crs ispa
DESCRIPTION
iiiiiiiTRANSCRIPT
Case Report Session Rotasi II
ISPA
Oleh :
Amrina Rasyada 1010311004
Preseptor :
dr. Sabrina Ermayanti, Sp.P
KEPANITERAAN KLINIK ROTASI TAHAP II
FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS ANDALAS
PUSKESMAS LUBUK BUAYA
2015
1
BAB 1
PENDAHULUAN
Munculnya ancaman kesehatan dalam bentuk penyakit menular membuat
langkah pencegahan dan pengendalian infeksi di fasilitas pelayanan kesehatan sama
sekali tidak boleh diabaikan. Penyakit yang menular merupakan masalah yang terus
berkembang, dan penularan yang patogen dapat menyebabkan Infeksi Saluran
Pernapasan Akut (ISPA). Menurut World Health Organization (WHO) cara penularan
utama sebagian besar ISPA adalah melalui droplet.1
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah penyakit saluran pernapasan atas
atau bawah, biasanya menular, yang dapat menimbulkan berbagai spektrum penyakit
yang berkisar dari penyakit tanpa gejala atau infeksi ringan sampai penyakit yang parah
dan mematikan, tergantung pada patogen penyebabnya, faktor lingkungan, dan faktor
pejamu. ISPA merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas penyakit menular di
dunia. Tingkat mortalitas sangat tinggi pada bayi, anak-anak, dan lanjut usia, terutama di
negara berkembang. Selain itu, ISPA merupakan salah satu penyebab utama konsultasi
atau rawat inap di fasilitas pelayanan kesehatan terutama bagian perawatan anak.1
Data yang dikutip dari Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes
RI), terdapat 156 juta kasus baru di dunia per tahun dimana 151 juta kasus (96,7%)
terjadi di negara berkembang. Dari semua kasus yang terjadi di masyarakat, 7-13%
merupakan kasus berat dan memerlukan perawatan rumah sakit. ISPA juga merupakan
salah satu penyebab utama kunjungan pasien di Puskesmas (40%-60%) dan rumah sakit
(15%-30%).2
Beberapa wilayah di Indonesia mempunyai potensi kebakaran hutan dan telah
mengalami beberapa kali kebakaran hutan terutama pada musim kemarau.2 Menurut
Menteri Kesehatan, kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di beberapa daerah di Riau,
Palembang, Jambi dan Palangkaraya beberapa bulan terakhir dapat menimbulkan kabut
asap yang berakibat meningkatnya kejadian ISPA.3
Penurunan kualitas udara sampai taraf membahayakan kesehatan dapat
menimbulkan dan meningkatkan penyakit saluran nafas seperti ISPA. Penderita ISPA di
daerah bencana asap meningkat 1,8–3,8 kali dibandingkan jumlah penderita ISPA pada
periode sama tahun-tahun sebelumnya.4 Hasil penelitian Santoso menunjukkan bahwa
terjadi peningkatan kasus ISPA pada anak sesudah terjadi kebakaran hutan dibandingkan
kasus ISPA pada anak sebelum terjadi kebakaran hutan.5
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian ISPA
Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) adalah infeksi saluran pernafasan akut
yang menyerang tenggorokan, hidung dan paru-paru yang berlangsung kurang lebih 14
hari, ISPA mengenai struktur saluran di atas laring, tetapi kebanyakan penyakit ini
mengenai bagian saluran atas dan bawah secara stimulan atau berurutan.6
ISPA adalah penyakit yang menyerang salah satu bagian dan atau lebih dari
saluran pernafasan mulai dari hidung hingga alveoli termasuk jaringan adneksanya
seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura.7 Jadi disimpulkan bahwa ISPA adalah
suatu tanda dan gejala akut akibat infeksi yang terjadi disetiap bagian saluran pernafasan
atau struktur yang berhubungan dengan pernafasan yang berlangsung tidak lebih dari 14
hari.
2.2. Etiologi ISPA
Etiologi ISPA terdiri lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan riketsia. Bakteri
penyebab ISPA antara lain adalah dari genus Streptokokus, Stafilokokus, Pneumokokus,
Hemofillus, Bordetelia dan Korinebakterium. Virus penyebab ISPA antara lain adalah
golongan Miksovirus, Adnovirus, Koronavirus, Pikornavirus, Mikoplasma, Herpesvirus
dan lain-lain.8
2.3. Klasifikasi ISPA
Klasifikasi penyakit ISPA dibedakan untuk golongan umur di bawah 2 bulan dan
untuk golongan umur 2 bulan-5 tahun:6
a. Golongan Umur Kurang 2 Bulan
1. Pneumonia Berat
Bila disertai salah satu tanda tarikan kuat di dinding pada bagian bawah atau
napas cepat. Batas napas cepat untuk golongan umur kurang 2 bulan yaitu 6x per menit
atau lebih.
2. Bukan Pneumonia (batuk pilek biasa)
Bila tidak ditemukan tanda tarikan kuat dinding dada bagian bawah atau napas
cepat. Tanda bahaya untuk golongan umur kurang 2 bulan, yaitu:
a) Kurang bisa minum (kemampuan minumnya menurun sampai kurang dari ½
volume yang biasa diminum)
3
b) Kejang
c) Kesadaran menurun
d) Stridor
e) Wheezing
f) Demam / dingin.
b. Golongan Umur 2 Bulan-5 Tahun
1. Pneumonia Berat
Bila disertai napas sesak yaitu adanya tarikan di dinding dada bagian bawah ke
dalam pada waktu anak menarik nafas (pada saat diperiksa anak harus dalam keadaan
tenang, tidak menangis atau meronta).
2. Pneumonia Sedang
Bila disertai napas cepat. Batas napas cepat ialah:
a) Untuk usia 2 bulan-12 bulan = 50 kali per menit atau lebih
b) Untuk usia 1-4 tahun = 40 kali per menit atau lebih.
3. Bukan Pneumonia
Bila tidak ditemukan tarikan dinding dada bagian bawah dan tidak ada napas
cepat. Tanda bahaya untuk golongan umur 2 bulan-5 tahun yaitu :
a) Tidak bisa minum
b) Kejang
c) Kesadaran menurun
d) Stridor
e) Gizi buruk
Klasifikasi ISPA menurut Depkes RI (2002) adalah :9
a. ISPA ringan
Seseorang yang menderita ISPA ringan apabila ditemukan gejala batuk, pilek dan
sesak.
b. ISPA sedang
ISPA sedang apabila timbul gejala sesak nafas, suhu tubuh lebih dari 39°C dan
bila bernafas mengeluarkan suara seperti mengorok.
c. ISPA berat
Gejala meliputi: kesadaran menurun, nadi cepat atau tidak teraba, nafsu makan
menurun, bibir dan ujung nadi membiru (sianosis) dan gelisah.
4
2.4. Faktor Risiko
ISPA disebabkan oleh bakteri atau virus yang masuk kesaluran nafas. Salah satu
penyebab ISPA yang lain adalah asap pembakaran bahan bakar kayu yang biasanya
digunakan untuk memasak. Asap bahan bakar kayu ini banyak menyerang lingkungan
masyarakat, karena masyarakat terutama ibu-ibu rumah tangga selalu melakukan
aktifitas memasak tiap hari menggunakan bahan bakar kayu, gas maupun minyak.
Timbulnya asap tersebut tanpa disadarinya telah mereka hirup sehari-hari, sehingga
banyak masyarakat mengeluh batuk, sesak nafas dan sulit untuk bernafas.
Polusi dari bahan bakar kayu tersebut mengandung zat-zat seperti Dry basis, Ash,
Carbon, Hidrogen, Sulfur, Nitrogen dan Oxygen yang sangat berbahaya bagi kesehatan.9
Faktor resiko timbulnya ISPA menurut Dharmage (2009):10
a. Faktor Demografi
Faktor demografi terdiri dari 3 aspek yaitu :
1) Jenis kelamin
Bila dibandingkan antara orang laki-laki dan perempuan, laki-lakilah yang
banyak terserang penyakit ISPA karena mayoritas orang laki-laki merupakan perokok
dan sering berkendaraan, sehingga mereka sering terkena polusi udara.
2) Usia
Anak balita dan ibu rumah tangga yang lebih banyak terserang penyakit ISPA.
Hal ini disebabkan karena banyaknmya ibu rumah tangga yang memasak sambil
menggendong anaknya.
3) Pendidikan
Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh dalam
kesehatan, karena lemahnya manajemen kasus oleh petugas kesehatan serta pengetahuan
yang kurang di masyarakat akan gejala dan upaya penanggulangannya, sehingga banyak
kasus ISPA yang datang kesarana pelayanan kesehatan sudah dalam keadaan berat
karena kurang mengerti bagaimana cara serta pencegahan agar tidak mudah terserang
penyakit ISPA.
b. Faktor Biologis
Faktor biologis terdiri dari 2 aspek yaitu:11
1) Status gizi
Menjaga status gizi yang baik, sebenarnya bisa juga mencegah atau terhindar dari
penyakit terutama penyakit ISPA. Misal dengan mengkonsumsi makanan 4 sehat 5
5
sempurna dan memperbanyak minum air putih, olah raga yang teratur serta istirahat yang
cukup. Karena dengan tubuh yang sehat maka kekebalan tubuh akan semakin menigkat,
sehingga dapat mencegah virus (bakteri) yang akan masuk kedalam tubuh.
2) Ventilasi Rumah
Ventilasi rumah mempunyai banyak fungsi. Fungsi pertama adalah untuk
menjaga agar aliran udara di dalam rumah tersebut tetap segar. Hal ini berarti
keseimbangan O2 yang diperlukan oleh penghuni rumah tersebut tetap terjaga.
Kurangnya ventilasi akan menyebabkan O2 (oksigen) didalam rumah yang berarti kadar
CO2 (karbondioksida) yang bersifat racun bagi penghuninya menjadi meningkat. Tidak
cukupnya ventilasi akan menyebabkan kelembaban udara didalam ruangan naik karena
terjadinya proses penguapan dari kulit dan penyerapan. Kelembaban ini akan menjadi
media yang baik untuk bakteri-bakteri, patogen (bakteri-bakteri penyebab penyakit).
c. Faktor Polusi
Adapun penyebab dari faktor polusi terdiri dari 2 aspek yaitu:12
1) Cerobong asap
Cerobong asap sering kita jumpai diperusahaan atau pabrik-pabrik industri yang
dibuat menjulang tinggi ke atas (vertikal). Cerobong asap juga bisa berasal dari polusi
rumah tangga, polusi rumah tangga dapat dihasilkan oleh bahan bakar untuk memasak,
bahan bakar untuk memasak yang paling banyak menyebabkan asap adalah bahan bakar
kayu atau sejenisnya seperti arang.
2) Kebiasaan merokok
Satu batang rokok dibakar maka akan mengelurkan sekitar 4.000 bahan kimia
seperti nikotin, gas karbon monoksida, nitrogen oksida, hidrogen cianida, ammonia,
acrolein, acetilen, benzol dehide, urethane, methanol, conmarin, 4-ethyl cathecol,
ortcresorperyline dan lainnya, sehingga di bahan kimia tersebut
akan beresiko terserang ISPA.
d. Faktor timbulnya penyakit13
Faktor yang mempengaruhi timbulnya penyakit menurut Bloom menyebutkan
bahwa lingkungan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi derajat
kesehatan masyarakat, sehat atau tidaknya lingkungan kesehatan, individu, keluarga dan
masyarakat sangat tergantung pada perilaku manusia itu sendiri. Disamping itu, derajat
kesehatan juga dipengaruhi oleh lingkungan, misalnya membuat ventilasi rumah yang
6
cukup untuk mengurangi polusi asap maupun polusi udara, keturunan, misalnya dimana
ada orang yang terkena penyakit ISPA di situ juga pasti ada salah satu keluarga yang
terkena penyakit ISPA karena penyakit ISPA bisa juga disebabkan karena keturunan, dan
dengan pelayanan seharihari yang baik maka penyakit ISPA akan berkurang dan
kesehatannya sedikit demi sedikit akan membaik, dan pengaruh mempengaruhi satu
dengan yang lainnya.
2.5. Gejala Klinis
ISPA merupakan proses inflamasi yang terjadi pada setiap bagian saluran
pernafasan atas maupun bawah, yang meliputi infiltrat peradangan dan edema mukosa,
kongestif vaskuler, bertambahnya sekresi mukus serta perubahan struktur fungsi siliar.6
Tanda dan gejala ISPA banyak bervariasi antara lain demam, pusing, malaise
(lemas), anoreksia (tidak nafsu makan), vomitus (muntah), photophobia (takut cahaya),
gelisah, batuk, keluar sekret, stridor (suara nafas), dyspnea (kesakitan bernafas), retraksi
suprasternal (adanya tarikan dada), hipoksia (kurang oksigen), dan dapat berlanjut pada
gagal nafas apabila tidak mendapat pertolongan dan mengakibatkan kematian.7
Sedangkan tanda gejala ISPA menurut Depkes RI (2002) adalah:9
a. Gejala dari ISPA Ringan, jika ditemukan satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut:
1) Batuk
2) Serak
3) Pilek, yaitu mengeluarkan lendir atau ingus dari hidung.
4) Panas atau demam, suhu badan lebih dari 370 C atau jika dahi anak diraba.
b. Gejala dari ISPA Sedang, jika dijumpai gejala dari ISPA ringan disertai satu atau lebih
gejala-gejala sebagai berikut:
1) Pernafasan lebih dari 50 kali per menit pada anak yang berumur kurang dari satu
tahun atau lebih dari 40 kali per menit pada anak yang berumur satu tahun atau
lebih. Cara menghitung pernafasan ialah dengan menghitung jumlah tarikan nafas
dalam satu menit. Untuk menghitung dapat digunakan arloji.
2) Suhu lebih dari 390 C (diukur dengan termometer).
3) Tenggorokan berwarna merah.
4) Timbul bercak-bercak merah pada kulit menyerupai bercak campak.
5) Telinga sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang telinga.
6) Pernafasan berbunyi seperti mengorok (mendengkur).
7
7) Pernafasan berbunyi menciut-ciut.
c. Gejala dari ISPA Berat, jika dijumpai gejala-gejala ISPA ringan atau ISPA sedang
disertai satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut:
1) Bibir atau kulit membiru.
2) Lubang hidung kembang kempis (dengan cukup lebar) pada waktu bernafas.
3) Anak tidak sadar atau kesadaran menurun.
4) Pernafasan berbunyi seperti orang mengorok dan anak tampak gelisah.
5) Sela iga tertarik ke dalam pada waktu bernafas.
6) Nadi cepat lebih dari 160 kali per menit atau tidak teraba.
7) Tenggorokan berwarna merah.
2.6. Penatalaksanaan ISPA1,2,6
a. Simptomatik :
1. Analgesik-antipiretik untuk mengobati gejala demam seperti parasetamol.
2. Kombinasi dekongestan dan anti alergi untuk pilek dan flu seperti pseudoefedrin
dan chlorpeniramin.
3. Mukolitik untuk batuk berdahak seperti ambroksol, bromheksin,
gliserilgualakolat.
4. Antitusif untuk meringankan gejala batuk kering. Contoh : dekstrometorfan.
b. Suportif, untuk meningkatkan daya tahan tubuh berupa nutrisi yang adekuat dan
pemberian multivitamin.
c. Antibiotik
Idealnya pemberian antibiotik berdasarkan jenis kuman penyebab, diutamakan untuk
S.pneumonia,H.Influensa dan S.Aureus. Antibiotik tidak disarankan untuk ISPA yang
disebabkan oleh virus. Antibiotik diberikan jika gejala memburuk, terjadi komplikasi
atau radang yang disebabkan oleh bakteri.
2.7. Pencegahan ISPA
Menurut Depkes RI (2002) pencegahan ISPA antara lain:9
a. Menjaga kesehatan gizi
Dengan menjaga kesehatan gizi yang baik maka akan mencegah terhindar dari
penyakit yang terutama antara lain penyakit ISPA. Misalnya dengan mengkonsumsi
8
makanan empat sehat lima sempurna, banyak minum air putih, olah raga dengan teratur,
serta istirahat yang cukup. Dengan tubuh yang sehat maka kekebalan tubuh kita akan
semakin meningkat, sehingga dapat mencegah virus / bakteri penyakit yang akan masuk
ke tubuh.
b. Imunisasi
Pemberian immunisasi sangat diperlukan baik pada anak-anak maupun orang
dewasa. Immunisasi dilakukan untuk menjaga kekebalan tubuh supaya tidak mudah
terserang berbagai macam penyakit yang disebabkan oleh virus / bakteri.
c. Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan
Membuat ventilasi udara serta pencahayaan udara yang baik akan mengurangi
polusi asap dapur/asap rokok yang ada di dalam rumah, sehingga dapat mencegah
seseorang menghirup asap tersebut yang bisa menyebabkan terkena penyakit ISPA.
Ventilasi yang baik dapat memelihara kondisi sirkulasi udara (atmosfer) agar tetap segar
dan sehat bagi manusia.
d. Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA
ISPA disebabkan oleh virus/ bakteri yang ditularkan oleh seseorang yang telah
terjangkit penyakit ini melalui udara yang tercemar dan masuk ke dalam tubuh.Bibit
penyakit ini biasanya berupa virus / bakteri di udara yang umumnya berbentuk aerosol.
masuk ke dalam rumah, akibatnya kuman yang ada di dalam rumah tidak dapat keluar
dan ikut terhisap bersama udara pernafasan.
9
BAB III
LAPORAN KASUS
UNIVERSITAS ANDALASFAKULTAS KEDOKTERANKEPANITERAAN KLINIK ROTASI TAHAP II
STATUS PASIEN
1. Identitas Pasien
a. Nama/Kelamin/Umur : Ny. Yanti Nofrida/Perempuan/38 tahun
b. Pekerjaan : PNS
c. Alamat : Wisma Indah V Jalan Gunung Muria Blok F2
No.10, Tabing.
2. Latar belakang sosial-ekonomi-demografi-lingkungan keluarga
a. Status Perkawinan : Menikah
b. Jumlah anak : 3
c. Status ekonomi keluarga : mampu, penghasilan ±Rp. 3.000.000,-.
d. KB : IUD
e. Kondisi Rumah :
- Rumah permanen, lantai rumah dari marmer. Listrik ada. Perkarangan
cukup luas. Ventilasi ada, sirkulasi baik.
- Sumber air bersih dari PDAM, sumber air minum dari galon.
- MCK dilakukan di WC yang ada di dalam rumah.
- Sampah dibuang di tempat pembuangan sampah di depan rumah.
Kesan : hygiene dan sanitasi cukup
3. Kondisi lingkungan keluarga
Pasien tinggal dirumahnya dengan jumlah penghuni 5 orang. Tinggal
bersama anak dan suami.
Pasien tinggal di daerah kota yang padat penduduk.
4. Aspek psikologis keluarga
Hubungan pasien dengan keluarganya baik.
5. Riwayat penyakit dahulu/penyakit keluarga
Pasien pernah menderita penyakit seperti ini sebelumnya ketika sedang
banyak aktifitas. Pasien berobat ke puskesmas dan keluhan berkurang.
Tidak ada riwayat menderita galigato, mata merah dan gatal kena
debu/udara dingin, alergi makanan, bersin-bersin pagi hari.
10
Suami pasien menderita batuk/pilek 2 hari sebelumnya.
Tidak ada anggota keluarga yang menderita galigato, mata merah dan
gatal kena debu/udara dingin, alergi makanan, bersin-bersin pagi hari.
6. Riwayat penyakit sekarang
Keluhan Utama : demam sejak 2 hari yang lalu.
RPS :
- Demam sejak 2 hari yang lalu, tinggi, terus menerus, tidak disertai menggigil
dan berkeringat dingin. Pasien membeli obat penurun demam di apotik dan
demam berkurang sesudah minum obat.
- Batuk sejak 2 hari yang lalu, berdahak, warna dahak bening.
- Pilek sejak 2 hari yang lalu, terkadang hidung tersumbat.
- Sesak nafas tidak ada.
- Mual dan muntah tidak ada.
- Riwayat tersedak tidak ada.
- Riwayat biring susu tidak ada.
- Riwayat kontak dengan penderita batuk-batuk lama tidak ada.
- Riwayat kontak dengan binatang, unggas mati mendadak tidak ada.
- Buang air kecil jumlah dan warna biasa.
- Buang air besar jumlah dan konsistensi biasa.
- Setiap hari pasien berangkat kerja dengan sepeda motor dan menggunakan
masker untuk menghindari asap. Masker digunakan hanya saat mengendarai
motor saja.
7. Pemeriksaan fisik
Status Generalis
Keadaan umum : Sakit sedang
Kesadaran : CMC
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 88 kali/menit
Nafas : 19 kali/menit
Suhu : 37,80 C
BB : 60 kg
TB : 155 cm
11
Status gizi : BMI : BB/TB2 : 25 kg/m2 (normoweight)
Pemeriksaan sistemik :
Kulit : Sianosis (-), turgor baik
Kelenjar Getah Bening : Tidak ditemukan pembesaran KGB
Kepala : Normochepal
Rambut : Hitam, tidak mudah dicabut
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Telinga : Tidak ditemukan kelainan
Hidung : Tidak ditemukan kelainan
Tenggorokan : Tidak ditemukan kelainan
Leher : JVP 5-2 cmH2O
Dada : Thorak : Inspeksi : Simetris kiri dan kanan
Palpasi : Fremitus kiri sama dengan fremitus kanan
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Vesikuler, Rhonki (-), wheezing (-)
Jantung : Inspeksi : Iktus tidak terlihat
Palpasi : Iktus teraba 1 jari medial linea
midsternalis sinistra RIC V
Perkusi : Batas jantung atas RIC II, batas jantung
kanan linea sternalis kiri, batas jantung kiri 1 jari medial
linea midclavikularis sinistra RIC V
Auskultasi : Irama reguler, Bising (-)
Perut : Inspeksi : Tampak membuncit
Palpasi : Hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Punggung : Nyeri ketok dan nyeri tekan CVA (-)
Alat kelamin : Tidak dilakukan pemeriksaan
Anus : Tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstrimitas : Refleks fisiologis (+/+), Reflek Patologis (-/-), Edema (-/-).
8. Laboratorium anjuran: -
9. Diagnosis kerja : ISPA
12
10. Diagnosis Banding : -
11. Manajemen
Preventif :
- Hindari faktor paparan asap, rokok, debu, dan polusi udara.
- Menghindarkan bayi/anak dari tempat keramaian umum dan kontak dengan
penderita ISPA.
- Menjaga kebersihan diri dan lingkungan.
- Menjaga dan meningkatkan daya tahan tubuh.
Promotif :
- Memberi edukasi kepada keluarga tentang penyakit, penatalaksanaan penyakit
dan komplikasi.
- Edukasi kepada keluarga agar tidak merokok di dekat pasien.
Kuratif (resep):
- Paracetamol tab 500 mg 3x1 selama 3 hari, bila perlu.
- Ambroxol tab 30 mg 3x1 selama 3 hari.
- CTM tab 4 mg 2 x 1 selama 3 hari.
- Vit C tab 50 mg 1x1 selama 3 hari.
Rehabilitatif :
- Kontol ke puskesmas jika hari ke 3 demam tidak turun, atau jika gejala
bertambah berat segera bawa ke IGD.
12. Prognosis
Quo ad vitam : bonam
Quo ad sanam : bonam
Quo ad functionam :bonam
13
Dinas Kesehatan Kodya Padang
Puskesmas Lubuk Buaya
Dokter : Amrina Rasyada
Tanggal : 4 November 2015
R/ Paracetamol tab 500 mg No. X
S prn max 3dd tab I $
R/ Ambroxol tab 30 mg No. X
S 3dd tab I $
R/ CTM tab 4 mg No. X
S 2dd tab I $
R/ Vit C tab 50 mg No. X
S 1dd tab I $
Pro : Ny. Yanti
Umur : 38 tahun
14
15
BAB IV
PEMBAHASAN
Berdasarkan teori, ISPA adalah suatu tanda dan gejala akut akibat infeksi yang terjadi
disetiap bagian saluran pernafasan atau struktur yang berhubungan dengan pernafasan yang
berlangsung tidak lebih dari 14 hari.6,7 ISPA merupakan proses inflamasi yang terjadi pada setiap
bagian saluran pernafasan atas maupun bawah, yang meliputi infiltrat peradangan dan edema
mukosa, kongestif vaskuler, bertambahnya sekresi mukus serta perubahan struktur fungsi siliar.6
Tanda dan gejala ISPA banyak dan bervariasi antara lain demam, pusing, malaise (lemas),
anoreksia (tidak nafsu makan), vomitus (muntah), photophobia (takut cahaya), gelisah, batuk,
keluar sekret, stridor (suara nafas), dyspnea (kesakitan bernafas), retraksi suprasternal (adanya
tarikan dada), hipoksia (kurang oksigen), dan dapat berlanjut pada gagal nafas apabila tidak
mendapat pertolongan dan mengakibatkan kematian.7
Seorang pasien perempuan, 38 tahun datang ke Puskesmas Lubuk Buaya dengan keluhan
utama demam sejak 2 hari yang lalu, tinggi dan terus menerus, demam berkurang setelah
membeli obat di apotik. Selain itu, pasien juga mengeluhkan batuk dan pilek sejak 2 hari yang
lalu. Batuk berdahak dan berwarna bening, terkadang hidung tersumbat. Berdasarkan gejala dan
onset yang muncul dari anamnesis, pasien dapat didiagnosis ISPA. Menurut Depkes RI (2002),
ISPA yang terjadi pada pasien termasuk kategori ringan dimana pada pasien didapatkan batuk,
pilek dan demam.
Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik yang dilakukan pertama kali, maka pasien
didiagnosa ISPA.
Salah satu faktor risiko timbulnya ISPA adalah faktor lingkungan yaitu asap. Kebakaran
hutan dan lahan yang terjadi dapat menimbulkan kabut asap yang berakibat terjadinya penurunan
kualitas udara sampai taraf membahayakan kesehatan sehingga dapat menimbulkan dan
meningkatkan penyakit saluran nafas seperti ISPA. Penderita ISPA di daerah bencana asap
meningkat 1,8–3,8 kali dibandingkan jumlah penderita ISPA pada periode sama tahun-tahun
sebelumnya.4 Setiap hari pasien berangkat kerja dengan sepeda motor dan menggunakan masker
untuk menghindari asap. Masker hanya digunakan saat mengendarai motor saja. Sehingga
bencana kabut asap dapat menjadi faktor risiko terjadinya ISPA pada pasien ini. Kegiatan kantor
dan mengurus rumah tangga yang dilakukan rutin dapat membuat lemahnya daya tahan tubuh
16
pasien, sehingga rentan terjadinya infeksi. Suami pasien juga menderita batuk pilek sehingga
dapat menjadi sumber penularan droplet pada pasien.
Pada pemeriksaan fisik, didapatkan keadaan umum sakit sedang dan suhu yang meningkat,
tanda vital yang lain dalam batas normal. Pada pemeriksaan sistemik, tidak ditemukan kelainan.
Hal ini menyingkirkan diagnosis lain seperti rhinitis, faringitis, laringitis, bronkitis, bronkiolitis
dan pneumonia.
Pada pasien tidak dilakukan pemeriksaan laboratorium. Laboratorium anjuran yaitu
pemeriksaan sputum ketika keluhan batuk pasien kuning atau hijau. Pemeriksaan kultur sputum
ini pun tidak dapat dilakukan di puskesmas.
Manajemen yang komprehensif sangat menentukan prognosis penyakit pasien ini. Dari
segi preventif, pasien harus menghindari faktor risiko timbulnya ISPA seperti kabut asap dan
daya tahan tubuh yang menurun. Pasien juga harus menjaga kebersihan diri dan lingkungan serta
meningkatkan daya tahan tubuh. Kontak dengan anak-anak dan lingkungan sekitar harus dibatasi
ketika batuk, karena penularan ISPA melalui droplet. Dari segi promotif, pasien telah diedukasi
tentang penyakitnya, tatalaksana, penularan dan komplikasi. Pasien disuruh untuk beristirahat di
rumah dan kembali pada hari ke 3 apabila demam tidak kunjung turun.
Penatalaksanaan kuratif dilakukan berdasarkan simptomatis dan supportif. Pemberian
analgetik-antipiretik seperti paracetamol pada pasien ini bertujuan untuk menurunkan suhu.
Ambroksol sebagai mukolitik dapat mnegencerkan sekret saluran nafas sehingga keluhan batuk
dapat berkurang. Chlorpheniramine merupakan golongan antihistamin yang dapat menyebabkan
relaksasi otot polos saluran napas dan menurunkan produksi mukus. Efek samping yang paling
sering ditimbulkan adalah efek sedasi, yang justru menguntungkan bagi pasien agar banyak
istirahat.
17
DAFTAR PUSTAKA
1. WHO. 2007. Pencegahan dan pengendalian infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) yang cenderung menjadi epidemi dan pandemi di fasilitas pelayanan kesehatan. Pedoman Interim WHO. Ed. Trust Indonesia.
2. Kementerian Kesehatan RI. 2012. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan LingkunganPedoman Pengendalian Infeksi Saluran Pernafasan Akut.
3. Menkes. 2015. Diakses tanggal 4 November 2015, melalui http://nasional.tempo.co/read/news/2015/10/17/206710325/dampak-kabut-asap-ispa-jangkiti-425-ribu-jiwa-di-7-provinsi
4. Faisal, Fikri, dkk. 2012. Dampak Asap Kebakaran Hutan pada Pernapasan. Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia - RS Persahabatan, Jakarta, Indonesia.CDK-189/ vol. 39 no. 1.
5. Santoso, Erwin dan Novia Junjung. 2005. Kebakaran Hutan Dan Kejadian Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) Pada Anak Di Kec. Menteng Kalimantan Tengah. Fakultas Kedokteran. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
6. Muttaqin, A. 2008. Buku Ajar : Gangguan Sistem Pernafasan. Jakarta : Penerbit Salemba Medika
7. Nelson. 2003. Ilmu kesehatan anak. Jakarta: EGC8. Suhandayani, I. 2007. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian ISPA pada
Balita Di Puskesmas Pati I Kabupaten Pati Tahun 2006. Semarang : Skripsi. 9. Depkes RI. 2002. Pedoman pemberantasan penyalit saluran pernafasan akut. Jakarta :
Departemen Kesehatan RI. 10. Dharmage. 2009.Risk factor of acute lower tract infection in children under five years of
age. Medical Public Health. 11. Notoatmodjo, 2007. Kesehatan Masyarakat : Ilmu & Seni. Jakarta : Penerbit Rineka
Cipta.12. Lamsidi, A. 2003. Hubungan Kondisi Kesehatan Lingkungan Pemondokan Dengan
Kejadian ISPA di Pondok Pesantren Sabilal Muhtadin Desa Jaya Karet Kecamatan Mentaya Hilir Selatan Propinsi Kalimantan Tengah.Semarang : Skripsi.
13. Effendy, N. 2004. Dasar-dasar keperawatan, kesehatan masyarakat. Edisi 2. Jakarta: EGC
18