asma bronkial pada anak

22
REFERAT ASMA BRONKIAL PADA ANAK Pembimbing : Dr. Nurhayati Sp.P Dr. Johni Sinaga Sp.P Departemen Penyakit Paru RSUD Karawang Disusun Oleh : Anita Anggitia Permana 030.08.033 Boby Abdul Rahman 030.08.062 Dessy Esa S 030.08.074 Sarah Kamilah 030.08.217 Silminati N 030.08.227 Fakultas kedokteran Universitas Trisakti Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Penyakit Dalam 1

Upload: kusumalaga-ramadhana-putra

Post on 10-Dec-2015

66 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

Asma pada anak mempunyai berbagai aspek khusus yang umumnya berkaitan dengan proses tumbuh dan kembang seorang anak, baik pada masa bayi, balita, maupun anak besar. Peran atopi pada asma anak sangat besar dan merupakan faktor terpenting yang harus dipertimbangkan dengan baik untuk diagnosis dan upaya penatalaksanaan. Mekanisme sensitisasi terhadap alergen serta perkembangan perjalanan alamiah penyakit alergi dapat memberi peluang untuk mengubah dan mencegah terjadinya asma melalui kontrol lingkungan dan pengobatan pada seorang anak. Pendidikan pada pasien dan keluarga merupakan unsur penting penatalaksanaan asma pada anak yang bertujuan untuk meminimalkan morbiditas fisis dan psikis serta mencegah disabilitas. Upaya pengobatan asma anak tidak dapat dipisahkan dari pemberian kortikosteroid yang merupakan anti-inflamasi terpilih untuk semua jenis dan tingkatan asma. Pemberian kortikosteroid topikal melalui inhalasi memberikan hasil sangat baik untuk mengontrol asma tanpa pengaruh buruk, walaupun pada anak kecil tidak begitu mudah untuk dilakukan sehingga masih memerlukan alat bantu inhalasiAsma merupakan penyakit kronik tersering pada anak dan masih tetap merupakan masalah bagi pasien, keluarga, dan bahkan para klinisi dan peneliti asma. Mengacu pada data epidemiolog i Amerika Serikat pada saat ini diperkirakan terdapat 4-7% (4,8 juta anak) dari seluruh populasi asma. Selain karena jumlahnya yang banyak, pasien asma anak dapat terdiri dari bayi , anak, dan remaja, serta mempunyai permasalahan masing-masing dengan implikasi khusus pada penatalaksanaannya. Pengetahuan dasar tentang masalah sensitisasi alergi dan inflamasi khususnya, telah banyak mengubah sikap kita terhadap pengobatan asma anak, terutama tentang peran anti-inflamasi sebagai salah satu dasar pengobatan asma anak. Oleh karena itu pengertian yang lebih baik tentang peran faktor genetik, sensitisasi dini oleh alergen dan polutan, infeksi virus, serta masalah lingkungan sosioekonomi dan psikologi anak dengan asma diharapkan dapat membawa perbaikan dalam penatalaksanaan asma.

TRANSCRIPT

Page 1: Asma Bronkial Pada Anak

REFERAT

ASMA BRONKIAL PADA ANAK

Pembimbing :

Dr. Nurhayati Sp.P

Dr. Johni Sinaga Sp.P

Departemen Penyakit Paru RSUD Karawang

Disusun Oleh :

Anita Anggitia Permana 030.08.033

Boby Abdul Rahman 030.08.062

Dessy Esa S 030.08.074

Sarah Kamilah 030.08.217

Silminati N 030.08.227

Fakultas kedokteran Universitas Trisakti

Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Penyakit Dalam

Periode 8 Oktober – 16 Desember 2012

Rumah Sakit Umum Daerah Karawang

1

Page 2: Asma Bronkial Pada Anak

PENDAHULUAN1

Asma pada anak mempunyai berbagai aspek khusus yang umumnya berkaitan dengan

proses tumbuh dan kembang seorang anak, baik pada masa bayi, balita, maupun anak besar.

Peran atopi pada asma anak sangat besar dan merupakan faktor terpenting yang harus

dipertimbangkan dengan baik untuk diagnosis dan upaya penatalaksanaan. Mekanisme

sensitisasi terhadap alergen serta perkembangan perjalanan alamiah penyakit alergi dapat

memberi peluang untuk mengubah dan mencegah terjadinya asma melalui kontrol lingkungan

dan pengobatan pada seorang anak. Pendidikan pada pasien dan keluarga merupakan unsur

penting penatalaksanaan asma pada anak yang bertujuan untuk meminimalkan morbiditas

fisis dan psikis serta mencegah disabilitas. Upaya pengobatan asma anak tidak dapat

dipisahkan dari pemberian kortikosteroid yang merupakan anti-inflamasi terpilih untuk

semua jenis dan tingkatan asma. Pemberian kortikosteroid topikal melalui inhalasi

memberikan hasil sangat baik untuk mengontrol asma tanpa pengaruh buruk, walaupun pada

anak kecil tidak begitu mudah untuk dilakukan sehingga masih memerlukan alat bantu

inhalasi

Asma merupakan penyakit kronik tersering pada anak dan masih tetap merupakan

masalah bagi pasien, keluarga, dan bahkan para klinisi dan peneliti asma. Mengacu pada data

epidemiolog i Amerika Serikat pada saat ini diperkirakan terdapat 4-7% (4,8 juta anak)

dari seluruh populasi asma. Selain karena jumlahnya yang banyak, pasien asma anak dapat

terdiri dari bayi , anak, dan remaja, serta mempunyai permasalahan masing-masing dengan

implikasi khusus pada penatalaksanaannya. Pengetahuan dasar tentang masalah sensitisasi

alergi dan inflamasi khususnya, telah banyak mengubah sikap kita terhadap pengobatan asma

anak, terutama tentang peran anti-inflamasi sebagai salah satu dasar pengobatan asma anak.

Oleh karena itu pengertian yang lebih baik tentang peran faktor genetik, sensitisasi dini oleh

alergen dan polutan, infeksi virus, serta masalah lingkungan sosioekonomi dan psikologi

anak dengan asma diharapkan dapat membawa perbaikan dalam penatalaksanaan asma.

2

Page 3: Asma Bronkial Pada Anak

A. ANATOMI SALURAN NAPAS

Fungsi pernafasan yang utama adalah untuk mengambil oksigen (O2) dari atmosfer ke

dalam sel-sel tubuh dan untuk mentranspor karbon dioksida (CO2) yang dihasilkan sel-sel

tubuh kembali ke atmosfer. Oleh karena itu, baik anatomi maupun fisiologi paru disesuaikan

dengan fungsi ini.2 Secara anatomi, fungsi pernafasan ini dimulai dari hidung sampai ke

parenkim paru. Secara fungsional saluran pernafasan dibagi atas bagian yang berfungsi

sebagai konduksi (penghantar gas) dan bagian yang berfungsi sebagai respirasi (pertukaran

gas). Pada bagian konduksi, udara seakan-akan bolak-balik diantara atmosfir jalan nafas.

Oleh karena itu, bagian ini seakan-akan tidak berfungsi, dan disebut dengan “dead space”.

Akan tetapi, fungsi tambahan dari konduksi, seperti proteksi dan pengaturan kelembaban

udara, justru dilaksanakan pada bagian ini. Adapun yang termasuk dalam konduksi ialah

rongga hidung, rongga mulut, faring, laring, trakea, sinus bronkus dan bronkiolus

nonrespiratorius.3

Pada bagian respirasi akan terjadi pertukaran udara (difusi) yang sering disebut

dengan unit paru (lung unit), yang terdiri dari bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris,

atrium dan sokus alveolaris.2

Bila ditinjau dari traktus respiratorius, maka yang berfungsi sebagai konduksi adalah

trakea, bronkus utama, bronkus lobaris, bronkus segmental, bronkus subsegmental, bronkus

terminalis, bronkiolus, dan bronkiolus nonrespiratorius. Organ yang bertindak sebagai

respirasi adalah bronkiolus respiratorius, bronkiolus terminalis, duktus alveolaris, sakus

alveolaris dan alveoli.2

Percabangan trakea sampai kepada sakus alveolaris dapat diklasifikasikan sebagai

berikut : bronkus utama sebagai percabangan utama, bronkus lobaris sebagai percabangan

kedua, bronkus segmental sebagai percabangan ketiga, bronkus subsegmental sebagai

percabangan keempat, hingga sampai bagian yang keenam belas sebagai bagian yang

berperan sebagai konduksi, sedangkan bagian percabangan yang ketujuh belas sampai ke

sembilan belas yang merupakan percabangan bronkiolus respiratorius dan percabangan yang

kedua puluh sampai kedua puluh dua yang merupakan percabangan duktus alveolaris dan

sakus alveolaris adalah percabangan terakhir yang seluruhnya merupakan bagian respirasi.

Secara rinci dapat dilihat pada gambar.2

3

Page 4: Asma Bronkial Pada Anak

B. FISIOLOGI PERNAPASAN6

Pernapasan atau respirasi adalah Pertukaran gas O2 dan CO2 dalam tubuh makhluk

hidup.Pada dasarnya metabolisme yang normal dalam sel-sel makhluk hidup memerlukan

oksigen dan karbondioksida. Pada hewan vertebrata terlalu besar untuk dapat terjadinya

interaksi secara langsung antara masing-masing sel tubuh dengan lingkungan luar tubuhnya.

Untuk itu organ-organ tertentu yang bergabung dalam sistem pernapasan dikhususkan untuk

melakukan pertukaran gas-gas pernapasan bagi keperluan seluruh tubuhnya. Ada dua tahap

pernapasan, tahap pertama oksigen masuk ke dalam dan pengeluaran karbondioksida ke luar

tubuh melalui organ-organ pernapasan disebut respirasi eksternal, dan pengangkutan gas-gas

pernapasan dari organ-organ pernapasan ke jaringam tubuh atau sebaliknya dilakukan oleh

sistem sirkulasi.Tahap kedua adalah pertukaran O2 dari cairan tubuh (darah) dengan CO2

dari sel-sel dalamjaringan, disebut respirasi internal. Difusi gas-gas pernapasan antara

lingkungan denganpembuluh darah yang terdapat di bawah pembuluh respiratoris dapat

terjadi jika permukaantempat terjadinya pertukaran gas harus cukup luas dan tipis, selalu

basah dan permeabel terbadapgas-gas pernapasan, dan terdapat perbedaan konsentrasi gas-

gas pernapasan antara medium dandi luar darah.

4

Page 5: Asma Bronkial Pada Anak

C. DEFINISI

Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan banyak elemen. Inflamasi

kronik menyebabkan peningkatan hiperresponsif jalan napas yang menimbulkan gejala

episodik berulang berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama

pada malam hari atau dini hari. Episodik tersebut berhubungan dengan obstruksi jalan napas

yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan

(Pedoman diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia, 2004). Asma adalah suatu kelainan

berupa inflamasi (peradangan) kronik saluran napas yang menyebabkan hipereaktivitas

bronkus terhadap berbagai rangsangan yang ditandai dengan gejala episodik berulang

berupa mengi, batuk, sesak napas dan rasa berat di dada terutama pada malam dan atau dini hari yang

umumnya bersifat reversibel baik dengan atau tanpa pengobatan (keputusan Mentri

Kesehatan Republik Indonesia No 1023/menkes/sk/xi/2008.3

Secara khas, sebagian besar serangan berlangsung singkat selama beberapa menit

hingga beberapa jam setelah itu, pasien tampak mengalami kesembuhan klinik yang total.

Namun demikian, ada suatu fase ketika pasien mengalami obstruksi jalan napas dengan

derajat tertentu setiap harinya. Fase ini dapat ringan dengan atau tanpa disertai episode yang

berat atau yang lebih serius lagi, dengan obstruksi hebat yang berlangsung selama berhari-

hari atau berminggu-minggu. Keadaan semacam ini dikenal sebagai status asmatikus.

Padabeberapa keadaan yang jarang ditemui, serangan asma yang akut dapat berakhir dengan

kematian.5

D. ETIOLOGI4

Dari sudut etiologik, asma merupakan penyakit heterogenosa. Klasifikasi asma dibuat

berdasarkan rangsangan utama yang membangkitkan atau rangsangan yang berkaitan dengan episode akut.

Berdasarkan stimuli yang menyebabkan asma, dua kategori timbal balik dapatdipisahkan :

1. Asma Ekstrinsik Imunologik 

Ditemukan kurang dari 10% dari semua kasus. Biasanya terlihat pada anak-anak

umumnya tidak berat dan lebih mudah ditangani daripada bentuk intrinsik. Kebanyakan

5

Page 6: Asma Bronkial Pada Anak

penderita adalah atopik dan mempunyai riwayat keluarga yang jelas dari semua bentuk alergi

dan mungkin asma bronkial. Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan olehfaktor-

faktor pencetus yang spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, dan

spora jamur. Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik

terhadap alergi.7

2. Asma Intrinsik Imunologik 

Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak spesifik atau

tidak diketahui, seperti aspirin dan obat-obat sejenisnya, latihan jasmani,emosi, cuaca/ udara

dingin atau bisa juga disebabkan oleh adanya infeksi saluran pernafasan dan emosi. Serangan

asma ini menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat

berkembang menjadi bronkhitis kronik dan emfisema.Beberapa pasien akan mengalami asma

gabungan. Dapat terjadi pada segala usia dan ada kecenderungan untuk lebih sering kambuh

dan berat. Lebih sering berkembang ke statusasmatikus.7

Banyak penderita mempunyai kedua bentuk asma diatas. Penting untuk ditekankan

bahwaperbedaan ini sering hanya merupakan perkiraan saja dan jawaban terhadap

subklasifikasiyang diberikan biasanya dapat dibangkitkan oleh lebih dari satu jenis

rangsangan. Dengan mengingat hal ini, dapat diperoleh dua kelompok besar, yaitu alergi dan

idiosinkrasi.

Asma alergik seringkali disertai dengan riwayat pribadi dan atau keluarga

mengenaipenyakit alergi, seperti rinitis, urtikaria dan ekzema. Reaksi kulit wheal and flare

yang positif terhadap penyuntikan intradermal ekstrak antigen yang terbawa udara,

peningkatan kadar IgEdalam serum dan respons positif terhadap tes provokasi yang meliputi

inhalasi antigen spesifik 7

Idiosinkrasi disebut sebagai bagian dari populasi pasien asma yang

akanmemperlihatkan riwayat alergi pribadi atau keluarga negative, uji kulit negatif, dan kadar

IgEserum normal. Oleh sebab itu tidak dapat diklasifikasikan berdasarkan mekanisme

imunologik yang sudah jelas. Banyak pasien kelompok ini akan menderita kompleks

gejalayang khusus berdasarkan gangguan saluran napas bagian atas. Gejala awal mungkin

hanyaberupa gejala flu biasa, tetapi setelah beberapa hari pasien mulai mengalami

mengiparoksismal dan dispnea yang dapat berlangsung selama berhari-hari samapai

berbulan-bulan.8

6

Page 7: Asma Bronkial Pada Anak

E. PATOGENESIS

1. REAKSI INFLAMASI1

Patogenesis asma dapat diterangkan secara sederhana sebagai bronkokonstriksi akibat

proses inflamasi yang terjadi terus-menerus pada saluran napas. Karena itu pemberian anti-

inflamasi memegang peranan penting pada pengobatan dan kontrol asma. Terlihat bahwa

setelah pemberian inhalasi kortikosteroid akan terjadi penurunan bermakna sel inflamasi dan

pertanda permukaan sel pada sediaan bilas dan biopsi bronkoalveolar. Pemberian

bronkodilator saja tidak dapat mengatasi reaksi inflamasi dengan baik.

Pada tingkat sel tampak bahwa setelah terjadi pajanan alergen serta rangsang infeksi

maka sel mast, limfosit, dan makrofag akan melepas faktor kemotaktik yang menimbulkan

migrasi eosinofil dan sel radang lain. Pada tingkat molekul terjadi pelepasan berbagai

mediator serta ekspresi serangkain reseptor permukaan. oleh sel yang saling bekerjasama

tersebut yang akan membentuk jalinan reaksi inflamasi. Pada orkestrasi proses inflamasi ini

sangat besar pengaruh sel Th2 sebagai regulator penghasil sitokin yang dapat memacu

pertumbuhan dan maturasi sel inflamasi alergi. Pada tingkat jaringan akan tampak kerusakan

epitel serta sebukan sel inflamasi sampai submukosa bronkus, dan mungkin terjadi

rekonstruksi mukosa oleh jaringan ikat serta hipertrofi otot polos.

2. SENSITISASI1

Berbagai penelitian asma pada anak memperlihatkan adanya suatu pola hubungan

antara proses sensitisasi alergi dengan perkembangan dan perjalanan penyakit alergi yang

dikenal sebagai allergic march (perjalanan alamiah penyakit alergi). Secara klinis allergic

march terlihat berawal sebagai alergi saluran cerna (diare alergi susu sapi) yang akan

berkembang menjadi alergi kulit (dermatitis atopi) dan kemudian alergi saluran napas (asma

bronkial, rinitis alergi).

Suatu penelitian memperlihatkan bahwa kelompok anak dengan gejala mengi pada

usia kurang dari 3 tahun, yang menetap sampai usia 6 tahun, mempunyai predisposisi ibu

asma, dermatitis atopi, rinitis alergi, dan peningkatan kadar lgE, dibandingkan dengan

kelompok anak dengan mengi yang tidak menetap. Laporan tersebut juga menyatakan bahwa

anak mengi yang akan ber kembang menjadi asma terbu kti mempunyai kemampuan untuk

membentuk respons lgE serta respons eosinofil pada uji provokasi berbagai stimuli. Proses

7

Page 8: Asma Bronkial Pada Anak

sensitisasi diperkirakan telah terjadi sejak awal masa kehidupan, secara bertahap mulai dari

rangsang alergen makanan dan infeksi virus, sampai kemudian rangsang aeroalergen. Proses

tersebut akan mempengaruhi modul respons imun yang akan lebih cenderung ke arah

aktivitas Th2.

Kecenderungan aktivitas Th2 akan menurunkan produk IL-2 dan IFN-γ oleh Th2.

Terbukti bahwa anak deng an r e spons IFN-γ r endah pada masa awal kehidupannya akan

lebih tersensitisasi oleh aeroallergen dan menderita asma pada usia 6 tahun dibandingkan

dengan anak dengan respon IFN-γ normal.

Gambar 1. Patogenesis Asma8

Page 9: Asma Bronkial Pada Anak

F. DIAGNOSIS1

Masalah penting pada morbiditas asma adalah kemampuan untuk menegakkan

diagnosis, dan seperti telah kita ketahui bahwa diagnosis asma pada anak tidak selalu mudah

untuk ditegakkan. Beberapa criteria diagnosis untuk itu selalu mempunyai berbagai

kelemahan, tetapi umumnya disepakati bahwa hiper reaktivitas bronkus tetap merupakan

bukti objektif yang perlu untuk diagnosis asma, termasuk untuk asma pada anak.

Gejala klinis utama asma anak pada umumnya adalah mengi berulang dan sesak

napas, tetapi pada anak tidak jarang batuk kronik dapat merupakan satusatunya gejala klinis

yang ditemukan. Biasanya batuk kronik itu berhubungan dengan infeksi saluran napas atas.

Selain itu harus dipikirkan pula kemungkinan asma pada anak bila terdapat penurunan

toleransi terhadap aktivitas fisik atau gejala batuk malam hari.

Sebagian besar manifestasi akan muncul sebelum usia 6 tahun dan kebanyakan gejala

awal sudah ditemukan pada masa bayi, berupa mengi berulang atau tanpa batuk yang

berhubungan deng an infeksi virus . Hubungan antara mengi semasa bayi dengan kejadian

asma pada masa kehidupan selanjutnya telah banyak dibahas, para peneliti umumnya

melaporkan bahwa hanya sebagian kecil saja (3-10%) dari kelompok bayi mengi yang

berhubungan dengan infeksi virus tersebut akan memperlihatkan progresivitas klinis menjadi

asma bronkial.

G. FAKTOR ATOPI9

Sebagian sangat besar asma pada anak mempunyai dasar atopi, dengan alergen

merupakan pencetus utama serangan asma. Diperkirakan bahwa sampai 90% anak pasien

asma mempunyai alergi pada saluran napas, terutama terhadap alergen dalam rumah (indoor

allergen) seperti tungau debu rumah, alternaria, kecoak, dan bulu kucing.

Telah disebutkan sebelumnya bahwa sebagian besar pasien asma berasal dari keluarga

atopi, dan kandungan IgE spesifik pada seorang bayi dapat menjadi predictor untuk

terjadinya asma kelak di kemudian hari. Karena itu sangat penting untuk menelusuri dan

membuktikan faktor atopi sebagai pendekatan diagnosis klinis pada anak dengan gejala klinis

yang sesuai dengan asma bronkial. Riwayat atopi dalam keluarga, riwayat penyakit atopi

sebelumnya pada pasien, petanda atopi fisis pada anak, petanda laboratorium untuk alergi, 9

Page 10: Asma Bronkial Pada Anak

dan bila diperlukan uji eliminasi dan provokasi, dapat menunjang diagnosis asma pada anak

tersebut.

H. TATALAKSANA

Pada masa anak terjadi proses tumbuh- kembang fisis, faal, imunologi, dan perilaku

yang memberi peluang sangat besar bagi kita untuk melakukan upaya pencegahan,

kontrol, self-management, dan pengobatan asma. Walaupun medikamentosa selalu

merupakan unsur penting pengobatan asma anak, harus tetap diingat bahwa hal tersebut

hanyalah merupakan salah satu dari berbagai komponen utama penatalaksanaan asma.

Penatalaksanaan asma yang baik harus disokong oleh pengertian tentang peran genetik,

alergen, polutan, infeksi virus, serta lingkungan sosioekonomi dan psikologis pasien beserta

keluarga.9

Pendidikan dan penjelasan tentang asma pada pasien dan kelua rga merupakan unsur

penting penatalaksanaan asma pada anak. Perlu penjelasan sederhana tentang proses

penyakit, faktor risiko, penghindaran pencetus, manfaat dan cara kontrol lingkungan, cara

mengatasi serangan akut, pemakaian obat dengan benar, serta hal lain yang semuanya

bertujuan untuk meminimalkan morbiditas fisis dan psikis serta mencegah disabilitas. Bila

ditangani dengan baik maka pasien asma dapat memperoleh kualitas hidup yang sangat

mendekati anak normal, dengan fungsi paru normal pada usia dewasa kelak walaupun tetap

menunjukkan saluran napas yang hiperresponsif.

Pengobatan asma pada dasarnya bertujuan untuk mendapatkan dan menjaga status

aktivitas anak normal dan faal paru normal, mencegah timbulnya asma kronik, serta

mencegah pengaruh buruk tindakan pengobatan. Secara umum obat asma dapat dibagi

menjadi dua kelompok, yaitu obat pelega (relievers) dan obat pengontrol (controllers).

Obat pelega asma bertujuan untuk melegakan saluran napas dan menghilangkan

serangan serta eksaserbasi akut dengan pemberian bronkodilator. Bronkodilator yang banyak

dipakai saat ini adalah β2- agonis, selain xantin dan antikolinergik. Obat pengontrol asma

bertujuan menjaga dan mengontrol asma persisten dengan mencegah kekambuhan. Obat

pengontrol asma yang banyak dipergunakan adalah kortikosteroid, selain anti-inflamasi lain

10

Page 11: Asma Bronkial Pada Anak

seperti sodium kromolin, nedokromil, inhibitor dan antagonis leukotrien, serta berbagai

antihistamin generasi baru.11

Obat β2 –agonis bermanfaat untuk dipakai sebagai terapi intermiten asma episodik,

sebagai tambahan terapi intermiten, atau terapi rutin penunjang anti-inflamasi pada asma

relaps berulang atau kronis, sebelum aktifitas fisik untuk menghambat exercise induced

asthma, dan untuk penolong asma akut. Obat ini tersedia dalam bentuk oral, atau inhalasi

yang efektif dilakukan dengan inhaler dosis terukur, rotohaler, atau nebuliser.10

Teofilin merupakan preparat metil-xantin yang pada masanya sangat populer untuk

terapi rumatan asma kronik ringan, dan sebagai penunjang pengobatan asma kronik berat.

Walaupun saat ini masih banyak dipakai, teofilin tidak begitu menarik lagi setelah

pengobatan anti-inflamasi untuk asma lebih terfokus kepada kortikosteroid. Selama ini efek

anti-inflamasi teofilin memang masih sering dipertanyakan. Selain itu metabolisme teofilin

diketahui akan terganggu dalam keadaan demam oleh penyakit tertentu, seperti influenza,

atau oleh obat seperti eritromisin, simetidin, dan siprofloksasin. Pada anak, teofilin juga

diketahui dapat mempengaruhi prestasi sekolah sehingga tidak di anjur k an untuk diberikan

pada anak deng an gangguan psikologis atau gangguan belajar.

Obat antikolinergik selain bersifat bronkodilator juga akan mengurangi hipersekresi

mukus dan mengatasi iritabilitas reseptor batuk. Obat ini tersedia dalam bentuk inhalasi dan

nebulasi, terbukti efektif untuk asma akut bila diberikan bersama β2-agonis.10

Seperti telah disebutkan maka pengontrol asma merupakan pengobatan yang efektif

untuk pencegahan asma dan dipergunakan untuk semua tingkatan asma. Kortikosteroid

merupakan obat terpilih dan sangat efektif, baik dalam bentuk parenteral dan oral untuk

jangka pendek, maupun bentuk inhalasi yang terutama dicadangkan untuk pemakaian jangka

panjang. Sejak mula pertama dipergunakan lebih dari 20 tahun lalu terlihat bahwa

kortikosteroid inhalasi jelas memberi efek terapi sangat baik untuk asma ringan, sedang, dan

berat; baik untuk pengobatan jangka pendek maupun jangka panjang. Sejauh ini tidak

ditemukan efek buruk yang berarti bila diberi dengan dosis yang dianjurkan.11

I. PENCEGAHAN10

Upaya pencegahan asma anak mencakup pencegahan dini sensitisasi terhadap alergen

sejak masa fetus, pencegahan manifestasi asma bronkial pada pasien penyakit atopi yang

11

Page 12: Asma Bronkial Pada Anak

belum menderita asma, serta pencegahan serangan dan eksaserbasi asma. Kontrol lingkungan

merupakan upaya pencegahan untuk menghindari pajanan alergen dan polutan, baik untuk

mencegah sensitisasi maupun penghindaran pencetus. Para peneliti umumnya menyatakan

bahwa alergen utama yang harus dihindari adalah tungau debu rumah, kecoak, bulu hewan

peliharaan terutama kucing, spora jamur, dan serbuk sari bunga. Polutan harus dihindari

adalah asap tembakau sehingga mutlak dilarang merokok dalam rumah. Polutan yang telah

diidentifikasi berhubungan dengan eksaserbasi asma adalah asap kendaraan, kayu bakar,

ozon, dan SO2. Penghindaran maksimal harus dilakukan di tempat anak biasa berada,

terutama kamar tidur dan tempat bermain sehari-hari. Untuk Indonesia, walaupun belum ada

data yang menyokong, agaknya kita harus menghindari obat nyamuk dan asap lampu minyak.

Beberapa klinik telah melakukan upaya pencegahan sensitisasi terhadap fetus dan

bayi, antara lain dengan memberikan diet hipo dan non alergeni k serta penghindaran asap

rokok. Walaupun secara teoritis pemberian diet hipoalergenik pada masa trimester ketiga

kehamilan sangat menarik, ternyata bukti klinis penelitian tersebut tidaklah menggembirakan.

Tidak terlihat perbedaan kejadian penyakit alergi pada umur 5 tahun antara kelompok

perlakuan dan kelola. Hasil lebih baik justru akan terlihat pada bayi yang mendapat ASI dari

ibu dengan diet hipoalergenik pada masa laktasi.

Sebaliknya terbukti bahwa ibu perokok akan membahayakan perkembangan paru bayi

baik dilakukan pada masa sebelum maupun setelah kelahiran, yang berpengaruh terhadap

peningkatan risiko terjadinya mengi dan infeksi virus serta asma kronik anak. Berdasarkan

pengetahuan dasar tentang proses sensitisasi dan allergic march maka upaya pencegahan

asma dilakukan juga dengan mencegah dan menghambat perjalanan alamiah penyakit alergi.

Upaya tersebut antara lain adalah den gan mencegah timbulnya suatu penyakit alergi (asma)

pada anak yang telah tersensitisasi. Suatu uji klinis multisenter ETAC (early treatment of the

atopic child) telah menunjukkan manfaat setirizin untuk menghambat timbulnya asma pada

anak kecil penderita dermatitis atopi yang sudah tersensitisasi terhadap alergen tertentu tetapi

belum menderita asma. Untuk anak yang sudah menderita asma dilakukan pengobatan

pencegahan dan kontrol asma yang bertujuan untuk mencegah kekambuhan , atau

menurunkan kekerapan serta derajat serangan asma, dengan pemberian sodium kromolin,

ketotifen, inhibitor dan antagonis leukotrien, serta kortikosteroid.

Sodium kromolin sulit diaplikasi pada anak kecil, sedangkan inhibitor serta antagonis

leukotrien baru di anjur kan untuk anak besar (>12 t ahun) saja . Ketotifen sejauh ini

12

Page 13: Asma Bronkial Pada Anak

memberikan efek profilaksis terutama untuk asma ringan. Berbagai jenis antihistamin

generasi baru mungkin dapat bermanfaat pula sebagai pencegah asma tetapi uji klinis yang

memadai untuk itu belum ada. Sejauh ini kortikosteroid merupakan antiinflamasi terpilih

yang paling efektif untuk pencegahan asma. Pemberian kortikosteroid inhalasi dapat

mengontrol asma kronik dengan baik, walaupun pada anak kecil relatif lebih sulit dilakukan

sehingga membutuhkan alat bantu inhalasi.

KESIMPULAN

Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan banyak elemen. Inflamasi

kronik menyebabkan peningkatan hiperresponsif jalan napas yang menimbulkan gejala

episodik berulang berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama

pada malam hari atau dini hari. Episodik tersebut berhubungan dengan obstruksi jalan napas

yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan .

Serangan asma dapat berupa serangan sesak napas ekspiratoir yang paroksismal, berulang-

ulang dengan mengi (“wheezing”) dan batuk yang disebabkan oleh konstriksi atau spasme

otot bronkus, inflamasi mukosa bronkus dan produksi lendir kental yang berlebihan.

Meskipun asma dapat terjadi pada semua usia, namun lebih sering terjadi pada anak-anak,

terutama sekali pada anak mulai usia 5 tahun.

Pada masa anak terjadi proses tumbuh- kembang fisis, faal, imunologi, dan perilaku

yang memberi peluang sangat besar bagi kita untuk melakukan upaya pencegahan,

kontrol, self-management, dan pengobatan asma. Walaupun medikamentosa selalu

merupakan unsur penting pengobatan asma anak, harus tetap diingat bahwa hal tersebut

hanyalah merupakan salah satu dari berbagai komponen utama penatalaksanaan asma.

Kontrol lingkungan merupakan upaya pencegahan untuk menghindari pajanan alergen

dan polutan, baik untuk mencegah sensitisasi maupun penghindaran pencetus.

13

Page 14: Asma Bronkial Pada Anak

Daftar Pustaka

1. Akib A. Sari Pediatri. Vol 4 no 2. September 2002; 78-82.

2. Morris MJ. Asthma. [ updated 2011 June 13; cited 2012 october 29].Available from :

http://emedicine.medscape.com/article/296301.

3. Price S, Willson LM. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Bagian 2

edisi 4. 1995. Jakarta: EGC: 646.

4. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Buku

Kuliah 3 Ilmu Kesehatan Anak. Cetakan Ke 7. Percetakan Infomedika : Jakarta, 2002.

5. Robbins dkk. Buku Ajar Patologi II. Edisi 4. Alih Bahasa : Staf pengajar

Laboratorium Patologi Anatomik Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga.

Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta, 1995.

6. Price, Sylvia A., Wilson, Lorraine M. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-

Proses Penyakit Edisi 6 Volume 1. Alih Bahasa: Brahm U.Pendit,Huriawati Hartanto,

Pita Wulansari, Dewi Asih Mahanani. Jakarta: EGC.

7. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Asma : Pedoman Diagnosis dan Penatalaksaan

di Indonesia. Balai Penerbit FKUI : Jakarta, 2004.

8. Isselbacher. Harrison Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit dalam. Edisi 13. Volume 3. Editor

Edisi bahasa Indonesia : Ahmad H. Asdie. Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta,

2000.

9. Gern JE, Lemanske Jr RF. Pediatric allergy: can it be prevented? Immunol Allergy

Clin North Amer 1999;19:233-52.

10. Sherrill DL, Stein R, Halonen M, Holberg CJ, Wright A, Martinez FD. Total serum

lgE and its association with asthma symptoms and allergic sensitization among

children. J Allergy Clin Immunol 1999; 104:28-36.

11. Saphiro GG. Management of pediatric asthma. Care by the specialist. Immunol

Allergy Clin North Am 1998; 18:1-23.

14