depresi pada pasien diabetes melitus tipe 2

35
Depresi pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Stacia Cicilia Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jalan Arjuna Utara No.6 Jakarta 11510 Kelompok F6/102012132 [email protected] Pendahuluan Latar Belakang Depresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan pada pola tidur dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, anhedonia, kelelahan, rasa putus asa dan tidak berdaya, serta bunuh diri. Faktor penyebab depresi terbagi atas faktor biologi , faktor genetik dan faktor psikososial. Ketiga faktor tersebut juga dapat saling mempengaruhi satu sama lain. Namun, yang paling banyak banyak diteliti adalah penyebab dari faktor psikososial. Penyebab depresi dari faktor psikososial antara lain dikarenakan peristiwa kehidupan dan stress lingkungan , faktor psikoanalitik dan psikodinamik. Apabila pasien depresi 1

Upload: jessiica-

Post on 23-Dec-2015

35 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

tes

TRANSCRIPT

Page 1: Depresi Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2

Depresi pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2

Stacia Cicilia

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jalan Arjuna Utara No.6 Jakarta 11510

Kelompok F6/102012132

[email protected]

Pendahuluan

Latar Belakang

Depresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan

alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan pada pola tidur dan

nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, anhedonia, kelelahan, rasa putus asa dan tidak

berdaya, serta bunuh diri. Faktor penyebab depresi terbagi atas faktor biologi , faktor genetik

dan faktor psikososial. Ketiga faktor tersebut juga dapat saling mempengaruhi satu sama lain.

Namun, yang paling banyak banyak diteliti adalah penyebab dari faktor psikososial.

Penyebab depresi dari faktor psikososial antara lain dikarenakan peristiwa kehidupan dan

stress lingkungan , faktor psikoanalitik dan psikodinamik. Apabila pasien depresi menyadari

bahwa mereka tidak hidup sesuai dengan yang dicita-citakannya, akan mengakibatkan

mereka putus asa.

Hal ini juga yang terjadi pada penderita DM tipe 2 dimana DM dapat menimbulkan

perubahan psikologis antara lain perubahan konsep diri dan depresi. Stres psikologis dapat

timbul pada saat seseorang menerima diagnosa DM. Mereka beranggapan bahwa Penyakit

Diabetes Melitus ini akan banyak menimbulkan permasalahan seperti pengendalian diet serta

terapi yang lama dan kompleks, biaya pengobatan yang mahal, komplikasi penyakit serta

banyak kekhawatiran lain yang dapat menimbulkan potensi munculnya depresi.

1

Page 2: Depresi Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2

Tujuan

Tujuan dibuatnya makalah ini adalah untuk memberikan informasi kepada para

pembaca mengenai anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, etiologi,

epidemiologi, working diagnosis, differential diagnosis, manifestasi klinik, patofisiologi,

penatalaksanaan, prognosis dan edukasi mengenai depresi yang disebabkan oleh DM tipe 2.

Skenario 13

Seorang wanita berusia 66 tahun dikonsulkan ke bagian Psikiatri karena mengamuk saat

dirawat di RS. Pasien tersebut dirawat karena mengalami peningkatan GDS disertai luka pada

kaki yang sudah berbau. Pasien mengalami DM tipe 2 sejak 25 tahun yang lalu, pasien selalu

menjaga diet pola makan dan kontrol teratur, namun akhir-akhir ini pasien bosan menjalani

semua perawatan dan ingin menyusul suaminya saja yang sudah wafat. Beberapa bulan

terakhir, pasien makan dengan porsi tinggi karbohidrat dan minum minuman manis, tidak

berolahraga, lebih banyak tidur dan tidak mau melakukan kegiatan harian.

Anamnesis

Anamnesa merupakan suatu bentuk wawancara antara dokter dan pasien dengan

memperhatikan petunjuk-petunjuk verbal dan non verbal mengenai riwayat penyakit pasien.

Anamnesis bisa dilakukan pada pasien itu sendiri yang disebut Auto Anamnesa apabila

pasien dalam kondisi sadar dan baik, bisa juga melalui keluarga terdekat atau orang yang

bersama pasien selama ia sakit apabila pasien dalam kondisi tidak sadar atau kesulitan

berbicara disebut dengan Allo Anamnesa.1

Dengan dilakukanya anamnesis maka 70% diagnosis dapat ditegakkan. Sedangkan

30%nya lagi didapatkan dari pemeriksaan fisik, lab, dan radiologi (kalau diperlukan). Hal

yang perlu ditanyakan dokter pada saat anamnesis psikiatri depresi antara lain:1

1. Identitas pasien seperti nama, alamat, umur, dan pekerjaan.

2. Keluhan utama pasien, hal utama yang membuat pasien dating menemui dokter.

Dalam beberapa kasus yang berat ada kalanya kita tidak dapat menanyakan pada

pasien karena pasien telah dalam keadaan gangguan kejiwaan yang berat, untuk itu

kita juga dapat menanyakan hal ini kepada keluarganya.

3. Setelah itu tanyakan bagaimana penyakit itu bermula, bagaimana awal mula gangguan

kejiwaan itu terjadi, sejak kapan, dan bagaimana keberlangsungannya, ini bermakna

2

Page 3: Depresi Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2

karena kebanyakan penyakit psikiatrik mengalami beberapa fase sebelum menjadi

semakin parah.

4. Riwayat penyakit terdahulu, apakah pasien pernah mengalami penyakit yang dapat

memicu terjadinya gangguan kejiwaan seperti demam tinggi, riwayat trauma kepala,

mengkonsumsi obat-obatan Parkinson, obat anti-hipertensi dan kotikosteroid dalam

jangka waktu lama.

5. Riwayat pribadi mencakup mengenai riwayat kelahiran pasien, apakah dia cukup

bulan atau tidak, proses dilahirkan melalui Caesar atau normal, dan apakah ada

masalah saat dia dalam kandungan. Jika pasien telah menikah, tanyakan mengenai

pernikahannya. Intinya pada segmen ini kita harus menggali mengenai pribadi pasien.

6. Riwayat keluarga, tanyakan apakah di dalam keluarganya ada yang mengalami

gangguan jiwa atau tidak.

Pada kasus, pasien tersebut menderita Diabetes Melitus tipe 2 dan ulkus pedis, dapat juga

kita tanyakan beberapa pertanyaan berikut:

Sejak kapan mengalami DM tipe 2?

Apakah teratur dalam mengkonsumsi obat dan dalam melakukan diet?

Obat apa yang dikonsumsi?

Bagaimana cara melakukan diet?

Apakah ada keluhan lain seperti luka pada kaki?

Luka nya timbul sejak kapan?

Apakah lukanya sudah berbau dan berubah warna menjadi agak kehitaman?

Sesuai dengan kasus pada anmnesis akan kita dapatkan informasi bahwa pasien

tersebut mengamuk saat dirawat di RS. Pasien tersebut dirawat karena mengalami

peningkatan GDS disertai luka pada kaki yang sudah berbau. Pasien mengalami DM tipe 2

sejak 25 tahun yang lalu, pasien selalu menjaga diet pola makan dan kontrol teratur, namun

akhir-akhir ini pasien bosan menjalani semua perawatan dan ingin menyusul suaminya saja

yang sudah wafat. Beberapa bulan terakhir, pasien makan dengan porsi tinggi karbohidrat dan

minum minuman manis, tidak berolahraga, lebih banyak tidur dan tidak mau melakukan

kegiatan harian.

3

Page 4: Depresi Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2

Pemeriksaan Fisik

Meliputi 3 bagian yaitu :

1. Pemeriksaan Umum1

Menilai keadaan umum pasien: baik/buruk, yang perlu diperiksa dan dicatat adalah

tanda-tanda vital, yaitu:

Kesadaran penderita

Kompos mentis (sadar sepenuhnya), Apatis (pasien tampak segan, acuh tak acuh

terhadap lingkunganya), Delirium (penurunan kesadaran disertai kekacauan

motorik, dan siklus tidur bangun yang terganggu),Somnolen (keadaan mengantuk

yang masih dapat pulih penuh bila dirangsang, tetapi bila rangsang berhenti,

pasien akan tertidur lagi), Sopor/stupor (keadaan mengantuk yang dalam, pasien

masih dapat dibangunkan tetapi dengan rangsangan yang kuat, rangsang nyeri,

tetapi pasien tidak terbangun sempurna dan tidak dapat memberikan jawaban

verbal yang baik).

Kesakitan yang dialami pasien, dapat dilihat dari raut wajah pasien dan keluhan

pasien ketika datang.

Tanda vital seperti : tekanan darah, nadi, pernapasan, dan suhu pasien sangat

penting.

2. Pemeriksaan Lokal

Pemeriksaan lokal ini dapat kita lakukan guna untuk mengetahui keadaan luka pada

kaki pasien.

Inspeksi: inspeksi kaki untuk mengamati terdapat luka atau ulkus pada kulit atau

jaringan tubuh pada kaki, pemeriksaan sensasi vibrasi/rasa berkurang atau hilang

Palpasi: palpasi denyut nadi arteri dorsalis pedis menurun atau hilang

3. Pemeriksaan Psikiatri2

Penampilan saat pasien datang, dari penampilan dapat memberikan ciri khas pada

beberapa penyakit psikiatrik, contohnya pada pasien mania biasanya mereka

berpakaian dan berdandan berlebihan tidak sesuai dengan tempatnya. Contohnya

mereka ke dokter seperti akan ke acara pernikahan.

4

Page 5: Depresi Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2

Cara bicara, perhatikan pasien saat bicara. Biasanya pada pasien depresi mereka

cenderung tertutup dan kurang member informasi, sedangkan pada pasien mania,

mereka berbicara terus-menerus tiada henti.

Mood atau suasana hati

Pikiran seperti bagaimana perhatian pasien, daya memorinya, apakah dia dapat

menentukan sikap, serta cara berbahasa.

Persepsi, tanyakan apakah pasien merasa ada yang berbisik, atau melihat sesuatu yang

tidak dilihat oleh dokter untuk mengetahui apakah pasien mengalami halusinasi.

Sensorium dimana pasien sering merasa kesemutan

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang untuk depresi sampai saat ini tidak ada yang dapat menjadi

patokan utama untuk diagnosis. Jadi untuk mendiagnosis pasien depresi cukup dapat kita tera

dari anamnesis dan pemeriksaan klinis dan mentalnya saja.

Pemeriksaan penunjang pada DM umumnya akan dipikirkan bila ada keluhan khas

DM berupa poliuria, polidipsia, polifagia, lemah, dan penurunan berat badan yang tidak dapat

dijelaskan sebabnya. Keluhan lain yang mungkin dikemukakan pasien adalah kesemutan,

gatal, mata kabur dan impotensia pada pasien pria, serta pruritus vulvae pada pasien wanita.

Jika keluhan khas, pemeriksaan glukosa darah sewaktu >200 mg/dl sudah cukup untuk

menegakkan diagnosis DM. Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah puasa >126 mg/dl juga

digunakan untuk patokan diagnosis DM. Untuk kelompok tanpa keluhan khas DM, hasil

pemeriksaan glukosa darah yang baru satu kali saja abnormal , belum cukup kuat untuk

menegakkan diagnosis klinis DM. Diperlukan pemastian lebih lanjut dengan menddapatkan

sekali lagi angka abnormal, baik kadar glukosa darah puasa >126 mg/dl, kadar glukosa darah

sewaktu >200 mg/dl pada hari yang lain, atau dari hasil tes toleransi glukosa oral (TTGO)

yang abnormal.3

Cara pelaksanaan TTGO (WHO 1985):3

3 (tiga) hari sebelumnya makan seperti biasa

Kegiatan jasmani secukupnya, seperti yang biasa dilakukan

Puasa semalam, selama 10-12 jam

Kadar glukosa darah puasa diperiksa

5

Page 6: Depresi Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2

Diberikan glukosa 75 gram atau 1,75 gram/kgBB, dilarutkan dalam air 250 ml dan

diminum selama/dalam waktu 5 menit

diperiksa kadar glukosa darah 2 (dua) jam sesudah beban glukosa; selama

pemeriksaan subyek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok.

Pada penderita ulkus pedis salah satu pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan

adalah pemeriksaan doppler. Pemeriksaan Doppler ultrasound adalah penggunaan alat untuk

memeriksa aliran darah arteri maupun vena. Pemeriksaan ini ntuk mengidentifikasi tingkat

gangguan pada pembuluh darah arteri maupun vena. Dengan pemeriksaan yang akurat dapat

membantu proses perawatan yang tepat. Pemeriksaan ini sering disebut dengan Ankle

Brachial Pressure Index. Pada kondisi normal, tekanan sistolik pada kaki sama dengan di

tangan atau lebih tinggi sedikit. Pada kondisi terjadi gangguan di area kaki, vena ataupun

arteri, akan menghasilkan tekanan sistolik yang berbeda. hasil pemeriksaan yang akurat dapat

membantu diagnostic ke arah gangguan vena atau arteri sehingga manajemen perawatan juga

berbeda.3

Etiologi dan Patofisiologi

Dasar penyebab depresi yang pasti tidak diketahui, banyak usaha untuk mengetahui

penyebab dari ganguan ini. Menurut Kaplan, faktor-faktor yang dihubungkan dengan

penyebab depresi dapat dibagi atas: faktor biologi, faktor genetik dan faktor psikososial.

Dimana ketiga faktor tersebut juga dapat saling mempengaruhi satu dengan yang lainya.4

a. Faktor Biologi

Faktor neurotransmiter: Dari biogenik amin, norepinefrin dan serotonin merupakan dua

neurotransmiter yang paling berperan dalam patofisiologi gangguan mood. Norepinefrin

hubungan yang dinyatakan oleh penelitan ilmiah dasar antara turunnya regulasi reseptor B-

adrenergik dan respon antidepresan secara klinis memungkinkan indikasi peran sistem

noradrenergik dalam depresi. Bukti-bukti lainnya yang juga melibatkan presinaptik reseptor

adrenergik dalam depresi, sejak reseptor reseptor tersebut diaktifkan mengakibatkan

penurunan jumlah norepinefrin yang dilepaskan. Presipnatik reseptor adrenergik juga

berlokasi di neuron serotonergik dan mengatur jumlah serotonin yang dilepaskan. Dopamin

juga sering berhubungan dengan patofisiologi depresi. Faktor neurokimia lainya seperti

gamma Utaraaminobutyric acid (GABA) dan neuroaktif peptida (vasopresin dan opiate

endogen) telah dilibatkan dalam patofisiologi ganguan mood.

6

Page 7: Depresi Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2

Hal ini berkaitan dengan pasien yang menderita diabetes. Pada pasien penderita diabetes pasti

diberlakukan diet untuk menurunkan kadar gula darah. Asupan makan atau karbohidrat yang

berkurang ini menyebabkan kadar gula dalam darah ikut turun. GD yang menurun otomatis

menyebabkan kadar insulin menurun. Hal ini secara tidak langsung mempengaruhi kadar

serotonin karena serotonin merupakan salah satu komponen pengatur insulin. Insulin yang

berkurang akan menyebabkan kadar serotonin berkurang. Kadar serotonin yang berkurang ini

akan memberi efek kepada penderita salah satunya adalah gangguan mood yang apabila

berlangsung lama dapat menimbulkan depresi.

b. Faktor Genetik

Data genetik menyatakan bahwa faktor yang signifikan dalam perkembangan gangguan mood

adalah genetik. Pada penelitan anak kembar terhadap ganguan depresi berat pada anak, pada

anak kembar monozigot adalah 50%, sedangkan dizigot 10-25%. Menurut penelitan

penderita late onset depresi terjadi karena mutasi pada gene methylene tetrahydrofolate

reductase yang merupakan kofaktor yang terpenting dalam biosintesis monoamin. Mutasi ni

tidak bisa diketemukan pada penderita early onset depresi.

c. Faktor Psikososial

Peristiwa kehidupan dan stress lingkungan dimana suatu pengamatan klinik menyatakan

bahwa peristiwa atau kejadian dalam kehidupan yang penuh ketegangan sering mendahului

episode ganguan mood. Suatu teori menjelaskan bahwa stress yang menyertai episode

pertama akan menyebabkan perubahan fungsional neurotransmiter dan sistem pemberi tanda

intra neuronal yang akhirnya perubahan tersebut menyebabkan seseorang mempunyai resiko

yang tinggi untuk menderita ganguan mood selanjutnya. Faktor kepribadian premorbid

menunjukan tidak ada satu kepribadian atau bentuk kepribadian yang khusus sebagai

predisposisi terhadap depresi. Semua orang dengan ciri kepribadian manapun dapat

mengalami depresi, walaupun tipe kepribadian seperti dependen, obsesi kompulsif, histironik

mempunyai risiko yang besar mengalami depresi dibandingkan dengan lainya.

7

Page 8: Depresi Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2

Gambar 1. Patofisiologi Depresi pada Penderita DM

Epidemiologi5

Pada kelompok orang dengan diabetes, prevalensi gejala-gejala depresi yang secara

klinis bermakna adalah 31% dan untuk prevalensi gangguan depresi mencapai 11%.

Orang dengan gangguan depresi memiliki peningkatan risiko untuk mengalami

diabetes sebanyak 65%.

Prognosis diabetes dan depresi (terkait komplikasi, resisten terhadap pengobatan, dan

kematian) memburuk ketika dua penyakit ini berkomorbiditas dibandingkan ketika

keduanya terpisah.

Working diagnosis

Depresi adalah ganguan mental umum yang menyajikan dengan mod depresi,

kehilangan minat atau kesenangan, perasan bersalah atau rendah diri, tidur tergangu atau

nafsu makan, energi rendah, dan hilang konsentrasi. Masalah ini dapat menjadi kronis atau

berulang dan menyebabkan ganguan besar dalam kemampuan individu untuk mengurus

tangung jawab sehari-harinya (WHO, 201). Episode depresi biasanya berlangsung selama 6

hinga 9 bulan, tetapi pada 15-20% penderita bisa berlangsung selama 2 tahun atau lebih.

Seperti yang sudah dibahas depresi dapat disebabkan oleh berbagai penyebab salah

satunya adalah penderita diabetes. Diabetes Melitus merupakan penyakit kronis yang muncul

apabila pankreas tidak memproduksi insulin yang mencukupi atau apabila badan tidak bisa

8

Page 9: Depresi Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2

mengunakan insulin yang diproduksikan. Insulin adalah hormon yang meregulasi kadar gula

darah. Hiperglikemia atau peningkatan kadar gula darah adalah efek yang sering pada

penderita diabetes yang tidak terkontrol dan akhirnya menyebabkan kerusakan yang kronis

pada sistem tubuh badan terutama pada syaraf dan pembuluh darah.

Ulkus diabetikus adalah salah satu bentuk komplikasi kronik Diabetes mellitus berupa

luka terbuka pada permukaan kulit yang dapat disertai adanya kematian jaringan setempat.

Ulkus diabetika merupakan luka terbuka pada permukaan kulit karena adanya komplikasi

makroangiopati sehingga terjadi vaskuler insusifiensi dan neuropati, yang lebih lanjut

terdapat luka pada penderita yang sering tidak dirasakan, dan dapat berkembang menjadi

infeksi disebabkan oleh bakteri aerob maupun anaerob. Pasien diabetes sangat beresiko

terhadap kejadian luka dikaki (Litzelman, 1993) dan merupakan jenis luka kronis yang sangat

sulit penyembuhannya. Perawtan luka diabetes khususnya dikaki relatif mahal, namun

menjadi lebih berkualitas dibanding pasien harus kehilangan salah satu anggota tubuhnya.

Ada banyak alasan mengapa klien diabetes beresiko tinggi terhadap kejadian luka

dikaki diantaranya diakibatkan karena kaki yang sulit bergerak terutama jika klien dengan

obesitas, neoropati sensorik, iskhemia sehingga proses penyembuhan menjadi lambat akibat

konstriksi pembuluh darah. Adanya gannguan sistem imunitas, pada klien diabetes

menyebabkan luka mudah terinfeksi dan jika terkontaminasi bakteri akan menjadi ganren

sehingga makin sulit pada perawatannya serta beresiko terhadap amputasi.

Klasifikasi

Klasifikasi Gangguan Mental6

Gangguan mental atau yang lebih dikenal dengan gangguan jiwa menurut WHO

dikelompokan ke dalam blok-blok tertentu secara hierarki berdasarkan adanya persamaan

deskriptif, baik etiologi atau gejala dasar. Gangguan-gangguan jiwa yang terletak dalam

urutan atas mempunyai lebih banyak unsur (gejala) dari gangguan jiwa yang terletak dalam

blok di bawahnya. Sebagai contohnya, meskipun pada blok F0 dapat ditemukan gejala

psikotik, mood, atau cemas, namun blok tersebut memiliki kelebihan berupa etiologi

organik/medis. Sedangkan blok F1 etiologinya hanya zat psikoaktif, walau gejalanya mirip

dengan gejala pada blok F0.

Pada blok F2, gangguan atau gejala dasarnya hanya gejala psikotik tanpa etiologi

organic and medis. Dalam blok F3 gangguan dasarnya adalah gangguan perasaan atau mood

9

Page 10: Depresi Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2

tanpa etiologi organic atau medis. Etiologi medic merupaka kondisi patologis yang

ditemukan dengan pemeriksaan fisik dan laboratorium yang konvensional. Dengan begitu,

makin ke atas hierarki, biasanya makin berat tingkat keparahan atau kedaruratannya,

khususunya yang bersangkutan dalam F0, F1, F2, dan F3. Untuk memastikan diagnosis,

harus dipastikan dulu gejala-gejala itu tidak merupakan gejala dari ganguan jiwa yang

terletak dalam hierarki di atasnya. Penggolongan gangguan jiwa dalam PPDGJ III

berdasarkan blok serta ciri khas pada masing-masing blok gangguan jiwa adalah sebagai

berikut :

a. Blok F0 : Gangguan mental organic atau simpatomatik Gangguan kejiwaannya

disebabkan oleh penyakit atau gangguan fisik atau kondisi medic yang secra primer

atau secara sekunder (sistemik) mempengaruhi otak secara fisiologis sehingga terjadi

disfungsi otak. Demensia merupakan salah satu kelainan yang paling mendapatkan

perhatian. Diperlukan bukti riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan

penunjang untuk menyokong hal tersebut.

b. Blok F1 : Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan zat psikoaktif Gejala

gangguan jiwa dalam blok ini tidak disebabkan oleh seperti pada F0. Terdapat riwayat

penggunaan zat psikoaktif yang secara fisiologis mempengaruhi otak dan

menimbulkan gangguan mental dan perilaku. Namun, tidak semua orang yang

menggunakan zat psikoaktif menunjukan gejala gangguan jiwa. Diperlukan dosis

tertentu dalam darah untuk menimbulkan gangguan ini.

c. Blok F2 : Skizofrenia, Gangguan Skizotipal, Gangguan Waham, dan Gangguan

PSikotik Lainnya (gangguan psikotik nonorganic). Ciri dari gangguan ini adalah

disingkirkannya kemungkinan blok F0 dan F1, terutama berdasarkan etiologinya,

Gejala yang muncul berupa gejala psikotik yaitu halusinasi, waham, perilaku

katatonik, perilaku kacau, pembicaraan kacau (tidak selalu), disertai tilikan yang

buruk. Namun, ada pula gangguan mental dalam blok ini yang tidak disertai gejala

psikotik yaitu gangguan skizotipal. Meskipun begitu, secara genetic, gangguan

tersebut tergabung dalam keluarga skizofrenia.

d. Blok F3 : Gangguan suasa perasaan (mood/afektif). Untuk memasukan ke dalam blok

ini, blok F0,F1, dan F2 harus disingkirkan. Gejala dasarnya berupa gangguan suasana

perasaan atau modd (depresi atau manik) yang umumnya bersifat episodic. Kadang-

kadang ditemukan juga gejala psikotik, tetapi jangka waktunya lebih pendek daripada

episode gangguan mood yang mendasarinya.

10

Page 11: Depresi Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2

e. Blok F4 : Gangguan neurotic, Gangguan Somatoform, dan Gangguan yang berkaitan

dengan stress. Blok F0, F1, F2, dan F3 harus terlebih dahulu disingkirkan. Gejala

dasarnya bergantung kepada kelompok dalam blok F4 tersebut. Pada kelompok

gangguan cemas dan fobik, gejala utamanya berupa kecemasan yang bersifat kronis

(missal gangguan cemas menyeluruh) atau episodic (missal gangguan panik) atau

kecemasan timbul bila dihadapkan dengan situasi atau objek fobik atau bila melawan

pikiran obsesif

Klasifikasi Diabetes5

DM diklasifikasikan berdasarkan proses patogenesis yang menyebabkan

hiperglikemik, dulunya pernah dikriteriakan berdasarkan onset atau tipe terapi yang

diberikan. Dua kategori utama dari DM adalah tipe 1 dan tipe 2. DM tipe 1 merupakan hasil

dari komplit atau ‘near-total’ insulin defisiensi. Sedangkan DM tipe 2 merupakan campuran

kelainan yang heterogen seperti derajat resistensi insulin, kelainan sekresi insulin dan

peningkatan produksi glukosa.

Klasifikasi Ulkus Pedis3

Untuk tujuan klinis praktis, kaki diabetika dapat dibagi menjadi 3 katagori, yaitu kaki

diabetika neuropati, iskemia dan neuroiskemia. Pada umumnya kaki diabetika disebabkan

oleh factor:

Diabetika neuropati

Iskemia

Neuroiskemia

Pada ulkus yang dilatar belakangi neuropati ulkus biasanya bersifat kering,fisura, kulit

hangat, kalus, warna kulit normal dan lokasi biasanya di plantar, lesi sering berupa punch out.

Sedangkan lesi akibat iskemia bersifat sianotik, gangren, kulit dingin dan lokasi tersering

adalah di jari. Bentuk ulkus perlu digambarkan seperti; tepi, dasar, ada atau tidak pus,

eksudat, edema, kalus, kedalaman ulkus perlu dinilai dengan bantuan probe steril. Probe

dapat membantu untuk menentukan adanya sinus, mengetahui ulkus melibatkan tendon,

tulang atau sendi. diabetic iskemik Pada DM dengan iskemik terjadi vaskuler iskemik →

terjadi penyempitan pembuluh darah karena terebentuk plak aterosklerosis pada dinding

pembuluh darah → asupan darah berkurang → agregat platelet juga berkurang → proses

penyembuhan luka sukar terjadi.

11

Page 12: Depresi Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2

Klasifikasi Ulkus diabetika pada penderita Diabetes mellitus menurut Wagner, terdiri dari 6

tingkatan :

0 = Tidak ada luka terbuka, kulit utuh.

1 = Ulkus Superfisialis, terbatas pada kulit.

2 = Ulkus lebih dalam sering dikaitkan dengan inflamasi jaringan.

3 = Ulkus dalam yang melibatkan tulang, sendi dan formasi abses.

4 = Ulkus dengan kematian jaringan tubuh terlokalisir seperti pada ibu jari kaki, bagian depan

kaki atau tumit.

5 = Ulkus dengan kematian jaringan tubuh pada seluruh kaki.

Manifestasi Klinis

Ciri-ciri depresi versi American Psychology Association (APA):2

1. Mood yang depresi hampir sepanjang hari dan hampir setiap hari. Dapat berupa mood

yang mudah tersinggung.

2. Penurunan kesenangan atau minat secara drastis dalam seluruh aktivitasnya

3. Suatu kehilangan atau pertambahan berat badan yang signifikan (5% dari berat tubuh

dalam sebulan) atau suatu peningkatan atau penurunan selera makan yang drastis.

4. Agitasi yang berlebihan atau melambatnya respon gerakan hampir setiap hari.

5. Perasaan lelah atau kehilangan energi setiap hari

6. Perasaan berharga atau salah tempat ataupun rasa bersalah yang berlebihan hampir

setiap hari

7. Berkurangnya kemampuan untuk berkonsentrasi atau berfikir jernih atau untuk

membuat keputusan

8. Pikiran yang muncul berulang tentang kematian atau bunuh diri

Depresi sebagai suatu diagnosa gangguan jiwa adalah suatukeadaan jiwa dengan ciri

sedih, merasa sendirian, putus asa, rendahdiri, disertai perlambatan psikomotorik, atau

kadang malah agitasi,menarik diri dari hubungan sosial, dan terdapat gangguan vegetatif

seperti anoreksia serta insomnia.

Sedangkan manifestasi klinis pada DM tipe 2 :3

12

Page 13: Depresi Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2

1. Polidipsi (banyak minum)

2. Poliphagia (banyak makan) Trias DM (3P)

3. Poliuria (sering buang air kecil)

4. Penurunan berat badan tanpa sebab yang jelas.

Tanda dan gejala ulkus diabetika yaitu :3

o Sering kesemutan.

o Nyeri kaki saat istirahat.

o Sensasi rasa berkurang.

o Kerusakan Jaringan (nekrosis).

o Penurunan denyut nadi arteri dorsalis pedis, tibialis dan poplitea.

o Kaki menjadi atrofi, dingin dan kuku menebal.

o Kulit kering.

Differential Diagnosis7

Suicidum (bunuh diri) adalah kematian yang dengan sengaja dilakukan oleh diri

sendiri. Tentamen suicidum (percobaan bunuh diri) adalah upaya yang dilakukan dengan

tujuan menghabisi nyawa sendiri. Gagasan Bunuh Diri adalah pikiran atau ide untuk

menghabisi nyawa sendiri, biasanya terdapat pada seseorang yang peka terhadap stresor,

dapat terjadi pada segala usia, dan dapat berlangsung untuk waktu yang lama tanpa suatu

upaya bunuh diri. Perilaku Bunuh Diri (suicidal behavior) adalah suatu perilaku yang

disengaja atau tidak, dapat membahayakan diri sendiri.

Berbagai faktor umumnya saling berhubungan sebelum bunuh diri dipikirkan menjadi

perilaku bunuh diri. Sangat sering, terdapat masalah kesehatan mental yang mendasari dan

memicu peristiwa yang sangat menekan. Contoh peristiwa yang sangat menekan termasuk

kematian orang yang dicintai, kehilangan teman perempuan atau teman laki-laki, pindah dari

lingkungan sekitarnya (sekolah, tetangga, teman), penghinaan oleh keluarga atau teman,

gagal di sekolah, dan bermasalah dengan hukum. Peristiwa yang sangat menekan seperti

berikut adalah cukup umum diantara anak-anak, meskipun begitu, dan jarang menyebabkan

perilaku bunuh diri jika tidak terdapat masalah-masalah lain yang mendasari.

13

Page 14: Depresi Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2

Orang yang berusaha bunuh diri memerlukan evaluasi segera di bagian gawat darurat

rumah sakit. Setiap jenis usaha bunuh diri harus dilakukan dengan serius, karena sepertiga

dari mereka yang benar-benar bunuh diri mengalami usaha bunuh diri sebelumnya-

kadangkala tampak sepele, seperti melakukan beberapa garukan dangkal pada pergelangan

tangan atau menelan beberapa pil. Ketika orang disekitarnya meremehkan atau

meminimalkan usaha bunuh diri yang tidak berhasil, orang tersebut bisa melihat ini sebagai

sebuah tantangan, dan resiko pada bunuh diri berikutnya meningkat.

Hubungan antara Dukungan Sosial dengan Derajat Depresi pada Pendertia Diabetes

Melitus dengan Komplikasi

Perubahan besar terjadi dalam hidup seseorang setelah mengidap penyakit diabetes

melitus. Ia tidak dapat mengkonsumsi makanan tanpa aturan dan tidak dapat melakukan

aktivitas dengan bebas tanpa khawatir kadar gulanya akan naik pada saat kelelahan. Selain

itu, penderita diabetes melitus juga harus mengikuti tritmen dokter, pemeriksaan kadar gula

darah secara rutin dan pemakaian obat sesuai aturan. Seseorang yang menderita penyakit

diabetes melitus memerlukan banyak sekali penyesuaian di dalam hidupnya, sehingga

penyakit diabetes melitus ini tidak hanya berpengaruh secara fisik, namun juga berpengaruh

secara psikologis pada penderita.

Saat seseorang didiagnosis menderita diabetes melitus maka respon emosional yang

biasanya muncul yaitu penolakan, kecemasan dan depresi, tidak jauh berbeda dengan

penyakit kronis lain. Penderita diabetes melitus memiliki tingkat depresi dan kecemasan yang

tinggi, yang berkaitan dengan tritmen yang harus dijalani dan terjadinya komplikasi serius.

Depresi yang dialami penderita berkaitan dengan tritmen yang harus dijalani seperti diet atau

pengaturan makan, pemeriksaan kadar gula darah, konsumsi obat dan juga olahraga. Selain

itu, risiko komplikasi penyakit yang dapat dialami penderita juga menyebabkan terjadinya

depresi. Alexander dan Seyle mengatakan konflik psikologis, kecemasan, depresi, dan stres

dapat menyebabkan semakin memburuknya kondisi kesehatan atau penyakit yang diderita

oleh seseorang. Penderita diabetes melitus jika mengalami depresi, akan mempengaruhi

proses kesembuhan dan menghambat kemampuan aktivitas kehidupan sehari-hari. Pasien

diabetes yang mengalami depresi memiliki kontrol gula darah yang buruk dan meningkatnya

gejala-gejala penyakit.

Depresi merupakan hal yang tidak mudah untuk dihadapi oleh penderita diabetes

melitus. Oleh karena itu, penderita diabetes melitus tentu sangat membutuhkan dukungan dari

14

Page 15: Depresi Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2

lingkungan sosialnya. Manfaat dukungan sosial dalam bidang klinis sangat besar karena

terbukti dapat membantu manusia dalam mencapai perkembangan yang optimal. Penelitian

La Rocco menyimpulkan bahwa dukungan sosial memiliki peranan yang sangat besar

terhadap kesehatan mental. Dukungan sosial berhubungan dengan berkurangnya kecemasan,

gangguan umum, somatisasi, dan depresi. Dukungan dari lingkungan sosial merupakan salah

satu faktor yang mempengaruhi depresi. Dukungan sosial pada penderita diabetes melitus

dapat diperoleh dari anggota keluarga, teman, kerabat maupun paramedis yang merupakan

sumber eksternal yang dapat memberikan bantuan bagi penderita dalam mengatasi dan

menghadapi suatu permasalahan terutama yang menyangkut penyakit yang diderita. Bentuk

dari dukungan sosial yang dibutuhkan oleh penderita diabetes melitus dapat berupa dukungan

informasi (berupa saran, nasehat, pengarahan atau petunjuk); dukungan emosional (berupa

afeksi, kepercayaan, kehangatan, kepedulian dan empati); dukungan penilaian (berupa

penghargaan positif, dorongan maju atau persetujuan terhadap gagasan dan perasaan);

dukungan instrumental (berupa barang atau materi). Dukungan dari luar yang diberikan pada

penderita dapat mempengaruhi depresi dan kecemasan yang dialami penderita.

Penatalaksanaan

Depresi8

Farmakologis:

1) Golongan TCA

Mekanisme aksi: menghambat re-uptake serotonin dan norepinefrin

Contoh obat: amitriptilin, imipramin, klomipramin, desipramin.

2) Golongan SNRI

Mekanisme aksi: menghambat re-uptake serotonin dan norepinefrin

Contoh obat: venlafaksin

3) Golongan SSRI

Mekanisme aksi: menghambat re-uptake serotonin secara selektif

Contoh obat: fluoksetin, sentralin, paroksetin, fluvoksamin

4) Golongan MAOI

Mekanisme aksi: menghambat enzim monoamin oksidase

Contoh obat: fenelzin, tranilsipromin

15

Page 16: Depresi Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2

5) Golongan aminoketon

Mekanisme aksi: menghambat re-uptake norepinefrin dan dopamin

Contoh obat: bupropion

6) Golongan triazolopyridin

Mekanisme aksi: antagonis reseptor 5HT, 5HT2A atau menghambat

re-uptake serotonin

Contoh obat: trazodon, nefazodon

7) Golongan tetrasiklik

Mekanisme aksi: antagonis reseptor alfa2 adrenergik atau 5HT

presinaptik

Contoh obat: mirtazapin

Gambar 2. Tabel Dosis AntidepresanSumber: diunduh dari www.antidepresan-psikofarmaka.com pada tanggal 14 Januari 2015

pukul 18.00WIB

Non Farmakologis:

a. Terapi perilaku cognitif (Cognitif Behavioral Therapy, CBT)

Dalam sebuah analisis terhadap empat studi komparasi, terapi perilaku kognitif

memiliki efek yang sepadan dengan antidepresan dalam mengatasi depresi berat bagi banyak

pasien. Sebagian besar keberhasilan terapi psikologis tergantung pada keterampilan terapis.

Banyak penelitian menunjukkan bahwa terapi perilaku kognitif dengan antidepresan

memberikan keuntungan terbesar bagi banyak pasien, khususnya untuk dhsthymia (depresi

kronis). Bukti medis juga telah menemukan bahwa manfaat dari terapu kognitif bertahan

16

Page 17: Depresi Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2

setelah perawatan telah berakhir. Terapi perilaku kognitif telah terbukti untuk membantu

mencegah untuk mencegah upaya bunuh diri dimasa mendatang pada pasien dengan riwayat

perilaku bunuh diri.

Terapi kognitif mungkin sangat bermanfaat bagi pasien berikut :

1. Pasien dengan depresi atipikal

2. Remaja dengan gejala depresi berat ringan

3. Wanita dengan depresi postpartu, non –psikotik

4. Anak-anak dari orang tua dengan gangguan dalam kasus ini, terapi harus melibatkan

seluruh keluarga.

b. Terapi interpersonal (IPT)

Mendasarkan sebagian pada teori psikodinamik, terapi interpersonal mengakui adanya

akar depresi pada masa kanak-kanak, tetapi terapi tetap berfokus pada gejala dan masalah-

masalah pada saat ini yang mungkin menyebabkan gangguan depresi. IPT tidak sebegitu

spesifik seperti terapi kognitif atau perilaku. Terapis berusaha untuk mengalihkan perhatian

pasien, yang telah terdistordi oleh depresi, mengenai interaksi sosial pasien dan keluarga

sehari-harinya secara rinci. Tujuan dari metode pengobatan ini adalah meningkatkan

keterampilan komunikasi dan peningkatan harga diri dalam waktu singkat (3-4 bulan janji

dengan pertemuan setiap minggu). Diantara bentuk depresi yang dapat diatasi dengan IPT

adalah depresi yang disebabkan adanya suasana berkabung, konflik terpendam dengan orang-

orang yag memilki hubungan yang dekat perubahan besar dalam hidup, dan keadaan

terisolasi. Sebuah studi metaanalisa dari 13 hasil penelitian ysng dilakukan pada kisaran

1974-2002 menunjukkan bahwa dalam 9 penelitian, IPT lebih unggul dengan plasebo. Selain

itu, IPT lebih efektif daripada CBT. Namun kombinasi IPT dan obat-obatan tidak secara

signifikan lebih efektif dibandingkan monoterapi obat untuk terapi akut atau terapi

pencegahan.

c. Terapi elektrokonvulsif (electroconvulsive therapy, ECT)

Terapi elektrokonvulsif (ECT) adalah prosedur yang digunakan untuk membantu

mengobati penyakit-penyakit psikiatrik. Arus listrik dilewatkan melalui otak untuk memicu

kejang (periode singakat aktivitas otak tidak teratur), berlangsung sekitar 40 detik.

Pengobatan tertentu diberikan untuk mencegah kejang menyeluruh seluruh tubuh.

17

Page 18: Depresi Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2

ECT dapat dilakukan pada pasien- pasien depresi yang memliki kondisi sebagai berikut :

Depresi berat dengan insomnia (sulit tidur), perubahan berat, perasaaan putus asa atau

rasa bersalah, dan pikir bunuh diri ( menyakiti atau membunuh diri sendiri) atau

pembunuhan (melukai atau membunuh orang lain)

Depresi berat yang tidak merespon antidepresan (obat-obatan yang digunakan untuk

mengobati depresi) atau konseling.

Pada pasien depresi berat yang tidak bisa menggunakan antidepresan

Mania berat yang tidak berespon terhadap pengobatan. Gejala mania parah antara lain

termasuk agitasi, kebingungan, halusinasi atau delusi

Pasien schizoprenia yang tidak berespon terhadap pengobatan

Diabetes Melitus

Penatalaksanaan DM disebut sebagai 4 pilar yang terdiri atas edukasi (pasien,

keluarga), terapi gizi medis (food planning), latihan jasmani atau aktivitas fisik, dan

intervensi farmakologis untuk menurunkan kadar glukosa darah (obat hipoglikemik oral /

OHO maupun insulin). Pengelolaan DM dimulai dengan pengaturan makan dan latihan

jasmani dalam jangka waktu antara 2-4 minggu. Apabila kadar glukosa darah belum

mencapai sasaran, dilakukan intervensi farmakologis dengan obat hipoglikemik oral (OHO)

atau dengan suntikan insulin. OHO dapat diberikan tunggal atau dengan kombinasi. Dalam

keadaan dekompensasi metabolic berat seperti ketoasidosis, stress berat, berat badan yang

menurun cepat, adanya ketonuria, dapat menjadi indikasi pemberian insulin segera.

Pengetahuan tentang pemantauan mandiri, tanda dan gejala hipoglikemia, dan cara

mengatasinya harus diberitahukan kepada pasien. Untuk pencegahan hipoglikemia, dapat

dilakukan dengan jadwal makan yang teratur, hindari konsumsi alcohol, hindari olahraga

berlebihan, dan makan snack sekitar 1 jam sebelum berolahraga.3

1. Edukasi

Promosi perilaku sehat seperti pola makan sehat dan teratur, melakukan aktivitas fisik

dan latihan jasmani secara rutin, menggunakan obat diabetes atau insulin secara teratur sesuai

dosis yang diberikan, melakukan pemantauan glukosa darah mandiri secara teratur,

melakukan perawatan kaki secara berkala, serta mengerti keadaan hipoglikemik. Edukasi

pada pasien yang perlu disampaikan seperti pengertian tentang perjalanan penyakit DM,

makan pentingnya pengendalian dan pemantauan DM, penyulit DM dan risikonya, intervensi

18

Page 19: Depresi Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2

farmakologis dan non farmakologis serta target perawatan, interaksi asupan makanan dengan

aktivitas fisik dan OHO serta insulin, cara pemantauan glukosa mandiri, mengatasi keadaan

gawat darurat seperti rasa sakit atau hipoglikemik, pentingnya latihan jasmani teratur,

pentingnya perawatan kaki, dan cara mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan.

2. Terapi Gizi Medis (TGM)

Setiap penderita diabetes harus menyesuaikan TGM dengan kebutuhannya dengan

komposisi makronutrisi (KH, lemak, protein) dan mikronutrisi (vitamin dan mineral) yang

cukup dan seimbang serta dengan jadwal makan yang teratur. Karbohidrat dianjurkan sebesar

45-65 % total asupan energy. Jenis KH yang diberikan termasuk karbohidrat kompleks dan

berserat tinggi. Jadwal makan penderita DM dibagi menjadi 6 kali setiap 3 jam, dengan 3 kali

makan besar dan 3 kali makan kecil seperti buah-buahan dengan interval setiap 3 jam. Lemak

dianjurkan sekitar 20-25 % dari total kebutuhan kalori dengan lemak tidak jenuh < 10% dan

lemak jenuh < 7%. Protein diberikan 10-20% dari total asupan energy dengan sumber protein

yang baik seperti ikan, daging tanpa lemak, ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak,

kacang-kacangan, tahu, dan tempe. Sayuran yang dianjurkan buncis dan hindari nangka

muda. Untuk buah dianjurkan papaya, kedondong, salak, pisang ambon, tomat, dan

semangka. Buah yang harus dihinari seperti sawo, nanas, rambutan, durian, nangka, dan

anggur.

3. Latihan Jasmani

Latihan jasmani dilakukan secara teratur 3-4 kali seminggu selama rentang waktu 30-

60 menit disertai dengan aktivitas fisik sehari-hari. Latihan jasmani bermanfaat untuk

menurunkan atau menjaga berat badan, meningkatkan kebugaran, memperbaiki sensitivitas

insulin sehingga glukosa darah dapat terkontrol. Latihan jasmani yang dianjurkan yang

berintensitas ringan-sedang seperti jalan kaki, bersepeda, jogging, senam atau berenang

hingga didapat maximal heart rate 60-70%. Maximal heart rate (MHR) didapat dari (220-

umur) karena intensitas harus disesuaikan dengan usia dan kemampuan tubuh.

4. Intervensi Farmakologis

19

Page 20: Depresi Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2

Intervensi farmakologis dilakukan bila sasaran glukosa darah belum tercapai dengan

ketiga pilar diatas. Intervensi farmakologis diberikan dari mulai dosis terendah hingga

memberikan efek pada pasien atau disesuaikan dengan kebutuhan pasien. Intervensi

farmakologis untuk DM tipe 2 diawali dengan pemberian obat hipoglikemik oral (OHO) dan

apabila tidak responsive, maka diberikan insulin.

Cara Kerja Utama Efek Samping

Utama

Penurunan A1C

Sulfonilurea Meningkatkan sekresi insulin BB naik

Hipoglikemik

1,5-2%

Glinid Meningkatkan sekresi insulin BB naik

Hipoglikemik

-

Metformin Menekan produksi glukosa dan

menambah sensitivitas terhadap

insulin

Diare

Dyspepsia

Asidosis laktat

1,5-2%

Penghambat

Glukonidase

Alfa

Menghambat absorbsi glukosa Flatulens

Tinja lembek

0,5-1,0%

Tiazolidindio

n

Menambah sensitivitas terhadap

insulin

Edema 1,3%

Insulin Menekan produksi glukosa hati,

stimulasi pemanfaatan glukosa

Hipoglikemik

BB naik

Potensial sampai

normal

Tabel 1. Macam-macam OHO

Ulkus Pedis3

Pencegahan dan pengelolaan ulkus diabetik untuk mencegah komplikasi lebih lanjut adalah :

1. Memperbaiki kelainan vaskuler.

2. Memperbaiki sirkulasi.

3. Pengelolaan pada masalah yang timbul ( infeksi, dll).

4. Edukasi perawatan kaki.

5. Pemberian obat-obat yang tepat untuk infeksi (menurut hasil laboratorium lengkap)

dan obat vaskularisasi, obat untuk penurunan gula darah maupun menghilangkan

keluhan/gejala dan penyulit DM.

6. Olah raga teratur dan menjaga berat badan ideal.

20

Page 21: Depresi Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2

7. Menghentikan kebiasaan merokok.

8. Merawat kaki secara teratur setiap hari, dengan cara :

Selalu menjaga kaki dalam keadaan bersih.

Membersihkan dan mencuci kaki setiap hari dengan air, suam-suam kuku

dengan memakai sabun lembut dan mengeringkan dengan sempurna dan hati-

hati terutama diantara jari-jari kaki.

Memakai krem kaki yang baik pada kulit yang kering atau tumit yang retak-

retak, supaya kulit tetap mulus, dan jangan menggosok antara jari-jari kaki

(contoh: krem sorbolene).

Tidak memakai bedak, sebab ini akan menyebabkan kulit menjadi kering dan

retak-retak.

Menggunting kuku hanya boleh digunakan untuk memotong kuku kaki secara

lurus dan kemudian mengikir agar licin. Memotong kuku lebih mudah

dilakukan sesudah mandi, sewaktu kuku lembut.

Kuku kaki yang menusuk daging dan kalus, hendaknya diobati oleh podiatrist.

Jangan menggunakan pisau cukur atau pisau biasa, yang bias tergelincir; dan ini

dapat menyebabkan luka pada kaki. Jangan menggunakan penutup

kornus/corns. Kornus-kornus ini seharusnya diobati hanya oleh podiatrist.

Memeriksa kaki dan celah kaki setiap hari apakah terdapat kalus, bula, luka dan

lecet.

Menghindari penggunaan air panas atau bantal panas.

Penggunaan alas kaki tepat, dengan cara :

1. Tidak boleh berjalan tanpa alas kaki, termasuk di pasir.

2. Memakai sepatu yang sesuai atau sepatu khusus untuk kaki dan nyaman

dipakai.

3. Sebelum memakai sepatu, memerika sepatu terlebih dahulu, kalau ada batu

dan lain-lain, karena dapat menyebabkan iritasi/gangguan dan luka

terhadap kulit.

4. Sepatu harus terbuat dari kulit, kuat, pas (cukup ruang untuk ibu jari kaki)

dan tidak boleh dipakai tanpa kaus kaki.

5. Sepatu baru harus dipakai secara berangsur-angsur dan hati-hati.

6. Memakai kaus kaki yang bersih dan mengganti setiap hari.

7. Kaus kaki terbuat dari bahan wol atau katun. Jangan memakai bahan

sintetis, karena bahan ini menyebabkan kaki berkeringat.

21

Page 22: Depresi Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2

8. Memakai kaus kaki apabila kaki terasa dingin.

9. Menghindari trauma berulang, trauma dapat berupa fisik, kimia dan termis,

yang biasanya berkaitan dengan aktivitas atau jenis pekerjaan.

Menghidari pemakaian obat yang bersifat vasokonstriktor misalnya adrenalin,

nikotin.

Memeriksakan diri secara rutin ke dokter dan memeriksa kaki setiap control

walaupun ulkus diabetik sudah sembuh.

Penutup

Kesimpulan

Depresi merupakan Depresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang

berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya. Depresi dapat disebabkan

berbagai faktor, salah satunya adalah faktor psikososial dan faktor biologik. Faktor

psikososial dipengaruhi oleh peristiwa kehidupan dan stress lingkungan. Faktor biologik

berhubungan dengan kadar serotonin di dalam tubuh. Serotonin secara tidak langsung

berpengaruh terhadap pengaturan gula darah seseorang, dimana penurunan kadar gula darah

akan mengurangi kadar serotonin. Penurunan kadar serotonin ini yang dapat mempengaruhi

mood seseorang hingga dapat menimbulkan depresi. Efek dari depresi ini juga dapat

memperparah keadaan penderita diabetes sehingga dapat menyebabkan komplikasi seperti

ulkus pedis. Penatalaksanaan yang tepat dan cepat sangat diperlukan untuk mengatasi

penyakit ini.

Daftar Pustaka

1. Santoso M. Pemeriksaan fisik diagnosis. Jakarta: Bidang penerbit yayasan diabetes

Indonesia. 2005. h. 56-7, 80-1

22

Page 23: Depresi Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2

2. Ingram IM, Timbury GC, Mowbray RM. Psikiatri: catatan kuliah. Jakarta: Penerbit

EGC. 2005. h. 5-7

3. Sudoyo AW, Setyohadi B, Simadibrata MK, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam.

Edisi ke-5. Jilid ke-2. Jakarta: Interna Publishing; 2009. h.1953-5

4. Ismail A, Santoso H. Memahami krisis usia lanjut. Penerbit: Gunung Mulia. 2009. h.

101-2

5. Powers CA. Diabetes mellitus. In: Longo DL, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL,

Jameson JL, Loscalzo J [editor].Harrison’sprinciples of internal medicine. 18th Ed.

Vol. II Philadelphia: The McGraw-HillCompanies, 2011: 2968-3002.

6. Sadock BJ, Sadock VA (2007). Psychosomatic medicine. In Kaplan and Sadock's

Synopsis of Psychiatry, 10th ed., pp. 813-838. Philadelphia: Lippincott Williams and

Wilkins.

7. Kaplan, Harold I. Ilmu kedokteran jiwa darurat. 2005. Jakarta: Widya Medika. h. 23-5

8. Teter, CJ, Kando, JC, Wells, BG, Hayes, PE, 2008, Depressive disorrder, in DiPiro

(eds): Pharmacotherapy, A Pathophsyological Approach, 7th edition, McGraw Hill,

New York, 1101

23