ene 1 1an er u un an -...

77
0 DD EJ n 4 :::; I I. NU. 1668. ISSN 0852-1824 ene 1 1an er u un an 0 §] @] Pemanfaatan dan Penggunaan Sumber Daya Kelautan Kemana Korban Harus Mengadu Kelau Tertimpa Musibah Akibat Kecelakaan Dalam Dunia Penerbangan Peran Biro Klasifikasi Kapal Dalam Menunjang lndustri Transportasi Laut Terkait dengan Biro Klasifikasi Indonesia Profil dan Konsep Pengembangan Transportasi di Kawasan Manggarai Analisis Arus Penumpang Domestik dan lnternasional di Bandera Soekarno - Hatta Rangkuman Kaji Ulang Sistem Transportasi Nasional Dalam Rangka Mendukung Otonom i Daerah NO. 04/THN. XIV/2002

Upload: dinhcong

Post on 06-Mar-2019

230 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: ene 1 1an er u un an - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-081700000000013... · oleh warga negara RI sendiri atas lingkungan dan kandungan kekayaan

~ 0

DD

EJ

n 4 ~

~~

~

:::; I I. NU. 1668. ISSN 0852-1824

• • ene 1 1an er u un an 0 §]

~ @]

~ ~

Pemanfaatan dan Penggunaan Sumber Daya Kelautan

Kemana Korban Harus Mengadu Kelau Tertimpa Musibah Akibat Kecelakaan Dalam Dunia Penerbangan

Peran Biro Klasifikasi Kapal Dalam Menunjang lndustri Transportasi Laut Terkait dengan Biro Klasifikasi Indonesia

Profil dan Konsep Pengembangan Transportasi di Kawasan Manggarai

Analisis Arus Penumpang Domestik dan lnternasional di Bandera Soekarno - Hatta

Rangkuman Kaji Ulang Sistem Transportasi Nasional Dalam Rangka Mendukung Otonomi Daerah

NO. 04/THN. XIV/2002

Page 2: ene 1 1an er u un an - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-081700000000013... · oleh warga negara RI sendiri atas lingkungan dan kandungan kekayaan

Warta

Penelitian Perhubungan N0. 04/THN.XIV/2002

DEPARTEMEN PERHUBUNGAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN

Page 3: ene 1 1an er u un an - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-081700000000013... · oleh warga negara RI sendiri atas lingkungan dan kandungan kekayaan

• Warta

Penelitian Perhubungan Dewan Redaksi

PEUNDUNG

Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Perhubungan

PENASEHAT

Sekretaris Sadan Litbang Perhubungan Kepala Pusat Litbang Manajemen Transportasi Multimoda Kepala Pusat Litbang Perhubungan Darat Kepala Pusat Litbang Perhubungan .Laut Kepala Pusat Litbang Perhubungan Udara Kepala Pusat Litbang Pos dan Telekomunikasi

PEMIMPIN UMUM . Ir. L Denny Siahaan, Ms. Tr.

PEMIMPIN REDAKSI Asril Pasari bu, S.H.

REDAKTUR PELAKSANA Dra. Atik S. Kuswati

WAKIL REDAKTUR PELAKSANA Ratna Herawati, BSc.

DEWAN REDAKSI

Dr. Djoko Suhadi; Ir. Panal Sitorus, M.Si., A.P.U. ; Drs. Juren Capah; Drs. Amin Suwarto; Dra. Nurdjanah, M.M.; Ir. Mutharuddin; Ir. Paulus Raga, Ms.Tr.; Ors. Nahduddin, M.Sc.

KEUANGAN

Ir. Sugeng Karyanto; Ichwan Sofyan; Paulus Bambang.

EDITOR

Ir. Anwar Taufiek Hidajat; Elviana R. S., S. Korn., Sumarsono, S.E.; R. Sukiar Bastaman P.

TATA USAHA

Sri Atun, Supratnawati, Bambang Sugiarto

ALAMAT REDAKSI

BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN

Jalan Medan Merdeka Timur 5 Jakarta 10110

Telepon : (021) 34832945, · Faksimil : (021) 34833065.

Warta Penelitian menerima sumbangan karya tulis baik mengenai ilmu pengetahuan dan teknologi maupun informasi tentang kegiatan ilmiah lain yang berkaitan dengan dunia transportasi, pos dan telekomunikasi. Penulis ya ng artikelnya dimuat akan ·mendapat honorarium. Redaksi berhak mengadakan perubahan tulisan tanpa mengubah isi. Memuat sebuah tulisan tidak berarti Badan Litbang Perhubungan/Redaksi setuju akan isinya.

Page 4: ene 1 1an er u un an - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-081700000000013... · oleh warga negara RI sendiri atas lingkungan dan kandungan kekayaan

Pengantar Redaksi

engingat besarnya potensi serta kompleksnya permasalahan pemanfaatan sumber daya laut

maka perlu segera dirumuskan kebijakan-kebijakan perencanaan pengelolaan sumber daya Laut secara terpadu antara berbagai instansi, masyarakat, dan pihak ·swasta yang terkait. Masalah tersebut diulas oleh W. Nikson S. dalam tulisannya "Pemanfaatan dan Penggunaan Sumber Daya Kelautan". ·

· Djoko Suhadi dan Bambang Siswoyo dalam tulisannya "Kemana Korban Harus Mengadu Kalau Tertimpa Musibah Akibat Kecelakaan dalam Dunia Penerbangan" mencoba mengu­raikan apa saja yang perlu d_ilakukan agar korban kecelakaan pihak ketiga mendapat perlakuan yang sama dan memperoleh santunan sebagaimana mestinya dan seadil­adilnya.

"Peran Biro Klasiflkasi Kapal dalam Menun­jang Industri Transportasi Laut Terkait dengan Biro Klasiftkasi Indonesia" yang ditulis oleh Srijanto Reksowikor:o mengemu­kakan bahwa Biro Klasifikasi Indonesia mempunyai peran yang sangat penting bagi industri transportasi laut khususnya industri galangan kapal karena industri ini sangat

. berkaitan dengan keselamatan jiwa manusia sebagai pengguna produknya.

Rencana pengembangan Stasiun Manggarai sebagai stasiun utama akan mengakibatkan

beban lalu lintas di kawasan tersebut. Untuk mengantisipasi masalah tersebut perlu dilakukan evaluasi terhadap daya dukung kawasan yang meliputi kondisi transportasi dalam mendistribusikan lalu lintas secara efektif dan efisien sehingga dapat mening­katkan pertumbuhan ekonomi. Masalah tersebut diulas oleh Bambang Rumanto dalam makalahnya "Profll dan Konsep Pengem­bangan Transportasi di Kawasan Manggarai".

"Analisis Arus Penumpang Domestik dan Intemasional di Bandara Soekarno-Hatta" ditulis oleh Djoko Suhadi dan Bambang Siswoyo dimaksudkan untuk melihat sampai sejauh mana krisis dan bencana alam yang terjadi mempengaruhi tingkat perjalanan orang menggunakan pesawat terbang, hingga pihak-pihak terkait dapat menyusun kebijakan yang tepat dan mengantisipasi penyelenggaraan angkutan udara khususnya di Bandara Soekarno-Hatta.

HK1ji Ul1ng Sistem Transportasi Nasional dalam Rangka Mendukung Otonomi Daerah" yang dirangkum oleh Atik S. Kuswati dimaksudkan untuk menyempurnakan KM 15 Tahun 1997 tentang Sistem Transportasi Nasional agar diperoleh rumusan sistem transportasi nasional yang sesuai dengan paradigma baru serta dalam kaitannya dengan penyelenggaraan otonomi daerah sesuai Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999.

Page 5: ene 1 1an er u un an - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-081700000000013... · oleh warga negara RI sendiri atas lingkungan dan kandungan kekayaan

PEMANFAATAN DAN PENGGUNAAN SWMIHlYA KELAUTAN

ABSTRAK

Indonesia adalah negara man"tim/negara kepulauan terbesar di dunia, dimana 2/3 bagian wilayah negara ado/ah lout. Sela in sebagai penghubung antar kota dan pulau , /aut memiliki berbagai ragam kekayaan a/am yang menjadi tumpuan harapan bangsa saat ini don kesejahteraan rakyat dimasa mendatang. Terganggu don terancamnya kekayaan lout kita serta kurang teljaminnya keamanan dan keselamatan di laut beserta kekayaan laut yang menjadi tumpuan masa depanpun menjadi kurang teljamin. Oleh karena itu kenyamanan, keamanan d~n kelestarian lingkungan taut, sangat mempengaruhi usaha pembangunan di lout dalam hal ini kelautan dan transportasi /aut Di sisi lain pemanfaatan dan penggunaan atas sumberdaya kelautan di Indonesia be/um dilaksanakan secara sepenuhnya, bahkan dewasa ini berbagai permasalahan kemaritiman semakin meningkat, yang memeriukan perhatian don penanganan yang sungguh­sungguh, antara lain keselamatan di laut seperti musibah/ kecelakaan pelayaran, perampokan di /aut, pencurian ikan, tindakan atau perbuatan tangan yang tidak bertanggung jawab,. yang dilakukan oleh orang-orang asing maupun oleh warga negara RI sendiri atas lingkungan dan kandungan kekayaan laut, saat ini sudah mengarah pada kerusakan don kepunahan bi/a tidak segera diambil tindakan untuk mengatasinya.

Melihat kondisi di atas tindakan untuk mengatasi tidak hanya dan· satu instansVpihak terkait saja, tetapi semua pihaVinstansi termasuk masyarakat Indonesia mutlak memikirkan/memberikan sumbangan pemikiran terhadap permasalahan ini.

I. . PENDAHULLIAN

Indonesia merupakan negara kepulauan dengan luas keseluruhan sekitar 7,7 juta km2

• Lautan merupakan bagian terbesar yakni 5,8 juta km2 atau lebih kurang 75%, sedangkan sisanya seluas 1,9 juta km2 merupakan daratan. Dengan garis pantai sepanjang kurang 81.000 Km, maka Indonesia menjadi negara yang memiliki pantai terpanjang kedua di dunia setelah Kanada. Namun karena sebagian besar pantai Kanada tertutup es, maka Indonesia memiliki pantai efektif secara ekonomi

4

terpanjang dan terkaya. Dengan jumlah penduduk lebih kurang 210 juta jiwa, 65 % diantaranya bermukim di wilayah pesisir, maka Indonesia dapat pula dipandang sebagai negara maritim terbesar di dunia.

Wilayah laut Indonesia yang demikian luas, tentunya menyimpan beragam potensi kekayaan alam yang sangat besar untuk dimanfaatkan bagi kegiatan pembangunan yang mensejahterakan rakyat Misalnya unutk pertumbuhan dan perkembangan, energi , pariwisata dan lain-lain. Kenyataan tidaklah demikian, potensi kekayaan sumberdaya alam kelautan ini belum dimanfaatkan secara optimal Pemanfaatan kekayaan laut yang relatif intensif umumnya masih terbatas pad a sebagian wilayah pantai itupun mengandung sejumlah permasalahan yang antara lain timbul akibat adanya berbagai "kebijakan yang tidak bijaksana" sehingga hanya melahirkan inefisiensi atau bahkan kecende­rungan eksploitasi berlebihan. Kerusakan hutan bakau, terumbu karang, erosi pantai, pencemaran industri berat dan lain-lain adalah sebagian kecil dari contoh fenomena menurunnya kualitas ekosistem pantai. Sementara itu, kehidupan dan penghidupan nelayan masih tetap terpuruk dalam kerentanan ekonomi dan sekaligus menempatkan mereka sebagai segmen termiskin dalam masyarakat Indonesia. Perkembangan industri perikanan dan jasa kelautan belum mampu mendorong pertumbuhan ekonomi nasionaL lebih jauh lagi masalah pencurian ikan oleh kapal asing diberbagai tempat kian kerap terdengar tanpa penyelesaian yang berarti. Mengingat demikian besamya potensi kelautan serta kompleksnya permasalahan pemanfaatan sumberdaya lauttersebut maka sudah sangat mendesak dirumuskannya kebijakan-kebijakan perencanaan pengelolaan sumberdaya laut ini secara terpadu antara berbagai instansi, masyarakat, dan pihak swasta yang terkait. Keterpaduan ini diperlukan dan sekaligus diharapkan menjadi koreksi terhadap sejumlah kebijakan yang selama ini salah arah, tidak efisien, tumpang tindih dan sangat berorientasi kepada kepentingan sektoraL Kebijakan tersebut diharapkan juga mengako­modasi ketentuan UU No. 22 Tahun 1999 yang membe­rikan kewenangan lebih besarkepada pemerintah daerah kabupatenjkota lintuk mengelola dan memanfaatkan sumberdaya laut

Il. PERMASAl..AHAN POKOK

Belum optimalnya pemanfaatan potensi wilayah kelautan disebabkan terlalu kompleksnya permasalahan yang ada, ditinjau atas pengaruh aspek kebijakan, aspek sosial

Warta Penelitian Perhubungan • No. 04fTHN.XIV/2002

Page 6: ene 1 1an er u un an - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-081700000000013... · oleh warga negara RI sendiri atas lingkungan dan kandungan kekayaan

ekonomi, aspek industri dan teknologi serta aspek lingkungan.

II. POLA PIKIR PEN DE KATAN DAN LANDASAN TE ORI

Berdasarkan pol.a pikir pendekatan pada diagram 1, penulis mencoba menyusun dengan Landasan teori pendekatan secara komprehensif dengan tinjauan atas aspek lingkungan, sosioekonomi, industri dan teknologi.

Gambaran pola pikir pendekatan dan Landasan teori, dapat dilihat pada Gambar 1.

IV. GAMBARAN UMUM KELAUTAN INOONESIA

A. Paradigma Pembinaan Wilayah Laut Secara Terpadu

Untuk mengatasi konflik pemanfaatan, mengurangi laju degradasi sumberdaya laut serta manfaat sumberdaya Laut secara arif maka dikembangkan program pengelolaan wilayah Laut secara terpadu yang merupakan suatu proses yang menginte­grasikan kebijakan dan kegiatan pemerintah dengan masyarakat, ilmu pengetahuan dan manajemen, kepentingan sektor pemerintah dan· swasta dalam menyiapkan dan melaksanakan suatu perencanaan dan pemanfaatan yang terpadu untuk melindungi dan mengembangkan sumberdaya Laut di mana pengelolaannya adalah untuk meningkatkan kualitas kehidupan manusia yang tergantung pada sumber daya, keanekaragaman hayati serta

Kondisi & Potensi

Ekosistem Pesi sir dan Laut

.,,. Struktur dan karakteristik

7 Proses dan Fungsi .- SDA dan

Ekosistem Sosial " Penduduk " Kegiatan

Ekonomi

Strategi

~ • Optimumkan Mix of Coastal and Marine

Resources Uses

Integrated + Precautionary

Approuch

produktivitas ekosistem laut. Secara pnns1p paradigma pembinaan wit.ayah laut secara terpadu adal.ah terdapatnya koordinasi pembangunan dan pengelol.aan wit.ayah Laut dalam berbagai kegiatan pembangunan dan pengelolaan di kawasan pesisir dan Laut tidak menonjolkan sifat keegoan setiap pel.aku pengelol.aan. Masing-masing lembaga atau institusi mampu mengkoordinasikan setiap kegiatan pengelol.aan sumberdaya pesisir dan laut secara bersamaan. Dengan demikian tidak akan terjadi benturan kepentingan antara pemanfaatan sumberdaya pesisir dan laut dengan kegiatan konservasi lingkungan untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya.

a Sumberdaya Pesisir dan Laut

Luas wit.ayah Laut nasional adalah ± 5,8 juta km1.

Secara geografis, letaknya sangat menguntungkan karena berada dalam persil.angan pelayaran dunia. Dari sisi geologis, letaknya berada dal.am pertemuan lempengan benua sehingga memiliki kandungan sumber daya mineral yang besar. Sepanjang pantai Indonesia terdapat beraneka ragam ekosistem misalnya hutan bakau luasnya diperkirakan 4,5 juta Hektar, bentangan wilayah terumbu karang sepanjang 17, 500 km, serta rawa ni pah pasang surut disekitar muara delta sungai-sungai. Kesemuanya merupakan lingkungan hidup bagi biota Laut dengan berbagai populasi ikan laut dan darat yang cukup tinggi serta tern pat habitat flora

Performance Indicators

•:• Perencanaan ·:· Overeksploitasi SDA ·:· Deg radasi .,. Konflik Kepentingan

•:• Efisiensi Ekonomi •!• Equity •:• Sustainability

Analisis dan Evaluasi Permasalahan (Landasan

Teori ~ Pendekatan Komprehensif)

Ke Lua ran

Diagram 1 Pola Pikir Penulisan

Warta Penelitian Perhubungan • No. 04!THN.XIV/2002 5

Page 7: ene 1 1an er u un an - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-081700000000013... · oleh warga negara RI sendiri atas lingkungan dan kandungan kekayaan

6

fauna lain yang berkembang ke jurusan taut dan ke j :;""3"'.. sebagai sumber bahan makanan, minuman, ::- ~ - ;:a:1gunan, energi dan lain-lain bagi rakyat ;-:: : --=sia. Di bawah dasar laut terdapat sumber ::p:, ;:; Jmi dan endapan minyak yang cukup besar serta diperkirakan pula mengandung banyak bahan galian/ bahan tambang. Disamping itu lautnya sendiri mempunyai banyak kemungkinan sebagai sumber energi alternatif seperti pemanfaatan perbedaan temperatur dan energi ombak/ gelombang laut. Ko nd isi geografis Indonesia mensyaratkan semakin diintensifkannya peranan perhubungan laut de ng an dukungan industri pe rkapalan , galangan kapal dan jasa maritim. Industri berskala besar memiliki tendensi untuk bergerak kearah pantai untuk mendekatkan jarak, memanfaatkan laut dan sumber daya yang terkandung di dalamnya, serta beberapa kemudahan dan keuntungan aktivitas lainnya. Dengan demikian kawasan laut dan pantai memberikan peluang dan ruang bagi pengembangan banyak jenis kegiatan industri.

Potensi ikan laut perairan Indonesia adalah sebesar 6,2 juta ton/ tahun yang terdiri dari ikan pelagis besar 975,05 ribu ton, ikan pelagis kecil 3.235,50 ribu ton, ikan demersal 1. 786,35 ribu ton, dan cumi-cumi 28,25 ribu ton. Sampai tahun 1998 baru ± 58,5% dari potensi perikanan laut tersebut yang dimanfaatkan, yaitu sebesar 2,6 juta ton per tahun. Selain potensi ikan laut, kawasan pesisir Indonesia mempunyai budi daya pantai (tambak) sekitar, 820.000 ha dan baru dimanfaatkan untuk budidaya ikan bandeng dan udang sekitar 356,308 ha. Potensi'budidaya ikan laut untuk ikan kerapu, ikan kakap dan baronang sebesar 3, 1 juta ha, kerang 971.000 ha dan rumput laut 26 .700 ha. Dari seluruh potensi budidaya lautini baru dimanfaatkan sebesar 35%. Padang lamun (sea grass) dan rumput laut juga memiliki sebaran yang cukup luas di wilayah perairan Indonesia. Potensi rumput laut tersebut mencakup areal seluas 26. 700 ha dengan poten si produksi 482 .400 ton per tahun. Disamping potensi sumber daya kelautan yang dapat dipulihkan, perairan Indonesia juga mempunyai potensi sumberdaya kelautan yang tidak dapat dipulih kan (non-renewable resouces). Dari 60 cekungan minyak yang ada di Indonesia 70% terdapat dilaut dan diperkirakan sekitar 40 cekungan itu berpotensi menghasilkan 106,2 milyar barel minyak. Sampai saat ini baru 7;5 milyar barel

yang dieksploitasi , sisanya sebesar 89,5 barel merupakan kekayaan yang belum tedamah, dan diperkirakan 5 7 ,3 milyar baler terdapat dilepas pantai dan 32,8 milyar terdapat dilaut dalam.

C. Jasa Kelautan

Potensi lain yang cukup besar dari sumberdaya kelautan adalah pemanfaatan atas jasa lingkungan kelautan yaitu jasa transportasi laut dan pariwisata. Perkembangan perusahaan pelayaran dan non pelayaran menunjukkan peningkatan dari 714 unit perusahaan pada tahun 1989 menjadi 1.624 unit perusahaan pada tahun 1999 di mana di ikuti dengan perkembangan jumlah armada pelayaran nasional dari tahun 1989 sebanyak 8.002 unit kapal (364 unit total ukuran 2.958.960 DWT ; 3.635

unit total ukuran 726.175 GT : 1.328 unit total ukuran 905.126 HP).

Perkembangan muatan selama ini sesuai dengan kondisi di atas menunjukkan peningkatan yang baik namun tidak di ikuti oleh peningkatan panguasa armada nasionaL hal ini disebabkan kebebasan kapa l asaing yang beroprasi di Indonesia untuk angkutan luar negeri. Kondisi tersebut masih terus berlanjut, kita melihat pada angkutan laut dalam negeri pada tahun 1999 menunjukkan bahwa sejumlah 89.243.596 ton (49,52%) barang di angkut oleh kapal asing yang diimbangi sebesar 40. 985.556 ton barang (50,48%) diangkut oleh kapal nasional. Namun untuk angkutan laut luar negeri pada tahun 1999 menunjukkan bahwa sejumlah 322.532.608 ton barang (95,21%) di angkut oleh kapal asing yang mana jauh berbeda dengan sejumlah 16.336.366 ton barang (4,79%) diangkut oleh kapal-kapal nasional atau di charter oleh perusahaan nasional.

Pelabuhan laut adalah tern pat kegiatan pemerintah dan kegiatan ekonomi yang dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar, berlabuh, naik turun penumpang dan atau bongkar muat barang serta sebagai tempat perpindahan intra dan antar moda tranportasi. Dari fungsi pelabuhan tersebut bi la tidak diawasi secara ketat terhadap bentuk kegiatan di pelabuhan maka dapat berdampak terhadap lingkungan taut yaitu tedadinya pencemaran. Hal ini tidak sesuai secara internasional (saver and sea cleaner). Kemungkinan laut tercemar dapat saja tedadi dari kegiatan pelabuhan, hal ini mengingat jumlah keseluruhan pelabuhan yang ada di Indo-

Warta Penelitian Perhubungan •No. 04ffHN.XIV/2002

Page 8: ene 1 1an er u un an - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-081700000000013... · oleh warga negara RI sendiri atas lingkungan dan kandungan kekayaan

nesia saat ini I, II, III dan IV be~umlah 111 pela­buhan dan yang diselenggarakan oleh pemerintah be~umlah 535 pelabuhan sedangkan pelabuhan khusus yang dioperasikan untuk kepentingan sendiri termasuk dermaga untuk kepentingan sendiri (DUKS) be~umlah 1.414 pelabuhan.

Salah satu upaya yang telah dilakukan oleh Pertamina adalah mengantisipasi terjadinya pencemaran yang disebabkan tumpahan minyak. Hal ini mengingat aktivitas di hilir dan hulu pelabuhan minyak Indonesia memiliki potensi pencemaran. Saat ini ada 132 pelabuhan minyak terbesar di seluruh Indonesia dimana untk mengantisipasinya Pertamina dan kontraktornya mendirikan OSCP (oil spill contigency planning) untuk manajemen kalautan dan keadaan darurat. Demikian juga terhadap Selat Lombok dan Selat Makassar yang merupakan jalur pelayaran bagi kapal tangker dari Timur Tengah. Pertamina telah mendirikan pangkalan perlindungan lingkungan di Ujung Pandang, Balikpapan dan Bali. Selama ini tumpahan minyak yang te~adi di perairan Indonesia umumnya berskala kecil yaitu 3.000 ton sampai 5.000 ton. Sementara itu pengembangan pariwisata telah dikembangkan wisata Bahari, yang dapat dijadikan produk pariwisata menarik pada masa mendatang.

D. Kewenangan Pemerintah dan Daerah Dalam Pengelolaan Wilayah Kelautan Undang-Undang No.22 Tahun ·1999 tentang Pemerintah Daerah telah mengatur bahwa kewenangan dan tanggung jawab pemerintah daerah akan bertambah dan mencakup tanggung jawab pada hampir seluruh bidang pemerintahan. Undang-undang ini lebih mengamanatkan pelaksanaan otonomi daerah yang lebih luas dan utuh kepada pemerintah daerah kabupatenjkota. Kewenangan propinsi sebagai daerah otonom mencakup kewenangan dalam bidang pemerintahan yang bersirat lintas kabupaten/ kota, serta kewe­nangan yang tidak atau belum dapat dilaksanakan oleh daerah kabupatenjkota.

1. Kewenangan Pemerintah

Khusus untuk wilayah laut, berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewe­nangan Propinsi sebagai Daerah Otonomi,maka kewenangan perintah di bidang Kelautan adalah:

Warta Penelitian Perhubungan • No. 04fTHN.XIV/2002

a ~enetapan kebijakan dan pengaturan eksplorasi, konservasi, pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya alam perairan di wilayah diluar perairan 12 mil, termasuk perairan nusantara dan dasar lautnya serta ZEE dan landas kontinen;

b. Penetapan kebijakan dan pengaturan pengelolaan dan pemanfaatan benda berharga dari kapal tenggelam diluar perairan laut 12 mil;

c. Penetapan kebijakan dan pengaturan tata batas maritim yang meliputi batas-batas daerah otonom di laut dan batas ketentuan hukum laut internasional;

d. Penetapan standar pengelolaan pesisir pantai dan pulau-pulau kecil.

. 5) Penetapan hukum di wilayah laut di luar perairan 12 mil dan di dalam perairan 12 mil yang menyangkut hal spesifik serta hubungan dengan internasional.

2. Kewenangan Daerah Propinsi

Berdasarkan UU No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah kewenangan daerah mencakup kewenangan dalam seluruh bidang pemerintah, kecuali kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter, fiskal, agama, serta kewe­nangan bidang lain, seperti kebijakan tentang perencanaan nasional dan pengendalian pembangunan nasional secara makro, dana perimbangan keuangan, sistem administrasi negara dan lembaga perekonomian negara, pembinaan dan pemberdayaan sumber daya manusia. Pendayagunaan sumberdaya alam serta teknologi tinggi yang strategis, konservasi dan standarisasi nasional.

Khusus untuk wilayah laut, berdasarkan pasal 3 dan 10 UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah daerah, Pemerintah Daerah propinsi mempunyai kewenangan untuk mengelola sumberdaya kelautannya 12 mil dari garis laut. Kewenangan tersebut diantaranya:

a. Eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan kekayaan laut sebatas wilayah laut tersebut;

b. Pengaturan kepentingan administratif;

7

Page 9: ene 1 1an er u un an - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-081700000000013... · oleh warga negara RI sendiri atas lingkungan dan kandungan kekayaan

8

c. Pengaturan tata ruang;

:..""~gakan hukum terhadap peraturan yang -:.uarkan oleh daerah atau yang dilim-

- · -. an kewenangannya oleh pemerintah;

e. tsantuan penegakan keamanan dan kedau­latan negara.

3. Kewenangan daerah kabupaten

Kewenangan daerah kabupaten di bidang Laut, berdasarkan UU No. 22 Tahun 1999 adalah 1/ 3 dari bat:Js laut daerah propinsi, kewenangannya juga mencakup kewenangan yang diberikan kepada daerah provinsi, yaitu :

a. Eksp lorasi, eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan kekayaan laut sebatas wilayah laut tersebut;

b. Pengaturan kepentingan administrative;

c. Pengaturan tata ruang;

d. Penegakan hukum terhadap peraturan yang dikeluarkan oleh daerah atau yang dilimpah­kan kewenangannya oleh pemerint:Jh;

e. Bantuan penegakan keamanan dan kedau­latan negara.

4. Kewenangan pengaturan, perizinan dan penge­lolaan Galian C

Kewenangan UU No. 11tahun1993 Ketentuan­ketentuan Pokok Pert:Jmbangan, bahan galian golongan C adalah bahan galian yang tidak termasuk bahan galian golongan A (strategis) dan bahan galian golongan A (strategis) dan bahan galian golongan B (vital). Selanjutnya berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 1986 tentang Penyerahan Sebagian Urusan Pemerintah Bidang Pertambangan Kepada Pemerint:Jh Daerah Tingkat I bahwa, izin usaha pertambangan bahan galian golongan C di daerah provinsi diberikan oleh pemerintah daerah provinsi, izin tersebut lebih lanjut dapat diberikan kepada: (1) perusahaan daerah, (2) koperasi, (3) badan usaha milik negara, (4) badan hukum swasta yang didirikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan RI, (5) Perorangan yang berkewarganegaraan Indo­nesia bertempat tinggal di daerah kabupaten tempat terdapatnya bahan galian golongan C yang bersangkutan.

Pasal 3 dan 4 UU No. 37 Tahun 1986 juga menjelaskan bahwa pemerintah daerah tingkat I dapat menyerahkan lebih lanjut sebagian urusan, seperti kebijaksanaan untuk mengatur, mengurus dan mengembangkan usaha pertam­bangan bahan galian golongan C sepanjang tidak terlet:Jk dilepas pantai dan atau yang pengusahaannya dilakukan dalam rangka penanaman modal asing dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Usaha pertambangan tersebut meliputi eksplorasi , eksploitasi, pengolahan dan pemurnian , pengangkutan dan penjualan. Segala pungutan di bidang pert:Jmbangan bahan galian golongan C di daerah menjadi PAD daerah provinsi dan atau daerah kabupaten/kota, diatur dan dite­tapkan dengan peraturan daerah yang bersang­kutan (pasal 10). Dengan demikian terlihat bahwa kewenangan pemerintah hanya menca­kup wilayah laut di atas 12 mil, sedangkan di wilayah kurang 12 mil hanya mempunyai kewenangan penentuan kebijakan dan pengaturan tata batas daerah maritime dan penetapan standar pengelolaan daerah pesisir dan pulau-pulau kecil.

E. Dasar Batas Wilayah Laut 1. Pilihan penentuan garis air terendah

Menurut IHO (intemasional hydrographic orga­nization) ada beberapa macam chart datum/ garis air rendah yang digunakan sebagai dasar pengukuran/garis nol di laut di berbagai negara di dunia: a. Mean lower low water/ MLLW (rata-rata air

terendah) b. Lower low water large tides/LLWLT (air rendah

yang paling paling rendah) c. Lowest low water spring tided/LLWST (air

paling rendah pada waktu purnama) d. Lowest Astronomical Tide / LAT (air paling

rendah yang mungkin terjadi dengan memperhitungkan kondisi meteorologi dan astronomi)

Lama waktu perhitungan pasut (pasang surut) yang ideal adalah:

a. 19 tahun terus menerus b. dapat menggunakan satu tahun

Warta Penelitian Perhubungan • No. 04!THN.XIV/2002

Page 10: ene 1 1an er u un an - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-081700000000013... · oleh warga negara RI sendiri atas lingkungan dan kandungan kekayaan

Untuk keperluan praktis sesuai IHO dapat menggunakan perhitungan lama 30 hari. Dishidros menggunakan metode MLLW (rata­rata air rendah terendah) dalam penentuan chart datum/ garis nol.

2. Pilihan penentuan garis pangkal ( 4 pilihan)

Ada tiga macam Garis Pangkal yaitu :

a. Garis pangkal biasa (normal baseline) yaitu garis pangkal yang mengikuti garis air rendah di sepanjang pantai.

b. Garis pangkal lurus (straight baseline) yaitu garis pangkal yang diperoleh dengan menarik garis lurus diantara dua titik dasar, termasuk di antara mulut sungai dan teluk.

c. Garis pangkal lurus (archipelagic straight baseline) yaitu garis yang f!lenutup titik­titik terluar dari pulau terluar.

d. Penarikan garis batas 12 mil dan 4 mil metode penarikan garis batas provinsi dan kabupaten dilakukan sesuai ketentuan UNCLOS'82 dan UU No. 6 Tahun 1996. Metode lain yang sering digunakan dalam penentuan garis batas antar daerah adalah metode equidistant yaitu metode yang menitik beratkan pada tempat kedudukan titik yang berjarak sama. Penggunaan metode Equidistant yaitu ini diperuntukan khususnya untuk daerah yang dipisahkan oleh laut (opposite) dan daerah yang bersebelahan (adjacent). Dengan metode equidistant akan memperoleh "media line" (garis tengah) yang membatasi batas laut antar dua wilayah.

F. ZEE (Zona Ekslusif Ekonomi Indon.esia)

Zona tambahan selebar 12 mil laut yang mengelilingi laut wilayah selebar 12 mil laut, Indonesia dapat melaksanakan pengawasan atas masalah-masalah bea cukai, fiskal, imigrasi atau kesehatan. Zona tambahan dapat ditarik 24 mil taut dari garis pangkal dari lebar laut wilayah diukur, pengawasan dimaksud dilakukan agar potensi pertambangan dan energi, sumberdaya buatan, potensi konflik dengan negara tetangga (penentuan besar wilayah) dan hak penangkapan ikan tradisional.

Beberapa hak dan kewajiban yang melekat di wilayah ZEE adalah sebagai berikut:

Warta Penelitian Perhubungan • No. 04/THN.XIV/2002

1. Hak dan kewajiban negara pantai

Segala kegiatan yang menjadi hak-hak melekat di wilayah ZEE pada dasarnya adalah perwujudan dari perLindungan dan pengawasan negara pantai dibidang pertahanan dan keamanan, serta memberikan peluang sebesar-besarnya bagi negara pantai untuk mengelola dan memelihara lingkungan laut sebagai sumber kekayaan alam. Hak-hak tersebut timbul bukan merupakan tindakan sepihak dari negara pantai, melainkan juga dengan memperhatikan lingkungan maupun geografis wilayah serta tidak bertentangan dengan hukum interna­sional yang melandasi hukum nasional suatu bangsa. Dengan demikian, negara pantai tidak dapat sepenuhnya menetapkan hukum nasional di wilayah ZEE, kecuali untuk hukum-hukum nasional yang tidak bertentangan dengan hukum intemasionaL misalnya yang berasal dari perjanjian konvensi/traktat. Bagi negara pantai seperti Indonesia, ZEE merupakan wilayah dimana Indonesia memiliki kedaulatan penuh terhadap hal-halyang berkaitan dengan masalah ekonomi, namun dengan ketentuan agar melaksanakan kewajibannya yang berupa kewajiban hukum internasionaL antara lain :

a. Menghormati hak-hak negara-negara lain dalam melakukan pelayaran maupun penerbangan yang merupakan hak/ kebebasan negara-negara lain dalam pemasangan kabel-kabeL pi pa-pi pa dibawah laut.

b. Dalam pengelolaan sumber kekayaan alam yang terdapat di ZEEI, misalnya penangkapan ikan, maka adalah suatu kewajiban bagi pemerintah Indonesia untuk menentukan jumlah tangkapan yang diperbolehkan, sehingga dapat diketahui berapa jumlah tangkapan secara keseluruhan dan kemampuan pemerintah mengusahakan tangkapan. Dengan demikian, Indonesia harus menjamin dan memberikan kesempatan kepada negara-negara lain untuk memanfaatkan sisa dari jumlah tangkapan yang diperbolehkan.

2. Hak dan kewajiban negara pantai

a. Hak kewajiban negara "land loci('.

9

Page 11: ene 1 1an er u un an - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-081700000000013... · oleh warga negara RI sendiri atas lingkungan dan kandungan kekayaan

10

b. N<:oara-negara tanpa pantai dan negara­~ <' -~ \•ang secara geografis kurang

·-:..;:1·3kan memiliki hak serta mempe­-=-'= -npatan untuk memanfaatkan

~;..-:-,. ___ ;;;;:-: tangkapan yang diperoleh di ZEE.

c. Negara-negara tanpa pantai dan negara­neg a r a yang secara geografis kurang meriguntungkan memiliki hak transit ke dan da ri la ut melalui wilayah negara pantai.

d. Dalam memanfaatkan sumberdaya alam di ZEE , setiap negara-negara tanpa pantai dan negara-negara yang secara geografis ku rang menguntungkan memiliki kewajiban untuk memperoleh izin terlebih dahulu, serta berkewajiban ikut menjaga kelestarian sum ber daya alam untuk kepentingan berbagai bangsa.

3. Hak dan kewajiban negara dunia internasional

a. Setiap negara yang melaksanakan kegiatan yang berkaitan dengan pengelolaan sumberdaya alam harus terlebih dahulu memperoleh izin dengan persyaratan/ ketentuan yang ditentukan serta diatur dalam hukum nasional suatu negara yang memiliki ZEE tersebut tanpa mengabaikan hukum Internasional yang berasal dari konvensi.

b. Dunia Internasional mempunyai hak/ kebebasan melakukan pelayaran dan penerbangan melintasi ZEE, termasuk juga pemasangan kabel-kabel, pipa-pipa atau instalasi bawah laut, sepanjang menyang­kut tujuan damai.

c. Setiap negara memiliki kewajiban untuk ikut menjaga kelestarian sumberdaya alam untu k kepentingan berbagai bangsa, misalnya dilakukan dengan cara membatasi jumla h tangkapan ikan sesuai dengan ketentuan yang diperkenankan.

4. Landas kontinen

a. Hak dan kewajiban negara pantai

Neg'ara pantai mempunyai kedaulatan atas kontinentalnya. Landasan kontinen Indo­nesia meliputi dasar laut diluar wilayah perairan wilayah Republik Indonesia, yaitu wilayah:

1) Jarak sampai 200 mil dari garis pantai , apabila tepian kontinen tidak mencapai 200 mil.

2) Kelanjutan alamiah wilayah daratan dibawah laut hingga tepia n luar kontinen dengan maksimum lebar 350 mil, yakni jika diluar 200 mil masih terdapat kelanjutan alamiah dari wilayah daratan.

3) Tidak boleh melebihi 100 mil dari garis kedalaman 2500 meter.

Dengan kriteria-kriteria tersebut, batas landasan kontinen dapat saja melebihi Zone ekonomi eksklusif suatu negara. Bagi negara pantai yang bersinggungan dengan daratan kontinen dapat menggunakan kewenangan sekaligus kewajibannya atas wilayah tersebut. Kewenangan negara pantai adalah berupa tindakan-tindakan untuk mengambil kebijakan atas hak­haknya yang digunakan untuk membangun maupun memelihara instalasi-instalasi pembangunan di landas kontinen.

Pemasangan berbagai instalasi dan alat-alat yang akan dipergunakan untuk keperluan suatu negara pantai sama sekali tidak mempengaruhi teritorial negara tersebut. Selain itu, bentuk-bentuk eksplorasi maupun eksploitasi harus tetap memperhatikan kondisi lingkungan dengan selalu meng­upayakan langkah-langkah berupa :

1) Pencegahan terjadinya pencemaran air laut di landas kontinen.

2) Pencegahan terjadinya peluasan pence­maran apabila telah terjadi pencemaran . Namun penguasaan eksklusif tersebut, tidaklah meniadakan hak-hak negara lain terutama negara-negara yang tidak memiliki pantai atau negara yang secara geografis kurang menguntungkan.

Negara pantai harus juga mentaati keten­tuan antara lain:

1) Kewajiban untuk memberikan kontri­busi/pembagian hasil eksplorasi dan eksploitasi kekayaan di dalam landas kontinen dalam bentuk narura. Pembayaran atau kontribusi tersebut

Warta Penelitian Perhubungan • No. 04fTHN.XIV/2002

Page 12: ene 1 1an er u un an - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-081700000000013... · oleh warga negara RI sendiri atas lingkungan dan kandungan kekayaan

harus diserahkan kepada otorita dasar laut Interriasional.

2) Tidak memiliki hak eksklusif terhadap laut yang berada diatas landasan tersebut dan diluar ZEE.

3) Terhadap lautan yang berada dalam ZEE, berlaku ketentuan-ketentuan menge­nai hak dan kewajiban negara pantai di wilayah ZEE.

b. Potensi konflik dengan negara tetangga (penetapan batas wilayah)

Potensi batas wilayah landasan kontinen dapat menjadi potensi konflik dengan negara-negara tetangga. Oleh karena itu, sebagai upaya pencegahan dan sekaligus mempererat tali persahabatan dengan negara-negara tetangga, perlu dilakukan pem bi ca raa n persetuj ua n mengenai penetapan batas-batas landasan kontinen. Prinsip dasar dari kedasama/ persetujuan penetapan batas tersebut adalah saling menghormat dan menjaga kepentingan sesama negara pantai dalam melaksanakan kadaulatannya.

Potensi konflik dapat terjadi dalam berbagai bentuk, antara lain adalah :

1) Pelanggaran salah satu negara, atau lebih, terhadap persetujuan kesepa­katan. Persetujuan tersebut dituangkan dalam bentuk peraturan/ perundangan yang memiliki konsekuensi untuk dilaksanakan, karena apabila tedadi pelanggaran berarti timbul ketegangan dan dapat mengarah kepada konflik.

2) Apabila terjadi kekeliruan penafsiran perjanjian persetujuan antar dua negara atau lebih . Untuk memperkecil kekeliruan penafsiran ini, maka naskah ' persetujuan/ perjanjian dibuat dalam bahasa nasional masing-masing dan dalam bahasa Inggris.

3) Terdapat struktur atau kandungan min­eral, misalnya minyak bumi, gas alam atau deposit mineral lainnya yang melintasi garis batas yang telah diten­tukan baik secara bilateral maupun multi lateral. Apabila hal ini terjadi,

Warta Penelitian Perhubungan • No. 04frH N.XIV/2002

maka pemerintah masing-masing harus memberikan informasi atau keterangan mengenai hal tersebut untuk menda­patkan suatu kesepakatan mengenai cara-cara yang paling efektif dalam mengelola sumber kekayaan tersebut.

Pemerintah Indonesia telah dapat menyelesaikan 11 (sebelas) perjanjian tentang garis batas landas kontinen. Sebagi contoh, penetapan batas landas kontinen antara Indonesia dan P Chrismast (Austra­lia) di Samudra Hindia tidak mengalami banyak kesulitan karena batas kontinental margin kedua negara berada di Jawa Trench dan telah ditetapkan didalam peta letak dari Brythmatric aksisnya. Contoh lain yang lebih memungkinkan sebagai potensi konflik adalah perbatasan antara Indone­sia dengan Vietnam. Meskipun pada 4 Juni 1988 telah dicapai kesepakatan pada dis­pute area namun ternyata masih terdapat perbedaan pengertian tentang dispute area dimaksud.

5. Laut Bebas

Laut bebas atau laut lepas adalah semua bagian dari laut yang tidak termasuk dalam ZEE, laut teritorial atau perairan perdalaman suatu negara, atau perairan kepulauan suatu negara kepulauan.

Laut lepas terbuka untuk semua negara, baik negara pantai atau tidak negara pantai. Kebebasan laut lepas itu meliputi , inter area, baik untuk negara pantai atau negara tidak berpantai, diantaranya:

a. Kebebasan berlayar;

b. Kebebasan penerbangan;

c. Kebebasan untuk memasang kabel dan pi pa bawah laut;

d. Kebebasan untuk membangun pulau buatan dan instalasi lainnya;

e. Kebebasan menangkap ikan;

f. Kebebasan riset ilmiah,

Sementara itu kewajiban dilaut bebas adalah sebagai berikut :

a. Kewajiban untuk kerjasama dalam penir>­dasan dilaut yaitu bekerjasama denqan sepenuhnya dalam penindasan pembajakan

11

Page 13: ene 1 1an er u un an - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-081700000000013... · oleh warga negara RI sendiri atas lingkungan dan kandungan kekayaan

12

di Laut lepas atau ditemapat lain manapun diluar yuridiksi sesuatu negara.

b. Kewajiban untuk memberikan bantuan, terdiri dari:

1) .Kewajiban untuk memberikan perto­longan kepada setiap orang yang ditemukan di Laut dalam bahaya akan hi Lang.

2) Untuk menuju secepatnya menolong orang dalam kesulitan, apabila menda­pat pemberitahuan tentang mereka yang butuh pertolongan.

3) Memberikan bantuan pada saat kapal tabrakan dengan menyelamatkan awak kapal dan penumpangnya dan mela­porkan kepada pelabuhan terdekat.

Berdasarkan uraian diatas beberapa hal yang menjadi perhatian terhadap wit.ayah bebas antara lain:

1) Perompakan/ bajak Laut

Pembajakan di Laut terdiri dari sat.ah satu diantara tindakan berikut:

a) Setiap tindakan kekerasan atau penahanan yang tidak sah, atau setiap tindakan yang memusnah­kan, yang dilakukan untuk tujuan pribadi oleh awak kapal atau penumpang dari suatu kapal atau pesawat udara swasta dan ditujukan:

( 1) dilaut lepas, terhadap kapal atau pesawat udara antara lain,atau terhadap orang atau barang yang ada diatas kapal atau pesawat udara;

(2) terhadap suatu kapal, pesawat udara, orang atau barang di suatu tempat diluar yuridiksi negara manapun;

(3) Setiap tindakan turut serta secara sukarela dalam pengo­perasian suatu kapal atau pesa­wat udara dengan mengetahui fakta yang membuatnya suatu kapal atau pesawat udara pembajak;

( 4) Setiap tindakan atau dengan sengaja membantu tindakan tersebut diatas.

2) Siaran Gelap

Semua negara harus bekerja sama dalam menumpas siaran gelap dari laut lepas. Penyiaran gelap berarti transmisi suara radio atau siaran televisi dari kapal atau instalasi dilaut lepas yang ditujukan untuk penerimaan umum secara bertentangan dengan peratura n internasional, tetapi bukan transmisi permintaan pertolongan.

3) Perdagangan wanita, budak belian

Setiap negara harus mengamb il tindakan efektif untuk mencegah dan menghukum pengangkutan budak belian dalam kapalyang diijinkan untuk mengibarkan benderanya dan untuk mencegah pemakaian tidak sah benderanya dan untuk keperluan itu. Setiap budak belian yang melarikan diri ke atas kapal manapun , apa pun bendemya, akan ipso facto memperoleh kemerdekaannya.

4) Latu lintas narkotik

Semua negara harus bekerjasama dalam penumpasan perdagangan gelap obat narkotik dan bahan-bahan psikotropis yang dilakukan oleh kapal di laut lepas bertentangan dengan kon vensi internasional. Setiap negara yang mempunyai alasan yang layak untuk mengira bahwa suatu kapal yang mengibarkan benderanya terlibat dalam perdagangan gelap obat narkotik atau bahan psikotropis dapat meminta kerjasama negara lain untuk menumpas perdagangan demikian.

5) Pembuangan limbah

Negara-negara harus meneta pkan peraturan perundang-undangan untuk mencegah, mengurangi dan mengen­dalikan pencemaran lingkungan laut karena dumping. Negara-negara harus mengambil tindakan-tindakan lain sesuai dengan keperluan untu k

Warta Penelitian Perhubungan •No. 04!THN.XIV/2002

Page 14: ene 1 1an er u un an - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-081700000000013... · oleh warga negara RI sendiri atas lingkungan dan kandungan kekayaan

mencegah, mengurangi dan mengen­dalikan pencemaran termaksud.

Undang-undang, peraturan-peraturan dan tindakan-tindakan termaksud harus menjamin bahwa dumping tidak akan dilakukan tanpa izin dari pejabat­pejabat negara yang kompeten. Negara­negara yang khususnya bertindak melalui organisasi internasional yang kompeten atau komperensi diplomatic, harus menetapkan ketentuan-~etentuan dan standar-standar global dan regional .serta praktek-praktek dan prosedur­prosedur yang dianjurkan untuk mence­gah, mengurangi dan mengendalikan pencemaran termaksud . Ketentuan, standar, praktek dan prosedur yang dianjurkan itu harus ditinjau kembali dari waktu ke waktu sesuai keperluan. Dumping dalam wilayah laut dan ZEE atau di atas landas 1<ontinen tidak boleh dilakukan tanpa persetujuan secara pasti terlebih dahulu dari negara pantai, yang memiliki hak untuk mengizinkan, mangatur dan mengen­dalikan dumping termaksud setelah memberikan pertimbangan sepernuhnya tentang masatah itu dengan negara­negara lain yang karena i!lasan kondisi geografisnya dapat memperoleh dampaknya yang sangat merugikan.

Undang-undang, peraturan-peraturan dan tindakan-tindakan nasionat; dalam mencegah, mengurangi dan mengenda­li kan pencemaran termaksud harus tidak kurang efektif dari ketentuan­ketentuan dan standar-standar global.

6) Tabrakan di taut

Dalam hal te~adinya suatu tubrukan atau insiden pelayaran lain apapun yang menyangkut suatu kapal dilaut lepas, berkaitan dengan tanggung jawab pidana atau disiplin nahkoda atau setiap orang lainnya dalam dinas kapal, tidak boleh diadakan penun­tutan pidana atau disiplin terhadap orang-orang yang demikian kecuali .dihadapan peradilan atau pejabat

W<irta Penelitian Perhubungan • No. 04ffHN.XIV/2002

administrastif dari atau negara bendera atau negara yang orang demikian itu menjadi warga negaranya.

Datam perkara disiplin, hanya negara yang telah mengeluarkan ijazah nah­koda atau sertifikat kemampuan atau ijin yang harus merupakan pihak yang berwenang setelah dipenuhinya proses hukum sebagaimana mestinya, untuk menyataka n pen a ri ka n sertifi kat demikian, sekalipun pemegangnya bukan warga negara yang mengeluar­kannya.

Tidak boleh penangkapan atau penahanan terhadap kapaL sekalipun sebagai suatu tindakan pemeriksaan, diperintahkan oleh pejabat manapun kecuali oleh pejabat-pejabat dari negara bendera.

7. Dasar Laut Internasional

Dasar taut internasional adatah dasar taut yang berada diluar landas kontinental suatu negara dan berada dibawah taut lepas (high sea). Sesuai dengan konvensi dengan konvensi Hukum laut 1982, dasar taut internasional dan seluruh kekayaan yang terkandung di dasar taut dan tanah di bawahnya adalah warisan bersama umat manusia. Konsekuensi dari ketentuan tersebut adalah:

a. Tidak ada satu negarapun boleh menuntut atau melaksanakan kedaulatannya, atau hak berdaulatnya di atas bagian dari kawasan dasar taut internsional atau terhadap kekayaan alam yang terkandung didalamnya.

b. Tidak ada satu negara atau badan hukum yang boleh memiliki hak kepemilikan atas salah satu bagian dari dasar laut inter­nasional.

c. Seluruh kegiatan dikawasan dasar laut internasional dapat dilaksanakan hanya apabila tujuannya adalah untuk kepen­tingan umat manusia secara keseluruhan.

Oleh karena itu, hak untuk menikmati "deep sea mining" dilaksanakan oleh suatu badan internasional yaitu otorita dasar laut inter­nasional (international slabed autority), yang pengelolaannya didasarkan atas suatu sistem

13

Page 15: ene 1 1an er u un an - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-081700000000013... · oleh warga negara RI sendiri atas lingkungan dan kandungan kekayaan

oaraleL yakni selama badan otorita tersebut beturn dapat berfungsi penuh, maka negara­- :-~-= Deserta konvensi dapat melakukan >°'_"_ :;a ngan di kawasan berdasarkan i\~ui\j3:' ker:ia.

V. ANALISIS DAN EVALUASI

A. Keberadaan Indonesia Sebagai Negara Kepulauan

UNCLOS 1982 ditandatangani oleh 117 negara termasuk Indonesia pada tanggal 10Desember1982 di Montego Bay, Jamaica. Namun berlaku efektif sebagai hukum positif di seluruh dunia terhitung mulau ta nggal 16 November 1994 yaitu setahun setelah diratifikasi oleh negara ke-60 (Guyana) Dengan berlakunya UNCLOS '82 maka status Indo­nesia sebagai negara kepulauan dapat diakui secara resmi di seluruh dunia. Hal ini perlu dipertegas lagi dengan dikeluarkannya Undang-Undang RI No.6 tah un 1996 tentang Perairan Indonesia yang menyebutkan dalam pasal 2 ayat 1 bahwa negara RI adala h negara kepulauan. Sebagai negara kepulauan Indonesia dapat menentukan alur laut dan rute penerbangan di atas yang cocok digunakan untuk lintas kapal dan pesawat udara asing yang terus menerus dan langsung serta secepat mungkin melalui atau di atas perairan kepulauan dan laut teritorialnya. Bila hal ini tidak ditentukan maka hal lintas alur laut kepulauan akan digunakan oleh kapal dan pesawat udara asing melalui rute yang biasanya digunakan untuk pelayaran internasional (the Routes Normally Used for International Navi­gation). untuk mengantisipasi hal tersebut Indo­nesia menetapkan tiga Alur Laut Kepulauan yang dapat dilewati oleh kapal dan atau pesawat udara asing. Ketiga ALKI yang diterapkan oleh Pemerintah Indonesia tersebut ba ru dapat diterima/diadopsi oleh IMO (International Maritime Organization) dalam sidang pleno Maritim Safety Committee yang ke 69 di London pada tanggal 19 Mei 1998. Indo­nesia merupakan negara kepulauan pertama di dunia yang menerapkan alur laut kepulauannya. Dengan diterimanya ALKI oleh IMO pada tanggal 16 Juni 1998 pemerintah mengeluarkan PP No. 61 tahun 1998 tentang Daftar koordinat geografik titik-titik garis spangkal kepulauan Indonesia di Laut Natuna . Penarikan pangkal "penutup" kantong diantara TD Sestut dan TD Malangbiru yang bedarak lebih ku rang 87,73 mil laut, dengan ketentuan

14

UNCLOS '82, panjang garis pangkal dapat ditarik apabila tidak melebihi dari 100 mil laut. Kecuali tiga persen (3%) dari jumlah seluruh garis pangkal yang dapat ditarik maksimum 125 mil laut, sehingga secara formal berdasarkan hukum, perairan Kantong Natuna yang tadinya masih berstatus ZEE berubah menjadi perairan kepulauan Indonesia. Sebagai konsekuensi logis dari diterimanya ALKI oleh IMO maka pemerintah Indonesia berkewajiban melakukan pengalaman di jalur ALKI tersebut. Pengamanan itu untuk menjaga agar kapal asing yang berlayar di ALKI dapat memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh pemerintah RI. Di lain fiha k, negara RI wajib pula menjaga agar ALKI tersebut dapat dilajui dengan aman.

B. Pengarauh GlobaHsasi dan Pasar Bebas

1. GlobalisaS,i

Globalisasi yang dialami oleh seluruh bangsa di dunia sejak awal dekade 1080-an merupakan sebuah proses perubahan sosial dan ekonomi yang tidak diterelakan d'an tidak mengenal batas negara (/xJrderless). Salah pemicu perubahan tersebut adalah kemajuan di bidang teknologi komunikasi, yang berdampak meluas ke segala aspek kehidupan bangsa. Sedangkan penyebab lain adalah pertama, pertambahan populasi penduduk dunia; kedua, makin terbatasnya sumber daya alam yang dimiliki oleh setiap negara; ketiga, meningkatnya kepentingan ekonomi tiap bangsa di dunia untuk memperoleh keunggulan dan jaminan kesejahteraan.

Pertambahan populasi penduduk dunia berdampak terhadap semakin meningkatnya kebutuhan yang harus dipenuhi de ng an memanfaatkan sumber daya alam. Oleh karenanya diperlukan inovasi agar sumber daya yang dimanfaatkan memiliki nilai guna dan nilai jual tinggi serta sesuai dengan permintaan pasar. Fenomena domino tersebut membentuk sikap dan perilaku ekonomi yang mengglobaL pembelaan untuk menjalin kelangsungan hidup dan perkembangan kehidupan setiap bangsa. Kenyataan ini telah menempatkan bangsa­bangsa yang lebih siap, mengungguli bangsa yang lain belum siap. Proses yang mendunia ini tidak mungkin dielakan ataupun ditahan. Sebab mengelak atau menahannya, sama dengan menentang sejarah.

Warta Penelitian Perhubungan • No. 04fTHN.XIV/2002

Page 16: ene 1 1an er u un an - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-081700000000013... · oleh warga negara RI sendiri atas lingkungan dan kandungan kekayaan

Derasnya arus informasi telah mendorong kemampuan akses profesionalisme bernilai ekonomis ke arah terbukanya pasar tenaga kerja, teknologi, keuangan , media dan ide-ide. Ketidaksiapan suatu bangsa dalam menghadapi persaingan be bas tersebut dapat berakibat fatal terhadap kelangsungan hidup dan perkem­bangan kehidupannya. Kondisi tersebut, sekarang ini sedang menimpa negara-negara berkem~ang, termasuk Indonesia.

Dampak globalisasi yang dialami oleh bangsa Indonesia terdiri dari beberapa bentuk (shape) yaitu:

a. "Etna shape", artinya Indonesia akan kebanjiran bangsa lain (tenaga kerja asing) yang bekerja di Indonesia. Mereka adalah kelompok yang tidak mampu bersaing di negerinya, karena umur atau kemampuan profesionalnya namun dapat bekerja di Indonesia, karena berbagai alasan.

b. "Techno shape", artinya Indonesia akan kebanjiran teknologi kadaluawarsa yang sudah terbilang kuno di negeri pembuatan­nya, namun masih merupakan barang baru di Indonesia.

c. "Finance shape", artinya Iridonesia akan keb~njiran modal asing yang datang dan pergi begitu saja yang tidak menghiraukan kepentingan bangsa Indonesia, atau tanpa rasa nasionalisme.

d. "Media shape", artinya Indonesia akan kebanjiran media asing, baik media cetak maupun media elektronik.

e. "Idea shape", artinya Indonesia akan di banjiri oleh ide-ide asing · tanpa tersaing. Hal ini penting membahanyakan kehidupan dan perkembangan kehidupan bangsa Indonesia.

Karena globalisasi tidak mungkin di bendung, maka pilihan terbaik adalah mengakrabinya dengan menyiapkan diri menghadapi proses tersebut, dengan mensyaratkan kristalisasi persatuan kesatuan bangsa dan peningkatan profesionalisme setiap komunitas profesi In­donesia·, karena salah satu dampak globalisasi yang perlu diwaspadai adalah kecenderungan­nya yang bersifat disintregrasi.

Warta Penelitian Perhubungan • No. 04!THN.XIV/2002

Dalam konteks yang lebih spesifik, globalisasi dengan segala aspeknya, telah membawa perubahan konsep "security" yang semula berorientasi pada "teritorial security" yang bergeser lebih berorientasi pada "humas secu­nty" dan "regionaVglobal secunty". Hal ini antara lain didorong oleh semakin terbukanya hubungan antara bangsa dan negara serta bergesemya ancaman invasi menjadi ancaman yang mengarah kepada manusia sebagai individu, masyarakat dan bangsa di wilayah manapun dia berada. Ancaman di masa mendatang bukan lagi ancaman militer, tetapi bergeser menjadi ancaman yang lebih kompels dan tersembunyi seperti "politikar', "pseconomy', "psychology warfare", "/Jfe without hope", kemelaratan, kemiskinan, kelaparan, perusakan lingkungan hidup, mobilitas penduduk dalam jumlah besar-besaran (pengungsian) dan lain­lain.

Isu globalisasi yang paling mendasar adalah kepentingan ekonomi sebagai jawaban terha­dap pemenuhan kebutuhan untuk memperoleh jaminan kesejahteraan dan kelangsungan hidup suatu bangsa. Kegiatannya dilaksanakan dengan mengunakan instrumen politik, ekonomi yang terkadang dengan mengunakan kekuatan militer. Wujud yang paling sering dipergunakan adalah isu global yaitu HAM, lingkungan hidup dan demokratisasi.

2. Pasar Bebas

Menguatnya kepentingan ekonomi tiap bangsa mengakibatkan terjadinya persaingan untuk memperoleh pasarintemasional sebesar mungkin. Bangsa yang unggul dalam persaingan selalu menginginkan lebih dari sekedar keunggulan, yaitu jaminan agar keunggulan ekonomi yang tetap langgeng. Untuk alasan tersebut, maka dimunculkanlah ide atau mekanisme pasar bebas. Sedangkan bangsa yang kalah dalam persaingan ekonomi, cenderung terjerumus dalam krisis perekonomian yang di ikuti oleh krisis lainnya. Sekalipun berupaya melindungi diri dengan menghambat masuknya produk asing ke dalam negerinya, namun upaya proteksi ini tidak dapat berlangsung lama, karena pasar bebas tidak mungkin dihindari sekalipun oleh pihak yang unggul dan memiliki

15

Page 17: ene 1 1an er u un an - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-081700000000013... · oleh warga negara RI sendiri atas lingkungan dan kandungan kekayaan

kecenderungan yang semakin menguat. K€maiuan teknologi informasi juga memung-1-;;;, :~- te mbusnya pasaran tenaga kerja ;:;r;:F::5JDna l keseluruh dunia, hal seperti inilah y·~ ~ccak dialami oleh Indonesia pada abad XXl. Pengorganisasian tenaga keja profesional dapat menembus pasaran tenaga keoa keseluruh pelosok dunia dalam waktu singkat. Akses profe­sionalisme menjadi lebih cepat dan lebih banyak dengan wilayah jangkauan yang lebih luas.

C. Pengaruh Kemajuan Teknologi

Dari kemajuan teknologi yang terus berkembang, Indonesia sangat tertinggal jauh, terutama teknologi eksplolitasi dan eksplorasi kelautan. Hal tersebut dikarenakan di samping keterbatasan sumber daya manusianya juga karena begitu mahalnya teknologi tersebut. Kemajuan teknologi yang dimiliki negara-negara lain memaksa Indo­nesia untuk tidak berbuat banyak. Indonesia hanya mampu mengambil kekayaan sebatas teknologi yang dimiliki. Indonesia mau tidak mau mengijinkan negara lain untuk mengeksploitasi, menguras kekayaan kelautan kita terutama di ZEE dengan teknologi maju, karena hukum laut intemasional membenarkan hal tersebut.

D. Kepentingan Intemasional di Wilayah Laut

Sebagai akibat adanya globalisasi ekonomi serta selesainya perang dingin, kini kepentingan dan masalah ekonomi telah menjadi panggung utama disetiap negara, bahkan menempati panggung utama percaturan politik dunia. Jika pada era perang dingin, perhatian tertuju pada strategis yang berorientasi pada "perimbang·an"/'strategic parity'', maka kini strategi lebih berorentasi kepada "perimbang.an kepentingan" yang di topang oleh keoa sama keamanan. Hal tersebut muncul sebagai konsekuensi dari semakin meningkatnya keterkaitan dan ketergantungan antar negara, khususnya di bidang ekonomi dan perdagangan.

16

Penggunaan laut menurut konvensi hukum Laut atas pada permukaan, pada kolom airnya, dan pada dasar dan tanah di bawahnya, amat dirasakan sebagai pengaruh kepentingan eksternal ataupun global, terutama setelah ditampung dan diakui di dalam konvensi hukum laut.

Munculnya sistem perekonomian dunia yang baru, semua negara mengorientasikan perekonomiannya

pada ekspor, maka perhatian semua negara adalah terhadap keamanan dan keselamatan navigasi , bagi negara-negara besar perhatian tersebut selalu diartikan sebagai kebebasan bernavigasi baik kapal niaga maupun kapal perang. Oleh karena itu selalu dilakukan pengawasan jalur-jalur pelayaran vital yang melewati selat-selatsempit (Choke Point) yang berada dibawah kedaulatan salah satu negara pantai, agar setiap saat terbuka bagi kepentingan­nya, terutama untuk lalu lintas kapal perang dan niaga. Dengan melihat kenyataan bahwa Selat Vi ­tal Strategis Dunia atau Choke Point Dunia yang jumlahnya tidak sampai sembilan , empat diantaranya berada didalam perairan Indonesia yaitu Selat Mataka, Selat Sunda, Selat Ombai, Selat Lombok. Bagi Indonesia maupun ASEAN hal ini merupakan satu aset strategis, akan tetapi bagi negara besar merupakan suatu kerawanan terhadap kebebasan bernavigasi. Tidaklah mengherankan apabila Konsep ZOPFAN maupun South East Asia Nuclear Weapon Free Zone hingga saat ini belum memperoleh pengakuan dari negara besar, karena takut akan berpengaruh terhadap kebebasan bemavigasi.

Kepentingan internasional di laut dapat di kelompokan menjadi tiga, yaitu:

1. SLOC (Sea lanes of Communications)

Perdagangan dunia yang semakin global dan berkembang pesat dengan diterapkannya organisasi-organisasi perdagangan i nterna­sional, yang menunjukkan semakin berartinya sarana laut bagi perdagangan dunia, karena sebagian besar komoditi perdagangan dunia baik migas dan monmigas atau perdagangan barang dan jasa, diangkut lewat laut. Armada kapal laut mampu mengangkut lebih banyak jumlah barang dibanding dengan pesawat udara, juga karena biaya angkut yang lebih murah, sedangkan kendala waktu angkut yang lama, tertutupi oleh banyaknya jumlah barang yang dapat diangkut, sehingga praktis kendala waktu kurang berarti.

Perairan di Laut Cina Selatan dan perairan Asia Tenggara (Selat Malaka, Selat Singapura, Selat Sunda dan Selat Lombok) merupakan jalur laut yang potensial didunia dan sebagai jalur intemasionalyang sibuk, oleh beberapa negara besar, seperti Amerika Serikat, jalur ini

Warta Penelitian Perhubungan • No. 04/THN.XIV/2002

Page 18: ene 1 1an er u un an - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-081700000000013... · oleh warga negara RI sendiri atas lingkungan dan kandungan kekayaan

diposisikan sebagai jalur vital demi lancarnya suplai bahan bakar atau bagi perdagangannya (lihattabel 1) sehinggajaminan keamananjalur perhubungan laut sangat diperlukan.

Tabet 1 Export dan Import di laur Perhubungan Laut di Asia Tenggara

EKSPOR !MPOR

NEGARA Tons Ni lai % Tons Nilai % (juta) (m1/iar 5) dunia (juta) (miliar t ) Ounia

Jepanq 33 .6 153 24,4 385,0 102 24,0 Nies 24.7 78 15.7 199,8 85 18,3 AliStralia 133.6 17 39,5 10.1 14 35.8 China 8,9 20 11,8 23,0 11 10,3 Europe 40,8 107 6,8 41.7 162 10,5 South East

171.2 114 55,4 139.4 118 52,5 Asia USA 11.l 15 3.3 9.5 27 4, 5 Ounia 830,0 586 15.1 83,0 568 15,2

Susunan: BPS tahun 1999

Dari data tersebut diatas, maka logislah apabila jalur perhubungan laut di Kawasan Asia Tenggara khususnya Indonesia di Selat Malaka, Selat Singapura, Selat Sunda dan Selat Lombok merupakan jalur yang penting.

2. Eksploitasi

Dengan telah berlakunya UNCLOS '82 maka ada · satu kewajiban yang harus dipenuhi oleh In­

donesia' sebagai negara kepulauan yang wajib berkaitan dengan sumber daya hayati di ZEE. Kewajiban tersebut adalah bahwa negara RI harus mentapkan kemampuannya untuk memanfaatkan kekayaan hayati ZEE. Apabila negara RI tidak memiliki kemampuan untuk memanfaatkan seluruh jumlah tangkapan yang dapat diperbolehkan, maka negara RI melalui perjanjian bilateraVmultilateraL memberikan ke sempatan pada negara lain untuk memanfaatkan sisa jumlah tangkapan yang dapat di perbolehkan. Ini berarti selama negara RI berkesempatan mengeksploitas kekayaan sumber daya hayati kelautan Indonesia.

3. Pertahanan

Hampir sebagian besar negara-n~gara di dunia berbatasan dengan laut. Oleh karena itu, bagi suatu negara, pertahanan awal sebelum musuh menjangkau wilayah datarannya adalah melalui laut. Namun pada era globalisasi dimana perhatian dunia beralih ke pembangunan ekonomi, maka Angkatan Laut disamping alat negara, mempertahankan negara di dan lewat

Warta Penelitian Perhubungan • No. 04/THN.XIV/2002

laut, juga berperan sebagai penjamin negara dari intervensi dan pelanggaran wilayah oleh negara-negara lain , padatnya lalu lintas perdagangan di laut, maka negara-negara yang berkepentingan, pertu mengamankan jalur-jalur laut tersebut. Jepang telah mengeluarkan kebijaksanaan kepada angkutan Lautnya untuk berpatroli sampai sejauh 1.000 mil, sampai di perairan Philipina, semata-mata untuk menjaga garis perhubungan lautnya demi pembangunan ekonomi negara. Demikian pula Amerika yang tergantung gas dan minyak bumi mentah dari negara-negara Timur Tengah, perlu menjaminnya dengan mengerahkan kapal-kapal induknya berpatroli di lautan diluar wilayah lautnya.

E. Kepentingan Nasional di Lewat Laut

Dalam perjuangan untuk mencapai tujuan nasionaL bangsa Indonesia menganut wawasan Nusantara yang pada hakekatnya adalah wilayah nusantara beserta udara diatasnya dan laut yang menghubungkan pulau-pulau berikut segenap isinya, merupakan kesatuan yang utuh dan menyeluruh. Realisasi penghayatan dan pengertian Wawasan Nusantara menurut kemampuan untuk membangun kesejahteraan dan keamanan bangsa Indonesia di seluruh yurisdiksi kepulauan Nusantara. Dari tuntutan untuk mencapai tujuan Pembangunan Nasional maka seluruh pontensi kelautan khususnya di wilayah Indonesia bagian Timur perlu di susun dan diatur sebagai satu kesatuan dan satu keseluruh agar dapat dikerahkan secara tepat waktu dan tepat arah di dalam pencapaian tujuan perjuangan bangsa. Untuk tetap menuju ketujuan yang ingin dicapai dan agar dapat secara efektif dielakkan hambatan-hambatan, tantangan ancaman-ancaman dan ganguan yang timbuL baik dari luar maupun dari dalam, aspek kehidupan bangsa dan negara. Berhasilnya pembanguan nasional akan meningkat­kan ketahanan nasional. Dengan demikian keber­hasilan pembangunan potensi kelautan secara nasional dan khususnya di wilayah Indonesisi. bagian timur akan dapat memberikan kontribusi mendo­rong lajunya pembangunan di wilayah Indonesia bagian Timur. Lebih lanjut habitat manusia pada hakekatnya adalah mahluk daratan. Manusia sebagai "manusia daratan" selalu berjuang untuk mewujud­kan kemakmuran kesejahteraan dan keamanan serta

17

Page 19: ene 1 1an er u un an - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-081700000000013... · oleh warga negara RI sendiri atas lingkungan dan kandungan kekayaan

mendambakan kebahagianan hidup (di daratan) menu:u'.: no;.na-no rma atau nilai yang diinginkan. TercJo·~ -: · · ~untutan hidup yang selalu mening-katka. :._ ~ ··: · ke jaman, akhirnya manusia kelua. :_ 2J ~ :-, aarat, mengarungi laut untuk cari nafkah, mencari kekayaan dan ruang untuk meningkatan taraf kehidupannya, dengan demi­kianlah laut digunakan sebagai jalur perdagangan, jalur ekononi dan gerak kehidupan bangsa.

Perairan Indonesia merupakan sumber kekayaan, hayati dan no nhayati, pelayaran dan perdagangan, baik antara pula u, maupun antara negara. Secara ringkas kepentingan bangsa Indonesia di perairan Indonesia ~ada hakekatnya merupakan peman­faatan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan dan keamanan bangsa Indoensia, ini berati Kedaulatan Republik Indonesia di perairan yurisdiksi Indone­sia yang mencakup kemampuan untuk:

1. Memanfaatkan dan mengelolah seluruh keka­yaan pe rairan Indonesia serta menggunakan perairan Indonesia sebagai sarana dan media perdagangan, baik antara pulau, wilayah maupun antar negara bagi kepentingan bangsa Indonesia.

2. Meningkatkan kecerdasan dan kesejahteraan umum, khususnya tenaga-tenaga matra laut

3. Mewujudkan kepulauan dan perairan nusantara sebagai satu kesatuan geografis, politik, hukum dan ekonomi.

4. Mewujudkan pertahanan dan keamanan kepulauan dan perairan Indonesia untuk mencegah dan atau menggagalkan usaha lawan lewat laut yang bertujuan subversi, infiltrasi, invasi , penyelundupan dan pelanggaran hukum lainnya.

F. Evolusi Pemanfaatan Wilayah Laut

18

Tarik menarik kepentingan berbagai pihak terhadap pemanfaatan laut berkembang dan hingga saat ini menghasilkan konsep/ pandangan mengenai laut sebagai berkut:

1. Mare Liberum yang dikemukakan oleh Huges Grotius menyatakan bahwa laut merupakan wi layah bebas, bebas bagi barang siapapun yang mampu memanfaatkan laut.

2. Res Nullius yang menyatakan bahwa laut tidak ada pelT'iliknya, dengan demikian sumber daya

yang ada di laut dan pemanfaatan laut meru­pakan warisan dan milik bersama umat manusia yang dianugerahkan oleh Tuhan (common hertoge of mankind don res communis omnium), oleh sebab itu setiap manusia mempunyai hak dan kebebasan untuk memanfaatkan sumberdaya kelautan.

3. Butir a dan b kemudian melahirkan prinsip barang siapa datang lebih dulu dialah yang menikmati manfaat sumberdaya kelautan (first come first serve).

Konsep kelautan tersebut selanjutnya melahi rkan konsep penguasaan laut secara mutlak (konsep sea command) sehingga barang siapapun mempunyai ambisi untuk menguasai laut secara mutlak berlomba-lomba untuk membangu n kekuatan militer yang mampu melaksanaka n penguasaan laut secara mutlak. Menu rut konsep ini penguasaan laut yang bersifat mutlak menekankan bahwa laut tidak bisa dibagi-bagi (dikapling-kapling, the sea is a whole in one), penguasaan laut tidak boleh setengah-setengah atau tidak sama sekali. Apabila konsep ini dianut secara fanatik sempit akan menimbulkan sikap apriori, kaku dan arogan, meskipun sikap tersebut pada kenyataannya tidak didukung kemampuan teknologi (militer, perkapalan) yang memadai. Konsep diatas menimbulkan ketidakadilan dan diskriminasi terutama bagi negara tertentu yang tidak mempunyai kemampuan/ penguasaan teknologi perkapalan, teknologi militer dilaut/ angkatan Laut, serta mendapat tantangan yang melahirkan konsep Mare Clausum yaitu laut adalah terbatas, dibatasi oleh hukum agar pihak yang tidak mempunyai kemampuan teknologi yang memadai (tidak mempunyai instrumen Angkatan Laut yang memadai untuk melindu ngi kepentingan laut) masih dapat menikmati hak untuk mengelola dan memanfaatkan sumberdaya dilaut. Hak tersebut diatur dan dijamin oleh hukum laut baik internasional maupun nasionaL

Konsep Mare Clausum ini kemudian melahirkan regim laut disesuaikan dengan batas laut tertentu yang diukur dari garis dasar pada saat air surut terendah. Regim laut tersebut sebagai­mana diatur oleh hukum laut internasional (konvensi PBB tentang hukum laut intemasional) antara lain meliputi perairan pedalaman (inter-

Warta Penelitian Perhubungan • No. 04/THN.XIV/2002

Page 20: ene 1 1an er u un an - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-081700000000013... · oleh warga negara RI sendiri atas lingkungan dan kandungan kekayaan

nal water) , perairan Nusantara (Archipellagic water), Laut Territorial zona Tambahan, ZEE, Landas Kontinen dan Laut bebas. Berdasarkan konsep ini laut pada dasarnya dapat diatur pengel?laan dan pemanfaatannya yang diizinkan oleh konvensi PBB tentang hukum laut internasional. Konsep ini tidak lagi mengenal prinsip laut tak dapat dibagi-bagi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa apabila ditinjau dari perspektif hukum laut, pengelolaan dan pemanfaatkan umat manusia mengenal adanya regim (pengaturan berdasar­kan hukum).

Perkembangan konsep terhadap penggunaan laut diatas pada dasarnya dipengaruhi 3 faktor dasar, yaitu :

a. Faktor pertama adalah perubahan bentuk peta bumi politik global setelah perang dunia kedua. Hal ini terjadi dalam bentuk tekanan-tekanan dekolonisasi dan bangkitnya paham kebangsaan yang kemudian melahirkan banyak negara-negara baru yang berdaulat. Kedaulatan tersebut memberikan konsekuensi kewenangan pengaturan segenap sumber daya negara­negara tersebut, termasuk laut.

b. Faktor kedua adalah perkembangan teknologi, terutama "marine technology" yang memungkinkan dilakukannya eksplorasi dan eksploitasi. laut, termasuk dasar laut pada tingkat kedalaman yang belum pernah terfikirkan sebelumnya.

c. Faktor ketiga adalah pertambahan pendu­duk dunia yang demikian pesat sehingga mendorong perhatian manusia untuk memanfaatkan kekayaan sumber daya alam yang sebelumnya terfokus di wilayah daratan.

Indonesia sebagai salah satu kaw(!san nusantara yang secara geografis terletak pada jalan silang yang menghubungkan pelayaran berbagai bangsa ikut dipengarahui oleh ketiga faktor tersebut. Hal ini nampak jelas dari perkem­bangan konsep pemanfaatan laut Indonesia, di mana sejak berabad-abad, wilayah taut Indonesia merupakan jalur pelayaran internasional antara berbagai bangsa dan negara. Dalam tahun 1939, pemerintah kolonial Belanda membuat peratuarah perundangan

Warta Penelitian Perhubungan • No. 04frHN.XIV/2002

yang menetapkan batas teritorial sejauh 3 mil dari garis pantai setiap pulau. Dengan kententuan ini, berarti laut-laut diantara pulau­pulau yang berada diluar garis 3 mil dari garis pantai adalah laut diluar batas teritorial, karenanya menjadi laut bebas, dan pemerintah kolonial tidak mempunyai kewenangan hukum. Setelah proklamasi kemerdekaan tahun 1945, ketentuan ini tetap diteruskan hingga tahun 1957. Pada tahun 1957 tersebut, pemerintah Indonesia memutuskan bahwa laut-laut diantara pulau-pulau adalah wilayah hukum Republik Indonesia. Deklarasi tersebut juga mengklaim bahwa batas teritorial laut adalah 12 mil dari garis basis yang menghubungi pulau-pulau terluar. Dengan demikian, laut-laut diantara pulau-pulau menjadi perairan Nusantara. Pernyataan ini adalah suatu perjuangan untuk memperoleh pengakuan dari dunia Internasional akan keutuhan wilayah Republik Indonesia. Dua puluh lima tahun kemudian, perjuangan kedaulatan at.as perairan dari deklarasi tersebut, termasuk pengelolaan sumberdaya/kekayaan alam didalamnya mendapat pengakuan internasional yang tertuang dalam Konvensi Hukum Laut PBB (UNCLOS, 1982).

G. Fungsi Laut

Indonesia yang teri.etak diantara dua benua, yaitu benua Asia dan Australia, dua samudera, yaitu Samudera Hindia dan samudera Pasifik. Disamping posisi silangnya yang strategis tersebut, wilayah lautnya yang sangat luas memiliki kandungan kekayaan laut yang besar. Oleh karena itu, bagi bangsa Indonesia laut dapat digunakan sebagai media: ·

1. Perhubungan dan perdagangan

Sebagai media perhubungan dan perdagangan lewat Laut sistem transportasi Laut yang meliputi angkatan laut nasional dan internasional kepelabuhan dan keselamatan pelayaran masih belum memberikan kinerja yang memadai dalam menyediakan sarana angkutan laut. Peranan angkatan laut dalam negeri maupun angkutan ke dan dari luar negeri tiap tahunnya cenderung menurun dalam dekade terakhir. Beberapa galangan kapal nasional baik dari segi pengua­saan teknologi, pembuatan kapal maupun

19

Page 21: ene 1 1an er u un an - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-081700000000013... · oleh warga negara RI sendiri atas lingkungan dan kandungan kekayaan

20

kemampuan SOM nya telah mampu membuktikan set.ara dengan negara-negara maju yang mampu me.unroduksi kapaL Na mun sebagai akibat krisis mGt"El!!' ~emampuan tersebut menurun drastis temt:ama tlalam mendapatkan modal usaha serta semakin terbatasnya fasilitas kerja yang dimiliki oleh sebagian besar galangan kapal Nasional.

2. Penggalian sumberdaya

Sebagai media penggalian sumber daya, hingga saat ini pendayagunaan sumber daya energi yang berada dilaut baru berupa pembangunan minyak dan gas bumi yang mencapai sekitar kepulauan Natuna, Sulawesi dan lain-lain belum didayagu nakan secara optimaL demikian pula pengelolaan mineral lainnya masih terbatas dilaut dangkal.

3. Pari wisata bahari

Sebagai media pariwisata, potensi bahari belum dimanfaatkan secara optimaL dan disamping itu usaha-usaha wisata bahari yang tersebar di seluruh tanah air belum dikelola secara profesionaL

4. Membangun pengaruh

Sebagai media membangun pengaruh. Kebera­daan kita harus dapat diperlihatkan dengan memanfaatkan wilayah laut sebaik-baiknya (wisata bahari, tranportasi, penelitian, perikanan, perdaga ngan dll). Kehadiran sebagaimana tersebut diatas dapat memberikan image bagi masyar~kat dan negara lain bahwa bangsa In­donesia senantiasa hadir pada laut wilayahnya dengan memanfaatkan laut tersebut sebesar­besamya untuk kemakamuran rakyat.

5. Penelitian

Sebagai media penelitian , keberadaan sumberdaya energi seperti OTEC (Ocean Ther­mal En ergy Conversion), energi genetik gelomba ng, pasang surut da·n arus maupun perbedaan selintas masih dalam penyelidikan atau penelitian.

6. Datangnya ancaman

Sebagai media datangnya ancaman, dapat dilihat dari kepentingan internasional dilaut yang da pat dike lompokan· sebagai SLOC, eksploitasi dan pertahanan.

Pemanfaatan fungsi laut sebagaimana disebut­kan di atas masih belum optimal Hal ini dise-

babkan karena masih minimnya pendidikan dan pelatihan, serta manajemen kemaritiman kepada seluruh masyarakat. Selain itu pembangunan IPTEK dan pengembangan kelembaga an kemaritiman belum mendapatkan prioritas di dalam pembangunan. Masih banyaknya SOM pelaut Indonesia yang harus memenuhi keten­tuan persyaratan kelautan secara internasional yaitu melalui konvensi internasional STCW amandemen 1995 termasuk nantinya untuk para pelaut perikanan. Dalam hal ini secara menyeluruh persyaratan terhadap tenaga ahli melalui perguruan tinggi dan tenaga tra mpil melalui balai-balai pelatihan harus mengikuti persyaratan ketentuan STCW amandemen 1995. Sebagai sektor yang mendukung visi dan misi kelautan, maka peningkatan sarana dan prasana tranportasi laut harus sesuai dengan tuntutan kebutuhan masyarakat secara nasional. Dalam hat ini kita ketahui bahwa dari sisi angkutan laut kita prihatin dengan armada nasional kita, disisi lain pengawasan terhadap lingkungan laut sangat minim sehingga perairan kita merupakan daerah pembuangan sampa h, sed angkan peningkatan kinerja pelabuhan masih ha rus terus diperbaiki demikian juga terhadap fasilitas/ peralatan kepentingan keselamatan pelayaran belum memadai bila di bandingkan luas wilayah perairan dan panjangnya garis pantai.

I. Tumpang Tindihnya Kewenangan Perhatian terhadap pemanfaatan sumber daya kelautan termasuk pembina wilayah kelautan, tidak terlepas dengan keterkaitan antar instansi/ pihak, Dalam hal ini kewewenangan dan kewajiban antar instansijpihak yang terkait sangat jelas tumpang tindih, sehingga perlu segera dicarikan jalan keluarnya agar jelas siapa yang berhak atas suatu tugas dan perannya yang menyangkut langsu ng kepada pemahaman/pendalaman substansialnya.

VI. PENUTUP

A. Kesimpulan

Sebagai salah satu negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia memiliki wilayah yang demikian luas dengan beragam potensi kekayaan alam yang sangat besar untuk dimanfaatkan bagi berbagai

Warta Penelitian Perhubungan • No. 04fTHN.XIV/2002

Page 22: ene 1 1an er u un an - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-081700000000013... · oleh warga negara RI sendiri atas lingkungan dan kandungan kekayaan

kegiatan pembangunan yang merisejahterakan rakyat. Sayangnya potensi kekayaan sumberdaya alam kelautan ini belum dapat dimanfaatkan secara optimal Pemanfaatan yang intensif, masih terbatas pada sebagian wilayah pesisir pantai.

Analisis dan evaluasi dalam tulisan ini menyimpulkan bahwa sudah mendesak dilaksanakannya suatu keterpaduan perencanaan pengMolaan dan pengendalian pemanfaatan wilayah laut Indone­sia. Langkah-langkah strategis dan rencana aksi yang disampaikan dalam tulisan ini hanyalah suatu tawaran dari berbagai alternatif yang dipandang strategis ke arah keinginan itu. Formulasi tersebut tentunya masih sangat sederhana, oleh karena itu perlu masukan saran dari berbagai pihak untuk penyempurnaannya. Hal ini perlu disadari sebagai suatu kewajaran mengingat perencanaan pengelolaan dan pengendalian peman.faatan wilayah laut mengandung berbagai permasalahan yang kompleks. Beberapa dari permasalahan tersebut antara lain adalah :

1. Pengetahuan, pengalaman dan kemampuan perencanaan pengelolaan wilayah laut masih relatif belum memadai. Hal ini perlu disadari mengingat pemanfaatan sumber daya nasional untuk pembangunan dan kesejahteraan bangsa selama ini terlalu terfokus kepada sumber daya alam wilayah daratan. Oleh karena itu kajian mengenai kelautan dapat dikatakan masih sangat kurang.

2. Data dan informasi mengenai jumlah, kondisi dan penyebaran mengenai berbagai sumber­sumber daya laut masih jauh terbelakang dibandingkan dengan data dan informasi mengenai darat. Meskipun dipahami bahwa inventarisasi dan evaluasi berbagai data dan informasi mengenai sumber daya tersebut telah dilakukan oleh berbagai instansi pemerintah dan swasta, namun data dan informasi tersebut masih berorientasi kepada kepentingan inter­nal sektor yang bersangkutan. Hal ini dapat menyulitkan proses "data sharing" sehingga akan menjadi hambatan dalam menyusun suatu perencanaan yang terpadu.

3. Dengan diundangkannya UU No.22 tahun 1999 yang memberikan kewenangan lebih besar bagi daerah otonomi, kabupaten dan kota, sejumlah permasalahan tersebut antara lain adalah

Warta Penelitian Perhubungan • No. 04fT'HN.XIV/2002

penetapan batas laut clan pantai antar daerah yang bersebelahan, koordinasi perencanaan antar daerah-daerah termasuk keterkaitannya dengan kewenangan pemerintah pusat.

4. Adanya hak-hak internasional yang melekat di wilayah laut clan harus dijamin oleh pemerintah.

5. Para nelayan yang merupakan mayoritas masya­rakat yang berhubungan langsung dengan masalah pengelolaan clan pengendalian pemanfaatan laut adalah jug a masyarakat yang sangat rentan di bidang politik dan ekonomi. Dalam kerentanan demikian adalah sulit untuk mengorganisasikan perekonomian mereka ke arah yang lebih baik. Hal itu tentu saja dimungkinkan melalui intervensi kuat dari pemerintah, misalnya melalui subsidi terhadap modal tetap (pengetahuan dan keterampilan). Namun hal ini menjadi mustahil mengingat kondisi makro perekonomian negara saat ini, dan saat mendatangpun belum tentu, mengingat masing-masing daerah akan berupaya meningkatkan PAD melalui aktivitas­aktivitas ekonomi dari sektor potensial terutama jasa, perdagangan dan industri.

6. Kerusakan sumber daya laut di sebagian wilayah laut sudah terlalu parah misalnya terumbu karang, pencemaran pestisida dari kegiatan daratan dan lain-lain.

7. Keterbatasan sarana dan prasarana pengaman laut baik dalam haljumlah maupun kualitasnya. Misalnya infrarastruktur pelabuhan, kapal-kapal patroli laut perlengkapan navigasi, dan lain­lain. Dalam kondisi semacam ini, adalah sulit untuk menangulangi ancaman-ancaman pencurian dan pelanggaran laut lainnya oleh kapal-kapal asing.

B. Saran

1. Penyusunan perencanaan pengelolaan dan pengendalian pemanfaatan laut sudah menjadi suatu pemikiran bersama, setidaknya dalam perencanaan berskala makro. Namun dalam langkah opersional dapat berkembang menjadi konflik karena benturan berbagai kepentingan baik antar sektor maupun antar daerah. Oleh karena itu penyusunan dan penetapan peraturan perundangan menjadi suatu altematif strategis, yang tentunya dengan meletakkan

21

Page 23: ene 1 1an er u un an - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-081700000000013... · oleh warga negara RI sendiri atas lingkungan dan kandungan kekayaan

dasar kepentingan bangsa dan perlindungan terhadap kelompok ekonomi lemah seperti ~an.

2 ~ninqkatan kemampuan perencanaan pembangunan wilayah terutama wilayah laut di setiap pemerintahan daerah merupakan altematif strategis lainnya. Hal ini tentu saja disertai dengan upaya-upaya inv€ntarisasi dan pengelolaan data dan i nformasi mengenai kelauta n secara sistematis serta dengan memanfaatkan kemajuan teknologi. Mengingat keterba tasan kemampuan daerah, maka pembinaan pemerintah sangat diperlukan.

3. Mengingat wilayah laut Indonesia adalah sangat luas dan dengan kondisi kepulauan yang sangat tersebar, maka pembangunan dibidang kelautan akan hanya efektif apabila persoalan keamanan pelaksanaan pembangunan kelautan tersebut dapat terselenggara dengan baik. Hal ini tentu saja tidak sekedar bermakna meningkatkan jumlah dan kualitas armada laut dan sarana pendukungnya. Namun lebih dari itu adalah juga menciptakan dan membangkitkan semangat cinta laut dan kesadaran bahwa laut adalah media pemersatu bangsa.

DAFTAR PUSTAKA

United Nation Convention on Law of the Sea (UNCLOS) 1982;

Undang-undang RI Nomor 21 tahun 1992, tentang · Pelayaran;

Undang-undang RI Nomor 5 tahun 1983, tentang Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia (ZEE!);

Undang-undang RI Nomor 9 tahun 1985, tentang Perikanan;

Undang-undang RI Nomor 5 tahun 1990, tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya;

Undang-undang RI Nomor 23 tahun 1997, tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup;

Undang-undang RI Nomor 6 tahun 1996, tentang Perairan Indonesia;

Undang-undang No. 24 tahun 1992, tentang Penataan Ruang;

Undang-undang No.17 tahun 1985, tentang Ratifikasi Hukum Laut;

so I sv 1935;

??

COLREG 1972;

MARPOL 1973/78 Annex I Res A 542 (B) dan Annex II/res MEPC 26 (23);

SOLAS, 1974, Protocol and amandement 1981, 1983, 1986 dan 1988 res, A 465 (XII);

Surat Jaksa Agung Nomor B-755/ F/ Fpe.3/ 9/ 1993, tanggal 27 September 1993, menegaskan kepada seluruh Kajati agar melakukan kedasama yang baik dengan penyidik TNI-AL dan PPNS Perikanan dalam menangani proses penyidikan perkara tindak pidana di wilayah perikanan/ZEEI;

Keputusan Presiden No. 32 tahun1990, tentang Kawasan Lindung;

Peraturan Pemerintah No. 69 Tahun 2001, tentang Kepelabuhanan;

Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1962, tentang Hak Lintas Damai Laut Teritorial Indonesia;

Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 1999. tentang Pengendalian Pencemaran dan/atau Kerusakan Laut;

Peraturan Pemerintah No. 69 tahun 2001 tentang Kepelabuhanan;

Keputusan Presiden No. 65 tahun 1980 tentang Ratifikasi SOLAS 74/78;

Keputusan Presiden No. 46 tahun 1986 tentang Ratifikasi MARPOL 73/78;

Keputusan Presiden No. 65 tahun 1986 tentang Ratifikasi COLREG 72;

Pedoman Umum Pengelolaan Wilayah Pesisir, Lembaga Oseanologi Nasional Jakarta Soegiarto, A. 1976;

Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu, PT. Pradnya Paramita, Jakarta, Dahuri, R,J Rais, S.P. Ginting dan M.J.Sitepu;77

Pedoman Umum Pengelolaan Wilayah Pesisir, Lembaga Oseanologi Nasional, Jakarta Soegiarto, A. 1976Modul Strategi Pelayanan Prima LAN RI;

Manajemen Produktivitas Total, Dr. Vincent Gaspensz, MSt, CIQA, CPIM.

Reinventing Government, David Orsbond;

Ramli Darmawiredja, Angkutan Laut Dan Keselamatan Maritim, Puslitbang Perhubungan Laut April 1999;

Ors. H.A. Abbas Salim, M.A. Manajemen Pelayaran Niaga dan Pelabuhan, Jakarta PT. Dunia Pustaka Jaya, 1995;

W11rta Penelitian Perhubungan • No. 04/THN.XIV/2002

Page 24: ene 1 1an er u un an - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-081700000000013... · oleh warga negara RI sendiri atas lingkungan dan kandungan kekayaan

Harrison, Rosemary, "Human Resources Management, Issues & Strategies," Addison-Wesley Publishing Company, Inc.,University Press, Cambridge 1993;

Richard Y. Chang; Matthew E. Niedzwiecki , Alat Peningkatan Mutu, PPM Jakarta 1998;

DR. Vincent Gaspersz, M.St.,CIQA,CPIM, Manajemen Produktivitas Total GM Jakarta 1998;

Bambang Tri Cahyono, Ph.O, Manajemen Strategis, IPWI Jakarta 1995;

Warta Penelitian Perhubungan • No. 04/THN.XIV/2002

Capt. Surviyar, Comdr. J.La.Dage, Thamrin Rais Mar,Ch.Engr. Kamus Istilah Pelayaran & Perkapalan Jakarta; Pustaka Delta, 1987.

BIODATA W. Nikson S. Lahir di Jakarta, 16Oktober1953. Lulusan AIP Jakarta tahun 1979, dan Pascasarjana tahun 1997. Peneliti Muda Bidang Perhubungan Laut.

23

Page 25: ene 1 1an er u un an - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-081700000000013... · oleh warga negara RI sendiri atas lingkungan dan kandungan kekayaan

KEMANA KORBAN HARUS MENGADU IMM&TIMPAMUSIBAH AKIBAT M..UAN DALAM DUNIA PENERBANGAN Djoko Suhadi Bambang Siswoyo _________ _

ABSTRAK

Seperti diketahui pertumbuhan transportasi udara cukup tinggi. Satu don lain ha/ disebabkan a/eh makin banyaknya negara yang membuka din· sebagai akibat dari derasnya dampak g/obabsasi don /ibera/isasi perdagangan don investasi. Namun per/u dJsadari bahwa peningkatan ams /alu lintas angkutan udara juga membawa serta kemungkinan peningkatan kecelaka an pesawat udara yang beroperas1~ yang dapat menyebabkan pihak-pihak lain menderita musibah karenanya, khususnya pihak ketiga yang soma sekali tidak tahu menahu akan adanya operasi pesawat udara itu. Bagi pihak-pihak yang menja/in hubungan hukum karena transaksi jua/ beli jasa angkutan udara, tidak a~an menjadi masa/ah karena diantara keduanya sudah terikat akan hak-hak don kewajiban yang telah disepakai do/am paketjua/ be/ijasa ang kutan udara oleh masing-masing pihak. Tetapi tidak demi/don ha Inyo dengan pihak ketiga yang sebelumnya memang tidak pemah menja/in hubungan hukum dengan pihak pener bangan yang bersangkutan. Dalam kondisi seperti itu, menjadi pertanyaan bagi kita semua, "kemana korban kece/akaan pesawat udara pihak ketiga ini harus mengadukan nasibnya''. Ada/ah tidak adil kalau sudah tertimpa musibah, nasibnyapun tidak diperhatikan. Untuk itu karya tubs ini mencoba menguraikannya, apa saja yang periu dilakukan agar korban kecela kaan pihak ketiga itu mendapat perlakuan yang soma don mempero/eh santunan sebagaimana mestinya don seadil-adilnya, dengan memperhatikan prinsip-prinsip tanggung jawab yang do pat digunakan da/am memecahkan masa/ah nasib korban kecelakaan pihak ketiga itu. ·

I. PENDAHULUAN

Seperti diketahui pengangkut pada dasamya mempunyai fungsi memindahkan orang dan atau barang dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan sarana transportasi. Bila terjadi transaksi jual beli jasa angkutan, itu berarti terjadi ikatan hukum antara pembeli jasa

24

angkutan itu dengan pengangkut dan karena itu pengangkut bertanggung jawab atas terlaksananya angkutan dari tempat yang diperjanjikan dalam jual beli jasa angkutan itu ke tempat yang dituju dengan selamat Sehingga kalau terjadi sesuatu yang merugikan dalam melaksanakan angkutan itu, pihak pengangkut diharuskan untuk mengganti kerugian atas kegagalan angkutan yang telah diperjanjikan. Lazimnya para pengangkut untuk menghindari kerugian yang besar akibat tidak terlaksananya angkutan itu, meng-alihkan tanggung jawabnya dengan cara mengasuransikan transaksi angkutannya.

Namun ada kalanya gangguan angkutan itu terjadi karena kecelakaan. Musibah kecelakaan itu dapat terjadi setiap saat, di mana saja serta dapat menimpa apapun dan siapapunjuga di dunia ini, termasuk dalam melaku­kan perjalanan dengan menggunakan sarana angkutan, khususnya pesawat udara. Kecelakaan tersebut dapat menimbulkan kerugian pada masyarakat yang ada di permukaan bumi karena tertimpa pesawat udara yang jatuh atau tertimpa benda-benda yang jatuh dari pesawat udara. Bagi pihak-pihak yang menjalin ikatan hukum karena transaksi jual beli jasa angkutan udara, tampaknya kerugian itu tidak terlalu menjadi masalah, karena sudah dengan sendirinya pihak pengangkut bertanggung jawab atas kerugian yang diderita pihak kedua. Dalam kondisi seperti itu yang menjadi tanggung jawab pihak operator adalah pengguna jasa angkutan udara (penumpang dan pengirim barang), awak pesawat dan alat angkutannya.

Tidak demikian halnya dengan pihak ketiga, yang sama sekali tidak tahu menahu akan ada nya jasa angkutan yang sedang berjalan, tetapi terkena dampak kerugian akibat kecelakaan penerbangan. Dalam hal ini pihak ketiga tidak dapat semena-mena menuntut ganti rugi , kare na seperti diketahui pihak ketiga itu tidak terikat akan perjanjian dengan pihak pengangkut. Dalam kondisi seperti itu lalu siapa yang harus mengganti kerugian yang diderita oleh pihak ketiga? Kemana pula ia harus mengadu kalau sampai dirinya tertimpa musibah akibat kecela kaan penerbangan yang tidak diperkirakan sebelumnya ? Dan siapa yang harus bertanggung jawab atas kerugian yang menimpa pihak ketiga ini ? Untuk itulah makalah ini disusun, dengan maksud menggugah para pihak yang terkait dengan masalah penerbangan yang menga lami kecelakaan serta untuk memberikan wawasan pada siapa saja yang merasa berkepentingan dengan masalah kerugian akibat

Warta Penelitian Perhubungan •No. 04fTHN.XIV/2002

Page 26: ene 1 1an er u un an - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-081700000000013... · oleh warga negara RI sendiri atas lingkungan dan kandungan kekayaan

terjadinya kecelakaan pesawat udara dalam menjalan kan misi penerbangannya dan untuk memahami betapa pentingnya masalah ganti rugi itu bagi pihak-pihak yang terkena musibah kecelakaan, termasuk pihak ketiga yang tidak ada kaitannya dengan penerbangan. Karena bagaimanapun juga tidak satu orang pun menghendaki terjadinya kecelakaan menimpa dirinya, dan kalau toh terjadi harus ada pihak-pihak yang bertanggung jawab atas musibah itu.

Adapun tujuannya adalah memberikan masukan bagi instansi terkait, agar menaruh perhatian tidak hanya kepada pihak penerbangannya semata, tetapi juga terhadap pihak-pihak yang terkena musibah, lebih­lebih pihak ketiga yang sama sekali tidak tahu menahu tentang penerbangan namun tertimpa musibah akibat kecelakaan penerbangan itu. Sehingga dengan demi­kian semua pihak akan merasa lega karena kepentingan­nya dalam musibah akibat kecelakaan penerbangan itu tertangani dan dapat terselesaikan dengan baik. Di satu sisi perusahaan penerbangan dapat menyelesaikan tanggung jawabnya sesuai dengan keterlibatannya dalam kecelakaan itu, pihak kedua dapat memperoleh ganti rugi yang seharusnya diterima dan pihak ketiga pun mendapatkan santunan sebagaimana mestinya.

Na mun mengingat akan keterbatasan yang ada, penulis membatasi diri hanya pada pembahasan masalah akibat kecelakaan penerbangan yang menerpa pihak ketiga. Sementara itu masalah-masalah lain yang berkaitan dengan pihak kedua (penumpang dan atau pengirim barang) tidak termasuk dalam area bahasan. Walaupun demikian identifikasi peraturan perundang-undangan nasional maupun hukum internasional yang berkaitan dengan tanggung jawab hukum terhadap pihak ketiga karena jatuhnya pesawat udara atau benda~benda lainnya tetap dilakukan, untuk kemudian dilakukan analisis komparatif.

Namun sebelum membahas materi tanggung jawab hukum terhadap pihak ketiga ada baiknya kalau kita masuki koridor karya tulis ini dengan mengetahui batasan-batasannya terlebih dahulu. Untuk itu perlu diketahui bahwa yang dimaksud dengan pengangkut dalam karya tulis ini adalah operator penerbangan (selanjutnya disebut operator) yaitu orang atau badan hukum yang mengoperasikan atau menggunakan pesawat udara dalam penerbangan baik yang dilakukan sendiri maupun yang dilakukan oleh pegawai atau agen/ perwakilannya dalam rangka melaksanaan pekerjaan dalam lingkup yang menjadi wewenangnya.

Warta Penelitian Perhubungan • No. 04ffHN.XIV/2002

Kemudian bi la pesawat udara itu mengalami kecelakaan, kita dihadapkan pada kepentingan-kepentingan yang menuntut adanya penyelesaian secara adil, yaitu pertama adalah kepentingan operator itu sendiri, kepentingan penumpang dan pengirim barang pengguna jasa angkutan udara yang bersangkutan, kepentingan awak pesawat udara dan selanjutnya adalah kepen­tingan korban pihak ketiga, yaitu pihak yang sama sekali tidak terkait dengan penerbangan dan tidak tahu kalau akan tertimpa musibah akibat kecelakaan pesawat udara yang naas itu. Bagi awak pesawat udara, penumpang dan pengirim barang (penggunajasa angkutan) seperti diutarakan, tampaknya tidak ada masalah karena bagaimanapun juga antara operator dengan awak pesawat, penumpang dan pengirim barang, sudah terjadi ikatan hukum akan hak-hak dan tanggungjawab masing-masing pihak. Sedangkan pihak ketiga, tanggung jawab itu baru timbul kalau pesawat udara itu mengalami kecelakaan dan menimpa pihak ketiga di permukaan bumi dan tidak diperjanjikan sebelumnya.

Bentuk tanggung jawabnya memang berbeda-beda. Kalau terhadap awak pesawat, penumpang dan pengirim barang, pihak operator bertanggung jawab karena terikat hukum akibat transaksi antar pihak-pihak yang bersangkutan, tetapi kalau terhadap pihak ketiga yang tertimpa musibah, belum jelas siapa yang bertanggung jawab karena belum diperjanjikan dalam suatu transaksi. Bentuk-bentuk tanggung jawab itu mempunyai implikasi yang berbeda satu sama lain. Mudah-mudahan karya tulis ini dapat memberikan gambaran yang dapat membuat pembaca mengerti betapa pentingnya tanggung jawab hukum itu terhadap korban-korban kecelakaan pesawat udara itu.

Selanjutnya mengingat akan cakupan materi yang berkaitan dengan aspek hukum, maka peraturan perundang-undangan nasional maupun hukum interna­sional yang berlaku menjadi acuan dalam analisis masalah yang berkaitan dengan tanggungjawab hukum khususnya operator penerbangan, yang operasi pesawatnya mengalami kecelakaan dan mengakibatkan kerugian pada pihak-pihak lain terutama pihak ketiga di permukaan bumi.

Kemudian akan dipelajari dan dianalisis pokok-pokok permasalahan yang berkaitan dengan tanggung jawab operator seperti prinsip-prinsip hukum yang dianut, batasan tanggung jawab, pengamanan tanggung jawab, ketentuan dan tata cara pengajuan klaim dan hal-hal lain yang berkaitan dengan kerugian yang

25

Page 27: ene 1 1an er u un an - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-081700000000013... · oleh warga negara RI sendiri atas lingkungan dan kandungan kekayaan

timbul di masyarakat karena jatuhnya pesawat udara :=:~ - '.::::Jhn • .:: oenda-benda lain di permukaan bumi

_ _. :_ ;;,- , ":n1g dioperasikan.

-= --=-::o-- -·_ - _ -=-5 sudah disinggung bahwa dalam menyorot1 permasalahan digunakan pendekatan dengan sudut pandang yuridis formal. Pendekatan ini menyoroti mas alah dari ketentuan peraturan perundanga n yang berlaku, baik secara nasional maupun internasiona l. Dari ketentuan-ketentuan yang tercantum da lam peraturan perundangan itu kemudian dikait kan dengan penanganan kasus-kasus kerugian akibat teoadi nya kecelakaan pesawat udara. Dengan demikian akan terlihat apakah masalah kerugian akibat kecelakaan pesawat udara itu sudah atau belum ditangani sebagaimana mestinya.

Di samping itu jug a disoroti unsur-unsur atau komponen­komponen ya ng sating terkait dan berhubungan satu sama lain. Dal.am hal ini seperti diketahui kecelakaan pesawat udara itu melibatkan banyak pihak seperti pabrik pembuat pesawat udara, yang 'memproduksi pesawat uda ra, sebagai penanggung jawab teknis bahwa pesawat udara yang dioperasikan oleh operator itu laik terbang, yang lazimnya diwujudkan · dalam sertifikat kelai ka n udara. Kemudian operasi pesawat udara itu dila ksa nakan oleh satu organisasi atau pero­rangan baik selaku pemilik maupun selaku pengelola dan dalam operasinya pesawat udara itu dilaksanakan oleh awak pesawat, dibantu oleh navigasi udara yang bertugas memandu pesawat udara sejak-dari awal hingga akhir penerbangannya. Kalau teoadi kecelakaan maka pemerintah, dimana teoadi kecelakaan itu akan melibatkan diri , karena berada di daerah kekuasaannya dan terdapat ko rban akibat kecelakaan itu.

Namun mengingat keterbatasan yang ada maka karya tulis ini dibatasi hanya pada sub sis tern yang berkaitan dengan pihak-pihak yang terkena musibah, khususnya pihak ketiga. Oleh karena itu sorotannya difokuskan hanya kepada hubungan tanggungjawab hukum antara operator pesawat udara terhadap pihak-pihak yang terkena musibah, khususnya korban pihak ketiga. Untuk itu masukan data yang diperlukan dalam menyusun karya tulis ini , diperoleh antara lain dari referensi bebliotik baik hasil-hasil penelitian maupun dari peraturan perun dangan yang berlaku secara nasional seperti KUH perdata, KUH dagang, undang-undang maupun peraturan pemerintah yang berkaitan dengan

Puslitbang Phb .Udara : "Penelitian Tentang Tanggung Jawab Pengangkut Terhadap Pihak Keti,a". Laporan Akhir. Desember 2000.

26

penerbangan serta hasil seminar. Sedangkan dalam hukum internasional, hasil Konvensi Roma 1952, Konvensi Warsawa 1929 beserta protokolnya dan Konvensi Paris 1919 menjadi acuan yang selanjutnya dipilah-pilah untuk kemudian dimasukka n dalam kerangka analisis.

Sementara itu seperti diketahui masalah hukum lebih bersifat normatif dan kualitatif dari pada kuantitatif. Oleh karena itu analisis komparasi akan membanding kan antara ketentuan yang berlaku dengan keadaan praktek penyelenggaraan aturan hukum dalam penyelesaian kasus-kasus kecelakaan penerbangan. Dengan informasi yang akurat dari kasus-kasus pena nganan masalah kecelakaan penerbangan diperoleh ilustrasi tentang penyelesaian masalah akibat kecelakaan pesawat udara itu.

II. PRINSIP TANGGUNG JAWAB HU KUM DALAM MENANGANI KORBAN PIHAK KETIGA AKIBAT KECELAKAAN PESAWAT LD\AA

Sebelum memasuki materi hukum dari akibat kecelakaan suatu penerbangan ada baiknya kalau diketahui terlebih dahulu prinsip-prinsip tanggung jawab hukum yang nantinya akan digunakan dalam menangani kasus kecelakaan penerbangan. Bagaimanapun juga masalah akibat kecelakaan itu tidak dapat dipecahkan secara sepihak, karena di dalamnya terlibat banyak pihak dan kesemuanya berkeinginan untuk dapat dipecahkan secara adiL Karena itu pendalaman prinsip tanggung jawab itu sangat diperlukan, agar dalam memecah kan permasa lahan kita berpijak pada aturan-aturan yang benar secara hukum. Dal.am kasus hukum dikenal tiga prinsip tanggung jawab hukum yaitu prinsip tanggung jawab berdasarkan kesalahan (based on fault liability), prinsip tanggung jawab atas dasar praduga bersalah (presumption of liability) dan prinsip tanggung jawab mutlak (absolut liability atau strick liability). Lengkapnya ketiga prinsip tanggung jawab terebut adalah sebagai berikut:

A. Tanggung Jawab Atas Dasar Kesalahan (Based on Fault Liabj[jty)

Prinsip tanggung jawab atas dasar kesalahan adalah prinsip yang menyatakan bahwa setiap orang (natu­ral or juridical person) harus bertanggung jawab atas perbuatannya.1> Yang dimaksudkan disini adalah bahwa kalau seseorang karena perbuatannya mengaki batkan kerugian terhadap orang lain, maka orang tersebut harus bertanggung jawab (liable)

Warta Penelitian Perhubungan • No. 04fTHN.XIV/2002

Page 28: ene 1 1an er u un an - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-081700000000013... · oleh warga negara RI sendiri atas lingkungan dan kandungan kekayaan

secara hukum untuk membayar. kerugian yang diderita oleh korban. Tentu saja tanggung jawab itu tidak semena-mena, tetapi harus dilandasi atas sebab dan akibat. Oleh karena itu prinsip ini meng­haruskan orang yang merasa dirugikan membuktikan bahwa seseorang atau badan hukum tertentu telah membuat kerugian terhadap dirinya. Prinsip tanggung jawab atas dasar kesalahan itu dalam KUH Perdata Pasal 1365, dikenal seba gai pasal mengenai tindakan melawan hukum'.

Prinsip tanggung jawab atas dasar kesalahan ini menitikberatkan pada hubungan sebab akibatyang menimbulkan kerugian itu. Oleh karena itu prinsip ini mensya ratkan adanya pembuktian akan

· kesalahan. Apabila terbukti ada kesalahan, maka pihak korban berhak memperoleh pembayaran ganti rugi yang diderita seperti adanya secara tidak terbatas (unlimited liability). Sebaliknya kalau tidak terbukti, maka pihak korban tidak akan memperoleh pembayaran ganti rugi. Oengan demikian faktor yang sangat penting pada prinsip tanggung jawab atas dasar kesalahan ini adalah kewajiban para korban (penggugat) untuk membuktikan adanya kesalahan atau tindakan metawan hukum dari tergugatyang menim bulkan kerugian pada korban. Kalau kesalahan atau perbuatan melawan hukum itu dapat dibuktikan, maka orang atau badan hukum yang membuat kesalahan itu (tergugat) mempunyai kewajiban hukum untuk membayar penuh semua kerugian yang diderita oleh korban, berapapun jumlah kerugian yang diderita korban,

. kecuali atas persetujuan dari pihak yang menderita kerugian (korban). Pnnsip tanggung jawab atas dasar kesalahan ini hanya dapat berlaku apabila pihak korban (penggugat) dan pihak pembuat kesalahan (tergugat) mem-punyai kedudukan yang sama. Di samping itu prinsip ini juga berlaku terhadap kesalahan yang dibuat orang atau benda lain tetapi masih dalam tanggung jawab dan di bawah pengawasannya. 2l Oengan demikian majikanpun harus bertang-gungjawab terhadap sega la tindakan yang di lakukan oteh bawahannya yang menim­bulkan kerugian kepada pihak ketiga. UU RI No.4

" Kitab Undang Undang Hukum Perdata, Pasal 1367 dan KUHO Pasal 321 ' iLembaran negara : "Undang-Undang RI No.4Tahun19BiTenang Lingkungan

Hidup"

' !Liability Convention Of 1972 {3) ' iPuslitbang Perhubungan Udara : "Penelitian Tenang Tanggung Jawab

Pengangkut Thd Pihak Ketiga". Laporan Akhir, Desember 2000.

Warta Penelitian Perhubungan • No. 04/THN.XIV/2002

Tahun 1982 Tentang Lingkungan Hidup Bab VI, mengenai ganti rugi dan biaya pemulihan, yuncto Pasal 1365 dan Pasat 1366 KUH Perdata, juga menganut prinsip tanggung jawab atas dasar kesalahan, yang antara lain menyatakan bahwa:3l

''Atos kelalaian atau kekurang hati-hatian seseorang harus bertanggung jawab atas kerugian yang timbul, namun demikian pihak yang dirugikan harus membuktikan adanya kesalahan, kesengajaan atau kelalaian dari pihak yang merugikan (tergugat) ''. Dan masih ada lagi ketentuan-ketentuan lain yang juga menggunakan prinsip tanggung jawab atas dasar kesalahan UURI No.15 tahun 1992 Pasal 43, Peraturan Pemerintah No. 40 tahun 1995, UURI No.13 tahun 1992 Pasat 28, dan UURI No.14 tahun 1992 Pasat 45. Untuk tebih jelasnya akan dibahas pada bab-bab selanjutnya.

Sementara itu hukum internasionat yang menganut prinsip tanggungjawab atas dasar ke salahan antara lain adalah Liability Convention Of 1972 (3), yang berbunyi sebagai berikut :

"In the event of damage being caused to a space objects of one launching state or to persons or prop­erty on board such a space objects by a space objects of another launching states, the latter shall be liable only if the damage is due to it fault or the fault of persons far whom it is responsible. " 4J

Oengan demikian apabila terjadi tabrakan benda­benda angkasa milik negara peluncur lainnya yang menimbulkan kerugian tidak akan sating membayar kerugian secara otoma tis, karena mereka sama­sa ma mengetahui bahwa kegiatan tersebut mengandung resiko yang tinggi (ultra hazard) dan masing-masing menyadari sama-sama mempunyai ke mampuan untuk sating membuktikan kesalahan satu terhadap yang lain. Ketentuan terse butjelas menggunakan prinsip tanggung jawab atas dasar kesalahan (based on fault liability) .

B. Tanggung Jawab Atas Dasar Praduga Bersalah (Presumption of Liability) Prinsip tanggung jawab hukum atas dasar praduga bersalah (presumption of liability) adalah suatu prinsip yang menyatakan bahwa korban (penggugat), dalam hat ini penumpang dan atau pengirim barang, tidak perlu membuktikan kesalahan untuk menda­patkan ganti rugi atas musibah yang menimpa dirinya. 5l Prinsip ini dilandasi oteh visi bahwa'

27

Page 29: ene 1 1an er u un an - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-081700000000013... · oleh warga negara RI sendiri atas lingkungan dan kandungan kekayaan

28

kedudukan penumpang dan atau pengirim barang (peng~ugat) dengan perusahaan penerbangan (~} mda umumnya tidak sama. Perusahaan m _11l11:5iebagai tergugat menguasai teknologi ~. ~an periumpang dan atau pengirim barang (penggungat) tidak menguasainya, sehingga apabila penumpang dan atau pengirim barang harus membuktikan kesalahan perusahaan penerbangan jelas tidak akan mampu. Sehingga prinsip tanggung jawab atas dasar kesalahan tidak dapat diterapkan di dalam hubungan hukum antara penumpang dan atau pengirim barang dengan perusahaan pener­bangan. Oleh karena itu, sejak tahun 1929 secara resmi prinsip tanggung jawab berdasarkan praduga bersalah dituangkan di dalam Konvensi Warsawa 1929.

Dengan demikian kalau terjadi kecelakaan pesawat udara, penumpang dan atau pengirim barang yang menggunakan penerbangan yang naas itu secara otomatis memperoleh pembayaran kerugian yang diderita. Tetapi apabila perusahaan penerbangan

·yang bersangkutan dapat membuktikan tidak bersalah, dengan melakukan pembalikan beban pembuktian yang dikenal sebagai pembuktian negatif, maka perusahaan penerbangan yang ber sangkutan bebas dari tanggung jawab hukum, dan tidak perlu membayar kerugian ya.ng diderita oleh penumpang dan atau pengirim barang. Kalau tidak ada pembukrian negatif, maka dalam hat ini,orang atau badan hukum yang melakukan perbuatan merugikan orang lain itu dianggap bersalah. Demikian juga dengan penerbangan yang mengalami kecela kaan, apalagi sampai merugikan orang atau badan lain, berdasarkan prinsip praduga bersalah ini, maka operator penerbangan yang mengalami kecelakaan dianggap bersalah, sepanjang tidak dibuktikan sebaliknya. ·

Oleh karena itu operator penerbangan tersebut . secara otomatis harus memberikan ganti rugi, sebesar yang ditetapkan dalain konvensi atau peraturan perundangan yang berlaku, kepada penumpang dan atau pengirim barang. Tetapi kalau perusahaan penerbangan yang bersangkutan sebagai tergugat dapat membuktikan tidak bersalBh (pembalikan beban pembuktian/ pembuktian negatif), perusa­haan penerbangan sebagai tergugat masih da pat melindungi di ri (exoneration) dengan membuktikan perusahaan penerbangan itu tidak bersalah.

Dengan demikian perusahaan penerbangan tersebut bebas dari tanggung jawab hukum dan tidak perlu membayar kerugian yang diderita oleh penumpang dan atau pengirim barang dalam penerbangan itu. Kalau sama-sama tidak ada pem­buktian, baik oleh penumpang dan atau pengirim barang di satu pihak maupun oleh perusahaan penerbangan, maka perusahaan penerbangan berhak menikmati batas maksimum (limit) tanggung jawab hukum yang telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan itu , berapapun jumlah kerugian yang diderita oleh penumpang dan atau pengirim barang itu.

Dalam kondisi seperti ini, perusahaan penerbangan tetap hanya membayar kerugian yang diderita sebesar yang telah ditetapkan di dalam konvensi atau peraturan perundang-undangan itu, kecuali kalau pihak korban kecelakaan (penumpang dan atau pengirim barang) itu menggugat dan dapat membuktikan bahwa perusahaan penerbangan itu berbuat suatu kesalahan yang disengaja (willful misconduct atau gross negligence). Kalau terbukti ada kesalahan, maka perusahaan penerbangan yang bersangkutan tidak berhak menikmati batas maksimum jumlah ganti rugi yang ditetapkan dalam peraturan perundangan itu, melainkan wajib membayar seluruh kerugian yang diderita oleh penumpang dan atau pengirim barang dalam penerbangan itu (unlimited). Namun seperti diketahui dalam perkembangannya, semakin tinggi teknologi penerbangan kedudukan perusahaan penerbang an menjadi semakin jauh lebih tinggi dibandingkan dengan penumpang dan atau pengi rim barang maupun pihak ketiga, sehingga prinsip tanggung jawab praduga bersalah ti dak lagi dapat diterapkan karena penumpang dan atau pengirim barang tidak mempunyai kemampuan sama sekali untuk membuktikan kesalahan perusahaan penerbangan sebagai tergugat, sebab melibatkan teknologi tinggi. Oleh karena itu digunakan prinsip sebagai mana diuraikan di bawah ini.

C. Prinsip Tanggung Jawab Mutlak (Absolute Liability atau Strid LiabiUty)

Prinsip tanggung jawab mutlak (absolute liability atau strict liability) adalah prinsip yang menyatakan bahwa operator bertanggung jawab atas kerugian yang menimpa pihak ketiga di permukaan bumi akibat kecelakaan pesawat udara yang dioperasi-

Warta Penelitian Perhubungan • No. 04!THN.XIV/2002

Page 30: ene 1 1an er u un an - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-081700000000013... · oleh warga negara RI sendiri atas lingkungan dan kandungan kekayaan

kannya. Prinsip ini diberlakukan apabila pihak ketiga di permukaan bumi menderita kerugian akibat kecelakaan pesawat udara. Untuk itu operator harus bertanggung jawab atas kerugian yang di derita oleh pihak ketiga. Prinsip ini diawali dengan kejadian kalau ada tabrakan dua atau lebih pesawat udara yang sedang melakukan penerbangan, maka kedua operator pesawat udara tersebut secara bersama-sama bertanggung jawab (tanggung jawab renteng) terhadap kerugian yang diderita oleh pihak ketiga di permukaan bumi, sedangkan kalau keru

· gian yang timbul akibat tabrakan antar pesawat udara digunakan prinsip tanggung jawab berdasar­kan kesalahan, masing-masing harus membuktikan kesalahan pihak yang lain.

Dalam prinsip tanggung jawab mutlak ini perusa­haan penerbangan tidak dapat menghindarkan diri sama sekali dari kewajiban untuk membayar ganti rugi yang telah ditetapkan dalam peraturan perundang­undangan, seperti halnya yang tedadi pada prinsip tanggung jawab berdasarkan praduga bersalah. Walaupun demikian batasan (limit) jumlah ganti rugi tersebut tidak boleh dilampaui (unbreakable).

Undang-Undang No.15 tahun 1992 Pasal 44, yang menganut prinsip tanggung jawab mutlak, menyatakan bahwa:

"setiap orang atau badan hukum yang mengope­rasikan pesawat udara bertanggung jawab terhadap

· kerugian yang diderita oleh pihak ketiga akibat pengoperasian pesawat udara, atau kecelakaan pesawat udara a tau jatuhnya benda-benda lain dari pesa wat udara yang dioperasikan ".

Penggunaan prinsip tanggung jawab mutlak itu perlu, karena pihak ketiga tidak mungkin sama sekali dapat membuktikan kesalahan perusahaan penerbangan. Kemudian UURI No 4 tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang juga berdasarkan atas ajaran hukum (doctrine) common law system, Pasal 21 menyata kan bahwa:

"Dalam beberapa kegiatan yang. menyangkut jems sumber daya tertentu, tanggung jawab timbul secara mutlak pada perusak don atau pencemar pada saat terjadinya pengrusakan don atau pencemaran lingkungan hidup, yang ketentuannya diatur dalam

. peraturan perundang-undangan yang bersang kutan ''.

" Konvensi Paris 1960 : "Kapal Laut Bertenaga Nukli ('

Warta Penelitian Perhubungan • No. 04frHN.XIV/2002

Sementara itu dalam hukum internasional, Pasal II Liability Convention of 1972 (Conven tion on In­ternational Liability for Damaged Caused by Space Objects of 1972), yang menggunakan prinsip tanggung jawab mutlak, menyatakan:

"Launching State shall be absolute liability to pay compensation for damage caused by its space objects on the surface of the earth or to aircraft in flight. " Dengan demikian korban tidak perlu lagi membuk­tikan kesalahan negara peluncur (launching state) yang menyebabkan kerugian pihak ketiga. Karban cukup mengatakan bahwa kerugian tersebut ada hubungannya dengan benda-benda angkasa yang diluncurkan dan menimbulkan kerugian. Prinsip tanggung jawab mutlak ini disepakati dalam Con­vention 1972, dengan pertimbangan bahwa kalau korban diharuskan membuktikan kesalahan ne gara peluncur (launching state) rasanya tidak mungkin mendapatkan ganti rugi, karena pembuktian tersebut benar-benar luar biasa sebab melibatkan teknologi tinggi.

Sementara itu ajaran hukum (doctn'ne) common law system mengatakan bahwa orang bertanggung jawab apabila ia dengan sengaja melakukan kegiatan yang sangat membaha yakan dan sangat luar biasa bahayanya (ultra harzardous), yang merugikan or­ang lain, maka mereka bertanggung jawab mutlak. 6l Tanggung jawab ini tanpa adanya kesalahan maupun kelalaian pihak yang menimbulkan kerugian (polluter). Dalam Konvensi terse but antara lain dinyatakan bahwa :

''. .. because of spedal dangers involved in the activities within the scope of the convention and the difficulty of establishing negligence in view of the new tech­niques of atomic energy."

Ajaran hukum (doctrine) common law system tersebut berbunyi:

''. .. the doctnne of stn'ct (or absolute) liablity has evolved in modem times in certain kinds of situation where injury has been caused by an activity, that is not wrongful but give rise to liability even in the absence of an ellegation of negligence or fault. .. " Dengan demikian dalam prinsip tanggung jawab mutlak tidak perlu ada unsur kesalahan, kesenga­jaan, kelalaian, kecerobohan ataupun kekurang hati-hatian pihak yang menimbul kan kerugian besar. Walaupun tidak ada kelalaian, kecerobohan,

29

Page 31: ene 1 1an er u un an - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-081700000000013... · oleh warga negara RI sendiri atas lingkungan dan kandungan kekayaan

kekurang ha ti-hatian , kegiatan yang sangat rr.:;rn:;;:-;::!. ::!<3L terlepas apakah orang tersebut - -=- :: - '.:' . ~ :dakan-tindakan pencegahan : ::::._ =- ·7 _ : -:~...:, nggung jawab mutlak. Sistem ~.-.; :i.;~. ::i )- .. -'-' ~ ;>, Jtlak ini dapat disertai dengan jumlah ga nti rugi tertentu (stnct liability) .

Secara teo ritis prinsip tanggung jawab yang mudah dan sed erh ana diterapkan khu susnya pada pembuatan pesawat udara adalah prinsip tanggung jawab mutlak. Berdasarkan teori tersebut, penggu­g at hanya memberitahu adanya kecela kaan disebabkan oleh kelemahan produk, disain atau fabrikasi pada saat pembuatan pesawat uda ra. Kelalaian, kecerobohan, kesalahari, kelemahan, ketidakh ati -hatian atau ketidaktahuan tidak diperlukan ·pem buktian untuk minta tanggung jawab pem buat pesawat udara.

Selain itu Konvensi Roma 1952 menyatakan bahwa tanggung jawab operator timbul apabila ada kerugian, tanpa memerlukan pembuktian adanya ke lalaian (intent of negligence) pihak operator (perseora nga n atau badan hukum ). Di dalam Konvensi Roma 1952 tersebutjuga diatur tentang pengertian, tanggungjawab pemilik pesawat udara, tanggung ja Nab operator, batas tanggung jawab, prinsip tanggung jawab, ganti rugi berdasarkan berat pesa 'v\ at udara, tanggung jawab secara proporsional, tanggung jawab penuh (unlimited liability) , jaminan dan tata cara mengajukan gugatan. 1

' Operator bertanggungjawab penuh (un­limited liability) apabila korban dapat. membuktikan bahwa operator, baik perseorangan maupun perusahaan penerbangan, berbuat kesengajaan atau pegawainya tidak melakukan tindakan yang diperlukan dalam kapasitas atau wewenangnya sebagai pegawai.

Selanjutnya masa lah yang harus dipecahkan adalah, mana di anta ra keti ga prinsip tersebut di atas yang akan digunakan dalam menangani kasus-kasus akibat kecelakaan pesawat udara yang menimpa pihak ketiga di Indonesia? Hasil survei yang dilakukan oleh Puslitbang Perhu bu ngan Udara menyatakan bahwa 53,33% responden yang disurvei menghendaki diterapkannya prinsip tanggung

Konvensi Roma 1952 "Convention on Damaged Caused by Foreign Ai rcraft to Third Parties on the Surface". Roma · 7 Oktober 1952)

' Puslitbang Perhu burgan Udara : "Penelitian Tentang Tanggung Jawab

Pengangkut Terhadao Pihak Ketiga"

30

jawab hukum mutlak dan 33,33% menghendaki prinsip tanggung ja wab atas dasar kesalahan a .

Oleh karena itu sesuai dengan prinsip tanggung jawab hukum yang berlaku dalam penerbangan internasional, hasil survei tersebut dapat di perti m­bangkan untuk digunakan dalam menyelesaikan kasus-kasus tanggung jawab akibat kecelakaan pesawat terbang yang menimpa pihak ketiga di permukaan bumi. Yang penting untuk diperhatikan dalam menangani kasus kecelakaan pesawat udara yang mengakibatkan kerugian pada pihak ketiga itu adalah azas keadilan, dalam arti bahwa pihak korban yang menderita kerugian itu mendapat santunan secara wajar sebagaimana seharusnya sesuai dengan kerugian yang dideritanya, kemu­dian di lain segi pihak perusahaan penerbangan atau tergugat juga mendapat perlindungan agar ganti rugi yang harus ditanggung tidak berlebihan . Secara philosofis ganti rugi itu hendaknya mengem­balikan kondisi penggugat seperti keadaan sebelum terjadinya kecelakaan yang menimpanya.

III. TANGGUNG JAWAB HU KUM OPERATOR TERHADAP PIH AK KETIGA

Seperti diketahui globalisasi telah membawa hubungan antara satu negara dengan negara yang lain menjadi semaki n ramai dan akan berdampak pada padatnya lalu lintas udara antar negara-negara di dunia ini. Naiknya tingkat kepadatan lalu lintas udara juga akan membawa serta resiko kecelakaan penerbangan yang semakin tinggi pula. Walaupun tida k seorangpun menghendaki terjadinya kecelakaan penerba nga n, namun kalau seandainya itu terjadi, yang pasti adalah banyak pihak yang akan menuntut agar dampak kecelakaan pesawat udara yang menimpa diri korban itu mendapat perhatian dan perlakuan yang adil. Oleh karena itu per tumbuhan lalu li ntas udara itu di sisi lain juga perlu dibarengi dengan adanya kepastian hukum dan jaminan hukum bagi semua pihak, agar kalau seandainya terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, semua pihak mendapat perlakuan yang adil sesuai dengan peratu ra n perundang an yang berlaku . Maka dari itu peraturan perundang-undangan ya ng mengatur secara lengkap masa lah tanggung jawab operator pesawat udara khususnya terhadap korban pihak ketiga di permukaan bumi sangat diperlukan.

Sehubungan dengan hal tersebut di atas pada dasarnya masalah tanggung jawab operator terhadap pi hak

Warta Penelitian Perhubungan • No. 04!THN.XIV/2002

Page 32: ene 1 1an er u un an - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-081700000000013... · oleh warga negara RI sendiri atas lingkungan dan kandungan kekayaan

ketiga itu adalah menjawab pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:

a. Siapa yang bertanggung jawab · atas akibat kecelakaan pesawat udara atau jatuhnya benda­benda dari udara yang menimpa pihak ketiga ?

b. Kerugian apa saja yang diberi santunan ?

c. Be:apa besar ganti rugi yang harus diberikan kepada pihak ketiga ?

d. Bagaimana cara memperoleh ganti rugi yang harus ditempuh oleh pihak ketiga ?

e. Berapa lama batas waktu yang dipunyai oleh pihak ketig:i dalam mengajukan tuntut an atau gugatan ?

f. Bagaimana cara perusahaan penerbangan dalam mengatasi masalah ganti rugi kepada pihak ketiga itu ?

g. Apa yang harus dilakukan kalau sampai te~adi kecelakaan penerbangan di wilayah RI, sementara Indonesia belum meratifikasi l<onvensi Roma 1952 ?

Untuk itu uraian di bawah ini akan membahas masalah­masalah yang berkaitan dengan jawa ban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut di atas, khususnya pertanyaan A dan B. Sedangkan untuk jawaban pertanyaan C. D, Edan F akan dibahas pada periyajian makalah tersendiri .

A. Siapa yang Bertanggung Jawab Atas Akibat Kecelakaan Pesawat Udara atau Jatuhnya Benda­benda dari Udara Karena Kece!akaan Penerbangan yang Menimpa Pihak Ketiga ?

Dalam menjawab pertanyaan "Siapa yang bertanggung jawab atas akibat kecelakaan pesawat udara atau jatuhnya benda-benda dari udara karena kecelakaan penerbangan yang menimpa pihak ketiga ?", seperti telah diuraikan ada tiga prinsip dasar yang dapat digunakan. Pertama adalah prinsip tanggung jawab atas dasar kesalahan, kedua prinsip tanggung jawab atas dasar praduga bersalah dan ketiga prinsip tanggung jawab mutlak. Prinsip-prinsip tersebut akan membawa serta hak-hak dan kewajiban yang berbeda-beda baik terhadap pihak ketiga maupun terhadap perusahaan penerbangan.

Kalau menggunakan prinsip yang pertama, yaitu prinsip tanggung jawab operator yang didasarkan atas kesalahan , pihak ketiga harus mampu membuktikan bahwa perusahaan penerbanganlah yang bert.anggung jawab karena bersalah. Hal itu

Warta Penelitian Perhubungan • No. 04!THN.XIV/2002

adalah tidak mungkin ka rena pihak ketiga sama sekali tidak menguasai materi untuk membuktikan bahwa perusahaan penerbangan itu bersalah, sehingga prinsip yang pertama ini tidak adil bagi pihak ketiga yang tidak tahu menahu masalah penerbangan kemudian menderita akibat kecela kan penerbangan. Namun seperti diketahui pada saat ini peraturan perundang-undangan yang mengatur ganti rugi di Indonesia antara lain adalah KUH Perdata Pasal 1365, yang menganut prinsip tanggung jawab atas dasar kesalahan, berbunyi bahwa:

"Setiap perbuatan me/anggar hukum yang membawa kerugian pada orang lain, mewajibkan seseorang yang karena so/ahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut''.

Ketentuan tersebut memang tidak secara khusus mengenai penanganan masalah kerugi an akibat kecelakaan pesawat udara. Pasal 1365 KUH Perdata itu mengharuskan korban (dalam hal ini pihak ketiga) untuk membuktikan kesalahan operator pesawat udara yang bersangkutan. Keharusan untuk membuktikan kesalahan pihak operator pesawat udara itu tidak mudah bagi pihak ketiga yang pada umumnya awam terhadap teknologi canggih dunia penerbangan, sehingga terbuka kemungkinan pihak ketiga tidak mendapat ganti rugi karena gagal dalam pembuktian. Tetapi sebaliknya, kalau kebe­tulan yang menga lami musibah kecelakaan pesawat udara itu pabrik atau bangunan dengan fasilitas dan barang-barang yang sangat mahal harganya, kemudian pihak korban dapat membuktikan kesalahan operator, maka kedudukan operator menjadi sangat rawan karena akan menghadapi tuntutan ganti rugi yang sangat besar. Pasti operator yang bersangkutan akan mengalami kesulitan bahkan dapat membuat perusahaan penerbangan itu bangkrut karenanya. Untuk itu perusahaan pener­bangan harus mencari jalan keluar agar kerugian yang menimpa perusahaan penerbangan itu tidak sam pai mem bu at perusa haan nya ba ngkrut. Walaupun KUH Perdata Pasal 1365 tersebut mene­tapkan siapa yang bersalah harus bertanggung jawab dan kalau terbukti berapa besarpun kerugian seluruhnya harus diganti (unlimited), tetapi itu adalah hal yang tidak mungkin.

Kemudian UU.No.15 tahun 1992 tentang Penerbangan Pasal 44 (1) memberikan landasan

31

Page 33: ene 1 1an er u un an - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-081700000000013... · oleh warga negara RI sendiri atas lingkungan dan kandungan kekayaan

bagi pengaturan aspek perdata yang menyatakan bahwa:

Setiap orang atau badan hukum yang mengope­rasikan pesawat udara bertanggungjawab terhadap kerugian yang diden'ta oleh pihak ketiga yang di akibatkan oleh pengoperasian pesawat udara atau kecelakaan pesawat udara.

Selanjutnya PP.No.40 tahun 1995 tentang Angkutan Udara, sebagai peraturan pelaksana dari UU No. 15 Tahun 1992, Pasal 45 (1) menyatakan bahwa: Setiap orang atau badan hukum yang mengoperasikan pesawat udcira bertanggungjawab terhadap kerugian yang diderita o/eh pihak ketiga yang diakibatkan o/eh pengoperasian pesawat udara atau kecelakaan pesawat udara atau jatuhnya benda-benda lain dari pesawat udara yang d1operas1kan. Di samping itu UURI No .4 tahun 1982 tentang Lingkungan Hidup Bab VI mengenai ganti rugi dan biaya pemulihan, yuncto Pasal 1365 dan Pasal 1366 KUH Perdata menyatakan bahwa:

"Atos kelalaian atau kekurang hati-hatian seseorang harus bertanggungja wab atas kerugian yang timbul namun demikian pihak yang dirugikan harus membuktikan adanya kesalahan, kesengajaan atau ke/a/aian don pihak yang merugikan (tergugat) ''. Sementara itu di dalam hukum intemasionaL Liabi­lity Convention Of 1972 (3), menyata kan bahwa: "apabila teryadi tabrakan benda-benda angkasa milik negara pe/uncur lain nya yang menimbulkan kerugian tidak akan sabng membayar kerugian seca ra otomatis''. Dalam hal ini mereka sama-sama mengetahui bahwa

· kegiatan tersebut mengandung resiko yang tinggi (ultra hazard) dan menyadari sama-sama mempunyai kemampuan untuk saling membuktikan kesalahan satu terhadap yang lain. Oleh karena itu ketentuan tersebut menggunakan prinsip tpnggung jawab hukum atas dasar kesalahan (based on fault liability). Dari uraian tersebut di atas jelas bahwa baik secara nasional maupun internasional setiap orang atau badan hukum yang mengoperasikan pesawat udara harus bertangg ung jawab atas kerugian yang diderita pihak ketiga akibat kecelakaan atau jatuhnya benda-benda da ri udara karena kecelakaan pesawat udara. Namun perlu disadari bahwa tanggung jawab itu baru dapat berliingsung kalau pihak ketiga dapat membuktikan bahwa orang atau

' Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1367.

32

badan hukum pengoperasi pesawat udara yang mengalami kecelakaan itu memang bersa la h. Prinsip tanggung jawab atas dasar kesalahan ini menitikberatkan pada hubungan se bab akibat yang menimbulkan kerugian itu. Prinsip ini mensyaratkan pada pembuktian adanya kesalahan, seperti adanya kesengajaan, kelalaian, kecerobohan, kekurang hati-hatian, sembrono dan lain sebagainya. Apabila terbukti ada kesalahan, maka pihak korban baru berhak memperoleh pembayaran ganti rugi yang dideritanya. Oleh karena itu prinsip tanggung jawab atas dasar kesalahan ini tidak layak digunakan bagi pihak ketiga yang tertimpa musibah kecelakaan pesawat udara. Faktor yang sangat penting pada tanggung jawab atas dasar kesalahan ini adalah kewa jiban para korban (penggugat) untuk membuktikan adanya kesalahan atau tindakan melawan hukum dari tergugatyang menimbulkan kerugian pada korban. Kalau kesalahan atau perbuatan melawan hukum itu dapat dibuktikan, maka orang yang membuat kesalahan itu (tergugat) mempunyai kewajiban hukum untuk membayar penuh semua kerugian yang diderita oleh korban, berapapun jumlah kerugian yang diderita korban, kecuali atas per setujuan dari pihak yang menderita kerugian (korban). Prinsip tanggung jawab atas dasar kesalahan ini hanya dapat berlaku apabila pihak korban (penggugat) dan pihak pembuat kesalahan (tergugat) mempunyai kedudukan yang sama. Bahkan orang tidak saja bertanggung jawa b atas kerugian yang dilakukannya sendiri, tetapi juga yang ditimbulkan oleh orang lain yang menjadi tanggung jawabnya atau oleh benda yang berada di bawah pengawasannya"9

' . Dengan demikian majikan harus bertanggung jawab terhadap segala tindakan yang dilakukan oleh bawahannya yang menimbulkan kerugian kepada pihak ketiga. Apabila kerugian tersebut menyebabkan kematian, maka para ahli waris korban berhak menuntut pembayaran ganti rugi yang harus dinilai menurut keadaan, kedudukan dan kekayaan pada saat itu. Ketentuan ini ditunjang oleh ketentuan yang tercantum dalam KUH Dagang Pasal 321 yang antara lain menyatakan bahwa: "Pengusaha kapal terikat o/eh perbuatan hukum yang di/akukan o/eh mereka yang bekerja tetap atau sementara pada kapal itu, do/am jabatan mereka, dalam lingkungan wewenang mereka"

Warta Penelitian Perhubungan • No. 04/THN.XIV/2002

Page 34: ene 1 1an er u un an - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-081700000000013... · oleh warga negara RI sendiri atas lingkungan dan kandungan kekayaan

Ia bertanggung jawab untuk kerugian yang menimpa pihak ketiga akibat perbuatan mela wan hukum dari mereka yang bekerja tetap atau sementara pada kapal itu, atau bekerja di kapal untuk keperluan kapal itu atau muatannya, dalam jabatan mereka atau dalam pelak sanaan pekerjaan mereka. Dengan demikian majikan bertanggung jawab atas segala tindakan bawahannya yang menimbulkan kerugian kepada pihak ketiga.

Sedangkan kalau menggunakan prinsip tanggung jawab berdasarkan praduga bersalah (based on pre­sumption Of liability), secara sepintas memang memungkinkan digunakan bagi pihak ketiga untuk menuntut ganti rugi, karena perusahaan pener­bangan dianggap bersalah, oleh karena itu harus bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh pihak ketiga sebatas yang ditentukan oleh peraturan perundangan yang berlaku·. Itupun kalau pihak perusahaan penerbangan tidak melakukan pembuktian negatif, dalam arti membuktikan bahwa dirinya tidak bersalah. Kalau ternyata peru­sahaan penerbangan benar tidak bersalah maka

· pihak ketiga tidak akan mendapat santunan akan kerugian yang dideritanya. Sehingga bagi pihak ketiga ketentuan yang berlandaskan prinsip tanggungjawab hukum atas dasar praduga bersalah itu belum mampu memberikan .jaminan pasti, walaupun memang menyatakan bahwa korban (penggugat), dalam hal ini penumpang dan atau pengirim barang, tidak perlu membuktikan kesalahan. Tetapi masih bisa dipatahkan kalau perusahaan penerbangan dapat membuktikan dirinya tidak bersalah. Prinsip ini timbul karena kedudukan penumpang dan atau pengirim barang (penggugat) dengan perusahaan penerbangan (tergugat) pada umumnya tidak sania. 10l

Dengan demikian kalau terjadi kecelakaan pesawat udara, penumpang dan atau pengirim barang yang menggunakan penerbangan yang naas itu· secara

. otomatis memperoleh pem bayaran kerugian, sebesar yang ditetapkan dalam konvensi atau peraturan perundangan yang berlaku, kalau perusahaan penerbangan yang bersangkutan sebagai tergugat tidak dapat membuktikan tidak bersalah (yang lebih dikenaldengan pembuktian negatif). Teta pi apabila perusahaan penerbangan yang bersangkutan dapat

101 Konvensi Warsawa, 1929

Warta Penelitian Perhubungan • No. 04!THN.XIV/2002

membuktikan tidak bersalah (pembalikan beban pembuktian atau dikenal sebagai pembuktian negatif), maka perusaha an penerbangan yang bersangkutan bebas dari tanggung jawab hukum, dan tidak perlu membayar kerugian yang diderita baik oleh penumpang dan atau pengirim barang mau pun kepada pihak ketiga.

Dalam hal ini, orang atau badan hukum yang melakukan perbuatan merugikan orang lain itu memang dianggap bersalah, sepanjang tidak dibuktikan sebaliknya. Kalau sama-sama tidak ada pembuktian, baik oleh penumpang dan atau pengirim barang di satu pihak maupun oleh perusahaan penerbangan, maka perusahaan penerbangan berhak menikmati ba tas maksimum (limit) tanggung jawab hukum yang telah ditetapkan dalam peraturan per undang-undangan itu, berapapun jumlah kerugian yang diderita oleh penumpang dan atau pengirim barang itu. Dalam kondisi seperti ini, perusahaan penerbangan tetap hanya mem bayar kerugian yang diderita itu sebesar yang telah ditetapkan di dalam konvensi atau per aturan perundang-undangan itu, kecuali kalau pihak korban kecelakaan (penumpang dan atau pengirim barang) itu menggugat dan dapat membuktikan bahwa perusahaan pener bangan itu berbuat suatu kesalahan yang disengaja (willful misconduct atau gross negligence). Dalam hat ini perusahaan penerbangan tidak berhak menikmati batas maksimurn jurnlah ganti rugi yang ditetapkan (unlimited) dalarn peraturan perundangan itu, melainkan wajib membayar seluruh kerugian yang diderita oleh penumpang dan atau pengirim barang dalam penerbangan itu. Walaupun dernikian prinsip ini belurn dapat rnernberikan kepastian hokum bagi korban pihak ketiga.

Selanjutnya kalau menggunakan prinsip tanggung jawab mutlak yaitu prinsip tanggung jawab yang awalnya diberlakukan apabila pihak ketiga di perrnukaan bumi menderita kerugian akibat tabrakan dua atau lebih pesawat udara yang sedang melakukan pener bangan, maka kedua operator pesawat udara tersebut bersama-sama bertanggung jawab (tanggungjawab renteng) terhadap kerugian yang diderita oleh pihak ketiga di permukaan bu mi. Oalam prinsip tanggung jawab mutlak ini perusa­haan penerbangan tidak dapat menghindarkan diri sama sekali dari membayar ganti rugi yang telah

33

Page 35: ene 1 1an er u un an - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-081700000000013... · oleh warga negara RI sendiri atas lingkungan dan kandungan kekayaan

ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan, narnun demikian batasan (limit) jumlah ganti rugi "YD f·w - ~" i-,-.'"'""· "' 1a1-ioau1· (unbreakable) .__, ........ ._.._._ . _'""' _ . .._.~- ·' vf\. I •

>~:x :- _ - ~ o_ -: '\:. : S ta hun 1992 Pasal 44, yang menggunaKan pnnsip tanggung jawab mutlak menyatakan bahwa:

"Setiap orang atau badan hukum yang mengopera­sikan pesawar udara ber tanggung jawab terhadap kerugian yanJ diderita oleh pihak ketiga akibat pengoperasian oesawat udara, atau kecelakaan pesawat udara atau ja:uhnya benda-benda lain dari pesawat udara yang dioperasikan"

Hal ini diperlukan karena pihak ketiga tidak mungkin sama sekali da pat membuktikan kesalahan peru­sahaan penerbangan. Kemudian UURI No.4 tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelo­laan Lingkungan Hidup, Pasal 21 menyatakan bahwa:

"dalam beberapa kegiatan yang menyangkut jems sumber daya tertentu, tanggungjawab timbul secara mutlak pada perusak don atau pencemar pada soot teo'adinya pengrusakan don atau pencemaran lingkungan hidup, yang pengaturannya diatur dalam peraturan perundang-undangan yang ber sangkutan ''.

Sementara itu dalam hukum internasional Konvensi Roma 1952 (Convention on Damaged Caused by Foreign Ai rcraft to Third Parties on the Surface, Roma - 7 Oktober 1952) menyatakan bahwa:

''tanggungJa'Aab operator timbul apabila ado kerugian, tanpa memer/ukan pembuktian adanya kelalaian (intent of negbgence) p1hak operator (perseomngan atau badan hukum). Operator bertanggungjawab penuh (unlimited liability) apabila korlxm dapat membukbkan bahwa operator, baik perseorangan maupun perusa­haan penerbangan, berbuat kesengajaan atau pegawainya tidak melakukan tindakan yang diperfukan dalam kapasitas atau wewenangnya sebagai pegawai''.

Penggunaan prinsip tanggung jawab mutlak adalah konsekuensi logis dari kegiatan angkutan udara yang penuh resiko, tanpa memperhatikan kesalahan operator, untuk melindungi pihak ketiga.

Kernudian Liability Convention of 1972 Pasal II (Convention on International Liability for Dam­aged Caused by Space Objects of 1972), rnenyatakan bahwa:

·: Prof.D r.E .Saefullah \'ii radipradja : "Masalah Tanggung Jawab· Operator Pesawat Udara Nega ra Terhadap Pihak Ketiga" Jakarta, 22 November 2000.

34

"korban tidak perlu membuktikan kesalahan negara peluncur (launching state) yang menyebabkan kerugian pihak ketiga. Karban cukup mengatakan kerugian tersebut ado hubungannya dengan benda­benda angkasa yang di luncurkan don menimbulkan kerugian,sebab kalau korban diharuskan membukbkan kesalahan negara peluncur (launching state) rasanya tidak mungkin mendapatkan ganti rugi, karena pembuktian tersebut benar-benar luar biasa sebab melibatkan teknologi tinggi''.

Selanjutnya doctrine Common Law System menga­takan bahwa :

"orang bertanggungjawab apabila ia dengan sengaja melakukan kegiatan yang sangat membahayakan don sangat luarbiasa bahayanya (ultra harzardous). Karena kegiatan yang sangat berbahaya (ultra hazardous) yang meru gikan orang lain, maka mereka bertang­gung jawab mutlak (absolute liability atau strict liability).

Dari uraian-uraian tersebut di atas jelaslah bahwa pada dasarnya ketiga prinsip tanggungjawab hukurn itu rnenyatakan bahwa pihak operatorlah yang harus bertanggungjawab atas akibat kecelakaan pesawat udara yang dioperasikannya atau akibat jatuhnya benda-benda dari angkasa akibat kecelakaan pesawat udara. Hanya intensitasnya yang berbeda. Namun masalah yang pertu mendapat sorotan adalah bagaimana kalau yang membuat kerugian pihak ketiga itu pesawat udara negara, dimana negara sebagai pemiliknya memiliki imunitas, sehingga kalau teoadi kecelakaan pesawat udara negara, dalam hal ini negara dibebaskan dari tuntutan. Alangkah tidak adilnya. Lalu kepada siapa pihak ketiga yang mengalami kerugian akibat kecelakaan pesawat udara negara meminta pertanggungan jawab ? Sampai sejauh ini peraturan perundangan nasional memang belum mengaturnya. Na mun Prof. Dr. E. Saefullah Wiradipradja, S.H., L.L.M menyatakan ada dua pendapat yaitu sebagai berikut: 11 l

1. Yang mengartikan pesawat udara negara hanya terdiri dari pesawat udara militer, bea cukai dan polisi. Kalau pendapat ini yang dipakai, maka selain ketigajenis pesawat udara negara tersebut, dapat dikenakan pertanggung jawaban artinya pihak korban dapat rnenuntut kompensasi atas kerugian yang dideritanya .

2. Yang mengartikan pesawat udara negara lebih luas, yaitu di samping pesawat udara militer,

Warta Penelitian Perhubungan • No. 04ffHN.XIV/2002

Page 36: ene 1 1an er u un an - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-081700000000013... · oleh warga negara RI sendiri atas lingkungan dan kandungan kekayaan

bea cukai dan polisi, juga termasuk pesawat udara lainnya yang dimiliki dan atau digunakan oleh negara seperti pesawat udara kepresidenan, pesawat udara SAR, pesawat udara departemen­departemen dan pesawat udara misi ilmu penge­tahuan. Dengan demikian kalau menggunakan pendapat ini , maka pesawat udara selain pesawat udara militer, bea cukai dan polisi, pertanggungjawaban dapat diberlakukan.

Karena itu pihak ketiga korban kecelakaan dapat menuntut kompensasi atas kerugian yang dideritanya.

B. Kerugian Apa Saja yang Dapat Dib~ri Santuan ?

Masalah berikutnya adalah menjawab pertanyaan "kerugian apa saja yang dapat diberi santunan ?" Seperti telah diuraikan di atas pada prinsipnya ganti rugi itu adalah mengem balikan kondisi korban seperti keadaan semula sebelum tertimpa kecela­kaan pesawat udara. Dengan demikian kalau yang rusak akibat kecelakaan pesawat udara itu bersifat fisik, maka ganti rugi itu harus dapat mengemba­likan yang rusak itu pada kondisi sebelum tertimpa musibah kecelakaan pesawat udara. Kalau yang rusak itu rumah misalnya, maka untuk mengembalikan kondisi rumah ke kondisi seperti semula rumah tersebut harus direnovasi dan biaya renovasi itu menjadi tanggung jawab operator.

Namun perlu diketahui bahwa kerusakan atau kerugian itu tidak hanya bersifat fisik tetapi juga ada yang bersifat nonfisik. Oleh karena itu untuk lebih jelasnya, perlu diketahui terlebih dahulu jenis dan bentuk kerugian sebelum dilaksanakan pemberian 'ganti rugi. Adapun jenis dan bentuk kerugian tersebut dari sudut pandang yuridis formal adalah seba gai berikut: 12> ·

· 1. Kerugian MateriiL yaitu kerugian atau kerusakan harta benda akibat kecelakaan pesawat udara atau jatuhnya orang, benda dari angkasa akibat kecelakaan pesawat udara. Kerugian yang bersifat materiil ( dommage mateneO ada.lah semua bentuk kerugian yang dapat dinilai dengan uang, misalnya biaya pengobatan, biaya penguburan, kerugian atas upah dan gaji, keuntungan yang diharapkan yang gagal karena akibat perbuatan melawan

11lKonvensi Warsawa 1929 beserta protokol dan suplernennya, Konvensi Roma 1952, Konvensi Pari s 1960, dan The Liability Convention of 1972.

Warta Penelitian Perhubungan • No. 04ffHN.XIV/2002

hukum, pelanggaran atau wan-prestasi dari perjanjian.

2. Kerugian nonmateriiL (dommage mora0 yaitu semua jenis kerugian yang tidak dapat dinilai dengan uang, seperti pelanggaran hak-hak pribadi, penderitaan badan, penderitaan rohani, stress, trauma, mudah terkejut, rasa takut yang berlebihan akibat kecelakaan yang dialami oleh korban, atau keluarga yang diting­galkan oleh karena meninggal dunia akibat kecelakaan atau pembajakan udara. Ada juga yang berbentuk "bodily injury" untuk orang. Namun masih dipertanyakan, apakah perkataan "bodily injury" itu berlaku terhadap penderitaan jasmani saja dan tidak termasuk penderitaan mental (mentally disturbed) atau termasuk jug a penderitaan moral (morally damaged). Penggunaan perkataan "bodily injury" masih diragukan seberapa jauh luka tersebut, apakah termasuk cacat sementara, cacat tetap atau bahkan cacat mental Di dalam kamus kesehatan terdapat istilah "cedera" sebagai padanan kata "trauma". Perkataan "trauma" meliputi cedera fisik maupun cedera psikis.

Sehubungan dengan hal tersebut di atas ada (Continental Law Sistem/Perancis) yang menya­takan bahwa semua kerugian yang diderita oleh korban, baik materiil maupun nonmateriil, dapat memperoleh ganti rugi. Dalam hal ini Indonesia yang menganut sistem hukum Perancis, di samping memberi ganti rugi materiil dan nonmateriil, juga mengenal dommage corporal yang meliputi semua jenis kerugian materiil maupun nonmateriil, seperti biaya pengobatan, kehilangan pendapatan at.au gaji at.au upah, biaya penguburan, serta biaya yang tidak bersifat materiil, seperti penderitaan mental kesedihan, kehilangan daya tarik karena cacat badan tetap, dan kehilangan kasih sayang orang tua (petium solatiun).

Namun Common Law System/ Anglo Saxon menyatakan bahwa penderitaan mental (dommage moraO juga dapat diberi ganti rugi, tetapi dengan persyaratan ada unsur kesenga­jaan (intension) yang terjadi bersama-sama dengan kerugian lain, atau disertai dengan kerugian secara fisik. Sistem hukum Anglo­Saxon ini pada dasamya keberat an memberikan

35

Page 37: ene 1 1an er u un an - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-081700000000013... · oleh warga negara RI sendiri atas lingkungan dan kandungan kekayaan

36

ganti rugi terhadap jenis kerugian mental, karena jenis kerugian tersebut sangat sulit ci~e:"tuka n jumlahnya. Kerugian mental ~:: -"'~~uk "metafisik", artinya yang bersifat fisik ~a;~gat sedikit, tidak nyata, mudah diabaikan, sangat relatif dan berbeda-beda setiap individu. Apa bi la kerugi an mental dapat diberi ganti rugi , kemungkinan teoadi suatu gugatan yang tidak wajar da dibuat-buat oleh penggugat. Apabila teoadi gugatan yang dibuat-buat oleh peng­gugat hakim sangat sulit meng ungkapkan faktanya, sehingga dapat menimbulkan ketidak pastian hukum. Para hakim pada umum nya menolak gugatan atas kerugiari nonmateriil ini . Walaupun di dalam perkembangannya, sistim hukum Anglo-Saxon mulai menerima untuk memberi ganti rugi atas kerugian mental yang diderita oleh korban, dengan alasan bahwa penderitaan rasa takut yang berlebihan tidak dapat dipisahkan dengan penderitaan fisik. Hampir semua penderitaan rasa takut menga­kibatkan penderitaan badan, seperti gangguan syaraf ya ng hebat, pendarahan, keguguran, saki t yan g bersifat traumatik (traumatik neurasthema), gila (insanity), luka badan karena jatuh pingsan. Bahkan di dalam ilmu kedokteran telah diakui pula bahwa tidak hanya ketakutan dan keterkejutm lfright and schock), tetapi juga kesedi han (grief), kecemasan (anxiety), kemara han (rage) dan rasa malu (shame) mengandung penderitaan yang bersifat badani (physical injury), dala m arti bahwa keadaan-keadaan tersebut dapat menimbulkan perubahan­peruba han badan yang dapat dikenal dengan jelas dan tanda-tandanya dapat dilihat oleh seorang ahli dengan mudah. Menurut seorang ahli, tidak ada perbedaan antara penderitaan mental dengan penderitaan badan. Penderitaan mental seperti nervous schock dalam jaring gangguan kesehatan badan selalu merupakan akibat dari atau setidak-tidaknya di sertai oleh adanya ·ga ngguan yang bersifat badani.

Dalam ha , ini Konvensi Roma 1952 mengguna­kan istilah "consequenb'al damages", sedangkan The Liabi lity Convention of 1972 menggunakan istilah "impairment of health" yang berbunyi "health is physical and mental wellbeing", yang dapat juga diartikan sebagai "gangguan pada kesehatan".

3. Kerugian Akibat Kecelakaan Penerbangan di Jalur atau di Luar Jalur Penerbangan

Seperti diketahui kecelakaan pesawat udara itu bisa teoadi dalamjalur penerbangan tetapi bisa juga teoadi di luar jalur penerbangan. Karena itu dipertanyakan kecelaka an pesawat udara yang mana yang korbannya (khususnya korban piha k ketiga) dapat diberi ganti kerugian. Dal.am hal ini yang dimaksud dengan pener­bangan (in flight) adalah keadaan pesawat udara sejak saat semua pintu luar pesawat ditutup, sesudah embarkasi penumpang diikuti dengan pergerakan pesawat udara ke ujung landasa n, sampai saat semua pintu luar pesawat udara dibuka kembali diikuti dengan debarkasi penumpang pesawat udara. Dalam hal teoadi pendaratan darurat, masih termasuk dalam penerbangan (in flight) sampai saat semua tugas dan tanggungjawab kapten pe nerbang diambil alih oleh pejabatyang berwenang. Selama dalam penerbangan itu dimungkinkan terjadinya penyimpangan jalur yang dilaluinya atau teoadi kecelakaan, apalagi kalau ditambah dengan masalah pembajakan. Oleh karena itu kerugian akibat kecelakaan yang mana yang diganti oleh operator, yang di dalam jalur, di luar jalur atau kedua-duanya ? Bagi korban pihak ketiga, tidak ada bedanya, apakah penerbang an itu berada di jalur atau di luar jalur. Yang pasti kecelakaan pesawat udara itu telah merugikan diri pihak ketiga.

Menurut Pasal 1 Konvensi Roma 1952 opera­tortidak bertanggungjawab terhadap ke rugian yang diderita oleh pihak ketiga di jalur pener­bangan yang secar.a yuridis sah, artinya kerugian yang diderita oleh pihak ketiga tidak akan diberi ganti kerugian apabila pesawat udara itu terbang sesuai dengan jalur penerbangan untuk lalu lintas udara. Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa pesawat udara secara yuridis berhak terbang di atas jalur lalu lintas udara, sehingga pihak ketiga seharusnya menyadari bahwa berada di bawah jalur penerbangan adalah membahayakan, namun demikian mereka tetap berada di jalur penerbangan.

Sehubungan dengan hal tersebut di atas UURI No.15 Tahun 1992, PP.No.40 Tahun 1995 dan Stb. 1939-100, juga menyatakan ten tang

Warta Penelitian Perhubungan • No. 04!THN.XIV/2002

Page 38: ene 1 1an er u un an - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-081700000000013... · oleh warga negara RI sendiri atas lingkungan dan kandungan kekayaan

kerugian (damage) yang diderita oleh pihak ketiga, namun semuanya tidak menjelaskan secara tegas jenis kerugian (damages) itu. Jenis kerugian yang dapat diganti sering menjadi masalah di dalam proses pemberian ganti rugi yang diderita oleh korban. Oleh karena itu adalah tidak adil kalau pihak ketiga yang tidak tahu menahu masalah penerbangan, tertimpa musi bah kecelakaan, kemudian tidak mendapatkan santunan sebagaimana mestinya.

Sementara itu menu rut Widono . Prodjodikoro, Indonesia memang tidak mengenal adanya kerugian yang bersifat mental oleh karena itu tidak dapat mengabulkan tuntutan penggugat berdasarkan kerugian mental yang diderita oleh korban atau ahli warisnya. Pendapat Widono Prodjodikoro ini diikuti oleh hakim di dalam perkara gugatan Ny. Oswald Vermaak vs Garuda Indonesia Airways, yang di dalam amar putusannya tidak mengabulkan tuntutan penggugat berdasarkan kerugian mental yang diderita akibat suaminya yang meninggal duni.a di dalam kecelakaan pesawat udara milik Garuda Indonesia di Gunung Burangrang-Bandung pada tahun 1961. Keputusan hakim ini kemudian diperkuat oleh putusan Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung.

Sebaliknya Prof. Endang Saefullah berpendapat bahwa seharusnya hukum nasional Indo nesia mengabulkan tuntutan ganti rugi atas penderitaan mental. Alasannya bisa dilihat dari hal-hal sebagai berikut :

a. Penafsiran historis (rechtshistorische interpretatie)

Menurut penafsiran historis (rechtshis­torische interpretatie) hukum nasional Indonesia harus mengabulkan gugatan atas dasar penderitaan mental karena secara yuridis hukum nasional Indonesia berasal dari negara Belanda, sedangkan hukum nasional Beland a berasal dari Perancis yang memberi ganti rugi atas dasar kerugian materiil maupun non-materiil (mental).

b. Pasal 1372 dan 1380 KUH Perdata

Di dalam kedua pasal KUH Perdata tersebut diatur pemberian ganti rugi berdasarkan "moral damage". Menurut kedua pasal

Wl:lrta Penelitian Perhubungan • No. 04fTHN.XIV/2002

tersebut, seseorang berhak memperoleh ganti rugi atas penghinaan dan pencemaran nama baik. Ganti rugi tersebut sebenarnya bukan termasuk kerugian fisik, melainkan tergolong metafisik.

c. Hukum adat

Menurut hukum adat, apabila perbuatan seseorang menimbulkan kegoncangan, maka orang yang menimbulkan kegon­cangan tersebut diwajibkan mengembalikan kegonca ngan tadi menjadi seperti keadaan semula. Kewajiban mengembalikan kepada keada an sebelum kegoncangan itu pada hakekatnya merupakan penggantian kerugian yang bersifat metafisik.

d. Stb.1939-100

Stb.1939-100, merupakan kekhususan dari KUH Perdata (lex specialis derogat lex generali), yang seharusnya mengikuti Konvensi Warsawa 1929 yang merupakan sumber Stb .1939-100.Karena dalam Konvensi Warsawa 1929 dikenal adanya ganti rugi atas dasar kerugian moral maka seharusnya Stb. 1939-100 juga mengikuti ketentuan Konvensi tersebut. Ganti rugi menurut hukum nasional diatur di dalam Undang-Undang No.15 tahun 1992 yo Peraturan Pemerintah No.40 tahun 1995, namun demikian juga belum secara tegas mengatur tentang kerugian mental.

Sementara itu hasil survei Puslitbang Perhubungan Udara menyatakan bahwa hampir seluruh responden (90.00%) menja­wab bahwa jenis kerugian yang harus diganti oleh operator kepada pihak ketiga adalah kerugian materiil maupun nonma­teriiL Namun ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, sebagaimana terdapat dalam Undang-Undang No.15 tahun 1992 yo PP No.40 tahun 1995, temyata belum secara tegas mengatur jenis kerugian yang dapat diberikan ganti rugi. Menurutyurispro densi yang ada, hakim menolak tuntutan berdasarkan atas kerugian nonmateriil. Padahal di. dalam hukum adat dikenal adanya ganti rugi nonmateriil tersebut,

37

Page 39: ene 1 1an er u un an - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-081700000000013... · oleh warga negara RI sendiri atas lingkungan dan kandungan kekayaan

seperti yang terjadi pada kasus di Samarinda dan beberapa tempat lain, riimana untuk menghilangkan rasa was-was ~ mengadakan berbagai upacara. Oleh ~ itu ganti rugi atas kerugian non­materi il seperti biaya untuk upacara yang bersifat rohaniah untuk menenteramkan korba n patut dipertimbangkan. Namun kesemuanya itu tergantung pada pertim­bangan hakim yang mengadili, sesuai dengan rasa keadilan mereka.

Pada dasarnya prinsip tanggung jawab huk um terhadap pihak ketiga adalah mengembali kan ke kondisi semula seperti keadaan sebelum menderita kerugian . Oleh karena itu dalam hal te~adi kerugian, apabila salah satu pihak telah membayar ganti rugi , maka dapat membebaskan tanggung jaw ab pihak yang· lain.

N. KESIMPULAN·DAN SARAN SARAN

A. Kesimpulan

38

. Dari uraian terse but di. atas dapat disimpulkan hal­hal sebagai berikut:

1. Memang ada peraturan perundangan yang mengatur perihal akibat hukum dari suatu kecelakaan pesawat udara, namun dianggap belum me madai, kecuali yang sudah diatur dalam hukum intemasional khususnya Konvensi Roma 1952 (Con vention on Damaged Caused by Foreign Aircraft to Third Parties on the Sur­face, Roma-7-0ktober-1952) yang menyatakan bahwa "tanggung jawab operator timbul apabila ada kerugian , tanpa memerlukan pembuktian adanya kelalaian (intent of negli­gence) pihak operator (perseorangan atau badan hukum) . Operator bertanggung jawab penuh (unlimited liability) apabila korban dapat membuktikan bahwa operator, baik .perse­orangan maupun perusahaan penerbangan, berbuat kesengajaan atau pegawainya tidak melakukan tindakan yang diperlukan dalam kapasitas atau wewenangnya sebagai pegawai." Tetapi Indonesia belum meratifikasinya . .

2. Ada tiga prinsip dasar yang dapat dipakai dalam menyelesai kan kasus tanggung ja wab hukum akibat kecelakaan pesawat udara yaitu:

a. Prinsip tanggung jawab atas dasar kesa­lahan (based on fault liability) , yaitu prinsip yang menyatakan bahwa setiap orang (natu­ral or juridical person) harus bertanggung jawab atas perbuatannya dalam arti bahwa kalau seseorang karena perbuatannya mengakibatkan kerugian terhadap orang lain, maka orang tersebut harus bertanggung jawab (liable) secara hukum untuk membayar kerugian yang diderita oleh korban.

b. Prinsip tanggung jawab atas dasar praduga bersalah (presumption of Liability) yaitu suatu prinsip yang menyatakan bahwa korban (penggugat), dalam hal ini penumpang dan atau pengirim barang, tidak perlu membuk­tikan kesala han untuk mendapatkan ganti rugi atas musibah yang menimpa dirinya.

c. Prinsip tanggung jawab mutlak (absolute liability atau strict liability) yaitu prinsip yang menyatakan bahwa operator bertanggung jawab atas kerugian yang menimpa pihak ketiga di permukaan bumi akibat kecela­kaan pesawat udara yang dioperasikannya .

2. Penerapan ketiga prinsip tanggungjawab terse­but mengandung implikasi yang berbeda-beda satu sama lain. Oleh karena itu harus dikaji secara baik mana di antara ketiga prinsip terse­but yang paling cocok diterapkan di Indone­sia dan memenuhi rasa keadilan yang hakiki . Agar dengan demikian korban pihak ketiga tahu kemana ia harus mengadu.

B. Saran - Saran Perlu disusun suatu peraturan perundangan yang dapat dipakai oleh korban pihak ketiga yang meme­nuhi rasa keadilan bagi semua pihak yang terlibat dalam menangani kecelakaan pesawat udara. Demikianlah penyajian pertama dari sebagian masalah tanggung jawab hukum terhadap korban pihal ketiga. Mudah-mudahan bermanfaat adanya.

DAFTAR PUSTAKA

Puslitbang Phb. Udara, Penelitian Tentang Tanggung Jawab Pengangkut Terhadap Pihak Ketiga. Laporan Akhir, Desember 2000.

Kitab Undang Undang Hukum Perdata. Lembaran negara, Undang-Undang RI No.4 Tahun 1982

Tenang Lingkungan Hidup.

Warta Penelitian Perhubungan • No. 04fTHN.XIV/2002

Page 40: ene 1 1an er u un an - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-081700000000013... · oleh warga negara RI sendiri atas lingkungan dan kandungan kekayaan

Liability Convention Of 1972.

Konvensi Paris 1960, "Kapoi Laut Bertenaga Nuklir''

Konvensi Roma 1952 "Convention on Damaged Caused by Foreign Aircraft to Third Parties on the Surface". Roma - 7 Oktober 1952.

Konvensi Warsawa, 1929. Prof. Dr. E.Saefullah Wiradipradja, Masalah Tanggung

Jawab Operator Pesawat Udo ra Negara Terhadap Pihak Ketiga", Jakarta, 22 November 2000.

Konvensi Warsawa 1929 besert.a protokoldan suplemennya. Konvensi Paris 1960.

Warta Penelitian Perhubungan • No. 04/THN.XIV/2002

BIO DATA Djoko Suhadi, lahir di Jember 12 Juli 1938, Sarjana Ekonomi UGM 1965, Zavodska Ekonomiku Turisno, Zagkeb, Yugoslavia 1966, Pacific Western Univer­sity under the State of Hawai 1990. Peneliti Madya Badan Penel.itian dan Pengembangan Perhubungan.

Bambang Siswoyo, lahir di Bojonegoro, 9 Agustus 1971, Lulusan Teknik Permesinan Kapal, Tahun 1996, jabatan Staf, di Pusat Penelitian dan Pengembangan Manajemen Multimoda.

39

Page 41: ene 1 1an er u un an - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-081700000000013... · oleh warga negara RI sendiri atas lingkungan dan kandungan kekayaan

PERAN BIRO KLASIFIKASI KAPAL DALAM MENUNJANG INDUSTRI TRANSPORTASI LAUTTERKAIT DENGAN BIRO KLASIFIKASI INDONESIA

Srijanto Resowikoro ___ ______ _

ABSTRAK

Kekuatan konstruksi serta kemampuan peralatan suatu bangunan yang mengapung diatas air atau yang disebut kapal adalah sangat penting diperhatikan karena harus memenuhi persyaratan kese/amatan bagi orang yang berada didalamnya. Peraturan konstruksi beserta peralatannya ini dikeluarkan oleh institusi yang sudah diakui keberadaannya baik oleh negaranya sendin· maupun negara lain. Institusi ini disebut biro klasiftkasi. Peron biro klasijikasi sangatlah pen ting bagi industn' tmnsportasi lout khususnya industn' ga/angan kapa/ karena industn' ini sangat berkaitan dengan keselamatan jiwa manusia sebagai pengguna produknya. Oa/am melaksanakan tugasnya, Biro Klasifikasi harus selalu mengikuti perkem­bangan proses pembangunan kapalnya apakah sesuai dengan spesifikasi teknis yang ada dan bi/a periu me/akukan pengetesan-pengetesan konstruksinya serta peralatan/ perlengkapannya agar kapal tersebut memenuhi persyaratan konstruksiyang sudah ditetapkan kemudian mengeluarkan sertifikatnya dan berhak pu/a mencabutnya kemba/i apabi/a kapalnya sudah tidak laik /aut lagi. Se/ain itu dalam usaha meningkatkan pelayana.n jasa kepada masyarakat industn' keiautan, biro klasiftkasi memperluas usahanya me/ayGni konsultansi teknis bangunan anjungan /epas pantai, pengujian maten'al mengadakan pelatihan­pelatihan SOM dan sebagainya.

I. PENDAHULUAN

Membangun suatu kapal atau alat apung lainnya, untuk menjamin kekuatan konstruksinya apakah sudah sesuai dengan spesifikasi perhitungan perencanaan (spesifi­kasi teknis) serta peraturan yang bertaku perlu adanya aparat pengawasan yang akan mengeluarkan sertifikat sesuai dengan klasifikasi kapal dan di negara mana kapal tersebut di kelaskan atas permintaan pemilik kapaL Aparat pengawas yang berwenang mengeluarkan sertifikat kelas disebut biro klasifikasi.

40

Penentuan kelas kapal atau sertifikat kelas yang dikeluarkan oleh biro klasifikasi mutlak diperlukan untuk persyaratan mendapatkan sertifikat keselamatan pelayaran (laik laut) bagi suatu kapal dalam menjalani rute pelayaran di daerah perairan yang sudah ditentukan atau dikehendaki oleh pemilik kapal.

Di Indonesia, institusi yang berwenang mengeluarkan sertifikat kelas kapal atau alat apung lainnya adalah Biro Klasifikasi Indonesia (BK!) yang keberadaannya di bawah Departemen Perhubungan dengan pembinaan administrasinya dibawah Menteri Negara BUMN.

Il. PERMASALAHAN

Seringnya terjadi kecelakaan di laut yang menimpa kapal-kapal baik kapal barang maupun kapal penumpang yang diakibatkan oleh kesalahan operasional maupun kesalahan dalam pembangunannya yang menyangkut spesifikasi teknis konstruksi dari kapal tersebut.

Dalam hal ini biro klasifikasi perkapalan yang terkait dengan pembangunan kapalnya ikut bertanggung jawab apabila kecelakaan kapal diakibatkan oleh kesalahan konstruksinya.

III. METOOOLOGI

Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah dengan menggunakan referensi yang relevan mengenai obyek dan permasalahan terkait serta menggunakan teori yang diperlukan dalam rangkaian identifikasi masalah, pembahasan serta kesimpulan dan saran. Data yang dipakai adalah data sekunder dari tulisan-tulisan yang pemah ada dan tulisan ini diperuntukkan sebagai informasi dalam dunia perkapalan mengenai pentingnya institusi pengawasan pembangunan kapaljalat apung.

I\l PEMBAHASAN

A. Kecelakaan Kapal di Indonesia Kecelakaan kapal sebagai transportasi laut sering terjadi di Indonesia dan korban manusia maupun kerugian materi/ muatan barang akibat dari kecelakaan tersebut setiap tahun selalu meningkat, faktor yang menjadi penyebab kecelakaan tersebut kebanyakan adalah dari kesalahan manusia (human -error) seperti muatan melebihi kapasitas maksimum ataupun juga kurang disiplinnya dari anak buah kapal dan jenis kecelakaan kapal yang sering terjadi adalah tubrukan, kandas, tenggelam, kebakaran. Hampir semuanya ini disebabkan oleh faktornon teknis, sedangkan faktor teknis seperti kesalahan

Warta Penelitian Perhubungan • No. 04/THN.XIV/2002

Page 42: ene 1 1an er u un an - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-081700000000013... · oleh warga negara RI sendiri atas lingkungan dan kandungan kekayaan

konstruksi dalam pembangunan kapal sedikit sekali. Walaupun demikian kesalahan konstruksi ataupun penyimpangan spesifikasi teknis adalah merupakan kesalahan yang tidak boleh terjadi dalam proses pembangunan kapaljalat apung lainnya.

B. Pengertian. Klasifikasi Ka pal dan Biro Klasifikasi

Pada awalnya Biro Klasifikasi ini didirikan atas dasar melayani kepentingan asuransi, baik untuk kapalnya

. sendiri (kepentingan pemilik kapal) maupun bagi barang yang diangkutnya (kepentingan pemilik barang). Hal ini sangatlah wajar karena pihak asuransi yang langsung menanggung risiko kecelakaan kapal akibat kesalahan ataupun kekurang sempurnanya konstruksi yang mungkin terjadi pada kapal sebagai sarana transportasi laut.

Untuk itu asuransi perlu mendapatkan keterangan atau informasi yang lengkap dan benar mengenai kekuatan konstruksi kapal sebagai salah satu persyaratan laik laut (seaworthiness) suatu kapal laut dan keterangan atau informasi ini harus didapat dari institusi yang resmi dan diakui oleh pemerintah serta dapat dipertang-gungjawabkan.

Faktor-faktqr yang dapat mempengaruhi kelaikan kapal banyak sekali, antara lain adalah konstruksi lambung yang kuat dengan ketebalan pelat sesuai peraturan, instalasi penggerak kapal dan perme­si nan harus berfungsi dengan baik, instalasi perlistrikan, perpipaan, pencegah kebakaran, alat keselamatan pelayaran, perlengkapan dan peralatan kapal lainnya khusus untuk pemakaian di laut (ma­rine use) harus berfungsi dengan baik disegala macam cuaca.

Faktor ini semua akan menentukan apakah suatu kapal laik laut atau tidak, karena menyangkut keselamatan pelayaran terkait dengan keselamatan manusia yang berada didalamnya. Sampai kira-kira a bad 20 tidak semua kapal mempunyai kondisi yang sama mengenai konstruksi, perlengkapan dan peralatannya, mesin penggerak dan sebagainya. Ini berarti terjadi perbedaan persepsi kondisi laik laut dari kapal-kapal yang ada.

Untuk keperluan asuransi, maka kapal-kapal ini harus diklasifikasikan atas beberapa kategori dan

· untuk dapat memberikan penilaian maka didirikan institusi klasi fikasi kapal-kapal atau alat apung yang kemudian disebut Biro Klasifikasi.

Warta Penelitian Perhubungan • No. 04fTHN.XIV/2002

Keterangan-keterangan menyangkut konstruksi serta perlengkapan dan peralatannya yang dapat mempenga-ruhi laik laut kapal dan a lat apung lainnya dapat diberikan oleh Biro Klasifikasi tersebut dan sekaligus memberikan kategori penilaian (kelasnya).

Deng an demikian setiap kapal atau alat apung yang memerlukan persyaratan keselamatan pelayaran berkaitan dengan kostruksinya yang sudah dipe­riksa oleh Biro Klasifikasi dan memenuhi persyaratan dapat diberikan sertifikat kelas sesuai dengan kategori penilaian. Pernyataan atau sertifikat ini merupakan jaminan teknis mengenai tingkat laik laut suatu kapal (alat apung).

C. Peran Biro Klasifikasi Kapal Kedudukan Biro Klasifikasi di dunia perdagangan maritim modern mempunyai arti yang lebih luas, untuk itu selain harus dapat melayani kepentingan pemilik kapal juga harus dapat melayani kepen­tingan dari perusahaan galangan kapal sebagai pembuat alat transportasi laut tersebut. Oleh karena itu Biro Klasifikasi harus bersifat netral dan diharapkan tidak memihak salah satu kepentingan.

Keterangan atau sertifikat yang dikeluarkan oleh Biro Klasifikasi harus dapat dipertanggungjawabkan dan diakui oleh instansi pemerintah maupun swasta dan mereka juga diikut sertakan dalam penilaian (approving) tentang masalah-masalah teknis perkapalan, pengeboran minyak lepas pantai , permesinan dan material.

Ada beberapa pihak yang berkepentingan dan berkaitan dengan masalah klasifikasi dari transportasi laut yaitu:

1. Asuransi Maritim.

2. Pemilik Kapal (Perusahaan Pelayaran).

3. Pengguna Kapal (Pemilik barang/ muatan)

4. Pembuat Kapal (Galangan kapal dan Pembuat permesinan kapal)

5. Industri Penunjang (Material, Peralatan dan Perlengkapan Kapal)

6. Instansi Pemerintah.

Kepentingan dari masing-masing pihak tersebut tidaklah selalu sama, lebih sering bertentangan misalnya masalah konstruksi lambung kapal, dari pihak asuransi menghendaki konstruksi yang lebih kuat sehingga tanggung jawab dalam pertang­gungan asuransi atau risiko dapat lebih kecil,

41

Page 43: ene 1 1an er u un an - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-081700000000013... · oleh warga negara RI sendiri atas lingkungan dan kandungan kekayaan

42

namun mereka tidak mempedulikan kerugian­kerugian dalam membangun suatu kapal yang terlalu kuat karena dengari konstruksi ketebalan baja bert:::b ihan kapal akan menjadi lebih berat sehingga \;apat meng urangi daya angki.Jt serta biaya membangunnya bisa lebih mahaL Dari pihak pemilik kapal tentunya menghendaki pembuatan kapal yang cukup kuat namun dengan biaya murah, kapal dapat beroperasi dalam jangka waktu (life time) lebih lama dan dapat mengangkut muatan sebanyak­banyaknya.

Kai.au hanya melihat dari sisi kepentingan pihak asuransi maka kapal yang dibangun ·menjadi lebih berat karena bahan yang berlebihan dan ini jelas akan merugikan pemilik kapal karena selain daya muat menjadi lebih sedikit juga harga kapalnya menjadi lebih mahaL namun demikian pemilik kapal sebenarnya juga menghendaki kapal yang kuat. Dipihak lain yaitu pembuat kapal (perusahaan galangan kapal) dalam hal kepentingannya juga sama dengan pemilik kapal berusaha dapat membuat kapal dengan biaya yang mu rah namun kuat, karena bagi perusa haan galangan kapal bila dapat membangun kapal dengan biaya murah, kuat serta baik akan menambah nilai prestasi tersendiri. Seringkali tedadi bahwa kapal karena masih dalam masa garansi, kerusakan yang tedadi akan menjadi tanggung jawab perusahaan galangan dan akan diperbaiki tanpa biaya (after- sales service) .

Untuk memperkecil atau menghindari perbedaan­perbedaan kepentingan dari masing~masing pihak maka biro klasifikasi harus dapat bertindak sebagai institusi yang netral tidak memihak salah satu kepentingan . Pemecahan atau jalan keluar yang diberikan oleh biro klasifikasi sedemikian rupa sehingga tidak boleh merugikan salah satu pihak.

Dengan demikian karakteristik dari suatu biro klasifikasi adalah suatu institusi yang netral dan obyektif. Bentuk dari bi ro klasifikasi sebagai badan hukum da pat berbentuk swasta ya ng diakui oleh pemerintah atau ada juga sebagai institusi langsung di bawah pemerintah, namun dasar usahanya adalah sama. Tugas utama yang dilakukan oleh biro klasifikasi adalah sebagai surveyor, memeri ksa dan memberikan persetujuan (approvaO gambar rencana konstruksi pembuatan kapal, pemasangan sampai pengetesan instalasinya, pengujian material serta dapat jug a bertindak sebagai konsultan. Bea dapat

dipungut oleh biro klasifikasi untuk setiap sertifikat kelas yang dikeluarkannya.

Biro Klasifikasi memberikan standar minimum yang dituangkan dalam buku peraturan (rule) atau persyaratan-persyaratan mengenai banguna n (konstruksi) kapal atau alat apung dengan segala peralatan dan perlengkapannya, permesinan , perlistrikan serta perpipaan sehingga dengan standar ini kapal yang dibangun akan mempunyai kemampuan standar untuk berlayar di laut dan akan menjamin dalam batas-batas tertentu untuk keselamatan kapaL muatan dan jiwa manusia di dalamnya.

Dalam melaksanakan tugas utama tersebut, bi ro klasifikasi mengadakan beberapa pengawasan dan membuat peraturan diantaranya:

1. Terhadap kekuatan konstruksi kapal atau alat apung, mesin utama dan permesinan lainnya dinyatakan dalam peraturan pembangunannya (rules) .

2. Menentukan tanda garis muat (plimsol mark) , yang sudah diatur secara internasional.

3. Mengatur cara pemuatan, peraturan awak kapaL peraturan keselamatan. Hal ini diatur bersama instansi terkait dengan peraturan yang berlaku.

Perkembangan dunia pelayaran yang semakin pesat dalam abad ke 20 dan menjelang abad 21 dengan banyak dibangunnya kapal-kapalyang sangat besar menuntut biro klasifikasi dapat memberikan pelayanan tidak hanya berkaitan dengan keselamatan pelayaran tetapi juga mengadakan penelitian tersendiri mengenai segala macam kegiatan dalam industri maritim dan ocean engi­neering seperti melalukan penelitian dan penga­wasan terhadap kegiatan penambangan minyak lepas pantai (offshore engineen'ng).

Pelaksanaan tugas-tugas biro klasifikasi biasanya dike~akan dengan cara-cara sebagai berikut:

1. Meneliti dengan pengawasan secara langsung bahwa kapal atau alat apung yang dibangun sudah sesuai dengan standar minimum dari peraturan biro klasifikasi. Hal in i ha ru s dilakukan sebelum kapal mulai dibangun di galangan kapal dengan memeriksa semua gambar-gambar konstruksi berikut bagian­bagiannya mulai dari lambung, permesinan, perlistrikan, perpipaan dan lain-lainnya ,

Warta Penelitian Perhubungan • No. 04tTHN.XIV/2002

Page 44: ene 1 1an er u un an - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-081700000000013... · oleh warga negara RI sendiri atas lingkungan dan kandungan kekayaan

kemudian setelah gambar yang diperiksa sudah memenuhi persyaratan serta sesuai peraturan maka biro klasifikasi akan memberikan persetujuannya (approval).

2. Mengawasi perkembangan sampai dengan melakukan pengetesan selama pembangunan kapal di galangan kapal dengan dibantu oleh surveyor owner (pengawas dari pemilik kapal). Pengawasan dilakukan terhadap proses penger­jaannya, material yang digunakan, kualifikasi peke~a , peralatan dan perlengkapan kapal yang digunakan dan sebagainya. Sedangkan pengetesan dilakukan terhadap kekedapan tangki-tangki , perpipaan berikut sistemnya, hasil pengelasan, instalasi perlistrikan dsb. Di beberapa negara Eropa, pemeriksaan perl.eng­kapan/ peralatan kapal sering kali sudah diserah­ka n sepenuhnya kepada perusahaan yang memproduksinya (mengeluarkan sertifikat) dengan catatan bahwa produsen tersebut sudah mendapat pengakuan oleh biro klasifikasi setempat. Selama pembangunan kapal mulai dari peletakan lunas sampai percobaan layar (sea trial), biro klasifikasi selalu ikut melakukan pengawasan secara pro aktif. Setelah tuntutan sesuai peraturan biro klasifikasi seluruhnya terpenuhi maka sertifikat kelas kapal dapat dikeluarkan sesuai klasifikasi kapalnya.

3. Melakukan pemeriksaan secara berkala untuk menjamin kondisi kapal selama dioperasikan, pemeriksaan ini pada umumnya atas permintaan pemilik kapal dan dilakukan selama periode tertentu yaitu: setahun sekali (annual survey), dua tahunan (intennediate survey) dan empat tahunan untuk pemeriksaan besar (special sur­vey). Apabila hasil pemeriksaan ternyata kapal secara teknis sudah tidak memenuhi persyaratan, maka biro klasifikasi berhak mencabut kelas kapal dan pemilik kapal wajib memperbaharui sertifikat dengan memperbaiki kapal sampai terpenuhinya persyaratan-persyaratan yang telah ditentukan.

4. Menentukan tanda garis air muat (plimsol mark), yaitu seberapa jauh suatu kapal dapat dimuati saat berlayar diperairan tertentu pada sarat maksimum. Untuk ini biro klasifikasi beke~a sama dengan instansi pemerintah yang terkait ka rena menya ngkut masalah keselamatan

Warta Penelitian Perhubungan • No. 04!THN.XIV/2002

pelayaran. Sampai saat ini peraturan mengenai garis air muat sudah diatur secara Internasional.

5. Mengeluarkan daftar semua kapal yang sudah mendapatkan sertifikat kelas untuk keperluan informasi bagi kalangan industri perkapalan/ pelayaran dan asuransi.

D. Biro Klasifikasi Kapal dalam Hubungannya dengan Industri Kelautan

Sejarah berkembangnya biro klasifikasi kapal sebagian besar adalah dari Lloyd's Register of Ship­ping yaitu suatu Biro Klasifikasi dari negara Inggris yang kemudian juga berkembang sebagai Leader Register. Pada mu lanya biro klasifikasi ini merupakan suatu badan dibawah naungan asuransi yang mendapat­kan tugas untuk menyusun suatu register klasifikasi kapal-kapalsesuai keperl.uan mereka (asuransi) yang kemudian menghasilkan underwn'ter registery. Namun demikian dari kalangan pemilik dan pembangun kapal tidak dapat menyetujui register ini karena pengkelasan kapal-kapal tersebut tidak dapat dikontrol oleh pemilik maupun pembangun kapal. Menurut mereka sistim pengkelasan yang dipakai oleh pihak asuransi adalah 'founded in er­ror and calculated to mislead the judgement of mer­chants and underwriter". Karena itu mereka juga mengeluarkan suatu register lain yaitu shipowners register. Selama kurang lebih 35 tahun antara 1799-1834, dunia perdagangan maritim mempunyai dua macam penilaian mengenai laik laut suatu kapal. Akhirnya perang kelas ini diselesaikan karena perkembangan perdagangan maritim semakin pesat memaksa kedua belah pihak untuk hanya menggunakan satu reg­ister saja, satu macam penilaian mengenai kekuatan kapal. Selanjutnya Lloyd's Register of Shipping berkembang sesuai dengan kemajuan teknologi. Sementara itu di negara-negara lain timbul berbagai biro klasifikasi yang usahanya tidak ada bedanya dengan usaha Lloyd's Register. Alasan untuk mendirikannya bermacam-macam tergantung dari kondisi industri pelayaran serta semangat kema­ritiman masing-masing negara tersebut.

Kemajuan teknologi perkapalan yang pesat sesudah penemuan mesin diesel sebagai tenaga penggerak kapal menggantikan mesin uap pad a saat itu menim­bulkan berbagai masalah baru pada pembangunan

43

Page 45: ene 1 1an er u un an - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-081700000000013... · oleh warga negara RI sendiri atas lingkungan dan kandungan kekayaan

kapal. Pengembangan industri kelautan dalam pembangunan kapal dari bahan baja waktu itu m±uirn~bim«tasifikasi, terutama oleh Lloyd's "*5ma:£•:lili1E~a sama dengan Institut Naval "1d11tecirui!n'5ejak1tu dunia perkapalan mengalami perubahan yang mendasar dan muncul beberapa permasal.ahan dan merupakan halyang baru antara lain:

1. Pengangkutan bahan bakar minyak tidak lagi dil.akukan dengan menggunakan drum, tetapi sudah dapat diangkut secara cu rah (kapal tangki).

2. Penggunaan mesin diesel sebagai tenaga penggerak utama kapal.

3. Masai.ah keselamatan pel.ayaran terkait dengan cadangan daya apung kapal (bouancy) bila dimuati kapasitas penuh.

4. Masai.ah polusi tumpahan bahan bakar minyak dengan dibangunnya kapal~kapal tangker apabila terjadi kebocoran.

5. Pengangkutan gas yang dicairkan (liquid gas) serta perkembangan bangunan pengeboran minyak lepas pantai (offshore engineering).

Pengawasan yang bersifat proaktif dari biro klasi­fikasi Perkapal.an yang langsung dal.am masal.ah­masalah tersebut diatas menyebabkan perkem­bangan pembangunan kapal masih dapat dikontrol dalam kaita.nnya dengan kesel.amatan jiwa dilaut. Dengan peraturan-peraturan (rules) yang dibuat oleh biro klasifikasi perkapalan, pekerjaan

. membangun kapaljal.at apung menjadi lebih mudah karena dengan adanya peraturan konstruksi pembangunan kapal (rules) sudah dapat memberi petunjuk standar yang mempermudah bagi galangan kapal sebagai pembangun sehingga gal.angan kapal tidak perlu mel.akukan perhitungan yang sifatnya umum mengenai kekuatan konstruksi. Selain itu bagi perusahaan pelayaran akan sangat membantu dengan adanya pengawasan periodik oleh Biro Klasifikasi terhadap kondisi kapalnya (meringankan tugas owner surveyor).

~ BIRO KLASIFIKASI INDONESIA

Sesuai kondisi geografis negara Republik Indonesia yang sebagian besar wilayahnya berupa l.autan sangat luas dan merupakan negara kepul.auan terbesar di dunia serta didorong oleh kebutuhan kemandirian di sektor pelayaran sebagai sarana transportasi laut yang

44

berfungsi menghubungkan antara pul.au satu dengan lainnya maka pada tahun 1964 didirikan Biro Klasifikasi Indonesia dengan melalui Peraturan Pemerintah (PP) No .28 Tahun 1964 dalam rangka mengurangi ketergantungan pemerintah dalam menggunakan jasa klasifikasi asing.

Biro Klasifikasi Indonesia berada l.angsung di bawah instansi pemerintah (Departemen Perhubungan) dengan pembina teknis Direktorat Jenderal Perhubungan Laut. Tugas dan fungsi utama Biro Klasifikasi Indonesia adalah menerbitkan sertifikat kelas kapal baru maupun bekas bagi kapal-kapal niaga, nonniaga serta kapal khusus setelah semuanya sesuai dengan peraturan yang tel.ah ditetapkan melalui prosedur pengawasan yang ketat dan tidak tertutup kemungkinan dapat menge­luarkan sertifikat kelas kapal berbendera asing. Sertifikat kel.as ada beberapa macam antara lain: sertifikat kel.as untuk konstruksi lambung, permesinan, pengelasan, instalasi perl.istrikan, perpipaan, material dan sebagainya.

Di samping tugas dan fungsi utama tersebut, dalam meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat industri kelautan, kegiatan Biro Klasifikasi Indonesia semakin luas diantaranya melakukan jasa pengujian/ pemeriksaan material serta konsultan teknik bidang rancang bangun anjungan lepas pantai, studi kelayakan, studi amdal dan mengadakan pelatihan-pelatihan peningkatan sumber daya manusia yang berkaitan dengan industri kelautan dan yang paling baru adalah jasa auditor seperti pada ISM-Code yaitu Koda Internasional mengenai Manajemen untuk pengoperasian kapal secara aman dan pencegahan pencemaran yang tel.ah disahkan dalam sidang umum IMO. Dal.am upaya meningkatkan kualifikasi kerja Biro Klasifikasi Indonesia menjadi Biro Klasifikasi bertaraf Internasional, BKI tel.ah menjalin kerjasama dengan Biro Klasifikasi Perkapal.an Luar Negeri diantaranya: Germanischer Lloyd (Jerman), Bureau Veritas (Perancis), Nippon Kaiji Kyokai (Jepang), Ameri­can Bureau of Shipping (Amerika), Lloyd Register of Shipping (Inggris), Det Norske Veritas (Norway) serta beberapa Biro Klasifikasi lainnya serta bentuk kerja samanya seperti terlihat pada tabel 1.

Dalam program pengembangan industri penunjang perkapalan (peralatan dan perlengkapan kapal), Biro Klasifikasi Indonesia (BKI) bersama dengan instansi terkait serta pihak produsen tel.ah berhasil menyusun standarisasi peralatan dan perlengkapan perkapalan dengan mengadopsi dari JIS (Japan International Standard).

Warta Penelitian Perhubungan • No. 04fTHN.XIV/2002

Page 46: ene 1 1an er u un an - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-081700000000013... · oleh warga negara RI sendiri atas lingkungan dan kandungan kekayaan

No Biro Klasifikasi

1. American Bureau of Shipping 2. Bureau Veritas 3. China Classification Society (CCS) 4. Det Norske Veritas Classification AS (DnV) 5. Germanischer Lloyd (GL) 6. Helleni c Register of Shipping (HR ) 7. Indian Register of Shipping (IRS) 8. Korean Register of Shipping (KRS) 9. Lloyd's Register of Shipping (LR)

10 . Nippon Kaiji Kyokai (NK) 11. Register Naval Roman (RNR) 12. Ship Classification Malaysia (SCM ) 13 . Vietnam Register (VR)

Namun karena jumlah dan jenisnya sang at banyak serta karena keterbatasan dana maka usaha tersebut terhenti dan sampai saat ini belum selesai seluruhnya.

Walaupun dalam perjalanannya selalu berusaha meningkatkan kualitas serta pelayanannya kepada pengguna jasanya, namun jasa Biro Klasifikasi Indo­nesia masih belum sepenuhnya dapat diterima oleh beberapa kalangan yang berkepentinga~ diantaranya:

A. Asuransi

Premi asuransi khususnya asuransi internasional masih menetapkan premi yang tinggi bagi kapal­kapal yang hanya menggunakan kelas dari Biro Klasi-

. fikasi Indonesia. Oleh sebagian asuransi nasionaL jasa Biro Klasifikasi Indonesia belum dimasukkan sebagai dasar perhitungan nilai pertanggungan.

B. Pemilik Kapal

Belum semua kapal berbendera Indonesia sepe­nuhnya menggunakan jasa klasifikasi dari Biro Klasifikasi Indonesia. Kapal berbendera Indonesia yang dibangun atau direnovasi dengan pinjaman dana dari luar negeri (loan), biasanya penggunaan jasa klasifikasi BKI masih harus didampingi oleh jasa klasifikasi asing sebagai salah satu persyaratan pemberian loan (bisa teoadi dual-class pada kapal berbendera Indonesia).

C. Industri Penunjang Perkapalan

Karena industri ini belum berkembang di Indone­sia maka belum banyak produsen menggunakan jasa Biro Klasifikasi Indonesia dalam pengetesan

· maupun penelitian sehingga masih terbatas pada

Warta Penelitian Perhubungan • No. 04frHN.XIV/2002

Negara Bentuk Kerja Sama

USA Dual Class France Dual Class China Mutual Representation Norway Dual Class Germany Mutual Representation Greece Mutual Representation India Mutual Representation South Korean Mutual Representation UK Dual Class Japan Mutual Representation Romania Mutual Representation Malaysia Mutual Representation Vietnam Mutual Representation

peralatan dan perlengkapan kapal imper dengan sertifikat negara asalnya.

D. Instansi Pemerintah

Penggunaan jasa klasifikasi oleh pemerintah masih belum terlaksana dengan baik. Di negara yang mempunyai Biro Klasifikasi bertaraf Internasional pada umumnya pemerintahnya mendelegasikan wewenang penilaian laik taut kapal kepada Biro Klasifikasi. Secara formal pemerintah Indonesia memang sudah dapat menerima dan mengakui sertifikat kelas yang dikeluarkan oleh Biro Klasifikasi Indonesia, akan tetapi dalam prakteknya masih terdapat dispensasi .

Suatu biro klasifikasi untuk mendapat pengakuan di dunia maritime internasional sebagai institusi klasifikasi kapal apabila hal tersebut dibawah dapat dipenuhi yaitu:

1. Pengakuan dari institusi Underwriters di Lon­don dan New York.

2. Pengakuan dari negara-negara yang memiliki armada kapal niaga yang besar.

3. Menjadi anggota dari International Associa-tion of Classification Societies (!ACS).

Untuk mendapatkan pengakuan tersebut biasanya dibutuhkan waktu yang cukup lama, meskipun demikian usaha-usaha meningkatkan jasa pelayanan harus dimulai dari awal dan sampai saat ini Biro Klasifikasi Indonesia telah mengeluarkan beberapa buku peraturan (rules) tentang konstruksi kapal dengan bahan dari baja, fibre glass, ferro cement,

45

Page 47: ene 1 1an er u un an - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-081700000000013... · oleh warga negara RI sendiri atas lingkungan dan kandungan kekayaan

kayu dan laminating walaupun sebagian besar masih menaadovsi d<iri Biro Klasifikasi Internasional f.:>~~r:;:;:h~:- Lloyd) dengan penambahan­~~=- ~kiran dari BKI sendiri yang sangat nen:Jllrla uag-1 pembuat, pemilik, pengguna kapal maupun asuransi sebagai pedoman peraturan tentang konstruksi dalam pembuatan sarana transportasi laut di Indonesia.

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

Walaupun Pemerintah dengan segala kewenangannya telah membuat suatu perturan atau ketentuan dalam mencegah te rjadi nya kecelakaan kapal, namun kecelakaan yang terjadi masih saja tetap tinggi dan hal ini kebanyakan disebabkan oleh faktor manusia, untuk itu perl.u dilakukan pembenahan menyeluruh dan serius mengenai sumber daya manusia di sektor pelayaran.

Biro Klasifikasi Perkapalan sangatlah penting artinya dalam ikut mencegah terjadinya kecelakaan di laut khususnya masalah kekuatan konstruksi bangunan yang mengapung diatas air yang disebut kapal alat apung atau sejenisnya.

Sebagai suatu negara maritime dengan ribuan pulau berada di dalam hamparan lautan sangat luas, Indone­sia membutuh~an suatu badan/i nstitusi pengawas pembangunan kapalyang handal dalam menanggulangi permasalahan yang berhubungan dengan kapal atau alat apung lainnya sebagai sarana transportasi laut.

Biro Klasifikasi Indonesia sejak berdiri pada tahun 1964 sampai sekarang sudah banyak mengalami kemajuan yang cukup berarti dengan usaha meningkatkan pela­yanan kepada masyarakat industri kelautan diantaranya selain sebagai pengawas konstruksi· pembangunan kapaljalat apung juga melayani konsultansi teknis bidang rancan g bangun anjungan lepas pantai, pengujian dan pemeriksaan material, studi analisa dampak lingkungan (Amdal), mengadakan pelatihan­pelatihan peningkatan sumber daya manusia yang terkait dengan industri kelautan dsb. Namun demikian BKI sampai sekara ng belum dapat menjadi anggota dari International Association of Classifi.cation Societ­ies (IACS), karena persyaratan untuk menjadi anggota IACS antara lai n-salah satunya adalah: minimal 30 tahun berpengalaman sebagai biro klasifikasi dengan menggunakan peraturan klasifikasi sendiri (owri classi-

46

fication rules). Dalam hal ini BKI masih menggunakan atau adopsi rules dari Germanischer Lloyd's (G.L).

Untuk itu Biro Klasifikasi Indonesia sebagai institusi yang dipercaya dan bertanggung jawab mengenai masalah bangunan/konstruksi kapal atau alat apung di Indonesia harus selalu mengikuti perkembangan teknologi bangunan kapaljalat apung dan terus meningkatkan kemampuan Sumber Daya Manusianya dalam melaksanakan tugasnya karena jasa ini sangat berkaitan dengan keselamatan jiwa manusia sebagai pengguna transportasi laut.

Semoga Biro Klsasifikasi Indonesia berkembang dan dapat setara dengan Biro Klsifikasi Internasional lainnya dalam melayani jasa di sektor Industri Maritim Indone­sia khususnya dan Industri Maritim Dunia pada umumnya.

DAFTAR PUSTAKA

Marah SM Harahap, Suotu Gogoson Pendek Biro Klosifikosi Kapal Jakarta, September 1986.

Biro Klasifikasi Indonesia, Koda Intemosional Manojemen Keselamatan (ISM-Code), Edisi 2001.

Nanang Aryantono, Penerapan Resolusi IMO No.A. 74 1 (18) Tentang .Koda Internosional Monajemen Keselamatan Untuk Keamonan Pengoperasian Kapoi don Pencegoh Pencemoran (ISM CODE) di Indonesia. Warta Penelitian Departemen Perhubungan No.10/ THN.XI/ 1999.

Ir. Naufal Bahreisy MT, Nara Sumber Ketua K3I (Komite Konsultasi Klasifikasi Indonesia) 2002.

BIO DATA

Srijanto Resowikoro, Lahir di Solo, tahun 1950 mendapatkan gelar Sarjana Teknik Perkapalan dari Institut Teknologi 10 Nopember Surabaya (ITS) pada tahun 1980. Bekerja di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Jakarta sampai

1

sekarang sebagai Peneliti di Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Industri dan Sistirn Transportasi.

Desernber 1994 - April 1995 sebagai Asisten Supervisi Pembangunan Kapal Baruna Jaya IV di

I Cherbourg Perancis . _J

Warta Penelitian Perhubungan • No. 04 THN.XIV 2002

Page 48: ene 1 1an er u un an - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-081700000000013... · oleh warga negara RI sendiri atas lingkungan dan kandungan kekayaan

PRORL DAN KONSEP PENGEMBANGAN TRANSPORTASI DI KAWASAN MANGGARAI Bambang Rumanto _____ _:__ ______ _

ABSTRAK

Kawasan Manggarai merupakan so/ah satu kawasan strategis di DKI. Jakarta yang memiliki persoalan yang sangat serius khususnya permasalahan lalulintas. Dengan adanya rencana pengembangan Stasiun Manggarai sebagai stasiun utama maka akan mengakibatkan beban /alulintas di kawasan ini semakin berat khususnya yang ditimbulkan o/eh peningkatan pergerakan dari colon penumpang kereta api yang me/ali.Ji stasiun ini. Dengan adanya rencana pengembangan im; per/u dilakukan kajian yang bertujuan untuk mengantisipasi kebutuhan pelayanan transportasi di kawasan ini. Sa/ah satu keqiatan studi yang dilakukan ado/ah mengetahui proftl don merumuskan konsep pengembangan transportasi di Kawasan Manggarai. Melnlui sur.;ei lapangan don inventansasi data diperoleh pro.ft/ transportasi kowasan yaitu odanya beban /alulintos cukup berat yang harus diterima a/eh kawasan yang memiliki daya dukung terbatas don rendahnya d1siplin pemakai jalan. Terbatasnya daya dukung don rencana pengem­bangan kawasan dimasa datang maka perlu d1susun konsep pengembangan yang berorientasi pada efisiensi don kemudohan ber/alulintas melalui pembatasan /alu/intas yang akan masuk ke do/am kawosan (/a/ulintas menerus/ through traffic tidak membebani kawasan secara langsung) don pengintegrasian moda angkutan.

I. PENDAHULUAN

Dalam perencanaan tata ruang daerah perkotaan tentu akan didapatkan kawasan-kawasan strategis yang akan dikembangkan secara khusus. Kawasan Manggarai merupakan salah satu kawasan strategis di DKI. Jakarta yang akan dijadikan pusat pergerakan lalulintas di masa datang khususnya untuk pergerakan kereta api jarak jauh. Dengan adanya rencana pengembangan Stasiun Manggarai menjadi stasiun utama maka perlu dilakukan evaluasi terhadap daya dukung kawasan karena diperkirakan akan ada peningkatan bangkitan dan tarikan perjalanan yang cukup tinggi dari calon penumpang kereta api .

Salah satu daya dukung kawasan ini yang perlu diperhatikan adalah kondisi transportasi kawasan dalam

Warta Penelitian Perhubungan • No. 04/THN.XIV/2002

mendistribusikan lalulintas secara efektif dan efisien sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi kawasan. Selanjutnya daya dukung transportasi kawasan saat ini dapat diketahui melalui kemampuan aksesi­bilitas kawasan, sirkulasi lalulintas kendaraan dan pe­destrian, kineda jaringan jalan, pelaya nan angkutan umum dan pengaturan parkir kendaraan.

Studi ini be1tujuan untuk menetapkan sirku lasi lalulintas jalan raya di Kawasan Manggarai dengan lancar, a man dan nyaman akibat dari penetapan Stasiun Manggarai sebagai stasiun utama Jakarta.

II. METODOLOGI STU DI

Untuk mencapai tujuan studi perlu dilakukan kegiatan pengumpulan data dan analisa yang dapat mengung­kapkan beberapa problema dan solusi akibat dari perubahan fungsi kawasan. Sebagian analisa yang perlu disampaikan di tulisan ini adalah analisa yang dapat menggambarkan profil transportasi di dalam kawasan Manggarai , yaitu sebagai berikut :

a. Analisis prasarana transportasi yaitu mencakup stasiun kereta api , terminal bus, jaringan jalan, perpakiran dan pedestrian.

b. Analisis lalulintas kawasan meliputi lalulintas kereta api, sirkulasi jalan raya, rute angkutan umum, pengaturan perpakiran dan kineda jaringan jalan.

Profil transportasi di dalam kawasan ini diperoleh dari hasil pengamatan lapangan, survei lalulintas dan hasil pengukuran dari Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Daerah Khusus Ibu Kata Jakarta. Selanjutnya, profil transportasi kawasan, prakiraan kebutuhan transportasi dan beberapa pertim_­bangan teknis lainnya digunakan untuk menyusun konsep pengembangan transportasi kawasan.

III. PROFIL TRANSPORTASI KAWASAN

A. Prasarana Transportasi

Kawasan paling Utara dari Jakarta Selatan ini sangat strategis yang terletak di antara dua kawasan bisnis yang cukup menonjol yaitu Kawasan Jatinegara dan Kawasan Segitiga Emas (Sudirman-Gatot Subroto-Rasuna Sahid). Kawasan Manggarai yang padat penduduk meru pakan ka wasa n yang didominasi untuk lahan prasarana transportasi khususnya lahan yang dikuasai oleh PT KAI. Ada pun kondisi dan permasalahan prasarana transportasi yang ada di dalam kawasan ini adalah sebagai berikut:

47

Page 49: ene 1 1an er u un an - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-081700000000013... · oleh warga negara RI sendiri atas lingkungan dan kandungan kekayaan

48

1. Stasiun Kereta Api

_ Srasiun ini berlokasi di kawasan strategis -~s:-a:-i Manggarai yaitu wilayah yang -=-:-c ...:.: antara Jakarta Selatan-Jakarta - -- -· . nrnur oan Jakarta Pusat.

b. Stasiun ini difungsikan sebagai stasiun kereta ekonomi dan kereta komuter, depo dan bengkel serta pusat pengenda~an perjalanan kereta api (automatic traffic con­trol - ATC).

2. Termi nal Angkutan Umum

a. Taman yang terletak di antara pertemuan Jalan Sultan Agung, Jalan Minangkabau dan Jalan DR. Saharjo saat ini digunakan sebagai "Terminal Manggarai". Keberadaan lokasi ter­minal ini dan daya tampung yang tidak memadai menyebabkan pergerakan kendaraan angkutan umum keluar terminal mengganggu arus lalulintas lainnya yang melintas menuju Jalan DR. s.aharjo.

b. Termi nal Manggarai adalah terminal type C yang berfungsi melayani angkutan kota di OKI Jakarta dengan luas pelataran terminal 816 m2

• Jadual pemberangkatan bus tidak teratur.

c. Terminal ini melayani angkutan umum bus seda ng (Metro Mini) dan Mikrolet.

3. Jaringan Jalan a. Keci lnya kapasitas jalan di viaduct kereta

api (3 lajur untuk dua arah) yang menghu­bungkan arus lalulintas yang datang dari/ menuju ke keempat jalan kolektor primer adalah penyebab kemacetan lalulintas di daerah ini.

b. Kapasitas Jalan DR. Saharjo yang ada disamping Pasar Raya relatif kecil (2 lajur untuk satu arah) dan tidak adanya pedes­t rian di jalan ini menyebabkan adanya gangguan kelancaran lalulintas.

c. Sadan jalan di kawasan ini banyak diguna­kan oleh pedagang kaki lima (PKL) sehingga mengurangi kapasitas jalan.

4. Perparki ran dan Pedestrian

a. Terbatasnya lahan parkir di kawasan ini menyebabkan banyaknya parkir kendaraan di bah u dan badan jala.n yang sangat

mengganggu kelancaran dan ketertiban lalulintas.

b. Banyakjalan yang tidak dilengkapi dengan pedestrian dan bahkan tampakjuga banyak pedestrian yang digunakan oleh PKL.

c. Jembatan penyeberangan di daerah ini kurang memadai baik penempatan lokasi , kuantitas maupun kualitasnya.

B. Lalulintas Kawasan

1. Lalulintas Kereta Api

a. Akses menuju ke stasiun ini dapat melalui empat jalan kolektor primer yaitu Ja lan Saharjo, Jalan Sultan Agung, Jalan Tambak dan Jalan Manggarai Utara I. Dengan adanya pemanfaatan jalan secara ilegal, kapasitas jalan kolektor ini tidak dapat sepenuhnya dapat mendukung lalulintas yang lewat khususnya pada jam sibuk.

b. Pintu keluar masuk stasiun berada di sebelah timur kawasan, tepatnya di Jalan Manggarai Utara I.

c. Kereta komuter yang melayani penumpang di Stasiun Manggarai adalah Central Line (Jakarta-Bogar), Bekasi Line (Jakarta­Bekasi) dan Western Line (Jakarta-Tanah Abang-Mangggarai).

d. Kereta main line yang melayani penumpang di Stasiun Manggarai adalah kereta ekonomi Jakarta - Cikampek.

2. Lalulintas Jalan

a. Aksesibilitas dan Pengaturan Lalulintas

Sudah menjadi pemandangan sehari-hari untuk menuju ke dalam Kawasan Manggarai tidaklah mudah khususnya terjadi pada hari kerja pada pagi dan sore hari. Beberapa permasalahan aksesibilitas yang sering dijumpai di dalam kawasan ini serta pengaturan lalulintas yang sedang dite­rapkan adalah sebagai berikut : 1) Pintu utama keluar-masuk laluli ntas di

Kelurahan Manggarai adalah Jalan DR. Saharjo, Jalan Sultan Agung , Ja lan Tambak dan Jalan Manggarai Utara I. Keempat jalan tersebut pada saat ini sudah mempunyai permasalahan serius yang mengganggu aksesibilitas ke

Warta Penelitian Perhubungan • No. 04!THN.XIV/2002

Page 50: ene 1 1an er u un an - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-081700000000013... · oleh warga negara RI sendiri atas lingkungan dan kandungan kekayaan

dalam kawasan yaitu kekacauan dan kemacetan lalulintas. Salah satu usaha yang sudah dilakukan untuk mengatasi permasalahan ini adalah dengan menerapkan Sistem Satu Arah (SSA) di Jalan DR. Saharjo, Jalan Manggarai Utara 2 dan Jalan Stasiun Manggarai. Namun pada kondisi tertentu sistem SSA ini tidak dapat mengatasi permasalahan yang ada.

2) Aksesibilitas dapat terganggu oleh adanya persimpangan kiitis yang ada .di wilayah ini yaitu simpang tiga yang berada di pertemuan antara Jalan Sultan Agung dan Jalan Minangkabau. Pengaturan lalulintas di persimpangan ini dilakukan dengan lampu pengatur lalulintas (traffic light) dan diatur oleh alat pemberi isyarat lalu lintas (APILL). Namun, kapasitas simpang yang tidak memadai dan pelanggaran lalulintas oleh pengemudi kendaraan maupun oleh pejalan kaki merupakan sumber kemacetan lalulintas.

3) Kapasitas jalan di bawah viaduct kereta api tidak dapat menampung volume lalulintas dua arah walaupun telah dise­diakan dua lajur untuk lalulintas yang menuju ke arah timur 9an satu lajur yang menuju ke arah Barat kawasan.

4) Simpang sebidang antara jalan kereta api dan Jalan Pintu Air merupakan sim­pang potensial yang dapat menghu­bungkan kawasan timur dan kawasan selatan, Namun demikian simpang ini tidak mempunyai nilai akses yang cukup berarti karena memiliki lebar jalan yang relatif keciL

5) Terputusnya jalur pedestrian yang ada di dalam sistem jaringan jalan di kawasan ini menyebabkan jaminan keselamatan dan kenyamanan pejalan kaki yang menuju kawasan menjadi terganggu. Kondisi ini disebabkan oleh tidak tersedianya pedestrian, penyero­botan pedestrian oleh PKL, jembatan penyeberangan yang bermasalah dan sebagainya.

Warta Penelitian Perhubungan • No. 04!THN.XIV/2002

b. Sirkulasi Lalulintas Kendaraan

1) Pergerakan lalulintas lebih banyak terlihat di empat pintu keluar masuk yang dapat dihubungkan dengan Ter­minal Manggarai dan Stasiun Manggarai.

2) Jalan Sultan Agung sebagai kolektor primer untuk 2 arah yang memiliki 6 lajur adalah jalan penghubung kawasan studi dengan daerah sebelah Barat Kawasan.

3) Jalan Tambak sebagai kolektor primer untuk 2 arah memiliki 6 lajur adalah jalan penghubung kawasan studi dengan daerah Utara Kawasan.

4) Jalan Manggarai Utara I sebagai kolektor primer untuk 2 arah memiliki 2 lajuryaitujalan penghubung kawasan studi dengan daerah Timur Kawasan.

5) Jalan DR. Saharjo sebagai kolektor primer untuk 1 arah memiliki 2 lajur yaitu sebagai jalan penghubung kawasan studi dengan daerah Selatan Kawasan.

6) Jalan Minangkabau Barat-Jalan Minangkabau Timur, merupakan jalan penerus dari Jalan DR. Saharjo masing­masing mempunyai fungsi sebagai pendistribusi arus masuk dan arus keluar kawasan.

g. Keberadaan Viaduck Manggarai sangat berarti sekali di dalam menentukan sirkulasi kendaraan khususnya sebagai penghubung utama antara Kawasan Timur dan Kawasan Barat.

c. Sirkulasi Lalulintas Pejalan Kaki

1) Sirkulasi pejalan kaki lebih banyak mengalami gangguan yang diakibatkan oleh tidak tersedianya pedestrian baik secara kualitatif maupun kuantitatif.

2) Banyak jalan yang tidak dilengkapi dengan pedestrian dan bahkan tampak juga banyak pedestrian yang digu­nakan oleh PKL.

3) Jembatan penyeberangan di daerah ini kurang memadai baik mengenai penempatan lokasi, kuantitas maupun kualitasnya.

49

Page 51: ene 1 1an er u un an - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-081700000000013... · oleh warga negara RI sendiri atas lingkungan dan kandungan kekayaan

50

d. Angkutan Umum

1) Angkutan um um massal dan mendomi­~ f)endistribusian perjalanan adalah ~n kereta api dan bus umum.

Z) Layanan jasa kereta api berada di 5tasiun Manggarai dan secara langsung dapat dihubungkan dengan angkutan umum.

3) Jasa angkutan bus umum melayani empat jalan kolektor primer dan terkonsentrasi di Termin.al Manggarai. Lokasi yang tidak menguntungkan ini menjadikan terminal dapat sebagai sumber kekacauan dan kemacetan lalulintas.

4) Terminal Manggarai hanya melayani angkutan umum bus besar (Patas P41), bus sedang (Metro Mini 560, 561, 562, Pl 7, T 49 serta Kopaja 566) dan Mikrolet.

5) Trayek-trayek yang harus dilayani oleh Terminal Manggarai sebanyak 10 trayek dengan rata-rata volume lalulintas angkutan umum adalah selama 1 jam sebesar 23 kendaraan.

e. Pengaturan Parl<ir Kendaraan.

5ecara umum perpakiran di dalam kawasan ini tidak diatur secara baik pan berakibat pada terganggunya lalulintas kendaraan dan

pejalan kaki. Kondisi ini disebabkan oleh adanya keterbatasan lahan parkir sehingga setiap hari terli hat ba nya kn ya pa rki r kendaraan di bahu dan badan jalan.

C. K;nerja Jalan

Kinerja masing-masing ruas jalan dapat dihitung dengan membuat suatu perbandingan antara vol­ume lalulintas ruas jalan (V) dengan kapasitas jalan (C) yang lebih dikenal dengan "V /C ratio". Apabila nilai ''V/C ratio" mendekati 1 (satu) berarti di ruas jalan tersebut sudah menunjukan adanya kejenuhanjkepadatan lalulintas. Sedangkan untuk mencapai kelancaran lalulintas yang ideal biasanya nilai ''V/C ratio" tidak melebihi 0,80. Akan tetapi nilai ''V /C ratio" tidak mutlak dijadikan batasan terhadap kejenuhan lalulintas dan masih perlu dilihat juga waktu tempuh atau kecepatan rata-rata kendaraan yang lewat serta hambatan yang terjadi pada ruas jalan.

1. Kecepatan Rata-rata Kendaraan,

a. Bilamana kecepatan rata-rata kendaraan yang lewat di suatu ruas adalah dibawah nilai kecepatan rencana jalan (design speed) maka kinerja suatu ruas jalan tidak dapat berfungsi secara normal.

b. Bila kecepatan rata-rata kendaraan di suatu ruas jalan mencapai dibawah 20 km/jam berarti terjadi gangguan lalulintas yang cukup serius.

Tabet 1 Kecepatan Rata-rata Kendaraan di Kawasan Manggarai

No. Nama Jarak Sore Hari Pagi Hari

Ru as Jalan (km) W. Tempuh Kee. Kendaraan W. Tempuh Kee. Kendaraan

(iam) (km/iam) (iam) (km/jam) A - B DR. Sahario 0.7 0.028 25.04 0.046 15.37 B - C DR. Saharjo 0.3 O.G15 20.62 0.010 29.17 C - D DR. Saharjo 0.2 0.007 27.71 0.017 11.62 F - G Minangkabau Barat 0.4 0.012 33.49 0.016 25.26 G - H Sultan Agung 0.8 0.026 31.30 0.043 18.60 H - G Sultan Agung 0.8 0.251 3.19 0.034 23.61 G - A Sultan Agung 0.4 0.026 15.66 0.010 41.10 A - I Tambak 0.6 0.039 15.21 0.053 11.43 I - A Tambak 0.6 0.023 26.03 0.031 19.64 J - K Manggarai Utara 2 0.9 0.025 36.41 0.033 27 .69 K - L Manggarai Utara 1 0.4 0.009 45.00 0.013 30.00 L - K Manggarai Utara 1 0.4 0.013 31.30 O.D18 22 .49 K - J Manggarai Utara 1 1 0.026 38.46 0.029 34.62 G - B Minangkabau Timur 0.6 0.019 31.30 0.014 41.54

Surnber: Hasil Survei 5 - 6 Oktober 2000

Warta Penelitian Perhubungan • No. 04fTHN.XIV/2002

Page 52: ene 1 1an er u un an - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-081700000000013... · oleh warga negara RI sendiri atas lingkungan dan kandungan kekayaan

c. Hasil pengukuran kecepatan kendaraan seperti yang terlihat pada Tabel 1.

Dari hasil survei kecepatan kendaraan menunjukan bahwa ruas-ruas jalan yang rawan kemacetan di kawasan ini adalah jalan-jalan yang berada di sebelah Utara dan Barat Stasiun Manggarai khususnya Jalan DR. Sahaljo ( dari Viaduck arah ke Selatan), Jalan Sultan Agung (ruas PM Guntur-Viaduct), dan Jalan Tambak (ruas Jalan Proklamasi-Viaduct). Kemacetan lalulintas banyak terdapat di ruas-ruas jalan yang memiliki fasilitas pengatur lalulintas (traffic light) khususnya banyak teljadi kemacetan pada pagi hari .

2. V/C Ratio

No

1

2

3

4

5

Pada umumnya, untuk mengetahui kondisi jaringan jalan adalah dengan melakukan analisis kinerja di beberapa ruas jalan khususnya jalan­jalan utama yang memiliki potensi cukup besar dalam mempelancar perekonomian daerah. Kinerja jaringan jalan dapat diketahui dari perbandingan antara volume lalulintas (V) dengan kapasitas jalan (C) atau lebih dikenal dengan "V / C ratio".

Hasil survei lalulintas yang tertuang pada Executive Summary "Pra Analisis Dampak Lalulintas Pemindahan Tenminal Bus Manggarai", oleh Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Daerah Khusus Ibo Kota Jakarta, 1999, dapat dilihat pada Tabel 2.

l abel 2. V / C Ratio pad a Ru as Jalan di Kawasan Ma ngga rai

Nama Jalan Arah V/ C Ratio

Sultan Agung (depan RS. Terminal 0,90 Agung) Ps. Ru mp ut 0, 13

Or. Saharjo (depan pintu 0. 82 keluar terminal)

Tam bak Matraman 0,43

Terowo ngan 0,58

Manggarai Utara I Or. Saharjo 0,31

Manggarai Utara II Stasiun 0, 18

Sumber: (hn as Latu Untas dan Angk utan Jalan , Oaerah Khusus lbu Kota J ak,Hta , 1999.

Deng an V /C ratio sebesar 0, 90 mengindikasikan bahwa arus lalulintas dari arah Barat menuju ke arah Timur kawasan (viaduct) akan mengalami kejenuhan khususnya disebabkan oleh kapasitas jalan yang sudah tidak mendukung lagi.

Warta Penelitian Perhubungan • No. 04/THN.XIV/2002

Demikian di Jalan DR. Saharjo (depan pintu keluartenminal), lalulintas yang lewat jug a sudah mulai menunjukan kejenuhan. Kemacetan/ kejenuhan lalulintas juga diperlihatkan di Jalan Sultan Agung ke arah Pasar Rum put dimana V / C ratio cukup kecil (0, 13) yang berarti bahwa kemacetan lalulintas akan mengakibatkan vol­ume lalulintas menjadi keciL

3. Hambatan Hambatan kendaraan sangat ditentukan oleh jumlah kendaraan yang lewat pada ruas jalan tertentu dan waktu tempuhnya. Tiap-tiap jalan memiliki kecepatan rencana (speed design ) dan bilamana kendaraan yang melalui jalan tersebut dengan kecepatan rata-rata dibawah speed design maka ruas jalan tersebut terjadi hambatan berupa penambahan waktu tempuh. Hambatan yang terjadi di sekitar Kawasan Manggarai dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Hambatan Lalulintas di Sekitar Terminal Manggarai

No Nam a Jalan Arah Hambatan (kend-jam)

1 Sultan Agung (depan Terminal 395 RS. Agung ) Ps. Ru mp ut 11

2 Dr. Saharjo (depan 8 pintu kelua r terminal)

3 Tambak Matraman 18 Terowo ngan 37

4 Manggarai Uta ra I Dr. Saharjo 19

5 Manggarai Utara II Stasiu n 0

Sumber: Oinas Latu lint.i s dan Angkutan Jalan, Daerah khusus Ibu Kata Jakarta , 1999.

Beberapa hambatan dapat ditunjukan di beberapa ruas jalan seperti Jalan Sultan Agung (depan RS. Agung) ke arah terminal dan dari Jalan Tambak ke arah terowongan (viaduct). Sebaliknya, kendaraan-kendaraan yang melalui Jalan Manggarai Utara II umumnya tidak menga­lami hambatan maka diperkirakan rata-rata kecepatan kendaraan yang melalui ruas jalan ini dapat mencapai a speed design atau lebih.

l'l KONSEP PENGEMBANGAN TRANSPORTASI KAWASA.N

A. Dasar Pertimbangan Prakiraan Kebutuhan

1. Profil transportasi saat ini di Kawasan Manggarai.

2. Rencana pengembangan angkutan kereta api oleh Departemen Perhubungan di Jabotabek

51

Page 53: ene 1 1an er u un an - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-081700000000013... · oleh warga negara RI sendiri atas lingkungan dan kandungan kekayaan

yang didukung oleh studi-studi yang dilakukan D. Kebutuhan Fasilitas Transportasi oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Darat dan 1. Penentuan lokasi dan kapasitas parkir Japan Tran sport Cooperation Association (JTCA). kendaraan dan terminal bus harus berdasarkan

3. Renco;u Rinci Tata Ruang Wilayah Kecamatan ketersediaan ruang, pola perjalanan, kebutuhan Tebet Tahun 2005 (Dinas Tata Kota OKI). moda angkutan dan standar operasi.

4. Draft Laporan Akhir Penyusunan Rencana Khusus 2. Perlu disediakan lokasi perpakiran mobil pribadi, Kawasan Strategis (Dinas Tata Kota OKI) . taksi dan bus bandara di kedua sisi stasiun

B. Pola Perjalanan (Sisi Timur dan Sisi Barat Stasiun) yang dekat dengan pintu keluar masuk stasiun.

1. Perubahan Stasiun Manggarai menjadi stasiun 3. Diperkirakan arus calon penumpang kereta api utama, jumlah bangkitan dan tarikan perjalanan dan calon penumpang bus umum yang akan ke penumpa ng jarak jauh (penumpang regional) Kawasan Manggarai banyak berasal dari di stasiu n ini akan meningkat cukup besar. Oleh wilayah-wilayah Utara, Barat dan Selatan maka karenanya, diperlukan pembangunan prasarana lokasi stasiun lebih di utamakan berada di transportasi yang sesuai kebutuhan dimasa sebelah Barat Stasiun Manggarai dengan akses datang . utama adalah Jalan Sultan Agung dan Jalan

2. Pola perjalanan calon penumpang kereta api DR. Saharjo. bese rta pengantarnya akan mengalami

4. Terbatasnya ruang dan kapasitas jalan, parkir perubahan yang cukup berarti baik bagi mereka di bahu dan badan jalan tidak disarankan dan yang menggunakan angkutan umum maupun perlu disediakan area parkir vertikal yang angkuta n pribadi atau dapat dikatakan OD memadai dan aman. matrix, modal split dan traffic assignment yang

5. Dengan difungsikan Stasiun Manggarai sebagai ada saat ini juga mengalami perubahan.

3. Selai n perubahan di atas juga akan terjadi stasiun utama dan rencana peremajaan kawasan maka jumlah pejalan kaki dimasa datang akan

perubahan pola perjalanan yang cukup besar meningkat tajam baik dari penumpang kereta akibat dari perubahan lahan di kawasan ini api komuter, penumpang angkutan umum dan khususnya dengan adanya peremajaan kawasan angkutan pribadi. Kondisi demikian membu-perm uki man menjadi kawasan lainnya. tuhkan prasarana pedestrian yang memadai ,

c. Kebutuhan Angkutan Umum aman dan nyaman.

1. Calon penumpang kereta api regional dapat E. Sistem Jaringan Jalan dan Pengaturan Lalulintas mela lui sub-sub terminal yang ada dengan

1. Sistem Jaringan jalan harus dapat menga-menggu.nakan commuter train arcular and radial komodasi volume lalulintas masuk dan keluar west line, east line, Bekasi line, Merak line dan sesuai dengan nilai idealnya (V/ C < 0,85). central li ne menuju ke Stasiun Manggarai atau sebaliknya. Rencana ini dapat mengurangi 2. Peningkatan kapasitas simpang tiga dan ter-

beban angkutan urnum dan jaringan jalan. minal berdasarkan kebutuhan dimasa datang.

2. Diperlukannya angkutan umum dengan kapa- 3. Relokasi terminal bus di sebelah Barat Stasiun

sitas angkut cukup besar, aman, tertib, nyaman, Manggarai dengan akses melalui Jalan DR.

teratur, lancar dan efisien. Kondisi demikian Saharjo sedangkan pengaturan arus keluar-

perlu mengingat banyaknya keterbatasan ruang masuk bus tidak mengganggu lalulintas lainnya.

dan aksesibilitas di kawasan ini. 4. Peninggian viaduct perlu dilakukan agar

3. Keterpaduan angkutan bus dengan angkutan kapasitas simpang viaduct dapat ditingkatkan

kereta api perlu diwujudkan. Demikian juga untuk memenuhi besarnya volume lalulintas

angkutan bus dapat dihubungkan dengan yang datang dari kedua arah.

terminal-terminal utama yang ada di Jakarta 5. Pembangunan flyover yang menghubungkan kh ususnya kawasan yang tidak dihubungkan Jalan Tambak dengan Jalan Stasiun Manggarai secara la ngsung dengan Kawasan Manggarai. sangat bermanfaat bagi lalulintas yang akan

52 Warta Penelitian Perhubungan • No. 04!THN.XIV/2002

Page 54: ene 1 1an er u un an - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-081700000000013... · oleh warga negara RI sendiri atas lingkungan dan kandungan kekayaan

masuk ke kawasan timur dari stasiun atau sebaliknya.

6. Kebutuhan flyover untuk memperpanjang JL Minangkabau ke arah Utara yang melintasi Kali Malang dan jalan kereta api. Perpanjangan jalan ini diharapkan dapat melayani arus menerus dari arah selatan menuju ke utara atau sebatiknya.

7. Pembangunan jalan baru di sebelah timur Kali Malang dapat melayani arus menerus dari arah Timur menuju ke utara kawasan dan bergabung dengan Jalan Tambak.

8. Padatnya lalulintas dimas·a datang dan terbatasnya lahan yang ada, dimungkinkan sirkulasi lalulintas kendaraan masih menggu­nakan Sistem Satu Arah.

F. Sirkulasi Pedestrian

Jalur pedestrian disediakan sesuai kebutuhan, nyaman, aman dan tidak terputus serta terbebas dari penyalahgunaan fungsi lainnya. Untuk melaya­ni pejalan kaki massaL pertu disediakan Pedestrian Mall yang rnenghubungkan lokasi-lokasi potensial seperti ke lokasi terminaL stasiun dan pusat jasa.

G. Pengaturan Parkir Kendaraan

Keberadaan areal parkir kendaraan harus memper­timbangkan kebutuhan parkir, aman dan sirkulasi kendaraan tidak menimbulkan konflik dengan lalulintas lainnya. Untuk areal parkir dengan kapasitas besar khususnya d ·tion Frount Area dan di Areal Peremajaan, pintu masuk dan pintu keluar harus terpisah. Lokasi-lokasi rawan macet seperti di kaki persimpangan tidak diperkenankan digunakan sebagai areal parkir.

\! KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari hasil analisa yang telah dilakukari dapat diambil beberapa p~in kesimpulan adalah sebagai berikut:

1. Profil kawasan Manggarai saat ini dapat digambarkan sebagai kawasan yang memiliki persoalan serius di bidang pelayanan lalulintas. Daya dukung kawasan yang terbatas harus menerima beban berat lalulintas destinasi dan lalulintas menerus. Keadaan ini lebih diperparah lagi oleh tidak tersedianya dengan cukup fasilitas dan pengaturan lalulintas serta disiplin pemakai jalan.

Warta Penelitian Perhubungan • No. 04/THN.XIV/2002

2. Kapasitas jalan tidak memadai, lokasi terminal yang tidak tepat dan kapasitas terminal bis yang terbatas, minimnya area untuk parkir kendaraan, penggunaan trotoar oleh PKL dan terbatasnya fasilitas pedestrian adalah perma­salahan utama transportasi di kawasan ini.

3. Penerapan sistem satu arah (SSA) dan penggu­naan alat pemberi isyarat lalu lintas (APILL) tidak memberikan solusi tepat bagi kelancaran lalulintas terutama yang ada di ruas jalan DR. Saharjo dan Simpang Tiga Jalan Sultan Agung dan Jalan Minangkabau.

4. Peningkatan intensitas lahan termasuk peningkatan fungsi Stasiun Manggarai sebagai stasiun utama akan memberikan dampak langsung pada kawasan yaitu peningkatan trip generation/attraction yang cukup besar.

B. Saran

1. Mengingat kondisi transportasi kawasan sudah tidak dapat mendukung aktifitas yang ada, maka perlu disusun konsep pengembangan kawasan yang berorientasi pada perubahan fungsi dan peningkatan intensitas lahan.

2. Perubahan fungsi dan peningkatan intensitas lahan tersebut harus diikuti dengan pening­katan pelayanan transportasi terutama dengan meminimalkan permasalahan-permasalahan transportasi kawasan yang ada.

3. Mengingat daya dukung kawasan terbatas maka sebaiknya lalulintas menerus (through traffic) tidak membebani kawasan secara langsung.

4. Integrasi antar moda angkutan pertu diciptakan untuk mendapatkan efisiensi dan kemudahan bertalulintas.

DAFTAR Pl.JSTAKA

Blunden and J.A. Black, The Land Use/Transportation System, Pergamon Press, 2 nd Edition, 1984.

Edward K. Mortok, Pengantar Teknik don Perencanaan Transportasi, Ertangga, 1985.

Paul H. Wright and Norman J. Ashford, Transportation Engineering, Planning and Design, John Wiley & Sons, Thrird Edition, 1989.

BPPT and Deutsche Gesellshaft fur Technische Zusammenarbeit, Jakarta Mass Transit System Study, March - 1992, Vol I.

53

Page 55: ene 1 1an er u un an - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-081700000000013... · oleh warga negara RI sendiri atas lingkungan dan kandungan kekayaan

Dr. 8.5. Kusbiantoro, Peninjauan Kembali Target Pengembangan Perkeretaapian PJP ·II, Prosiding Simposiom & Diskusi Panel Pendidikan dan ~ ~eretaapian , ISBN 979-870-00-XXX, ISSN 08853-5906, Institut Teknologi Bandung, Bandung, 19 - 20 September 1995. ·

Ofyar Z. Tamin, Perencanaan dan Pemodelan Transportasi, Penerbit ITB, 1997.

Bambang Rumanto, Proceedings The 1999 FTUI Semi­nar Quality in Research, Fakultas Tekni.k UI, Vol I Civil Engineering and Architecture, ·Depok, Agustus 1999.

54

BIOOOA

Bambang Rumanto, lahir di Surabaya pada tanggal 29 Nopember 1957. Menamatkan sarjana tahun 1984 di Universitas Sebelas Maret Surakarta, Fakultas Teknik, Jurusan Sipil Konstruksi. Lulus master tahun 1992 di Tokyo Institute of Technol­ogy Japan, Jurusan Teknik Sipil. Bekerja di BPPT sejak 1985 dan sekarang peneliti muda bekerja di Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Industri dan Sistem Transportasi (P3TIST), Deputi Bidang TIRBR (Telp. 021-3169339).

Warta Penetitian Perhubungan • No. 04fTHN.XIV/2002

Page 56: ene 1 1an er u un an - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-081700000000013... · oleh warga negara RI sendiri atas lingkungan dan kandungan kekayaan

ANAUSISARUS PENUMPANG DOMESTIK DAN INTERNASIONAL DI BAN DARA SOEKARNO-HATTA Djoko Suhadi Bambang ______________ _

ABSTRAKSI

Kondisi berbagai krisis yang berkepanjangan don bencana alam telah mempengaruhi don mengganggu sistem perekonomian Nasional serta menimbu/kan serangkaian dampak negatlf, sa!nh satunya terhadap sektor transportasi.

Selama terjadinya berbagai krisis, polo hidup don gejolak sosialjuga mengalnmiperubahan yang drastis, berdasarkan data yang dilaporkan dari PT Angkasa Pura II ke Departemen Perhubungan, arus penumpang udara untuk persentasenya secara umum mengaiami turun naik (pen'odik) perbulannya dibanding tahun sebelumnya.

Berdasarkan kenyataan tersebut, maka penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah penurunan penumpang udara di Sandora Soekamo-Hatta tersebut sebagai dampak berbagai knsis don bencana a/am atau bukan, dengan maksud dari hasil studi ini dapat menjadi bahan masukan untuk kebijaksanaan don antisipasi penyelenggaraan angkutan udara di masa-masa yang akan datang dimana perubahan kondisi perekonomian nasional be/um b1sa dipastikan normal

Dari hasil analisis temyata bahwa kond1si krisis don bencana a/nm tidak begitu berpengaruh terhadap jumlah volume penumpang di Bandar Udaro Soekamo-Hatta Jakarta pada tahun 2000-2001 memang terjadi turun naik (pen'odik), namun akan terjadi normal kembali selama kondisi perekonomian sudah membaik don kurs mata uang ru­piah sudah cukup stabil terhadap nilai dollar.

Untuk dapat terus meningkatkan arus penumpang dari don ke Sandora Soekamo Hatta disaranknn untuk meningknt­kan pengawasan terhadap para calo, pelayanan terhadap angkutan udara ditingkatkan, kualitas SOM ditingkatkan, penyediaan terminal yang memadai don lain-lain.

Kerjasama dengan DAMRI don pihak swasta lain dengan PT (Persero) Angkasa Pura IIperlu dilanjutkan sebagai penyedia kendaraan pendukung bagipara ca/on penumpang yang menuju ke don dan· bandara SOITTA. Untuk pemilihan moda yang sest.iai don cocok di masa mendatang perlu didukung sarana don prasarana kereta api yang dapat melayani penumpang menuju ke don dari bandara SOITTA.

Warta Penelitian Perhubungan • No. 04fTHN.XIV/2002

L PENIWiUUW4

Seperti diketahui krisis ekonomi dan moneter yang melanda Indonesia belum sepenuhnya dapat diatasi. Hal ini ditandai oleh maraknya gejolak yang timbul akibat dari kenaikan harga dari kebutuhan hid up sehari­hari masyarakat. Dalam kondisi seperti itu Pemerintah telah berusaha sebatas kemampuan yang dimiliki, dengan mengeluarkan berbagai kebijakan, baik di sektor moneter maupun di sektor ekonomi riil dengan hara pan bahwa kebijakan-kebijakann itu akan memperbaiki situasi dan kondisi yang semakin tidak kondusif. Termasuk di dalamnya kebijakan-kebijakan di sektor transportasi, khususnya yang berkaitan dengan BUMN, agar BUMN dapat memberikan andil yang lebih besar lagi dalam pembangunan bangsa dan negara. Bagaimanapun kita tahu bahwa krisis yang melanda Bangsa dan Negara RI itu telah mengubah pola hidup sosial ekonomi secara drastis yang berdampak pada pola angkutan, khususnya angkutan udara di Indone­sia. Hal tersebut dapat dilihat dari perubahan arus penumpang di Bandara IntemasionlJakarta Soekamo­Hatta yang sangat bervariasi setiap bulannya, namun pada tahun 2001 secara umum mengalami kenaikan sebesar 10,3% dari tahun sebelumnya (2000). Oleh karena itu perlu ditelaah lebih lanjut apakah arus penumpang datang dan berangkat domestik dan intemasional yang terjadi di Bandara Internasional Jakarta Soekamo-Hatta itu sebagai akibat dari berbagai krisis dan bencana yang melanda negara dan bangsa Indonesia atau bukan. Untuk itulah dilakukan pengujian hipotesis sebagaimana akan diuraikan dalam bab-bab berikutnya. Adapun maksud dari karya tulis ini adalah menganalisis arus penurnpang domestik dan intemasional (datang maupun berangkat) di Bandara Soekarno-Hatta selama periode 2000 2001 untuk rnelihat sampai sejauh mana krisis dan bencana alarn itu mempengaruhi tingkat perjalanan orang menggunakan pesawat terbang dengan tujuan menyajikan masukan kepada pihak­pihak terkait agar kebijaksanaan dan antisipasi penyelenggaraan angkutan udara khususnya di Bandar Udara Soekarno-Hatta di masa-masa yang akan datang dapat berdampak positif serta memberikan alternatif kemungkinan penyediaan moda yang sesuai. Untuk itu akan dilakukan identifikasi-identifikasi terhadap dampak krisis dan bencana pada perubahan pola hidup masyarakat, jumlah arus penumpang domestik dan intemasional (datang maupun berangkat)

55

Page 57: ene 1 1an er u un an - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-081700000000013... · oleh warga negara RI sendiri atas lingkungan dan kandungan kekayaan

di Bandar Udara Soekarno-Hatta pada Tuhun 2000, jumlah arus penumpang domestik dan internasional ldatAftl!imeaunberangkat) di Bandara Soekarno-Hatta ~LBDJ. .

II. METOOOLOGI

A. Pola Pikir

Adapun pola pikir dari kajian ini, dapat dilihat pada bagan berikut :

BERBAGAI KRISIS DAN BEN CANA

PENYELENGG ARAAN ANGKUTAN PENUMPANG UDARA DI BANDARA SOEKARNO-HATIA

· JUMLAH I PENUMPANG DOM ESTI I 2000-2001

JUMLAH PENUMPANG INTERNASIONAL

2000-2001

UJJ HIPOTESJS UNIVARIAT TWO SAMPLE PROBLEM

ADA PERBEDAAN KARE NA PENGARUH KRJSIS o--TI_D_A_K _ .,

DAN BE NCANA

YA

INTERPRET AS!

KESIMPULAN : ANTISIPASI UNTUK PENYELENGGARAAN

ANGKUTAN JASA PENUMPANG DI BAN DARA SOETIA DAN SEKJTARN't'.A

B. Pemenuhan Kebutuhan Data

Mengingat akan keterbatasan yang ada maka pengumpulan dilakukan pada sumber data terkait yaitu:

1. Untuk data arus penumpang domestik (datang mau pun berangkat) di Bandar Udara Soekarno­Hatta tahun 2000 dan 2001; .

2. Untuk data arus penumpang internasional (datang· maupun berangkat) juga di Bandar Udara Soekarno-Hatta tahun 2000 dan 2001;

C. Analisis Dan Evaluasi

56

Dalam analisis dan evaluasi akan dicari selanjutnya varians da ri jumlah arus penumpang domestik dan internasional (datang maupun berangkat) di Bandara Soekarno-Hatta , untuk mengetahui berpencarnya data hasil observasi di sekitar rata-

ratanya. Kemudian dilakukan uji hipotesis kesamaan dua varians antara jumlah arus penumpang domestik dan internasional (datang maupun berangkat) di Bandara Soekarno Hatta tahun 2000 dan 2001, untuk dapat menentukan metode uji hipotesis rata-rata yang cocok. Sesudah itu dilakukan uji hipotesis kesamaan dua rata-rata, untuk membandingkan perlakuan arus penumpang domestik dan internasional (datang maupun berangkat) di Bandara Soekarno-Hatta per bulan tahun 2000 dan 2001 melalui variabel jumlah penumpang. Dan yang terakhir menarik kesimpulan secara umum dengan melihat hasil uji berada di daerah penolakan atau penerimaan.

III. CAMBARAN UMUM

A. Kondisi Bandara

Bandara Soekarno-Hatta berlokasi di Jakarta dengan spesifikasi sebagai berikut :

1. Landasan pacu Utara: 3600 m x 60 m, Selatan: 3600 m x 60 m.

2. Taxiway Utara A: 3200 m x 23 m, B: 1420 m x 23 m. Selatan C: 1306 m x 23 m, D: 3505 m x 23 m.

3. Apron: A: 84.071 m2

, B: 84.071 m2; C: 88.875 m2

4. Luas Termina~ 276.308 m2

5. Koordinat: 06,07 S dan 106.39.27 E. 6. Elevasi: 07 R: 9,93 m; 25 R: 6,49 m; 07 L: 8,89

m; 25 L: 8,02 m.

7. Luas Bandara: 1.800 ha.

8. Kelas bandar udarajkemampuan: I/ B-747-400 9. Sarana transportasi pendukung: taksi, bus kota,

dan bus bandara. 10. Bandara peundukung: Bandara Halim Perdana

Kusuma.

Rute penerbangan dalam negeri hampi r seluruh Indonesia dilayani dari bandara ini. Sedangkan rute luar negeri sebagai berikut: Seoul, Taipeh, Amsterdam, Zurich, Townsielle, Auckland, Jepang, Paris, Honolulu, Frankfurt, Nagoya, Manila, Abu Dhabi , Bangkok, Hongkong, Kuala Lumpur, Singapura, Guang Zhou, Ho Chi Mien, Madrid, Riyadh dan lain-lain yang hampir mencapai 50 kota besar di dunia yang tersebar di wilayah Asean. Australia, Timur Tengah, Eropa, Asia dan USA.

Warta Penelltian Perhubungan • No. 04fTHN.XIV/2002

Page 58: ene 1 1an er u un an - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-081700000000013... · oleh warga negara RI sendiri atas lingkungan dan kandungan kekayaan

B. Faktor yang Berpengaruh 5. Berbagai Krisis dan Bencana Alam

Faktor-faktor yang mempengaruhi penumpang Berbagai krisis yang terjadi di Indonesia, domestik dan i nternasional di Bandar Udara khususnya di kota Jakarta sebagai ibu kota Soekarno-Hatta di Jakarta antara lain adalah: negara dan pintu masuk ke Indonesia, tidak

1. Kondisi Perekonomian terl.epas dari adanya krisis ekonomi, krisis politik,

Daya beli seseorang ditentukan oleh keadaan krisis moneter, dan berbagai pola kejahatan

ekonominya. Pada prinsipnya pendapatan (kriminal) yang barang tentu menimbulkan rasa

meningkat, permintaan akan barang/jasa akan was-was bagi semua orang untuk masuk wilayah

meningkatjuga. Gejolak moneter.yang dihadapi Jakarta dan Indonesia. Sedangkan bencana

sekarang ini mempengaruhi pendapatan alam yang terjadi hampir terus-menerus tiap

sehingga meskipun kebutuhan akan barang/ tahun yaitu banjir yang menggenangi kota dan

jasa meningkat tetapi daya belinya menurun jalan raya maupun jalan tol pada bulan-bulan

karena harga-harga melambung tinggi. Oktober sampai dengan Desember akibat

2. Kondisi Sarana Angkutan turunnya hujan, menimbulkan kerugian yang cukup besar.

Tidak terl.epas dari pengaruh mahalnya biaya angkut terhadap keperluan yang mendesak (. Penyelenggaraan Angkutan Penumpang maka masyarakat pengguna jasa transportasi Kegiatan penyelenggara angkutan udara di Bandara terpengaruh oleh mahalnya. tarif angkutan Soekarno-Hatta Jakarta dilayani oleh lebih dari 30 terutama tarif angkutan udara yang mengalami perusahaan penerbangan yang terdiri atas 5 kenaikan yang cukup tinggi di masa krisis dan perusahaan penerbangan domestik dan lebih dari adanya bencana alam, sehingga masyarakat

2 5 perusahaan penerbangan asi ng. U ntu k cenderung untuk memilih angkutan dengan

mengantisipasi peningkatan pengguna jasa tarif yang lebih terjangkau seperti bus, kereta angkutan udara domestik maupun internasional api atau kapal laut walaupun memerlukan yang melonjak pada masa yang akan datang, waktu yang relatif lebih lama. Alternatif lain diupayakan agar kelancaran dan kualitas pelayanan yang mereka pilih adalah memanfaatkan

kepada para pengguna jasa angkutan dijamin dan jasa kargo atau pos, tanpa mereka harus ditingkatkan. Untuk itu upaya yang dilakukan bepergian sehingga dapat menghemat biaya

diantaranya adalah memberikan kesempatan kepada dan waKtu. operator atau penyelenggara transportasi untuk

3. Aksesibilitas berorientasi kepada keuntungan (profit-oriented). Salah satu aksesibilitas yang menghubungkan Salah satu di antaranya adalah dengan adanya ke dan dari Bandara Soekarno-Hatta adalah kemudahan-kemudahan yang diberikan pemerintah melalui jalan raya, baik melalui jalan tol maupun bagi perusahaan penerbangan pemerintah/ swasta non tol. Mengingat akan adanya keterbatasan dan memberikan potongan harga dengan tetap aksesibilitas tersebut yang hanya mengandalkan menjamin tingkat pelayanan dan keselamatan yang prasarana jalan raya, sewaktu-waktu dapat baik. terjadi persoalan yang cukup serius. Sedangkan fasilitas yang diberikan kepada para

4. Kondisi Letak pengguna jasa angkutan diantaranya adalah Di sisi lain letak Bandara Soekarno-Hatta saat mengurangi intensitas beroperasinya calo di curah hujan tinggi (pada beberapa waktu lalu) bandara khususnya di lingkungan bandara pada terjadi limpahan air yang menggenang bahkan tempat kedatangan atau keberangkatan, mening-menutup jalan raya tersebut termasuk jalan tol, katkan pelayanan udara dengan menyediakan sehingga mengganggu kinerja pelayanan tempat penyimpanan barang-barang serta menye-angkutan udara (gegraphy side). Ketepatan dan diakan alat-alat angkut yang diperlukan seperti kenyamanan pelayanan yang menjadi ciri khas trollies dan mempermudah mekanisme pemeriksaan yang menonjol dalam pelayanan moda angkutan barang oleh bea cukai. Di samping itu juga mening-udara menjadi terganggu. katkan kualitas SOM di bidang pelayanan, menye-

Warta Penelitian Perhubungan • No. 04!THN.XIV/2002 57

Page 59: ene 1 1an er u un an - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-081700000000013... · oleh warga negara RI sendiri atas lingkungan dan kandungan kekayaan

diakan dan menyiapkan armada yang cukup serta memberikan fasilitas bagi para pengguna yang lebih memaE:.

iese0iliX. =-5 0£5awat yang beroperasi di Bandara )oekarno-Hatta Jakarta yang mempunyai frekuensi penerbangan tinggi untuk domestik adalah : B. 747, B.737, B. 735, FJR, B.733, B.734, F.100, D1C, A.310, A320, A330, F.70, 74B, 744, B.05, M82, B.11, HS7, YK2, CS2, CN235, dan lain-lain. lipe pesawat untuk internasional adalah :B.744, 733, A.330, A310, A. 340, 74B, 772, D1C, 763, AB6, 743, 738, B737, 734, M11, YK2, 773, 74F, 777, 741 , SW4, 742, 757 , dan lain-lain.

N. PEMBAHASAN

A. Hypotesa

58

Sebagai hypotesa dinyatakan bahwa kondisi . perekonomian Indonesia yang mengalami berbagai kri sis saat ini tidak mempengaruhi angkutan penerbangan di Bandara Soekarno-Hatta Jakarta unt uk angkutan penumpang domestik dan internasional (datang maupun berangkat) tahun 2000 dan 2001. Untuk itu penggunaan moda ang kutan yang akan ditinjau adalah khusus moda udara yaitu angkutan penumpang domestik dan internasional ( datang maupun berangkat), sedangkan periode waktu yang diambil adalah kurun waktu tahun 2000-2001, dimana jumlah penumpang domestik dan internasional (datang maupun berangkat) akan dievaluasi apakah mengalami penurunan, kenaikan, atau stabiL Untuk mengetahui adanya pengaruh berbagai krisis dan bencana, maka disajikan data penumpang domestik dan internasional (datang mau pun berangkat), sebagaimana tampak dalam

. label 1.

Menurut data diatas keadaan penumpang di Bndara Soekarno-Hatta Jakarta cenderung meningkat terus mulai tahun 1992, hal ini dipengaruhi oleh belum adanya krisis moneter dan nilai rupiah terhadap dollar masih berkisar Rp.2400 ,00 atau stabil, serta didukung perekonomian Indonesia cukup baik. Sedangkan data jumlah angkutan penumpang domestik dan internasional (datang maupun berangkat) tahun 2000 dan 2001 per bulannya adalah sebagaimana tampak dalam label 2, 3, 4, dan label 5.

'

I

I I

NO

1 I

2

3

4

5

6

7

8 I

9 I 10 !

Tabel 1 Data penumpang domestik (datang maupun

berangkat) tahun 2001 --- -- ----

TAHUN OALAM NEGERI {pnp) LUAR NEGERI (pnp)

1992 5.834.282 3. 590.208 - - --·

1993 6.633 .297 4.122.432 ---1994 7.555.086 4.687 .902

1995 8.179.116 4.584.2 75

1996 8.420.834 I 4.999 .894

1997 4.608.626 I 4.554 .869

1998 4.608 .626 i 4.554.869

1999 4.407 .097 ' 3.880.888

2000 5.387.3 11 I 4.563.136

2001 6.684.535 I 4.507. 178 - - --

Sumber: Statistik Angkutan Udara tahun 2000. oleh PT. Angkasa Pura 1;

No

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

Tabel 2 Jumlah penumpang domestik (datang)

tahun 2000-2001

Bulan Datang 2000 Datang 2001 (orang) x, (orang) X,

Januari 252.888 314.326

Pebruari 199.757 228.821

Maret 217.130 275.129

Apri l 208.269 263.283

Mei 198.176 262 .947

Juni 220.236 284. 530

Juli 286.458 343. 715

Agustus 246.484 292.980

September 239.128 284.412

Oktober 263.454 318. 555

Nopember 264.240 277.504

Desember 249.614 353. 270

Sumber: PT Angkasa Pura II Tahun 2001

No

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

Tabet 3 Jumlah penumpang domestik (berangkat)

tahun 2000-2001

Bulan Berangkat 2000 Berangkat 2001

(orang) x, (orang) X,

Januari 191.037 253.13 1

Pebruari 163.362 198.41 2

Maret 191.028 263.215

April 170.008 229.159

Mei 179.990 237 .334

Juni 198.362 258 .715

Juli 270.101 317.937

Agustus 208.376 256.955

September 216.995 253 .161

Oktober 237 .791 296.349

Nopember 246 .735 266.771

Desember 267 .692 353.924

Sumber: PT Angkasa Pura II Tahun 2001

I

I

I I

I

Warta Penelitian Perhubungan • No. 04fTHN.XIV/2002

Page 60: ene 1 1an er u un an - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-081700000000013... · oleh warga negara RI sendiri atas lingkungan dan kandungan kekayaan

Tabet 4 Jumlah penumpang internasional (datang)

tahun 2000-2001 --

No Bulan Datang 2000 Datang 2001

I (Orang) x, (Orang) X,

~Januari 202. 504 212.772 2 Pebruari .148.308 148.092 3 Maret 189.531 223.651

I 4 April 208. 540 180.541 i 5 Mei 169.523 174.305 I 6 Juni 195.067 194.192

I 7 Juli 228. 514 223.414 I 8 Agustus 179.275 190.206

9 September 175.673 173.647 10 Ok tober 187.984 169.218 11 Nopember 184.571 161.031

' 12 Des ember 175.671 206.092

Sumber: PT Angkasa Pura II Tah un 2001

!

Tabet 5 Jumlah penumpang internasional (berangkat)

tahun 2000-2001

No Bulan Berangkat 2000 Berangkat 2001

(o rang) x, (orang) X,

1 Januari 175.893 177.693 2 Pebruari 199.056 215.636 3 Maret 196.003 181.13'9 4 April 170.150 170.688 5 Mei 175.166 174.290 6 Juni 198.3 78 196.571 7 Juli 207.027 200.152 8 Aqustus 199.788 192.067 9 September 195.582 188.945

10 Oktober 200.515 182.974 J1 Nopember 184.315 157.970 12 Desember 216.102 211.892

Sumber: PT An gkasa Pura II Tahun 2001

B. Pengujian Hypotesa

Hipotesis merupakan asumsi atau dugaan yang dibuat untuk menjelaskan suatu halyang seringkali dituntut dilakukannya pembuktian melalui suatu pengujian statistik untuk mengecek kebenarannya. Berdasarkan hal tersebut dan dikarenakan masalah yang akan · dipecahkan berupa hipotesa, maka metode yang digunakan untuk mengolah data adalah pengujian hipotesis univariat untuk masalah dua sampeL Metode ini merupakan langkah-langkah atau prosedur untuk menentukan diterima atau ditolaknya suatu hipotesa.

1. Uji Kesamaan Dua Varians

Uji ini dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan varians dari dua sampel berdasarkan data ya ng dikumpulkan, sehingga

Warta Penelitian Perhubungan • No. 04ffHN.XIV/2002

dapat ditentukan statistik uji yang harus digunakan untuk menguji hipotesis rata-rata.

Adapun langkah-langkah dari uji hipotesis kesamaan dua varians adalah sebagai berikut:

a. Rumusan Hipotesis

H0: cr/ = cr/ tidak ada perbedaan varians antara sampel 1 dengan sampel 2

H0 : cr/ '" cr / ada perbedaan varians antara sampel 1 dengan sampel 2

b. Statistik uji yang digunakan adalah: F snecdecor

Dengan: s/ = varians sampel 1

s/ = varians sampel 2

c. Kriteria uji

Teri ma H0jika F hitung lebih kecil atau sama

dengan F tabel

F hitung < F ((l-a),v1,v

2)

Dengan: 1-a = koefesien konfidensi v

1 = derajat kebebasan sampel 1 = n

1 -1

v2 = derajat kebebasan sampel 2 = n2 -1

2. Uji Kesamaan Dua Rata-rata

Uji ini berguna untuk membandingkan dua keadaan dengan perlakuan yang sama. Dalam pemecahan masalah akan dilakukan uji kesamaan dua rata-rata untuk varians (cr2)

populasi tidak diketahui. Adapun langkah­langkah dari metode i ni adalah sebagai berikut:

a. Rumusan Hipotesis H

0 : µ

1 = µ

1 tidak ada perbedaan rata-rata

antara sampel 1 dengan sampel 2 H

0 : µ

1 = µ

2 ada perbedaan rata-rata antara

sampel 1 dengan sampel 2

b. Statistik uji yang digunakan adalah: t stu­dent Jika cr

1 = cr

1 statistik ujinya adalah

59

Page 61: ene 1 1an er u un an - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-081700000000013... · oleh warga negara RI sendiri atas lingkungan dan kandungan kekayaan

Dengan x1

= rata-rata sampel 1

x2

= rata-rata sampel 2

s = simpangan baku

\i/1

- l ) s 1~ + (n, - l )s ; s = - - -

(11 1 + 11 ~- 2 )

Jika cr / 1- cr / , statistik ujinya adalah t' pendekatan

Tabel 7 Standar Deviasi Jumlah Penumpang Berangkat

Domestik Tahun 2000 & 2001

Tahun Standar Devi asi (s) 2000 (1) 36438,6

--- -2001 (2) 41083 ,0

Tabel 8 Standar Deviasi Jumlah Penumpang Datang

Internasional Tahun 2000 & 2001

Tahun Standar Deviasi (s) 2000 (1) 20504,6 2001 (2) 24552,6

--~ ----- -

c. Kriteria uji Tabel 9

Untuk tstudent' terima H0 jika 1nitung terletak diantara t tabel atau · t- <t <t

(; l · llla), , ) rntung ((1-1/ 1a). \ )

Dengan:

1 - a = koefesien konfidensi

\' = derajcit kebebasan sampel = n

1 + n

1 - 1

Untuk t' pendekatan, terima H0 jika 1nitung terletak diantara ttabel atau

d < t < d 1 'n1tung 2

dengan:

d , = 11 1/ ] + lt ~ ' 2 .

u 1 + H :

.\' ~ ll ' ;:::: --=-

. ll ~

III. PEMBAHASAN

A. Analisis Terhadap Arus Penumpang

1. Uji Kescimaan Dua Varians

Berdasarkan data sekunder arus penurnpang datang dan berangkat (domestik dan internasional) tahun 2000 dan tahun 2001 yang diperoleh, hasil perhitungannya terlihat pada tabel 6, 7, 8, dan 9 sebagai berikut:

Tabel 6 Standar Deviasi Jumlah Penum pa ng Datang

Dom estik Tahun 2000 & 2001

Tahun I Standar Deviasi (s) _ _ 2000 (1 ) I 28267,1

35547,4 2001 (2 ) I

60

Standar Deviasi Jumlah Penumpa ng Bera ngkat Internasional Tahun 2000 & 2001

Tahun Standar Deviasi (s) 2000 (1) 13889,9 2001 (2) 16890,6 ____ J

Varians adalah kuadrat dari standar deviasi.

a. Rumusan Hipotesis Penumpang Datang Domestik

H0

: cr/ = cr / : tidak ada perbedaan varians antara arus penumpang datang domestik tahun 2000 dengan arus penumpang datang domestik tahun 2001.

H1

: cr/ -I cr / : ada perbedaan varians antara arus penumpang datang domestik tahun 2000 dengan arus penumpang datang domestik tahun 2001.

b. Rumusan Hipotesis Penumpang Berangkat Domestik

H0

: cr/ = cr / : tidak ada perbedaan varians antara arus penumpang berangkat domestik tahun 2000 dengan arus penumpang berangkat domestik tahun 2001.

H1

: cr/ f. cr / : ada perbedaan varians antara arus penumpang berangkat domestik tahun 2000 dengan arus penumpang berangkat domestik tahun 2001.

c. Rumusan Hipotesis Penumpang Datang Internasional

H0

: cr/ = cr / : tidak ada perbedaan varians anta ra arus penumpang datang interna­sional tahun 2000 dengan arus penumpang datang internasional tahun 2001.

Warta Penelitian Perhubungan • No. 04/THN.XIV/2002

Page 62: ene 1 1an er u un an - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-081700000000013... · oleh warga negara RI sendiri atas lingkungan dan kandungan kekayaan

HJ : cr J 2 # cr 11

: ada perbedaan varians antara arus penumpang datang internasional tahun 2000 dengan arus penumpang datang internasional tahun 2001.

d. Rumusan Hipotesis Penumpang Berangkat Internasional

H0

: cr/ = cr / : tidak ada perbedaan varians antara arus penumpang berangkat internasional tahun 2000 dengan arus penumpang berangkat internasional tahun 2001.

HJ: cr/ I= cr / : ada perbedaan varians antara arus penumpang berangkat internasional tahun 2000 dengan arus penumpang berangkat internaional tahun 2001.

d. Hasil Uji

Berdasarkan hasil uji pada tabel 10, dapat disimpulkan bahwa untuk arus penumpang di Bandara Soekarno-Hatta datang berangkat (domestik dan internasional) H diterima, yang berarti bahwa denga~ tingkat kepercayaan 95% kita dapat mempercayai varians populasi arus penum­pang di Bandara Soekarno-Hatta datang berangkat (domestik dan tnternasional) tahun 2000 dan tahun 2001 tidak terdapat pertiedaan secara nyata, yang menunjukkan bahwa uji tersebut dapat dilanjutkan dengan uji kesamaan dua rata-rata untuk dapat menarik kesimpulan.

Tabel 10 Hasil Pengujian Hipotesis Kesamaa n Dua Varians

Jenis Angkutan Statistik Uji F.~ Kesimpulan (F •. ,.~) (J-a) - 95'1o

Penumpang datang 0,632 3 3,44 F~·i·o.; < F t.lbtl ,

domestik H, diterima

Penumpang berangkat 0,7867 3,44 F < F t1·Ut19 \•~ 1

domestik H, diterima

Penumpang datang 0,6974 3,44 F 111~"0 < Fuo.1, internasional H, diterima

Penumpang berangkat 0,67625 3,44 F~"U"'I < F t.l~ol ,

intern asional H,, diterima

2. Uji Kesamaan Dua Rata-rata

Berdasarkan data sekunder arus penumpang di Bandara Soekarno-Hatta datang berangkat (domestik dan internasional) tahun 2000 dan tahun 2001yang diperoleh, hasil perhitungan rata-rata terlihat pada Tabet 11, 12, 13, dan 14.

Warta Penelitian Perhubungan • No. 04!THN.XIV/2002

a. Rata-rata

label 11 Rata-rata Jumlah arus penumpan9 datang

di bandara Soekarno Hatta Domestik tahun 2000 dan tahun 2001

lahun Rata-rata W) 2000 (1) 237153

2001 (2) 291623

label 12 Rata-rata Jumlah arus penumpang berangkat

di bandara Soekarno Hatta Domestik tahun 2000 dan tahu n 2001

lahun Rata-rata W) 2000 (1) 211790

2001 (2) 265422

label 13 Rata-rata Jumlah arus penumpang datang

di bandara Soekarno Hatta Internasional tahun 2000 dan tahun 2001

lahun Rata-rata ( µ)

2000 (1) 187097

2001 (2) 188097

label 14 Rata-rata Jumlah arus penumpang berangkat

di bandara Soekarno Hatta Internasional tahun 2000 dan tahun 2001

lahun Rata-rata (µ)

2000 (1) 193165

2001 (2) 187501

b. Rumusan Hipotesis

H0

: µJ = µ2

: tidak ada perbedaan rata-rata antara arus penumpang di Bandara Soekarno-H atta data ng berang kat (domestik dan internasional) tahun 2000 dengan tahun 2001

HJ: µJ f µ2

: ada perbedaan rata-rata antara arus penumpang di Bandara Soekarno­Hatta datang berangkat (domestik dan intemasional) tahun 2000 dengan tahun 2001.

61

Page 63: ene 1 1an er u un an - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-081700000000013... · oleh warga negara RI sendiri atas lingkungan dan kandungan kekayaan

c. Hasil Uji

Berdasarkan uji kesamaan dua rata-rata di ~_:_ : dengan tingkat kepercayaan 95% ~ disimpulkan bahwa:

1) terdapat perbedaan rata-rata antara arus kedatangan penumpang domestik tahun 2000 dengan tahun 2001;

2) terdapat perbedaan rata-rata antara arus .keberangkatan penumpang domestik tahun 2000 dengan tahun 2001;

3) tidak terdapat perbedaan (sama) antara arus kedatangan penumpang interna­sional tahun 2000 dengan tahun 2001;

4) tidak terdapat perbedaan (sama) antara arus keberangkatan penumpang intema­sional tahun 2000 dengan tahun 2001 .

Tabet 15 Hasi l Pengujian Hipotesi s Kesamaan Dua Rata- rata

-----1 Statistik Uji Jenis Angkutan

t.~, Kesimpulan (t ,,,,,,) I (1-a )• 95% I

Penumpang datang -4.15465 ± 2.306 t, ... ! < t ... ., .. domestik H, d1tola k

Penumpang berang<at ·3.38322 ± 1,306 t < t I ''~··~ UbOl

domestik I H, ditolak

Penumpang datang -0, 108291 ± 2,306 J t ... ~. < t. :~·q < t ...... I rnternasional

Penumpang berang<at 0,89709 I ± 1,306 , H, diterima~

I t,., < t •.•. , < t,,. in ternasional

62

I H, diterima

Hal ini menunjukkan bahwa hipotesa yang menyatakan perekonomian Indonesia yang dilanda berbagai krisis sedikit banyak berpengaruh terhadap arus angkutan penumpang domestik walaupun secara persentase mengalami turun naik, hal ini mungkin disebabkan oleh menurunnya minat orang yang bepergian dengan meng­gunakan jasa angkutan udara disebabkan naiknya tarif angkutan udara dan berpin­dah dengan memilih alternatif lain dengan kereta api clan angkutan jalan serta mengi­rim surat clan barang melalui jasa pengiriman untuk menghemat waktu clan biaya walaupun mungkin jumlahnya relatif lebih rendah dibanding saat kondisi pereko­nornian Indonesia dalam keadaan normal. Keadaan ini bisa dipicu bahwa di Jakarta dan Bandara Soekarno-Hatta terdapat beberapa krisis dan bencana alam, antara

lain: krisis politik, krisis ekonomi, tindak kriminalitas, dan yang berhubungan dengan jalan raya adalah kemacetan lalu lintas, serta bencana banjir yang mengge­nangi jalan raya dan jalan tol.

B. Analisis Permintaan Angkutan

Pada dasarnya terjadi peningkatan jumlah penumpang yang cukup signifikan sejak tahun 2000 dari 10.037.064 orang menjadi 11.191.713 orang pada tahun 2001, berarti terjadi peningkatan penumpang sebesar 10,3 % baik penumpang intemasional maupun domestik totalnya, hal ini menunjukkan bahwa keadaan penumpang pada tahun 2001 tiap bulan secara periodik turun naik clan ada kecenderungan tidak terpengaruh oleh adanya berbagai krisis clan bencana alam yang terjadi, clan tiap tahunnya meningkat.

Bila dibandingkan, penumpang domestik lebih besar dari penumpang internasional, berarti mobilitas penumpang yang melakukan perjalanan antar daerah yang menggunakan moda angkutan udara dalam wilayah Indonesia lebih banyak.

Dengan kondisi bandara Soekarno Hatta yang ada di luar Jakarta penumpang yang ke clan dari bandara yang menggunakan moda angkutan bus kota DAMRI dari tahun 2000 berjumlah 1.771.542 orang, sedangkan pada tahun 2001 meningkat menjadi 2.215.201 orang, berarti meningkat sekitar 20 %. Dalam kondisi ini peran moda angkutan DAMRI cukup menunjang mobilitas or­ang yang melakukan perjalanan ke dan dari Bandara Soekamo Hatta, kalau dihitungjumlah penumpang DAMRI 2.215.201 penumpang berarti sekitar 20% dari total 11.191.713 penumpang menggunakan angkutan DAMRI.

Dilihat dari uraian di atas berarti ada kecenderungan sekitar 80% penumpang menggunakan moda lain, seperti : taksi, bus kota, kendaraan pribadi, ojek clan lain-lain. Sedangkan pengaruh bencana alam banjir yang menggenangi jalan raya maupun jalan tol tidak banyak berpengaruh sebab kenaikan penumpang yang menggunakan angkutanjalan raya, seperti: DAMRI, angkutan taksi, angkutan pribadi dan bantuan dari aparat TNI (pada waktu banjir) cukup banyak.

Bila melihat dari kondisi di atas ada kemungkinan komposisi pemilihan moda angkutan yang

Warta Penelitian Perhubungan • No. 04!THN.XIV/2002

Page 64: ene 1 1an er u un an - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-081700000000013... · oleh warga negara RI sendiri atas lingkungan dan kandungan kekayaan

digunakan baik yang mengarah ke dan dari Bandara Soekarno-Hatta guna menjaring sekitar 80% penumpang yang memakai moda angkutan lain perlu ada pengembangan moda angkutan kereta api sebagai alternatif moda angkutan yang sesuai dan sangat potensial di masa mendatang.

Untuk mendukung pengembangan sistem kereta api ini perlu diadakan bentuk pola kemitraan dengan sektor swasta, dimana kemitraan ini dapat dilakukan dengan beberapa alternatif, antara lain :

1. Semua investasi dibebankan kepada sektor swasta, dimana investor diwajibkan untuk menginvestasikan track yang akan dilakukan, pensinyalan dan bakal pelanting.

2. Invest~si prasarana dibebankan kepada pemerintah sedangkan investasi untuk bakal pelanting dilakukan oleh pihak swasta.

3. Investasi prasarana termasuk pensinyalan dilakukan oleh pihak pemerintah, sedangkan bakal pelanting, depo, shelter, dan pengope­rasian dilakukan oleh pihak swasta.

4. swasta hanya mengoperasikan sedangkan investasi prasarana termasuk ·bakal pelanting dan sinyal secara keseluruhan dilakukan oleh pemerintah.

U KESIMPULANDANSARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut.:

1. Berdasa_rkan uji kesamaan dua varians di depan untuk semua H

0 diterima, yang berarti bahwa

dengan tingkat kepercayaan 95% kita dapat mempercayai varians populasi arus penumpang datang berangkat domestik maupun interna­sional tahun 2000 dan tahun 2001 tidak terda­pat perbedaan secara nyata, yang menunjukkan bahwa uji tersebut dapat dilanjutkan dengan uji kesamaan dua rata-rata untuk dapat menarik kesimpulan.

2. Berdasarkan uji kesamaan dua rata-rata di depan untuk H

0 ditolak, yang berarti bahwa dengan

tingkat kepercayaan 95% kita dapat memper­cayai rata-rata populasi arus penumpang datang berangkat domestik tahun 2000 dan tahun 2001 terdapat perbedaan secara nyata.

Warta Penelitiah Perhubungan • No. 04ffHN.XIV/2002

Hal ini menunjukkan bahwa hipotesa yang menyatakan perekonomian Indonesia yang dilanda berbagai krisis dan bencana alam (banjir) ada pengaruh terhadap arus penumpang tahun 2001 di Bandara Soekarno­Hatta untuk menggunakan moda udara, dapat diterima dan dapat dipertanggung jawabkan secara statistik dengan tingkat kepercayaan 95%.

3. Berdasarkan uji kesamaan dua rata-rata di depan untuk H

0 diterima, yang berarti bahwa dengan

tingkat kepercayaan 95% kita dapat memper­cayai rata-rata populasi arus penumpang datang berangkat internasional tahun 2000 dan tahun 2001 tidak terdapat perbedaan secara nyata. Hal ini menunjukkan bahwa hipotesa yang menya­takan perekonomian Indonesia yang dilanda berbagai krisis dan bencana alam (banjir) tidak berpengaruh terhadap arus penumpang tahun 2001 di Bandara Soekarno-Hatta untuk meng­gunakan moda udara, dapat diterima dan dapat dipertanggungjawabkan secara statistik dengan tingkat kepercayaan 95%.

4. Dengan melihat kapasitas Bandara Soekarno­Hatta serta bandara pendukung Bandara Halim Perdana Kusuma serta membaiknya kondisi krisis kedua bandara cukup untuk menganti­sipasi kedatangan atau keberangkatan penum­pang dengan menambah dan menyediakan fasilitas yang sesuai kebutuhan pengguna jasa.

B. Saran 1. Ada beberapa faktor yang mungkin dapat

meningkatkan besarnya arus penumpang datang berangkat domestik maupun internasional di Bandara Soekarno-Hatta, diantaranya:

a. Sarana dan prasarana keberadaannya dikembangkan pemeliharaannya.

b. Menghindarkan beroperasinya calo di bandara khususnya di lingkungan bandara mulai dari pedalanan calon penumpang.

c. Meningkatkan kualitas pelayanan meliputi SOM dan fasilitas seperti tempat penyim­panan barang-barang, penyediaan alat-alat angkut dan mempermudah mekanisme pemerikasaan barang oleh bea cukai di bandara.

63

Page 65: ene 1 1an er u un an - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-081700000000013... · oleh warga negara RI sendiri atas lingkungan dan kandungan kekayaan

d. Penyediaan dan penyiapan armada yang CLJKUp .

:: ;.~.,~1:-diaan fasilitas bagi orang cacat dan ~.;;;;3inya.

2. Ada nya angkutan multimoda sebagai alternatif pemilihan penumpang yang menuju ke dan dari Bandara Soekarno-Hatta yang sesuai yaitu kereta api.

3. Ada nya peningkatan kerja sama antara PT (Persero) Angkasa Pura II sebagai penyeleng­gara Bandara Soekarno-Hatta dengan OAMRI atau pi hak swasta lain sebagai penyedia jasa angkutan lanjutan atau pengaritar dan tidak menutup kemungkinan untuk tidak mematikan persaingan diantara mereka.

DAFTAR PUSTAKA

Buku Laporan Tahunan Kan wil Perhubungan OKI Jakarta , Ta hun 1997.

Buku Propinsi OKI Jakarta Oalam Angka, Badan Pusat Statistik, Tahun 1999.

Buku Propi nsi OKI Jakarta Oalam Angka, Badan Pusat Statistik, Tahun 2000.

Oajan Anto, Pengantar Metode Statistik, Jakarta LP3ES, Tahun 1986.

Sudjana, Metode Statistika, Bandung, Transito, Tahun 1996.

64

Oirektorat Jenderal Perhubungan Oarat, Pengembangan Lintas Angkutan Kereta Api Bandar Udara Soekarno­Hatta, Jakarta 2002.

Angkasa Pura II Oalam Angka Tahun 1999, PT Angkasa Pura II Tahun 1999.

Angkasa Pura II Oalam Angka Tahun 2000, PT Angkasa Pura II Tahun 2000.

Angkasa Pura II Oalam Angka Tahun 2001, PT. Angkasa Pura II Tahun 2001 .

Oepartemen Perhubungan, Oirektorat Jendera l Perhubungan Udara, Informasi Perhubungan Udara don Potensi Wi/ayah, Oesember 1997.

Statistik Perhubungan, Badan Pusat Statistik, Tahun 1999.

BIO DATA

Djoko Suhad;, lahir di Jember 12 Juli 1938, Saljana Ekonomi UGM 1965, Zavodska Ekonomiku Turisno, Zagkeb, Yugoslavia 1966, Pacific West­ern University under the State of Hawai 1990. Peneliti Madya Badan Penelitian dan Pengem­bangan Perhubungan.

Bambang s;swoyo, lahir di Bojonegoro , 9 Agustus 1971, Lulusan Teknik Permesinan Kapal, Tahun 1996, jabatan Staf, di Pusat Penelitian dan Pengembangan Manajemen Multimoda.

Warta Penelitian Perhubungan • No. 04fTHN.XIV/2002

Page 66: ene 1 1an er u un an - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-081700000000013... · oleh warga negara RI sendiri atas lingkungan dan kandungan kekayaan

RANGKUMAN KAJI ULANG SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL DALAM RANGKAMENDUKUNG OTONOMI DAE RAH Atik S. Kuswati __________ _

ABSTRAK

Kaji Ulang Sistem Transportasi Nasional dilakukan mengingat telah tea·adi perubahan paradigma sejak dikeluarkan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemen'ntah Daerah don Peraturan Pemen'ntah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemen'ntah Pusat don Propinsi sebagai daerah otonom. Maten' yang disesuaikan antara lain keadaan transportasi soot ini baik di Ii hat don' aspek jan·ngan maupun pelayanan, perubahan tatanan don arah pengembangan jan'ngan khususnya janngan prasarana serta perumusan kebijakan dalam rangka kesinambungan pelayanan transportasi di masa mendatang.

Kebijakan dimaksud meliputi peningkatan pelayanan transportasi, penyediaan dona pembangunan transportasi, pembinaan pengusaha nasional transportasi, pembinaan keselamatan don keamanan transportasi, pemeliharaan kualitas lingkungan hidup, peningkatan kualitas sumber daya manusia, serta peningkatan fTJOnajemen don administrasi negara sektor transportasi.

I. LATAR BELAKANG

Keberhasilan pembangunan tidak terlepas dari peran serta aktif sektor transportasi sebagai urat nadi kehi­dupan ekonomi, sosial budaya, politik dan pertahanan dan keamanan, dimana pembangunan sektor trans­portasi diarahkan pada terwujudnya siste!TI tamsportasi nasional yang andaL berkemampuan tinggi dan diseleng­garakan secara .terpadu, tertib, lancar, aman, nyaman dan efisien dalam menunjang sekaligus menggerakkan dinamika pembangunan, mendukung mobilitas rnanusia, barang serta jasa, mendukung pola distribusi nasional serta mendukung pengembangan wilayah dan pening­katan hubungan intemasionalyang lebih memantapkan perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara dalam rangka perwujudan wawasan nusantara. Untuk mewujudkan sistem transportasi nasional yang andal dan berkemampuan tinggi , dihadapi berbagai peluang dan kendala berupa perubahan dan ketidakpastian dikarenakan lingkungan yang dinamis seperti otonomi

Warta Penelitian Perhubungan • No. 04/THN.XIV/2002

daerah, terjadinya globalisasi ekonomi, perubahan perilaku permintaan jasa transportasi, kondisi politik, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi , serta adanya keterbatasan sumber daya. Dalam mengantisipasi kondisi tersebut, sistem transportasi nasional perlu terus ditata dan disempurnakan yang didukung peningkatan kualitas sumber daya manusia sehingga terwujud keandalan pelayanan dan keterpaduan antar dan intramoda transportasi, yang disesuaikan dengan perkembangan ekonomi, tingkat kemajuan teknologi, kebijakan tata ruang, pelestarian lingkungan dan kebijakan energi nasional, sehingga akan selalu dapat memenuhi kebutuhan pembangunan , tuntutan masyarakat serta kebutuhan perdagangan nasional dan internasional dengan memperhatikan keandala serta kelaikan sarana transportasi.

Menyadari peran penting transportasi, maka disusun Sistem Transportasi Nasional yang ditetapkan dalam KM Nomor 15 Tahun 1997 yang digunakan sebagai pedoman baik dalam perencanaan maupun dalam penyelenggaraan dan penataan jaringan transportasi guna mewujudkan penyediaan jasa transportasi yang tertib, aman, cepat teratur, la near serta biaya terjangkau.

Sejalan dengan perubahan waktu dan adanya berbagai pergeseran paradigma pengelolaan sistem pemerintahan dan wilayah, maka perlu diadakan penyempurnaan konsepsi sistem transportasi nasional yang ada saat ini.

II. PERMASALAHAN

1. Penyusunan sistem transportasi 11asional tersebut lebih banyak dipengaruhi situasi pemerintahan saat itu yakni masih berorientasi pengaturan yang bersifat sentratisasi, dengan penjabaran yang sang at detail mencakup sistem transportasi yang bersifat nasionaL wilayah dan lokal.

2. Cakupan materi yang terkandung dalam sistem transportasi nasional tersebut baru menyangkut jaringan prasarana dan pelayanan, sedangkan materi tentang kebijakan belum terkandung didalamnya.

3. Perubahan paradigma sistem pemerintahan dengan ditetapkannya UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan UU Nomor 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah serta tuntutan arus globalisasi secara otomatis akan merubah tatanan pengaturan di bidang transportasi yang bersifat sentralisasi dan dari sifat dominasi pemerintah kepada mekanisme pasar.

65

Page 67: ene 1 1an er u un an - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-081700000000013... · oleh warga negara RI sendiri atas lingkungan dan kandungan kekayaan

4. Pemekaran beberapa provinsi akan menyebabkan terjadinya perubahan sistem permukiman nasional (Sispernas), seperti pusat permukiman perkotaan, pusat kegiatan nasional dan pusat kegiatan wilayah diberbagai provinsi yang baru dibentuk akan berkembang pada masa yang akan datang.

5. Pembangu.nan dan pengembangan jaringan prasarana dan jaringan pelayanan transportasi telah berkembang selama lima tahun terakhir, demikian juga pusat pertumbuhan sosial ekonomi nasionaL

· sehingga pola jaringan transportasi nasional tersebut sudah mengalami pergeseran.

6. Sistranas terdahulu tidak memuat indikator keberhasilan pelayanan yang bersifat kuantitatif.

7. Sistranas di dalam tata urutan peraturan perundang­undangan di bidang transportasi berada pada level yang pa ling rendah, sedangkan peraturan perundangan-undangan masing-masing moda dituangkan dalam bentuk undang-undang.

III. MAKSUD DAN TU.JUAN

1. Maksud Studi kaji ulang Sistem Transportasi Nasional adalah menyempurnakan KM.Nomor 15 Tahun 1997 tentang Sistem Transportasi Nasional.

2. Tujuan Studi agar diperoleh rumusan sistem transportasi nasional sesuai dengan paradigma baru dan dalam kaitannya dengan penyelenggaraan otonomi daerah sesuai UU Nomor 22 Tahun 1999.

III. RUANG UNGKUP

1. Menjabarkan visi dan misi sektor transportasi. 2. Evaluasi pola jaringan transportasi dan simpul­

simpul yang ada disesuaikan dengan gambaran permintaan jasa transportasi di masa datang.

3. Evaluasi sistem pelayanan transportasi terpadu . 4. Evaluasi jari ngan transportasi dan simpul-simpulnya

dengan mengacu kepada RTRW Nasional yang telah ditetapkan.

5. Merumuskan kriteria hierarkhi jaringan pri mer. 6. Merum uskan kewenangan penangana n sesuai

hierarkhi jaringan dan si mpul. 7. Merumuskan sistem manajemen penyelenggaraan

transportasi sesuai jaringan dan simpul. 8. Merurm!!kan kebijakan pokok sistem transportasi

yang menjadi masukan penyusunan peraturan perundangan-undangan transportasi .

66

~ HASIL YANG DIHARAPKAN

Tersusunnya suatu konsepsi penyempurnaan sistem transportasi nasional sebagai pengembangan da ri konsep yang ada (KM.Nomor 15 Tahun 1997 tentang Sistranas) dalam rangka mengantisipasi perkembangan wilayah sesuai UU No. 22 Tahun 1999, perubahan kehidupan nasional dan perkembangan global (regional ASEAN dan internasional).

VI. HASIL PENELITIAN

1. Konsepsi Sistranas (KM.Nomor 15 Tahun 1997)

a. Pengertian Sistranas

Sistranas adalah tatanan transportasi yang terorganisasi secara kesisteman terdiri dari transportasi darat (angkutan jalan, angkutan jalan reL dan angkutan sungai, danau serta penyeberangan), transportasi laut, dan trans­portasi udara serta transportasi pipa yang masing-masing terdiri dari sarana dan prasarana yang saling berinteraksi, membentuk satu sistem pelayanan jasa transportasi yang efektif dan efisien dalam jaringan transportasi yang terpadu secara serasi dan harmonis yang menjangkau seluruh wilayah tanah iar dan lua r negeri yang pengembangannya berpedoman pada tata ruang nasional.

b. Landasan Sistranas

Sistranas diselenggarakan berdasarkan landasan idiil Pancasila, landasan konstitusio na l UUD 1945 dan landasan operasional GBHN dan peraturan perundangan-undangan di bidang transportasi serta peraturan peru nd anga n­undangan lain yang terkait.

c. Asas Sistranas

Sistranas diselenggarakan berdasarkan asas yang tercantum dalam GBHN dan peraturan perundang-undangan sektor transportasi, yaitu asas keimanan dan ketagwaan terhadap Tu han Yang Maha Esa, asas manfaat, asas demokrasi Pancasila, asas adil dan merata, asas keseim­bangan, asas keserasian dan keselarasan dalam perikehidupan, asas hukum, asas kemandirian,, asas kejuangan, asas ilmu pengetahuan dan teknologi, asas kepentingan umum, dan asas usaha bersama serta asas keterpaduan .

Warta Penelitian Perhubungan • No. 04fTHN.XIV/2002

Page 68: ene 1 1an er u un an - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-081700000000013... · oleh warga negara RI sendiri atas lingkungan dan kandungan kekayaan

d. Tujuan Sistranas

Tujuan Sistranas adalah terwujudnya trans­portasi yang andal dan berkerilampuan tinggi dalam menunjang dan sekaligus menggerakan dinamika pembangunan, meningkatkan mobilitas manusia, barang dan jasa, membantu terciptanya pola distribusi nasional yang mantap dan dinamis, serta mendukung pengem­ba nga n wilayah dan lebih memantapkan perkembangan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dalam rangka perwu­judan wawasan nusantara dan peningkatan hubungan internasionaL Dalam upaya mencapai tujuan Sistranas dimaksud, ditetapkan sasaran pembangunan lima tahunan yang akan ditinjau secara berkala seiring dengan arahan GBHN.

e. Sasaran Sistranas

Sasaran Sistranas adalah terciptanya penyeleng­garaan transportasi yang efektif dalam arti kapasitas mencukupi, terpadu tertib dan teratur, la near, cepat dan tepat, selamat, a man, nyaman biaya terjangkau; dan efisien dalam arti beban publik rendah dan utilitas tinggi dalam satu kesatuan jaringan transportasi nasional.

f. Fungsi Sistranas

Sistranas mempunyai fungsi ganda yaitu pertama sebagai unsur penunjang Sistranas berfungsi menyediakan jasa transportasi yang efektif dan efisien untuk memenuhi kebutuhan sektor lain serta mengantisipasinya, sekaligus juga berfungsi dalam ikut menggerakan dinamika pembangunan.

Sebagai unsur pendorong, Sistranas berfungsi menyediakan jasa transportasi yang efektif untuk membuka daerah terisolasi, melayani daerah dan pulau terpencil, merangsang pertumbuhan daerah terbela_kang dan desa tertinggal khusus11ya di Kawasan Timur Indo­nesia serta melayani daerah perbatasan dan daerah transmigrasi sehingga akan lebih memantapkan perwujudan Wawasan Nusantara.

2. Struktur Jaringan Transportasi

Sistranas sebagai suatu tatanan yang bertujuan untuk mewujudkan transportasi yang andal dan berkemampuan tinggi, dalam penyel~nggaraannya melibatkan tiga pihak yang terkait yaitu pemerin­tah, penyedia jasa transportasi dan pengguna jasa

Warta Penelitian Perhubungan • No. 04/THN.XIV/2002

transportasi yang saling berinteraksi sesuai fungsi dan peranannya masing-masing, Sistranas yang efektif dan efesien terutama diwujudkan melalui pembentukan jaringan transportasi yang merupakan satu kesatuan jaringan prasarana dan jaringan pelayanan transportasi baik transportasi darat, laut maupun udara.

Dalam menata jaringan transportasi agar diperoleh manfaat maksimal digunakan prinsip dasar :

a. Fungsional yaitu jaringan transportasi dikelom­pokan dalam berbagai tatanan yang masing­masing mempunyai karakteristik fungsional yang berbeda.

b. Struktural yaitu pada masing-masing tatanan dirumuskan susunan yang saling terkait namun dapat dibedakan menurut intensitasnya;

c. Keunggulan karakteristik moda dan keterpaduan yaitu dalam menentukan peran masing-masing moda pada setiap tatanan, dilakukan dengan memanfaatkan secara maksimal keunggulan masing-masing moda sedangkan kelemahannya diantisipasi melalui pemaduannya dengan moda transportasi lain;

d. Optimalisasi yaitu berkenaan dengan semakin terbatasnya sumber daya yang tersedia serta kewajiban melestarikan lingkungan, maka pilihan terhadap suatu tatanan tertentu dikaitkan dengan faktor pembatas sumber daya dalam upaya mendapatkan manfaat yang maksimal dengan pengorbanan total minimal.

Jaringan transportasi terdiri dari : a. Jaringan Transportasi Jalan

Jaringan transportasi jalan merupakan serang­kaian simpul dan/atau ruang kegiatan yang dihubungkan oleh ruang lalulintas sehingga membentuk satu kesatuan sistem jaringan untuk keperluan penyelenggaraan lalulintas dan angkutan.

Jaringan prasarana transportasi jalan terdiri dari simpulyang berwujud terminal penumpang dan terminal barang dan ruang lalu lintas sedangkan jaringan pelayanan angkutan dengan kendaraan umum meliputi pelayanan angkutan orang dan pelayanan angkutan barang. Pelayanan angkutan orang dengan kendaraan umum dikelompokkan menurut wilayah pelayanan dan operasi pelaya­nannya. Menurut wilayah pelayanannya,

67

Page 69: ene 1 1an er u un an - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-081700000000013... · oleh warga negara RI sendiri atas lingkungan dan kandungan kekayaan

68

ang kutan penumpang dengan kendaraan u rn u ~. terdiri dari angkutan antarkota, ang­--=- · :.;:a_ angkutan pedesaan, dan angkutan

~ 0-::::.:; negara.

u . -.1d1 111 ':J d 11 I ra nsportasi Jalan Rel

Jaringan transportasi jalan rel sebagai salah satu jaringan moda transportasi terdiri dari jaringan prasarana dan pelayanan baik sebagai transpor­tasi antar kota maupun perkotaan. Transportasi jalan rel pada umumnya memiliki keunggulan untuk mengangkut penumpang dan barang dalam jumlah besar, secara masal untuk jarak pendek, jarak sedang dan jarak jauh.

1) Jari ngan Prasarana

Jaringan prasarana transportasi jalan rel terdiri dari simpul yang ber0ujud stasiun dan. ruang lalu lintas.

Stasiun mempunyai fungsi yang sama dengan simpul moda transportasi lainnya yaitu sebagai tempat untuk menaikkan dan menurunkan penumpang, memuat dan membongkar barang, mengatur pe~alanan kereta api, serta perpindahan antar dan/ atau intramoda.

2) Jaringan Pelayanan

Jaringan pelayanan transportasi jalan rel meliputi jaringan pelayanan angkutan orang dan jaringan pelayanan angkutan barang.

c. Jaringan transportasi sungai dan danau

1) Jaringan prasarana

Jaringan prasarana transportasi sungai dan danau terdiri dari simpul yang berwujud pelabuhan sungai dan danau, dan ruang lalu lintas yang berwujud alur pelayaran.

2) Jaringan pelayanan

Jaringan pelayanan transportasi sungai dan danau meliputi jaringan pelayanan ang kutan orang dan jaringan pelayanan angkutan barang.

d. Jaringan transportasi penyeberangan

1) Jaringan Prasarana

Jaringan prasarana transportasi penye­berangan terdiri dari simpul yang berwujud pelabuhan penyeberangan dan ruang lalu

lintas yang berwujud alur penyeberangan pelabuhan penyeberangan dikelompokan menu rut.

2) Jaringan Pelayanan

Jaringan pelayanan transportasi penye­berangan sebagaimana halnya dengan kedudukan simpul yang diuraikan dimuka, maka pengelompokan jaringan pelayanan penyeberangan yang selanjutnya disebut lintas penyeberangan , sangat dipengaruhi oleh peranan jaringan jalan atau jalur kereta api yang dihubungkan oleh lintas penye­berangan dimaksud .

e. Jaringan transportasi perkotaan

1) Jaringan Prasarana

a) Jaringan Jalan

Jaringan jalan yang berada di wilayah perkotaan dikenal dengan sistem jaringan sekunderterdiri atas jalan arteri sekunder, yaitu jalan yang menghu­bungkan antar kawasan sekunder kesatu atau menghubungkan kawasan sekun­der kesatu dengan sekunder kedua. Khusus bagi daerah kotaraya (metro­politan) dimungkinkan adanya jaringan arteri primer. Jalan kolektor sekunder kedua adalah jalan menghbungkan antar kawasan sekunder kedua dengan kawasan sekunder ketiga. Jalan lokal sekunder yaitu jalan yang menghu­bungkan pemukiman dengan kawasan sekunder.

b) Jaringan Jalan Rel

Jaringan prasaranajalan rel yang menu­rut peranannya adalah untuk melayani perpindahan orang dan/ atau barang di wilayah perkotaan disebut lintas cabang, dan idealnya dikelola tersendiri karena melayani transportasi perkotaan yang memerlukan penanganan khusus.

c) Jaringan Sungai, Danau dan Penyebe­rangan Pada daerah-daerah tertentu seperti di Kalimantan dan Maluku transportasi sungai, danau dan penyeberangan jug a berperan melayani perpindahan orang

Warts Penelitian Perhubungan • No. 04!THN.XIV/2002

Page 70: ene 1 1an er u un an - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-081700000000013... · oleh warga negara RI sendiri atas lingkungan dan kandungan kekayaan

dan/ atau barang di wilayah perkotaan. Jaringan dimaksud kesemuannya merupakan jaringan lokal.

2) Jaringan Pelayanan

Jaringan pelayanan angkutan umum di wilayah kotaraya dan/ atau kotamadya daerah tingkat II yang kemudian disebut jaringan trayek kota, terdiri atas trayek utama, trayek cabang, trayek ranting dan trayek langsung. Khususnya bagi kotaraya diutamakan pelayanan angkutan umum massal.

f. Jaringan transportasi laut

1) Jaringan Prasarana

Jaringan prasarana transportasi laut terdiri dari simpul yang berwujud pelabuhan laut dan ruang lalu lintas yang berwujud alur pelayaran. Pelabuhan laut dibedakan berdasarkan fungsi, fasilitas yang dimiliki dan kegiatan operasionalnya, status, jenis serta penyelenggaraannya .. Berdasarkan fungsinya pelabuhan terdiri dari pelabuhan utama (trunk port) yaitu pelabuhan yang dapat metayani angkutan taut datam jumtah besar dengan witayah petayanan yang luas. Petabuhan pengumpan (feeder port) yaitu pelabuhan yang dapat metayani angkutan taut dalam jumlah relatif kecil dengan witayah petayanan yang retatif kecil.

2) Jaringan Petayanan

Jaringan pelayanan transportasi laut dibedakan menurut hierarkhi dan sifat petayanannya.

g. Jaringan transportasi udara

1) Jaringan Prasarana Jaringan prasarana transportasi udara terdiri dari simpul yang berwujud bandar udara dan ruang talu lintas yang berwujud ruang talu lintas udara.

2) Jaringan Petayanan Berdasarkan wilayah pelayannya, rute penerbangan dibagi menjadi rute pener­bangan datam negeri dan rute penerbangan luar negeri. Jaringan penerbangan dalam negeri dan luar negeri merupakan suatu kesatuan dan terintegrasi dengan jaringan

Warta Penelitian Perhubungan • No. 04/THN.XIV/2002

transportasi darat dan laut. Jaringan pelayanan transportasi udara merupakan kumpulan rute penerbangan yang metayani kegiatan transportasi udara dengan jadwal frekuensi yang sudah tertentu.

3. Arah Pengembangan Sistranas

Dalam rangka pengembangan jaringan transportasi nasional perl.u disusun pola jaringan transportasi nasional (JTN) yang memuat indikasi tatanan jaringan transportasi diseluruh witayah tanah air yang ingin diwujudkan dalam jangka panjang, yang merupakan bagian dari Rencana Tata Ruang Witayah Nasional. Dalam upaya mewujudkan JTN yang diinginkan maka pola JTN dimaksud dijabarkan ke datam rencana Umum Jaringan Transportasi yang memuat rencana pengembangan simpul yang tetah ditentukan kapasitas dan lokasinya, serta rencana pengembangan ruang talu lintas sesuai dengan karakteristik masing-masing moda.

Jaringan transportasi dimasa mendatang disusun untuk melayani kegiatan ekonomi yaitu berupa pelayanan terhadap permintaan arus barang dan penumpang. Untuk daerah yang secara ekonomis tidak mempunyai potensi atau daerah yang belum berkembang namun membutuhkan pelayanan transportasi maka petayanan transportasi berfungsi untuk membantu perkembangan ekonomi daerah tersebut.

Pelayanan moda tansportasi jalan rel untuk angkutan barang dan penumpang dapat metayani jumlah yang besar, penetrasi moda tersebut tidak sampai pelosok dan kurang fl.eksibel, namun efisien untuk mengembangkan lintas yang jauh dan muatan yang besar dan dari segi kelestarian atam dan lingkungan hidup relatif menguntungkan. Pengintegrasian antara pelayanan moda transpor­tasi jatan dan jalan rel akan sating melengkapi kekurangan-kekurangan yang ada pada kedua pelayanan moda. Pelayanan moda transportasi taut mempunyai karakteristik untuk angkutan barang dan penumpang datam jumlah besar, kecepatan rendah dan biaya angkutan per ton mil relatif rendah dan sangat menguntungkan untuk angkutan barang jarak jauh dan dengan volume muatan yang sangat besar.

Pelayanan moda transportasi udara mempunyai karakteristik untuk melayani angkutan barang dan

69

Page 71: ene 1 1an er u un an - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-081700000000013... · oleh warga negara RI sendiri atas lingkungan dan kandungan kekayaan

penumpang yang relatif terbatas dalam kecepatan yang sangat tinggi dan dengan biaya angkutan per ton mil relatif mahaL Pelayanan moda transpor­tasi 1;1:fa•a mampu melakukan penetrasi sampai dengan ;ielosok pedalaman tanah air yang tidak dapat dijangkau oleh pelayanan moda lainnya dan sangat menguntungkan untuk angkutan penum­pang dan barang dalam jumlah terbatas untuk melayani lintas jarak jauh yang . memerlukan kecepatan tinggi.

4. Kondisi Sistem Transportasi Nasional Saat Ini

70

a. Kondisi Jaringan

1) Jaringan jalan

Jaringan jalan telah berkembang di Pulau Jawa dan Sumatera, sedangkan di beberapa wilayah seperti Pulau Kalimantan dan Irian Jaya perkembangannya sangat sedikit. Secara keseluruhan panjang jalan pada · tahun 1999 adalah 355.951 km, sebagian besar adalah jalan kabupaten.

2) Jaringan kereta api

Secara fungsional lintasan dapat digolong­kan menjadi lintasan utama dan lintasan cabang (feeder). Beberapa lintasan cabang dengan pertimbangan ekonomi telah ditutup. Di Pulau Jawa, tran~portasi kereta api menghubungkan bagian barat dan bag1an timur.

Panjang jalan rel menurut lintasan tahun 2000 yang masih aktif seluruhnya 4.553, l

km dengan perincian: lintas raya sepanjang 4.327,2 km dan lintas cabang sepanjang 225,9 km.

Jaringan jalan untuk kereta api listrik (elec­tn·c rail car) yang ada saat ini hanya berada di wilayah Jabotabek dengan total panjang jaringan 150 km.

3) Jari ngan ASDP

Jaringan lintas penyeberangan saat ini mencapai 172 lintasan, terdiri dari jaringan antar propinsi, jaringan antar kabupaten/ kota dalam propinsi dan jaringan dalam kabupaten.

4) Ja ri ~gan transportasi laut Sistem transportasi laut domestik terdiri dari transportasi laut antar pulau, transportasi

laut lokal , pelayaran rakyat, transportasi perintis, transportasi khusus dan barges/ tongkang. Transportasi antar pulau dilayani secara teratur/berjadwal dan tramper yang umumnya menggunakan kapal barang dan kapal penumpang. Transportasi penumpang antar pulau dengan menggunakan kapal khusus penumpang dan telah menunjukan kecenderungan berkembang terus pada akhir-akhir ini terutama adanya krisis ekonomi yang melanda negara Indonesia mengakibatkan tedadinya perpindahan penumpang dari moda transportasi udara ke moda lain termasuk transportasi laut.

5) Jaringan transportasi udara

Penerbangan sipil meliputi rute pener­bangan domestik dan internasional dimana didalamnya berisikan penerbangan yang sudah beoaduaL penerbangan yang tidak tedadual serta general aviation, transportasi haji dan transportasi transmigrasi. Transportasi udara menggunakan berbagai prasarana berupa bandar udara yang terdiri dari bandar udara internasional, regional, lokal dan perintis. Persebaran bandar udara diusahakan merata untuk meningkatkan kemudahan hubungan pemerintahan , perdagangan pendidikan dan komunikasi pada umumnya.

b. Perkembangan angkutan penumpang dan barang

Di bidang transportasi kereta api , jumlah pengguna jasa selama PJP I meningkat pesat. Pada Pelita I jumlah penumpang kereta api adalah 29 juta orang dan pada tahun keempat Pelita V telah meningkat menjadi 69 juta orang, atau rata-rata pertahun meningkat 5,5 %. Volume angkutan barangjuga meningkat dari 5 juta ton pada Pelita I menjadi 15 juta ton pada tahun keempat Pelita V atau mening­kat rata-rata 7,7 % per tahun.

Produksi kereta api penumpang selama kurun waktu tahun 1995-1999 mengalami pening­katan rata-rata 4,68 % per tahun. Jika pada tahun 1995, produksi penumpang sebesar 14.920 juta penumpang kilometer atau 144,5 juta orang, meningkat menjadi 17 .048 juta

Warta Penelitian Perhubungan • No. 04fTHN.XIV/2002

Page 72: ene 1 1an er u un an - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-081700000000013... · oleh warga negara RI sendiri atas lingkungan dan kandungan kekayaan

penumpang kilometer atau 163,6 juta penumpang Kereta penumpang di Pulau Jawa memberikan kontribusi yang besar terhadap nilai produksi kereta api nasional {91.61 %)

Melihat aliran (throughout) muatan barang yang melewati pelabuhan-pelabuhan di dalam negeri tampak adanya ketidakseimbangan antara kegiatan bongkar dan muat. Transportasi antar pulau dan internasional dominan terjadi di pelabuhan yang terdapat dipulau jawa sebagai akibat konsentrasi industri dan penduduk terbesar terdapat di Pulau Jawa, sedangkan di luar pulau jawa pemuatan (loading) umumnya lebih besar.

Lalulintas transportasi udara bail< penerbangan dalam negeri maupun penerbangan luar negeri cenderung stabil artinya antara yang berangkat dan yang datang hampir sama jumlahnya setiap tahun. Demikian juga dengan transportasi penumpang kecuali untuk transportasi udara penerbangan luar negeri terlihat pertumbuhan jumlah penumpang yang berangkat dan ini berarti jumlah orang yang bepergian keluar Indonesia lebih besar dari yang masuk Indonesia hingga tahun 1997 jumlah pesawat terbang yang berangkat ke luar negeri tiap tahun rata-rata meningkat 10,43 %.

c. Potensi Sumber Daya

Rencana pengembangan sektor terkait perlu dipelajari untuk memproyeksikan kemampuan wilayah-wilayah nasional yang harus dilayani sektor transportasi. Beberapa potensi wilayah tersebut antara lain: industri; sumber daya alam, pertanian, hasil­hasil hutan, perkebunan, dan pertambangan.

d. Kerja sama Sektor T ransportasi

Sejalan dengan tumbuhnya forum kerjasama baik bilateral multilateral, dan regional yang merupakan cerminan era globalisasi penyeleng­garaan transportasi antamegara baik darat, laut maupun udara akan semakin berkembang. Berbagai kerja sama akan semakin menuntut meningkatnya peranan transportasi nasional agar mampu menghadapi tantangan yang timbul dan mengambil manfaat dari kerjasama tersebut. Forum kerja sama luar negeri yang memberikan dampak kepada pengembangan

Warta Penelitian Perhubungan • No. 04fTHN.XIV/2002

sektor transportasi antara lain : WTO, APE(, BIMP-EAGA, IMT-GT, IMS-GT.

e. Reformasi Kebijakan Sektor Transportasi

Dalam menyusun strategi reformasi kebijakan sektor transportasi terdapat enam hal mendasar yang menjadi landasan yaitu:

1) Perubahan yang cakupannya meliputi ruang, waktu, dan bentuk pelayanan jasa transportasi.

2) Perubahan terhadap bentuk, tujuan, dan sasaran aspek hukum dan peraturan perun­dangan, kelembagaan, maupun sumber daya manusia.

3) Perubahan terhadap obyek sasaran.

4) Penataan kembali atau reposisi prioritas pembangunan nasional.

5) Perubahan isu-isu strategis kematraan/ sub sektoral.

6) Pilihan prioritas penataan antara pende­katan kematraan/sub sektoral dengan pendekatan fungsional manajemen peme­rintahan, pengusahaan, dan pembangunan.

f. Desentralisasi Sektor Transportasi

Sesuai dengan UU Nomor 22 Tahun 1999 dan PP Nomor 25 Tahun 2000 sebagian kewenangan bidang perhubungan diserahkan ke daerah (pemerintah provinsi, kabupaten/ kota).

5. Kondisi Sistem Transportasi Nasional yang Diharapkan

a. Hirarl<i Si stem T ransportasi

Sistem transportasi di Indonesia pada masa mendatang dibagi dalam 3 hierarki :

1) Sistem transportasi nasional adalah tatanan transportasi yang terorganisasi secara kesisteman terdiri dari transportasi darat, transportasi laut, transportasi udara, dan transportasi pipa yang berfungsi melayani perpindahan orang dan atau barang yang bersifat nasional (lintas provinsi) dan intemasional (lintas negara).

2) Sistem transportasi regional adalah tatanan transportasi yang terorganisasi secara kesisteman terdiri dari transportasi darat, transportasi taut, transportasi udara, dan

71

Page 73: ene 1 1an er u un an - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-081700000000013... · oleh warga negara RI sendiri atas lingkungan dan kandungan kekayaan

72

transportasi pipa yang berfungsi melayani oerpindahan orang dan atal! barang yang ::-:'rsifat regional (lintas kabupaten/ kota : : .=i n provinsi).

J 1 .)1:,tem T ransportasi Lokal adalah tatanan transportasi yang terorganisasi secara kesisternan terdiri dari transportasi darat, transportasi laut, transportasi udara, dan transpo rtasi pipa yang berfungsi melayani perpindahan orang dan atau barang dalam lokasi tertentu baik kawasan perkotaan maupun pedesaan dalam kabupatenjkota.

b. Hierarki Ja ringan Transportasi

Hirark1 Ja ringan transportasi yang terdiri dari jaringan transportasi darat, transportasi laut, dan transportasi udara dapat diuraikan sebagai beri kut:

1) Tra nsportasi jalan

Dalam UU Nomor 13 Tahun .1980 dan PP Nomor 26 Tahun 1985 tentang Jalan, Sistem Jaringan jalan terdiri dari jalan primer dan jalan sekunder. Jaringan jalan menurut pe ranannya dikelompokkan menjadi 3 kategori yaitu:

a) Jalan arten' adalah jalan yang melayani transportasi utama dengan ciri-ciri pe~alanan jarak jauh, kecepatan rata­rata tinggi dan jumlah jalan masih dibatasi secara efisien. Jalan artei dibagi kedalam 2 kelompok yaitu jalan arteri primer dan sekunder.

b) Ja/an ko/ektor adalah jalan yang mela­yani transportasi pengumpul dengan ciri-ciri pe~alanan jarak sedang, kece­patan rata-rata sedang, jumlah jalan masuk dibatasi.

c) Jalan /aka/ adalah jalanjalan yang melayani transportasi setempat dengan ciri -ciri pe~alanan jarak dekat, kece­patan rata-rata rendah dan jalan masuk tidak dibatasi.

Sedangkan menurut wewenang pembinaan dibagi dalam: jalan nasional adalah jalan umum yang pembinaannya dilakukan oleh pemerintah pusat;ja/an provinsi adalah jalan umum yang pembinaannya ·oleh pemerintah propinsi; ja/an kabupaten jalan umum yang

pembinaannya oleh pemerintah kabupaten; jalan kotamadya jalan umum yang pembi­naannya dilakukan oleh pemerintah kota .

2) T ransportasi kereta api

Jaringan jalur kereta api terdiri dari jaringan jalur kereta api antarkota dan jaringan jalur kereta api dalam kota. Jaringan kereta api antarkota dikelompokkan menjadi:

a) Lintas utama dengan ciri-ciri melayani jarak jauh atau sedang, dan menghu­bungkan antarstasiun yang berfungsi sebagai pengumpul yang ditetapkan untuk melayani lintas utama.

b) Lintas cabang dengan ciri-ciri melayani jarak sedang atau dekat, dan menghu­bungkan antarstasiun yang berfungsi sebagai pengumpul atau antar stasiun yang berfungsi sebagai pengumpan yang ditetapkan untuk melayani lintas cabang.

3) Transportasi Air

Jaringan pelayanan transportasi laut yang diwujudkan dalam bentuk trayek dalam sistem tarnsportasi nasional terdiri dari jaringan trayek luar negeri, jaringan trayek utama dalam negeri dan jaringan trayek pengumpan.

Jaringan prasarana berupa pelabuhan terdiri dari pelabuhan laut internasional hub, pela­buhan intemasionaL dan pelabuhan nasionaL

4) T ransportasi Udara

Jaringan transportasi udara terdiri dari jaringan penerbangan luar negeri dan jaringan penerbangan dalam negeri untuk rute utama dan rute pengumpan yang melayani antar propinsi. Sedangkan jaringan prasarana berupa bandar udara terdiri dari bandar udara pusat penyebaran (primer, sekunder, dan tersier) dan bandar udara bukan pusat penyebaran.

c. Arah Pengembangan Jaringan

1) Hirarki jaringan transportasi jalan

Jaringan transportasi jalan diklasifikasikan menjadi jaringan transportasi jalan primer nasional dan jaringan transportasi jalan primer regional.

Warta Penelitian Perhubungan • No. 04!THN.XIV/2002

Page 74: ene 1 1an er u un an - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-081700000000013... · oleh warga negara RI sendiri atas lingkungan dan kandungan kekayaan

Jaringan transportasi jalan primer adalah serangkaian simpul atau ruang kegiatan yang disusun mengikuti RTRWN yang dihu­bungkan oleh ruang lalu lintas sehingga membentuk satu kesatuan sistem jaringan transpo rtasi.

Rencana pengembangan ruang lalu lintas transportasi jalan primer nasional tahun 202? dikategorikan sebagai berikut a) Peningkatan fungsi dan peran pada ruas

jalan tertentu dari kolektor primer menjadi arteri primer atau dari kolektor menjadi kcilektor primer sesuai dengan nilai strategis yang dimiliki bagi kepentingan nasionaL

b) Pembangunan jalan baru

2) Hierarki jaringan transportasi jalan rel

Jaringan transportasi jalan rel diklasifi­kasikan menjadi jaringan transportasi jalan rel nasional dan regional Arah pengembangan jaringan transportasi jalan rel nasional hingga tahun 2020 pada tiga pulau yaitu Jawa, Sumatera, dan Kalimantan.

3) Hirarki jaringan transportasi SOP

Sistem transportasi sungai dan danau saat ini dibagi dalam dua kategori yaitu primer yang terdiri atas alur sungai utama yang rnenjadi ternpat kegiatan lalulintas penurn­pang dan barang, dan sekunder yang terdiri atas alur sungai lalu lintas barang dan penumpang dalarn batas tertentu. Hirarki jaringan transportasj penyeberangan dibedakan atas fungsi dan volume penum­pang dan kendaraan beserta muatan yang dapat ditangani. Pada masa yang akan datang baik untuk -jangka rnenengah rnaupun jangka panjang akan dibentuk rute jarak jauh yang cukup potensial baik antar negara, antar povinsi rnaupun antar kabupaten da.larn povinsi.

4) Hirarki jaringan transportasi laut

Klasifikasi pelabuhan peti kernas menjadi tiga kategori yaitu: pelabuhan hub intema­sional berfungsi sebagai rute trunk intema­sional dengan. frekuensi kunjungan lebih

Warta Penelitian· Perhubungan • No. 04fTHN.XIV/2002

dari dua kali seminggu, Pelabuhan Peti Kemas Utama sebagai rute jarak jauh untuk Utara-Selatan dan Inra Asia, terrnasuk pusat distribusi barang peti kemas dan tranship­ment dalam negeri, Pelabuhan Peti Kernas Pengumpang melayani kapal feeder dari pelabuhan intemasional di Indonesia atau Singapura terrnasuk sebagai pusat distribusi barang peti kemas pada tingkat wilayah atau provinsi.

5) Hirarki jaringan transportasi udara Jaringan transporasi penerbangan dalam negeri disusun menurut hirarki rute utama, pengumpan, dan perintis. a) Rute utama adalah rute yang menghu­

bungkan antar bandara yang berfungsi sebagai pusat penyebaran.

b) Rute pengumpan adalah rute penunjang yang menghubungkan bandara pusat penyebaran dengan bandara bukan pusat penyebaran, atau antar bandara bukan pusat penyebaran.

b) Rute perintis adalah rute yang rnenghu­bungkan daerah terpenci~ terisolasi yang kurang berkembang namun secara ekonomi potensiaL

d. Kebijakan Pengembangan Sistern Transportasi Nasional Dalam rangka pelaksanaan Sistranas ditetapkan beberapa kebijakan yang rneliputi: 1) Peningkatan pelayanan transportasi nasional

a) Peningkatan kualitas pelayanan. b) Peningkatan pelayanan untuk kelom­

pok rnasyarakat tertentu. c) Penyeimbangan peranan BUMN, BUMD,

Swasta, dan koperasi. d) Perawatan prasarana transportasi. e) Optirnalisasi penggunaan fasilitas yang

ada. f) Keterpaduan antar rnoda. g) Pengernbangan kapasitas transportasi.

. 2) Peningkatan penyediaan dana pernbangunan transportasi a) Pungutan dari pemakai jasa transportasi. b) Peningkatan anggaran pernbangunan.

73

Page 75: ene 1 1an er u un an - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-081700000000013... · oleh warga negara RI sendiri atas lingkungan dan kandungan kekayaan

~) fE!ningkatan partisipasi swasta dan koperasi.

3) ---fBlbinaan pengusaha nasional transportasi :ii) 1'eningkatan efisiensi ~an daya 5aing. b) Penyederhanaan perizinan dan deregulasi. c) Standardisasi pelayanan dan teknologi. d) Peningkatan pungutan dari pengguna

jasa dan pengurangan subsidi. e) Peningkatan aksesibilitas perusahaan

nasional ke luar negeri. f) Peningkatan produktivitas dan efisiensi

perusahaan jasa transportasi. g) Pembinaan BUMN.

4) Pembinaan Keselamatan dan keamanan transportasi a) Peningkatan keselamatan. b) Peningkatan keamanan.

5) Pemeliharaan dan peningkatan kualitas lingkungan hidup serta penghematan penggunaan energi a) Proteksi kualitas lingkungan. b) Penanganan ancaman tumpahan

minyakjlimbah. c) Konservasi energi. d) Penghematan penggunaan ruang.

6) Peningkatan kualitas sumber daya manusia, ilmu pengetahuan dan teknologi a) lnovasi melalui penelitian dan pengem­

bangan. b) 'Pengembangan pendidikan dan

pelatihan. 7) Peningkatan kualitas administrasi negara

sektor transpcirtasi a) Penerapan manajemen modem. b) Pengembangan data dan perencanaan

transportasi. c) Peningkatan kualitas sumber daya

manusia. d) Peningkatan sistem pengawasan.

VIL KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

74

1. Ditetapkannya UU Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah ~an PP Nomor

25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Propinsi sebagai Daerah Otonom telah merubah tatanan sistem transportasi. Dalam era sebelumnya, hampir seluruh sistem transportasi menjadi kewenangan pusat, sehingga dalam penyusunan sistem transportasi nasional dalam KM Nomor 15Tahun1997, tidak tampak kewenangan propinsi dan kabupaten/ kota. Perubahan kewenangan penyelenggaraan dan pengelolaan transportasi maka tatanan sistem transportasi dapat dibagi dalam kelompok tatanan yang bersifat nasionaL wilayah dan lokaL Oleh karena pemerintah pusat hanya menyusun tatanan transportasi yang bersifat nasional

2. Ditetapkannya PP Nomor 82 Tahun 2001 tentang Angkutan di Perairan, PP Nomor 69 tahun 2001 tentang Kepelabuhanan dan PP Nomor 70 Tahun 2001 tentang Kebandar­udaraan, telah mengubah struktur jaringan transportasi air dan udara yang terdapat di dalam KM Nomor 15 Tahun 1997.

3. Pengembangan dan pemerataan pembangunan diberbagai wilayah terutama Kawasan Timur In­donesia, akan mendorong terjadinya pening­katan arus barang dan orang sehingga hirarki jaringan pelayanan dan prasarana yang sebelumnya berada pada level regional atau lokal akan bergeser ke level yang lebih tinggi.

4. Pemekaran beberapa propinsi dan kabupaten akan menyebabkan perubahan sistem traflS­portasi nasional, dengan timbulnya pusat pemukiman perkotaan, pusat kegiatan nasional dan pusat kegiatan wilayah yang baru. Hal ini membawa dampak pada peningkatan arus distribusi barang dan orang dari dan kewilayah tersebut, serta sekaligus merubah hirarkhi jaringan pelayanan dan jaringan prasarana transportasi.

5. Dalam KM Nomer15/1997 perwujudanjaringan Sistranas tidak diikuti dengan suatu kebijakan sehingga pelaksanaannya sulit diwujudkan. Pada masa yang akan datang perwujudan jaringan pelayanan dan prasarana dalam setiap hierarkhi tatanan sistem transportasi , harus selalu diikuti dengan kebijakan yang mengikat. Disamping itu , penyusunan hierarkhi jaringan pada setiap tatanan harus saling terkait dan

Warta Penelltlan Perhubungan • No. 04!THN.XIV/2002

Page 76: ene 1 1an er u un an - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-081700000000013... · oleh warga negara RI sendiri atas lingkungan dan kandungan kekayaan

menunjang, sehingga dapat terwujud pela­yanan Sistranas bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia.

6. Penetapan sistem trarisportasi nasional dalam bentuk Keputusan Menteri Perhubungan kurang dapat mengikat semua pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan transportasi.

7. Evaluasi pelaksanaan sistem transportasi selama ini belum dilakukkan, sehingga pencapaian keberhasilan dan keterpaduan seluruh tatanan sistem transportasi sulit dinilai.

B. SARAN 1. Batasan pada setiap tatanan sistem transportasi

harus dapat dijabarkan secara jelas, sehingga tidak terjadi tumpang tindih dalam penyusunan jaringan transportasi pada setiap hierarki .

2. Penyusu~an jaringan sistranas harus memper­hatikan arah pembangunan tata ruang wilayah nasional, regional dan lokaL Oleh karena itu, revisi terhadap peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 1997 tentang RTRWN dan pertum-

Warta Penelltian Perhubungan • No. 04/THN.XIV/2002

buhan wilayahjkota yang dilakukan perl.u selalu diantisipasi.

3. Penatapan tatanan sistem transportasi harus sejajar dengan hierarkhi peraturan perundang­undangan yang menetapkan tata ruang seperti, sistem transportasi nasional harus sejajar dengan rencana tata ruang wilayah nasionaL sistem transportasi wilayah sejajar dengan rencana ruang wilayah provinsi dan sistem transportasi lokal sejajar dengan rencana tata ruang wilayah kabupatenjkota.

4. Pengukuran keberhasilan Sistranas harus dilakukan secara periodik dan bersifat kuantitatif.

BIO DATA Atik S. Kuswati, Sarjana Ekonomi Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Malang tahun 1988, saat ini bekerja di Bagian Dokumentasi dan Kerja Sama, Sekretariat Sadan Litbang Perhubungan, sebagai Kasubbag Publikasi.

75

Page 77: ene 1 1an er u un an - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-081700000000013... · oleh warga negara RI sendiri atas lingkungan dan kandungan kekayaan

DEPARTEMEN PERHUBUNGAN SADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN

JALAN MEDAN MERDEKA TIMUR 5 JAKARTA 10110 TELEPON (021 ) 34832945, FAKSIMIL (021 ) 34833061