makalah penanganan asma anak

80
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pemberian obat pada asma dapat berbagai macamn cara yaitu parenteral, per oral, atau perinhalasi. Pemberian per inhalasi adalah pernberian obat secara langsung ke dalam saluran nafas melalui penghisapan. Pernberian obat secara inhalasi mempunyai beberapa keuntungan yaitu obat bekerja langsung pada saluran nafas, onset kerjanya cepat, dosis obat yang digunakan kecil, serta efek samping yang minimal karena konsentrasi obat di dalam darah sedikit atau rendah. Pemberian aerosol yang ideal adalah dengan alat yang sederhana, mudah dibawa, tidak mahal, secara selektif mencapai saluran nafas bawah, hanya sedikit yang tertinggal di saluran nafas atas serta dapat digunakan oleh anak, orang cacat atau orang tua. Namun keadaan ideal tersebut tidak dapat sepenuhnya tercapai dengan adanya beberapa keuntungan dan kerugian masing-masing jenis alat terapi inhalasi. 1

Upload: mf17

Post on 12-Jul-2016

46 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

PENANGANAN ASMA ANAK

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah Penanganan Asma Anak

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Pemberian obat pada asma dapat berbagai macamn cara yaitu parenteral, per

oral, atau perinhalasi. Pemberian per inhalasi adalah pernberian obat secara

langsung ke dalam saluran nafas melalui penghisapan. Pernberian obat secara

inhalasi mempunyai beberapa keuntungan yaitu obat bekerja langsung pada

saluran nafas, onset kerjanya cepat, dosis obat yang digunakan kecil, serta efek

samping yang minimal karena konsentrasi obat di dalam darah sedikit atau

rendah. Pemberian aerosol yang ideal adalah dengan alat yang sederhana, mudah

dibawa, tidak mahal, secara selektif mencapai saluran nafas bawah, hanya sedikit

yang tertinggal di saluran nafas atas serta dapat digunakan oleh anak, orang cacat

atau orang tua. Namun keadaan ideal tersebut tidak dapat sepenuhnya tercapai

dengan adanya beberapa keuntungan dan kerugian masing-masing jenis alat terapi

inhalasi. Terapi inhalasi dapat diberikan dengan inhaler dosis terukur (metered

dose inhaler=MDI), MDI dengan bantuan spacer, nebulizer, intermitten positive

pressure breathing, rotahaler, atau diskhaler. Jenis terapi inhalasi di atas

mempunyai keuntungan dan kerugian masing-masing. Keberhasilan terapi

inhalasi ditentukan oleh indikasi, cara pemilihan obat, jenis obat, dan cara

pemberiannya. Pada asma anak, baik tatalaksana serangan (Pereda, reliever)

maupun tatalaksana jangka panjang (pengendali, controller) sangat dianjurkan

penggunaan secara inhalasi. Penggunaan terapi inhalasi merupakan pilihan tepat

pada asma karena banyak manfaat yang didapat seperti onset kerjanya cepat, dosis

1

Page 2: Makalah Penanganan Asma Anak

obat kecil, efek samping minimal, dan langsung mencapai target. Namun

demikian, terapi inhalasi ini mempunyai beberapa kendala yaitu tehnik dan cara

pemberian yang kurang tepat sehingga masih banyak yang tidak

menggunakannya. Dengan mengetahui hal di atas diharapkan pengobatan asma

mencapai kemajuan yang cukup berarti.

1.2 TUJUAN

1. Mengetahui faktor pemicu terjadinya asma pada anak

2. Mengetahui bagaimana penanganan asma pada anak

3. Mengetahui obat-obat apa saja yang dapat diberikan dalam penanganan

asma pada anak

2

Page 3: Makalah Penanganan Asma Anak

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI ASMA

Batasan asma yang lengkap menggambarkan konsep inflamasi

sebagai dasar mekanisme terjadinya asma dikeluarkan oleh GINA. Asma

didefinisikan sebagai gangguan inflamasi kronik saluran napas dengan

banyak sel yang berperan, khususnya sel mast, eosinofil, dan limfosit T.

Pada orang yang rentan inflamasi ini menyebabkan episode mengi

berulang, sesak nafas, rasa dada tertekan, dan batuk, khususnya pada

malam hari atau dini hari. Gejala ini biasanya berhubungan dengan

penyempitan jalan napas yang luas namun bervariasi, yang paling tidak

sebagian bersifat reversibel baik secara spontan maupun dengan

pengobatan. Inflamasi ini juga berhubungan dengan hiperreaktivitas jalan

napas terhadap berbagai rangsangan.

Batasan di atas memang sangat lengkap, namun dalam penerapan

klinis untuk anak tidak praktis. Agaknya karena itu para perumus

Konsensus Internasional dalam pernyataan ketiganya tetap menggunakan

definisi lama yaitu: Mengi berulang dan/atau batuk persisten dalam asma

adalah yang paling mungkin, sedangkan sebab lain yang lebih jarang telah

disingkirkan.

Pedoman Nasional Asma Anak juga menggunakan batasan yang

praktis dalam bentuk batasan operasional yaitu mengi berulang dan/atau

batuk persisten dengan karakteristik sebagai berikut: timbul secara

3

Page 4: Makalah Penanganan Asma Anak

episodik, cenderung pada malam hari/dini hari (nokturnal), musiman,

adanya faktor pencetus diantaranya aktivitas fisis, dan bersifat reversibel

baik secara spontan maupun dengan

4

Page 5: Makalah Penanganan Asma Anak

5

pengobatan, serta adanya riwayat asma atau atopi lain pada pasien/keluarganya.

Pengertian kronik dan berulang mengacu pada kesepakatan UKK Pulmologi pada

KONIKA V di Medan tahun 1981 tentang Batuk Kronik Berulang (BKB) yaitu

batuk yang berlangsung lebih dari 14 hari dan/atau tiga atau lebih episode dalam

waktu 3 bulan berturut-turut.

2.2 EPIDEMIOLOGI ASMA

Dilaporkan bahwa sejak dua dekade terakhir prevalensi asma

meningkat, baik pada anak-anak maupun dewasa. Di negara-negara maju,

peningkatan berkaitan dengan polusi udara dari industri maupun otomotif,

interior rumah, gaya hidup, kebiasaan merokok, pola makanan,

penggunaan susu botol dan paparan alergen dini. Asma mempunyai

dampak negatif pada kehidupan penderitanya termasuk untuk anak, seperti

menyebabkan anak sering tidak masuk sekolah dan total asma di dunia

diperkirakan 7,2% (6% pada dewasa dan 10% pada anak).

Terdapat variasi prevalensi, angka perawatan, dan mortalitas asma,

baik regional maupun lokal, perbedaaan tersebut belum jelas apakah

prevalensi memang berbeda atau karena perbedaan kriteria diagnosis.

Untuk mengatasi hal tersebut telah dilaksanakan penelitian multisenter di

beberapa negara menggunakan definisi asma yang sama, dengan

menggunakan kuesioner standart. Salah satu penelitian multisenter yang

dilaksanakan yaitu International Study of Asthma and Allergy in Children

(ISAAC).

Telah dilakukan penelitian ISAAC fase I pada tahun 1996, yang

Page 6: Makalah Penanganan Asma Anak

6

dilanjutkan dengan ISAAC fase III pada tahun 2002. Penelitian ISAAC

fase I telah dilaksanakan di 56 negara, meliputi 155 senter, pada anak usia

6 - 7 tahun dan

13-14 tahun. Penelitian ISAAC menggunakan kuesioner standar dengan

pertanyaan:”Have you (your child) had wheezing or whistling in the chest in the

last 12 months?” Untuk mengelompokkan dalam diagnosis asma bila jawabannya

“Ya”. Pada anak usia 13 – 14 tahun selain diminta mengisi kuesioner juga

diperlihatkan video asma. Hasilnya ternyata sangat bervariasi. Untuk usia 13 – 14

tahun yang terendah di Indonesia (1,6%) dan yang tertinggi di Inggris, sebesar

36,8%.

Survey mengenai prevalens asma di Eropa telah dilakukan di 7

negara (Asthma insights & Reality in Europe = AIRE) meliputi 73.880

rumah tangga, yang berjumlah 213.158 orang. Hasil survei mendapatkan

prevalensi populasi current asthma sebesar 2,7%.

Penelitian mengenai prevalensi asma di Indonesia telah dilakukan di

beberapa pusat pendidikan, namun belum semuanya menggunakan

kuesioner standar. Pada Tabel 1. dapat dilihat beberapa hasil survei

prevalensi asma pada anak di Indonesia.

Page 7: Makalah Penanganan Asma Anak

7

Tabel 1. Prevalensi Asma di Indonesia

Peneliti

(Kota)

T

a

h

u

n

Ju

ml

ah

sa

mp

el

U

m

u

r

(

T

a

h

u

n

)

Pr

eva

len

si

(%

)

Djajanto B (Jakarta)

1991 1200

6

-

1

2

16,

4

Rosmayudi O (Bandung)

1993 4865

6

-

1

2

6,6

Page 8: Makalah Penanganan Asma Anak

8

Dahlan (Jakarta)

1996 -

6

-

1

2

17,

4

Arifin (Palembang)

1996 1296

1

3

-

1

5

5,7

Rosalina (Bandung)

1997 3118

1

3

-

1

5

2,6

Yunus F (Jakarta)

2001 2234

1

3

-

1

4

11,

5

Kartasasmita CB

(Bandung)

2002 2678

2836

6

-

7

1

3,0

5,2

Page 9: Makalah Penanganan Asma Anak

9

3

-

1

4

Rahajoe NN (Jakarta)

2

0

0

2

1296

1

3

-

1

4

6,7

Di Rumah Sakit Dr. Soetomo Surabaya kunjungan penderita asma

dibawah usia 5 tahun di Instalasi Rawat Darurat pada tahun 1997 adalah

239 anak dari 8994 anak ( 2,6 %), pada tahun 2002 adalah 472 anak dari

14.926 anak ( 3,1 %) ( Data rekam medik IRD RS Dr. Soetomo Surabaya).

Berbagai faktor mempengaruhi tinggi rendahnya prevalens asma di

suatu tempat, antara lain umur, gender, ras, sosio-ekonomi dan faktor

lingkungan. Faktor-faktor tersebut mempengaruhi prevalensi asma,

terjadinya serangan asma, berat ringannya serangan, derajat asma dan

kematian karena penyakit asma.

2.3 PATOGENESIS ASMA

Pada sekitar tahun 1970, asma diartikan sebagai sumbatan jalan

napas yang timbul mendadak , dan akan membaik secara spontan atau

Page 10: Makalah Penanganan Asma Anak

10

dengan pengobatan. Mekanisme utama timbulnya gejala asma diakibatkan

hiperreaktivitas bronkus, sehingga pengobatan utama asma adalah untuk

mengatasi bronkospasme.

Konsep terkini yaitu asma merupakan suatu proses inflamasi kronik

yang khas, melibatkan dinding saluran respiratorik, menyebabkan

terbatasnya aliran udara dan peningkatan reaktivitas saluran

napas.Gambaran khas adanya inflamasi saluran respiratorik adalah aktivasi

eosinofil, sel mast, makrofag, dan sel limfosit. T pada mukosa dan lumen

saluran respiratorik. Proses inflamasi ini terjadi meskipun asmanya ringan

atau tidak bergejala.

Pada banyak kasus terutama pada anak dan dewasa muda, asma

dihubungkan dengan manifestasi atopi melalui mekanisme IgE-dependent.

Pada populasi diperkirakan faktor atopi memberikan kontribusi pada 40 %

penderita asma anak dan dewasa.

Reaksi imunologik yang timbul akibat paparan dengan alergen pada

awalnya menimbulkan fase sensitisasi. Akibatnya terbentuk Ig E spesifik

oleh sel plasma. Ig E melekat pada Fc reseptor pada membran sel mast dan

basofil. Bila ada rangsangan berikutnya dari alergen serupa, akan timbul

reaksi asma cepat

( immediate asthma reaction). Terjadi degranulasi sel mast, dilepaskan mediator-

mediator : histamin, leukotrien C4(LTC4), prostaglandin D2(PGD2), tromboksan

A2, tryptase. Mediator-mediator tersebut menimbulkan spasme otot bronkus,

hipersekresi kelenjar, oedema, peningkatan permeabilitas kapiler, disusul dengan

Page 11: Makalah Penanganan Asma Anak

11

akumulasi sel eosinofil. Gambaran klinis yang timbul adalah serangan asma akut.

Keadaan ini akan segera pulih kembali( serangan asma hilang) dengan

pengobatan.

Setelah 6- 8 jam maka terjadi proses selanjutnya , disebut reaksi asma

lambat (late asthma reaction). Akibat pengaruh sitokin IL3, IL4, GM-CSF yang

diproduksi oleh sel mast dan sel limfosit T yang teraktivasi, akan mengaktifkan

sel-sel radang : eosinofil, basofil, monosit dan limfosit. Sedikitnya ada dua jenis

T-helper (Th), limfosit subtipe CD4+ telah dikenal profilnya dalam produksi

sitokin. Meskipun kedua jenis limfosit T mensekresi IL – 3 dan granulocyte –

macrophage colony – stimulating factor (GM – CSF), Thl terutama memproduksi

IL – 2, IF gamma dan TNF beta sedangkan Th2 terutama memproduksi sitokin

yang terlibat dalam asma, yaitu IL – 4, IL – 5, IL – 9, IL – 13, dan IL – 16.

Sitokin yang dihasilkan oleh Th2 bertanggungjawab atas terjadinya reaksi

hipersensitivitas tipe lambat . Masing –masing sel radang berkemampuan

mengeluarkan mediator inflamasi. Eosinofil memproduksi LTC4, Eosinophil

Peroxidase (EPX), Eosinophil Cathion Protein (ECP) dan Major Basic Protein

(MBP). Mediator-mediator tersebut merupakan mediator inflamasi yang

menimbulkan kerusakan jaringan. Sel basofil mensekresi histamin, LTC4, PGD2.

Mediator tersebut dapat menimbulkan bronkospasme. Sel makrofag mensekresi

IL8, platelet activating factor (PAF), regulated upon activation novel T cell

expression and presumably secreted (RANTES) .Semua mediator diatas

merupakan mediator inflamasi yang meningkatkan proses keradangan,

mempertahankan proses inflamasi. Mediator inlamasi tersebut akan membuat

Page 12: Makalah Penanganan Asma Anak

12

kepekaan bronkus berlebihan, sehingga bronkus mudah konstriksi, kerusakan

epitel, penebalan membrana basalis dan terjadi peningkatan permeabilitas bila ada

rangsangan spesifik maupun non spesifik.Secara klinis, gejala asma menjadi

menetap, penderita akan lebih peka terhadap rangsangan. Kerusakan jaringan akan

menjadi irreversibel bila paparan berlangsung terus dan penatalaksanaan kurang

adekuat.

Gambar 1. Patogenesis Asma ( dikutip dari GINA 2002)

Remodeling Saluran Napas

Sejalan dengan proses inflamasi kronik, perlukaan epitel bronkus

merangsang proses reparasi saluran respiratorik yang menghasilkan

perubahan struktural dan fungsional yang menyimpang pada saluran

respiratorik yang dikenal dengan istilah remodeling atau repair.

Kerusakan epitel bronkus adalah akibat dilepaskannya sitokin dari sel

inflamasi seperti eosinofil. Kini dibuktikan bahwa otot polos saluran napas

Page 13: Makalah Penanganan Asma Anak

13

juga memproduksi sitokin dan kemokin seperti eotaxin, RANTES, GM-

CSF dan IL-5, juga faktor pertumbuhan dan mediator lipid, sehingga

mengakibatkan penumpukan kolagen di lamina propia.

Pada proses remodeling yang berperan adalah sitokin IL4, TGF beta

dan Eosinophil Growth Factor (EGF). TGF beta merangsang sel fibroblast

berproliferasi, epitel mengalami hiperplasia, pembentukan kolagen

bertambah. Akibat proses remodeling tersebut terjadi pelepasan epitel

yang rusak, jaringan membrana basalis mukosa menebal

(pseudothickening), hiperplasia kelenjar, edema submukosa, infiltrasi sel

radang dan hiperplasia otot. Perubahan semacam ini tidak memberikan

perbaikan klinis, tetapi mengakibatkan penyempitan lumen bronkus yang

persisten dan memberikan gambaran klinis asma kronis.

Gambar 2. Inflamasi dan remodeling pada asma (dikutip dari GINA 2002)

Menurut paradigma yang lampau, proses remodeling terjadi akibat

kerusakan epitel bronkus yang disebabkan oleh proses inflamasi kronis.

Page 14: Makalah Penanganan Asma Anak

14

Sehingga apabila obat antiinflamasi tidak diberikan sedini mungkin

sebagai profilaksis, maka inflamasi berlangsung terus dan obstruksi

saluran napas menjadi irreversibel dan proses remodeling bertambah

hebat. Pada penelitian terhadap anak dengan riwayat keluarga atopi yang

belum bermanifestasi sebagai asma ternyata ditemukan infiltrasi eosinofil

dan penebalan lamina retikularis. Hal ini mencurigakan bahwa proses

remodeling telah terjadi sebelum atau bersamaan dengan proses inflamasi.

Apabila intervensi dini diberikan segera setelah gejala asma timbul, bisa

jadi tindakan kita telah terlambat untuk mencegah terjadinya proses

remodeling.

Page 15: Makalah Penanganan Asma Anak

15

2.4 PATOFISIOLOGI ASMA

Inflamasi saluran napas yang ditemukan pada pasien asma diyakini

merupakan hal yang mendasari gangguan fungsi : obstruksi saluran napas

menyebabkan hambatan aliran udara yang dapat kembali secara spontan

atau setelah pengobatan. Perubahan fungsional yang dihubungkan dengan

gejala khas pada asma ; batuk, sesak dan wheezing dan disertai

hipereaktivitas saluran respiratorik terhadap berbagai rangsangan. Batuk

sangat mungkin disebabkan oleh stimulasi saraf sensoris pada saluran

respiratorik oleh mediator inflamasi dan terutama pada anak, batuk

berulang bisa jadi merupakan satu-satunya gejala asma yang ditemukan

(Gambar 4).

Page 16: Makalah Penanganan Asma Anak

16

Page 17: Makalah Penanganan Asma Anak

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 DIAGNOSIS DAN KLASIFIKASI ASMA

Diagnosis

Penegakan diagnosis asma didasarkan pada anamnesis, tanda-tanda

klinik dan pemeriksaan tambahan.

1. Pemeriksaan anamnesis keluhan episodik batuk kronik berulang,

mengi, sesak dada, kesulitan bernafas

2. Faktor pencetus (inciter) dapat berupa iritan (debu), pendinginan

saluran nafas, alergen dan emosi, sedangkan perangsang (inducer)

berupa kimia, infeksi dan alergen.

3. Pemeriksaan fisik sesak nafas (dyspnea), mengi, nafas cuping

hidung pada saat inspirasi (anak), bicara terputus putus, agitasi,

hiperinflasi toraks, lebih suka posisi duduk. Tanda- tanda lain

sianosis, ngantuk, susah bicara, takikardia dan hiperinflasi torak

4. Pemeriksaan uji fungsi paru sebelum dan sesudah pemberian

metakolin atau bronkodilator sebelum dan sesudah olahraga dapat

membantu menegakkan diagnosis asma.

Asma sulit didiagnosis pada anak di bawah umur 3 tahun. Untuk

anak yang sudah besar (>6 tahun) pemeriksaan fungsi paru sebaiknya

dilakukan. Uji fungsi paru yang sederhana dengan peak flow meter atau

yang lebih lengkap dengan spirometer, uji yang lain dapat melalui

13

Page 18: Makalah Penanganan Asma Anak

provokasi bronkus dengan histamin, metakolin, latihan (exercise), udara

kering dan

14

Page 19: Makalah Penanganan Asma Anak

14

dingin, atau dengan NaCl hipertonis. Penggunaan peak flow meter

merupakan hal penting dan perlu diupayakan, karena selain mendukung

diagnosis, juga mengetahui keberhasilan tata laksana asma, selain itu dapat

juga menggunakan lembar catatan harian sebagai alternatif.

Wheezing berulang dan / atau batuk kronik berulang merupakan titik

awal untuk menegakkan diagnosis. Termasuk yang perlu dipertimbangkan

kemungkinan asma adalah anak-anak yang hanya menunjukkan batuk

sebagai satu-satunya tanda, dan pada saat diperiksa tanda wheezing, sesak

dan lain-lain sedang tidak timbul.

Sehubungan dengan kesulitan mendiagnosis asma pada anak kecil.,

khususnya anak di bawah 3 tahun, respons yang baik terhadap obat

bronkodilator dan steroid sistemik (5 hari) dan dengan penyingkiran

penyakit lain diagnosis asma menjadi lebih definitif. Untuk anak yang sudah

besar (>6 tahun) pemeriksaan faal paru sebaiknya dilakukan. Uji fungsi paru

yang sederhana dengan peak flow meter, atau yang lebih lengkap dengan

spirometer. Uji provokasi bronkus dengan histamin, metakolin, latihan

(exercise), udara kering dan dingin atau dengan NaCl hipertonis, sangat

menunjang diagnosis. Pemeriksaan ini berguna untuk mendukung diagnosis

asma anak melalui 3 cara yaitu didapatkannya :

1. Variabilitas pada PFR atau FEVI > 15 %

Variablitas harian adalah perbedaan nilai (peningkatan / penurunan)

hasil PFR dalam satu hari. Penilaian yang baik dapat dilakukan

dengan variabilitas mingguan yang pemeriksaan berlangsung > 2

Page 20: Makalah Penanganan Asma Anak

15

minggu.

2. Reversibilitas pada PFR atau FEVI > 15%

Reversibilitas adalah perbedaan nilai (peningkatan) PFR atau FEVI

setelah pemberian inhalasi bronkodilator.

3. Penurunan > 20 % pada FEVI (PD20 atau PC20) setelah provokasi

bronkus dengan metakolin atau histamin.

Penggunaan peak flow meter merupakan hal yang penting dan perlu

diupayakan, karena selain untuk mendukung diagnosis juga untuk

mengetahui keberhasilan tatalaksana asma. Berhubung alat tersebut tidak

selalu ada, maka Lembar Catatan Harian dapat digunakan sebagai alternatif

karena mempunyai korelasi yang baik dengan faal paru. Lembar Catatan

Harian dapat digunakan dengan atau tanpa pemeriksaan PFR.

Pada anak dengan gejala dan tanda asma yang jelas, serta respons

terhadap pemberian obat bronkodilator baik sekali, maka tidak perlu

pemeriksaan diagnostik lebih lanjut. Bila respons terhadap obat asma tidak

baik, sebelum memikirkan diagnosis lain, maka perlu dinilai dahulu

beberapa hal. Hal yang perlu dievaluasi adalah apakah penghindaran

terhadap pencetus sudah dilakukan, apakah dosis obat sudah adekuat, cara

dan waktu pemberiannya sudah benar, serta ketaatan pasien baik. Bila

semua aspek tersebut sudah dilakukan dengan baik dan benar. Maka perlu

dipikirkan kemungkinan diagnosis bukan asma.

Pada pasien dengan batuk produktif, infeksi respiratorik berulang,

gejala respiratorik sejak masa neonatus, muntah dan tersedak, gagal tumbuh,

Page 21: Makalah Penanganan Asma Anak

16

atau kelainan fokal paru, diperlukan pemeriksaan lebih lanjut. Pemeriksaan

yang perlu dilakukan adalah foto Rontgen paru, uji fungsi paru, dan uji

provokasi. Selain itu mungkin juga perlu diperiksa foto Rontgen sinus

paranasalis, uji keringat, uji imunologis, uji defisiensi imun, pemeriksaan

refluks, uji mukosilier, bahkan tindakan bronkoskopi.

Di Indonesia, tuberkulosis (TB) masih merupakan penyakit yang

banyak dijumpai dan salah satu gejalanya adalah batuk kronik berulang.

Oleh karena itu uji tuberkulin perlu dilakukan baik pada kelompok yang

patut diduga asma maupun yang bukan asma (lihat alur diagnosis asma,

lampiran ). Dengan cara tersebut di atas, maka penyakit tuberkulosis yang

mungkin bersamaan dengan asma akan terdiagnosis dan diterapi. Pasien TB

yang memerlukan steroid untuk pengobatan asmanya, steroid sistemik

jangka pendek atau steroid inhalasi tidak akan memperburuk

tuberkulosisnya karena sudah dilindungi dengan obat TB. Menurut

pengamatan di lapangan,sering terjadi overdiagnosis TB dan

underdiagnosis asma, karena pada pasien anak dengan batuk kronik

berulang sering kali yang pertama kali dipikirkan adalah TB, bukan asma.

Berdasakan alur diagnosis asma anak, setiap anak yang menunjukkan gejala

batuk dan / atau wheezing maka diagnosis akhirnya dapat berupa :

1. Asma

2. Asma dengan penyakit lain

3. Bukan asma

Page 22: Makalah Penanganan Asma Anak

17

Klasifikasi Derajat Penyakit

Secara arbitreri PNAA membagi asma anak menjadi 3 derajat

penyakit, dengan kriteria yang lebih lengkap dibandingkan Konsensus

Internasional, seperti dapat dilihat dalam tabel berikut ini.

Tabel 2. Klasifikasi Derajat Penyakit Asma Anak

Parameter Klinis,

kebutuhan obat, dan faal paru

Asma EpisodikJarang

Asma EpisodikSering Asma Persisten

1. Frekuensi serangan <1x / bulan > 1 x / bulan Sering

2. Lama serangan < 1 minggu > 1 mingguHampir sepanjang tahun, tidak ada

remisi3. Intensitas

seranganbiasanya ringan biasanya sedang Biasanya berat

4. Di antara serangan tanpa gejala sering ada gejala Gejala siang dan

malam5. Tidur dan

aktivitastidak terganggu sering terganggu Sangat terganggu

6. Pemeriksaan fisis di luar serangan

Normal (tidak ditemukan kelainan)

Mungkin terganggu

(ditemukan kelainan)

Tidak pernah normal

7. Obat pengendali (anti inflamasi)

tidak perlu perlu Perlu

8. Uji faal paru (di luar serangan)

PEF / FEVI > 80 %

PEF / FEV1 60 – 80 %

PFV / FEVI < 60 %

Variabilitas 20 – 30 %

9. Variabilitas faal paru (bila ada serangan)

Variabilitas > 15 % Variabilitas > 30

%Variabilitas > 50

%

Sebagai perbandingan, GINA membagi derajat penyakit asma menjadi 4,

yaitu Asma Intermiten, Asma Persisten Ringan, Asma Persisten Sedang, dan

Asma Persisten Berat. Dasar pembagiannya adalah gambaran klinis, faal paru dan

Page 23: Makalah Penanganan Asma Anak

18

obat yang dibutuhkan untuk mengendalikan penyakit. Dalam klasifikasi GINA

dipersyaratkan adanya nilai PEF atau FEVI untuk penilaiannya.

Konsensus Internasional III juga membagi derajat penyakit asma anak

berdasarkan keadaan klinis dan kebutuhan obat menjadi 3, yaitu, Asma episodik

jarang yang meliputi 75 % populasi anak asma, Asma episodik sering meliputi 20

% populasi, dan Asma persisten meliputi 5 % populasi. Klasifikasi asma seperti

ini juga dikemukakan oleh Martin dkk dari Melbourne asthma Study Group.

3.2 FAKTOR-FAKTOR RISIKO ASMA ANAK

Adapun faktor risiko pencetus asma bronkial yaitu :

1. Asap Rokok

Beberapa penelitian menyebutkan bahwa risiko munculnya asma meningkat

pada anak yang terpapar sebagai perokok pasif dengan OR = 3,3 (95% CI

1,41- 5,74).

2. Tungau Debu Rumah

Asma pada anak juga dapat disebabkan oleh masuknya suatu alergen

misalnya tungau debu rumah yang masuk ke dalam saluran nafas sehingga

merangsang terjadinya reaksi hipersentitivitas tipe I.

3. Jenis Kelamin

Jumlah kejadian asma pada anak laki-laki lebih banyak dibandingkan

dengan perempuan. Perbedaan jenis kelamin pada kekerapan asma

bervariasi, tergantung usia dan mungkin disebabkan oleh perbedaan

karakter biologi. Kekerapan asma anak laki-laki usia 2-5 tahun

ternyata 2 kali lebih sering dibandingkan perempuan sedangkan pada usia

Page 24: Makalah Penanganan Asma Anak

19

14 tahun risiko asma anak laki- laki 4 kali lebih sering dan kunjungan ke

rumah sakit 3 kali lebih sering dibanding anak perempuan pada usia

tersebut, tetapi pada usia 20 tahun kekerapan asma pada laki-laki

merupakan kebalikan dari insiden ini.

4. Binatang Piaraan

Binatang peliharaan yang berbulu dapat menjadi sumber alergen inhalan.

Sumber penyebab asma adalah alergen protein yang ditemukan pada

bulu binatang di bagian muka dan ekskresi.

5. Jenis Makanan

Makanan yang terutama sering mengakibatkan reaksi yang fatal tersebut

adalah kacang, ikan laut dan telor. Alergi makanan seringkali tidak

terdiagnosis sebagai salah satu pencetus asma meskipun penelitian

membuktikan alergi makanan sebagai pencetus bronkokontriksi pada 2%-

5% anak dengan asma.

6. Perubahan Cuaca

Kondisi cuaca yang berlawanan seperti temperatur dingin, tingginya

kelembaban dapat menyebabkan asma lebih parah, epidemik yang dapat

membuat asma menjadi lebih parah berhubungan dengan badai dan

meningkatnya konsentrasi partikel alergenik.

7. Riwayat Penyakit Keluarga

Faktor ibu ternyata lebih kuat menurunkan asma dibanding dengan bapak.

Orang tua asma kemungkinan 8-16 kali menurunkan asma dibandingkan

Page 25: Makalah Penanganan Asma Anak

20

dengan orang tua yang tidak asma, terlebih lagi bila anak alergi terhadap

tungau debu rumah.

3.3 TATALAKSANA ASMA JANGKA PANJANG

3.3.1 Tujuan Tatalaksana

Tujuan tatalaksana asma anak secara umum adalah untuk menjamin

tercapainya potensi tumbuh kembang anak secara optimal. Secara lebih rinci

tujuan yang ingin dicapai adalah :

1. Pasien dapat menjalani aktivitas normalnya, termasuk bermain dan

berolahraga.

2. Sesedikit mungkin angka absensi sekolah.

3. Gejala tidak timbul siang ataupun malam hari.

4. Uji fungsi paru senormal mungkin, tidak ada variasi diurnal yang

mencolok.

5. Kebutuhan obat seminimal mungkin dan tidak ada serangan.

6. Efek samping obat dapat dicegah agar tidak atau sesedikit mungkin

timbul, terutama yang mempengaruhi tumbuh kembang anak.

Apabila tujuan ini belum tercapai maka perlu reevaluasi

tatalaksananya.

3.3.2 Tatalaksana Medikamentosa

Obat asma dapat dibagi dalam 2 kelompok besar, yaitu obat pereda

(reliever) dan obat pengendali (controller). Obat pereda ada yang

menyebutnya pelega, atau obat serangan. Obat kelompok ini digunakan

untuk meredakan serangan atau gejala asma jika sedang timbul. Bila

Page 26: Makalah Penanganan Asma Anak

21

serangan sudah teratasi dan sudah tidak ada gejala lagi maka obat ini tidak

digunakan lagi. Kelompok kedua adalah obat pengendali, yang sering

disebut sebagai obat pencegah, atau obat profilaksis. Obat ini digunakan

untuk mengatasi masalah dasar asma yaitu inflamasi respitorik kronik.

Dengan demikian pemakaian obat ini terus menerus dalam jangka waktu

yang relatif lama, tergantung derajat penyakit asma dan responsnya terhadap

pengobatan/penanggulangan. Obat-obat pengendali diberikan pada Asma

Episodik Sering dan Asma Persisten.

Asma Episodik Jarang

Asma Episodik Jarang cukup diobati dengan obat pereda berupa

bronkodilator β-agonis hirupan kerja pendek (Short Acting β2-Agonist,

SABA) atau golongan santin kerja cepat bila perlu saja, yaitu jika ada

gejala/serangan. (Evidence A) Anjuran memakai hirupan tidak mudah

dilakukan mengingat obat tersebut mahal dan tidak selalu tersedia disemua

daerah. Di samping itu pemakaian obat hirupan (Metered Dose Inhaler atau

Dry Powder Inhaler) memerlukan teknik penggunaan yang benar (untuk

anak besar), dan membutuhkan alat bantu (untuk anak kecil/bayi) yang juga

tidak selalu ada dan mahal harganya. Bila obat hirupan tidak ada/tidak dapat

digunakan, maka β-agonis diberikan per oral. (evidence D).

Penggunaan teofilin sebagai bronkodilator makin kurang perannya

dalam tatalaksana asma karena batas keamanannya sempit. Namun

mengingat di Indonesia obat β-agonis oralpun tidak selalu ada maka dapat

digunakan teofilin dengan memperhatikan kemungkinan timbulnya efek

Page 27: Makalah Penanganan Asma Anak

22

samping. Di samping itu penggunaan β-agonis oral tunggal dengan dosis

besar seringkali menimbulkan efek samping berupa palpitasi, dan hal ini

dapat dikurangi dengan mengurangi dosisnya serta dikombinasi dengan

teofilin (Evidence C).

Konsensus Internasional III dan juga pedoman Nasional Asma Anak

seperti terlihat dalam klasifikasi asmanya tidak menganjurkan pemberian

anti inflamasi sebagai obat pengendali untuk asma ringan. Jadi secara tegas

PNAA tidak menganjurkan pemberian pemberian obat controller pada

Asma Episodik Jarang. Hal ini sesuai dengan GINA yang belum perlu

memberikan obat controller pada Asma Intermiten, dan baru

memberikannya pada Asma Persisten Ringan (derajat 2 dari 4) berupa anti-

inflamasi yaitu steroid hirupan dosis rendah, atau kromoglikat hirupan.

(Evidence A) Dalam alur tatalaksana jangka panjang (Lampiran ) terlihat

bahwa jika tatalaksana Asma Episodik Jarang sudah adekuat namun

responsnya tetap tidak baik dalam 4-6minggu, maka tatalaksananya

berpindah ke Asma Episodik Sering.

Konig menemukan bukti bahwa dengan mengikuti panduan

tatalaksana yang lazim, yaitu hanya memberikan bronkodilator tanpa anti-

inflamasi pada Asma Episodik Jarang, ternyata dalam jangka panjang (+8

tahun) pada kelompok tersebut paling sedikit yang mengalami perbaikan

derajat asma. Di lain pihak, Asma Episodik Sering yang mendapat

kromoglikat, dan Asma Persisten yang mendapat steroid hirupan,

menunjukkan perbaikan derajat asma yang lebih besar. Perbaikan yang

Page 28: Makalah Penanganan Asma Anak

23

dimaksud adalah menurunnya derajat asma, misalnya dari Asma Persisten

menjadi Asma Episodik Sering atau Asma Episodik Jarang, bahkan sampai

asmanya asimtomatik.

Asma Episodik Sering

Jika penggunaan β-agonis hirupan sudah lebih dari 3x perminggu

(tanpa menghitung penggunaan praaktivitas fisis), atau serangan

sedang/berat terjadi lebih dari sekali dalam sebulan, maka penggunaan anti-

inflamasi sebagai pengendali sudah terindikasi. (Evidence A) pada awalnya,

anti-inflamasi tahap pertama yang digunakan adalah kromoglikat, dengan

dosis minimum 10 mg 2-4 kali perhari. Obat ini diberikan selama 6-8

minggu, kemudian dievaluasi hasilnya. Jika asma sudah terkendali,

pemeberian kromoglikat dapat dikurangi menjadi 2-3 kali perhari. Penelitian

terakhir, Tasche dkk, mendapatkan hasil bahwa pemberian kromolin kurang

bermanfaat pada terlaksana asma jangka panjang. Dengan dasar tersebut

PNAA revisi terakhir tidak mencantumkan kromolin (kromoglikat dan

nedokromil) sebagai tahap pertama melainkan steroid hirupan dosis rendah

sebagai anti-inflamasi (Lampiran) (Evidence A).

Tahap pertama obat pengendali adalah pemberian steroid hirupan

dosis rendah yang biasanya cukup efektif. Obat steroid hirupan yang sudah

sering digunakan pada anak adalah budesonid, sehingga digunakan sebagai

standar. Dosis rendah steroid hirupan adalah setara dengan 100-200 ug/hari

budesonid (50-100 ug/hari flutikason) untuk anak berusia kurang dari 12

tahun, dan 200-400 ug/hari budesonid (100-200 ug/hari flutikason) untuk

Page 29: Makalah Penanganan Asma Anak

24

anak berusia di atas 12 tahun. Dalam penggunaan beklometason atau

budesonid dengan dosis 100-200 ug/hari, atau setara flutikason 50-100 ug

belum pernah dilaporkan adanya efek samping jangka panjang.

Sesuai dengan mekanisme dasar asma yaitu inflamasi kronik, obat

pengendali berupa anti-inflamasi membutuhkan waktu untuk menimbulkan

efek terapi. Oleh karena itu penilaian efek terapi dilakuakn setelah 6-8

minggu, yaitu waktu yang diperlukan untuk mengendalikan inflamasinya.

Setelah pengobatan selama 6-8 minggu dengan steroid hirupan dosis rendah

tidak respons (masih terdapat gejala asma atau atau gangguan tidur atau

aktivitas sehari-hari), maka dilanjutkan dengan tahap kedua (Lampiran 3)

yaitu menaikkan dosis steroid hirupan sampai dengan 400 ug/hari yang

termasuk dalam tatalaksana Asma Persisten. Jika tatalaksana dalam suatu

derajat penyakit asma sudah adekuat namun responsnya tetap tidak baik

dalam 6-8 minggu, maka derajat tatalaksanya berpindah ke yang lebih berat

(step-up). Sebaliknya jika asmanya terkendali dalam 6-8 minggu, maka

derajatnya beralih ke yang lebih ringan (step-down). Bila memungkinkan

steroid hirupan dihentikan penggunaannya.

Sebelum melakukan step-up, perlu dievaluasi pelaksanaan

penghindaran pencetus, cara penggunaan obat, faktor komorbid yang

mempersulit pengendalian asma seperti rintis dan sinusitis. Telah dibuktikan

bahwa penatalaksanaan rintis dan sinusitis secara optimal dapat

memperbaiki asma yang terjadi secara bersamaan.

Page 30: Makalah Penanganan Asma Anak

25

Asma Persisten

Cara pemberian steroid hirupan apakah dimulai dari dosis tinggi ke

rendah selama gejala masih terkendali, atau sebaliknya dimulai dari dosis

rendah ke tinggi hingga gejala dapat dikendalikan, tergantung pada

kasusnya. Dalam keadaaan tertentu, khususnya pada anak dengan penyakit

berat, dianjurkan untuk menggunakan dosis tinggi dahulu, disertai steroid

oral jangka pendek (3-5 hari). Selanjutnya dosis steroid hirupan diturunkan

sampai dosis terkecil yang masih optimal.

Dosis steroid hirupan yang masih dianggap aman adalah setara

budesonid 400 ug/hari. Di atas dilaporkan adanya pengaruh sistemik

minimal, sedangkan dengan dosis 800 ug/hari agaknya mulai berpengaruh

terhadap poros HPA (hipotalamus-hipotesis-adrenal) sehingga dapat

berdampak terhadap pertumbuhan. Efek samping steroid hirupan dapat

dikurangi dengan penggunaan alat pemberi jarak berupa perenggang

(spacer) yang akan mengurangi deposisi di daerah orofaringeal sehingga

mengurangi absorbsi sistemik dan meningkatkan deposisi obat di paru.

Selain itu untuk mengurangi efek samping steroid hirupan, bila sudah

mampu pasien dianjurkan berkumur dan air kumurannya dibuang setelah

menghirup obat.

Setelah pemberian steroid hirupan dosis rendah tidak mempunyai

respons yang baik, diperlukan terapi alternatif pengganti yaitu

meningkatkan steroid yang baik, diperlukan terapi alternatif pengganti yaitu

meningkatkan steroid menjadi dosis medium atau terapi steroid hirupan

Page 31: Makalah Penanganan Asma Anak

26

dosis rendah ditambah dengan LABA (Long Acting β-2 Agonist) atau

ditambahkan Theophylline Slow Release (TSR) atau ditambahkan Anti-

Leukotriene Receptor (ALTR)(1,3). (Evidence A) Yang dimaksud dosis

medium adalah setara dengan 200-400 ug/hari budesonid (100-200 ug/hari

flutikason) untuk anak berusia kurang dari 12 tahun, 400-600 ug/hari

budesonid (200-300 ug/hari flutikason) untuk anak berusia di atas 12 tahun.

(Evidence D).

Apabila dengan pengobatan lapis kedua selama 6-8 minggu tetap

terdapat gejala asma, maka dapat diberikan alternatif lapis ketiga yaitu dapat

meningkatkan dosis kortikosteroid sampai dengan dosis tinggi, atau tetap

dosis medium ditambahkan dengan LABA, atau TSR, atau ALTR.

(Evidence A) yang dimaksud dosis tinggi adalah setara dengan >400 ug/hari

budesonid (>200 ug/hari flutikason) untuk anak berusia kurang dari 12

tahun, dan >600 ug/hari budesonid (>300 ug/hari flutikason) untuk anak

berusia di atas 12 tahun (Evidence D).

Penambahan LABA pada steroid hirupan telah banyak dibuktikan

keberhasilannya yaitu dapat memperbaiki FEVI, menurunkan gejala

asmanya, dan memperbaiki kualitas hidupnya. Apabila dosis steroid hirupan

sudah mencapai >800 ug/hari namun tetap tidak mempunyai respons, maka

baru digunakan steroid oral (sistemik). Jadi penggunaan kortikosteroid oral

sebagai controller (pengendali) adalah jalan terakhir setelah penggunaan

steroid hirupan atau alternatif di atas telah dijalankan. (Evidence B) Langkah

ini diambil hanya bila bahaya dari asmanya lebih besar daripada bahaya

Page 32: Makalah Penanganan Asma Anak

27

efek samping obat. Untuk steroid oral sebagai dosis awal dapat diberikan

1-2 mg/kgBB/hari. Dosis kemudian diturunkan sampai dosis terkecil yang

diberikan selang hari pada pagi hari. Penggunaan steroid secara sistemik

harus berhati-hati karena mempunyai efek samping yang cukup berat.

(Lampiran ).

Pada pemberian antileukotrien (zafirlukas) pernah dilaporkan adanya

peningkatan enzim hati, oleh sebab itu kelainan hati merupakan

kontraindikasi. Mengenai pemantauan uji fungsi hati pada pemberian

antileukotrien belum ada rekomendasi.

Mengenai obat antihistamin generasi baru non-sedatif (misalnya

ketotifen dan setirizin), penggunaannya dapat dipertimbangkan pada anak

dengan asma tipe rinitis, hanya untuk menanggulangi rinitisnya. Pada saat

ini penggunaan kototifen sebagai obat pengendali (controller) pada asma

anak tidak lagi digunakan karena tidak mempunyai manfaat yang berarti

(Evidence A).

Apabila dengan pemberian steroid hirupan dicapai fungsi paru yang

optimal atau perbaikan klinis yang mantap selama 6-8 minggu, maka dosis

steroid dapat dikurangi bertahap hingga dicapai dosis terkecil yang masih

bisa mengendalikan asmanya. Sementara itu penggunaan β-agonis sebagai

obat pereda tetap diteruskan.

3.3.3 Terapi Inhalasi pada Asma Anak

Prinsip terapi inhalasi

Prinsip farmakologis terapi inhalasi yang ideal untuk penyakit saluran

Page 33: Makalah Penanganan Asma Anak

28

napas adalah obat dapat sampai pada organ target dengan menghasilkan

partikel aerosol berukuran optimal agar terdeposisi di paru, onset kerjanya

cepat, dosis obat kecil, efek samping minimal karena konsentrasi obat di

dalam darah sedikit atau rendah, mudah digunakan, serta efek terapeutik

tercapai yang ditandai dengan tampaknya perbaikan klinis.7,8,9 Meskipun

saluran napas mempunyai beberapa mekanisme antara lain refleks batuk,

bersin serta klirens mukosilier yang akan melindungi terhadap masuk dan

mengendapnya partikel obat sehingga akan mengeliminasi obat inhalasi.

Namun dengan mem-perhatikan metode untuk menghasilkan aerosol serta

cara penyampaian/delivery obat yang akan mem-pengaruhi ukuran partikel

yang dihasilkan dan jumlah obat yang mencapai berbagai tempat di saluran

napas maka diharapkan obat terdeposisi secara efektif.

Ukuran partikel akan mempengaruhi sampai sejauh mana partikel

menembus saluran napas. Partikel berukuran > 15 mm tersaring oleh filtrasi

rambut hidung sedangkan > 10 mm akan mengendap di hidung dan

nasofaring. Partikel yang besar ini terutama mengendap karena benturan

inersial bila terdapat aliran udara yang cepat disertai perubahan arah atau

arus turbulen. Partikel berukuran 0,5 – 5 mm akan mengendap secara

sedimentasi karena gaya gravitasi sedangkan partikel berukuran < 0,1 mm

akan mengendap karena gerak Brown. Dengan demikian untuk

mendapatkan manfaat obat yang optimal, obat yang diberikan secara

inhalasi harus dapat mencapai tempat kerjanya di dalam saluran pernapasan.

Bentuk aerosol yang digunakan yaitu suspensi partikel di dalam gas, dan

Page 34: Makalah Penanganan Asma Anak

29

partikel dalam aerosol yang mempunyai ukuran berkisar 2-10 Ïm atau 1-7

Ïm. Penelitian lainnya mendapatkan bahwa partikel berukuran 1-8 Ïm

mengalami benturan dan pengendapan di saluran nafas besar, kecil, dan

alveoli.

Faktor yang mempengaruhi delivery aerosol pada anak

Dengan memperhatikan kebutuhan anak maka diperlukan

pengetahuan bahwa masa anak merupakan masa dengan adanya perubahan

nyata pada per-kembangan fisik, intelektual, dan sosial pada masa

prasekolah. Beberapa faktor yang mempengaruhi delivery aerosol pada anak

antara lain:

1. Perubahan anatomi

Bagaimana efek perubahan anatomi pada awal tahun kehidupan tidak

jelas. Saluran pernapasan anak relatif lebih kecil dibandingkan dewasa

sehingga aliran udara inspirasi lebih rendah yang menyebabkan deposit obat

terutama pada saluran pernapasan sentral.

2. Kompetensi

Kompetensi atau kemampuan anak merupakan faktor sangat penting

dalam delivery obat. Anak kecil tidak mempunyai kompetensi untuk

melakukan manuver inhalasi yang kompleks. Alat/ jenis inhalasi yang

tersedia dan dipasarkan saat ini dibuat untuk orang yang bisa melakukan

inhalasi melalui mulut waktu melakukan manuver inhalasi yang kompleks,

misalnya pressured metered dosed inhalers (pMDIs). Anak sekolah sudah

dapat melakukan usaha inspirasi maksimal yang diperlukan untuk

Page 35: Makalah Penanganan Asma Anak

30

menggunakan alat inhalasi jenis dry powder inhaler (DPI) dan hanya sedikit

yang bisa menggunakan pMDI.

3. Pola pernapasan bayi dan anak akan mempengaruhi seberapa banyak

aerosol yang diinhalasi ke dalam paru-paru. Pernapasan pada bayi dan anak

menunjukkan volume pernapasan tidal yang kecil sehingga mengurangi

delivery obat, pola pernapasan bervariasi luas dengan aliran udara inspirasi

(inspiratory flow rates=IFR) bervariasi antara 0 sampai 40 L/menit. Aliran

udara yang cepat akan menyebabkan deposit pada saluran napas yang lebih

proksimal.

4. Anak yang menangis mempunyai IFR tinggi dan terjadi pernapasan

mulut sehingga seharusnya akan meningkatkan delivery obat ke paru-paru.

Namun, kenyataannya jumlah obat yang diinhalasi ke paru-paru berkurang

karena kurang baiknya masker muka menempel dan pada waktu menangis

pernapasan pendek dan cepat.

Jenis terapi inhalasi

Pemberian aerosol yang ideal adalah dengan alat yang sederhana,

mudah dibawa, tidak mahal, secara selektif mencapai saluran napas bawah,

hanya sedikit yang tertinggal di saluran napas atas serta dapat digunakan

oleh anak, orang cacat, atau orang tua. Namun keadaan ideal tersebut tidak

dapat sepenuhnya tercapai dan masing-masing jenis alat terapi inhalasi

mempunyai beberapa keuntungan dan kerugian. Hingga saat ini dikenal 3

sistem inhalasi yang digunakan dalam klinik sehari-hari yaitu :

Page 36: Makalah Penanganan Asma Anak

31

1. Nebuliser

Alat nebuliser dapat mengubah obat yang berbentuk larutan menjadi

aerosol secara terus menerus dengan tenaga yang berasal dari udara yang

dipadatkan atau gelombang ultrasonik sehingga dalam prakteknya dikenal 2

jenis alat nebuliser yaitu ultrasonic nebuliser dan jet nebuliser. Hasil

pengobatan dengan nebuliser lebih banyak bergantung pada jenis nebuliser

yang digunakan. Terdapat nebuliser yang dapat menghasilkan partikel

aerosol terus menerus ada juga yang dapat diatur sehingga aerosol hanya

timbul pada saat penderita melakukan inhalasi sehingga obat tidak banyak

terbuang. Keuntungan terapi inhalasi menggunakan nebuliser adalah tidak

atau sedikit memerlukan koordinasi pasien, hanya memerlukan pernafasan

tidal, beberapa jenis obat dapat dicampur (misalnya salbutamol dan natrium

kromoglikat). Kekurangannya adalah karena alat cukup besar, memerlukan

sumber tenaga listrik dan relatif mahal.

a. Ultrasonic nebuliser

Alat ini menghasilkan aerosol melalui osilasi frekuensi tinggi dari

piezo-electric crystal yang berada dekat larutan dan cairan memecah

menjadi aerosol. Keuntungan jenis nebuliser ini adalah tidak menimbulkan

suara bising dan terus menerus dapat mengubah larutan menjadi aerosol

sedangkan kekurangannya alat ini mahal dan memerlukan biaya perawatan

lebih besar.

Page 37: Makalah Penanganan Asma Anak

32

b. Jet nebuliser

Alat ini paling banyak digunakan banyak negara karena relatif lebih

murah daripada ultrasonic nebuliser. Dengan gas jet berkecepatan tinggi

yang berasal dari udara yang dipadatkan dalam silinder ditiupkan melalui

lubang kecil dan akan dihasilkan tekanan negatif yang selanjutnya akan

memecah larutan menjadi bentuk aerosol. Aerosol yang terbentuk dihisap

pasien melalui mouth piece atau sungkup. Dengan mengisi suatu tempat

pada nebuliser sebanyak 4 ml maka dihasilkan partikel aerosol berukuran <

5 Ïm, sebanyak 60-80% larutan nebulisasi akan terpakai dan lama nebulisasi

dapat dibatasi. Dengan cara yang optimal maka hanya 12% larutan akan

terdeposit di paru-paru. Bronkodilator yang diberikan dengan nebuliser

memberikan efek bronkodilatasi yang bermakna tanpa menimbulkan efek

samping.

2. Metered dosed inhaler aerosol ( dengan atau tanpa spacer / alat

penyambung)

Metered dose inhaler (MDI) atau inhaler dosis terukur merupakan

cara inhalasi yang memerlukan teknik inhalasi tertentu agar sejumlah dosis

obat mencapai saluran pernafasan. Pada inhaler ini bahan aktif obat

disuspensikan dalam kurang lebih 10 ml cairan pendorong (propelan) dan

yang biasa digunakan adalah kloroflurokarbon (chlorofluorocarbon = CFC)

pada tekanan tinggi. Akhir-akhir ini mulai dikembangkan penggunaan

bahan non-CFC yaitu hidrofluroalkana (HFA) yang tidak merusak lapisan

ozon. Propelan mempunyai tekanan uap tinggi sehingga di dalam tabung

Page 38: Makalah Penanganan Asma Anak

33

(kanister) tetap berbentuk cairan. Bila kanister ditekan, aerosol

disemprotkan keluar dengan kecepatan tinggi yaitu 30 m/detik dalam bentuk

droplet dengan dosis tertentu melalui aktuator (lubang). Pada ujung aktuator

ukuran partikel berkisar 35 Ïm, pada jarak 10 cm dari kanister besarnya

menjadi 14 Ïm, dan setelah propelan mengalami evaporasi seluruhnya

ukuran partikel menjadi 2,8-4,3 Ïm. Dengan teknik inhalasi yang benar

maka 80% aerosol akan mengendap di mulut dan orofarings karena

kecepatan yang tinggi dan ukurannya besar, 10% tetap berada dalam

aktuator, dan hanya sekitar 10% aerosol yang disemprotkan akan sampai ke

dalam paru-paru.

Pada cara inhalasi ini diperlukan koordinasi antara penekanan kanister

dengan inspirasi napas. Untuk mendapatkan hasil optimal maka pemakaian

inhaler ini hendaklah dikerjakan sebagai berikut:

• terlebih dahulu kanister dikocok agar obat tetap homogen, lalu tutup

kanister dibuka

• inhaler dipegang tegak kemudian pasien melakukan ekspirasi maksimal

secara perlahan

• mulut kanister diletakkan diantara bibir, lalu bibir dirapatkan dan dilakukan

inspirasi perlahan sampai maksimal

• pada pertengahan inspirasi kanister ditekan agar obat keluar

• pasien menahan nafas 10 detik atau dengan menghitung 10 hitungan pada

inspirasi maksimal

• setelah 30 detik atau 1 menit prosedur yang sama diulang kembali

Page 39: Makalah Penanganan Asma Anak

34

• setelah proses selesai, jangan lupa berkumur untuk mencegah efek samping.

Langkah-langkah di atas harus dilaksanakan sebelum pasien

menggunakan obat asma jenis MDI. Langkah di atas sering tidak diikuti

sehingga pengobatan asma kurang efektif dan timbul efek samping yang

tidak diinginkan. Beberapa ahli mengidentifikasi beberapa kesalahan yang

sering dijumpai antara lain kurangnya koordinasi pada saat menekan

kanister dan saat menghisap, terlalu cepat inspirasi, tidak berhenti sesaat

setelah inspirasi, tidak mengocok kanister sebelum digunakan, dan terbalik

pemakaiannya. Kesalahan-kesalahan di atas umumnya dilakukan oleh anak

yang lebih muda, manula, wanita, dan penderita dengan sosial ekonomi dan

pendidikan yang rendah.

a. MDI dengan spacer

Spacer (alat penyambung) akan menambah jarak antara aktuator

dengan mulut sehingga kecepatan aerosol pada saat dihisap menjadi

berkurang dan akan dihasilkan partikel berukuran kecil yang berpenetrasi ke

saluran pernafasan perifer. Hal ini merupakan kelebihan dari penggunaan

spacer karena mengurangi pengendapan di orofaring. Spacer ini berupa

tabung (dapat bervolume 80 ml) dengan panjang sekitar 10-20 cm, atau

bentuk lain berupa kerucut dengan volume 700-1000 ml. Untuk bayi

dianjurkan menggunakan spacer volume kecil (babyhaler) agar aerosol

yang dihasilkan lebih mampat sehingga lebih banyak obat akan terinhalasi

pada setiap inspirasi. Beberapa alat dilengkapi dengan katup satu arah yang

akan terbuka saat inhalasi dan akan menutup pada saat ekshalasi misalnya

Page 40: Makalah Penanganan Asma Anak

35

Nebuhaler (Astra), Volumatic (A&H). Pengendapan di orofaring akan

berkurang yaitu sekitar 5% dosis yang diberikan bila digunakan spacer

dengan katup satu arah. Pada spacer tanpa katup satu arah, pengendapan di

orofaring sekitar 8-60% dosis. Dengan penggunaan spacer, deposit pada

paru akan meningkat menjadi 20% dibandingkan tanpa spacer. Penggunaan

spacer ini sangat menguntungkan pada anak karena pada anak

koordinasinya belum baik. Dengan bantuan spacer, koordinasi pada saat

menekan kanister dengan saat penghisapan dapat dikurangi atau bahkan

tidak memerlukan koordinasi. Apabila spacer ini tidak tersedia maka

sebagai penggantinya bisa digunakan spacer sederhana yang murah dan

mudah dibuat yaitu dari plastic coffee cup yang dilubangi dasarnya untuk

tempat aerosol. Cara ini sudah terbukti bermanfaat hanya untuk

bronkodilator dan belum dibuktikan berguna untuk natrium kromoglikat dan

steroid.

b. Easyhaler

Easyhaler adalah inhaler serbuk multidosis yang merupakan alternatif

dari MDI. Komponennya terdiri dari plastik dan cincin stainless steel dan

mengandung serbuk untuk sekurang-kurangnya 200 dosis. Masing-masing

dosis obat dihitung secara akurat dengan cara menekan puncak alat

(overcap) yang akan memutari silinder (metering cylindric) pada bagian

bawah alat tersebut. Cekungan dosis berisi sejumlah obat berhubungan

langsung dengan mouth piece. Saluran udara ke arah mouthpiece berbentuk

corong dengan tujuan untuk mengoptimalkan deposisi obat di saluran napas.

Page 41: Makalah Penanganan Asma Anak

36

Terdapat takaran dosis yang berguna untuk memberi informasi kepada

pasien mengenai sisa dosis obat. Pelindung penutup berguna untuk

mencegah kelembaban. Partikel obat yang halus (<10 Ï) sulit untuk

melayang jauh dan cenderung untuk menggumpal, oleh karena itu zat aktif

tersebut dicampur dengan sejumlah kecil laktosa yang berperan sebagai

pembawa. Pada easyhaler ukuran partikel laktosa cukup besar untuk deposit

di saluran napas bawah sehingga diharapkan akan jatuh di orofaring.

Keadaan ini mempunyai keuntungan untuk memberitahukan pada penderita

bahwa obatnya benar terhisap dengan rasa manis di mulut.

3. Dry powder inhaler

Pada awalnya di tahun 1957 jenis inhaler ini digunakan untuk delivery

serbuk antibiotik. Selanjutnya banyak penelitian uji klinis yang

menunjukkan bahwa DPI bisa digunakan untuk pengobatan asma anak.

Dalam perkembangannya pada tahun 1970 dibuat inhaler yang hanya

memuat serbuk kering dosis tunggal seperti misalnya spinhaler dan

rotahaler, dan akhir tahun 1980 diperkenalkan inhaler yang memuat

multiple dosis yaitu yang dikenal dengan diskhaler (8 dosis) dan turbuhaler.

Beberapa tahun terakhir ini diperkenalkan diskus (di Inggris dikenal dengan

accuhaler) yang memuat 60 dosis dan dapat dipergunakan untuk 1bulan

terapi.6 Inhaler jenis ini tidak mengandung propelan sehingga mem-punyai

kelebihan dari MDI. Penggunaan obat serbuk kering pada DPI memerlukan

inspirasi yang cukup kuat. Pada anak yang kecil hal ini sulit dilakukan

mengingat inspirasi kuat belum dapat dilakukan, sehingga deposisi obat

Page 42: Makalah Penanganan Asma Anak

37

pada saluran pernafasan berkurang. Pada anak yang lebih besar, penggunaan

obat serbuk ini dapat lebih mudah, karena kurang memerlukan koordinasi

di-bandingkan dengan MDI. Dengan cara ini deposisi obat di dalam paru

lebih tinggi dan lebih konstan dibandingkan MDI sehingga dianjurkan

diberikan pada anak di atas 5 tahun. Cara DPI ini tidak memerlukan spacer

sebagai alat bantu sehingga mudah dibawa dan dimasukkan ke dalam saku.

Hal ini yang juga memudahkan pasien dan lebih praktis.

Terapi inhalasi pada asma

Pada tata laksana asma harus dibedakan dua hal penting yaitu tata

laksana serangan dan tata laksana jangka panjang. Seorang anak yang telah

didiagnosis asma harus ditentukan klasifikasinya. Berdasarkan Konsensus

Nasional Penanganan Asma (KNAA) klasifikasi asma di luar serangan

adalah asma episodik jarang, episodik sering, dan asma persisten. Pada asma

episodik jarang, tidak diperlukan obat pengendali (controller) untuk tata

laksana jangka panjangnya sedangkan pada asma episodik sering dan asma

persisten harus diberikan obat pengendali. Obat pengendali dari golongan

antiinflamasi yang sering digunakan adalah budesonid, beklometason

dipropionat, flutikason, dan golongan natrium kromoglikat. Bila terjadi

serangan maka digunakan obat pereda (reliever). Obat yang sering

digunakan yaitu golongan bronkodilator seperti metilsantin (teofilin), β

agonis, dan ipratropium bromida. Obat-obat ini dapat digunakan secara oral,

parenteral, dan inhalasi, tetapi untuk metilsantin pemberian secara oral dan

intravena lebih dipilih daripada inhalasi karena obat ini menyebabkan iritasi

Page 43: Makalah Penanganan Asma Anak

38

saluran napas.

Telah diketahui secara luas bahwa obat antiinflamasi yang sering

digunakan adalah golongan steroid. Mekanisme dasar asma adalah

terjadinya reaksi inflamasi sehingga pengendalian dengan obat antiinflamasi

sangat dianjurkan pada asma episodik sering dan persisten. Namun harus

disadari penggunaan kortikosteroid jangka panjang peroral atau parenteral

dapat mengganggu tumbuh kembang anak secara keseluruhan selain efek

samping lain yang mungkin timbul seperti hipertensi dan moon-face. Untuk

itu pemberian inhalasi sangat dianjurkan. Jenis terapi inhalasi yang

diberikan dapat disesuaikan dengan usia pasien dan patokan ini tidak

berlaku secara kaku. Patokan yang diajukan oleh Dolovich dan Everard9 di

bawah ini dapat dipakai sebagai acuan.

Tabel Nebuliser pada kelompok umur

Umur (tahun) Pereda Pengendali

0 – 3 • pMDI / dengan spacer nebuliser• pMDI / dengan spacer

nebuliser

3 – 5 • pMDI / dengan spacer nebuliser

• pMDI / dengan spacer

nebuliser

DPI (?)

> 5• pMDI / dengan spacer

DPI nebuliser

• pMDI / dengan spacer

DPI

Dikutip dari: Dolovich dan Everard dengan modifikasi

Page 44: Makalah Penanganan Asma Anak

39

Bagaimana sebenarnya penggunaan obat inhalasi pada asma anak

dapat diterangkan sebagai berikut:

Tata laksana saat serangan

Pada saat serangan obat yang digunakan adalah obat golongan

bronkodilator dan yang sering digunakan yaitu β2 agonis yang dapat

diberikan sendiri atau bersama-sama dengar´ipratropium bromid. Pada

serangan asma yang ringan obat inhalasi yang diberikan hanya β2 agonis

saja meskipun ada juga yang me-nambahkan dengan ipratropium bromida.

Schuch dkk dalam penelitiannya mendapatkan bahwa dengan menggunakan

β2 agonis saja dapat meningkatkan FEV1 dan menghilangkan gejala

serangannya, sedangkan penambahan ipratropium bromida akan

meningkatkan FEV1 yang lebih tinggi lagi. Pada serangan asma yang berat,

KNAA menganjurkan pemberian β agonis bersama-sama dengan

ipratropium bromid. Pem-berian cara nebuliser untuk usia 18 bulan- 4 tahun

dianjurkan menggunakan mouthpiece daripada masker muka untuk

menghindarkan deposisi obat di muka dan mata. Apabila dengan pemberian

inhalasi obat tersebut serangan asma tidak teratasi/sedikit perbaikan maka

dapat diberikan steroid sistemik. Pemberian steroid sistemik perlu

diperhatikan pada anak dengan serangan asma yang sering karena anak ini

berisiko mengalami efek samping akibat pemberian steroid sistemik

berulang kali seperti supresi adrenal, gangguan pertumbuhan tulang, dan

osteoporosis. Untuk mengurangi pemberian steroid oral berulang, maka

sebagai alternatifnya dapat diberikan inhalasi budesonid dosis tinggi (1600

Page 45: Makalah Penanganan Asma Anak

40

mg perhari) pada anak yang serangan asmanya tidak teratasi dengan

penanganan inhalasi β2 agonis di rumah dan mereka belum/tidak perlu

perawatan di rumah sakit.

Penggunaan obat pereda secara inhalasi pada serangan asma sangat

bermanfaat dan justru sangat dianjurkan, namun demikian penggunaannya

masih belum banyak. Hal ini dimungkinkan karena penggunaannya yang

belum banyak diketahui dan harga obat masih mahal. Hal ini berlaku bukan

hanya di Indonesia, tetapi juga berlaku di negara maju. Penggunaannya pada

orang dewasa lebih banyak dibandingkan dengan anak.

Tata laksana di luar serangan

Obat inhalasi di luar serangan asma hanya diberikan apabila

memerlukan obat pengendali; yang biasa digunakan adalah natrium

kromoglikat dan golongan steroid. Natrium kromoglikat menurut KNAA

diberikan apabila termasuk asma episodik sering sedangkan penggunaan

steroid dapat diberikan pada asma episodik sering dan asma persisten.

Natrium kromoglikat menunjukkan absorbsi yang tidak baik sehingga hanya

efektif bila diberikan secara inhalasi. Obat ini tersedia dalam nebuliser

solution, serbuk aerosol dan aerosol dengan dosis 20 mg untuk nebuliser

atau 2 mg secara aerosol.

Penggunaan steroid pada asma anak masih jarang mengingat samping

yang mungkin ditimbulkan. Namun beberapa peneliti telah membuktikan

bahwa dengan penggunaan yang tepat dengan dosis, cara, dan jenis yang

sesuai maka efek samping dapat dikurangi. Penggunaan obat inhalasi yang

Page 46: Makalah Penanganan Asma Anak

41

salah akan meningkatkan efek samping seperti jamur/kandidiasis di daerah

mulut, suara serak, dan efek lainnya. Dengan inhalasi sebagian obat juga

akan beredar ke seluruh tubuh melalui sistem gastrointestinal dan

selanjutnya akan dielimininasi melalui hati sehingga dalam peredaran

sistemik kadarnya berkurang. Obat yang baik adalah yang dapat elimininasi

tubuh dengan baik artinya kadar di dalam sirkulasi menjadi kecil.

Penggunaan steroid inhalasi pada asma episodik sering dan asma persisten

memerlukan waktu yang lama dan dosis yang mungkin bervariasi. Pada

awal pengobatan dapat diberikan dosis tinggi (400-800 mg per hari) dan

diturunkan secara perlahan sampai tercapai dosis optimum untuk anak

tersebut dan dipertahankan pada dosis optimum untuk beberapa lama dan

kemudian diturunkan secara bertahap sampai pada akhirnya kalau

memungkinkan tidak digunakan sama sekali. Penggunaan waktu lama

(sekitar 2-3 tahun) dengan dosis 400 mg perhari tidak mengganggu proses

tumbuh kembang anak. Untuk bayi dan anak berusia di bawah 4 tahun yang

memerlukan steroid inhalasi dapat digunakan suspensi budesonid inhalasi

(pulmicort respules) yang diberikan dengan nebuliser. Jadi penggunaan

steroid inhalasi dapat lebih aman apabila kita mengetahui cara peng-

gunaannya.

3.3.4 Cara Pemberian Obat

Cara pemberian obat asma harus disesuaikan dengan umur anak

karena perbedaan kemampuan menggunanakan alat inhalasi. Dmeikian juga

kemauan anak perlu dipertimbangkan. Lebih dari 50% anak asma tidak

Page 47: Makalah Penanganan Asma Anak

42

dapat memakai alat hirupan biasa (Metered Dose Inhaler). Perlu dilakukan

pelatihan yang benar dan berulang kali. Tabel berikut memperhatikan

anjuran pemakaian alat inhalasi disesuakan dengan usianya.

Tabel 3. Jenis alat inhalasi disesuakan dengan usia anak

Umur Alat inhalasi

<2 tahun Nebuliser, Aerochamber, Babyhaler2-4 tahun Nebuliser, Aerochamber, Babyhaler Alat hirupan (MDI)

dengan perenggang (spacer)

5-8 tahunNebuliser MDI dengan spacer Alat hirupan bubuk (Spinhaler,Diskhaler, Rotahaler, Turbuhaler)

>8 tahun Nebuliser MDI (metered dose inhaler) Alat hirupan bubukAutohaler

(Dikutip dari Lenfant C, Khaltaev N. Global Initiative for asthma. NHLBI/WHO Workshop Report 2002 )

Pemakaian alat perenggang (spacer) mengurangi deposisi obat dalam

mulut (orofaring), jadi mengurangi jumlah obat yang akan tertelan sehingga

mengurangi efek sistemik. Sebaliknya deposisi dalam paru lebih baik

sehingga didapat efek terapeutik yang baik. (Evidence B) Obat hirupan

dalam bentuk bubuk kering (DPI = Dry Powder Inhaler) seperti Spinhaler,

Diskhaler, Rotahaler, Turbuhaler, Easyhaler, Twisthaler; memerlukan

inspirasi yang kuat. Umumnya bentuk ini dianjurkan untuk anak usia

sekolah.

Sebagian alat bantu yaitu spacer (Volumatic, Nebuhaler,

Aerochamber, Bayhaler, Autohaler) dapat dimodifikasi dengan

menggunakan bekas gelas atau botol minuman, atau menggunakan botol

Page 48: Makalah Penanganan Asma Anak

43

dengan dot yang talah dipotong untuk anak kecil dan bayi (Evidence D).

3.3.5 Prevensi dan Intervensi Dini

Pencegahan dan tindakan dini harus menjadi tujuan utama dokter,

khususnya spesialis anak dalam menangani anak asma. Pengendalian

lingkungan, pemberian ASI eksklusif minimal 4 bulan, penghindaran

makanan berpotensi alergenik, pengurangan pajanan terhadap tungau debu

rumah dan rontokan bulu binatang, telah terbukti mengurangi manifestasi

alergi makanan dan prevalens asma jangka panjang diduga ada tetapi masih

dalam penelitian.

Penggunaan antihistamin non-sedatif seperti ketotifen dan setirizin

jangka panjang dilaporkan dapat mencegah terjadinya asma pada anak

dengan dermatitis atopik. Obat-obat di atas tidak bermanfaat sebagai obat

pengendali asma (controller). Tindakan dini pada asma anak berdasarkan

pendapat bahwa keterlambatan pemberian obat pengendali akan berakibat

penyempitan jalan napas yang ireversibel (airway remodeling).

3.3.6 Faktor Alergi dan Lingkungan

Saat ini telah banyak bukti bahwa alergi merupakan salah satu faktor

penting berkembangnya asma. Paling tidak 75-90% anak asma balita

terbukti mengidap alergi, baik di negara berkembang maupun negara maju.

Atopi merupakan faktor risiko yang nyata untuk menetapnya

hiperreaktivitas bronkus dan gejala asma. Derajat asma yang lebih berat

dapat diperkirakan dengan adanya dermatitis atopik. Terdapat hubungan

antara pajanan alergen dengan sensitisasi. Pajanan yang tinggi berhubungan

Page 49: Makalah Penanganan Asma Anak

44

dengan peningkatan gejala asma pada anak (Evidence A).

Pengendalian lingkungan harus dilakukan untuk setiap anak asma.

Penghindaran terhadap asap rokok merupakan rekomendasi penting.

Keluarga dengan anak asma dianjurkan tidak memelihara binatang berbulu,

seperti kucing, anjing burung. Perbaikan ventilasi ruangan, dan

penghindaran kelembaban kamar perlu untuk anak yang sensitif terhadap

debu rumah dan tungaunya (Evidence A).

Perlu ditekankan bahwa anak asma sering kali menderita rinitis

alergika dan/atau sinusitis yang membuat asmanya sukar dikendalikan.

Deteksi dan diagnosis kedua kelainan itu diikuti dengan terapi yang adekuat

akan memperbaiki gejala asmanya.

3.3.7 Prognosis

Beberapa studi kohort menemukan bahwa banyak bayi dengan

wheezing tidak berlanjut menjadi asma pada masa anak dan remajanya.

Proporsi kelompok tersebut berkisar antara 45 hingga 85%, tergantung

besarnya sampel studi, tipe studi kohort, dan lamanya pemantauan. Adanya

asma pada orang tua dan dermatitis atopik pada anak dengan wheezing

merupakan salah satu indikator penting untuk terjadinya asma dikemudian

hari. Apabila terdapat kedua hal tersebut maka kemungkinan menjadi asma

lebih besar atau terdapat salah satu di atas disertai dengan 2 dari 3 keadaan

berikut yaitu eosinofia, rinitis alergika, dan wheezing yang menetap pada

keadaan bukan flu.

Page 50: Makalah Penanganan Asma Anak

45

3.4 PENCEGAHAN ASMA

Dalam praktik kedokteran keluarga yang lebih mengutamakan

upaya preventif dan promotif dalam manajemen penyakit kronik seperti

asma salah satunya, maka upaya pencegahan yang dapat dilakukan meliputi

2 hal yaitu :

a. Mencegah Sensititasi

Langkah – langkah dalam mencegah asma berupa pencegahan

sensitisasi alergi (terjadinya atopi, diduga paling relevan pada masa

prenatal dan perinatal) atau pencegahan terjadinya asma pada individu

yang disensitisasi. Hingga kini tidak ada bukti intervensi yang dapat

mencegah perkembangan asma selain menghindari pajanan dengan asap

rokok, baik in utero atau setelah lahir. Adapun hipotesis higiene untuk

mengarahkan sistem imun bayi kearah Th1, respons nonalergi atau

modulasi sel T regulator masih merupakan hipotesis.

b. Mencegah Eksaserbasi

Allergen indoor dan outdoor merupakan salah satu faktor yang

dapat menimbulkan eksaserbasi asma. Contoh alergen indoor seperti

tungau debu rumah, hewan berbulu, kecoa, dan jamur. Sedangkan alergen

outdoor seperti polen, jamur, infeksi virus, polutan dan obat. Dokter

keluarga dapat memberikan edukasi kepada orang tua pasien maupun

pengasuh agar dapat mengurangi pajanan penderita asma anak dengan

beberapa faktor seperti menghindarkan anak dari asap rokok, lingkungan

rumah dan sekolah yang bebas alergen, makanan, aditif, obat yang

Page 51: Makalah Penanganan Asma Anak

46

menimbulkan gejala dapat memperbaiki kontrol asma serta keperluan obat.

Tetapi biasanya penderita bereaksi terhadap banyak faktor lingkungan

sehingga usaha menghindari alergen sulit untuk dilakukan. Hal-hal lain

yang harus pula dihindari adalah polutan indoor dan outdoor, makanan dan

aditif, obesitas, emosi-stres dan berbagai faktor lainnya.

Komunikasi yang baik dan terbuka antara praktisi dokter keluarga dan

pasien serta orang tua atau keluarga pasien adalah hal yang penting sebagai

dasar penatalaksanaan. Diharapkan agar dokter selalu bersedia

mendengarkan keluhan pasien dan keluarganya agar menunjang

keberhasilan pengobatan. Komponen yang dapat diterapkan dalam

penatalaksanaan asma, yaitu mengembangkan hubungan dokter pasien,

identifikasi dan menurunkan pajanan terhadap faktor risiko, penilaian,

pengobatan dan monitor asma serta penatalaksanaan asma eksaserbasi akut.

Page 52: Makalah Penanganan Asma Anak

BAB IV

PENUTUP

4.1 KESIMPULAN

Terapi inhalasi merupakan pilihan tepat untuk asma karena

banyak manfaat yang didapat seperti onset kerjanya cepat, dosis

obat kecil, efek samping minimal, dan langsung mencapai target.

Upaya pencegahan timbulnya asma dan kekambuhan asma dapat

diupayakan dengan menilai faktor resiko yang dimiliki oleh anak

sehingga dapat diupayakan untuk melakukan penghindaran terhadap

faktor resiko penyebab asma tersebut.

47

Page 53: Makalah Penanganan Asma Anak

DAFTAR PUSTAKA

Stempel DA. The pharmacologic management of childhood asthma. Pediatr

Clin N Am 2003;50:609-29.

Warner JO. Asthma- basic mehanisms. Dalam: Naspitz CK, Szefler SJ,

Tinkelman DG, Warner JO,Eds. Textbook of Pediatric Asthma; edisi ke 1. Martin

Dunitz Ltd, London2001;19-33.

Lenfant C, Khaltaev N. Global Initiative for asthma. NHLBI/WHO

Workshop Report 2002.

UKK Pulmonologi PP IDAI. Pedoman Nasional Asma Anak. Jakarta; 2004.

Beasley R, Keil U, Mutius E, Pearse N and ISAAC steering committee.

World wide variation in prevalence of symptoms asthma, allergic

rhinoconjunctivitis, and atopic eczema: ISAAC. Lancet 1998; 351:1225-32.

AIRE. Asthma prevalence in Europe. Asthma insight and reality. in Europe

Executive Summary. http://www.asthma.ac.psiweb.com.executive /mn-exe-

summary-prevalence.html

Elias JA,Lee Cg, Zheng T, Ma B, Horner RJ, Zhu Z. New insights into the

pathogenesis of asthma. J.Clin Invest 2003;111:291-7.

Platts-Mills TAE, Sporik RB, Chapman MD, Heymann PW. The role of

domestic allergens. Dalam: The rising trends in asthma, Edisi ke 1. John Wiley &

sons : New York 1997. 173-90.

Warner JO, Naspitz CK, Cropp GJA. Third International Pediatric

48

Page 54: Makalah Penanganan Asma Anak

49

Consensus Statement on the Management of Childood Asthma. Pediatr

Pulmonol 1998; 25:1-17.

Konig P. Evidence for benefits of early intervention with non-steroidal

drugs in asthma. Pediatr Pulmonol 1997; 15:34-9.

Tasche MJA, Uijen JHJM, Bernsen RMD, de Jongste JC, van der Wouden

JC. Inhaled disodium cromoglucate (DSCG) as maintenance therapy in children

with asthma: a systematic review. Thorax 2000; 55:913-20.

Sundaru H. United allergic airway disease: konsep baru penyakit alergi

saluran napas.Dalam: Naskah lengkap Penedidikan Kedokteran Berkelanjutan

Ilmu Kesehatan Anak XLIV.FKUI:Jakarta2001:21-30.

Barry PW, Fouroux B, Pederson S, O’Callaghan C. Nebulizers in

childhood. Eur Respir Rev 2000; 10: 527-35.

Greshman NH, Wong HH, Liu JT, Fahy JV. Low-dose and high-dose

fluticasone propionate in asthma:effects during and after treatment. Eur Respir J

2000; 15: 11-6.

Barnes N. Specific problems: steroid-induced side-effects. Dalam: O’Byrne

PM, Thomson NC Eds. Manual of asthma management. Edisi ke2 .WB

Saunders:London 2001:577-87.

Loftus BG, Price JF. Long-term placebo-controlled trial of ketotifen in the

management of preschool children with asthma. J Allergy Clin Immunol 1987;

79: 350-5.

Page 55: Makalah Penanganan Asma Anak

50

Martinez FD. Links between peditric and adult asthma. J Allergy Clin Immunol

2001; 107: S449-55.