diagnosis asma pada anak

7

Click here to load reader

Upload: cahyo-wisnugroho

Post on 08-Aug-2015

123 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Asma Pada Anak

TRANSCRIPT

Page 1: Diagnosis Asma Pada Anak

Penyegar Ilmu Kedokteran

Maj Kedokt Indon, Volum: 55, Nomor: 3, Maret 2005

Diagnosis dan Penatalaksanaan TerkiniAsma pada Anak

H. Bambang Supriyatno

Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universita Indonesia/Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta

PendahuluanAsma merupakan penyakit respiratorik kronis yang pa-

ling sering dijumpai pada anak. Prevalensi asma meningkatdari waktu ke waktu baik di negara maju maupun negarasedang berkembang. Peningkatan tersebut diduga berkaitandengan pola hidup yang berubah dan peran faktor lingkunganterutama polusi baik indoor maupun outdoor.1,2 Prevalensiasma pada anak berkisar antara 2-30%. Di Indonesiaprevalensi asma pada anak sekitar 10% pada usia sekolahdasar,3 dan sekitar 6,5% pada usia sekolah menengah pertama.4

Patogenesis asma berkembang dengan pesat. Pada awal60-an, bronkokonstriksi merupakan dasar patogenesis asma,kemudian pada 70-an berkembang menjadi proses inflamasikronis, sedangkan tahun 90-an selain inflamasi juga disertaiadanya remodelling.5,6 Berkembangnya patogenesis tersebutberdampak pada tatalaksana asma secara mendasar, sehinggaberbagai upaya telah dilakukan untuk mengatasi asma. Padaawalnya pengobatan hanya diarahkan untuk mengatasibronkokonstriksi dengan pemberian bronkodilator, kemudianberkembang dengan antiinflamasi. Pada saat ini upayapengobatan asma selain dengan antiinflamasi, juga harusdapat mencegah terjadinya remodelling.

Selain upaya mencari tatalaksana asma yang terbaik,beberapa ahli membuat suatu pedoman tatalaksana asmayang bertujuan sebagai standar penanganan asma, misalnyaGlobal Initiative for Asthma (GINA) dan KonsensusInternasional. Pedoman di atas belum tentu dapat dipakaisecara utuh mengingat beberapa fasilitas yang dianjurkanbelum tentu tersedia, sehingga dianjurkan untuk membuat

suatu pedoman yang disesuaikan dengan kondisi masing-masing negara. Di Indonesia Unit Kerja Koordinasi (UKK)Pulmonologi dan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) telahmembuat suatu Pedoman Nasional Asma Anak (PNAA).

Tatalaksana asma dibagi menjadi 2 kelompok yaitutatalaksana pada saat serangan asma (eksaserbasi akut) atauaspek akut dan tatalaksana jangka panjang (aspek kronis).Pada asma episodik sering dan asma persisten, selainpenanganan pada saat serangan, diperlukan obat pengendali(controller) yang diberikan sebagai pencegahan terhadapserangan asma.4

Pada makalah ini akan dijelaskan latar belakangpemberian terapi jangka panjang pada asma anak.

DiagnosisDefinisi asma bermacam-macam tergantung kriteria mana

yang dianut. GINA mendefinisikan asma sebagai gangguaninflamasi kronis saluran nafas dengan banyak sel berperan,khususnya sel mast, eosinofil, dan limfosit T. Pada orangyang rentan inflamasi tersebut menyebabkan episode mengiberulang, sesak nafas, rasa dada tertekan, dan batuk, khu-susnya pada malam atau dini hari. Gejala tersebut biasanyaberhubungan dengan penyempitan jalan napas yang luasnamun bervariasi, yang paling tidak sebagian bersifat re-versibel baik secara spontan maupun dengan pengobatan.Inflamasi tersebut juga berhubungan dengan hiperreaktivitasjalan nafas terhadap berbagai rangsangan.2 Konsensus In-ternasional menggunakan definisi operasional sebagai mengiberulang dan/atau batuk persisten dalam keadaan asma

237

Page 2: Diagnosis Asma Pada Anak

Diagnosis dan Penanganan Terkini Asma pada Anak

Maj Kedokt Indon, Volum: 55, Nomor: 3, Maret 2005

adalah yang paling mungkin, sedangkan sebab lain yanglebih jarang telah disingkirkan.7 Perbedaan di atas sebenarnyahanya pada segi praktisnya saja. Definisi asma menurut GINAcukup lengkap namun kurang praktis bila digunakan di la-pangan, sehingga untuk lapangan definisi yang sering digu-nakan adalah definisi Konsensus Internasional. Pedoman Na-sional Asma Anak di dalam batasan operasionalnya me-nyepakatinya kecurigaan asma apabila anak menunjukkangejala batuk dan/atau mengi yang timbul secara episodik,cenderung pada malam hari/dini hari (nokturnal), musiman,setelah aktivitas fisik, serta adanya riwayat asma dan atopipada penderita atau keluarganya.4

Baik GINA, Konsensus Internasional, maupun PNAAmenekankan diagnosis asma didahului batuk dan atau mengi.Gejala awal tersebut ditelusuri dengan algoritme kemungkinandiagnosis asma (Diagram 1). Pada algoritme tampak bahwabatuk dan/atau mengi yang berulang (episodik), nokturnal,musiman, setelah melakukan aktivitas, dan adanya riwayatatopi pada penderita maupun keluarganya merupakan gejalaatau tanda yang patut diduga suatu asma. Untuk sampaipada diagnosis asma perlu suatu pemeriksaan tambahanseperti uji fungsi paru atau pemberian obat bronkodilatoryang digunakan sebagai indikator untuk melihat responspengobatan, bahkan bila diperlukan dapat dilakukan ujiprovokasi bronkus dengan histamin atau metakolin.

Akhir-akhir ini banyak yang berpendapat bahwa untukmenegakkan diagnosis asma pada anak di bawah lima tahunsebaiknya berhati-hati apabila tidak pernah dijumpai adanyawheezing.8 Hal itu disebabkan pada usia tersebut ke-mungkinan batuk yang berulang hanyalah akibat infeksi res-piratorik saja. Demikian pula apabila dijumpai wheezing padausia di bawah tiga tahun (batita) hendaknya berhati-hati dalammendiagnosis asma. Wheezing yang dijumpai pertama kalibelum tentu merupakan gejala asma. Bila dijumpai keadaanbatuk kronis dan/atau berulang dengan/atau tanpa whee -zing dengan karakteristik seperti di atas, tetap perlu diper-timbangkan diagnosis asma.

KlasifikasiKlasifkasi asma sangat diperlukan karena berhubungan

dengan tatalaksana lanjutan (jangka panjang). GINA membagiasma menjadi 4 klasifikasi yaitu asma intermiten, asma per-sisten ringan, asma persisten sedang, dan asma persistenberat.2 Berbeda dengan GINA, PNAA membagi asma menjadi3 yaitu asma episodik ringan, asma episodik sedang, danasma persisten. Dasar pembagian ini karena pada asma anakkejadian episodik lebih sering dibanding persisten (kro-nisitas). Dasar pembagian atau klasifikasi asma pada anakadalah frekuensi serangan, lamanya serangan, aktivitas diluarserangan dan beberapa pemeriksaan penunjang (Tabel 1).

Tatalaksana AsmaTatalaksana asma anak dibagi menjadi beberapa hal

yaitu tatalaksana komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE)pada penderita dan keluarganya, penghindaran terhadapfaktor pencetus, dan medikamentosa.2,4 Pada KIE perlu dite-

Tabel 1. Klasifikasi Derajat Penyakit Asma pada Anak4

Parameter klinis, Asma Asma Asmakebutuhan obat, episodik episodik persistendan faal paru jarang sering

Frekuensi serangan < 1 x/ bulan > 1 x/ bulan SeringLama serangan < 1 minggu > 1 minggu Hampir sepanja-

ng tahun, hampir tidak ada remisi

Intensitas serangan Biasanya Biasanya Biasanya beratringan sedang

Di antara serangan Tanpa gejala Sering ada Gejala siang dan gejala malam

Tidur dan aktivitas Tidak ter- Sering ter- Sangat tergangguganggu ganggu

Pemeriksaan fisik Normal (tidak Mungkin ter- Tidak pernahdiluar serangan ditemukan ke- ganggu (dite- normal

lainan) mukan kelai- nan)

Obat pengendali Tidak perlu Perlu, steroid Perlu, steroid(anti inflamasi)Uji faal paru (di PEF/FEV1 PEF/FEV1 PEF/FEV1 <60%luar serangan) >80% 60-80% variabilitas 20 -

30%Variabilitas faal paru Variabilitas Variabilitas Variabilitas >50%

>15% >30%

kankan bahwa keberhasilan terapi atau tatalaksana sangatbergantung pada kerjasama yang baik antara keluarga(penderita) dan dokter yang menanganinya. Keluarga pende-rita asma perlu dijelaskan mengenai asma secara detail denganbahasa awam agar keluarga mengetahui apa yang terjadi padaasma, kapan harus pergi ke dokter, penanganan pertama apa-bila terjadi serangan, dan sebagainya.

Tatalaksana tentang penghindaran terhadap pencetusmemegang peran yang cukup. Serangan asma akan timbulapabila ada suatu faktor pencetus yang menyebabkan terja-dinya rangsangan terhadap saluran respiratorik yang ber-akibat terjadi bronkokonstriksi, edema mukosa, dan hiper-sekresi. Penghindaran terhadap pencetus diharapkan dapatmengurangi rangsangan terhadap saluran respiratorik.2,4

Tatalaksana medikamentosa dibagi dalam dua kelompokbesar yaitu tatalaksana saat serangan dan tatalaksana jangkapanjang. Pada saat serangan pemberian α-2 agonis padaawal serangan dapat mengurangi gejala dengan cepat. Biladiperlukan dapat diberikan kortikosteroid sistemik padaserangan sedang dan berat.9

Tatalaksana Jangka PanjangTatalaksana jangka panjang (aspek kronis) pada asma

anak diberikan pada asma episodik sering dan persisten, se-dangkan pada asma episodik jarang tidak diperlukan. Prosesinflamasi kronis yang terjadi pada asma bersamaan denganproses remodelling yang ditandai dengan disfungsi epitel.Dengan dasar tersebut penanganan asma lebih ditujukanpada kedua proses tersebut. Yang masih dalam perdebatanadalah apakah proses inflamasi itu berjalan bersamaan deng-an proses remodelling (secara paralel) ataukah setelah prosesinflamasi kronis baru terjadi proses remodelling (secara

238

Page 3: Diagnosis Asma Pada Anak

Diagnosis dan Penanganan Terkini Asma pada Anak

Maj Kedokt Indon, Volum: 55, Nomor: 3, Maret 2005

sekuensial). Teori terakhir yang dikemukakan Holgate,10

menjelaskan proses remodelling justru terjadi secara paraleldengan proses inflamasi, bukannya sekuensial yang selamaini dikenal, tetapi teori tersebut masih mendapat tantangan.Dengan pengertian bahwa inflamasi sudah terjadi pada saatditegakkan diagnosis asma, maka peran kortikosteroid men-jadi sangat penting, karena sampai saat ini kortikosteroidadalah antiinflamasi yang paling kuat. Pemberian kortikos-teroid yang lama pada anak merupakan perdebatan yang cu-kup lama. Para ahli sepakat bahwa pemberian kortikosteroidsecara sistemik dalam jangka panjang dapat mengganggupertumbuhan anak sehingga harus berhati-hati dan bilamemungkinkan dihindari. Berdasarkan hal tersebut, pem-berian secara topikal menjadi pilihan utama. Pemberian korti-kosteroid secara topikal (dalam hal ini secara inhalasi) dalamwaktu lama (jangka panjang) dengan dosis dan cara yang te-pat tidak menyebabkan gangguan pertumbuhan pada anak.Penggunaan kortikosteroid inhalasi telah dibuktikan keun-tungan dan keamanannya selama digunakan dengan carayang benar. Pemberian yang salah, baik dosis maupun carapemberian, justru akan berdampak negatif terhadap per-tumbuhan anak dan efek samping lainnya seperti moon face,hipertensi, perawakan pendek, dan sebagainya. 11-12

Pada tahap awal, dosis kortikosteroid yang diberikandimulai dengan dosis rendah (pada anak > 12 tahun setaradengan budesonide 200-400 mg, sedangkan pada anak < 12tahun 100-200 mg) dan dipertahankan untuk beberapa saat(6-8 minggu) apabila keadaan asmanya stabil. Pemberiandosis tersebut mempunyai efektifitas yang baik pada asmayang membutuhkan obat pengendali. Selain itu efek sampingyang dikuatirkan yaitu gangguan pertumbuhan tidak terjadidengan kortikosteroid dosis rendah.13-16 Bila gejala asma su-dah stabil dosis dapat diturunkan secara perlahan sampaiakhirnya tidak menggunakan obat lagi. Dikatakan asma stabilapabila tidak ditemukan/minimal gejala asmanya. Penderitadapat tidur dengan baik, aktivitas tidak terganggu, dan kua-litas hidup cukup baik.

Apabila dengan pemberian kortikosteroid dosis rendahhasilnya belum memuaskan, dapat dikombinasi dengan longacting beta-2 agonist (LABA) atau dengan theophyllineslow release (TSR), atau dengan antileukotrien, atau me-ningkatkan dosis kortikosteroid menjadi dosis medium (setaradengan budesonide 200-400 μg). Pemberian kortikosteroidsecara inhalasi tidak mempunyai efek samping terhadap tum-buh kembang anak selama dosis yang diberikan < 400 μgdan dengan cara yang benar. Pada anak dianjurkan tidak me-lebihi 800 μg, karena dengan penambahan dosis korti-kosteroid tersebut tidak akan menambah manfaatnya, tetapijustru meningkatkan efek sampingnya.16 Griffiths,17 menelitipemberian kortikosteroid dosis tinggi (setara dengan flu-tikason propionat 1000 ug) selama minimal 6 bulan tidak mem-berikan gangguan terhadap reduksi metabolisme tulang danbone-age pada penderita asma anak, namun hal itu masihmemerlukan penelitian lebih lanjut.

Pemberian kortikosteroid baik secara sendiri maupunbersama-sama dengan obat pengendali lainnya dapat me-

ningkatkan fungsi paru (arus puncak ekspirasi, PEFR), meng-urangi gejala asma khususnya gangguan tidur malam hari,dan aktivitas sehari-hari.14,15 Penggunaan LABA cukup men-janjikan, karena selain efek bronkodilator dengan lama kerjayang lama (long acting), LABA juga mempunyai efek lainyang masih dalam perdebatan yaitu antiinflamasi.18,19 Demikianpula apa yang dikemukakan oleh Pouwel,20 yang menam-bahkan LABA pada pemberian kortikosteroid. Pene-litian diatas mendapatkan hasil yang cukup menggembirakan yaitudengan penambahan LABA, dosis kortikosteroid dapatditurunkan. Kerjasama keduanya bersifat saling mendukung.Pemberian kortikosteroid dapat meningkatkan reseptor α2-agonis yang justru diperlukan pada tatalaksana asma, se-dangkan pemberian LABA akan menurunkan dosis kortiko-steroid yang secara langsung mengurangi efek samping terha-dap tumbuh kembang anak.

Sebagaimana dijelaskan di atas, pemberian kortikoste-roid bersama dengan LABA sangat menguntungkan. Padasaat ini telah dipasarkan di Indonesia dalam bentuk satusediaan yaitu fluticason-salmeterol, dan budesonid-formoterol. Pemberian kombinasi fluticason-salmeterolmaupun budesonid-formoterol mempunyai efek yang lebihbaik dibandingkan pemberian kortikosteroid dosis ganda(double dose) secara sendiri.21-23 Pada penelitian tersebutsetelah pemberian kombinasi steroid dan LABA selama 12minggu terdapat pengaruh terhadap uji fungsi paru yaitupeningkatan PEF (arus puncak ekspirasi), pengurangan gejalaasma, penurunan penggunaan obat serangan asma.Kombinasi antara kortikosteroid dan LABA telah terbuktiaman selama dosis dan penggunaannya benar.23,24

Selain efek di atas, kombinasi formoterol-budesonidemempunyai efek sebagai reliever yaitu apabila terjadiserangan asma maka dosis dapat ditingkatkan sedangkanbila serangan telah teratasi dosis diturunkan kembali.20 Pem-berian short acting beta-2 agonist (SABA) pada saat serang-an tetap lebih baik dibandingkan LABA karena onset yangcukup cepat. Tidak perlu dikuatirkan akan efek samping terha-dap peningkatan dosis kortikosteroidnya pada saat serangankarena saat ini telah banyak digunakan kortikosteroid inhalasidosis tinggi sebagai terapi ajuvan pada serangan asma selainα2-agonis. Dengan demikian penggabungan di atas mem-punyai keuntungan ganda yaitu selain sebagai controller,dapat digunakan sebagai reliever dalam keadaan darurat.

Dalam melakukan pemilihan kombinasi kortikosteroiddan LABA, selain mempertimbangkan efektivitasnya, jugaharus dilihat bentuk sediaan yang ada. Di Indonesia bentukatau kemasan yang ada adalah dry powder inhaler (DPI)yaitu berisi budesonide-formoterol, dan bentuk metered doseinhaler (MDI) yang berisi fluticasone-salmeterol. Kombinasibudesonide-formoterol mempunyai onset yang lebih cepatdibandingkan dengan fluticason-salmeterol,24 sedangkanflutikasone-salmeterol mempunyai harga yang lebih murahdan mengurangi perawatan di rumah sakit.25 Pada anak sangatdianjurkan menggunakan spacer (alat antara) apabilamenggunakan MDI, karena dapat meningkatkan deposit obatdi paru, mengurangi koordinasi saat menyemprot dan

239

Page 4: Diagnosis Asma Pada Anak

Maj Kedokt Indon, Volum: 55, Nomor: 3, Maret 2005

Diagnosis dan Penanganan Terkini Asma pada Anak

menghirup, serta mengurangi efek samping kandidiasis mulut.Penggunaan DPI harus benar yaitu dengan menghisap secaracepat dan dalam, sehingga penggunaannya harus pada anakyang lebih besar (umumnya di atas 5 tahun).

Penggunaan sodium kromoglikat, nodokromil, dan α2agonis long-acting sebagai contoller (pengendali) telahbanyak dilaporkan. Penggunaan obat α2 agonis long-actingbiasanya digunakan bersama-sama dengan kortikosteroidinhalasi sebagai pengendali.17,18 Saat ini penggunaankromoglikat dan nedokromil untuk tatalaksana jangkapanjang tidak digunakan lagi, karena selain efekantiinflamasinya kurang kuat, juga tidak tersedianya obattersebut.

Selain pengobatan di atas, ada obat lain yang digunakanpada asma yaitu golongan antileukotrien seperti montelukasdan zafirlukas. Penggunaan obat antileukotrien jeniszafirlukas masih terbatas pada anak usia >6 tahun, sedangkanjenis montelukas sudah digunakan pada anak di atas 2 tahun.Mengenai penggunaan obat ini, masih memerlukan penelitianlebih lanjut.26

PNAA membuat pedoman tentang tatacara dan langkah-langkah untuk penggunaan obat controller (lihat diagram2). Setelah ditentukan klasifikasi asma sebagai asma episodiksering atau asma persisten, maka penggunaan controllersudah harus dijalankan. Pertama berikan kortikosteroid dosisrendah. Evaluasi gejala klinis sampai 6-8 minggu. Apabiladalam waktu 6-8 minggu asmanya stabil, maka dosiskortikosteroid diturunkan secara bertahap yang padaakhirnya dapat dihentikan tanpa kortikosteroid. Apabiladalam waktu 6-8 minggu asmanya belum stabil yaitu masihsering terjadi serangan, maka harus menggunakan tahapkedua yaitu berupa kortikosteroid dosis rendah ditambahkanLABA, atau dengan penambahan TSR, atau denganpenambahan antileukotrien, atau dosis kortikosteroiddinaikkan menjadi double dose. Setelah tahap kedua ini, harusdievaluasi ulang keadaan stabilitas asma. Apabila asma stabildalam waktu 6-8 minggu, maka pengobatan dapat diturunkansecara bertahap sampai pada kortikosteroid dosis rendahyang pada akhirnya dapat tanpa obat-obat controller. Apabiladalam waktu 6-8 minggu asmanya belum stabil, makatatalaksana meningkat pada tahap ketiga yaitu meningkatkandosis kortikosteroid menjadi dosis medium ditambah LABA,atau TSR, atau antileukotrien, atau ditingkatkan dosiskortikosteroidnya menjadi dosis tinggi. Apabila dengan dosisini asmanya stabil dalam waktu 6-8 minggu, maka diturunkansecara bertahap ke tahap dua, ke satu dan akhirnya tanpacontroller. Apabila dengan cara tersebut di atas asmanyabelum stabil, maka penggunaan kortikosteroid secara oralboleh digunakan. Penggunaan kortikosteroid oral (sistemik)harus merupakan langkah terakhir tatalaksana asma padaanak. Selain penggunaan obat controller, usaha pencegahanterhadap faktor pencetus harus tetap dilakukan.

Mengenai penggunaan obat antihistamin sebagai obatcontroller pada asma anak tidak dianjurkan karena mempunyaiefek seperti atropin (atropine like effect) yang justrumerugikan penderita. Antihistamin dapat diberikan pada

tatalaksana asma jangka panjang apabila penderita menderitaasma disertai rinitis alergika kronis. Tanpa penyakit penyertarinitis alergika, PNAA tidak menganjurkan pemberianantihistamin pada tatalaksana jangka panjang.

Penggunaan antihistamin generasi terbaru (misalnyasetirizin dan ketotifen) sebagai pencegahan terhadap asmadapat diberikan pada anak yang mempunyai risiko asma yangkuat yaitu riwayat asma pada keluarga dan adanya dermati-tis atopi pada penderita. Pemberian obat ini masih kontro-versi, meskipun ada yang berpendapat akan mempunyai efekyang cukup baik bila digunakan selama 18 bulan.27

KesimpulanAsma merupakan penyakit respiratorik kronis yang

ditandai adanya proses inflamasi yang disertai proses re-modeling. Prevalensi asma meningkat dari waktu ke waktuyang berhubungan dengan pola hidup dan polusi. Klasifikasiasma adalah asma episodik jarang, asma episodik sering,dan asma persisten. Pada asma episodik jarang hanyadiberikan obat reliever saja tanpa controller, sedangkan padaasma episodik sering dan persisten diperlukan terapi jangkapanjang (controller). Pada terapi jangka panjang setelahdiberikan kortikosteroid dosis rendah kurang memuaskandapat diberikan terapi kombinasi kortiksteroid dosis rendahdan LABA, atau TSR, atau antileukotrien. Terapi kombinasitersebut dapat memperbaiki uji fungsi paru, gejala asma, danaktivitas sehari-hari yang pada akhirnya meningkatkankualitas hidup anak asma. Dengan kombinasi di atas, dosiskortikosteroid dapat diturunkan sehingga efek sampingterhadap tumbuh kembang anak dapat dikurangi. Terapikombinasi tersebut merupakan suatu harapan baru dalamtatalaksana asma.

Daftar Pustaka1. Koenig JQ. Air pollution and asthma. J Allergy Clin Immunol

1999; 104:717-22.2. Lenfant C, Khaltaev N. Global Initiative for Asthma. NHLBI/

WHO Workshop Report 2002.3. Wantania JM. Tinjauan hasil penelitian multisenter mengenai

prevalensi asma pada anak sekolah dasar di Indonesia.Disampaikan pada Kongres Nasional Ilmu Kesehatan Anak IX,Semarang, 13-17 Juni 1993.

4. UKK Pulmonologi PP IDAI. Pedoman Nasional Asma Anak.UKK Pulmonologi 2004.

5. Fish JE, Peters SP. Airway remodeling and persistent airwayobstruction in asthma. J Allergy Clin Immunol 1999;104:509-16.

6. Davies DE, Wick J, Powell RM, Puddicombe SM, Holgate ST.Airway remodeling in asthma: New insights. J Allergy ClinImmunol 2003;11:215-25.

7. Warner JO, Naspitz CK. Third International Pediatric Consen-sus Statement on the Management of Childhood Asthma. PediatrPulmonol 1998;25:1-17.

8. Martinez FD. Links between pediatric and adult asthma. J Al-lergy Clin Immunol 2001;107:S449-55.

9. Gibbs MA, Camargo CA, Rowe BH, Silverman RA. State of theart: Therapeutic controversies in severe acute asthma. Acad EmergMed 2000;7:800-15.

10. Holgate ST, Davies DE, Lackie PM, Wilson SJ, Puddicombe SM,Lordan JL. Epithelial-mesenchimal interactions in the patho-genesis of asthma. J Allergy Clin Immunol 2000;105:193-204.

240

Page 5: Diagnosis Asma Pada Anak

11. Markus PJFM, van Pelt W, van Houwelingen JC, van Essen-Zandvliet LEM, Duiverman EJ, Kerrebijn KF, et al. Inhaled cor-ticosteroids and growth of airway function in asthmatic children.Eur Respir J 2004;23:861-8.

12. Allen DB. Safety of inhaled corticosteroids in children. PediatrPulmonol 2002;33:208-20.

13. Pauwels RA, Yernault JC, Demedts MG, Geusen P. Safety andefficacy of fluticasone and beclomethasone in moderate to se-vere asthma. Am J Respir Care Med 1998;157:827-32.

14. van der Molen T, Kerstjens HAM. Starting inhaled corticoster-oids in asthma: when, how high, and how long. Eur Respir J2000;15:3-4.

15. Gershman NH, Wong HH, Liu JT, Fahy JV. Low- and high-dosefluticasone propionate in asthma: effects during and after treat-ment. Eur Respir J 2000;15:11-6.

16. Fahy JV, Boushey HA. Effect of low –dose beclomethasonedipropionate on asthma control and airway inflammation. EurRespir J 1998;11:1240-7.

17. Griffiths AL, Sim D, Strauss B, Rodda C, Armstrong D, FreezerN. Effect of high-dose fluticasone propionate on bone densityand metabolism in children with asthma. Pediatr Pulmonol 2004;37:116-21.

18. Durham S. Long acting inhaled b2-agonists: anti-inflamatoryeffects not evident during treatment of day to day asthma. EurRespir J 1999;14:249-50.

19. Roberts JA, Bradding P, Britten KM, Walls AF, Wilson S, et al.The long-acting b2-agonist salmeterol xinafoate: effect on air-way inflammation in asthma. Eur Respir J 1999; 14:275-82.

20. Pauwels . RA, Lofdahl CG, Postma DS, et al. Effect of inhaledformoterol and budesonide on exacerbations of asthma. N Engl JMed 1997;337:1405-11.

21. Tal A, Simon G, Vermeulen JH, Petru V, Cobos N, Everald ML, etal. Budesonide/formoterol in a single inhaler versus inhaled cor-ticosteroids alone in the treatment of asthma. Pediatr Pulmonol2002;34:342-50

22. Palmqvist M, Arvidson P, Beckman O, Peterson S, Lotvall J.Onset of bronhodilation of budesonide/formoterol vs. salmeterol/fluticasone in single inhalers. Pulmonary Pharmacol Ther2001;14:29-34.

23. Woolcock A, Lundback BO, Ringdal N, Jacques LA. Comparisonof addition of salmeterol to inhaled steroids with doubling of thedose of inhaled steroids. Am Respir Crit Care Med 1996;153:1481-8.

24. Zimmerman B, D’Urzo A, Berube D. Efficacy and safety offormoterol turbuhaler when added to inhaled corticosteroid treat-ment in children with asthma. Pediatr Pulmonol 2004; 37:122-7.

25. Ringdal N, Chuchalin A, Chovan L, Tudoric N, Maggi E, White-head PJ. Evaluation of different inhaled combination therapies(EDICT): a randomized, double-blind comparation of seretideTM

(50/250 ug bd diskusTM) vs. formoterol (12 mg bd) and budesonide(800 ug bd) given concurrently (both via turbuhalerTM) in pa-tients with moderate-to-severe asthma. Respir Med 2002;96:851-61.

26. Nooman MJ, Chervinsky P, Zhang J, Kundu S, McBurney J, et al.Montelukast, a potent leukotriene receptor antagonist, causesdose-related improvements in chronic asthma. Eur Respir J1998;11:1232-9.

27. Cartier A. Anti Allergic Drugs. In: O’Byme PM, Thomson NC(eds). Manual of asthma management, 2nd ed, London: Saunders;2001.p.197-201.

Diagnosis dan Penanganan Terkini Asma pada Anak

Maj Kedokt Indon, Volum: 55, Nomor: 3, Maret 2005

NMD

241

Page 6: Diagnosis Asma Pada Anak

Maj Kedokt Indon, Volum: 55, Nomor: 3, Maret 2005

Diagram 1. Alur diagnosis asma anak

Batuk dan Mengi

Riwayat PenyakitPemeriksaan Fisik

Uji tuberkulin

Patut diduga asma: Tidak jelas asma:- episodik - timbul masa neonatus- nokturnal/morning dip - gagal tumbuh- musiman - infeksi kronik- pasca aktivitas fisik - muntah/tersedak- riwayat atopi penderita/keluarga - kelainan fokal paru

- kelainan sistem kardiovaskular

Jika memungkinkan, periksa peak flow Pertimbangkan pemeriksaan:meter atau spirometer untuk menilai: - foto Rontgen toraks & sinusreversibilitas (> 15%) - uji faal paruvariabilitas (> 15%) - respons terhadap bronkodilator

- uji provokasi bronkus- uji keringat- uji imunologis

Berikan bronkodilator Tidak berhasil - pemeriksaan motilitas silia- pemeriksaan refluks GE

Berhasil

Mungkin asma Tidak mendukung Mendukungdiagnosis lain diagnosis lain

Tentukan derajat & pencetusnyaBila asma sedang/berat: foto Rontgen Diagnosis & pengobatan alternatif

Berikan obat antiasma:tidak berhasil nilai ulang Pertimbangkan asma sebagai Bukandiagnosis dan ketaatan berobat penyakit penyerta asma

Diagnosis dan Penanganan Terkini Asma pada Anak

242

Page 7: Diagnosis Asma Pada Anak

Maj Kedokt Indon, Volum: 55, Nomor: 3, Maret 2005

Diagram 2

Asma episodik jarang Obat pereda: βββββ-agonis atau teofilin (hirupan atau oral) bila perlu

3-4 minggu,obat dosis/minggu > 3x < 3x

Asma episodik sering Tambahkan obat pengendali:atau steroid hirupan dosis rendah *)asma persisten

6-8 minggu, respons (-) (+)

Obat pengendali: ganti dengan steroid hirupan dosis mediumatau pertimbangkan penambahan salah satu obat:- β-agonis kerja panjang- antileukotrien- teofilin lepas lambat

6-8 minggu, respons (-) (+)

Naikkan dosis steroid hirupan (dosis tinggi) atau pertimbangkanpenambahan salah satu obat:- β-agonis kerja panjang- antileukotrien- teofilin lepas lambat

6-8 minggu, respons (-) (+)

Tambahkan steroid oral

*) Antihistamin generasi baru dapat digunakan pada penderita balita dan/atau asma tipe rinitis

Diagnosis dan Penanganan Terkini Asma pada Anak

243