etiologi dan faktor resiko hiperemesis gravidarum
DESCRIPTION
Berisi tentang etiologi dan faktor penyebab dari hiperemesis gravidarumTRANSCRIPT
ETIOLOGI
Penyebab Hiperemesis Gravidarum belum diketahui secara pasti dan multifaktoral.
Perubahan-perubahan anatomik pada otak, jantung, hati dan susunan saraf disebabkan oleh
kekurangan vitamin serta zat-zat lain akibat inasisi.
Walaupun beberapa mekanisme yang diajukan bisa memberikan penjelasan yang layak,
namun bukti yang mendukung untuk setiap penyebab hiperemesis gravidarum masih belum jelas.
Beberapa teori yang dapat menjelaskan terjadinya hiperemesis gravidarum adalah faktor endokrin
dan non endokrin. Yang terkait dengan faktor endokrin antara lain Human Chorionic Gonodotrophin,
estrogen, progesteron, Thyroid Stimulating Hormone, Adrenocorticotropine Hormone, human
Growth Hormone, prolactin dan leptin. Sedangkan yang terkait dengan faktor non endokrin antara
lain immunologi, disfungsi gastrointestinal, infeksi Helicobacter pylori, kelainan enzym metabolik,
defisiensi nutrisi, anatomi dan psikologis..
Faktor sosial, psikologis dan organobiologik, yang berupa perubahan kadar hormon-hormon
selama kehamilan, memegang peranan dalam terjadinya hiperemesis gravidarum. Disfungsi pada
traktus gastrointestinal yang disebabkan oleh pengaruh hormon progesteron diduga menjadi salah
satu penyebab terjadinya mual dan muntah pada kehamilan. Peningkatan kadar progesteron
memperlambat motilitas lambung dan mengganggu ritme kontraksi otot-otot polos di lambung
(disritmia gaster). Selain progesteron, peningkatan kadar hormon human chorionic gonadotropin
(hCG) dan estrogen serta penurunan kadar thyrotropin-stimulating hormone (TSH), terutama pada
awal kehamilan, memiliki hubungan terhadap terjadinya hiperemesis gravidarum walaupun
mekanismenya belum diketahui. Pada studi lain ditemukan adanya hubungan antara infeksi kronik
Helicobacter pylori dengan terjadinya hiperemesis gravidarum. Sebanyak 61,8% perempuan hamil
dengan hiperemesis gravidarum yang diteliti pada studi tersebut menunjukkan hasil tes deteksi
genom H. pylori yang positif.
FAKTOR RESIKO
Faktor risiko untuk hiperemesis gravidarum adalah:
o Kehamilan sebelumnya dengan hiperemesis gravidarum
o Berat badan tinggi
o Kehamilan multipel
o Penyakit trofoblastik
o Nuliparitas
Merokok berhubungan dengan risiko yang lebih rendah untuk hiperemesis gravidarum.
Beberapa faktor predisposisi dan faktor lain yang ditemukan:
a. Faktor predisposisi yang sering ditemukan adalah primigravida, mola hitadossa dan
kehamilan ganda. Frekuensi yang tinggi pada mola hitadosa dan kehamilan ganda
menimbulkan dugaan bahwa faktor hormon memegang peranan, karena pada kedua
keadaan tersebut hormon Khorionik gonadotrophin dibentuk berlebihan.
Level Hormon HCG yang tinggi. Hormon ini meningkat cepat pada triwulan pertama
kehamilan dan dapat memicu bagian dari otak yang mengontrol mual dan muntah.
Peningkatan level estrogen. Mempengaruhi bagian otak yang mengontrol mual dan
muntah.
b. Masuknya vili khorialis dalam sirkulasi maternal dan perubahan metabolik akibat hamil serta
resistensi yang menurun dari pihak ibu terhadap perubahan ini merupakan faktor organik.
c. Perubahan GI track. Selama kehamilan, saluran cerna terdesak karena memberikan ruang
untuk perkembangan janin. Hal ini dapat berakibat refluks asama (keluarnya asam dari
lambung ke tenggorokan) dan lambung bekerja lebih lambat menyerap makanan sehingga
menyebabkan mual dan muntah.
d. Alergi. Sebagai salah satu respon dari jaringan ibu terhadap anak, juga disebut sebagai salah
satu faktor organik.
e. Diet tinggi lemak. Risiko HG meningkat sebanyak 5 kali untuk setiap penambahan 15 g lemak
jenuh setiap harinya.
f. Faktor psikologik memegang peranan penting pada penyakit ini walaupun hubungannya
dengan terjadinya hiperemesis gravidarum belum diketahui secara pasti. Stress dan
kecemasan dapat memicu terejadinya morning sickness. Rumah tangga yang retak,
kehilangan pekerjaan, takut terhadap kehamilan dan persalinan, takut terhadap tanggung
jawab sebagai ibu, dapat menyebabkan konflik mental yang dapat memperberat mual dan
muntah sebagai ekspresi tidak sadar terhadap keengganan menjadi hamil atau sebagai
pelarian karena kesukaran hidup. Tidak jarang dengan memberikan suasana yang baru sudah
dapat membantu mengurangi frekuensi muntah klien.
g. Infeksi H. Pylori
Reaksi tubuh terhadap infeksi H. Pylori pada wanita hamil, dapat berupa kerusakan
langsung pada mukosa lambung yang disebabkan oleh perubahan dalam pH lambung atau
melewati reaksi immunologik. Manifestasi infeksi H. pylori bisa merupakan akibat dari
perubahan pH lambung karena peningkatan akumulasi cairan yang disebabkan peningkatan
hormon steroid pada wanita hamil. Perubahan pH pada saluran pencernaan diduga dapat
menyebabkan manifestasi infeksi subklinis H. pylori yang menimbulkan gejala
gastrointestinal.
Lambung merupakan sebuah organ yang berisi cairan asam, yang menyebabkan
sebagian besar mikroorganisme tidak mampu berkolonisasi di sini. Namun penelitian
membuktikan bahwa masih cukup banyak spesies bakteri yang dapat memanfaatkan
lambung sebagai tempat tinggal mereka. Salah satu di antaranya adalah kuman H. pylori. H.
pylori mempunyai sifat khusus, tinggal di bawah lapisan mukus di permukaan epitel atau di
mukosa lambung. Bakteri H. pylori ini mempunyai mekanisme resistensi asam, khususnya
urease yang akan menguraikan urea menjadi karbon dioksida dan ammonia. Ammonia dapat
menetralisir asam hidroklorida dan dengan netralisasi asam di lambung maka bakteri dapat
mencapai epitel gaster. Infeksi H. pylori membutuhkan interaksi yang kompleks dari faktor
bakteri dan host. Beberapa peneliti mengidentifikasi protein bakteri yang diperlukan untuk
kolonisasi H. pylori pada mukosa lambung, termasuk protein yang aktif dalam pengangkutan
organisme ke permukaan mukosa (misalnya, flagellin, yang disandikan pada gen flaA dan
flaB). Begitu berada di dalam mukosa lambung, bakteri memicu hypochlorhydria dengan
mekanisme yang tidak diketahui. Enzym urease yang dihasilkan bakteri mengubah
lingkungan untuk mempermudah kolonisasi. Kemudian terjadi perlekatan melalui interaksi
antara glycolipid permukaan sel dan adhesin yang spesifik terhadap H. pylori. Juga ada
peranan protein yang disebut cecropin, yang dihasilkan H. pylori sehingga menghambat
pertumbuhan organisme pesaing, dan juga oleh adenosinetriphosphatase tipe P yang
membantu mencegah alkalinisasi berlebihan. Begitu melekat pada mukosa lambung, H.
pylori menyebabkan cedera jaringan dengan rangkaian kejadian yang kompleks yang
tergantung pada organisme dan host. H. pylori, seperti halnya semua bakteri Gram negatif,
mempunyai lipopolisakarida di dalam dinding selnya, yang bertindak merusak keutuhan
mukosa. Lebih jauh lagi, H. pylori melepaskan beberapa protein patologi yang memicu
cedera sel. Sebagai contoh misalnya, protein CagA, yang dihasilkan cytotoxic-associated
gene A (cagA), adalah protein yang sangat immunogenik, selain itu, produk protein
vacuolating cytotoxin A gene (vacA) yang kontak dengan epithelium diketahui terkait dengan
cedera mukosa.
Perubahan kekebalan humoral selama hamil juga bisa menyebabkan peningkatan
kerentanan terhadap infeksi H. pylori pada kehamilan. Begitu kolonisasi mukosa lambung
terjadi, sifat-sifat immunogenik dari H. pylori memicu reaksi inflamasi yang menyebabkan
manifestasi klinik dari infeksi. Proses ini diperantarai oleh faktor host, termasuk IL- 1, 2, 6, 8
dan 12, interferon gamma, TNF-α, limfosit T dan B serta sel-sel fagositik. Faktor ini
mengantarai cedera melalui pelepasan spesies oksigen reaktif dan cytokin inflamasi.
Selain menyebabkan cedera lokal mukosa lambung, H. pylori mengubah sekresi
lambung normal. Banyak studi menunjukkan bahwa pasien yang terinfeksi H. pylori
mengalami peningkatan kadar gastrin serum, yang pada gilirannya menyebabkan
peningkatan output asam. Kondisi ini menyebabkan atrophy sel-sel parietal yang
bertanggung jawab dalam memproduksi asam dan sel-sel yang memproduksi gastrin dari
antrum yang menstimulasi sekresi asam dan akhirnya menghasilkan achlorhydria.