depresi pasien hd

24

Click here to load reader

Upload: alfrid-robot

Post on 17-Nov-2015

15 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

refarat psikiatri nofa

TRANSCRIPT

BAB I PENDAHULUAN

PAGE

Refarat PsikiatriDepresi Pada Pasien Yang menjalani Hemodialisis

Oleh:

Nofayanti Geong Inde

080111069

BAB IPENDAHULUANPasien yang menjalani terapi HD mengalami berbagai masalah yang timbul akibat tidak berfunginya ginjal. Hal tersebut muncul setiap waktu sampai akhir kehidupan pasien dan menjadi stresor fisik yang berpengaruh pada berbagai dimensi kehidupan pasien meliputi bio psiko sosio spiritual. Kelemahan fisik yang dirasakan seperti mual, muntah, nyeri, lemah otot, udem adalah sebagian dari manifestasi klinik yang dirasakan. Untuk itu pasien sangat membutuhkan perhatian dan dukungan dari orang-orang yang ada di sekitarnya.Pasien dengan HD jangka panjang sering merasa khawatir akan kondisi sakitnya yang tidak dapat diramalkan, mereka biasanya mengalami masalah finansial, kesulitan dalam mempertahankan pekerjaan, dorongan seksual yang menghilang serta impotensi, depresi akibat sakit yang kronis dan ketakutan menghadapi kematian.Dua pertiga dari pasien yang mendapat terapi HD tidak pernah kembali pada aktifitas atau pekerjaan seperti sedia kala. Dengan demikian pasien akan mengalami kehilangan pekerjaan, penghasilan, kebebasan, harapan umur panjang, fungsi seksual sehingga dapat mengakibatkan kehilangan harga diri dan identitas gender. Rasa kehilangan ini akan mengakibatkan efek kemarahan yang akhirnya timbul suatu keadaan depresi sekunder sebagai akibat dari penyakit sistemik yang rnendahuluinya.BAB II

PEMBAHASAN

DEFINISI Gangguan depresif adalah gangguan psikiatri yang menonjolkan mood sebagai masalahnya, dengan berbagai gambaran klinis yakni gangguan episode depresif, gangguan distimik, gangguan depresif mayor dan gangguan depresif unipolar serta bipolar.

Gangguan depresif merupakan gangguan medik serius menyangkut kerja otak, bukan sekedar perasaan murung atau sedih dalam beberapa hari. Gangguan ini menetap selama beberapa waktu dan mengganggu fungsi keseharian seseorang. Gangguan depresif masuk dalam kategori gangguan mood, merupakan periode terganggunya aktivitas sehari-hari, yang ditandai dengan suasana perasaan murung dan gejala lainnya termasuk perubahan pola tidur dan makan, perubahan berat badan, gangguan konsentrasi, anhedonia (kehilangan minat apapun), lelah, perasaan putus asa dan tak berdaya serta pikiran bunuh diri. Jika gangguan depresif berjalan dalam waktu yang panjang (distimia) maka orang tersebut dikesankan sebagai pemurung, pemalas, menarik diri dari pergaulan, karena ia kehilangan minat hampir disemua aspek kehidupannya. Pada dasarnya besar kecilnya masalah yang menegangkan adalah relatif, tergantung dari tinggi rendahnya kedewasaan, kepribadian serta bagaimana sudut pandang seseorang dalam menghadapinya.

SUMBER STRES / STRESOR

Sumber stres (stresor) adalah variable yang dapat diidentifikasikan sebagai penyebab timbulnya stres, datangnya stresor dapat sendiri-sendiri atau dapat pula bersamaan. Sumber stres dapat berasal dari dalam tubuh dan dari luar tubuh. Terjadinya stres karena stresor tersebut dirasakan dan dipersepsikan oleh individu sebagai suatu ancaman sehingga menimbulkan kecemasan yang merupakan tanda umum dan awal dari gangguan kesehatan fisik dan psikologis. (Rasmun, 2004).

Apabila ditinjau dari penyebab stress, menurut Sunaryo ( 2004 ) dapat digolongkan sebagai berikut :

a. Stres Fisik

b. Stres Kimiawi

c. Stres Mikrobiologik

d. Stres Fisiologik

e. Stress Proses pertumbuhan dan perkembangan

f. Stress Psikis / Psikososial

KEMAMPUAN INDIVIDU MENAHAN STRES

Setiap individu mempunyai kemampuan yang berbeda-beda dalam menahan stres. Hal tersebut tergantung pada:

2. Sifat dan hakikat stres yaitu intensitas, lamanya, lokal dan umum (general).

1. Sifat individu yang terkait dengan proses adaptasi

Menurut Rosenmen dan Cheeny (1980) sebagaimana dikemukakan oleh Hawari (2001) bahwa terdapat tipe kepribadian jenis A (type personality) yang memiliki resiko tinggi mengalami stres dengan ciri-ciri kepribadian sebagai berikut :

Cita-citanya tinggi ( ambisius ), Suka menyerang ( agresif ), Suka bersaing ( kompetitif ) yang kurang sehat, Banyak jabatan rangkap, Emosional ( mudah marah, mudah tersinggung, mudah mengalami ketegangan dan kurang sabar ), Terlalu waspada, Bekerja tidak mengenal waktu, Bila ada tantangan senang bekerja sendiri, Disiplin waktu yang ketat, Kurang rileks dan serba terburu-buru, Kurang atau tidak ramah, Tidak mudah bergaul, Mudah empati tetapi mudah bersikap bermusuhan, Sulit dipengaruhi, Sifatnya kaku ( tidak fleksibel ).

TAHAPAN STRESGejala stres pada seseorang seringkali tidak disadari, kerana perjalanan awal tahapan stres timbul secara lambat. Dan baru dirasakan bilamana tahapan gejala sudah lanjut dan mengganggu fungsi kehidupannya sehari-hari. Menurut Amberg (1979) sebagaimana dikemukakan Hawari (2001) bahwa tahapan stres dibagi sebagai berikut:

1.Stres tahap I (pertama)

Merupakan tahapan stres yang paling ringan dan biasanya disertai parasaan-perasaan semangat bekerja yang besar dan berlebihan .

2.Stres Tahap II (kedua)

Dalam tahap ini dampak stres yang semula menyenangkan mulai menghilang dan timbul keluhan-keluhan yang disebabkan karena cadangan energi tidak lagi cukup sepanjang hari. Keluhan-keluhan yang sering dikemukakan merasa letih waktu bangun pagi yang seharusnya merasa segar, merasa lekas capai pada saat menjelang sore, merasa mudah lelah setelah makan, tidak dapat rileks (santai), lambung atau perut tidak nyaman, detakan jantung lebih keras dan berdebar-debar, otot tengkuk dan punggung tegang.

2. Stres Tahap III (ke tiga)

Bila seseorang tetap memaksakan diri dan tidak menghiraukan keluhan-keluhan yang dirasakan maka yang bersangkutan akan menunjukkan keluhan-keluhan yang semakin nyata dan mengganggu, yaitu gangguan lambung, dan usus semakin nyata (misalnya keluhan maag, buang air besar tidak teratur), ketegangan otot semakain terasa, perasaan tidak tenang dan ketegangan emosional semakin meningkat, gangguan pola tidur (insomnia), koordinasi tubuh terganggu (badan terasa oyong dan serasa mau pingsan). Pada tahapan ini seseorang sudah harus berkonsultasi pada dokter untuk memperoleh terapi atau beban stres dikurangi sehingga tubuh memperoleh kesempatan untuk beristirahat guna menambah suplai energi yang mengalami defisit.

4. Stres Tahap IV (empat)

Tidak jarang seseorang pada waktu memeriksakan diri ke dokter sehubungan dengan keluhan-keluhan stres tahap III oleh dokter dinyatakan tidak sakit karena tidak ditemukan kelainan-kelainan fisik pada organ tubuhnya. Bila hal ini terjadi dan yang bersangkutan terus memaksakan diri, maka gejala stres tahap IV akan muncul, tidak mampu untuk bekerja sepanjang hari (loyo), aktifitas pekerjaan tarasa sulit dan membosankan, respon tidak adequate, kegiatan rutin terganggu, gangguan pola tidur disertai mirnpi-mimpi yang menegangkan, sering menolak ajakan karena tidak semangat dan tidak bergairah, konsentrasi dan daya ingat menurun, timbul ketakutan dan kecemasan.

5. Stres Tahap V (lima)

Bila keadaan berlanjut, maka seseorang akan jatuh dalam stres tahap V yang ditandai dengan kelelahan fisik dan mental yang semakin mendalam, ketidakmampuan menyelesaikan pekerjaan seharihari yang ringan dan sederhana, gangguan system pencernaan semakin berat, timbul perasaan ketakutan dan kecemasan yang semakin meningkat, bingung dan panic

6. Stres Tahap VI ( enam )

Tapan ini merupakan tahapan klimaks, seseorang mengalami sera-

ngan panik dan perasaan takut mati. Tidak jarang orang yang me-

ngalami stress tahap ini berulang kali dibawa ke IGD bahkan ke

ICCU meskipun pada akhirnya dipulangkan karena tidak ditemu-

Kan kelainan-kelainan fisik organ tubuh. Gambaran stress pada

Tahap ini : debaran jantung teramat keras, sesak nafas, badan ge

Metar dan berkeringat dingin, loyo dan pingsan ( kolaps ).

MANIFESTASI STRESStres sifatnya universiality, yaitu umum semua orang sama dapat merasakannya, tetapi cara pengungkapannya yang berbeda atau diversity. Sesuai dengan karakteristik individu, maka responnya berbeda-beda untuk setiap orang.

Seseorang yang mengalami stres dapat mengalami perubahan-perubahan yang terjadi pada tubuhnya, antara lain :

1. Perubahan warna rambut kusam, ubanan, kerontokan

2. Wajah tegang, dahi berkerut, mimik nampak serius, tidak santai, bicara berat, sulit tersenyum/tertawa dan kulit muka kedutan (tic facialis)

3. Nafas terasa berat dan sesak, timbul asma

4. Jantung berdebar-debar, pembuluh darah melebar atau menyempit (constriksi) sehingga mukanya nampak merah atau pucat. Pembuluh darah tepi (perifer) terutama ujung-ujung jari juga menyempit sehingga terasa dingin dan kesemutan.

5. Lambung mual, kembung, pedih, mules, sembelit atau diare.

6. Sering berkemih.

7. Otot sakit seperti ditusuk-tusuk, pegal dan tegang pada tulang terasa linu atau kaku bila digerakkan.

8. Kadar gula meningkat, pada wanita mens tidak teratur dan sakit (dysmenorhea)

9. Libido menurun atau bisa juga meningkat.

10. Gangguan makan bisa nafsu makan meningkat atau tidak ada nafsu makan.

11. Tidak bisa tidur

12. Sakit mental-histeris STRES PADA PASIEN HEMODIALISA

Pasien yang menjalani HD mengalami berbagai masalah yang timbul akibat tidak berfungsinya ginjal. Hal tersebut muncul setiap waktu sampai akhir kehidupan. Hal ini menjadi stresor fisik yang berpengaruh pada berbagai dimensi kehidupa pasien yang meliputi bio psiko sosio spiritual. Kelemahan fisik yang dirasakan seperti mual, muntah, nyeri, lemah otot, oedema adalah sebagian dari manisfestasi klinik dari pasien yang menjalani HD. Ketidakberdayaan serta kurangnya penerimaan diri pasien menjadi faktor psikologis yang mampu mengarahkan pasien pada tingkat stres, cemas bahkan depresi (Stuart dan Sundeen, 1998).

8. HEMODIALISA ( HD )

Di Amerika Serikat setiap tahun terdapat sekitar 20 juta orang dewasa menderita gagal ginjal yang menjalani dialysis. Sedang di Indonesia diperkirakan setiap satu juta penduduk 20 orang mengalami gagal ginjal pertahun yang memerlukan tindakan dialysis.

Komplikasi HDHD dapat memperpanjang usia tanpa batas yang jelas, namun tindakan ini tidak akan mengubah perjalanan alami penyakit ginjal yang mendasari, juga tidak akan memperbaiki seluruh fungsi ginjal. Pasien tetap akan mengalami sejumlah permasalahan dan komplikasi (Smeltzer dan Bare, 2004).

Pasien yang menjalani HD berkelanjutan dihadapkan pada banyak masalah, antara lain :

1.Masalah fisik

Hipotensi, hipertensi, kram, demam, kedinginan, infeksi, gangguan, cardio pulmoner, anemia, penyakit tulang, masalah kardio vaskuler, toksisitas alumunium, hiperkalemia, perdarahan, hiponatremia dan hipernatremia, emboli udara, pruritus, mual, muntah.

2.Masalah psikis

Stres, depresi, perilaku tidak kooperatif, perubahan kepribadian dan bunuh diri.

FAKTOR PSIKOSOSIAL

Emosi Perasaan takut adalah ungkapan emosi pasien gagal ginjal yang paling sering diungkapkan.

Pasien sering merasa takut akan masa depan yang akan dihadapi dan perasaan marah yang berhubungan dengan pertanyaan mengapa hal tersebut terjadi pada dirinya.

Ketakutan dan perasaan berduka juga kerap datang karena harus tergantung seumur hidup dengan alat cuci ginjal.

Seringkali afeksi emosional ini ditujukan kepada sekeliling seperti pasangan, karyawan dan staf di rumah sakit. Harga Diri Kehilangan kontrol akan dirinya.

Perlu waktu panjang untuk beradaptasi

Perubahan peran adalah sesuatu yang tidak bisa dihindari.

Perasaan menjadi beban keluarga akan menjadi masalah buat individu ini.

Pasien sering kali merasa dirinya berubah.

Adanya kateter yang menempel misalnya pada pasien dengan dialisis peritoneal, lesi di kulit, nafas berbau ureum dan perut yang membuncit membuat percaya diri dan citra diri pasien terpengaruh.

Gaya Hidup Perubahan diet dan pembatasan air akan membuat pasien berupaya untuk melakukan perubahan pola makannya.

Keharusan untuk kontrol atau melakukan dialisis di rumah sakit juga akan membuat keseharian pasien berubah.

Terkadang karena adanya komplikasi pasien harus berhenti bekerja dan diam di rumah.

Perlu mendapatkan dorongan untuk pasien agar lebih mudah beradaptasi.

Fungsi Seksual Fungsi seksual pada pasien yang mengalami gagal ginjal akan sering terpengaruh :

Faktor organik ( perubahan hormonal atau karena insufisiensi vaskuler pada kasus gagal ginjal dengan diabetes),

Psikososial (perubahan harga diri,citra diri dan perasaan tidak menarik lagi)

Fisik (distensi perut, perasaan tidak nyaman dan keluhan-keluhan fisik akibat uremmia). INTERVENSI PSIKOSOSIALPada saat HD berlangsung pasien, dialiser dan cairan dialisat memerlukan pementauan yang konstan untuk mendeteksi komplikasi yang dapat terjadi. Perawat di unit HD memiliki peran yang penting dalam memantau serta memberikan dukungan kepada pasien dan dalam menjalankan program pengkajian dan pendidikan pasien yang berkelanjutan, mempersiapkan pemulangan pasien yang menjalani HD. Kebutuhan untuk mempelajarinya baru disadari lama setelah pasien menjalani HD. Karena alasan ini, komunikasi yang baik antara perawat yang bertugas melaksanakan HD, perawat rumah sakit (ruangan/bangsal) dan perawat yang merawat pasien di rumah sangat penting dalam memberikan asuhan keparawatan yang aman dan berkelanjutan. Implikasi Keperawatan Gagal ginjal kronis mempunyai karakteristik penurunan kondisi yang cepat. Bantuan keperawatan harus berusaha memfasilitasi penyesuaian perubahan akibat sakit yang dialami. Perawat juga perlu memperbaiki interaksi sosial dan gaya hidup dengan mencegah kondisi sakit yang lebih jauh, mengontrol gejala dan menjadikan hemodialisis menjadi bagian dari kehidupan normal sehari-hari. Pengetahuan pasien yang baik tentang penyakit yang dideritanya akan mengurangi kecemasan pasien. Penilaian Kondisi Menentukan kebutuhan pasien .Mengidentifikasi masalah yang menjadi potensial untuk timbul .Mengumpulkan informasi untuk rencana pengobatan .Informasi berguna :

gaya hidup pola kehidupan sehari-hari kekuatan kepribadian dan minat cara adaptasi sehari-hari pengertian akan penyakit saat ini persepsi terhadap pengobatan yang diberikan tekanan hidup/perubahan belakangan ini dan beberapa masalah yang terkait dengan penyakit .Membesarkan Hati Membuat pasien mampu menerima tanggung jawab akan kesehatan dan kebahagiaan serta mampu mengisi tanggung jawab mereka di keluarga dan masyarakat. Petugas kesehatan dapat membesarkan hati pasien untuk menerima keterbatasan pribadi akibat kondisi sakit dan pengobatannya. Kondisi-kondisi seperti ini bisa memberikan persesi positif dan pengertian di antara pasien dan petugas kesehatan. Penilaian, edukasi, motivasi, pemberian dukungan, membesarkan hati, mengajarkan cara membantu diri sendiri dan memonitor diri sendiri, peningkatan kepatuhan pasien dan pasien mampu hidup dengan kondisi kronis yang dialaminya. Kelompok suportif seperti latihan fisik bersama, program edukasi bersama atau kegiatan bersama. Hubungan kebersamaan dengan orang yang senasib dan adanya penghargaan sosial serta apresiasi dari rekan senasib isolasi pasien terhadap lingkungan berkurang.

PERAN KELUARGA Keluarga tidak boleh dikesampingkan dalam proses penanganan pasien. Perubahan pola kehidupan keluarga mungkin diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pasien. Pasien dan keluarga dibantu untuk menceritakan perasaan mereka. Perasaan bersalah, kesedihan dan kehilangan sering terjadi pada pasangan pasien. Edukasi dan informasi yang adekuat bagi pasien dan keluarga tentang penyakit yang dialami dan perjalanan penyakit akan sangat penting .KESIMPULANPasien dengan gagal ginjal kronis sering mengalami gangguan psikiatrik terkait dengan kondisi medis umumnya.

Dokter perlu memahami fisiologi dan psikopatologi dari timbulnya gangguan psikiatrik pada pasien gagal ginjal kronis.

Gangguan psikiatrik seperti delirium, depresi, kecemasan dan sindrom disequilibrium sering dialami oleh pasien dengan gagal ginjal kronis.

Penanganan dan penatalaksanaan yang menyeluruh adalah lebih baik untuk pasien .DAFTAR PUSTAKA

1. Chiang. H, Livneh H,. Prevalence and correlates of depression among chronic kidney disease patients in Taiwan: BMC Nephrology 2013:14 (78) :1471-2369

2. Santos P, Arcanjo F. Social adaptability and substance abuse: Predictors of depression among hemodialysis patients? : BMC Nephrology 2013, 14(12) 1471-2369

3. Ku D., Park Y, dkk. Depression and Life Quality in Chronic Renal Failure Patients with Polyneuropathy on Hemodialysis. Ann Rehabil Med 2012; 36(5): 702-7074. Spahbodi F, Mohammad S, Goudarzi M. Dialysis : Iranian Journal of Kidney Diseases : 2012 ; 6 (6) : 247-255

5. Levy D, Garrison RJ, Savage DD, Kannel WB, Castelli. Depression and Dialysis : 2012; 6 (6) : 403-5016. Turkmen K, Erdur F, Guney I, dkk. International Journal of Nephrology and Renovascular Disease : Journal of Nephrology and Renovascular Disease 2012 : (135) 5 135142

7. Jean D. Psychosocial predictors of the quality of life of chronic renal failure patients undergoing haemodialysis: Nefrologia 2012;32(5):622-6308. Nowak L, Adamczak M, Wie A. Neprology Original Paper : This article is published with open access at Springerlink.com 2012 ; 13 (7) : 256-261

1PAGE