diagnosis dan tatalaksana hiperemesis gravidarum

7
Artikel Pengembangan Pendidikan Keprofesian Berkelanjutan (P2KB) J Indon Med Assoc, Volum: 61, Nomor: 11, November 2011 458 Diagnosis dan Tata Laksana Hiperemesis Gravidarum Kevin Gunawan,* Paul Samuel Kris Manengkei,* Dwiana Ocviyanti** *Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta **Departemen Obstetri Ginekologi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/ Rumah Sakit Umum Pusat Cipto Mangunkusumo, Jakarta Abstrak: Hiperemesis gravidarum adalah kondisi mual dan muntah yang berat dalam kehamilan dan sukar dikendalikan. Hingga kini, penyebab pasti hiperemesis gravidarum belum diketahui, meskipun peningkatan kadar human chorionic gonadotropin (hCG) tampaknya berperan besar. Dalam mendiagnosis hiperemesis gravidarum, penyebab-penyebab lain mual dan muntah pada kehamilan harus disingkirkan terlebih dahulu. Tata laksana yang komprehensif meliputi perubahan pola makan, resusitasi cairan, dan tata laksana farmakologis. Keberhasilan dalam penatalaksanaan hiperemesis gravidarum tergantung pada diagnosis yang tepat, deteksi komplikasi, serta penanganan kondisi-kondisi yang menyertai seperti dehidrasi, gangguan keseimbangan elektrolit dan asam-basa, serta defisiensi nutrisi pada ibu hamil. Hiperemesis gravidarum dapat menyebabkan asupan nutrisi dan oksigen yang diterima janin berkurang sehingga tumbuh kembang janin akan terganggu. J Indon Med Assoc.2011:61;458-64. Kata kunci: hiperemesis gravidarum, mual, muntah, diagnosis, tata laksana

Upload: venansius-ratno-kurniawan

Post on 21-Oct-2015

205 views

Category:

Documents


25 download

DESCRIPTION

hiperemisis gravidarum adalah masalah yang sering ditemukan dalam kehamilan. bagaimana mendiagnosa dan mengobati hiperemesis gravidarum yang aman bagi kehamilan akan dibahas dalam artikel ini. selamat membaca semoga bermanfaat

TRANSCRIPT

Page 1: Diagnosis Dan Tatalaksana Hiperemesis Gravidarum

Artikel Pengembangan Pendidikan Keprofesian Berkelanjutan (P2KB)

J Indon Med Assoc, Volum: 61, Nomor: 11, November 2011458

Diagnosis dan Tata LaksanaHiperemesis Gravidarum

Kevin Gunawan,* Paul Samuel Kris Manengkei,* Dwiana Ocviyanti**

*Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta

**Departemen Obstetri Ginekologi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/

Rumah Sakit Umum Pusat Cipto Mangunkusumo, Jakarta

Abstrak: Hiperemesis gravidarum adalah kondisi mual dan muntah yang berat dalam kehamilan

dan sukar dikendalikan. Hingga kini, penyebab pasti hiperemesis gravidarum belum diketahui,

meskipun peningkatan kadar human chorionic gonadotropin (hCG) tampaknya berperan besar.

Dalam mendiagnosis hiperemesis gravidarum, penyebab-penyebab lain mual dan muntah pada

kehamilan harus disingkirkan terlebih dahulu. Tata laksana yang komprehensif meliputi

perubahan pola makan, resusitasi cairan, dan tata laksana farmakologis. Keberhasilan dalam

penatalaksanaan hiperemesis gravidarum tergantung pada diagnosis yang tepat, deteksi

komplikasi, serta penanganan kondisi-kondisi yang menyertai seperti dehidrasi, gangguan

keseimbangan elektrolit dan asam-basa, serta defisiensi nutrisi pada ibu hamil. Hiperemesis

gravidarum dapat menyebabkan asupan nutrisi dan oksigen yang diterima janin berkurang

sehingga tumbuh kembang janin akan terganggu. J Indon Med Assoc.2011:61;458-64.

Kata kunci: hiperemesis gravidarum, mual, muntah, diagnosis, tata laksana

Page 2: Diagnosis Dan Tatalaksana Hiperemesis Gravidarum

J Indon Med Assoc, Volum: 61, Nomor: 11, November 2011 459

Diagnosis and Treatment of Hyperemesis Gravidarum

Kevin Gunawan,* Paul Samuel Kris Manengkei,* Dwiana Ocviyanti**

*Faculty of Medicine Universitas Indonesia, Jakarta

**Obstetrics and Gynecology Department, Faculty of Medicine Universitas Indonesia

Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta

Abstract: Hyperemesis gravidarum is a condition of severe, uncontrolled nausea and vomiting of

pregnancy. The exact cause of hyperemesis gravidarum is unknown, although the increase of

human chorionic gonadotropin (hCG) levels appears to have a large role. In diagnosing

hyperemesis gravidarum, other causes of nausea and vomiting of pregnancy must first be ruled

out. A comprehensive treatment consists of dietary changes, fluid resuscitation, and pharmaco-

logical treatment. The success in treating hyperemesis gravidarum depends on correct diagno-

sis, detection of complications, and treatment of associated conditions, such as dehydration, acid-

base and electrolyte imbalance, and nutritional deficiencies. Hyperemesis gravidarum could

cause a decrease in the fetal nutritional and oxygen intake, impairing its growth and development.

J Indon Med Assoc.2011:61;458-64.

 Keywords: hyperemesis gravidarum, nausea, vomiting, diagnosis, treatment

Diagnosis dan Tata Laksana Hiperemesis Gravidarum

Pendahuluan

Sekitar 50-90% perempuan hamil mengalami keluhan

mual dan muntah. Keluhan ini biasanya disertai dengan

hipersalivasi, sakit kepala, perut kembung, dan rasa lemah

pada badan. Keluhan-keluhan ini secara umum dikenal

sebagai “morning sickness.” Istilah ini sebenarnya kurang

tepat karena 80% perempuan hamil mengalami mual dan

muntah sepanjang hari.1

Apabila mual dan muntah yang dialami mengganggu

aktivitas sehari-hari atau menimbulkan komplikasi, keadaan

ini disebut hiperemesis gravidarum. Komplikasi yang dapat

terjadi adalah ketonuria, dehidrasi, hipokalemia dan

penurunan berat badan lebih dari 3 kg atau 5% berat badan.1

Mual dan muntah pada kehamilan biasanya dimulai pada

kehamilan minggu ke-9 sampai ke-10, memberat pada minggu

ke-11 sampai ke-13 dan berakhir pada minggu ke-12 sampai

ke-14. Hanya pada 1-10% kehamilan gejala berlanjut melewati

minggu ke-20 sampai ke-22. Pada 0,3-2% kehamilan terjadi

hiperemesis gravidarum yang menyebabkan ibu harus ditata

laksana dengan rawat inap.

Hiperemesis gravidarum jarang menyebabkan kematian,

tetapi angka kejadiannya masih cukup tinggi. Hampir 25%

pasien hiperemesis gravidarum dirawat inap lebih dari sekali.

Terkadang, kondisi hiperemesis yang terjadi terus-menerus

dan sulit sembuh membuat pasien depresi. Pada kasus-kasus

ekstrim, ibu hamil bahkan dapat merasa ingin melakukan

terminasi kehamilan.2

Beberapa faktor risiko yang berhubungan dengan

hiperemesis gravidarum antara lain hiperemesis gravidarum

pada kehamilan sebelumnya, berat badan berlebih, kehamilan

multipel, penyakit trofoblastik, nuliparitas dan merokok.

Etiopatogenesis Emesis dan Hiperemesis Gravidarum

Etiologi dan patogenesis emesis dan hiperemesis

gravidarum berkaitan erat dengan etiologi dan patogenesis

mual dan muntah pada kehamilan. Penyebab pasti mual dan

muntah yang dirasakan ibu hamil belum diketahui, tetapi

terdapat beberapa teori yang mengajukan keterlibatan faktor-

faktor biologis, sosial dan psikologis. Faktor biologis yang

paling berperan adalah perubahan kadar hormon selama

kehamilan. Menurut teori terbaru, peningkatan kadar human

chorionic gonadotropin (hCG) akan menginduksi ovarium

untuk memproduksi estrogen, yang dapat merangsang mual

dan muntah.3 Perempuan dengan kehamilan ganda atau mola

hidatidosa yang diketahui memiliki kadar hCG lebih tinggi

daripada perempuan hamil lain mengalami keluhan mual dan

muntah yang lebih berat.3-5 Progesteron juga diduga

menyebabkan mual dan muntah dengan cara menghambat

motilitas lambung dan irama kontraksi otot-otot polos

lambung.4 Penurunan kadar thyrotropin-stimulating hor-

mone (TSH) pada awal kehamilan juga berhubungan dengan

hiperemesis gravidarum meskipun mekanismenya belum

jelas.4,5 Hiperemesis gravidarum merefleksikan perubahan

hormonal yang lebih drastis dibandingkan kehamilan biasa.

Page 3: Diagnosis Dan Tatalaksana Hiperemesis Gravidarum

Diagnosis dan Tata Laksana Hiperemesis Gravidarum

J Indon Med Assoc, Volum: 61, Nomor: 11, November 2011460

Langkah-Langkah Diagnosis

Menegakkan Diagnosis Kehamilan dan Hiperemesis

Gravidarum

Penegakan diagnosis hiperemesis gravidarum dimulai

dengan menegakkan diagnosis kehamilan terlebih dahulu 4,6

Pada anamnesis dapat ditemukan keluhan amenorea, serta

mual dan muntah berat yang mengganggu aktivitas sehari-

hari. Pemeriksaan obstetrik dapat dilakukan untuk mene-

mukan tanda-tanda kehamilan, yakni uterus yang besarnya

sesuai usia kehamilan dengan konsistensi lunak dan serviks

yang livid. Pemeriksaan penunjang kadar β-hCG dalam urin

pagi hari dapat membantu menegakkan diagnosis kehamilan.

Tabel 1 menjelaskan hal-hal yang perlu diperhatikan

untuk membedakan beberapa kondisi mual dan muntah

dalam kehamilan.

Tabel 1. Definisi-Definisi Mual dan Muntah dalam Kehamilan

Emesis gravidarum Hiperemesis gravidarum

• Mual dan muntah dikeluhkan • Mual dan muntah menggang-

terus melewati 20 minggu per- ngganggu aktivitas sehari-hari

tama kehamilan

• Tidak mengganggu aktivitas • Mual dan muntah tidak me-

sehari-hari nimbulkan komplikasi (keto-

• Tidak menimbulkan komplikasi nuria, dehidrasi, hipokalemia,

patologis penurunan berat badan

Menyingkirkan Penyebab Hiperemesis Lain

Keluhan muntah yang berat dan persisten tidak selalu

menandakan hiperemesis gravidarum. Penyebab-penyebab

lain seperti penyakit gastrointestinal, pielonefritis dan

penyakit metabolik perlu dieksklusi.1 Satu indikator sederhana

yang berguna adalah awitan mual dan muntah pada

hiperemesis gravidarum biasanya dimulai dalam delapan

minggu setelah hari pertama haid terakhir. Karena itu, awitan

pada trimester kedua atau ketiga menurunkan kemungkinan

hiperemesis gravidarum. Demam, nyeri perut atau sakit kepala

juga bukan merupakan gejala khas hiperemesis gravidarum.

Pemeriksaan ultrasonografi perlu dilakukan untuk mendeteksi

kehamilan ganda atau mola hidatidosa.3

Diagnosis banding hiperemesis gravidarum antara lain

ulkus peptikum, kolestasis obstetrik, perlemakan hati akut,

apendisitis akut, diare akut, hipertiroidisme dan infeksi

Helicobacter pylori. Ulkus peptikum pada ibu hamil biasanya

adalah penyakit ulkus peptikum kronik yang mengalami

eksaserbasi sehingga dalam anamnesis dapat ditemukan

riwayat sebelumnya. Gejala khas ulkus peptikum adalah nyeri

epigastrium yang berkurang dengan makanan atau antasid

dan memberat dengan alkohol, kopi atau obat antiinflamasi

nonsteroid (OAINS). Nyeri tekan epigastrium, hematemesis

dan melena dapat ditemukan pada ulkus peptikum.

Pada kolestasis dapat ditemukan pruritus pada seluruh

tubuh tanpa adanya ruam. ikterus, warna urin gelap dan tinja

berwarna pucat disertai peningkatan kadar enzim hati dan

bilirubin.1,4,7 Pada perlemakan hati akut ditemukan gejala ke-

gagalan fungsi hati seperti hipoglikemia, gangguan pembe-

kuan darah, dan perubahan kesadaran sekunder akibat

ensefalopati hepatik.4-7 Keracunan parasetamol dan hepati-

tis virus akut juga dapat menyebabkan gambaran klinis gagal

hati.

Pasien dengan apendisitis akut biasanya mengalami

demam dan nyeri perut kanan bawah. Nyeri dapat berupa

nyeri tekan maupun nyeri lepas dan lokasi nyeri dapat

berpindah ke atas sesuai usia kehamilan karena uterus yang

semakin membesar. Apendisitis akut pada kehamilan memiliki

tanda-tanda yang khas, yaitu tanda Bryan (timbul nyeri bila

uterus digeser ke kanan) dan tanda Alder (apabila pasien

berbaring miring ke kiri, letak nyeri tidak berubah).4

Meskipun jarang, penyakit Graves juga dapat menye-

babkan hiperemesis. Oleh karena itu, perlu dicari apakah

terdapat peningkatan FT4 atau penurunan TSH. Kadar FT4

dan TSH pada pasien hiperemesis gravidarum dapat sama

dengan pasien penyakit Graves, tetapi pasien hiperemesis

tidak memiliki antibodi tiroid atau temuan klinis penyakit

Graves, seperti proptosis dan pembesaran kelenjar tiroid. Jika

kadar FT4 meningkat tanpa didapatkan bukti penyakit Graves,

pemeriksaan tersebut perlu diulang pada usia gestasi yang

lebih lanjut, yaitu sekitar 20 minggu usia gestasi, saat kadar

FT4 dapat menjadi normal pada pasien tanpa hipertiroi-

disme.3,6 Pemberian propiltiourasil pada pasien hipertiroidisme

dapat meredakan gejala-gejala hipertiroidisme, tetapi tidak

meredakan mual dan muntah.

Sebuah studi lain yang menarik menemukan adanya

hubungan antara infeksi kronik Helicobacter pylori dengan

terjadinya hiperemesis gravidarum. Pada studi tersebut,

sebanyak 61,8% perempuan hamil dengan hiperemesis

gravidarum menunjukkan hasil tes deteksi genom H. pylori

yang positif,3 namun studi tersebut masih kontroversial.

Sebuah studi lain di Amerika Serikat mendapatkan tidak

terdapat hubungan antara hiperemesis gravidarum dengan

infeksi H. pylori.8

Deteksi Komplikasi Hiperemesis Gravidarum

Muntah yang terus-menerus disertai dengan kurang

minum yang berkepanjangan dapat menyebabkan dehidrasi.

Jika terus berlanjut, pasien dapat mengalami syok. Dehidrasi

yang berkepanjangan juga menghambat tumbuh kembang

janin.4 Oleh karena itu, pada pemeriksaan fisik harus dicari

apakah terdapat abnormalitas tanda-tanda vital, seperti

peningkatan frekuensi nadi (>100 kali per menit), penurunan

tekanan darah, kondisi subfebris, dan penurunan kesadaran.

Selanjutnya dalam pemeriksaan fisis lengkap dapat dicari

tanda-tanda dehidrasi, kulit tampak pucat dan sianosis, serta

penurunan berat badan.

Selain dehidrasi, akibat lain muntah yang persisten

adalah gangguan keseimbangan elektrolit seperti penurunan

kadar natrium, klor dan kalium, sehingga terjadi keadaan al-

kalosis metabolik hipokloremik disertai hiponatremia dan

Page 4: Diagnosis Dan Tatalaksana Hiperemesis Gravidarum

Diagnosis dan Tata Laksana Hiperemesis Gravidarum

J Indon Med Assoc, Volum: 61, Nomor: 11, November 2011 461

hipokalemia. Hiperemesis gravidarum yang berat juga dapat

membuat pasien tidak dapat makan atau minum sama sekali,

sehingga cadangan karbohidrat dalam tubuh ibu akan habis

terpakai untuk pemenuhan kebutuhan energi jaringan.

Akibatnya, lemak akan dioksidasi. Namun, lemak tidak dapat

dioksidasi dengan sempurna dan terjadi penumpukan asam

aseton-asetik, asam hidroksibutirik, dan aseton, sehingga

menyebabkan ketosis. Salah satu gejalanya adalah bau

aseton (buah-buahan) pada napas.6,9 Pada pemeriksaan

laboratorium pasien dengan hiperemesis gravidarum dapat

diperoleh peningkatan relatif hemoglobin dan hematokrit,

hiponatremia dan hipokalemia, badan keton dalam darah dan

proteinuria.9

Robekan pada selaput jaringan esofagus dan lambung

dapat terjadi bila muntah terlalu sering. Pada umumnya

robekan yang terjadi kecil dan ringan, dan perdarahan yang

muncul dapat berhenti sendiri. Tindakan operatif atau

transfusi darah biasanya tidak diperlukan.2,3

Perempuan hamil dengan hiperemesis gravidarum dan

kenaikan berat badan dalam kehamilan yang kurang (<7 kg)

memiliki risiko yang lebih tinggi untuk melahirkan bayi dengan

berat badan lahir rendah, kecil untuk masa kehamilan,

prematur, dan nilai APGAR lima menit kurang dari tujuh.

Menentukan Derajat Hiperemesis Gravidarum

Hiperemesis gravidarum dapat diklasifikasikan secara

klinis menjadi hiperemesis gravidarum tingkat I, II dan III.

Hiperemesis gravidarum tingkat I ditandai oleh muntah yang

terus-menerus disertai dengan penurunan nafsu makan dan

minum. Terdapat penurunan berat badan dan nyeri epigas-

trium. Pertama-tama isi muntahan adalah makanan, kemudian

lendir beserta sedikit cairan empedu, dan dapat keluar darah

jika keluhan muntah terus berlanjut. Frekuensi nadi meningkat

sampai 100 kali per menit dan tekanan darah sistolik menurun.

Pada pemeriksaan fisis ditemukan mata cekung, lidah kering,

penurunan turgor kulit dan penurunan jumlah urin.4

Pada hiperemesis gravidarum tingkat II, pasien me-

muntahkan semua yang dimakan dan diminum, berat badan

cepat menurun, dan ada rasa haus yang hebat. Frekuensi

nadi berada pada rentang 100-140 kali/menit dan tekanan

darah sistolik kurang dari 80 mmHg. Pasien terlihat apatis,

pucat, lidah kotor, kadang ikterus, dan ditemukan aseton

serta bilirubin dalam urin.4

Hiperemesis gravidarum tingkat III sangat jarang terjadi.

Keadaan ini merupakan kelanjutan dari hiperemesis

gravidarum tingkat II yang ditandai dengan muntah yang

berkurang atau bahkan berhenti, tetapi kesadaran pasien

menurun (delirium sampai koma). Pasien dapat mengalami

ikterus, sianosis, nistagmus, gangguan jantung dan dalam

urin ditemukan bilirubin dan protein.3,4

Tata Laksana Emesis Gravidarum

Tata Laksana Awal

Tata laksana awal dan utama untuk mual dan muntah

tanpa komplikasi adalah istirahat dan menghindari makanan

yang merangsang, seperti makanan pedas, makanan berlemak,

atau suplemen besi.1,3 Perubahan pola diet yang sederhana,

yaitu mengkonsumsi makanan dan minuman dalam porsi yang

kecil namun sering cukup efektif untuk mengatasi mual dan

muntah derajat ringan.1 Jenis makanan yang direkomen-

dasikan adalah makanan ringan, kacang-kacangan, produk

susu, kacang panjang, dan biskuit kering. Minuman elektrolit

dan suplemen nutrisi peroral disarankan sebagai tambahan

untuk memastikan terjaganya keseimbangan elektrolit dan

pemenuhan kebutuhan kalori. Menu makanan yang banyak

mengandung protein juga memiliki efek positif karena bersifat

eupeptic dan efektif meredakan mual.3 Manajemen stres juga

dapat berperan dalam menurunkan gejala mual.1,2,3

Tata Laksana Farmakologis

Pada emesis gravidarum, obat-obatan diberikan apabila

perubahan pola makan tidak mengurangi gejala, sedangkan

pada hiperemesis gravidarum, obat-obatan diberikan setelah

rehidrasi dan kondisi hemodinamik stabil.3 Pemberian obat

secara intravena dipertimbangkan jika toleransi oral pasien

buruk.7 Obat-obatan yang digunakan antara lain adalah vita-

min B6 (piridoksin), antihistamin dan agen-agen prokinetik.

American College of Obstetricians and Gynecologists

(ACOG) merekomendasikan 10 mg piridoksin ditambah 12,5

mg doxylamine per oral setiap 8 jam sebagai farmakoterapi

lini pertama yang aman dan efektif.3,10 Dalam sebuah ran-

domized trial, kombinasi piridoksin dan doxylamine terbukti

menurunkan 70% mual dan muntah dalam kehamilan.

Suplementasi dengan tiamin dapat dilakukan untuk mencegah

terjadinya komplikasi berat hiperemesis, yaitu Wernicke’s

encephalopathy. Komplikasi ini jarang terjadi, tetapi perlu

diwaspadai jika terdapat muntah berat yang disertai dengan

gejala okular, seperti perdarahan retina atau hambatan gerakan

ekstraokular.11

Antiemetik konvensional, seperti fenotiazin dan ben-

zamin, telah terbukti efektif dan aman bagi ibu. Antiemetik

seperti proklorperazin, prometazin, klorpromazin menyem-

buhkan mual dan muntah dengan cara menghambat postsyn-

aptic mesolimbic dopamine receptors melalui efek anti-

kolinergik dan penekanan reticular activating system. Obat-

obatan tersebut dikontraindikasikan terhadap pasien dengan

hipersensitivitas terhadap golongan fenotiazin, penyakit

kardiovaskuler berat, penurunan kesadaran berat, depresi

sistem saraf pusat, kejang yang tidak terkendali, dan glaukoma

sudut tertutup. Namun, hanya didapatkan sedikit informasi

mengenai efek terapi antiemetik terhadap janin.10

Fenotiazin atau metoklopramid diberikan jika pengobatan

dengan antihistamin gagal. Prochlorperazine juga tersedia

dalam sediaan tablet bukal dengan efek samping sedasi yang

lebih kecil. Dalam sebuah randomized trial, metoklopramid

dan prometazin intravena memiliki efektivitas yang sama untuk

mengatasi hiperemesis, tetapi metoklopramid memiliki efek

samping mengantuk dan pusing yang lebih ringan.12 Studi

Page 5: Diagnosis Dan Tatalaksana Hiperemesis Gravidarum

J Indon Med Assoc, Volum: 61, Nomor: 11, November 2011

Diagnosis dan Tata Laksana Hiperemesis Gravidarum

462

kohort telah menunjukkan bahwa penggunaan metoklopramid

tidak berhubungan dengan malformasi kongenital, berat

badan lahir rendah, persalinan preterm, atau kematian peri-

natal.13 Namun, metoklopramid memiliki efek samping tar-

dive dyskinesia, tergantung durasi pengobatan dan total

dosis kumulatifnya. Oleh karena itu, penggunaan selama lebih

dari 12 minggu harus dihindari.

Antagonis reseptor 5-hydroxytryptamine3

(5HT3)

seperti ondansetron mulai sering digunakan, tetapi informasi

mengenai penggunaannya dalam kehamilan masih terbatas.

Seperti metoklopramid, ondansetron memiliki efektivitas yang

sama dengan prometazin, tetapi efek samping sedasi

ondansetron lebih kecil.14 Ondansetron tidak meningkatkan

risiko malformasi mayor pada penggunaannya dalam trimes-

ter pertama kehamilan.1,3

Droperidol efektif untuk mual dan muntah dalam

kehamilan, tetapi sekarang jarang digunakan karena risiko

pemanjangan interval QT dan torsades de pointes. Peme-

riksaan elektrokardiografi sebelum, selama dan tiga jam

Tabel 2. Obat-obatan untuk Tata Laksana Mual dan Muntah dalam Kehamilan3

FDA kepanjangan dari Food and Drug Administration. Kategori obat menurut FDA adalah sebagai berikut: A, berdasarkan studi kontrol tidak

didapatkan risiko; B, tidak terbukti berisiko untuk manusia; C, risiko tidak dapat disingkirkan; D, terbuki berisiko; dan X, kontraindikasi pada

kehamilan.

Agen Dosis Oral Efek Sedang Kategori Keterangan

Obat

(FDA)

Vitamin B6 (piridoksin) 10-25 mg setiap 8 jam A Vitamin B6 atau kombinasi vitamin B6-antihis-

tamin direkomendasikan sebagai terapi lini per-

tama.

Kombinasi vitamin Piridoksin, 10-25 mg setiap 8 jam; doxy- Sedasi A

B6-doxylamine lamine, 25 mg sebelum tidur, 12,5 mg

pada pagi hari jika dibutuhkan ditambah

12,5 mg pada siang hari jika dibutuhkan

Antihistamin Sedasi

Doxylamine 12,5-25 mg setiap 8 jam A

Diphenhydramine 25-50 mg setiap 8 jam B

Meclizine 25 mg setiap jam B

Hydroxyzine 50 mg setiap 4-6 jam C

Dimenhydrinate 50-100 mg setiap 4-6 jam B

Phenothiazine Gejala ekstrapi-

ramidal, sedasi

Promethazine 25 mg setiap 4-6 jam C Kerusakan jaringan berat dengan pemberian

intravena; lebih disarankan pemberian oral, rec-

tal, atau intramuskular

Prochlorperazine 5-10 mg setiap 6 jam C

Antagonis dopamine

Metoclopramide 10 mg setiap 6 jam Tardive dyskinesia B Pemberian obat lebih dari 12 minggu mening-

katkan risiko Tardive dyskinesia

Antagonis reseptor Konstipasi, diare,

serotonin sakit kepala, fatigue

Ondansetron 4-8 mg setiap jam B

Glukokortikoid

Metilprednison 16 mg setiap 8 jam selama 3 hari, kemu- Sedikit meningkat- C Jangan digunakan sebelum usia gestasi 10 ming-

dian dosis diturunkan selama 2 minggu kan risiko bibir sum- gu; durasi maksimum terapi 6 minggu untuk

bing jika digunakan membatasi efek samping serius

sebelum 10 minggu

usia gestasi

Ekstrak jahe 125-250 mg setiap jam Refluks, heartburn C

setelah pemberian droperidol perlu dilakukan.3

Untuk kasus-kasus refrakter, metilprednisolon dapat

menjadi obat pilihan. Metilprednisolon lebih efektif daripada

promethazine untuk penatalaksanaan mual dan muntah dalam

kehamilan, namun tidak didapatkan perbedaan dalam tingkat

perawatan rumah sakit pada pasien yang mendapat metil-

prednisolon dengan plasebo. Hanya sedikit bukti yang

menyatakan kortikosteroid efektif.15 Dalam dua RCT kecil,

tidak didapatkan kegunaan metilprednisolon ataupun

plasebo, tetapi kelompok steroid lebih sedikit mengalami re-

admission.16 Efek samping metilprednisolon sebagai sebuah

glukokortikoid juga patut diperhatikan. Dalam sebuah

metaanalisis dari empat studi, penggunaan glukokortikoid

sebelum usia gestasi 10 minggu berhubungan dengan risiko

bibir sumbing dan tergantung dosis yang diberikan. Oleh

karena itu, penggunaan glukokortikoid direkomen-dasikan

hanya pada usia gestasi lebih dari 10 minggu.

Obat-obat yang dapat digunakan untuk tatalaksana

hiperemesis gravidarum dapat dilihat pada Tabel 2.

Page 6: Diagnosis Dan Tatalaksana Hiperemesis Gravidarum

Diagnosis dan Tata Laksana Hiperemesis Gravidarum

J Indon Med Assoc, Volum: 61, Nomor: 11, November 2011 463

Gambar 1. Algoritme Terapi Farmakologi untuk Mual dan

Muntah dalam Kehamilan3

Jahe dapat ditambahkan sebagai terapi farmakologi dalam

setiap tahap. Pada setiap tahap, nutrisi enteral atau parenteral

dapat dipertimbangkan jika terjadi dehidrasi atau penurunan

berat badan persisten.

Tata Laksana Hiperemesis Gravidarum

Penatalaksanaan utama hiperemesis gravidarum adalah

rehidrasi dan penghentian makanan peroral. Pemberian

antiemetik dan vitamin secara intravena dapat dipertim-

bangkan sebagai terapi tambahan. Penatalaksanaan farma-

kologi emesis gravidarum dapat juga diterapkan pada kasus

hiperemesis gravidarum.

Tata Laksana Awal

Pasien hiperemesis gravidarum harus dirawat inap di

rumah sakit dan dilakukan rehidrasi dengan cairan natrium

klorida atau ringer laktat, penghentian pemberian makanan

per oral selama 24-48 jam, serta pemberian antiemetik jika

dibutuhkan. Penambahan glukosa, multivitamin, magnesium,

pyridoxine, atau tiamin perlu dipertimbangkan.1,3 Cairan

dekstrosa dapat menghentikan pemecahan lemak.7 Untuk

pasien dengan defisiensi vitamin, tiamin 100 mg diberikan

sebelum pemberian cairan dekstrosa. Penatalaksanaan di-

lanjutkan sampai pasien dapat mentoleransi cairan per oral

dan didapatkan perbaikan hasil laboratorium.1,3

Pengaturan Diet

Untuk pasien hiperemesis gravidarum tingkat III,

diberikan diet hiperemesis I. Makanan yang diberikan berupa

roti kering dan buah-buahan. Cairan tidak diberikan bersama

makanan tetapi 1-2 jam setelah makan. Diet hiperemesis kurang

mengandung zat gizi, kecuali vitamin C, sehingga diberikan

hanya selama beberapa hari.4

Jika rasa mual dan muntah berkurang, pasien diberikan

diet hiperemesis II. Pemberian dilakukan secara bertahap

untuk makanan yang bernilai gizi tinggi. Minuman tidak

diberikan bersama makanan. Diet hiperemesis II rendah dalam

semua zat gizi, kecuali vitamin A dan D.4

Diet hiperemesis III diberikan kepada penderita dengan

hiperemesis ringan. Pemberian minuman dapat diberikan

bersama makanan. Diet ini cukup dalam semua zat gizi, kecuali

kalsium.4

Terapi Alternatif

Terapi alternatif seperti akupunktur dan jahe telah diteliti

untuk penatalaksanaan mual dan muntah dalam kehamilan.

Akar jahe (Zingiber officinale Roscoe) adalah salah satu

pilihan nonfarmakologik dengan efek yang cukup baik. Bahan

aktifnya, gingerol, dapat menghambat pertumbuhan seluruh

galur H. pylori, terutama galur Cytotoxin associated gene

(Cag) A+ yang sering menyebabkan infeksi. Empat random-

ized trials menunjukkan bahwa ekstrak jahe lebih efektif

daripada plasebo dan efektivitasnya sama dengan vitamin

B6. Efek samping berupa refluks gastroesofageal dilaporkan

pada beberapa penelitian, tetapi tidak ditemukan efek samping

signifikan terhadap keluaran kehamilan.15,17 Dosisnya adalah

250 mg kapsul akar jahe bubuk per oral, empat kali sehari.

Terapi akupunktur untuk meredakan gejala mual dan

muntah masih menjadi kontroversi. Penggunaan acupressure

pada titik akupuntur Neiguan P6 di pergelangan lengan

menunjukkan hasil yang tidak konsisten dan penelitiannya

masih terbatas karena kurangnya uji yang tersamar. Dalam

sebuah studi yang besar didapatkan tidak terdapat efek yang

menguntungkan dari penggunaan acupressure,4 namun The

Systematic Cochrane Review mendukung penggunaan

stimulasi akupunktur P6 pada pasien tanpa profilaksis

antiemetik. Stimulasi ini dapat mengurangi risiko mual.18

Terapi stimulasi saraf tingkat rendah pada aspek volar

pergelangan tangan juga dapat menurunkan mual dan

muntah serta merangsang kenaikan berat badan.15,19

Penatalaksanaan pada Kasus Refrakter

Jika muntah terus berlangsung (persisten) pada tata

laksana yang maksimal, kita harus kembali ke proses diagno-

Inisiasi tata laksana dengan vitamin

B6

Tambahkan doxylamine

Substitusi doxylamine dengan

promethazine atau dimenhydrinate

Tanpa dehidrasi Dehidrasi

Penggantian cairan intravena

Tambahkan metoclopramide Tambahkan metoclopramide

atau atau

trimethobenzamide ondansetron intravena

atau atau

ondansetron promethazine intramuscular

Tambahkan metilprednisolon

setelah 10 minggu usia gestasi

Page 7: Diagnosis Dan Tatalaksana Hiperemesis Gravidarum

Diagnosis dan Tata Laksana Hiperemesis Gravidarum

J Indon Med Assoc, Volum: 61, Nomor: 11, November 2011

sis dan mencari adanya penyebab lain seperti gastroenteri-

tis, kolesistitis, pankreatitis, hepatitis, ulkus peptikum,

pielonefritis dan perlemakan hati.2020

Nutrisi enteral harus dipikirkan jika terdapat muntah yang

berkepanjangan, namun harus diingat bahwa total parenteral

nutrition (TPN) selama kehamilan meningkatkan risiko sep-

sis dan steatohepatitis, terutama akibat penggunaan emulsi

lipid. Oleh karena itu, TPN sebaiknya hanya diberikan pada

pasien dengan penurunan berat badan signifikan (>5% berat

badan) yang tidak respon dengan antiemetik dan tidak dapat

ditatalaksana dengan nutrisi enteral.1,20

Evaluasi Keberhasilan Terapi

Tujuan terapi emesis atau hiperemesis gravidarum

adalah untuk mencegah komplikasi seperti ketonuria,

dehidrasi, hipokalemia dan penurunan berat badan lebih dari

3 kg atau 5% berat badan.1 Jika sudah terjadi komplikasi,

perlu dilakukan tata laksana terhadap komplikasi tersebut.

Penilaian keberhasilan terapi dilakukan secara klinis dan

laboratoris. Secara klinis, keberhasilan terapi dapat dinilai

dari penurunan frekuensi mual dan muntah, frekuensi dan

intensitas mual, serta perbaikan tanda-tanda vital dan

dehidrasi. Parameter laboratorium yang perlu dinilai adalah

perbaikan keseimbangan asam-basa dan elektrolit.

Penutup

Diagnosis dan penatalaksanaan mual dan muntah dalam

kehamilan yang tepat dapat mencegah komplikasi hipe-

remesis gravidarum yang membahayakan ibu dan janin.

Ketepatan diagnosis sangat penting, karena terdapat

sejumlah kondisi lain yang dapat menyebabkan mual dan

muntah dalam kehamilan. Tata laksana komprehensif dimulai

dari istirahat, modifikasi diet dan menjaga asupan cairan. Jika

terjadi komplikasi hiperemesis gravidarum, penata-laksanaan

utama adalah pemberian rehidrasi dan perbaikan elektrolit.

Terapi farmakologi dapat diberikan jika dibutuhkan, seperti

piridoksin, doxylamine, prometazin, dan meto-klopramin

dengan memperhatikan kontraindikasi dan efek sampingnya.

Beberapa terapi alternatif sudah mulai diteliti untuk penata-

laksanaan hiperemesis gravidarum, seperti ekstrak jahe dan

akupuntur, dengan hasil yang bervariasi.

Daftar Pustaka

1. Jueckstock JK, Kaestner R, Mylonas I. Managing hyperemesis

gravidarum: a multimodal challenge. BMC Medicine. 2010;8:46.

2. Lacasse A, Rey E, Ferreira E, Morin C, Berard A. Nausea and

vomiting of pregnancy: what about quality of life? BJOG.

2008;115:1484-93.

3. Niebyl JR. Nausea and vomiting in pregnancy. N Engl J Med.

2010;363:1544-50.

4. Siddik D. Kelainan gastrointestinal. In: Saifuddin AB, Rachimhadhi

T, Wiknjosastro GH, editors. Ilmu kebidanan. 4th Ed. Jakarta: PT

Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2008.p.814-28.

5. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ,

Spon CY. Williams Obstetric. 22nd ed. USA: McGraw-Hill Com-

panies; 2005.

6. Quinlan JD, Hill DA. Nausea and vomiting of pregnancy. Am

Fam Physician. 2003;68(1):121-8.

7. Ogunyemi DA, Fong A. Hyperemesis Gravidarum [monograph

on the Internet]. Medscape; 2010 [cited 2010 November 7].

Available from: http://emedicine.medscape.com/article/254751-

overview.

8. Lee RH, Pan VL, Wing DA. The prevalence of Helicobacter

pylori in the hispanic population affected by hyperemesis

gravidarum. Am J Obstet Gynecol. Sept 2005;193(3 Pt 2):1024-

7.

9. Miller AWF, Hanretty KP. Vomiting in pregnancy. In: Miller

AWF, Hanretty KP, editors. Obstetrics Illustrated. 5th Ed. Lon-

don: Churchill Livingstone; 1998. p. 102-3.

10. ACOG Practice Bulletin: Nausea and Vomiting of Pregnancy.

Obstet Gynecol. 2004;103(2):803-14.

11. Koren G, Maltepe C. Pre-emptive therapy for severe nausea and

vomiting of pregnancy and hyperemesis gravidarum. J Obstet

Gynaecol. 2004;24:530-3.

12. Bsat FA, Hoffman DE, Seubert DE. Comparison of three out

patient regimens in the management of nausea and vomiting in

pregnancy. J Perinatol. 2003;23:531-5.

13. Sørensen HT, Nielsen GL, Christensen K, Tage-jensen U, Ekbom

A, Baron J, et al. Birth outcome following maternal use of

metoclopramide. Br J Clin Pharmacol. 2000;49:264-8.

14. Jewell D, Young G. Interventions for nausea and vomiting in

early pregnancy. Cochrane Database Syst Rev. 2003;(4):

CD000145.

15. Koren G, Maltepe C. Pre-emptive therapy for severe nausea and

vomiting of pregnancy and hyperemesis gravidarum. J Obstet

Gynaecol. 2004;24:530-3.

16. Heazell AE, Langford N, Judge JK. The use of levomepromazine

in hyperemesis gravidarum resistant to drug therapy - a case

series. Reprod Toxicol. 2005;20:569-72.

17. Magee LA, Mazzotta P, Koren G: Evidence-based view of safety

and effectiveness of pharmacologic therapy for nausea and vom-

iting of pregnancy (NVP). Obstet Gynecol. 2002;186:S256.

18. Duggar CR and Carlan SJ. The efficacy of methylprednisolone in

the treatment of hyperemesis gravidarum: A randomized double-

blind controlled study. Obstet Gynecol. 2001;97:45S.

19. Hansen WF, Yankowitz J. Pharmacologic therapy for medical

disorders during pregnancy. Clin Obstet Gynecol. 2002;45:136.

20. Vaisman N, Kaidar R, Levin I, Lessing JB. Nasojejunal feeding in

hyperemesis gravidarum: a preliminary study. Clin Nutr. 2004;

23:53.

DO/MH

464