depresi pada pasien diabetes

7
DEPRESI PADA PASIEN DIABETES : SEBUAH PENDEKATAN PSIKOSOMATIK A. Siswanto PENDAHULUAN Diabetes melitus (DM) adalah kelompok kelainan metabolik yang ditandai dengan adanya hiperglikemia kronik akibat defisiensi insulin baik relatif maupun absolut. Diabetes melitus ditegakkan jika didapati pasien dengan gejala klasik dari hiperglikemia yang berupa mudah haus, poliuria, penurunan berat badan, dan pandangan kabur, yang disertai adanya data kadar gula darah puasa 126 mg/dl atau kadar gula darah acak (random) 200 mg/dl, yang telah diulang pada waktu pemeriksaan yang berbeda (ADA, 2004; McCulloh, 2005; Powers, 2005). Manifestasi klinis DM sangat beragam dapat berupa komponen metabolik dan komponen vaskuler atau angiopati. Kedua komponen ini dapat tampak bersama, atau yang satu mendahului yang lain, ataupun yang satu memperberat yang lain (Asdie, 2000). Data penelitian terkontrol menunjukkan gejala depresi lebih sering pada penderita diabetes dibandingkan populasi umum. Komordibitas Diabetes Melitus (DM) tipe 2 dengan depresi mempunyai hubungan timbal balik yang saling memberatkan dan menghalangi keberhasilan dalam penanganan penderita. (Kim E et al,2007) . Tujuan penatalaksanaan pasien diabetes melitus adalah mencegah komplikasi yang terjadi dengan menjaga kadar gula darah seoptimal mungkin serta menjaga kualitas hidup agar tetap baik. Komordibitas Diabetes Melitus (DM) tipe 2 dengan depresi mempunyai hubungan timbal balik yang saling memberatkan dan menghalangi keberhasilan dalam penanganan penderita dan menurunkan kualitas hidup. DEPRESI PADA DIABETES MELLITUS Diabetes mellitus (DM) merupakan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak, protein yang ketiga zat tersebut saling berkaitan dengan defisiensi absolut dan sekresi insulin dan ditandai dengan hiperglikemia (WHO, 2000). Berdasarkan penelitian epidemiologi yang sampai saat ini telah dilaksanakan di Indonesia, prevalensi DM tipe 2 berkisar antara l,5%-2,3%, kecuali di Manado yang agak tinggi yaitu sebesar 6% (Suyono, 2007). Indonesia merupakan 10 negara di dunia dengan urutan keempat berdasarkan jumlah penderita diabetes, pada tahun 2000 tercatat 8.400.000 penderita dan diperkirakan menjadi 21.300.000 penderita pada tahun 2030 (Wild et al, 2004). Penyakit kronis seperti diabetes merupakan salah satu penyebab depresi pada seseorang, disamping adanya penyebab-penyebab lain. Penelitian-penelitian melaporkan angka kejadian gejala depresi pada penderita DM 8,5-60%, sedangkan di Amerika Serikat dikatakan 3-4 kali dibanding populasi normal (Anderson et al., 2001; Lustman et al., 1998; Gary et al., 2000; Engum et al., 2005). Komordibitas DM tipe 2 dengan gangguan psikiatrik, seperti halnya gejala depresi, mempunyai hubungan timbal balik yang saling memberatkan dan menghalangi keberhasilan didalam penanganan penyakit

Upload: snakeeyes-nongan

Post on 22-Oct-2015

134 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

ipd

TRANSCRIPT

Page 1: Depresi Pada Pasien Diabetes

DEPRESI PADA PASIEN DIABETES : SEBUAH PENDEKATAN

PSIKOSOMATIK

A. Siswanto

PENDAHULUAN

Diabetes melitus (DM) adalah kelompok kelainan metabolik yang ditandai

dengan adanya hiperglikemia kronik akibat defisiensi insulin baik relatif maupun absolut.

Diabetes melitus ditegakkan jika didapati pasien dengan gejala klasik dari hiperglikemia

yang berupa mudah haus, poliuria, penurunan berat badan, dan pandangan kabur, yang

disertai adanya data kadar gula darah puasa ≥126 mg/dl atau kadar gula darah acak

(random) ≥200 mg/dl, yang telah diulang pada waktu pemeriksaan yang berbeda (ADA,

2004; McCulloh, 2005; Powers, 2005). Manifestasi klinis DM sangat beragam dapat

berupa komponen metabolik dan komponen vaskuler atau angiopati. Kedua komponen

ini dapat tampak bersama, atau yang satu mendahului yang lain, ataupun yang satu

memperberat yang lain (Asdie, 2000). Data penelitian terkontrol menunjukkan gejala

depresi lebih sering pada penderita diabetes dibandingkan populasi umum. Komordibitas

Diabetes Melitus (DM) tipe 2 dengan depresi mempunyai hubungan timbal balik yang

saling memberatkan dan menghalangi keberhasilan dalam penanganan penderita. (Kim E

et al,2007) .

Tujuan penatalaksanaan pasien diabetes melitus adalah mencegah komplikasi

yang terjadi dengan menjaga kadar gula darah seoptimal mungkin serta menjaga kualitas

hidup agar tetap baik. Komordibitas Diabetes Melitus (DM) tipe 2 dengan depresi

mempunyai hubungan timbal balik yang saling memberatkan dan menghalangi

keberhasilan dalam penanganan penderita dan menurunkan kualitas hidup.

DEPRESI PADA DIABETES MELLITUS

Diabetes mellitus (DM) merupakan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak,

protein yang ketiga zat tersebut saling berkaitan dengan defisiensi absolut dan sekresi

insulin dan ditandai dengan hiperglikemia (WHO, 2000). Berdasarkan penelitian

epidemiologi yang sampai saat ini telah dilaksanakan di Indonesia, prevalensi DM tipe 2

berkisar antara l,5%-2,3%, kecuali di Manado yang agak tinggi yaitu sebesar 6% (Suyono,

2007). Indonesia merupakan 10 negara di dunia dengan urutan keempat berdasarkan

jumlah penderita diabetes, pada tahun 2000 tercatat 8.400.000 penderita dan diperkirakan

menjadi 21.300.000 penderita pada tahun 2030 (Wild et al, 2004).

Penyakit kronis seperti diabetes merupakan salah satu penyebab depresi pada

seseorang, disamping adanya penyebab-penyebab lain. Penelitian-penelitian melaporkan

angka kejadian gejala depresi pada penderita DM 8,5-60%, sedangkan di Amerika

Serikat dikatakan 3-4 kali dibanding populasi normal (Anderson et al., 2001; Lustman et

al., 1998; Gary et al., 2000; Engum et al., 2005). Komordibitas DM tipe 2 dengan

gangguan psikiatrik, seperti halnya gejala depresi, mempunyai hubungan timbal balik

yang saling memberatkan dan menghalangi keberhasilan didalam penanganan penyakit

Page 2: Depresi Pada Pasien Diabetes

yang diderita pasien (Hermanns et al., 2003; Mudjadid, 2004). Pasien diabetes dengan

komorbiditas depresi angka kematian lebih tinggi jika dibandingkan dengan pasien

diabetes tanpa gejala depresi (Katon et al., 2005).

Komorbiditas diabetes dengan gejala depresi memperburuk kontrol gula darah,

meningkatkan terjadinya komplikasi terutama kardiovaskular dan retinopati, mengurangi

kepatuhan berobat serta memperburuk kualitas hidup (Lustman et al., 1998). Depresi

meskipun dalam derajat ringan akan mempengaruhi kepatuhan dalam penanganan

diabetes pada umumnya dan berakibat pada kontrol gula darah yang kurang baik

(Gonzales et al.,2007) Penelitian prospektif (The atherosclerosis risk in communities

study) membuktikan gejala depresi menjadi faktor risiko independen terhadap kejadian

DM tipe 2 dan mempercepat terjadinya komplikasi pada penderita DM tipe 1 dan tipe 2,

terutama penyakit jantung koroner (Clouse dan Lustman, 2004; Golden et al., 2004).

Penelitian Ciechanowski et al., (2000) memberikan bukti bahwa berat ringan gejala

depresi berhubungan dengan buruknya kontrol diet, kepatuhan terhadap terapi medis,

gangguan fungsional serta peningkatan biaya perawatan.

Penyakit kronis seperti diabetes melitus seringkali berkaitan dengan gejala depresi.

Gejala depresi itu sendiri akan berakibat terhadap tidak optimalnya kontrol penyakit

diabetes dalam hal ini gula darah. Penyakit diabetes melitus yang tidak terkontrol dengan

baik akan berakibat pada komplikasi akut maupun kronis serta kualitas hidup,dan

sebaliknya hal-hal tersebut juga akan mengakibatkan gejala depresi. Depresi meskipun

dalam derajat rendah akan mengakibatkan gangguan dalam kepatuhan pasien diabetes

dalam mengikuti manajemen diabetes secara umum, dan berakibat dalam gangguan

kontrol gula darah (Gonzales et al., 2007). Stressor akibat penyakit diabetes yang diderita

kronis akan menjadi tantangan bagi pasien terhadap kemampuan diri dalam

mempertahankan keseimbangan emosi dan kepuasan diri. Gangguan keseimbangan

dalam proses ini akan berakibat timbulnya stres dan gejala depresi (Bischop et al., 2003).

Hasil metaanalisis terhadap 39 penelitian pada penderita diabetes, didapatkan

diagnosis depresi mayor sebesar 11% dan 31% berdasarkan skala peringkat depresi

(Lustman et al., 2000). Larijani et al., (2004) di klinik diabetes, RS dr. Shariati, Teheran

mendapatkan komorbiditas gejala depresi dan diabetes sebesar 41,9%. Di Indonesia,

penelitian yang dilakukan oleh Putranto di RSCM (sit. Mudjaddid, 2004) mendapatkan

angka proporsi komordibitas depresi pada penderita diabetes melitus rawat jalan

poliklinik endokrinologi RSCM sebesar 41%. De groot et al., (2000) melakukan

metaanalisis pada 27 penelitian, mendapatkan adanya hubungan yang konsisten dan

bermakna antara diabetes, komplikasi diabetes dan gejala depresi (p<0,00001; z = 5,94; r

= 0,17 – 0,32).

Depresi merupakan salah satu gangguan mood (situsasi emosi internal yang

persisten dan bertahan cukup lama, dan dialami serta dirasakan secara subyektif oleh

individu tipe depresif (Fausiah, 2006). Gejalanya seperti kehilangan energi, merasa sedih,

tidak berharga, merasa bersalah, sulit berkonsentrasi, menarik diri dari orang lain,

kehilangan minat dan kesenangan dalam melakukan aktivitas sehari-hari dan berpikir

tentang kematian serta bunuh diri. Ciri lain gangguan ini adalah perubahan dalam

kemampuan kognitif, bicara dan fungsi vegetatif (tidur, selera makan, aktivitas seksual

dan ritme biologis lainnya).

Diagnosis depresi pada pasien diabetes melitus sama saja dengan diagnosis

depresi pada umumnya. Kesulitan dijumpai karena gejala depresi sering tumpang tindih

Page 3: Depresi Pada Pasien Diabetes

dengan gejala diabetesnya. Adanya depresi pada diabetes melitus harus dicurigai bila

kadar gula darah selalu tidak terkontrol meski sudah diberikan terapi yang memadai

(Mudjaddid, 2004).

Keluhan-keluhan psikis seringkali tidak dinyatakan secara terus terang sehingga

perlu dilakukan anamnesis yang teliti atau wawancara terstruktur dan mendengarkan

keluhan pasien dengan cermat, sambil melakukan pengamatan keadaan pasien secara

umum. Pedoman diagnosis depresi yang telah disepakati mengacu pada International

Classification of Diseas (ICD-10) dan Diagnostic and Statitical Manual of Mental

Disorders (DSM-IV). Kriteria diagnosis depresi menurut ICD-10 dan DSM-IV seperti

pada tabel dibawah ini (Mudjaddid, 2004).

Tabel 1. Diagnosis depresi menurut International Classification of Diseas (ICD-10)

Gejala Utama :

1. Perasaan depresi

2. Hilangnya minat atau semangat

3. Mudah lelah atau tenaga berkurang

Gejala-gejala lain :

1. Konsentrasi menurun

2. Harga diri menurun

3. Perasaan bersalah

4. Pesimis terhadap masa depan

5. Gagasan membahayakan diri sendiri atau bunuh diri

6. Gangguan tidur

7. Gangguan nafsu makan

8. Menurunnya libido

(Sumber: Mudjaddid, 2004)

International Classification of Diseas (ICD-10) menggolongkan depresi menjadi

depresi ringan, sedang dan berat, seperti tercantum pada tabel dibawah ini.

Tabel 2. Penggolongan depresi menurut International Classification of Diseas (ICD-10) Depresi Gejala utama Gejala lain Fungsi Keterangan

Ringan 2 2 Baik Nampak distress

Sedang 2 ¾ Terganggu

Berat 3 ≥4 Sangat terganggu Derajat gejala berat

(Sumber: Mudjaddid, 2004)

Tabel 3. Diagnosis depresi menurut Diagnostic and Statitical Manual of Mental

Disorders (DSM-IV)

Lebih dari 2 minggu terdapat 5 atau lebih gejala dibawah ini dan satu gejalanya adalah

perasaan depresi dan atau hilangnya rasa senang/minat, gejala-gejalanya adalah:

1. perasaan depresi;

2. hilangnya minat atau rasa senang secara nyata;

3. berat badan menurun atau justru bertambah;

Page 4: Depresi Pada Pasien Diabetes

4. insomnia atau hipersomnia;

5. agitasi atau retardasi psikomotor;

6. kelelahan atau hilang tenaga;

7. perasaan bersalah berlebihan atau tidak berguna;

8. sulit berkonsentrasi;

9. pikiran berulang tentang kematian dan ide bunuh diri

(Sumber: Mudjaddid, 2004)

Hubungan 2 arah antara diabetes mellitus dan depresi telah diketahui. Depresi

merupakan faktor risiko terjadinya diabetes dan diabetes meningkatkan risiko untuk onset

depresi. Depresi memberikan kontribusi dalam perjalanan penyakit diabetes mellitus

dalam hal kurang patuhnya terhadap terapi dan diet, aktivitas fisik yang kurang, kontrol

glikemik yang kurang, menurunkan kualitas hidup, disabilitas, dan pengeluaran biaya

keseahatan yang meningkat (Bogner et al., 2012).

Richardson et al dalam penelitian yang dilakukan untuk mengetahui efek

longitudinal depresi pada kontrol glikemik menemukan bahawa dalam 4 tahun follow-up

terdapat hubungan longitudinal yang signifikan antara depresi dengan kontrol glikemik

dan depresi berhubungan dengan menetap tingginya kadar HbA1c selama periode

tersebut. Wagner et al juga menemukan kondisi lebih tingginya kadar HbA1c dan lebih

banyaknya komplikasi diabetes yang muncul pada warga Afrika Amerika dengan gejalaa

depresi yang lebih banyak (Egede &Ellis, 2010).

Penelitian juga menemukan bahwa pasien-pasien dengan diabetes mellitus dan

depresi memerlukan biaya perawatan kesehatan yang meningkat. Le et al mendapatkan

data bahwa pasien-pasien diabetes dengan depresi mengeluarkan biaya sekitar 3264US

dollar sedangkan pasien diabetes tanpa depresi mengeluarkan biaya sekitar 1297 US

dollar. Ciechanowski et al mendapatkan data bahwa individu dengan depresi yang juga

menderita diabetes mengeluarkan biaya kesehatan 2 kali lipat dibandingkan dengan

individu ynag tidak mengalami depresi. Finkelstein et al mendapatkan data bahwa pasien

dengan diabetes dan depresi mayor melakukan kunjungan lebih sering ke fasilitas

kesehatan, mencari pengobatan yang lebih banyak, dan meningkatkan pengeluaran biaya

kesehatan dibandingkan dengan pasien dengan diabetes saja (Egede & Ellis, 2010).

Studi yang dilakukan oleh National Health and Nutrition Examination Survey

(NHANES) I Epidemiologic Follow-up Study mendapatkan data bahwa pasien diabetes

dengan depresi memiliki mortalitas 54% lebih tinggi daripada pasien tanpa depresi.

Katon et al melaporkan bahwa pasien diabetes dengan depresi memiliki risiko

keseluruhan mortalitas yang meningkat sebesar 36-38% selama periode 2 tahun ( Egede

& Ellis, 2010).

PENDEKATAN PSIKOSOMATIK DEPRESI PADA DIABETES

Sampai saat ini banyak bukti yang menunjukkan bahwa pengenalan dan

pengobatan untuk depresi pada diabetes adalah belum ideal, terutama pada pusat

pelayanan primer. Penatalaksaaan penderita diabetes dengan depresi masih belum

optimal. Pendekatan dengan farmakologi dan non farmakologi dapat dilakukan pada

penanganan diabetes dengan depresi. Terdapat tiga penelitian besar berkaitan dengan

Page 5: Depresi Pada Pasien Diabetes

terapi farmakologis depresi pada diabetes. Pada studi pertama yang dilakukan pada 68

pasien dengan diabetes dan depresi, didapatkan bahwa pemberian nortriptyline selama 8

minggu didapatkan perbaikan bermakna pada mood namun belum disertai perbaikan pada

kontrol glikemik (Lustman et al., 1997). Pada studi kedua yang menggunakan fluoxetine,

didapatkan juga perbaikan mood tetapi belum diikuti perbaikan kontrol glikemik

(Lustman et al., 2000). Studi yang dilakukan oleh Williams dkk (2004) menunjukkan

bahwa perawatan kolaboratif untuk depresi pada usia lanjut dapat memperbaiki mood dan

kemampuan fungsional, namun belum diikuti dengan perbaikan efek yang signifikan

pada kontrol glikemik. Perawatan kolaboratif yang dilakukan pada penelitian ini adalah

pemberian antidepresan atau psikoterapi.

Sebuah systematic review tentang efikasi terapi non farmakologis depresi pada

diabetes menyimpulkan bahwa pendekatan non farmakologis dapat menurunkan simtom

depresi pada diabetes, walaupun belum tercapai kontol keluaran diabetes yang optimal

seperti kontrol glikemik (Wang et al., 2008). Hasil dari sebuah telaah klinis komprehensif

yang dilakukan oleh Petrak dan Herpetz (2009) menunjukkan bahwa terapi untuk depresi

pada pasien dengan diabetes adalah efektif. Jenis terapi yang dipakai dapat berupa

antidepresan, psikoterapi, maupun kombinasi keduanya.

Latihan pasrah diri adalah suatu metode yang memadukan antara relaksasi dan

zikir dengan fokus latihan pada pernafasan dan kata yang terkandung didalam zikir

(Relaxation and meditation prayer), sehingga menimbulkan respon relaksasi yang

diharapkan mampu memperbaiki gejala stres atau gejala depresi. Kondisi ini berpengaruh

secara langsung maupun tidak langsung terhadap respon inflamasi dan hasil akhir

memperbaiki kontrol gula darah (Asdie, 2005). Pada penelitian yang dilakukan oleh

Dharma (2006) didapatkan bahwa latihan pasrah diri berhubungan dengan penurunan

simtom depresi dan rerata kadar fruktosamin yang bermakna.

Page 6: Depresi Pada Pasien Diabetes

DAFTAR PUSTAKA

American Diabetic Association (ADA), 2006. Standards of Medical Care in Diabetes-

2006. Diabetes Care; 29(1): S4-43, www.diabetes.org.

Asdie, A.H., 2000. Patogenesis dan Terapi Diabetes Mellitus Tipe 2. MEDIKA,Fakultas

Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Asdie, A.H., 2005. Konsultasi Pribadi.

Browner, W. S., Newman, T. B., Cummings, S. R., & Hulley, S. B. 2001.

EstimatingSample Size and Power: The Nitty-gritty. In: S. B. Hulley, S. R.

Cummings et al., (eds): Designing Clinical Research. 2nd edition, p: 65-86.

Lippincots Williams & Wilkins, Philadelphia.

Bisschop, M. I., Didi, M. W. K., Beekman, A. T. F., & Deeg, D. J. H. 2003. Chronic

Diseases and Depression: the Modifying Role of Psychosocial Resources. Soc Sci

Med; 59: 721-733.

Ciechanowski, P.S., Katon, W.Y., Russo, J.E., 2000. Impact of Depression on Adherence,

Function, and Cost. Arch Intern Med 160: 3278-85.

De Groot, M., Anderson, R.J., Freeland, K.E., Clouse, R.E., Lustman, P.J., 2001.

Association of Depression and Diabetes Complications: A Meta Analysis.

Psychosomatic Med 63: 619-30.

Dharma, A.D., 2006. Pengaruh Latihan Pasrah Diri Terhadap Kontrol Gula Darah Pada

Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 Dengan Gejala Depresi. Fakultas Pasca

Sarjana Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Tesis.

Doi, F., Kiyohara, Y., Kubo, M., Ninomiya, T., Wakugawa, Y., Yonemoto, K.,Iwase, M.,

& Iida, M. 2005. Elevated C-reactive protein is a Predictor of the Development

of Diabetes in a General Japanese Population (The Hisayama Study). Diabetes

Care; 28: 2497-2500.

Egede, L.E., Ellis, C. 2010. Diabetes and Depression: Global Perspectives. Diabetes

Research and Clinical Practice 87:302-12.

Goldney, R.D., Phillips, P.J., Fisher, L.J., Wilson, D.H. 2004. Diabetes, Depression,

and Quality of Life. Diabetes Care 27:1066-70.

Hansson, G. K. 2005. Mechanisme of Disease: Inflamation, Atherosclerosis and

Coronary Artery Disease. N Engl J Med; 352: 1685-1695.

Katon, W., Fan, M.Y., Unutzer, J., et al., 2008. Depression and Diabetes: a Potentially

Lethal Combination. J Gen Intern Med 23(10): 1571-75.

Lemeshow, S., Hosmer, D. W., Klar, J., Lwanga, S.K., 1990. Adequacy of Sample Size

in Health Studies. Jhon Wiley&Sons, New York.

Lustman, P.J., Anderson, R.J., Freedland, K.E., De Groot, M., Carnet, R.M., et al., 2000.

Depression and Poor Glycemic Control. Diabetes Care 23: 934-42.

Lustman, P.J., Clouse, R.E. 2004. Section III: Practical Considerations in the

Management of Depression in Diabetes. Diabetes Spectrum 17(3):160-67.

Lustman, P.J., Clouse, R.E., Griffith, L.S., Carney, R.M., Freedland, K.E. 1997. Effects

of Nortryptiline on Depression and Glycemic Control in Diabetes: Results of a

Double-blind, Placebo-Controlled Trial. Psychos Med 59:241-50.

Lustman, P.J., Freedland, K.E., Griffith, L.S., Clouse, R.E., 2000. Fluoxetine for

Depression in Diabetes: a Randomized Double-Blind Placebo-Controlled Trial.

Diabetes Care 23(5): 618-23.

Page 7: Depresi Pada Pasien Diabetes

Lustman, P.J., Griffith, L.S., Freeland, K.E., Kissel, S.S., Clouse, R.E., 1998. Cognitive

Behavior Therapy for Depression in Type 2 Diabetes Mellitus. Annals of

Internal Medicine 129(8):613-21.

Lutgendorf, S.K., Logan, H., Costanzo, H., Lubaroff, D., 2003. Effect of Acute Stress,

Relaxation, and a Neurogenic Inflammatory Stimulus on Interleukin- 6 in

Humans. Brain, Behavior, and Immunity 18: 55-64.

Marfella, R., Siniscalchi, M., Esposito, K., Sellito, A., De Fanis, U., Romano, C.,

Portoghese, M., Siciliano, S., Nappo, F., Sasso, F. C., Mininni, N., Cacciapuoti,

F., Lucivero, G., Giunta, R., Verza, M., & Giugliano, D. 2003. Effects of Stress

Hyperglycemia on Acute Myocardial Infarction. Diabetes Care; 26: 3129-3135.

McCulloh, D.K. 2005. Definition and Classification of Diabetes Melitus. In

B.DRose(Eds). UpToDate 13.2. Up To Date. Wallesley MA.

Mudjaddid, E. 2004. Depresi pada penderita Diabetes Melitus dan Tatalaksananya.

Dalam : S. Setiati, I. Alwi, M. K. Simadibrata & N. K. Sari (Eds.): Naskah Lengkap

Penyakit Dalam-PIT 2004, hal: 145-154. Pusat Informasi dan Penerbitan

Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, Jakarta.

Perkeni, 2002. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus. Jakarta.

Petrak, F., Herpetz, S., 2009. Treatment of Depression in Diabetes: an Update. Curr Opin

Psychiatry 22(2): 211-17.

Powers, A.C., 2005. Diabetes Mellitus, dalam: D.L. Kasper, A.S. Fauci, D.L. Longo,E.

Braunwald, S.L. Hauser, J.L. Jameson (Eds). Harrison’s Principles of Internal

Medicine 16th. McGraw Hill, New York; vol II: 2153-80.

Wang, M.Y., Tsai, P.S., Chou, K.R., Chen, C.M., 2008. A Systematic Review of the

Efficacy of Non-Pharmacological Treatments for Depression on Glycaemic

Control in Type 2 Diabetics. J Clin Nurs 17(19): 2524-30.

Williams, J.W.Jr., Katon, W., Lin, E.H., Noel, P.H., Worchel, J., Cornell, J. et al., 2004.

The Effectiveness of Depression Care Management on Diabetes- Related

Outcomes in Older Patients. Ann Intern Med 140(12):1015-24.

Zhang, X., Norris, S.L., Gregg, E.W., Cheng, Y.J., Beckles, G., Kahn, H.S., 2005.

Depressive Symptoms and Mortality Among Persons with and without Diabetes.

Am J Epidemiol 161(7):652-60.