tk asma pada anak

45
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asma adalah penyakit saluran napas kronik yang penting dan merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius di berbagai negara di seluruh dunia. Penyakit ini dapat timbul pada semua usia meskipun paling banyak pada anak. Asma dapat bersifat ringan dan tidak mengganggu aktivitas, akan tetapi dapat bersifat menetap dan mengganggu aktivitas bahkan kegiatan harian (Mangunnegoro, 2004). Asma merupakan penyakit respiratorik kronis yang paling sering dijumpai pada anak. Prevalensi asma meningkat dari waktu ke waktu baik di negara maju maupun negara sedang berkembang. Peningkatan tersebut diduga berkaitan dengan pola hidup yang berubah dan peran faktor lingkungan terutama polusi baik indoor maupun outdoor (Lenfant and Khaltaev, 2002). Asma merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia, dan penderita asma di dunia diperkirakan 300 juta anak-anak dan 1

Upload: fida-ferrero

Post on 26-Dec-2015

142 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

TK asma pada anak

TRANSCRIPT

Page 1: TK Asma Pada anak

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Asma adalah penyakit saluran napas kronik yang penting dan merupakan

masalah kesehatan masyarakat yang serius di berbagai negara di seluruh dunia.

Penyakit ini dapat timbul pada semua usia meskipun paling banyak pada anak.

Asma dapat bersifat ringan dan tidak mengganggu aktivitas, akan tetapi dapat

bersifat menetap dan mengganggu aktivitas bahkan kegiatan harian

(Mangunnegoro, 2004).

Asma merupakan penyakit respiratorik kronis yang paling sering dijumpai

pada anak. Prevalensi asma meningkat dari waktu ke waktu baik di negara maju

maupun negara sedang berkembang. Peningkatan tersebut diduga berkaitan

dengan pola hidup yang berubah dan peran faktor lingkungan terutama polusi

baik indoor maupun outdoor (Lenfant and Khaltaev, 2002).

Asma merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia, dan penderita

asma di dunia diperkirakan 300 juta anak-anak dan dewasa (GINA, 2012).

Berbagai faktor mempengaruhi tinggi rendahnya prevalensi asma di suatu

tempat, antara lain umur, gender, ras, sosio-ekonomi dan faktor lingkungan.

Faktor- faktor tersebut mempengaruhi prevalensi asma, terjadinya serangan

asma, berat ringannya serangan, derajat asma dan kematian karena penyakit

asma (Warner et al, 2001).

1

Page 2: TK Asma Pada anak

Penatalaksanaan asma pada anak bertujuan untuk mencegah terjadinya

serangan asma seminimal mungkin sehingga memungkinkan anak dapat tumbuh

dan berkembang secara optimal sesuai dengan usianya. Serangan asma

biasanya mencerminkan kegagalan pencegahan asma, kegagalan tatalaksana

asma jangka panjang dan kegagalan penghindaran dari faktor pencetus

(Stempel, 2003).

Tatalaksana asma dibagi dalam 2 kelompok besar yaitu saat serangan

asma dan diluar serangan asma. Pada saat serangan dilakukan prediksi derajat

serangan kemudian diberikan tatalaksana sesuai dengan derajatnya. Tujuan

tatalaksana serangan asma akut adalah untuk mengurangi atau menghilangkan

hipoksemia dan gejala secepatnya. Sedangkan tatalaksana asma jangka

panjang bertujuan untuk mencegah terjadinya serangan asma dan

mengendalikan asma secara menyeluruh. Medikamentosa yang digunakan

dibagi menjadi 2 kelompok besar yaitu obat yang diberikan pada saat serangan

disebut sebagai pereda (reliever) sedangkan terapi untuk penanganan jangka

panjang disebut pengendali (controller) (Rahajoe et al, 2004).

2

Page 3: TK Asma Pada anak

BAB 2

ASMA PADA ANAK

2.1 Definisi

GINA mendefinisikan asma sebagai gangguan inflamasi kronis saluran

nafas yang ditandai oleh obstruksi jalan napas total atau parsial, dengan banyak

elemen selular yang berperan. Inflamasi kronis berhubungan dengan

hiperresponsivitas jalan napas yang menyebabkan episode berulang dari

wheezing, sesak nafas, rasa dada tertekan, dan batuk, khususnya pada malam

atau dini hari. Gejala tersebut biasanya berhubungan dengan penyempitan jalan

napas yang luas namun bervariasi, yang biasanya bersifat reversibel baik secara

spontan maupun dengan pengobatan (GINA, 2012).

Pedoman Nasional Asma Anak di dalam batasan operasionalnya

menyepakati kecurigaan asma apabila anak menunjukkan gejala batuk dan/atau

mengi yang timbul secara episodik, cenderung pada malam hari/dini hari

(nokturnal), musiman, setelah aktivitas fisik, serta adanya riwayat asma dan atopi

pada penderita atau keluarganya (Rahajoe et al, 2004).

2.2 Epidemiologi

Walaupun banyak tulisan tentang epidemiologi asma pada anak, data

yang ada sangat heterogen karena tidak adanya kesamaan definisi dan metode

pengambilan data. Prevalensi terjadinya wheezing selama 12 bulan terakhir

bervariasi dari 1,6% - 36,7% pada anak-anak usia 13-14 tahun di negara

3

Page 4: TK Asma Pada anak

berbeda. Dan dilaporkan kejadian wheezing pada usia 6-7 tahun berkisar antara

0,8% - 32,1% (van Aalderen, 2012). Pada tahun 2011 di seluruh AS diperkirakan

sebanyak 7,1 juta anak kurang dari 18 tahun menderita asma, dan sebanyak 4,1

juta anak mengalami serangan asma sepanjang tahun 2011 (American Lung

Association, 2011).

Di AS asma diderita sekitar 8,5% anak-anak dan merupakan penyebab

utama perawatan RS dan tidak masuk sekolah pada anak. Meningkatnya

prevalensi asma pada kulit hitam dibandingkan kulit putih (3,0% pada kulit putih

dan 7,2% pada anak kulit hitam) berhubungan dengan usia maternal yang lebih

muda, kehidupan di pusat kota, pendapatan keluarga, berat badan lahir rendah,

dan overweight atau obesitas (Herzog and Cunningham-Rundles, 2011).

Pada anak-anak laki-laki lebih besar risiko asma dibanding perempuan.

Sebelum usia 14 tahun prevalensi asma pada anak laki-laki hampir 2 kali anak

perempuan. Namun pada usia yang lebih tua prevalensi asma antara anak laki-

laki dan perempuan hampir sama. Sedang pada usia dewasa perempuan lebih

banyak menderita asma dibanding laki-laki. Penyebab pengaruh jenis kelamin ini

belum jelas (GINA, 2012).

World Health Organization (WHO) memperkirakan sekitar 15 juta

disability-adjusted life years (DALYs) yang hilang karena asma, menunjukkan

beban 1% total beban penyakit global. Kematian diseluruh dunia akibat asma

diperkirakan sekitar 250.000 diseluruh dunia dan mortalitas nampaknya tidak

berhubungan dengan prevalensi (GINA, 2012).

2.3 Faktor Risiko

Faktor-faktor yang mempengaruhi risiko asma dapat dibagi menjadi faktor

yang menyebabkan berkembangnya asma dan faktor yang memicu gejala asma

4

Page 5: TK Asma Pada anak

atau keduanya. Faktor tersebut meliputi faktor pejamu (host) dan faktor

lingkungan. Bagaimanapun mekanisme hal tersebut mempengaruhi

perkembangan dan ekspresi asma merupakan hal yang rumit dan menarik

(GINA, 2012).

Faktor pejamu disini termasuk predisposisi genetik yang mempengaruhi

untuk berkembangnya asma yaitu genetik asma, alergik (atopi), atau

hipereaktivitas bronkus, faktor jenis kelamin dan ras, serta obesitas. (GINA,

2012).

Faktor lingkungan mempengaruhi individu dengan kecenderungan

predisposisi asma untuk berkembang menjadi asma, menyebabkan terjadinya

eksaserbasi dan atau menyebabkan gejala-gejala menetap. Yang merupakan

faktor lingkungan yaitu alergen baik dalam ruangan maupun di luar ruangan,

sensitisasi lingkungan kerja, asap rokok, polusi udara, adanya infeksi

pernapasan terutama virus, diet, serta status ekonomi (GINA, 2012)

2.4 Patogenesis Asma

Asma merupakan suatu proses inflamasi kronik yang khas, melibatkan

dinding saluran respiratorik, menyebabkan terbatasnya aliran udara dan

peningkatan reaktivitas saluran napas. Gambaran khas adanya inflamasi saluran

respiratorik adalah aktivasi eosinofil, sel mast, makrofag, dan sel limfosit. T pada

mukosa dan lumen saluran respiratorik. Proses inflamasi ini terjadi meskipun

asmanya ringan atau tidak bergejala (Warner, 2001).

Pada banyak kasus terutama pada anak dan dewasa muda, asma

dihubungkan dengan manifestasi atopi melalui mekanisme IgE-dependent. Pada

populasi diperkirakan faktor atopi memberikan kontribusi pada 40 % penderita

asma anak dan dewasa (Setiawati dan Makmuri, 2006).

5

Page 6: TK Asma Pada anak

Reaksi imunologik yang timbul akibat paparan dengan alergen pada

awalnya menimbulkan fase sensitisasi. Akibatnya terbentuk Ig E spesifik oleh sel

plasma. Ig E melekat pada Fc reseptor pada membran sel mast dan basofil. Bila

ada rangsangan berikutnya dari alergen serupa, akan timbul reaksi asma cepat

( immediate asthma reaction). Terjadi degranulasi sel mast, dilepaskan mediator-

mediator: histamin, leukotrien C4 (LTC4), prostaglandin D2(PGD2), tromboksan

A2, tryptase. Mediator-mediator tersebut menimbulkan spasme otot bronkus,

hipersekresi kelenjar, edema, peningkatan permeabilitas kapiler, disusul dengan

akumulasi sel eosinofil. Gambaran klinis yang timbul adalah serangan asma akut.

Keadaan ini akan segera pulih kembali (serangan asma hilang) dengan

pengobatan (Setiawati dan Makmuri, 2006).

Setelah 6- 8 jam maka terjadi proses selanjutnya , disebut reaksi asma

lambat (late asthma reaction). Akibat pengaruh sitokin IL3, IL4, GM-CSF yang

diproduksi oleh sel mast dan sel limfosit T yang teraktivasi, akan mengaktifkan

sel-sel radang : eosinofil, basofil, monosit dan limfosit. Sedikitnya ada dua jenis

T-helper (Th), limfosit subtipe CD4+ telah dikenal profilnya dalam produksi

sitokin. Meskipun kedua jenis limfosit T mensekresi IL-3 dan granulocyte –

macrophage colony – stimulating factor (GM – CSF), Thl terutama memproduksi

IL – 2, IF gamma dan TNF beta sedangkan Th2 terutama memproduksi sitokin

yang terlibat dalam asma, yaitu IL-4, IL-5, IL-9, IL-13, dan IL-16. Sitokin yang

dihasilkan oleh Th2 bertanggungjawab atas terjadinya reaksi hipersensitivitas

tipe lambat . Masing –masing sel radang berkemampuan mengeluarkan mediator

inflamasi. Eosinofil memproduksi LTC4, Eosinophil Peroxidase (EPX), Eosinophil

Cathion Protein (ECP) dan Major Basic Protein (MBP). Mediator-mediator

tersebut merupakan mediator inflamasi yang menimbulkan kerusakan jaringan.

6

Page 7: TK Asma Pada anak

Sel basofil mensekresi histamin, LTC4, PGD2. Mediator tersebut dapat

menimbulkan bronkospasme. Sel makrofag mensekresi IL8, platelet activating

factor (PAF), regulated upon activation novel T cell expression and presumably

secreted (RANTES). Semua mediator diatas merupakan mediator inflamasi yang

meningkatkan proses keradangan, mempertahankan proses inflamasi. Mediator

inlamasi tersebut akan membuat kepekaan bronkus berlebihan, sehingga

bronkus mudah konstriksi, kerusakan epitel, penebalan membrana basalis dan

terjadi peningkatan permeabilitas bila ada rangsangan spesifik maupun non

spesifik.Secara klinis, gejala asma menjadi menetap, penderita akan lebih peka

terhadap rangsangan. Kerusakan jaringan akan menjadi irreversibel bila paparan

berlangsung terus dan penatalaksanaan kurang adekuat (Warner, 2001; Lenfant

and Khaltaev, 2002).

Remodeling Saluran Napas

Proses inflamasi kronik pada asma akan menimbulkan kerusakan

jaringan yang secara fisiologis kan diikuti oleh proses penyembuhan (healing

process) yang menghasilkan perbaikan (repair) dan pergantian sel-sel mati atau

rusak dengan sel-sel yang baru. Proses penyembuhan tersebut melibatkan

regenerasi atau perbaikan jaringan yang rusak dengan jenis sel parenkim yang

sama dan pergantian jaringan yang rusak dengan jaringan penyambung yang

menghasilkan skar. Pada asma, kedua proses tersebut berkontribusi dalam

proses penyembuhan dan inflamasi yang kemudian akan menghasilkan

perubahan struktur yang mempunyai mekanisme sangat kompleks dan belum

banyak diktahui yang dikenal dengn airway remodeling. Mekanisme tersebut

sangat heterogen dengan proses yang sangat dinamis dari diferensiasi, migrasi,

maturasi, dediferensiasi sel sebagaimana deposit jaringan penyambung dengan

7

Page 8: TK Asma Pada anak

diikuti oleh pergantian atau perubahan struktur dan fungsi yang dipahami

sebagai fibrosis dan peningkatan otot polos dan kelenjar mucus. Kerusakan

epitel bronkus adalah akibat dilepaskannya sitokin dari sel inflamasi seperti

eosinofil. Kini dibuktikan bahwa otot polos saluran napas juga memproduksi

sitokin dan kemokin seperti eotaxin, RANTES, GM-CSF dan IL-5, juga faktor

pertumbuhan dan mediator lipid, sehingga mengakibatkan penumpukan kolagen

di lamina propia (Warner, 2001).

Pada proses remodeling yang berperan adalah sitokin IL4, TGF beta dan

Eosinophil Growth Factor (EGF). TGF beta merangsang sel fibroblast

berproliferasi, epitel mengalami hiperplasia, pembentukan kolagen bertambah.

Akibat proses remodeling tersebut terjadi pelepasan epitel yang rusak, jaringan

membrana basalis mukosa menebal (pseudothickening), hiperplasia kelenjar,

edema submukosa, infiltrasi sel radang dan hiperplasia otot. Perubahan

semacam ini tidak memberikan perbaikan klinis, tetapi mengakibatkan

penyempitan lumen bronkus yang persisten dan memberikan gambaran klinis

asma kronis (Warner, 2001; Lenfant and Khaltaev, 2002).

Proses remodeling terjadi akibat kerusakan epitel bronkus yang

disebabkan oleh proses inflamasi kronis. Konsekuensi klinis airway remodeling

adalah peningkatan gejala pada asma seperti hipereaktivitas jalan napas,

regangan jalan napas dan obstruksi jalan napas. Sehingga apabila obat

antiinflamasi tidak diberikan sedini mungkin sebagai profilaksis, maka inflamasi

berlangsung terus dan obstruksi saluran napas menjadi irreversibel dan proses

remodeling bertambah hebat. Pada penelitian terhadap anak dengan riwayat

keluarga atopi yang belum bermanifestasi sebagai asma ternyata ditemukan

infiltrasi eosinofil dan penebalan lamina retikularis. Hal ini diduga bahwa proses

8

Page 9: TK Asma Pada anak

remodeling telah terjadi sebelum atau bersamaan dengan proses inflamasi.

Apabila intervensi dini diberikan segera setelah gejala asma timbul, bisa jadi

tindakan kita telah terlambat untuk mencegah terjadinya proses remodeling

(Mangunnegoro, 2004).

2.5 Patofisiologi Asma

Inflamasi saluran napas yang ditemukan pada pasien asma diyakini

merupakan hal yang mendasari gangguan fungsi saluran pernapasan berupa

obstruksi saluran napas yang menyebabkan hambatan aliran udara yang dapat

kembali secara spontan atau setelah pengobatan. Perubahan fungsional yang

dihubungkan dengan gejala khas pada asma; batuk, sesak dan wheezing dan

disertai hipereaktivitas saluran respiratorik terhadap berbagai rangsangan. Batuk

sangat mungkin disebabkan oleh stimulasi saraf sensoris pada saluran

respiratorik oleh mediator inflamasi dan terutama pada anak, batuk berulang bisa

jadi merupakan satu-satunya gejala asma yang ditemukan (Sharma, 2009).

Proses patologi pada serangan asma termasuk adanya konstriksi

bronkus, udema mukosa dan infiltrasi dengan sel-sel inflamasi (eosinofil, netrofil,

basofil, makrofag) dan deskuamasi sel-sel epitel. Dilepaskannya berbagai

mediator inflamasi seperti histamin, lekotriene C4, D4 dan E4, P.A.F yang

mengakibatkan adanya konstriksi bronkus, edema mukosa dan penumpukan

mukus yang kental dalam lumen saluran nafas. Sumbatan yang terjadi tidak

seragam/merata di seluruh paru. Atelektasis segmental atau subsegmental dapat

terjadi. Sumbatan jalan nafas menyebabkan peningkatan tahanan jalan nafas

yang tidak merata di seluruh jaringan bronkus, menyebabkan tidak padu

padannya ventilasi dengan perfusi (ventilation-perfusion mismatch). Hiperinflasi

paru yang merupakan kompensasi kaibat obstruksi saluran napas menyebabkan

9

Page 10: TK Asma Pada anak

penurunan compliance paru, sehingga terjadi peningkatan kerja nafas.

Peningkatan tekanan intrapulmonal yang diperlukan untuk ekspirasi melalui

saluran nafas yang menyempit, dapat makin mempersempit atau menyebabkan

penutupan dini saluran nafas, sehingga meningkatkan resiko terjadinya

pneumotoraks. Peningkatan tekanan intratorakal mungkin mempengaruhi arus

balik vena dan mengurangi curah jantung yang bermanisfestasi sebagai pulsus

paradoksus (Sharma, 2009).

Ventilasi perfusi yang tidak padu padan, hipoventilasi alveolar, dan

peningkatan kerja nafas menyebabkan perubahan dalam gas darah. Pada awal

serangan, untuk mengkompensasi hipoksia terjadi hiperventilasi sehingga kadar

PaCO2 yang akan turun dan dijumpai alkalosis respiratorik. Selanjutnya pada

obstruksi jalan nafas yang berat, akan terjadi kelelahan otot nafas dan

hipoventilasi alveolar yang berakibat terjadinya hiperkapnia dan asidosis

respiratorik. Karena itu jika dijumpai kadar PaCO2 yang cenderung naik walau

nilainya masih dalam rentang normal, harus diwaspadai sebagai tanda kelelahan

dan ancaman gagal nafas. Selain itu dapat terjadi pula asidosis metabolik akibat

hipoksia jaringan dan produksi laktat oleh otot nafas. Hipoksia dan asidosis dapat

menyebabkan vasokontriksi pulmonal, namun jarang terjadi komplikasi cor

pulmonale. Hipoksia dan vasokontriksi dapat merusak sel alveoli sehingga

produksi surfaktan berkurang atau tidak ada, dan meningkatkan resiko terjadinya

atelektasis (Sharma, 2009).

2.6 Diagnosis

Pada anak-anak usia prasekolah (5 tahun atau kurang) sangat sulit

mendegakkan diagnosis asma. Wheezing episodik sangat umum terjadi bahkan

10

Page 11: TK Asma Pada anak

pada anak yang tidak menderita asma dan terutama pada usia kurang dari 3

tahun. 3 kategori wheezing pada anak kurang dari 5 tahun (GINA, 2012) :

- Transient early wheezing : wheezing terjadi pada 3 tahun pertama.

Biasanya berhubungan dengan prematuritas dan orang tua yang merokok

- Persistent early-onset wheezing (sebelum 3 tahun) : anak-anak yang

mempunyai episode wheezing berulang yang berhubungan dengan

infeksi vral jalan napas, dan tidak ada faktor atopi ataupun riwayat atopi

dalam keluarga. Gejala biasanya menetap sampai usia 12 tahun pada

sebagian besar populasi ini.

- Late-onset wheezing/asthma : anak-anak pada kelompok ini mempunyai

asma yang menetap selama masa anak-anak hingga dewasa. Ditandai

adanya latar belakang atopi, sering disertai eksim, dan patologi jalan

napas sesuai asma.

Pada tahun 2008, ERS mendefinisikan wheezing pada masa prasekolah

menjadi 2 fenotipe, yaitu “episodic viral wheeze” dan “multiple trigger wheeze”.

“Episodic viral wheeze” didefinisikan sebagai fenotipe di mana wheezing hanya

terjadi selama infeksi atau flu karena virus. “Multiple trigger wheeze” lebih

menyerupai asma dimana wheezing juga terjadi tanpa flu dan selama kativitas

fisik, tertawa, dan semacamnya (VanAalderen, 2012).

11

Page 12: TK Asma Pada anak

Tabel 2.1 Karakteristik “episodic viral wheeze” dan “multiple trigger wheeze”

“Episodic viral wheeze” “Multiple trigger wheeze”Definisi Wheezing pada waktu yang

berlainan, sering berhubungan dengan adanya infeksi/flu viral

Wheezing yang menunjukkan eksaserbasi yang terpisah tetapi terdapat gejala di antara episode

Pencetus Infeksi virus Infeksi virus, merokok, paparan alergen, paparan debu, menangis, dan aktivitas

Faktor yang mungkin mendasari

Gangguan fungsi paru yang sudah ada, paparan asap rokok, prematuritas, atopi

Inflamasi eosinofilik

Terapi dengan ICS kontinyu Sedikit atau tidak ada manfaat Berkurangnya gejala secara signifikan

Terapi dengan montelukast Manfaat sedang Penurunan sedang eksaserbasi

Outcome jangka panjang Menurun seiring waktu (<6 tahun) dapat berlanjut pada usia sekolah sebagai “episodic viral wheeze” dan dapat berubah menjadi “multiple trigger wheeze”

Dapat berlanjut hingga dewasa sebagai asma

(Dikutip dari VanAalderen, 2012)

Kategori gejala yang sugestif kuat untuk diagnosis asma: episode

berulang wheezing yang sering (lebih dari sekali sebulan), wheezing dipicu oleh

aktivias, batuk malam hari pada periode tanpa infeksi virus, tidak adanya variasi

musim pada wheezing, dan gejala yang menetap hingga 3 tahun (GINA, 2012).

Sehubungan dengan kesulitan mendiagnosis asma pada anak kecil.,

khususnya anak di bawah 3 tahun, respons yang baik terhadap obat

bronkodilator dan steroid sistemik (5 hari) dan dengan penyingkiran penyakit lain

diagnosis asma menjadi lebih definitif. Untuk anak yang sudah besar (>6 tahun)

pemeriksaan faal paru sebaiknya dilakukan. Uji fungsi paru yang sederhana

dengan peak flow meter, atau yang lebih lengkap dengan spirometer. Uji

provokasi bronkus dengan histamin, metakolin, latihan (exercise), udara kering

dan dingin atau dengan NaCl hipertonis, sangat menunjang diagnosis.

Pemeriksaan ini berguna untuk mendukung diagnosis asma anak melalui 3 cara

yaitu didapatkannya (Lenfant and Khataev, 2002).

12

Page 13: TK Asma Pada anak

1. Variabilitas pada PFR atau FEVI > 15 %

Variablitas harian adalah perbedaan nilai (peningkatan / penurunan) hasil

PFR dalam satu hari. Penilaian yang baik dapat dilakukan dengan variabilitas

mingguan yang pemeriksaan berlangsung > 2 minggu.

2. Reversibilitas pada PFR atau FEVI > 15%

Reversibilitas adalah perbedaan nilai (peningkatan) PFR atau FEVI setelah

pemberian inhalasi bronkodilator.

3. Penurunan > 20 % pada FEVI (PD20 atau PC20) setelah provokasi bronkus

dengan metakolin atau histamin.

Pada anak dengan gejala dan tanda asma yang jelas, serta respons

terhadap pemberian obat bronkodilator baik sekali, maka tidak perlu pemeriksaan

diagnostik lebih lanjut. Bila respons terhadap obat asma tidak baik, sebelum

memikirkan diagnosis lain, maka perlu dinilai dahulu beberapa hal. Hal yang

perlu dievaluasi adalah apakah penghindaran terhadap pencetus sudah

dilakukan, apakah dosis obat sudah adekuat, cara dan waktu pemberiannya

sudah benar, serta ketaatan pasien baik. Bila semua aspek tersebut sudah

dilakukan dengan baik dan benar. Maka perlu dipikirkan kemungkinan diagnosis

bukan asma (Rahajoe et al, 2004).

Di Indonesia, tuberkulosis (TB) masih merupakan penyakit yang banyak

dijumpai dan salah satu gejalanya adalah batuk kronik berulang. Oleh karena itu

uji tuberkulin perlu dilakukan baik pada kelompok yang patut diduga asma

maupun yang bukan asma (lihat alur diagnosis asma, ). Dengan cara tersebut di

atas, maka penyakit tuberkulosis yang mungkin bersamaan dengan asma akan

terdiagnosis dan diterapi. Pasien TB yang memerlukan steroid untuk pengobatan

asmanya, steroid sistemik jangka pendek atau steroid inhalasi tidak akan

13

Page 14: TK Asma Pada anak

memperburuk tuberkulosisnya karena sudah dilindungi dengan obat TB. Menurut

pengamatan di lapangan,sering terjadi overdiagnosis TB dan underdiagnosis

asma, karena pada pasien anak dengan batuk kronik berulang sering kali yang

pertama kali dipikirkan adalah TB, bukan asma (Rahajoe et al, 2004).

Berbagai model prediktif indikator klinis untuk membantu diagnosis asma

pada anak telah diusulkan. Castro-Rodriguez et al (2000) mengusulkan Asthma

Predictive Index (API) untuk menilai wheezing pada anak yang akan berlanjut

hingga usia dewasa (Tabel 2.2) (VanAalderen, 2012).

Tabel 2.2 Asthma Predictive Index

(1) Riwayat periode wheezing > 4 episode dan setidaknya 1 kali didiagnosis dokter

(2) Ditambah anak memiliki setidaknya 1 kriteria mayor dan > kriteria minor

Kriteria mayor Kriteria minor

(i) Riwayat asma pada orang tua (i) Sensitisasi alergi terhadap susu, telur, atau kacang

(ii) Didiagnosis dermatitis alergi (ii) Wheezing yang tidak berhubungan dengan flu

(iii) Sensitisasi alergi terhadap > aero-alergen

(iii) Eosinofil darah > 4%

(Dikutip dari VanAalderen, 2012)

2.7 Klasifikasi Asma

Pedoman Nasional Asma Anak membagi asma anak menjadi 3 derajat

penyakit, dengan kriteria seperti dapat dilihat dalam Tabel 2.3. Sedangkan GINA

(2009) membagi klasifikasi asma berdasarkan tingkat kontrol asma menjadi 3,

yaitu Terkontrol, Terkontrol Sebagian, dan Tidak Terkontrol (Tabel 2.4) (GINA,

2009).

14

Page 15: TK Asma Pada anak

Tabel 2.3 Klasifikasi Derajat Asma pada Anak Berdasarkan Pedoman Nasional Asma Anak

Parameter klinis, kebutuhan obat dan

faal paru

Asma episodik jarang

Asma episodik sering

Asma persisten

Frekuensi serangan < 1 x/bulan > 1 x/bulan Sering

Lama serangan < 1 minggu >1 minggu Hampir sepanjang tahun, hampir tidak ada remisi

Intensitas serangan Biasanya ringan Biasanya sedang Biaanya beratDi antara serangan Tanpa gejala Sering ada gejala Gejala siang dan

malamTidur dan aktivitas Tidak terganggu Sering terganggu Sangat tergangguPemeriksaan fisik di luar seranga

Normal (tidak ditemukan kelainan)

Mungkin terganggu (ditemukan kelainan)

Tidak pernah normal

Obat pengendali (anti inflamasi)

Tidak perlu Perlu, steroid Perlu, steroid

Uji faal paru (di luar serangan)

PEF/FEV1 > 80% PEF/FEV1 60-80% PEF/FEV1 < 60% variabilitas 20-30%

Variabilitas faal paru Variabilitas > 15% Variabilitas > 30% Variabilitas > 50%(Dikutip dari Rahajoe et al, 2004)

Tabel 2.4 Klasifikasi Asma Berdasarkan Tingkat Kontrol Asma (GINA)

15

Page 16: TK Asma Pada anak

(Dikutip dari GINA, 2009)2.8 Penatalaksanaan Asma Pada Anak

Tujuan tatalaksana asma anak secara umum adalah untuk menjamin

tercapainya potensi tumbuh kembang anak secara optimal. Secara lebih rinci

tujuan yang ingin dicapai adalah (Lenfant and Khaltaev, 2002):

1. Pasien dapat menjalani aktivitas normalnya, termasuk bermain dan

berolahraga.

2. Sesedikit mungkin angka absensi sekolah.

3. Gejala tidak timbul siang ataupun malam hari.

4. Uji fungsi paru senormal mungkin, tidak ada variasi diurnal yang mencolok.

5. Kebutuhan obat seminimal mungkin dan tidak ada serangan.

6. Efek samping obat dapat dicegah agar tidak atau sesedikit mungkin timbul,

terutama yang mempengaruhi tumbuh kembang anak.

Apabila tujuan ini belum tercapai maka perlu reevaluasi tatalaksananya.

Tatalaksana asma mencakup edukasi terhadap pasien dan atau keluarganya

tentang penyakit asma dan penghindaran terhadap faktor pencetus serta

medikamentosa. Medikamentosa yang digunakan dibagi menjadi 2 kelompok

besar yaitu pereda (reliever) dan pengendali (controller) (Lenfant and Khaltaev,

2002).

Controller atau pengontrol adalah obat-obatan yang digunakan setiap hari

dalam jangka panjang untuk mencapai asma dalam kontrol melalui efek anti

inflamasinya. Termasuk diantaranya adalah glukokortikosteroid inhalasi dan

sistemik, leukotriene modifiers, long acting β2 agonist dikombinasikan dengan

glukokortikosteroid inhalasi, sustained-release theophilline, cromones, dan anti-

IgE. Glukokortikosteroid inhalasi adalah obat pengontrol yang paling efektif yang

tersedia saat ini (GINA, 2012).

16

Page 17: TK Asma Pada anak

Reliever atau pelega adalah obat-obatan yang digunakan jika diperlukan

dan efeknya untuk mengembalikan bronkokonstriksi dan mengatasi gejala. Yang

temasuk reliever atau pelega adalah β2 agonis inhalasi kerja cepat, antikolinergik

inhalasi, short –acting theophilline, dan short acting oral β2 agonist (GINA, 2012).

β2 agonis inhalasi kerja cepat adalah obat pilihan untuk mengatasi

bronkokonstriksi dan untuk pre treatment dari bronkokonstriksi yang diiduksi oleh

olahraga, baik pada dewasa maupun anak-anak (GINA, 2012).

2.8.1 Manajemen Asma dan Pencegahan Pada Anak

Edukasi

Pendidikan harus menjadi bagian integral dari semua interaksi antara

profesional kesehatan dan pasien, dan relevan untuk semua pasien asma dari

segala usia. Walaupun fokus pendidikan untuk anak-anak akan lebih fokus pada

orang tua dan pengasuhnya, anak-anak berumur 3 tahun dapat diajarkan

keterampilan manajemen asma sederhana. Remaja mungkin memiliki beberapa

kesulitan yang unik mengenai kepatuhan yang mungkin dapat dibantu melalui

pendidikan kelompok dukungan sebaya selain pendidikan yang diberikan oleh

petugas kesehatan profesional tapi isu-isu regional dan tahap perkembangan

anak-anak dapat mempengaruhi hasil program tersebut (Clark et al, 2010).

Manajemen Diri Pada Anak

Anak-anak dengan asma (dengan bantuan orang tua mereka / pengasuh)

juga perlu mengetahui bagaimana mengelola kondisi diri mereka sendiri.

Pendidikan intervensi sederhana (dirancang untuk mengajarkan keterampilan

manajemen diri) di antara anak-anak yang dirawat di rumah sakit dengan asma

telah terbukti secara signifikan mengurangi tingkat pendaftaran kembali dan

17

Page 18: TK Asma Pada anak

mengurangi morbiditas. Sebuah tinjauan sistematis menemukan bahwa program-

program pendidikan untuk pengelolaan diri asma pada anak-anak dan remaja

membawa perbaikan pada fungsi paru-paru dan perasaan pengendalian diri, dan

mengurangi absen dari sekolah, jumlah hari dengan aktivitas terbatas, dan

jumlah kunjungan unit gawat darurat. Untuk anak-anak, rencana tindakan

berdasarkan gejala yang lebih efektif daripada yang didasarkan pada aliran

puncak. Pendidikan asma berbasis sekolah meningkatkan pengetahuan asma,

keefesienan diri, dan perilaku manajemen pribadi. Sebuah program komprehensif

berbasis sekolah untuk remaja dan akademisi memberi perincian untuk dokter

mereka dikaitkan dengan hasil perbaikan asma secara signifikan termasuk

pengurangan angka masuk rumah sakit (Bruzzese et al, 2011).

Mengidentifikasi dan Mengurangi Faktor Risiko

Saat ini telah banyak bukti bahwa alergi merupakan salah satu faktor

penting berkembangnya asma. Paling tidak 75-90% anak asma balita terbukti

mengidap alergi, baik di negara berkembang maupun negara maju. Atopi

merupakan faktor risiko yang nyata untuk menetapnya hiperreaktivitas bronkus

dan gejala asma. Derajat asma yang lebih berat dapat diperkirakan dengan

adanya dermatitis atopik. Terdapat hubungan antara pajanan alergen dengan

sensitisasi. Pajanan yang tinggi berhubungan dengan peningkatan gejala asma

pada anak (Martinez, 2001).

Pengendalian lingkungan harus dilakukan untuk setiap anak asma.

Penghindaran terhadap asap rokok merupakan rekomendasi penting. Keluarga

dengan anak asma dianjurkan tidak tidak memelihara binatang berbulu, seperti

kucing, anjing, burung. Perbaikan ventilasi ruangan, dan penghindaran

18

Page 19: TK Asma Pada anak

kelembaban kamar perlu untuk anak yang sensitif terhadap debu rumah dan

tungaunya (Rahajoe et al, 2004).

Perlu ditekankan bahwa anak asma sering kali menderita rinitis alergika

dan/atau sinusitis yang membuat asmanya sukar dikendalikan. Deteksi dan

diagnosis kedua kelainan itu diikuti dengan terapi yang adekuat akan

memperbaiki gejala asmanya (Sundaru, 2001).

2.8.2 Penilaian Tingkat Kontrol Asma

Tiap pasien anak harus dilakukan penilaian untuk menentukan regimen

pengobatan saat ini, ketaatan terhadap pengobatan, dan tingkat kontrol asma.

Gangguan harian (gejala siang dan malam, gangguan aktivitas, kebutuhan

terhadap obat-obatan) dan risiko masa datang (kemungkinan eksaserbasi akut

yang akan datang) juga harus diperkirakan. Pembagian klasifikasi asma

berdasarkan tingkat kontrol dapat dilihat pada tabel 2.4 (GINA, 2009).

2.8.3 Pengobatan untuk Mencapai Kontrol

2.8.3.1 Rute administrasi

Terapi inhalasi adalah landasan terapi asma pada anak-anak semua

umur. Hampir semua anak dapat diajarkan penggunaan secara efektif terapi

inhalasi. Kelompok umur yang berbeda memerlukan inhalers yang berbeda untuk

terapi yang efektif. Pemilihan inhaler sesuai umur dapat dilihat pada Tabel 2.5

(GINA, 2012).

19

Page 20: TK Asma Pada anak

Tabel 2.5 Pemilihan Alat Inhaler untuk Anak dengan Asma

Kelompok Umur Alat yang Lebih Disukai Alat Alternatif

< 4 tahun Pressurized metered-dose inhaler plus dedicated spacer with face mask

Nebulizer dengan face mask

4-6 tahun Pressurized metered-dose inhaler plus dedicated spacer with mouthpiece

Nebulizer with mouthpiece

> 6 tahun Dry powder inhaler atau breath-actuated pressurized metered dose inhaler, atau pressurized-metered dose inhaler dengan spacer dan mouthpiece

Nebulizer dengan mouthpiece

(Dikutip dari GINA, 2012).

Manajemen asma berdasarkan tingkat kontrol untuk anak dibawah 5

tahun dapat dilihat pada Gambar 2.1

Gambar 2.1 Manajemen Asma Berdasarkan Tingkat Kontrol Pada Anak Kurang dari 5 Tahun (Dikutip dari: GINA, 2009)

20

Page 21: TK Asma Pada anak

2.8.3.2 Obat-obatan Pengontrol

Glukokortikosteroid inhalasi

Kortikosteroid inhalasi merupakan terapi pengontrol yang paling efektif

sehingga direkomendasikan untuk terapi asma pada anak semua umur. Pada

anak lebih dari 5 tahun, suatu studi mengenai dosis-respon dan titrasi dosis pada

anak menunjukkan perbaikan klinis yang jelas dan cepat pada gejala dan fungsi

paru pada dosis rendah glukokortikosteroid (misal: 100-200 µg budesonide

sehari) dan penyakit ringan biasanya terkontrol dengan baik pada dosis tersebut.

Intervensi awal dengan budesonide inhalasi berhubungan dengan peningkatan

kontrol asma dan kurangnya penggunaan obat asma tambahan. Beberapa

pasien memerlukan dosis yang lebih tinggi (400µg/hari) untuk mencapai kontrol

asma optimal dan perlindungan efektif melawan asma yang diinduksi oleh

olahraga. Hanya sedikit pasien yang memerlukan terapi dengan

glukokortikosteroid inhalasi dosis tinggi (GINA, 2012).

Pada anak lebih dari 5 tahun, terapi pemeliharaan dengan

glukokortikosteroid inhalasi akan mengontrol gejala asma, menurunkan frekuensi

eksaserbasi akut dan jumlah rawat inap, meningkatkan kualitas hidup, fungsi

paru, dan hyperresponsif bronkhial. Kontrol gejala dan peningkatan fungsi paru

muncul dengan cepat setelah 1 sampai 2 minggu, walaupun terapi yang lebih

lama (lebih dari sebulan) dan kadang-kadang dosis yang lebih tinggi diperlukan

untuk mencapai perbaikan maksimum pada hipersponsif jalan nafas. Ketika

glukokortikosteroid dihentikan, kontrol asma akan mengalami kemunduran dalam

minggu sampai bulan (GINA, 2012).

Terapi dengan glukokortikosteroid inhalasi pada anak kurang dari 5 tahun

dengan asma menghasilkan efek klinis yang sama dengan anak yang lebih

21

Page 22: TK Asma Pada anak

besar. Namun hubungan dosis respon masih kurang diteliti. Respon klinis akan

berbeda tergantung jenis inhaler dan kemampuan anak dalam menggunakan

inhaler dengan tepat. Dengan penggunaan alat spacer, glukokortikosteroid

inhalasi dosis rendah menghasilkan keuntungan mendekati maksimum pada

hampir semua pasien. Penggunaan glukokortikosteroid inhalasi tidak

menginduksi kekambuhan ketika terapi dihentikan.Keuntungan klinis terapi

glukokortikosteroid sistemik atau inhalasi pada anak dengan wheezing yang

diinduksi oleh infeksi virus masih kontroversial (GINA, 2012).

Leukotriene modifiers

Leukotriene modifiers memberikan manfaat klinis pada anak lebih dari 5

tahun pada semua level keparahan asma, namun umumnya masih dibawah dari

glukokortikosteroid inhalasi dosis rendah. Leukotriene modifiers memberikan

perlindungan sebagian terhadap bronkokonstriksi yang diinduksi oleh olahraga

dalam beberapa jam setelah pemakaian tanpa kehilangan efek bronkoprotektif.

Sebagai terapi tambahan pada anak yang kontrolnya kurang dengan

glukokortikosteroid inhalasi dosis rendah, leukotriene modifiers memberikan efek

perbaikan klinis sedang termasuk penurunan eksaserbasi yang signifikan.

Kombinasi terapi kurang efektif dalam mengontrol asma pada anak dengan asma

persisten sedang daripada meningkatankan dosis sedang glukokortikosteroid

inhalasi. Montelukast tidak menunjukkan sebagai alternative pengganti

glukokortikosteroid inhalasi pada anak dengan asma persisten sedang dan berat

(Strunk et al, 2008).

Leukotriene modifiers menurunkan eksaserbasi asma yang diinduksi oleh

virus pada anak usia 2 sampai 5 tahun dengan riwayat asma intermiten

(Bisgaard et al, 2005).

22

Page 23: TK Asma Pada anak

β2 agonis inhalasi kerja lama

Beta-2 agonis inhalasi kerja lama terutama digunakan sebagai terapi

tambahan pada anak dengan usia lebih dari 5 tahun yang asmanya kurang

terkontrol dengan glukokortikosteroid inhalasi dosis sedang atau sebagai terapi

sekali sebelum olahraga. Monoterapi dengan β2 agonis inhalasi sebaiknya

dihindari (Kemp et al, 2011).

Penelitian dengan menggunakan β2 agonis inhalasi kerja lama sebagai

terapi tambahan pada pasien asma lebih dari 5 tahun yang asmanya tidak

terkontrol dengan terapi glukokortikosteroid inhalasi dosis rendah sampai tinggi.

Perbaikan signifikan pada peak flow dan pengukuran fungsi paru lain ditemukan

pada sebagian besar studi. Inhalasi dengan dosis tunggal β2 agonis inhalasi

kerja lama efektif untuk memblok bronkokonstriksi yang diinduksi oleh olah raga

untuk beberapa waktu. Kombinasi produk yang mengandung glukokortikosteroid

inhalasi dan β2 agonis inhalasi kerja lama lebih disukai dibandingkan obat

tersebut diberikan dalam bentuk terpisah (GINA, 2012).

Pada anak-anak 5 tahun dan lebih muda kombinasi terapi dengan

budesonide dan formoterol digunakan untuk mempertahankan dan

menyelamatkan telah nampak pada eksaserbasi pada anak usia 4 tahun dan

lebih besar dengan asma sedang dan berat (Bisgaard et al, 2005).

Theophylline

Theophylline efektif sebagai monoterapi atau sebagai terapi tambahan

pada glukokortikosteroid inhalasi atau oral pada anak lebih dari 5 tahun. Lebih

efektif secara signifikan dibandingkan placebo dalam mengontrol gejala siang

dan malam hari serta meningkatkan fungsi paru. Terapi pemeliharaan

menawarkan perlindungan terhadap bronkokonstriksi yang diinduksi oleh

23

Page 24: TK Asma Pada anak

olahraga. Sebagai terapi tambahan theophylline meningkatkan kontrol asma dan

menurunkan dosis glukokortikosteroid pemeliharaan yang diperlukan pada anak

dengan asma berat yang diterapi dengan glukokortikosteroid inhalasi atau oral.

Kemanjuran theophylline kurang dari glukokortikosteroid inhalasi dosis rendah.

Eliminasi theophylline berbeda pada setiap individu. Pengukuran level

theophylline plasma tidak perlu ketika anak mendapatkan dosis kurang dari 10

mg/kg BB/hari. Namun ketika dosis yang lebih tinggi digunakan atau ketika obat

yang dapat meningkatkan level theophylline digunakan secara kronis, level

theophylline plasma harus diukur 2 jam sebelum pemberian dosis selanjutnya

ketika kondisi stabil telah dicapai (3 hari) (GINA, 2012).

Anti Ig-E

Anti IgE (omalizumab) terbukti manjur pada anak usia 6 sampai 12 tahun

dengan asma sedang sampai berat dan asma alergi persisten berat (IgE

mediated). Suatu penelitian selama 28 hari, random, double blind, antara

placebo dan kelompok control, yang meliputi 334 anak-anak dengan asma alergi

sedang sampai berat yang terkontrol dengan glukokortikostreroid dosis ekuivalen

dengan 200-500µg/hari beclomethasone, menemukan bahwa tidak ada

perbedaan efek klinis antara placebo dengan anti IgE selama 16 minggu dengan

dosis tetap glukokortikosteroid inhalasi. Selama 12 minggu dosis ditapering,

kunjungan dokter tidak terjadwal menurun dari 30,3% pada kelompok anti IgE

dibandingkan dengan kelompok placebo (12,9%). Terdapat perbaikan signifikan

dari kualitas hidup pasien yang menerima anti IgE,baik selama mendapat dosis

glukokortikosteroid tetap atau selama tapering (GINA, 2012).

Terapi anti IgE dihubungkan dengan ekaserbasi yang lebih rendah secara

signifikan dan keseluruhan insiden efek samping lebih rendah pada anak yang

24

Page 25: TK Asma Pada anak

mendapat terapi anti IgE dibandingkan plasebo. Terapi dengan IgE mahal dan

memerlukan injeksi regular serta observasi disetiap injeksi. Efek samping.

Urtikaria, rash, flushing, pruritus (GINA, 2012).

2.8.3.3 Obat-obatan Pelega

β2 agonis inhalasi kerja cepat dan β2 agonis oral kerja singkat

Peran dalam terapi. β2 agonis inhalasi kerja cepat adalah bronkodilator

yang paling efektif yang tersedia sehingga menjadi terapi pilihan untuk asma akut

pada anak semua umur. Rute inhalasi menghasilkan bronkodilatasi yang lebih

cepat pada dosis rendah dan dengan efek samping yang lebih sedikit

dibandingkan dengan pemberian oral atau intravena. Lebih lanjut, terapi inhalasi

memberikan perlindungan terhadap bronkokonstriksi yang diinduksi oleh

olahraga dan tantangan lain untuk 0,5 sampai 2 jam (β2 agonis kerja lama

memberikan perlindungan lebih lama). Hal ini tidak terlihat setelah pemberian

sistemik. Terapi oral jarang diperlukan dan diberikan terutama pada anak yang

tidak bisa menggunakan terapi inhalasi (GINA, 2012).

Antikolinergik

Antikolinergik tidak direkomendasikan untuk terapi jangka panjang untuk

manajemen asma pada anak-anak (GINA, 2012).

2.8.4 Penatalaksanaan Eksaserbasi Akut

Eksaserbasi asma (serangan asma) adalah episode akut dari perburukan

gejala yang dapat menyebabkan distres atau risiko kesehatan yang

mengakibatkan penderita mencari pertolongan medis atau memerlukan terapi

glukokortikosteroid sistemik (GINA, 2009).

25

Page 26: TK Asma Pada anak

Keparahan serangan asma dapat mengancam jiwa. Gejala-gejala yang

dapat berhubungan dengan serangan asma berat antara lain:

- Peningkatan wheezing dan sesak.

- Peningkatan gejala batuk, terutama pada malam hari.

- Letargi atau penurunan toleransi latihan.

- Penurunan aktivitas harian, termasuk penurunan nafsu makan.

- Respon yang jelek terhadap obat-obatan pelega.

Penilaian derajat berat serangan asma pada anak dapat dilihat pada tabel 2.6.

Tabel 2.6 Penilaian Awal Asma Akut Pada Anak kurang dari 5 tahun

Gejala Ringan Berat

Penurunan Kesadaran Tidak Agitasi, bingung, mengantuk

Oksimetri (SaO2) > 94% > 90%

Berbicara dalam Kalimat Kata-kata

Nadi < 100 x/menit > 200 x/menit (0-3 tahun)> 180 x/menit (4-5 tahun)

Sianosis sentral Tidak ada Biasanya ada

Intensitas wheezing Bervariasi Bisa menghilang

(Dikutip dari GINA, 2009)

Keluarga pasien sebaiknya diberi penjelasan tentang penanganan

serangan asma di rumah. Yang dilakukan saat serangan asma adalah (GINA,

2009):

- Pengobatan awal dengan 2 semprot Beta-2 agonis kerja cepat inhalasi,

diberikan sekaligus via masker atau spacer.

- Observasi anak dan pelihara tempat sekitar anak agar dapat bernapas

dengan leluasa selama 1 jam atau lebih.

- Cari pertolongan medis hari itu juga bila bronkodilator inhalasi diperlukan

sebagai pelega lebih dari tiap 3 jam atau lebih dari 24 jam.

26

Page 27: TK Asma Pada anak

Penggunaan glukokortikosteroid oral di rumah diperbolehkan untuk

penanganan serangan asma akut hanya jika keluarga dapat menggunakan obat

tersebut dengan benar (GINA, 2009).

Beberapa indikasi untuk segera membawa ke rumah sakit dapat dilihat

pada tabel 2.7. untuk anak kurang dari 2 tahun, pertolongan rumah sakit segera

harus dilakukan karena besarnya risiko dehidrasi dan fatig pernapasan (GINA,

2009).

Tabel 2.7 Indikasi untuk Pertolongan Rumah Sakit Segera

Indikasi Pertolongan Rumah Sakit Segera Apabila ada salah satu gejala berikut:

Tidak berespon terhadap pemberian 3 kali beta-2 agonis kerja cepat inhalasi dalam 1-2 jam

Takipnea walaupun sudah diberikan 3 semprot beta-2 agonis kerja cepat inhalasi (RR normal untuk 0-2 bulan < 60 x/mnt, 2-12 bulan < 50 x/mnt, 1-5 tahun < 40 x/mnt)

Anak tidak dapat berbicara atau minum atau sesak

Sianosis

Retraksi subkostal

Saturasi oksigen < 92% pada udara ruangan

Lingkungan sekitar tidak dapat memberi pengobatan serangan akut; tidak dapat menangani serangan akut di rumah

(Dikutip dari GINA, 2009)

Terapi yang diberikan pada anak dengan serangan asma akut dapat

dilihat pada Tabel 2.8.

Obat-obatan yang tidak direkomendasikan untuk terapi serangan asma

antara lain obat-obatan sedatif, obat-obatan mukolitik, fisioterapi dada,

pemberian epinefrine (adrenaline) dapat dindikasikan untuk pengobatan

anafilaksis akut dan angioedema tetapi tidak diindikasikan selama serangan

asma. Pemberian magnesium sulfat (MgSO4) belum diteliti pada anak-anak

(GINA, 2009).

27

Page 28: TK Asma Pada anak

Tabel 2.8 Manajemen Awal Serangan Asma Akut Berat

Terapi Dosis dan Pemberian

Oksigen Diberikan 24% masker (sesuai instruksi penggunaan, biasanya 4L/menit)

Beta-2 agonis kerja singkat a 2 semprot salbutamol dengan spaceratau

2,5 mg salbutamol dengan nebulizerTiap 20 menit pada 1 jam pertama

Ipatropium 2 semprot tiap 20 menit hanya pada 1 jam pertama Glukokortikosteroid sistemik Prednisolone oral (1-2 mg/kg daily sampai 5 hari)

AtauMetilprednisolon intravena 1 mg/kg tiap 6 jam pada hari ke-1; tiap 12 jam pada hari ke-2; selanjutnya tiap hari

Aminophylline b Pertimbangan di ICU: loading dose 6-10 mg/kg BBMaintenance awal: 0,9 mg/kg/jamPenyesuaian berdasarkan kadar theophylline plasma

Beta-2 agonis oral TidakBeta-2 agonis jangka lama Tidak

a) Jika tidak memungkinkan pemberian inhalasi, suatu bolus intravena 5 ug/kg diberikan selama 5 menit, dilanjutkan dengan infus kontinyu 5 ug/kg/jam.Dosis sebaiknya disesuaikan berdasarkan efek klinis dan efek samping

b) Loading dose sebaiknya tidak diberikan pada pasien yang telah mendapat theophylline

(Dikutip dari GINA, 2009)

2.9 Prognosis

Beberapa studi kohort menemukan bahwa banyak bayi dengan wheezing

tidak berlanjut menjadi asma pada masa anak dan remajanya. Proporsi

kelompok tersebut berkisar antara 45 hingga 85%, tergantung besarnya sampel

studi, tipe studi kohort, dan lamanya pemantauan. Adanya asma pada orang tua

dan dermatitis atopik pada anak dengan wheezing merupakan salah satu

indikator penting untuk terjadinya asma dikemudian hari. Apabila terdapat kedua

hal tersebut maka kemungkinan menjadi asma lebih besar atau terdapat salah

satu di atas disertai dengan 2 dari 3 keadaan berikut yaitu eosinofia, rinitis

alergika, dan wheezing yang menetap pada keadaan bukan flu (Rahajoe et al,

2004).

28

Page 29: TK Asma Pada anak

BAB 3

PENUTUP

Asma merupakan gangguan inflamasi kronik saluran nafas yang

melibatkan banyak sel dan elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan

peningkatan hiperesponsif jalan napas yang menimbulkan gejala episodik

berulang berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat dan batuk-batuk

terutama pada malam dan dini hari. Episode tersebut berhubungan dengan

obstruksi jalan napas yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversible

dengan atau tanpa pengobatan (GINA, 2012).

World Health Organization (WHO) memperkirakan sekitar 15 juta

disability-adjusted life years (DALYs) yang hilang karena asma, menunjukkan

beban 1% total beban penyakit global. Kematian diseluruh dunia akibat asma

diperkirakan sekitar 250.000 diseluruh dunia dan mortalitas nampaknya tidak

berhubungan dengan prevalensi (GINA, 2012).

Tujuan tatalaksana asma anak secara umum adalah untuk menjamin

tercapainya potensi tumbuh kembang anak secara optimal. Obat asma dapat

dibagi dalam 2 kelompok besar, yaitu obat pereda (reliever) dan obat pengendali

(controller). Relievers merupakan obat yang digunakan untuk meredakan

serangan atau gejala asma jika sedang timbul, sedangkan controller untuk

mengatasi masalah dasar asma yaitu inflamasi respitorik kronik (Lenfant and

Khaltaev, 2002).

29

Page 30: TK Asma Pada anak

DAFTAR PUSTAKA

American Lung Association Research Centers for Disease Control and Prevention: National Center for Health Statistics, National Health Interview Survey Raw Data, 2011. Available in http://www.lung.org/lung-disease/asthma/resources/facts-and-figures/

Bisgaard H, Zielen S, Garcia ML, Johnston SL, Gilles L, Menten J, et al. Montelukast Reduces Asthma Exacerbations in 2-to-5-year-old Children with Intermittent Asthma. Am J Respir Crit Care Med 2005;171(4):315-22

Bruzzese JM, Sheares BJ, Vincent EJ, Du Y, Sadeghi H, Levison MJ, et al. Effects of a school-based intervention for urban adolescents with asthma. A controlled trial. Am J Respir Crit Care Med. 2011; 183(8): 998-1006.

Clark NM, Shah S, Dodge JA, Thomas LJ, AndridgeRR, Little RJ. An Evaluation of Asthma Interventions for Preteen Students. J Sch Health 2010;80(2):80-7

GINA Report, Global Strategy for Asthma Management and Prevention, Updated 2012, http://www.ginasthma.org/.

GINA Report, Global Strategy for Asthma Management and Prevention in Children 5 Years and Younger. 2009, Available in http://www.ginasthma.org/

Herzog R and Cunningham-Rundles S. Pediatric Asthma: Natural History, Assessment and Treatment. Mt Sinai J Med. 2011. 78(5): 645–660

Kemp J, Armstrong L, Wan Y, Alagappan VK, Ohlssen D, Pascoe S. Safety of Formoterol in Adults and Children with Asthma: A Meta-Analysis. Ann Allergy Asthma Immunol. 2011; 107(1):71-8.

Lenfant C, Khaltaev N. Global Initiative for Asthma. NHLBI/WHO Workshop Report 2002.

Mangunnegoro, dkk. Asma: Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta : Penerbit FKUI. 2004

Rahajoe N, Supriyatno B, Setyanto DB, eds. UKK Pulmonologi PP IDAI. Pedoman Nasional Asma Anak Edisi I. UKK Pulmonologi 2004. Hal. 1-51

Sharma GD. Pediatric Asthma. [Internet] Medscape Reference eMedicine Pediatrics. Updated April 9 2013. Assesed November 5 2013. Available at http://emedicine.medscape.com/article

Stempel DA. The pharmacologic management of childhood asthma. Pediatr Clin N Am 2003;50:609-29.

30

Page 31: TK Asma Pada anak

Strunk RC, Bacharier LB, Phillips BR, Szefler SJ, Zelger RS, Chincilli VM, et al. Azithromycin or Montelukast as Inhaled Corticosteroid-Sparing Agents in Moderate to Severe Childhood Asthma Study. J Allergy Clin Immunol. 2008; 122(6):1138-44

Sundaru H. United Allergic Airway Disease: Konsep Baru Penyakit Alergi Saluran Napas. Dalam: Naskah lengkap Penedidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak XLIV. FKUI: Jakarta 2001:21-30

Van Aalderen WM. Childhood Asthma: Diagnosis and Treatment; Review. Scientifica. 2012

Warner JO. Asthma- basic mehanisms. Dalam: Naspitz CK, Szefler SJ, Tinkelman DG, Warner JO,Eds. Textbook of Pediatric Asthma; edisi ke 1. Martin Dunitz Ltd, London2001;19-33.

Warner JO. Asthma-basic mehanisms. Dalam: Naspitz CK, Szefler SJ, Tinkelman DG, Warner JO, Eds. Textbook of Pediatric Asthma; edisi ke 1. Martin Dunitz Ltd, London 2001; 19-33.

31