dm gadar

37
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA PASIEN DENGAN DIABETES MELLITUS (DM) OLEH: IDA AYU PRADNYA PARAMITHA PEMARON 1002105046 PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

Upload: rista

Post on 18-Dec-2015

88 views

Category:

Documents


11 download

DESCRIPTION

nn

TRANSCRIPT

Program Studi Ilmu Keperawatan A Tahun 2015

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

PADA PASIEN DENGAN DIABETES MELLITUS (DM)

OLEH:

IDA AYU PRADNYA PARAMITHA PEMARON

1002105046PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2015A. KONSEP DASAR PENYAKIT

1. PENGERTIANDiabetes Mellitus (DM) merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia (Smeltzer & Bare, 2002).Diabetes Melitus (DM) merupakan syndrom gangguan metabolisme secara genetis dan klinis termasuk heterogen akibat defisiensi sekresi insulin atau berkurangnya efektifitas dari insulin yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik baik pada mata, ginjal, neurologis dan pembuluh darah.

Diabetes mellitus tipe 1 dahulu disebut insulin-dependent diabetes (IDDM, diabetes yang bergantung pada insulin), dicirikan dengan rusaknya sel beta penghasil insulin pada pulau-pulau langerhans sehingga terjadi kekurangan insulin pada tubuh. Diabetes tipe ini dapat diderita oleh anak-anak maupun orang dewasa.

Sampai saat ini diabetes tipe 1 tidak dapat dicegah. Kebanyakan penderita diabetes tipe 1 memiliki kesehatan dan berat badan yang baik saat penyakit ini mulai dideritanya. Selain itu, sensitivitas maupun respons tubuh terhadap insulin umumnya normal pada penderita diabetes tipe ini, terutama pada tahap awal.

Penyebab terbanyak dari kehilangan sel beta pada diabetes tipe 1 adalah kesalahan reaksi autoimunitas yang menghancurkan sel beta pankreas. Reaksi autoimunitas tersebut dapat dipicu oleh adanya infeksi pada tubuh.Diabetes mellitus tipe 2 atau non-insulin-dependent diabetes mellitus (NIDDM, "diabetes yang tidak bergantung pada insulin") adalah diabetes yang terjadi karena kombinasi dari kecacatan dalam produksi insulin dan "resistensi terhadap insulin" atau "berkurangnya sensitifitas terhadap insulin"(adanya defek respon jaringan terhadap insulin) yang melibatkan reseptor insulin di membran sel2. EPIDEMIOLOGI

Diabetes Melitus merupakan penyakit kronis yang menyerang 12 juta orang. Sekitar 7 juta sudah terdiagnosis, sedangkan sisanya belum. Di Amerika Serikat kutang lebih 650. 000 kasus diabetes baru terdiagnosis tiap tahunnya (healthy people, 2000, 1990).Pada Diabetes Mellitus tipe 1 biasanya terdapat pada anak-anak dan remaja , salah satu penyebabnya adalah seringnya mengkonsumsi fast food. Ibu yang melahirkan bayi dengan berat lebih dari 4 kg juga berisiko mengalami Diabetes Mellitus.Pasien Diabetes Mellitus tipe 2 umumnya dewasa usia 40-an dan mengalami kegemukan (obesitas). Survei di Amerika Serikat menunjukkan bahwa prevalensi diabetes pada anak sekolah sekitar 1,9 dalam 1000. Namun, frekuensinya sangat berkolerasi dengan meningkatnya usia; data yang ada menunjukkan kisaran 1 dalam 1.430 pada anak usia 5 tahun sampai 1 dalam 360 pada anak usia 16 tahun. Puncaknya terjadi pada usia 5-7 tahun dan pada masa pubertas. 3. KLASIFIKASIAdapun klasifikasi dari diabetes antara lain :

a. Diabetes Mellitus Tipe 1

Dikenal dua bentuk yaitu autoimun dan idiopatik, di mana ditemukan kerusakan sel beta dan mengakibatkan terjadinya defisiensi insulin yang absolut. Pada bentuk autoimun dapat ditemukan beberapa petanda imun(immune markers)yang menunjukkan pengrusakan sel beta pankreas untuk mendeteksi kerusakan sel beta, seperti"Islet Cell Autoantibodies (ICAs), Insulin Auto Antibodies (IAAs), Autoantibodies to Glutamic Acid Decarboxylase (GAD65)", danAntibodies to Tyrosinephosphatase IA-2 and IA-2. Sebagian kecil penderita diabetes tipe-1 penyebabnya tidak jelas (idiopatik). Pada penderita idiopatik ini jelas ditemukan insulinopeni tanpa petanda imun, dan mudah sekali mengalami ketoasidosis.

b. Diabetes Mellitus Tipe 2

Bentuk ini bervariasi mulai yang dominan resistensi insulin, defisiensi insulin relatif sampai yang terutama defek sekresi insulin disertai resistensi insulin. Diabetes mellitus tipe2 merupakan jenis diabetes mellitus yang paling sering ditemukan di masyarakat. Sebagian besar diabetes tipe-2 terkait dengan kegemukan (di negara barat sekitar 85%, di Indonesia 60%), disertai dengan resistensi insulin, dan tidak membutuhkan insulin untuk pengobatan. Sekitar 50% penderita sering tidak terdiagnosis karena hiperglikemi meningkat secara perlahan-lahan sehingga tidak memberikan keluhan. Walaupun demikian pada kelompok diabetes mellitus tipe2 sering ditemukan komplikasi mikrovaskuler dan makrovaskuler, bahkan tidak jarang ditemukan beberapa komplikasi vaskuler sekaligus.

c. Diabetes Mellitus Tipe Lain

Merupakan jenis diabetes mellitus yang terjadi antara lain karena defek genetik fungsi sel beta, defek genetik insulin, penyakit eksokrin pankreas, endokrinopati karena obat / zat kimia, karena infeksi, sebab imunologi yang jarang, sindrom genetik lain yang berkaitan dengan diabetes mellitus.

d. Gestational Diabetes Mellitus/Diabetes Mellitus Gestational

Diabetes melitus gestasional diartikan sebagai intoleransi glukosa yang ditemukan pada saat hamil dan diperkirakan insidennya sebesar 1-3%. Pada umumnya mulai ditemukan pada kehamilan trimester kedua atau ketiga, pada saat itu terjadi keadaan resistensi insulin. Oleh karena risiko kesakitan dan kematian perinatal tinggi maka skrining diabetes melitus gestasional dilakukan pada semua wanita hamil. Pada umumnya skrining dilakukan pada minggu gestasi ke 24-28.4. ETIOLOGI

Diabetes Melitus Tipe 1

a. Faktor geneticPenderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA (human leucosite antigen). HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen transplantasi dan proses imun lainnya.b. Faktor-faktor imunologiAdanya respons otoimun yang merupakan respons abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing, yaitu autoantibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans dan insulin endogen.c. Faktor lingkunganVirus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan destruksi sel beta.

Diabetes Melitus Tipe 2

Telah disebutkan dalam patofisiologi tentang mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe II. Faktor genetik memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.

Selain itu faktor-faktor resiko yang berhubungan dengan terjadinya DM tipe 2:

a. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 th)

b. Obesitas

c. Riwayat keluarga

d. Stress

e. Jumlah resptor perifer kurang (antara 20.000-30.000)pada obesitas bahkan hanya sekitar 20.000

f. Jumlah reseptor cukup tetapi kualitas reseptor jelek sehingga insulin tidak efektif.

g. Terdapat kelainan di pasca reseptor sehingga proses glikolisis intraseluler terganggu.5. PATOFISIOLOGITubuh manusia membutuhkan energi agar dapat berfungsi dengan baik. Energi tersebut diperoleh dari hasil pengolahan makanan melalui proses pencernaan di usus. Di dalam saluran pencernaan itu, makanan dipecah menjadi bahan dasar dari makanan tersebut. Karbohidrat menjadi glukosa, protein menjadi menjadi asam amino, dan lemak menjadi asam lemak. Ketiga zat makanan tersebut akan diserap oleh usus kemudian masuk ke dalam pembuluh darah dan akan diedarkan ke seluruh tubuh untuk dipergunakan sebagai bahan bakar. Dalam proses metabolisme, insulin memegang peranan sangat penting yaitu memasukkan glukosa ke dalam sel, untuk selanjutnya digunakan sebagai bahan bakar. Pengeluaran insulin tergantung pada kadar glukosa dalam darah. Kadar glukosa darah sebesar > 70 mg/dl akan menstimulasi sintesa insulin. Insulin yang diterima oleh reseptor pada sel target, akan mengaktivasi tyrosin kinase dimana akan terjadi aktivasi sintesa protein, glikogen, lipogenesis dan meningkatkan transport glukosa ke dalam otot skelet dan jaringan adipose dengan bantuan transporter glukosa.Diabetes Melitus Tipe 1Pada tipe 1 terdapat ketidakmampuan untuk menghasikan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemia-puasa terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Disamping itu, glukosa yang bersal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia postprandial (sesudah makan).

Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali glukosa yang tersaring keluar; akibatnya, glukosa tersebut muncul dalam urin. Ketika glukosa yang belebihan di ekresikan ke dalam urin hal ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan yang berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan berkemih (poliuria) dan haus (polidipsia)

Difisiensi insulin juga mengganggu metabolisme preotein dal lemak yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera makan (polifagia) akibat menurunnya simapanan kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan.

Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis (pemecahan gukosa yang disimpan) dan gukoneogenesis (pembentukan glukosa baru) dari asam-asam amino dan substansi lainnya, namum pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan terjadi tanpa hambatyan dan lebih lanjut menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu, akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk samping dari pemecahan lemak. Badan keton akan mengganggu keseimbangan asam basa tubuh bila berlebihan. Keto asidosis diabetik yang diakibatkannya dapat menyebabkan tanda dan gejala seperti nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, napas berbau aseton, dan bila t6idak ditangani akan menimbukan perubahan kesadaran, koma, bahnkan kematian. Pemberian insulin bersama dengan cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan akan memperbaiki dengan cepat kelainan metabolik tersebut. Diet dan latihan disertai pemantaunan kadar glukosa darah yang sering merupakan komponen terapi yang penting.

Diabetes Melitus Tipe 2

Pada diabetes tipe II (Diabetes Melitus Tidak Tergantung Insulin NIDDM) terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin, yaitu : resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Stress neuro berkepanjangan akan merangsang pelepasan hormon ACTH dari hipofisis anterior, ACTH ini merangsang pelepasan kotrisol dari korteks adrenal, kortisol ini merupakan kontra insulin sehingga menganggu kerja insulin dan memperkuat rangsangan glukosa terhadap insulin, akibatnya lama kelamaan sel beta pankreas lelah memproduksi insulin sehingga terjadilah resistensi insulin. Akibat lain dari kelelahan sel beta itu.

Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukagon dalam darah harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes mellitus tipe II.

Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas diabetes mellitus tipe II, namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton yang menyertainya. Karena itu, ketoasidosis diabetic tidak terjadi pada diabetes mellitus tipe II. Meskipun demikian, diabetes mellitus tipe II yang tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonketotik (HHNK).

Diabetes mellitus tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes yang berusia lebih dari 30 tahun dan obesitas. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat (selama bertahun-tahun) dan progresif, maka awitan diabetes mellitus tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsia, luka pada kulit yang lama sembuh-sembuh, pandangan kabur (jika kadar glukosanya sangat tinggi).6. MANIFESTASI KLINIS

Keluhan umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada DM umumnya tidak ada. Sebaliknya yang sering mengganggu pasien adalah keluhan akibat komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh darah dan saraf. Pada DM lansia terdapat perubahan patofisiologi akibat proses menua, sehingga gambaran klinisnya bervariasi dari kasus tanpa gejala sampai kasus dengan komplikasi yang luas. Keluhan yang sering muncul adalah adanya gangguan penglihatan karena katarak, rasa kesemutan pada tungkai serta kelemahan otot (neuropati perifer) dan luka pada tungkai yang sukar sembuh dengan pengobatan lazim.

Manifestasi klinis DM tipe 1 sama dengan manifestasi pada DM tahap awal, yang sering ditemukan :

a) Poliuri (banyak kencing)

Hal ini disebabkan oleh karena kadar glukosa darah meningkat sampai melampaui daya serap ginjal terhadap glukosa sehingga terjadi osmotic diuresis yang mana gula banyak menarik cairan dan elektrolit sehingga klien mengeluh banyak kencing.

b) Polidipsi (banyak minum)

Hal ini disebabkan pembakaran terlalu banyak dan kehilangan cairan banyak karena poliuri, sehingga untuk mengimbangi klien lebih banyak minum.

c) Polifagia (banyak makan)

Hal ini disebabkan karena glukosa tidak sampai ke sel-sel mengalami starvasi (lapar). Sehingga untuk memenuhinya klien akan terus makan. Tetapi walaupun klien banyak makan, tetap saja makanan tersebut hanya akan berada sampai pada pembuluh darah.

d) Berat badan menurun, lemas, lekas lelah, tenaga kurang.

Hal ini disebabkan kehabisan glikogen yang telah dilebur jadi glukosa, maka tubuh berusama mendapat peleburan zat dari bahagian tubuh yang lain yaitu lemak dan protein, karena tubuh terus merasakan lapar, maka tubuh selanjutnya akan memecah cadangan makanan yang ada di tubuh termasuk yang berada di jaringan otot dan lemak sehingga klien dengan DM walaupun banyak makan akan tetap kurus

e) Mata kabur

Hal ini disebabkan oleh gangguan lintas polibi (glukosa sarbitol fruktasi) yang disebabkan karena insufisiensi insulin. Akibat terdapat penimbunan sarbitol dari lensa, sehingga menyebabkan pembentukan katarak.

f) Ketoasidosis.

Anak dengan DM tipe-1 cepat sekali menjurus ke-dalam ketoasidosis diabetik yang disertai atau tanpa koma dengan prognosis yang kurang baik bila tidak diterapi dengan baik.

Penderita diabetes tipe II bisa tidak menunjukkan gejala-gejala selama beberapa tahun. Jika kekurangan insulin semakin parah, maka timbullah gejala yang berupa sering berkemih dan sering merasa haus. Jarang terjadi ketoasidosis. Jika kadar gula darah sangat tinggi (sampai lebih dari 1.000 mg/dL, biasanya terjadi akibat stres-misalnya infeksi atau obat-obatan), maka penderita akan mengalami dehidrasi berat, yang bisa menyebabkan kebingungan mental, pusing, kejang dan suatu keadaan yang disebut koma hiperglikemik-hiperosmolar non-ketotik.

Menurut Supartondo, gejala-gejala akibat DM pada usia lanjut (DM tipe 2) yang sering ditemukan adalah :

1. Katarak

2. Glaukoma

3. Retinopati

4. Gatal seluruh badan

5. Pruritus Vulvae

6. Infeksi bakteri kulit

7. Infeksi jamur di kulit

8. Dermatopati

9. Neuropati perifer

10. Neuropati viseral

11. Amiotropi

12. Ulkus Neurotropik

13. Penyakit ginjal

14. Penyakit pembuluh darah perifer

15. Penyakit koroner

16. Penyakit pembuluh darah otak17. Hipertensi

7. PEMERIKSAAN FISIK

Diabetes Melitus Tipe 1

Inspeksi:Pada DM tipe 1 didapatkan klien mengeluh kehausan, klien tampak banyak makan, klien tampak kurus dengan berat badan menurun, terdapat penutunan lapang pandang, klien tampak lemah dan mengalam penurunan tonus otot.Palpasi:Denyut nadi meningkat, tekanan darah meningkat yang menandakan terjadi hipertensi.Diabetes Melitus Tipe 2

Inspeksi:Pada pemeriksaan awal, didapatkan hasil pemeriksaan sama dengan DM tipe 1, tetapi pada DM type 2 biasanya klien yang datang ke RS adalah klien yang dengan komplikasi seperti foot diabetik (terdapat gangren pada kaki klien), retinopati (terutama pada lansia), hipertensi, katarak (terutama pada lansia), dll.

Palpasi dan auskultasi : Dari hasil palpasi dan auskultasi biasanya pada DM type 2 didapatkan TD yang tinggi.8. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan penunjang yang dlakukan pada DM tipe 1 dan 2 umumnya tidak jauh berbeda.

a. Pemeriksaan kadar glukosa darah setelah puasa

Kadar glukosa darah normal setelah puasa berkisar antara 70-110 mg/dL. Seseorang didiagnosa DM bila kadar glukosa darah pada pemeriksaan darah arteri lebih dari 126 mg/dl dan lebih dari 140 mg/dL jika darah yang diperiksa diambil dari pembuluh vena.

b. Pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu

Jika kadar glukosa darah berkisar antara 110-199 mg/dL, maka harus dilakukan test lanjut. Pasien didiagnosis DM bila kadar glukosa darah pada pemeriksaan darah arteri ataupun vena lebih dari 200 mg/dL.

c. Test Toleransi Glukosa Oral (TTGO).

Test ini merupakan test yang lebih lanjut dalam pendiagnosaan DM. Pemeriksaan dilakukan berturut-turut dengan nilai normalnya : 0,5 jam < 115 mg/dL, 1 jam < 200 mg/dL, dan 2 jam < 140 mg/dL.

d. Selain pemeriksaan kadar gula darah, dapat juga dilakukan pemeriksaan HbA1C atau glycosylated haemoglobin. Glycosylated haemoglobin adalah protein yang terbentuk dari perpaduan antara gula dan haemoglobin dalam sel darah merah. Nilai yang dianjurkan untuk HbA1C normal (terkontrol) 4 % - 5,9 %. Semakin tinggi kadar HbA1C maka semakin tinggi pula resiko timbulnya komplikasi. Oleh karena itu pada penderita DM kadar HbA1C ditargetkan kurang dari 7 %. Ketika kadar glukosa dalam darah tidak terkontrol (kadar gula darah tinggi) maka gula darah akan berikatan dengan hemoglobin (terglikasi). Oleh karena itu, rata-rata kadar gula darah dapat ditentukan dengan cara mengukur kadar HbA1C. Bila kadar gula darah tinggi dalam beberapa minggu maka kadar HbA1C akan tinggi juga. Ikatan HbA1C yang terbentuk bersifat stabil dan dapat bertahan hingga 2-3 bulan (sesuai dengan umur eritrosit). Kadar HbA1C akan menggambarkan rata-rata kadar gula darah dalam jangka waktu 2-3 bulan sebelum pemeriksaan.19 Jadi walaupun pada saat pemeriksaan kadar gula darah pada saat puasa dan 2 jam sesudah makan baik, namun kadar HbA1C tinggi, berarti kadar glukosa darah tetap tidak terkontrol dengan baik

e. Gas Darah Arteri, biasanya menunjukkan pH rendah dan penurunan pada HCO3 (asidosis metabolik) dengan kompensasi alkalosis respiratorik.

f. Ureum / kreatinin : mungkin meningkat atau normal (dehidrasi/ penurunan fungsi ginjal)

g. Amilase darah : mungkin meningkat yang mengindikasikan adanya pancreatitis akut sebagai penyebab dari Ketoasidosis Diabetikum.

h. Insulin darah : mungkin menurun/bahkan sampai tidak ada (pada tipe 1) atau normal sampai tinggi (pada tipe 2) yang mengindikasikan insufisiensi insulin/ gangguan dalam penggunaannya (endogen/eksogen).

i. Urine : gula dan aseton positif : berat jenis dan osmolalitas mungkin meningkat.

j. Kultur dan sensitivitas : kemungkinan adanya infeksi pada saluran kemih, infeksi pernafasan dan infeksi pada luka.

9. DIAGNOSTIK / KRITERIA DIAGNOSTIK Diabetes Melitus Tipe 1 dan 2

Diagnosis didapatkan dari anamnesis, gejala klinis, serta data laboratorium, dengan kriteria data lab.Bukan DMBelum pasti DMDM

Kadar glukosa darah sewaktu:

1. Plasma vena

2. Darah kapiler< 100

< 80100 200

80 200>200

>200

Kadar glukosa darah puasa:

1. Plasma vena

2. Darah kapiler< 110

< 90110 120

90 110>126

>110

Tabel 1 : Kadar darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring diagnosis DM (mg/dl) menurut WHO

Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali pemeriksaan : Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L) Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L) Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dL.Selain pemeriksaan kadar gula darah, dapat juga dilakukan pemeriksaan HbA1C atau glycosylated haemoglobin. Glycosylated haemoglobin adalah protein yang terbentuk dari perpaduan antara gula dan haemoglobin dalam sel darah merah. Nilai yang dianjurkan untuk HbA1C normal (terkontrol) 4% - 5,9%. Semakin tinggi kadar HbA1C maka semakin tinggi pula resiko timbulnya komplikasi. Oleh karena itu pada penderita DM kadar HbA1C ditargetkan kurang dari 7%.10. PENATALAKSANAAN

Ada enam cara dalam penatalaksanaan DM tipe 1 dan 2, meliputi:

a. Pemberian insulin

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemberian insulin adalah jenis, dosis, kapan pemberian, dan cara penyuntikan serta penyimpanan. Terdapat berbagai jenis insulin berdasarkan asal maupun lama kerjanya, menjadi kerja cepat/rapid acting, kerja pendek (regular/soluble), menengah, panjang, dan campuran.

Dosis anak bervariasi berkisar antara 0,7-1,0 U/kg per hari. Dosis insulin ini berkurang sedikit pada adanya fase remisi yang dikenal sebagai honeymoon periode dan kemudian meningkat pada saat pubertas.

Saat awal pengobatan insulin diberikan 3-4 kali injeksi. Bila dosis optimal dapat diperoleh, diusahakan untuk mengurangi jumlah suntikan menjadi 2 kali dengan menggunakan insulin kerja mengengah atau kombinasi kerja pendekb dan menengah (split-mix regimen). Penyuntikan setiap hari secara subkutan dipaha, lengan atas, sekitar umbilicus secara bergantian. Insulin sebaiknya disimpan dalam lemari es pada suhu 4-80C.

b. Pengaturan makan/diet

1) Jumlah kebutuhan kalori untuk anak usia 1 tahun sampai dengan usia pubertas dapat juga ditentukan dengan rumus sebagai berikut : 1000 + (usia dalam tahun x 100) = ....... Kalori/hari . 2) Komposisi sumber kalori per hari sebaiknya terdiri atas : 50-55% karbohidrat, 10-15% protein (semakin menurun dengan bertambahnya umur), dan 30-35% lemak.3) Pembagian kalori per 24 jam diberikan 3 kali makanan utama dan 3 kali makanan kecil sebagai berikut :a) 20% berupa makan pagi.b) 10% berupa makanan kecil.c) 25% berupa makan siang.d) 10% berupa makanan kecil.e) 25% berupa makan malam.f) 10% berupa makanan kecil.c. Olahraga

Dianjurkan latihan jasmani teratur 3-4 kali tiap minggu selam kurang lebih 30 menit yang sifatnya sesuai CRIPE (Continous Rytmical Interval Progressive Endurance Training). Latihan yang dapa dijadikan pilihan adalah jalan kaki, jogging, lari, renang, dan bersepeda.

d. Obat hipoglikemik oral (OHO)

Jika pasien telah melakukan pengturan makan dan kegiatan jasmani yang teratur, tetapi kadar glukosa darahnya masih belum baik, dipertimbangkan pemakaian obat hipoglikemik oral.

1) Sulfoniurea

Berfungsi untuk menstimulasi pelepasan insulin yang tersimpan, menurunkan ambang sekresi insulin, meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan glukosa.

2) Biguanid

Menurunkan kadar glukosa darah tapi tidak sampai di bawah normal. Dianjurkan untuk pasien gemuk.

3) Inhibitor glukosidase

Bersifat kompetitif menghambat kerja enzim glukosidase sehingga menurunkan penyerapan glukosa dan menurunkan hiperglikemia pascaprandial.

4) Insulin sentizing agent

Berfungsi meningkatkan sensitifitas insulin tanpa menyebabkan hipoglikemia.

e. Edukasi

Kegiatan edukasi meliputi pemahaman dan pengertian penyakit dan komplikasinya, memotivasi penderita dan keluarga agar patuh berobat.f. Pemantauan mandiri/home monitoring

Pasien serta keluarga harus dapat melakukan pemantauan kadar glukosa darah dan penyakitnya di rumah. Halini sangat diperlukan karenasangat menunjang upaya pencapaian normoglikemia. Pamantauan dapat dilakukan secara langsung (darah) dan secara tidak langsung (urin).11. KOMPLIKASI

Komplikasi DM baik pada DM tipe 1 maupun 2, dapat dibagi menjadi 2 kategori, yaitu komplikasi akut dan komplikasi menahun.

a. Komplikasi Metabolik Akut1) Ketoasidosis Diabetik (khusus pada DM tipe 1)Apabila kadar insulin sangat menurun, pasien mengalami hiperglikemi dan glukosuria berat, penurunan glikogenesis, peningkatan glikolisis, dan peningkatan oksidasi asam lemak bebas disertai penumpukkan benda keton, peningkatan keton dalam plasma mengakibatkan ketosis, peningkatan ion hidrogen dan asidosis metabolik. Glukosuria dan ketonuria juga mengakibatkan diuresis osmotik dengan hasil akhir dehidasi dan kehilangan elektrolit sehingga hipertensi dan mengalami syok yang akhirnya klien dapat koma dan meninggal2) HipoglikemiSeseorang yang memiliki Diabetes Mellitus dikatakan mengalami hipoglikemia jika kadar glukosa darah kurang dari 50 mg/dl. Hipoglikemia dapat terjadi akibat lupa atau terlambat makan sedangkan penderita mendapatkan therapi insulin, akibat latihan fisik yang lebih berat dari biasanya tanpa suplemen kalori tambahan, ataupun akibat penurunan dosis insulin. Hipoglikemia umumnya ditandai oleh pucat, takikardi, gelisah, lemah, lapar, palpitasi, berkeringat dingin, mata berkunang-kunang, tremor, pusing/sakit kepala yang disebabkan oleh pelepasan epinefrin, juga akibat kekurangan glukosa dalam otak akan menunjukkan gejala-gejala seperti tingkah laku aneh, sensorium yang tumpul, dan pada akhirnya terjadi penurunan kesadaran dan koma.b. Komplikasi Vaskular Jangka Panjang (pada DM tipe 1 biasanya terjadi memasuki tahun ke 5)1) Microangiopaty

Microangiopaty merupakan lesi spesifik diabetes yang menyerang kapiler dan arteriola retina (retinopaty diabetik), glomerulus ginjal (nefropatik diabetic yang dijumpai pada 1 diantara 3 penderita DM tipe-1), syaraf-syaraf perifer (neuropaty diabetik), otot-otot dan kulit. Manifestasi klinis retinopati berupa mikroaneurisma (pelebaran sakular yang kecil) dari arteriola retina. Akibat terjadi perdarahan, neovasklarisasi dan jaringan parut retina yang dapat mengakibatkan kebutaan. Manifestasi dini nefropaty berupa protein urin dan hipetensi jika hilangnya fungsi nefron terus berkelanjutan, pasien akan menderita insufisiensi ginjal dan uremia. Neuropaty dan katarak timbul sebagai akibat gangguan jalur poliol (glukosasorbitolfruktosa) akibat kekurangan insulin. Penimbunan sorbitol dalam lensa mengakibatkan katarak dan kebutaan. Pada jaringan syaraf terjadi penimbunan sorbitol dan fruktosa dan penurunan kadar mioinositol yang menimbulkan neuropaty. Neuropaty dapat menyerang syaraf-syaraf perifer, syaraf-syaraf kranial atau sistem syaraf otonom.

2) MakroangiopatyGangguan-gangguan yang disebabkan oleh insufisiensi insulin dapat menjadi penyebab berbagai jenis penyakit vaskuler. Gangguan ini berupa :a) Penimbunan sorbitol dalam intima vascular.b) Hiperlipoproteinemiac) Kelainan pembekun darahPada akhirnya makroangiopaty diabetik akan mengakibatkan penyumbatan vaskular jika mengenai arteria-arteria perifer maka dapat menyebabkan insufisiensi vaskular perifer yang disertai Klaudikasio intermiten dan gangren pada ekstremitas. Jika yang terkena adalah arteria koronaria, dan aorta maka dapat mengakibatkan angina pektoris dan infark miokardium.

Komplikasi diabetik diatas dapat dicegah jika pengobatan diabetes cukup efektif untuk menormalkan metabolisme glukosa secara keseluruhan.12. PROGNOSIS

DM tipe 1 merupakan penyakit kronik yang memerlukan pengobatan seumur hidup. DM tipe 1 tidak bisa disembuhkan tetapi kualitas hidup penderita dapat dipertahankan seoptimal mungkin dengan mengusahakan control metabolic yang baik. Yang dimaksud control metabolic yang baik adalah mengusahakan kadar glukosa darah berada dalam batas normal atau mendekati nilai normal, tanpa menyebabkan hipoglikemia.

Sekitar 60 % pasien DM tipe 1 yang mendapat insulin dapat bertahan hidup seperti orang normal, sisanya dapat mengalami kebutaan, gagal ginjal kronik, dan kemungkinan untuk meninggal lebih cepat. Anak dengan DM tipe-1 cepat sekali menjurus ke-dalam ketoasidosis diabetik yang disertai atau tanpa koma dengan prognosis yang kurang baik bila tidak diterapi dengan baik. Oleh karena itu, pada dugaan DM tipe-1, penderita harus segera dirawat inap.

Prognosis ditentukan oleh regulasi DM dan adanya komplikasi. Regulasi teratur dan baik akan memberikan prognosis baik.13. PERBEDAAN DM TIPE 1 DENGAN DM TIPE 2

DM tipe 1DM tipe 2

Mudah terjadi ketoasidosis.Pengobatan harus dengan insulin.Onset akut.Biasanya kurus

Biasanya pada umur muda.Berhubungan dengan HLA DR3 dan HLA DR4.Didapatkan islet cell antibody (ICA).Riwayat keluarga diabetes (+) pada 10%.30 50 % kembar identik terkena.

Tidak mudah terjadi ketoasidosis.

Tidak harus dengan insulin.

Onset lambat.

Gemuk atau tidak gemuk.

Biasanya > 45 tahun.

Tidak berhubungan dengan HLA.

Tidak ada ICA.

Riwayat keluarga (+) pada 30 %.

pada 100% kembar identik terkena.

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATANPengkajian Data Fokus

a. Identitas : Nama

Usia (DM tipe I < 30 tahun, DM tipe II > 30 tahun, cenderung meningkat pada usia > 65 tahun)

Jenis Kelamin

b. Keluhan utama :

Kondisi hipoglikemia (biasa terjadi pada DM tipe II)

Tremor, perspirasi, takikardi, palpitasi, rasa lapar, sakit kepala, vertigo, penurunan perfusi dimana perfusinya dingin, mengantuk, lemah, konfusi, penurunan kesadaran.

Kondisi hiperglikemia (biasa terjadi pada DM tipe I)

Penglihatan kabur, lemas, rasa haus, banyak kencing, dehidrasi, suhu tubuh meningkat, sakit kepala.

c. Riwayat penyakit sekarang

Dominan muncul adalah sering berkemih, sering lapar dan haus, berat badan berlebih, biasanya penderita belum tahu, sampai memeriksakan diri ke pelayanan kesehatan.

d. Riwayat penyakit dahulu

Penyakit pankreas, gangguan penerimaan insulin, gangguan hormon, konsumsi obat-obatan (Glukokortikoid, Furosemid, Thiazid, Beta-Bloker, kontrasepsi mengandung estrogen).

e. Riwayat penyakit keluarga

Menurun menurut silsilah, kelainan gen yang mengakibatkan tubuh tidak dapat menghasilkan insulin dengan baik.

a. Pengkajian

Airway

Bersihan jalan nafas, pengawasan vertebra servikal hingga diyakini tidak ada.

BreathingPenilaian ventilasi dan gerakan dada, gas darah arteri.

CirculationPenilaian kemungkinan kehilangan darah, pengawasan secara rutin tekanan darah, pulsasi nadi, pemasangan IV line.

DisabilityPenilaian fungsi neurologis, GCS (Glasgow Coma Scale) secara rutin.

ExposureIdentifikasi seluruh cedera, dari ujung kepala hingga ujung kaki, dari depan dan belakang.

Five InterventionMonitoring Jantung , Saturasi O2 , Kateter Urine , Pemasangan NGT , Pemeriksaan Laboratorium Give ComfortNyeri yang perlu dikaji adalah PQRST

(H1) AMPLEAllergi, Medication/ Pengobatan, Past Medical History,Last Oral Intake/Makan terakhir, Event leading injury (H2) Head to toe Apakah terdapat deformitas, contusio, abrasi, puncture, burn, tendenless, laserasi, dan swelling pada kepala dan wajah, leher, dada, abdomen dan pinggang,pelvis dan perineum, Ekstremitas Inspeksi Back/ posterior surfaceApakah terdapat deformitas, contusio, abrasi, puncture, burn, tendenless, laserasi, dan swelling pada posterior

Hasil LabPemeriksaan darah rutin, dan pemberian tetanus toxoid

Hasil pemeriksaan diagnosticx-ray Tengkorak, CT-Scan, MRI, Pemeriksaan penunjang Lain

1. Diagnosa keperawatana. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan ketidakmampuan untuk mengabsorpsi nutrien dan mencerna makanan ditandai dengan membran mukosa pucat, mengeluh asupan makanan menurun, kurang minat pada makanan, kurangnya informasi dan klien mengeluh nyeri pada abdomen kuadran kanan atas

b. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif ditandai dengan haus, membran mukosa kering, penurunan turgor kulit, peningkatan konsentrasi urine

c. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot ditandai dengan penurunan kemampuan dalam bergerak, keterbatasan rentang gerak.

d. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurangnya paparan informasi ditandai dengan pengungkapan masalah.

e. Risiko infeksi berhubungan dengan penyakit kronis diabetes mellitus.

f. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan faktor internal (kondisi gangguan metabolik) ditandai dengan kerusakan lapisan kulit, gangguan permukaan kulit.

g. Nyeri akut berhubungang dengan agen cedera ditandai dengan melaporkan nyeri secara verbal.

h. Resiko cidera berhubungan dengan disfungsi sensorik.

i. Defisit perawatan diri (mandi, berpakaian, makan, eliminasi) berhubungan denga kelemahan ditandai dengan ketidakmampuan mengakses kamar mandi, hambatan mengambil pakaian, ketidakmampuan mengambil makanan, ketidakmampuan melakukan hygiene eliminasi yang tepat.

2. Rencana asuhan keperawatan dan evaluasiTerlampir DAFTAR PUSTAKA

American Diabetes Association. 2011. Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus. Diabetes Care Journals, 34(1):562-569.

Arsono, Soni. 2005. Diabetes Melitus Sebagai Faktor Risiko Kejadian Gagal Ginjal Terminal (online), (http://eprints.undip.ac.id/14535/1/2005MEP3865.pdf, diakses 16 Februari 2015).Brunner dan Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta.

Carpenito, Lynda Juall. 1992. Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktik Klinis, Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGCDepartemen Kesehatan RI. 2005. Pharmaceutical Care untuk Penyakit Diabetes Mellitus (online), (http://binfar.depkes.go.id/download/PC_DM.pdf, diakses 16 Februari 2015).

Dochterman, Joanne M. & Bulecheck, Gloria N. 2004. Nursing Interventions Classification: Fourth Edition. St. Louis, Missouri: Mosby Elsevier.Doengoes, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Faizi, Mohamad. 2010. Diabetes Tipe 1. http:// www. pediatrik.com/ 2010/02/diabetestipe1. html. (Akses 16 Februari 2015)

Guyton, Arthur C. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 11. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.Herdman. 2012. NANDA International Nursing Diagnoses: Definitions & Classification 2012 2014. Oxford: Wiley-Blackwell.

Johnson, Marion, dkk. 2008. IOWA Intervention Project Nursing Outcomes Classifcation (NOC), Fourth edition. USA : Mosby

Mansjoer, Arif. 2005. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius.

Moorhead, Sue et al. 2008. Nursing Outcomes Classification: Fourth Edition. United States of America: Mosby.

NANDA International. 2011. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2009-2011. Jakarta: EGC.

Pratiwi, Andi Diah. 2007. Epidemiologi, Program Penanggulangan, dan Isu Mutakhir Diabetes Mellitus. http://ridwanamiruddin.wordpress.com/2007/12/10/epidemiologi-dm-dan-isu-mutakhirnya/. (16 Februari 2015)

Rafani. 2010. Diabetes Mellitus Tipe 2 . http://www.rafani.co.cc/2010/01/askep-dm.html. (Akses 16 Februari 2015)

Russel. 2000. Pengantar keparawatan. Jakarta : EGC

Suddarth, & Brunner. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Vijan, Sandeep et al. 2009. Management of Type 2 Diabetes Mellitus (online), (http://cme.med.umich.edu/pdf/guideline/dm08.pdf, diakses 4 Agustus 2013). Wilson Lorraine M, Patofisiologi (Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit), Buku 2, Edisi 4, Tahun 1995, Hal ; 704 705 & 753 - 763.

World Health Organization (Regional Office for the Eastern Mediterranean). 2006. Guidelines for the Prevention, Management and Care of Diabetes Mellitus (online), (http://applications.emro.who.int/dsaf/dsa664.pdf, diakses 16 Februari 2015