pihak yang
menjadikan jasa pengangkutan sebagai obyek yang komersial.
Dari obyek yang komersial inilah akan muncul penyedia-penyedia jasa
pengangkutan baik di darat, laut ataupun udara. Baik dalam pengangkutan
barang atau orang/penumpang. Penyedia-penyedia jasa pengangkutan inilah
yang disebut sebagai produsen, Dan jika penyedia jasa disebut produsen maka
penumpang dan barang atau pengirimnya dapat disebut konsumen.
Di Indonesia telah banyak bermunculan produsen-produsen pengangkutan
barang maupun orang baik di darat, laut maupun udara. Pada awalnya hanya
pengangkutan darat saja, namun seiring berkembangnya teknologi maka
berkembang pula sarana transportasi lain seperti sarana transportasi laut bahkan
udara. Demikian berkembang juga kebutuhan manusia yaitu yang membutuhkan
sarana transportasi tersebut sebagai alat untuk mengangkut atau mengirimkan
barang dari satu tempat ke tempat lain dengan tujuan bisnis atau tujuan yang
lain.
Disinilah kemudian banyak menjamur jasa-jasa pengangkutan khusus untuk
pengangkutan barang. Disini, jasa pengangkutan adalah obyek yang diperjual
belikan antara pihak penyedia jasa kepada konsumennya yaitu si pengirim
barang. Selayaknya dalam perjanjian jual beli, harus terjadi kesepakatan antara
produsen dengan konsumen. Biasanya kesepakatan tersebut sudah tertuang
dalam sebuah perjanjian pengangkutan yang merupakan perjanjian campuran
dengan unsur-unsur yaitu pelayanan berkala, uunsur penyimpanan, unsur
pemberian kuasa dan perjanjian timbal balik.
Perjanjian timbal balik ini menimbulkan hak dan kewajiban masing-masing
pihak dalam perjanjian. Kewajiban konsumen adalah membayar sejumlah uang
sebagai apresiasi atas jasa pengangkutan barang. Sedangkan kewajiban produsen
termasuk di dalamnya si pengirim barang adalah menjamin barang yang
diangkut utuh, tidak musnah atau tidak rusak baik sebagian atau seluruhnya
Namun pada prakteknya pada jasa pengangkutan barang seringkali
menimbulkan ketidakpuasan terhadap konsumennya. Bahkan ketidakpuasan itu
sampai menimbulkan kerugian baik material maupun immaterial. Mulai dari
keterlambatan waktu tiba barang hingga kerusakan-kerusakan pada barang saat
proses pengangkutan.
Di Indonesia sendiri telah diberlakukan peraturan perundang-undangan yang
mengatur masalah perlindungan terhadap konsumen termasuk konsumen jasa
pengangkutan barang ini. Peraturan perundand-undangan yang dimaksud adalah
Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
(selanjutnya disebut UUPK). Dalam UUPK, diatur mengenai hak dari konsumen
atas kerugian yaitu dalam pasal 4 huruf h, yang menentukan hak konsumen
adalah:
“hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian
apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau
tidak sebagaimana mestinya”
Juga dalam pasal 7 huruf g mengenai kewajiban produsen untuk :
“memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang
dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian”
Kemudian pada Kitab Undang-Undang Hukum Dagang juga mengatur
mengenai kewajiban pengangkut yaitu dalam pasal 88 yang berbunyi :
“Iapun setelah barang-barang dagangan dan lainnya itu dikirimkannya, harus
menganggung segala kerusakan atau hilangnya barang-barang itu, yang mana
dapat dipersebabkan karena kesalahan atau kurangnya hati-hantinya”
Selama ini konsumen berada di pihak yang lemah dan hanya menjadi subyek
yang pasif karena tidak banyak yang bisa dilakukan. Konsumen yang dirugikan
hanya tidak mengetahui bahwa angka kerugian itu bisa ditekan atau bahkan
kerugian bisa dicegah. Oleh karena itulah penulis mengangkat tema karya ilmiah
dengan judul “PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP KERUGIAN
ATAS JASA PENGANGKUTAN BARANG”
III. PERUMUSAN MASALAH
Dari uraian latar belakang di atas dapat diidentifikasi beberapa pokok
permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan hukum ini, yakni sebagai
berikut :
1. Bagaimanakah pengaruh kerugian yang ditimbulkan oleh pihak penyedia
jasa terhadap konsumennya?
2. Apa yang dilakukan pihak konsumen dalam upaya mengurangi resiko
kerugian yang mungkin terjadi?
IV. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan umum mengenai perlindungan konsumen
I. Pengertian Perlindungan KonsumenPengertian perlindungan konsumen terdapat dalam
Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen (selanjutnya disebut Undang-Undang Perlindungan
Konsumen/UUPK), yaitusegala upaya yang menjamin adanya kepastian
hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.
Kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada
konsumen itu antara lain adalah denga meningkatkan harkat dan martabat
konsumen serta membuka akses informasi tentang barang dan/atau jasa
baginya, dan menumbuhkan sikap pelaku usaha yag jujur dan bertanggung
jawab.2
Tujuan yang ingin dicapai dalam perlindungan konsumen umumnya
dapat dibagi dalam tiga bagian utama, yaitu:2 Adrian Sutedi, Tanggung Jawab Produk Dalam Perlindungan Konsumen, Ghalia Indonesia, Bogor, 2008.
a) Memberdayakan konsumen dalam memilih, menentukan barang
dan/atau jasa kebutuhannya, dan menuntut hak-haknya (Pasal 3
huruf c);
b) Menciptakan sistem perlindungan konsumenyang memuat unsur-unsur
kepastian hukum, keterbukaan informasi, dan akses untuk
mendapatkan informasi itu (Pasal 3 huruf d);
c) Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai perlindungan
konsumen sehingga tumbuh sikap jujur dan bertanggung jawab
(Pasal 3 huruf e).
Tujuan Perlindungan Konsumen juga diatur dalam UUPK dalam
pasal 3 yaitu:
1) meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen
untuk melindungi diri;
2) mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara
menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau
jasa
3) meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih,
menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen;
4) menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung
unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses
untuk mendapatkan informasi;
5) menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya
perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan
bertanggung jawab dalam berusaha;
6) meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin
kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan,
kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen
Pada hakikatnya, perlindungan konsumen menyiratkan keberpihakan
kepada kepentingan-kepentingan (hukum) konsumen. Adapun
kepentingan konsumen menurut Resolusi perserikatan bangsa-Bangsa
Nomor 39/284 tentang Guidelines for Consumer Protection, sebagai
berikut:3
a. Perlindungan konsumen dari bahaya-bahaya terhadap kesehatan
dan keamanannya;
b. Promosi dan perlindungan kepentingan sosial ekonomi konsumen;
c. Tersedianya informasi yang memadai bagi konsumen untuk
memberikan kemampuan mereka melakukan pilihan yang tepat
sesuai kehendak dan kebutuhan pribadi;
d. Pendidikan konsumen;
e. Tersedianya upaya ganti rugi yang efektif;
f. Kebebasan untuk membentuk organisasi konsumen atau
organisasi lainnya yang relevan dan memberikan kesempatan pada
organisasi tersebut untuk menyuarakan pendapatnya dalam proses
pengambilan keputusan yang menyangkut kepentingan mereka.
II. Asas dan Tujuan Perlindungan Konsumen
Dalam Pasal 2 Undang-Undang Perlindungan Konsumen, asas
perlindungan konsumen adalah: Perlindungan konsumen berasaskan
manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan dan keselamatan konsumen,
serta kepastian hukum.
3 Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta: Sinar Grafika, 2009
Perlindungan konsumen diselenggarakan sebagai usaha
bersama berdasarkan 5 (lima) asas yang relevan dalam pembangunan
nasional, yaitu:
1) Asas manfaat dimaksudkan untuk mengamanatkan bahwa
segala upaya dalam menyelenggarakan perlindungankonsumen harus
memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan
pelaku usaha secara keseluruhan;
2) Asas keadilan dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat
dapat diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada
konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan
kewajibannya secara adil;
3) Asas keseimbangan dimaksudkan untuk memberikan
keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah
dalam arti materiil dan spiritual;
4) Asas keamanan dan keselamatan konsumen dimaksudkan
untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada
konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau
jasa yang dikonsumsi atau digunakan;
5) Asas kepastian hukum dimaksudkan agar pelaku usaha
maupun konsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam
menyelenggarakan perlindungan konsumen, serta negara menjamin
kepastian hukum.
Memperhatikan substansi Pasal 2 Undang-Undang Perlindungan
Konsumen demikian pula penjelasannya, tampak bahwa perumusannya
mengacu pada filosofi pembangunan nasional yaitu pembangunan manusia
Indonesia seutuhnya yang berlandaskan pada falsafah bangsa negara
Republik Indonesia.4
4 Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta: Rajawali Pers, 2010
Produsen dan Konsumen
Pengertian konsumen :
Secara harafiah arti kata consumer adalah (lawan dari produsen) setiap
orang yang menggunakan barang. Konsumen pada umumnya diartikan sebagai
pemakai terakhir dari produk yang diserahkan kepada mereka oleh pengusaha,
yaitu setiap orang yang mendapatkan barang untuk dipakai dan tidak untuk
diperdagangkan atau diperjualbelikan lagi5
Sedangkan menurut pasal 1 angka 2 UUPK , konsumen adalah:
“setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat,
baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk
hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan”
Pengertian produsen:
Istilah produsen berasal dari bahasa Belanda yakni producent, dalam
bahasa Inggris, producer yang artinya adalah penghasil6
Dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen tidak menggunakan
istilah produsen melainkan menggunakan istilah pelaku usaha. Dalam Pasal 3
angka 1 disebutkan bahwa:
“Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan
usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan
hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan
dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun
bersama-sama melalui perjanjian penyelenggaraan kegiatan usaha dalam
berbagai bidang ekonomi”
5 Janus Sidabalok, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti, 20106 N.H.T. Siahaan, Hukum Konsumen, Perlindungan Konsumen, dan Tanggung Jawab Produk, Jakarta: Panta Rei
B. Tinjauan umum mengenai Pengangkutan
I. Pengertian-pengertian
Pengangkutan adalah berasal dari kata “angkut” yang berarti mengangkut
dan membawa, sedangkan istilah pengangkutan dapat diartika sebagai pembawa
barang-barang atau orang-orang (penumpang)7. Pengangkutan adalah
perpindahan tempat, baik mengenai benda-benda maupun orang, karena
perpindahan itu mutlak diperlukan untuk mencapai dan meninggikan manfaat
serta efisien8.
Menurut Muctarudin Siregar, pengangkutan dilakukan karena nilai
barang ditempat tujuan lebih tinggi dari pada ditempat asalnya, karena itu
pengangkut memberikan nilai terhadap barang yang diangkut.9 Baik itu
pengangkutan orang atau penumpang maupun pengangkutan barang terdiri atas,
pengangkutan darat, pengangkutan udara dan juga pengangkutan laut termasuk
di dalamnya pengangkutan pedalaman atau pengangkutan lewat sungai.
Pengangkutan tersebut dilakukan untuk meningkatkan nilai barang ke
daerahdaerah terpencil.
Adapun arti hukum pengangkutan jika ditinjau dari segi keperdataan,
dapat diartikan sebagai keseluruhan peraturan-peraturannya, di dalam dan di luar
kodifikasi yang berdasarkan atas dan bertujuan untuk mengatur hubungan-
hubungan hukum yang terbit karena keperluan pemindahan barang-barang dan/
atau orang-orang dari suatu tempat ke tempat lain untuk memenuhi perikatan-
perikatan yang lahir dari perjanjian-perjanjian tertentu, termasuk perjanjian-
perjanjian untuk memberikan perantaraan
7 W. J. S. Poerwadarminta. Kamus Umum Bahasa Indonesia, Departemen P dan K, PN Balai Pustaka, Jakarta, 19768 Sinta Uli,Pengangkutan Suatu Tinjauan Hukum Multimoda Transport Angkutan Laut, Angkutan Darat dan Angkutan Udara, USU Press, Medan, 20069 Muctarudin Siregar, Beberapa Masalah Ekonomi dan Manajemen Pengangkutan,Lembaga Penerbitan Fakultas Ekonomi UI, Jakarta, 1981
Menurut Para Ahli
a. Abdulkadir Muhammad: Pengangkutan adalah proses kegiatan memuat barang
atau penumpang dari tempat pemuatan ke tempat tujuan dan menurunkan barang
atau penumpang dari alat pengangkutan ke tempat yang ditentukan.
b. HMN Purwosutjipto: Pengangkutan adalah perjanjian timbal balik antara
pengangkut dengan pengirim dimana pengangkut mengikatkan diri untuk
menyelenggarakan pengangkutan barang dan atau orang dari suatu tempat ke
tempat tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan pengirim mengikatkan diri
untuk membayar uang angkutan.
Ia juga mengartikan keadaan tidak selamat dalam 2 (dua) arti, yaitu barang tidak
ada, lenyap atau musnah, dan barangnya ada tetapi rusak sebagian atau
seluruhnya.
II. Pihak-pihak dalam pengangkutan
Pengangkutan baik itu pengangkutan barang maupun pengangkutan
penumpang terdiri atas beberapa pihak yang saling berhubungan, dan disatukan
dalam sebuah perjanjian pelayanan jasa. Adapun pihak-pihak yang terlibat
dalam pengangkutan barang, yaitu:
1. Pengirim barang
2. Pengangkut
3. Penerima Barang
Disebutkan pula oleh Abulkadir Muhammad : pihak pihak dalam
perjanjian pengangkutan niaga adalah mereka yang langsung terkait memenuhi
kewajiban dan memperoleh hak dalam perjanjaian pengangkutan niaga. Mereka
adalah pertama pengangkut yang berkewajiban pokok menyelenggarakan
pengangkutan dan berhak atas biaya angkutan. Kedua pengirim yang
berkewajiban pokok membayar biaya angkutan dan berhak atas penyelenggaraan
pengangkutan barangnnya. Ketiga penumpang yang berkewajiban pokok
membayar biaya angkut dan berhak atas penyelenggaraan pengggangkutan.
Dari pendapat Abulkadir Muhammad tersebut, dapat diperoleh
penjelasan mengenai masing-masing pihak pengangkutan.
Adapun penjelasannya adalah:
1. pihak pengangkut (penyedia jasa angkutan), yakni merupakan pihak yang
berkewajiban memberikan pelayanan jasa angkutan barang dan berhak atas
penerimaan pembayaran tarif angkutan sesuai yang telah diperjanjikan.
2. Pihak pengirim barang (pengguna jasa angkutan) yakni merupakan pihak
yang berkewajiban untuk membayar tarif angkutan sesuai yang telah disepakati
untuk memperoleh pelayanan jasa angkutan atas barang yang dikirimkannya.
3. Pihak penerima barang (pengguna jasa angkutan) yakni sama dengan pihak
pengirim dalam hal pihak pengirim dan penerima adalah merupakan subjek yang
berbeda. Namun ada kalanya pihak pengirim barang juga merupakan pihak
penerima barang yang diangkut.
4.2.3. Perjanjian Pengangkutan
Menurut R. Subekti perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji
kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan
sesuatu hal.10 Dan menurut pasal 1313 KUH Perdata, perjanjian adalah suatu perbuatan
dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau
lebih
10 R. Subekti. Hukum perjanjian. Catatan ke-6. Penerbit PT. Intermasa, Jakarta, 1979.
Jadi perjanjian pengangkutan dapat dirumuskan sebagai suatu peristiwa yang telah
mengikat seseorang untuk melaksanakan pengangkutan karena orang tersebut telah
berjanji untuk melaksanakannya , sedang orang lain telah pula berjanji untuk
melaksanakan suatu hal berupa memberikan sesuatu berupa pemberian imbalan(upah).
Perjanjian Pengangkutan adalah persetujuan dengan mana pengangkut mengikatkan
diri untuk menyelenggarakan pengangkutan penumpang dan atau barang dari satu
tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat, dan penumpang atau pengirim
mengikatkan diri untuk membayar biaya pengangkutan.
Dari pengertian dari perjanjian pengangkutan tersebut dapat dilihat bahwa
perjanjian pengangkutan adalah hukum secara timbal balik antara pengangkut (penyedia
jasa angkuatan) dengan penumpang dan /atau pengirim barang (pengguna jasa
angkutan) dimana masing masing pihak mempunyai kewajiban dan hak.
ASAS-ASAS PERJANJIAN ANGKUTAN
Ada empat asas pokok yang mendasari perjanjian pengangkutan:
1. asas konsensual
asas ini tidak mensyaratkan bentuk perjanjian angkutan secara tertulis, sudah cukup
apabila ada persetujuan kehendak antara pihak-pihak. Dalam kenyataannya, hampir
semua perjanjian pengangkutan darat, laut, dan udara dibuat secara tidak tertulis,
tetapi selalu didukung dokumen pengangkutan.
Dokumen pengangkutan bukan perjanjian tertulis melainkan sebagai bukti bahwa
persetujuan diantara pihak-pihak itu ada.
Alasan perjanjian pengangkutan tidak dibuat tertulis karena kewajiban dan hak
pihak-pihak telah ditentukan dalam undang-undang. Mereka hanya menunjuk (hal
24) atau menerapkanketentuan undang-undang.
2. asas koordinasi
asas ini mensyaratkan kedudukan yang sejajar antara pihak-pihak dalam perjanjian
pengangkutan.
Walaupun perjanjian pengangkutan merupakan ”pelayanan jasa”, asas subordinasi
antara buruh dan majikan pada perjanjian perburuan tidak berlaku pada perjanjian
pengangkutan.
3. asas campuran
perjanjian pengangkutan merupakan campuran dari tiga jenis perjanjian, yaitu
pemberian kuasa dari pengirim kepada pengangkut, penyimpan barang dari
pengirim kepada pengangkut, dan melakukan pekerjaan pengangkutan yang
diberikan oleh pengirim kepada pengangkut.
Jika dalam perjanjian pengangkutan tidak diatur lain, maka diantara ketentuan
ketiga jenis perjanjian itu dapat diberlakukan. Hal ini ada hubungannya dengan asas
konsensual.
4. asas tidak ada hak retensi
penggunaan hak retensi bertentangan dengan fungsi dan tujuan
pengangkutan. Penggunaan hak retensi akan menyulitkan pengangkut sendiri,
misalnya penyediaan tempat penyimpanan, biaya penyimpanan, penjagaan dan
perawatan barang.
Hak dan Kewajiban Pihak-pihak Pengangkutan
Kewajiban pengangkut ialah menjaga keselamatan barang yang diangkut sejak saat
penerimaannya sampai saat penyerahannya. Hal ini diatur dalam Pasal 468 KUHD.
Pengangkut juga diwajibkan mengganti kerugian yang disebabkan oleh rusak, hilangnya
barang baik seluruhnya atau sebagian, sehingga pengangkut tidak dapat menyerahkan
barang-barang yang ia angkut. Namun pengangkut dapat membebaskan dirinya dari
kewajiban tersebut asal ia dapat membuktikan bahwa tidak diserahkannya barang atau
adanya kerusakan itu karena terjadinya suatu peristiwa yang sepatutnya tidak dapat
dicegahnya atau dihindarinya atau adanya keadaan memaksa (overmacht) atau
kerusakan tersebut disebabkan karena sifat, keadaan atau cacat dari barang itu sendiri
atau juga karena kesalahan pengirim
Kewajiban dari pemakai jasa( pengirim) ialah membayar upah angkutan. Dan ia
harus secara jujur memberi tahu tentang keadaan barang yang akan diangkut kepada
pengangkut. Dalam hal ini pengirim tidak memberi tahukan secara benar kepada
pengangkut tentang barang-barang yang akan diangkut atau karena sifat, keadaan dan
cacat yang terdapat pada barang-barang dan karena itu pengangkut menderita kerugian,
maka pengangkut berhak untuk menuntut penggantian kerugian kepada pihak pemakai
jasa (pengirim). Sebaliknya kalau pihak pemakai jasa menderita kerugian sebagai akibat
pihak pengangkut tidak memenuhi apa yang menjadi isi perjanjian pengangkutan, maka
pihak pemakai jasa dapat menuntut pihak pengangkut yaitu yang dapat berupa
pembatalan perjanjian pengangkutan atau menuntut ganti rugi atau menuntut
pembatalan dan ganti rugi
Kewajiban penerima barang berdasarkan Pasal 491 KUHD, penerima wajib
membayar biaya pengangkutan kepada pengangkut setelah penyerahan barang
dilakukan di tempat tujuan. Tetapi kebiasaan yang berlaku dan diikuti adalah apabila
pengirim menyerahkan barang kepada pengangkut, ia harus membayar biaya
pengangkutan lebih dahulu, kemudian baru diperhitungkan dengan penerima. Salah satu
alasan bahwa kebiasaan ini diikuti karena pengangkut tidak mempunyai hak retensi bila
penerima tidak membayar biaya pengangkutan setelah barang diserahkan kepadanya
Kewajiban dan hak pihak-pihak dapat diketahui dari penyelengaraan pengangkutan,
atau berdasarkan dokumen pengangkutan yang diterbitkan dalam perjanjian tersebut.
Dokumen pengangkutan adalah setiap tulisan yang dipakai sebagai bukti dalam
pengangkutan, berupa naskah, tanda terima, tanda penyerahan, tanda milik atau hak.
Konsep tanggung jawab timbul karena pengangkutan tidak terjadi sebagaimana
mestinya atau pengangkut tidak memenuhi kewajibannya sebagaimana termuat dalam
dokumen pengangkutan.
Dalam perjanjian pengangkutan ada beberapa hal yang bukan tanggung jawab
pengangkut. Artinya apabila timbul kerugian, pengangkut bebas dari pembayaran ganti
kerugian. Beberapa hal itu adalah:
1. Keadaan memaksa (overmacht)
2. cacat pada barang atau penumpang itu sendiri
3. kesalahan atau kelalaian pengirim atau penumpang itu sendiri.
Ketiga hal ini diakui dalam undang-undang maupun dalam doktrin ilmu hukum.
Tujuan pihak-pihak
Tujuan pihak-pihak yang diakui sah oleh hukum pengangkutan "tiba di tempat
akhir pengangkutan dengan selamat" dan lunas pembayaran biaya pengangkutan.
Tujuan ini merupakan keadaan yang dicapai setelah perbuatan selesai dilakukan atau
berakhir. Tiba di tempat akhir pengangkutan artinya sampai di tempat yang ditetapkan
dalam perjanjian pengangkutan. Dengan selamat artinya barang yang diangkut tidak
mengalami kerusakan, kehilangan, kekurangan, kemusnahan, tetap seperti semula.
Pengertian "dengan selamat" disini terbatas pada tidak ada pengaruh akibat dari
perbuatan, keadaan, kejadian yang datang dari luar barang atau diri penumpang, yang
menjadi tanggung jawab pengangkut. Jika pengaruh itu datang dari dalam barang,
misalnya terlampau masak, mudah busuk, maka pengangkut tidak bertanggung jawab.
Tujuan dari pihak pengangkut adalah memperoleh pembayaran biaya pengangkutan.
Pembayaran ini dilakukan pada awal pengangkutan oleh pengirim, atau pada akhir
pengangkutan setelah penyerahan barang kepada penerima dan penerima membayar
biaya pengangkutan.
V. METODOLOGI PENELITIAN
Cara kerja keilmuwan salah satunya ditandai dengan penggunaan metode
( Inggris : method, Latin : methodus, Yunani : methodos – meta berarti sudah,
diatas, sedangkan hados berarti suatu jalan, suatu cara ). Dalam dunia riset,
penelitian merupakan aplikasi atau penerapan metode yang telah
ditentukandengan persyaratan yang ketat.
Metodologi penelitian adalah sekumpulan peraturan, kegiatan, dan prosedur
yang digunakan oleh pelaku suatu disiplin ilmu. Metodologi juga merupakan
analisis teoritis mengenai suatu caraatau metode.
Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yg berkaitan dgn analisa dan
konstruksi, yang dilakukan secara metotologis, sistematis dan konsisten.
Metodologis berarti sesuai dengan metode atau cara tertentu, sisitematis adalah
berdasarkan system, sedangkan konsisten berarti tidak adanya hal-hal yang
bertentangan dalam suatu kerangka tertentu11
A. Metode Pendekatan.
Pendekatan penelitian merupakan anak tangga untuk menentukan teori
penelitian yang akan dipakai, yang berguna untuk membatasi peneliti
mengeksplorasi landasan konseptual, dan dipakai untuk menentukan dari sisi
mana sebuah obyek penelitian akan dikaji.
Penelitian ini merupakan penmelitian hukum yang menggunakan
pendekatan Yuridis Empiris. Penelitian hukum ini didasarkan pada penelitian
lapangan atau penelitian data primer untuk memahami gejala-gejala hukum yang
mencakup pelaksanaan asas-asas hukum, kaidah-kaidah hukum, peraturan
perundang-undangan.12
11 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta; Universitas Indonesia,2010. Hal 4212 Romy Hanitjo Soemitro, Metode Penelitian Hukum dan Jurimentri , (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1990), hlm. 34
Metode pendekatan yuridis empiris berarti bahwa dalam mencari data yang
diperlukan tidak hanya berpegang pada segi-segi yuridis saja, melainkan juga
berpegang pada hasil penelitian dan fakta-fakta dilapangan
Spesifikasi Penelitian
Spesifikasi penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah deskriptif
analitis yaitu penelitian yang bertujuan untuk memberikan gambaran kepada
para pembaca mengenai materi yang akan disampaikan dengan mengambil
kasus yang terkait dan dihubungkan dengan aturan – aturan yang telah ada.
Kegiatan penelitian yang dilakukan penulis adalah kegiatan penelitian
kepustakaan sekaligus penelitian lapangan karena penelitian ini tidak hanya
mempelajari materi kepustakaan yang berupa pembelajaran mengenai materi
akan tetapi dilakukan juga pengambilan data langsung dilapangan.
B. Metode Pengumpulan Data
Penelitian yang dilakukan secara langsung melalui penerjunan pada
objeknya, dengan cara :
1. Observasi kepada pihak terkait khususnya konsumen yang mengalami
kerugian saat memakai jasa pengangkutan barang
2. Interview (wawancara)
Penulis mengambil informasi langsung dari pihak-pihak yange terlibat
dalam pengangkutan barang ini yaitu pihak penyedia jasa dan konsumen
yang dirugikan
3. Kajian Dokumenter
Penulis mempelajari secara teoritis untuk mendapat data sekundr yang dapat
menunjang penemuan-penenemuan dilapangan.
C. Metode Analisis Data
Data penelitian adalah informasi atau keterangan yang benar dan nyata yang
didapatkan dan hasil pengumpulan data dengan cara – cara tertentu. Informasi
atau keterangan tersebut akan dijadikan dasar dalam menjawab secara obyektif
masalah atau pertanyaan penelitian setelah melalui proses pengolahan dan
analisis data. Penulis menggunakan metode analisa kualitatif, yaitu data yang
diperoleh, kemudian disusun secara sistematis, untuk selanjutnya dianalisia
secara kualitatif, untuk mencapai kejelasan masalah yang akan dibahas.
VI. DAFTAR PUSTAKA
Catatan hukum transportasi kelas A tanggal 4 maret 2014 dosen Rinitami
Njatrijani SH, M.Hum
Adrian Sutedi, Tanggung Jawab Produk Dalam Perlindungan Konsumen,
Ghalia Indonesia, Bogor, 2008
Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta:
Rajawali Pers, 2010
Janus Sidabalok, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, Bandung:
Citra Aditya Bakti, 2010
N.H.T. Siahaan, Hukum Konsumen, Perlindungan Konsumen, dan Tanggung
Jawab Produk, Jakarta: Panta Rei
W. J. S. Poerwadarminta. Kamus Umum Bahasa Indonesia, Departemen P dan
K, PN Balai Pustaka, Jakarta, 1976
Sinta Uli,Pengangkutan Suatu Tinjauan Hukum Multimoda Transport
Angkutan Laut, Angkutan Darat dan Angkutan Udara, USU Press, Medan,
2006
Muctarudin Siregar, Beberapa Masalah Ekonomi dan Manajemen
Pengangkutan, Lembaga Penerbitan Fakultas Ekonomi UI, Jakarta, 1981
R. Subekti. Hukum perjanjian. Catatan ke-6. Penerbit PT. Intermasa, Jakarta,
1979
Soerjono Spekanto dan Sri Mamudi, Penelitian Hukum Normatif, Jakarta;
Ghalia Rajawali 1985
Romy Hanitjo Soemitro, Metode Penelitian Hukum dan Jurimentri , Jakarta:
Ghalia Indonesia, 1990