case snhl
DESCRIPTION
SNHLTRANSCRIPT
BAB I
ILUSTRASI KASUS
1.1. Identitas Pasien
Pasien datang ke Poli THT RSUD Bekasi pada tanggal 31November 2013
Nama : Tn. S
Jenis kelamin : Laki-Laki
Umur : 46 tahun
Agama :Islam
Alamat :Bekasi
Pendidikan : Sarjana
Pekerjaan : Buruh
1.2. Anamnesis
Anamnesis secara autoanamnesis pada pasien pada tanggal 31November2013
di Poli THT RSUD Bekasi
Keluhan Utama
Pasien datang dengan keluhan telinga kananterasapenuhsejak 1
minggusebelummaukRumahSakit (SMRS)
Keluhan Tambahan
Pasien merasa pendengaran pada kedua telinganya menjadi
semakin menurunsejak 5 tahun SMRS, Batukberdahak
Riwayat PenyakitSekarang
Pasien datang ke Poli THT RSUD Bekasi dengan keluhan telinga
kananterasapenuhsejak 1 minggusebelummaukRumahSakit (SMRS)
Pada awalnya keluhan bermula ketika pasien sedang
duduksantaidirumahdengan keluarga, tibatiba pasien
merasatelingakanannyatertutup. Pasien saat itu merasa
terkejutdanmeneteskan air keranrumahnyakedalamtelinganya,
tapikeluhantidakmembaikdanmulaiterasapenuh (sepertiada air yang
1
tidakbisakeluar).Pasienjarangmengorektelinganya (1 kali per
bulandengan cotton
bud)..Pasienjugamerasaperlahanlahanpendengarannyamakinmenuruns
ejakkuranglebih 5 tahun SMRS.Pasien tidak tahu persis
bagaimanaawalnya pendengaran mulai menurun, namun menurut
pasien, ia menjadisulit untuk mendengar suara di telepon. Riwayat
bekerja ditempat dengan suara yang keras atau bising disangkal.
Pasien mengaku saatinisedakbatukberdahaksejak 3 hari
SMRS, dahakwarnaputih, kentaldanberbaukhas.
Batukdirasakanpasiensetelahmalamsebelumnyamengomsumsi goring-
gorengan.Nafasjugadiakuipasienmenjadiberbau.Tidurmendengkur.Ny
eritekan area
wajahdisangkal.Nyeriketikaposisisujuddisangkal.Demamdisangkal.Be
rsin-bersin di pagiharidisangkal.Riwayat pusing sampai merasa mual
dan muntah jugadisangkal oleh pasien.Riwayat trauma
sebelumnyaterutama di
daerahkepalaataubepergiandenganpesawatterbangdisangkal.Riwayat
pernah keluar cairan dari telinga
disangkal.Pasientidaksedangmengonsumsiobatapapun.
Riwayat Penyakit Dahulu
a. Alergi (-)
b. Diabetes Mellitus (-)
c. Keadaan yang sama seperti ini sebelumnya pernahdirasakan 5
tahunlalu, pasienberobatkepoliklinikspesialis THT
dantelingannyadibersihkan, lalukeluhanmembaik
d. Hipertensitidakdiketahui
Riwayat Penyakit Keluarga
a. Tidak ada keluarga yang mengalami keluhan yang sama
b. Alergi (-)
c. Diabetes Mellitus (-)
2
d. Hipertensi (-)
Riwayatkebiasaan
Pasien mengaku tidak suka membersihkan telinga dengan cotton
buds, dan sering mengelap telinga yang basah dengan handuk.
Pasienmerokok 5 batang/haridenganrokok filter sejak 30 tahun SMRS
1.3. Pemeriksaan Fisik
Dilakukan pemeriksaan fisik pada tanggal 31 Oktober2013 di Poli THT
RSUD Bekasi
Keadaan umum:
Kesan sakit : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis
Tanda Vital
Tekanan darah : 160/100 mmHg
Frekuensi nadi : 90kali/menit (isi cukup, kuat, dan regular)
Frekuensi Napas : 20kali/menit
Suhu Tubuh : 36,6 o C
Status Generalis
Kepala
a. Bentuk : tidak ada deformitas
b. Wajah bentuk simetris, tidak tampak pucat.
c. Rambut : tampak rambut berwana hitamsebagianputih, distribusi
merata, tidak mudah dicabut
Mata
a. Exophthalmus : tidak ada
b. Enopthalmus : tidak ada
c. Kelopak : edema (-), ptosis (-)
d. Lensa : jernih
e. Konjungtiva : anemis - / -
f. Sklera : ikterik - / -
3
g. Gerakan mata : normal
h. Pupil : bulat isokor, RCL +/+ RCTL+/+
Telinga
a. Daun telinga bentuk normotia
b. Liang Telinga: serumen + minimal dekstra dan sinistra, secret-/-
c. Membran timpani dekstra dan sinistra intak, suram
Hidung
a. Pernapasan cuping hidung (-)
b. Bentuk normal, tidak ada deviasi septum
c. Mukosa tidak hiperemis
d. Sekret hidung (-)
e. Tidak ada epistaksis
Bibir
a. Simetris
b. Mukosa lembab
c. Sianosis (-)
d. Pucat (-)
Mulut dantenggorokan
a. Uvula ditengah, palatum dan faring hiperemis
b. Tidak ada labiopalatoschizis.
c. Tonsil T3 (dekstra) – T2 (sinistra), hiperemis, detritus (-)
Leher
a. Tidak terdapat pembesaran KGB submandibula
b. Kelenjar tiroid tidak teraba membesar
c. Trakea lurus di tengah
Thorax
a. Tampak simetris
b. Retraksi suprasternal (-)
4
Paru
a. Inspeksi : simetris kanan kiri
b. Palpasi : tidak dilakukan
c. Perkusi : tidak dilakukan
d. Auskultasi : Suara nafas vesikuler +/+, Rhonki -/-, wheezing -/-
Jantung
a. Inspeksi : tidak tampak pulsus iktus kordis
b. Palpasi : tidak dilakukan
c. Perkusi : tidak dilakukan
d. Auskultasi : Bunyi jantung I dan II normal, regular, murmur
(-), gallop(-)
Abdomen
a. Inspeksi : datar, simetris
b. Palpasi : tidak dilakukan
c. Perkusi : tidak dilakukan
d. Auskultasi : Bising usus (+) normal
Kelenjar
a. Submandibula : tidak teraba
b. Cervical : tidakteraba
c. Supraklavikula : tidakteraba
d. Ketiak : tidak teraba
e. Inguinal : tidak teraba
Ekstremitas
a. Akral hangat +/+
b. Edema -/-
c. Sianosis -/-
d. Pucat -/-
e. CRT < 2detik
Kulit
a. Warna : sawo matang
b. Jaringan parut : tidak ada
5
c. Pigmentasi : -
d. Pertumbuhan rambut : merata
e. Lembab / kering : lembab
f. Suhu raba : hangat
g. Turgor : baik
h. Keringat Umum : +
i. Petechie : tidak ada
j. Ikterus : (-)
Status Lokalis THT
TELINGA KANAN KIRI
Liang Telinga Lapang Lapang
Serumen (+)minimal (+)minimal
Sekret (-) (-)
Membran Timpani Intak, suram Intak, suram
Nyeri Tekan Tragus (-) (-)
HIDUNG
Cavum nasi Lapang Lapang
Sekret (-) (-)
Konka Eutrofi Eutrofi
TENGGOROKAN
Uvula Ditengah
Faring Hiperemis (+)
Tonsil T3/T2hiperemis, detritus (-)
Pemeriksaan Fisik Khusus
a. Pendengaran
Pemeriksaan Kanan Kiri
Rinne + +
Weber Lateralisasiketelingakiri (sehat)
Swabach Memendek Memendek
6
b. Keseimbangan
Uji Romberg dipertajam (-)
1.4. Pemeriksaan Penunjang
Tidak dilakukan
1.5. Resume
Pasien laki-laki usia 46 tahun datang dengan keluhan telinga
kananterasapenuhsejak 1 minggusebelummaukRumahSakit (SMRS) dan
pendengarannya semakin menurun. Keluhan bermula ketika pasien sedang
duduksantaidirumahdengan keluarga, tibatiba pasien
merasatelingakanannyatertutup. Pasienlalumeneteskan air
keranrumahnyakedalamtelinganya,
tapikeluhantidakmembaikdanmulaiterasapenuh (sepertiada air yang
tidakbisakeluar).Pasienjarangmengorektelinganya (1 kali per bulandengan
cotton
bud)..Pasienjugamerasaperlahanlahanpendengarannyamakinmenurunsejakkura
nglebih 5 tahunSMRS., awalnya sulit untuk mendengar suara di telepon.
Riwayat bekerja ditempat dengan suara yang keras atau bising disangkal.
Pasien mengaku saatinisedakbatukberdahaksejak 3 hari SMRS,
dahakwarnaputih, kentaldanberbaukhas.
Nafasjugadiakuipasienmenjadiberbau.Tidurmendengkur.Bersin-bersin di
pagiharidisangkal.Riwayat pusing sampai merasa mual dan muntah
jugadisangkal oleh pasien.. Riwayat pernah keluar cairan dari telinga
disangkal.Pasientidaksedangmengonsumsiobatapapun.
Secara umum pemeriksaan fisik keadaan umum dan status
generalis dalam batas normal, kecuali tekanan darah 160/100mmHg. namun
pada pemeriksaan pendengaran ditemukan weber lateralisasi ke telinga yang
sehat dan swabach yang memendek. Pada pemeriksaan mulut dan tenggorok
didapatkan tonsil T3-T2 hiperemis dengan faring yang juga hiperemis
7
1.6. Diagnosis Kerja
Susp.SNHL
TonsiloFaringitisKronikeksaserbasiAkut
Hipertensi Grade II
1.7. Diagnosis Banding
CHL
MHL
1.8. Pemeriksaan Anjuran
Pemeriksaan AudiometriNadaMurni
1.9. Penatalaksanaan
1.9.1. Non Medikamentosa
Rehabilitasi dengan pemasangan alat bantu dengar
Latihan membaca
Latihan mendengar
Istirahat yang cukup
Kumurdengan air hangatatauantiseptik
Diet rendah garam dan rendah kolesterol
1.9.2. Medikamentosa
Vitamin B12
Amoxicillin 3x500 mgselama 6 hari
1.10. Prognosis
Ad Vitam : Bonam
Ad functionam : Dubia ad malam
Ad sanationam : Dubia ad bonam
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sensorineural Hearing Loss
Sensori-neural hearing loss (SNHL) adalah gangguan pendengaran yang
dapat bersifat total maupun parsial yang dapat mempengaruhi salah satu telinga
ataupun kedua – duanya. Keadaan ini ditandai oleh hilangnya kemampuan
mendengar yang dapat disebabkan oleh gangguan di telinga dalam, gangguan
pada jaras saraf dari telinga dalam ke otak serta gangguan di otak.
Tuli sensorineural adalah tuli yang terjadi karena terdapatnya gangguan
jalur hantaran suara pada sel rambut koklea (telinga tengah), nervus VIII
(vestibulokoklearis), atau pada pusat pendengaran di lobus temporalis otak.1,2
Tuli sensorineural disebut juga dengan tuli saraf atau tuli perseptif. Tuli
sensorineural ini dibagi 2:2,3
Tuli koklea, yaitu apabila gangguan terdapat pada reseptor atau
mekanisme penghantar pada koklea (Dorland, ed 29). Biasanya
disebabkan aplasia, labirinitis, intoksikasi obat ototoksik atau alkohol.
Pada tuli koklea ini terjadi suatu fenomena rekrutmen dimana terjadi
peningkatan sensitifitas pendengaran yang berlebihan di atas ambang
dengar. Pada kelainan koklea pasien dapat membedakan bunyi 1 dB,
sedangkan orang normal baru dapat membedakan bunyi 5 dB.
Tuli retrokoklea, yaitu apabila terdapat gangguan pada nervus
vestibulokoklearis atau satu dari area pendengaran di lobus temporalis
10
otak. Pada tuli retrokoklea terjadi kelelahan (fatigue) yang merupakan
adaptasi abnormal, dimana saraf pendengaran cepat lelah bila dirangsang
terus menerus. Bila diberi istirahat, maka akan pulih kembali.
Untuk membedakan tuli koklea dan tuli retrokoklea diperlukan pemeriksaan
audiologi khusus.3
2.2. EtiologiSNHL
Penyebab tuli sensorineural dibagi menjadi:
1. Koklea
Penyebab tuli sensorineural yang berasal dari koklea terdiri dari:
1.1. Labirinitis (oleh bakteri/ virus)
Merupakan suatu proses radang yang melibatkan telinga dalam, paling
sering disebabkan oleh otitis media kronik dan berat. Penyebab lainnya bisa
disebabkan oleh meningitis dan infeksi virus. Pada otitis media maligna,
kolesteatom paling sering menyebabkan labirinitis, yang mengakibatkan
kehilangan pendengaran mulai dari yang ringan sampai yang berat.4
Pada labirintitis virus, terjadi kerusakan pada organ Corti, membrana
tektoria dan selubung myelin saraf akustik. Labirinitis serosa terjadi ketika
toksin bakteri dan mediator inflamasi host misalnya sitokin, enzim dan
komplemen melewati membran tingkap bundar dan menyebabkan inflamasi
labirin. Kondisi ini dihubungkan dengan penyakit telinga tengah akut atau
kronis. Toksin, enzim dan produk inflamasi lainnya menginfiltrasi skala
timpani dan membentuk suatu presipitat halus di bagian medial dari membran
11
tingkap bundar. Penetrasi agen inflamasi ke endolimfe pada membran basilaris
koklea mengakibatkan tuli sensorineural frekuensi sedang-tinggi.4
1.2. Obat ototoksik
Obat ototoksik merupakan obat yang dapat menimbulkan gangguan
fungsi dan degenerasi seluler telinga dalam dan saraf vestibuler. Gejala utama
yang dapat timbul akibat ototoksisitas ini adalah tinnitus, vertigo, dan
gangguan pendengaran yang bersifat sensorineural.1,5,6Ada beberapa obat yang
tergolong ototoksik, diantaranya:7,8
a. Antibiotik
- Aminogliksida : streptomisin, neomisin, kanamisin, gentamisin,
Tobramisin, Amikasin dan yang baru adalah Netilmisin dan Sisomisin.
- Golongan macrolide: Eritromisin
- Antibiotic lain: kloramfenikol
b. Loop diuretic : Furosemid, Ethyrynic acid, dan Bumetanides
c. Obat anti inflamasi: salisilat seperti aspirin
d. Obat anti malaria: kina dan klorokuin
e. Obat anti tumor : bleomisin, cisplatin
Kerusakan yang ditimbulkan oleh preparat ototoksik tersebut antara lain:
1. Degenerasi stria vaskularis. Kelainan patologi ini terjadi pada penggunaan
semua jenis obat ototoksik
2. Degenerasi sel epitel sensori. Kelainan patologi ini terjadi pada organ korti
dan labirin vestibular, akibat penggunaan antibiotika aminoglikosida sel
12
rambut luar lebih terpengaruh daripada sel rambut dalam, dan perubahan
degeneratif ini terjadi dimulai dari basal koklea dan berlanjut terus hingga
akhirnya sampai ke bagian apeks
3. Degenerasi sel ganglion. Kelainan ini terjadi sekunder akibat adanya
degenerasi dari sel epitel sensori
Umumnya efek yang ditimbulkan bersifat irreversible, kendatipun bila
dideteksi cukup dini dan pemberian obat dihentikan, sebagian ketulian dapat
dipulihkan.
1.3. Presbikusis
Merupakan tuli sensorineural frekuensi tinggi yang terjadi pada orang
tua, akibat mekanisme penuaan pada telinga dalam. Umumnya terjadi mulai
usia 65 tahun, simetris pada kedua telinga, dan bersifat progresif.,6,14Pada
presbikusis terjadi beberapa keadaan patologik yaitu hilangnya sel-sel rambut
dan gangguan pada neuron-neuron koklea. Secara kilnis ditandai dengan
terjadinya kesulitan untuk memahami pembicaraan terutama pada tempat yang
ribut/ bising.7,9
1.4. Tuli mendadak
Tuli mendadak merupakan tuli sensorineural berat yang terjadi tiba-tiba
tanpa diketahui pasti penyebabnya.Tuli mendadak didefinisikan sebagai
penurunan pendengaran sensorineural 30 dB atau lebih paling sedikit tiga
frekuensi berturut-turut pada pemeriksaan audiometri dan berlangsung dalam
waktu kurang dari tiga hari. Iskemia koklea merupakan penyebab utama tuli
mendadak, keadaan ini dapt disebabkan oleh karena spasme, trombosis atau
13
perdarahan arteri auditiva interna. Pembuluh darah ini merupakan suatu end
artery sehingga bila terjadi gangguan pada pembuluh darah ini koklea sangat
mudah mengalami kerusakan. Iskemia mengakibatkan degenerasi luas pada
sel-sel ganglion stria vaskularis dan ligamen spiralis, kemudian diikuti dengan
pembentukan jaringan ikat dan penulangan. Kerusakan sel-sel rambut tidak
luas dan membrana basilaris jarang terkena.3,10
1.5. Kongenital
Menurut Konigsmark, pada tuli kongenital atau onset-awal yang
disebabkan oleh faktor keturunan, ditemukan bahwa 60-70 % bersifat otosom
resesif, 20-30% bersifat otosom dominan sedangkan 2% bersifat X-linked. Tuli
sensorineural kongenital dapat berdiri sendiri atau sebagai salah satu gejala dari
suatu sindrom, antara lain Sindrom Usher (retinitis pigmentosa dan tuli
sensorineural kongenital), Sindrom Waardenburg (tuli sensorineural kongenital
dan canthus medial yang bergeser ke lateral, pangkal hidung yang melebar,
rambut putih bagian depan kepala dan heterokromia iridis) dan Sindrom Alport
(tuli sensorineural kongenital dan nefritis).7,10
1.6. Trauma
Trauma pada telinga dapat dibagi menjadi dua bentuk yaitu trauma
akustik dan trauma mekanis. Trauma tertutup ataupun langsung pada tulang
temporal bisa mengakibatkan terjadinya tuli sensorineural. Diantara semua
trauma, trauma akustik merupakan trauma paling umum penyabab tuli
sensorineural.
14
Fraktur tulang temporal dapat menyebabkan tuli sensorineural unilateral
dan tuli konduksi. Tuli sensorineural terjadi jika fraktur tersebut melibatkan
labirin. Trauma dapat menimbulkan perpecahan pada foramen ovale sehingga
perilymph bocor ke telinga. Pasien tiba-tiba mengalami kehilangan
pendengaran, bersama dengan tinnitus dan vertigo.
1.7. Tuli akibat bising
Bising adalah suara atau bunyi yang mengganggu dan tidak dikehendaki.
Hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya bising itu sangat subyektif, tergantung
dari masing-masing individu, waktu dan tempat terjadinya bising. Sedangkan
secara audiologi, bising adalah campuran bunyi nada murni denganberbagai
frekwensi.
Bising dengan intensitas 80 dB atau lebih dapat mengakibatkan
kerusakan reseptor pendengaran corti pada telinga dalam. Hilangnya
pendengaran sementara akibat pemaparan bising biasanya sembuh setelah
istirahat beberapa jam ( 1 – 2 jam ). Bising dengan intensitas tinggi dalam
waktu yang cukup lama ( 10 – 15 tahun ) akan menyebabkan robeknya sel-sel
rambut organ Corti sampai terjadi destruksi total organ Corti.Hal yang
mempermudah seseorang menjadi tuli akibat terpapar bising antara lain
intensitas bising yang lebih tinggi, berfrekwensi tinggi, lebih lama terpapar
bising, kepekaan individu dan faktor lain yang dapat menimbulkan ketulian.3
Tuli akibat bising mempengaruhi organ Corti di koklea terutama sel-sel
rambut. Daerah yang pertama terkena adalah sel-sel rambut luar yang
menunjukkan adanya degenerasi yang meningkat sesuai dengan intensitas dan
15
lama paparan. Stereosilia pada sel-sel rambut luar menjadi kurang kaku
sehingga mengurangi respon terhadap stimulasi. Dengan bertambahnya
intensitas dan durasi paparan akan dijumpai lebih banyak kerusakan seperti
hilangnya stereosilia. Daerah yang pertama kali terkena adalah daerah basal.
Dengan hilangnya stereosilia, sel-sel rambut mati dan digantikan oleh jaringan
parut. Semakin tinggi intensitas paparan bunyi, sel-sel rambut dalam dan sel-
sel penunjang juga rusak. Dengan semakin luasnya kerusakan pada sel-sel
rambut, dapat timbul degenerasi pada saraf yang juga dapat dijumpai di
nukleus pendengaran pada batang otak.3,11
2 Retrokoklea
2.1. Penyakit Meniere
Penyakit Meniere merupakan penyakit yang terdiri dari trias atau
sindrom Meniere yaitu vertigo, tinnitus dan tuli sensorineural. Penyebab pasti
dari penyakit meniere belum diketahui, tapi dipercaya penyebab dari penyakit
ini berhubungan dengan hidrops endolimfe atau kelebihan cairan di telinga
dalam. Ini disebabkan cairan endolimfe keluar dari saluran yang normal
mengalir ke area lain yang menyebabkan terjadinya gangguan.Ini mungkin
dihubungkan dengan pembengkakan sakus endolimfatik atau jaringan di
system vestibuler dari telinga dalam yang merangsang organ keseimbangan.
Gejala klinis penyakit ini disebabkan adanya hidrops endolimfe pada
koklea dan vestibulum. Hidrops yang terjadi mendadak dan hilang timbul
diduga disebabkan oleh:
16
1. Meningkatnya tekanan hidrostatik pada ujung arteri
2. Meningkatnya tekanan osmotik ruang kapiler
3. Berkurangnya tekanan osmotik di dalam kapiler
4. Tersumbatnya jalan keluar sakus endolimfatikus sehingga terjadi
penimbunan cairan endolimfe
Hal-hal di atas pada awalnya menyebabkan pelebaran skala media
dimulai dari daerah apeks koklea kemudian dapat meluas mengenai bagian
tengah dan basal koklea. Hal inilah yang menjelaskan terjadinya tuli
sensorineural nada rendah penyakit Meniere.12
2.2. Neuroma Akustik
Neuroma akustik adalah tumor intrakrania yang berasal dari selubung sel
Schwann nervus vestibuler atau nervus koklearis. Lokasi tersering berada di
cerebellopontin angel.
Neuroma akustik berasal dari saraf vestibularis dengan gambaran
makroskopis berkapsul, konsistensi keras, bewarna kuning kadang putih atau
translusen dan bisa disertai komponen kistik maupun perdarahan. Neuroma
akustik ini diduga berasal dari titik dimana glia (central) nerve sheats
bertransisi menjadi sel Schwann dan fibroblast. Lokasi transisi ini biasanya
terletak di dalam kanalis auditoris internus. Tumor akan tumbuh dalam kanalis
auditoris internus dan menyebabkan pelebaran diameter dan kerusakan dari
bibir bawah porus. Selanjutnya akan tumbuh dan masuk ke cerebellopontin
angel mendorong batang otak dan cerebellum.
Tuli akibat neuroma akustik ini terjadi akibat:
17
a. trauma langsung terhadap nervus koklearis
b. gangguan suplai darah ke koklea
Trauma langsung yang progresif menyebabkan tuli sensorineural yang
berjalan progresif lambat sedangkan pada gangguan suplai darah koklea
ditemukan tuli sensorineural mendadak dan berfluktuasi.
E. Diagnosis
1.1. Anamnesis
Anamnesis menunjukkan gejala penurunan pendengaran, baik yang terjadi
secara mendadak maupun yang terjadi secara progresif.Gejala klinis sesuai
dengan etiologi masing-masing penyakit.
1.2. Pemeriksaan Fisik
Penderita tuli sensorineural cenderung berbicara lebih keras dan
mengalami gangguan pemahaman kata sehingga pemeriksa sudah dapat
menduga adanya suatu gangguan pendengaran sebelum dilakukan pemeriksaan
yang lebih lanjut. Pada pemeriksaan otoskop, liang telinga dan membrana
timpani tidak ada kelainan.
1.3. Pemeriksaan tambahan/penunjang lain yang biasa digunakan adalah :
A. Tes Penala
Pemeriksaan ini merupakan tes kualitatif dengan menggunakan garpu tala
512 Hz. Terdapat beberapa macam tes penala, seperti tes Rinne, tes Weber dan
tes Schwabach.
18
Gambar1. Garpu Tala
Tes Rinne
Gambar 2. Tes Rinne
Tujuan: membandingkan hantaran melalui udara dengan hantaran melalui
tulang pada satu telinga penderita.
Cara kerja: garpu tala digetarkan, letakkan tangkainya tegak lurus pada
prosesus mastoid penderita sampai penderita tidak mendengar, kemudian cepat
pindahkan ke depan liang telinga penderita kira-kira 2,5 cm.
Interpretasi : * Bila penderita masih mendengar disebut Rinne positif
* Bila penderita tidak mendengar disebut Rinne negatif
Pada tuli sensorineural, Tes Rinne positif.
19
Tes Weber
Gambar 3. Tes Weber
Tujuan: Membandingkan hantaran tulang antara kedua telinga penderita.
Cara kerja: Garpu tala digetarkan, letakkan di garis tengah kepala (verteks,
dahi, pangkal hidung, di tengah-tengah gigi seri atau di dagu).
Interpretasi : * Apabila bunyi garpu tala terdengar keras padasalah satu telinga
disebut weber lateralisasi ke telinga tersebut.
* Bila tidak dapat dibedakan, kearah mana bunyi terdengar lebih
keras disebut weber tidak ada leteralisasi.
Pada tuli sensorineural, lateralisasi kearah telinga yang sehat.
Tes Schwabach
Tujuan: Membandingkan hantaran tulang penderita denganpemeriksa yang
pendengarannya normal.
Cara kerja : Garpu tala digetarkan, letakkan garpu tala pada prosesus
mastoideus penderita sampai tidak terdengar bunyi. Kemudian tangkai penala
segera dipindahkan pada prosesus mastoideus pemeriksa.
Interpretasi :
20
* Bila pemeriksa masih mendengar getaran garpu tala, disebut schwabach
memendek. Ini mempunyai arti klinis tuli semsorineural.
* Bila pemeriksa tidak mendengar getaran garpu tala, maka pemeriksaan diulangi
dengan garpu tala diletakkan terlebih dahulu di prosesus mastoideus
pemeriksa. Jika penderita masih dapat mendengar disebut schwabach
memanjang (tuli konduktif) dan jika penderita tidak mendengar disebut
schwabach normal.
B. Audiometri
Pada pemeriksaan audiometri, dibuat grafik (audigram) yang merupakan
ambang pendengaran penderitalewat hantaran tulang (bone conduction = BC)
dan hantaran udara (air condation = AC) dan pemeriksaan audiometri ini
bersifat kuantitatif dengan frekuensi suara 125, 500, 1000, 2000, 4000, dan
8000 Hz.
Pada Tuli sensorineural, dari penilaian audiogram didapatkan :13
- AC dan BC lebih dari 25 Db
- AC dan BC tidak terdapat gap
Selain dapat menentukan jenis tuli yang diderita, dengan audiogram kita
juga menentukan derajat ketulian, yang dihitung hanya dengan ambang dengar
(AD) hantaran udaranya (AC) saja.
21
Ambang dengar (AD) : AD 500 Hz + AD 1000 Hz + AD 2000 Hz + AD 4000 Hz
4
Interpretasi derajat ketulian menurut ISO :
0 – 25 dB : normal
>25 – 40 dB : tuli ringan
>40 – 55 dB : tuli sedang
>55 – 70 dB : tuli sedang berat
>70 – 90 dB : tuli berat
>90 dB : tuli sangat berat
C. Brainstem Evoked Respone Audiometry (BERA)
BERA merupakan suatu pemeriksaaan untuk menilai fungsi pendengaran
dan fungsi N.VIII. Cara pemeriksaan ini bersifat objektif, tidak invasif.
Pemeriksaan ini bermanfaat terutama pada keadaan dimana tidak
memungkinkannya dilakukan pemeriksaan pendengaran biasa, misalnya pada
bayi, anak dengan gangguan sifat dan tingkah laku, intelegensi rendahdan
kesadaran menurun. Pada orang dewasa juga bisa digunakan pada orang yang
berpura-pura tuli (malingering) atau pada kecurigaan tuli sensorineural
retrokoklea.13
22
Gambar 4. Pemeriksaan BERA
Prinsip pemeriksaan BERA adalah menilai perubahan potensial listrik di
otak setelah pemberian rangsangsensoris berupa bunyi. Rangsang bunyi yang
diberikan melalui headphone akan menempuh perjalanan melalui N.VIII di
koklea (gelombang I), nucleus koklearis (gelombang II), nucleus olivarius
superior (gelombang III), lemnikus lateralis (gelombang IV), kolikulus inferior
(gelombang V) kemudian menuju ke korteks auditorius di lobus temporal otak.
Perubahan potensial listrik di otak akan diterima oleh elektroda di kulit kepala,
dari gelombang yang timbul di setiap nucleus saraf sepanjang jalur saraf
pendengaran tersebut dapt dinilai bentuk gelombang dan waktu yang
diperlukan dari saat pemberian rangsang suara sampai mencapai nucleus-
nukleus saraf tersebut. Dengan demikian setiap keterlambatan waktu untuk
mencapai masing-masing nucleus saraf dapat memeri arti klinis keadaan saraf
pendengara, maupun jaringan otak disekitarnya.13
Penilaian BERA :
- Masa laten absolute gelombang I, III, V
- Beda masing-masing masa laten absolute (interwave latency I – V, I – III,
III – V)
- Beda masa laten absolute telinga kanan dan kiri (interneural latency)
- Beda masa laten pada penurunan intensitas bunyi (latency intensity
function)
23
- Rasio amplitudo gelombang V/I yaitu rasio antara nilai puncak gelombang
V ke puncak gelombang I yang akan meningkat dengan menurunnya
intensitas.
D. OTOACUSTIC EMITTION / OAE (Emisi Otoakustik)
Emisi otoakustik merupakan respon koklea yang dihasilkan oleh sel-sel
rambut luar yang dipancarkan dalam bentuk energi akustik. Sel-sel rambut luar
dipersarafi oleh serabut eferen yang mempunyai elektromobilitas, sehingga
pergerakan sel-sel rambut akan menginduksi depolarisasi sel. Pergerakan
mekanik yang besar diinduksi menjadi besar, akibatnya suara yang kecil
diubah menjadi lebih besar. Hal inilah yang menunjukkan bahwa emisi
otoakustik adalah gerakan sel rambut luar dan merefleksikan fungsi koklea.
Sedangkan sel rambut dalam dipersarafi serabut aferan yang berfungsi
mengubah suara menjadi bangkitan listrik dan tidak ada gerakan dari sel
rambut sendiri.13
Gambar 5. Pemeriksaan Otoakustik Emition
Emisi Otoakustik dibagi menjadi dua kelompok, yaitu :
a. Emisi Otoakustik Spontan (Spontaneus Otoacustic Emission / SOAE)
24
SOAE merupakan emisi otoakustik yang dihasilkan koklea tanpa stimulus
dari luar, didapatkan pada 60% telinga sehat, bernada rendah dan
mempunyai nilai klinis rendah.
b. EvokedOtoacustic Emissin / EOAE
EOAE merupakan respon koklea yang timbul dengan adanya stimulus
suara, ada tiga jenis :
1. Stimulus Frequency Otoacustic Emission (SFOAE), adalah respon
yang dibangkitkan oleh nada murni secara terus-menerus, jenis ini
tidak mempunyai arti klinis dan jarang digunakan.
2. Transiently-evoked Otoacustic Emission (TEOAE), merupakan respon
stimulus klikdengan waktu cepat yang timbul 2 – 2,5 ms setelah
pemberian stimulus, TEOAE tidak dapat dideteksi dengan ambang
dengar lebih dari 40 dB.
3. Distortion-product Otoacustic Emission (DPAOE), terjadi karena
stimulus dua nada murni dengan frekuansi tertentu. Nada murni yang
diberikan akan merangsang daerah koklea secara terus menerus.
F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan tuli sensorineural disesuaikan dengan penyebab
ketulian. Tuli karena pemakaian obat-obatan yang bersifat ototoksik, diatasi
dengan penghentian obat. Jika diakibatkan oleh bising, penderita sebaiknya
dipindahkan kerjanya dari lingkungan bising. Bila tidak memungkinkan dapat
menggunakan alat pelindung telinga terhadap bising, seperti sumbat telinga
(ear plug), tutup teling (iear muff) dan pelindung kepala (helmet). Apabila
gangguan pendengaran sudah mengakibatkan kesulitan berkomunikasi bisa
menggunakan alat bantu dengar.13
25
1. Alat Bantu Dengar (ABD)
Rehabilitasi sebagai upaya untuk mengembalikan fungsi pendengaran
dilakukan dengan pemasangan alat bantu dengar (hearing aid). Memasang
suatu alat bantu dengar merupakan suatu proses yang rumit yang tidak
hanya melibatkan derajat dan tipe ketulian, namun juga perbedaan antar
telinga, kecakapan diskriinasi dan psikoakustik lainnya. Selain itu
pertimbangan kosmetik, tekanan sosial dan keluarga. Peraturan dari Food
and DrugAdministration mengharuskan masa uji coba selam 30 hari untuk
alat bantu dengr yang baru, suatu masa untuk mengetahui apakah alat
tersebut cocok dan efektif bagi pemakai.14
Gambar 6. Alat Bantu Dengar
Alat bantu dengar merupakan miniatur dari sistem pengeras untuk suara
umum. Alat ini memiliki mikrofon, suatu amplifier, pengeras suara dan
baterei sebagai sumber tenaga. Selanjutnya dilengkapi kontrol penerimaan,
kontrol nada dan tenaga maksimum. Akhir-akhir ini dilengkapi pula dengan
alat pemproses sinyal otomatis dalam rangka memperbaiki rasio sinyal
bising pada latar belakang.7,14
Komponen-komponen ini dikemas agar dapat dipakai dalam telinga
(DT), atau dibelakang telinga (BT) dan pada tubuh. ABD dibedakan
menjadi beberapa jenis :
- Jenis saku (pocket type, body worrn type)
26
- Jenis belakang telinga (BTE = behind the ear)
- Jenis ITE (In The Ear)
- Jenis ITC (In The Canal)
- Jenis CIC (Completely In the Canal)
Tipe dalam telinga yang terkecil adalah alat bantu dengar ’kanalis’
dengan beberapa komponen dipasang lebih jauh didalam kanalis dan lebih
dekat dengan membrana timpani. Alat bantu tipe kanalis ini sangat populer
karena daya tarik kosmetiknya. Alat ini dapat membantu pada gangguan
pendengaran ringan sampai sedang. Akan tetai alat ini kurang fleksibel dalam
respon frekuansi dan penerimaannya dibanding alat bantu DT dan BT.
Kanalis juga tidak cocok untuk telingan yang kecil karena ventilasi menjadi
sulit.7,13
2. Implan Koklea
Implan koklea merupakan perangkat elektronik yang mempunyai
kemampuan menggantikan fungsi koklea untuk meningkatkan kemampuan
mendengar dan berkomunikasi pada pasien tuli sensorineural berat dan total
bilateral.7
Gambar 7. Implan Koklea
Indikasi pemasangan implan koklea adalah :7
27
- Tuli sensorineural berat bilateral atau tuli total bilateral (anak maupun
dewasa) yang tidak / sedikit mendapat manfaat dari ABD.
- Usia 12 bulan – 17 tahun
- Tidak ada kontra indikasi medis
- Calon pengguna mempunyai perkembangan kognitif yang baik
Kontra Indikasi pemasangan implan koklea antara lain :4
- Tuli akibat kelainan pada jalur pusat (tuli sentral)
- Proses penulangan koklea
- Koklea tidak berkembang
Adapun cara kerja Implan koklea adalah, impuls suara ditangkap oleh
mikrofon dan diteruskan menuju speech processor melalui kabel penghubung.
speech processor akan melakukan seleksi informasi suara yang sesuai dan
mengubahnya menajdi kode suara yang akan disampaikan ke transmiter. Kode
suara akan dipancarkan menembus kulit menuju stimulator. Pada bagian ini
kode suara akan dirubah menjadi sinyal listrik dan akan dikirim menuju
elektrode-elektrode yang sesuai di dalam koklea sehingga menimbulkan
stimulasi serabut-serabut saraf. Pada speech processor terdapat sirkuit khusus
yang berfungsi untuk meredam bising lingkungan.
Keberhasilan implan koklea ditentukan dengan menilai kemampuan
mendengar, pertambahan kosa kata dan pemahaman bahasa.9
G. Pencegahan
Menghindari paparan bising yang berlebihan, menghindari untuk
mengkonsumsi obat – obatn ototoksik, hidup sehat dan bersih, menghindari diri
untuk terkena infeksi terutama infeksi yang dapat menyebabkan SNHL.
28
BAB III
ANALISIS KASUS
3.1. Dasar diagnosis
Dari ilustrasi kasus diatas, merumuskan dari data anamnesis dan
hasil pemeriksaan fisik yang didapatkan serta disesuaikan dengan teori, maka
mengarah pada suatu diagnosis yaitukecurigaanpadatulisaraf (SNHL).
3.2. Anamnesis
29
Dari keluhan utama dan riwayat penyakit pada pasien yang
menyatakan telingakananterasapenuhsejak kurang lebih 1mingguSMRS
disertai penurunan pendengaran yang tidak diketahui secara pasti sejak kapan
(pasienmendugasejak 5 tahun yang lalu) merupakan suatu petunjuk yang
dapat digunakan untuk mengarah ke diagnosistuli. Pada anamnesis juga
pasien mengaku awalnyasulituntukmendengarsuara di
telefo
n.Pasiendiketahuijarangmengorektelinga..demamnyeritelingadanriwayatkelu
arcairandaritelingajugadisangkal. Olehkarenaitu,
kecurigaankelainanterdapatpadatelingadalamatauserabutsaraf.Selain
anamnesistuli,didapatkan pula keluhanbatukberdahak yang
sudahtigaharidengandahak yang kental, putihdanberbaukhassertatidur yang
mendengkur.
Nafaspasienjugadiketahuiberbau.Diketahuisebelumnyapasienmengnsumsigor
eng-gorengan.
3.3. Pemeriksaan Fisik
Dari hasil pemeriksaan fisik, ditemukan kelainan pada pemeriksaan
generalis, yaitutekanandarahpasien 160/100 mmHg. Padapemeriksaantelinga,
didapatkankeadaantelingaluardalamkeadaanbaik.Kesan otitis media
jugatidakditemukan.Namun ketika dilakukan pemeriksaan penala, pada tes
weber didapatkanlateralisasiketelinga yang sehatdanswabach yang
membandingkan antara pendengaran pemeriksa dan pasien, ditemukan hasil
pendengaran pasien memendek yang diartikan sebagai tuli sensori-
neural.Padapemeriksaanmulutdantenggorok, didapatkan tonsil yang kanan-
kiri yang membesarmelebihi 1/3 arkus faring dan faring yang
hiperemissehinggadidapatkankesantonsilofaringitiskronikeksaserbasiakut
30
DAFTAR PUSTAKA
1. Laughlin, ME. Sensorineural Hearing Loss. Diakses: www.hearing-loss –review.com
2. Sjafruddin, et al. Tuli Koklea dan Tuli Retrokoklea. Dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi 6. Jakarta. FKUI. 2007
3. Bashiruddin J. Gangguan Pendengaran Akibat Bising (Noise Induced Hearing Loss). Dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi 6. Jakarta. FKUI. 2007
31
4. Suzuki J, et al. Hearing Impairment An Invisible Disability. Springer, Tokyo. 2004
5. Sherwood Laurale; Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 2. Penerbit: EGC. Jakarta 2006
6. Cummings,W Charles. Auditory Function Test. Otolaryngology Head and Neck Surgery. Second edition. Mosby Year Book. St Louis. 1993;2698-2715
7. Adam GL, Boies LR, Higler PA .Boies. Buku Ajar Penyakit THT Edisi 6. EGC. Jakarta .1997
8. Roland PS, et al. Ototoxicity. Hamilton. London. 20049. Suwento R, et al. Gangguan Pendengaran Pada Geriatri. Dalam Buku Ajar
Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi 6. Jakarta. FKUI. 2007
10. Dobie, RA. Hearing Loss (Determining Eligibility for Social Security Benefits). The National Academies Press. Washington, DC. 2005
11. Rambe, AY. Gangguan Pendengaran Akibat Bising. Fakultas Kedokteran Bagian Ilmu Penyakit THT. USU
12. Hadjar. E,et al. Penyakit Meniere. Dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi 6. Jakarta. FKUI
13. Soetirto, I, et al. Gangguan Pendengaran (Tuli). Dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi 6. Jakarta. FKUI. 2007
14. Moore,keith L. Anatomi Klinis Dasar.EGC. Jakarta .2002
32