case snhl

46
BAB I ILUSTRASI KASUS 1.1. Identitas Pasien Pasien datang ke Poli THT RSUD Bekasi pada tanggal 31November 2013 Nama : Tn. S Jenis kelamin : Laki-Laki Umur : 46 tahun Agama :Islam Alamat :Bekasi Pendidikan : Sarjana Pekerjaan : Buruh 1.2. Anamnesis Anamnesis secara autoanamnesis pada pasien pada tanggal 31November2013 di Poli THT RSUD Bekasi Keluhan Utama Pasien datang dengan keluhan telinga kananterasapenuhsejak 1 minggusebelummaukRumahSakit (SMRS) Keluhan Tambahan Pasien merasa pendengaran pada kedua telinganya menjadi semakin menurunsejak 5 tahun SMRS, Batukberdahak 1

Upload: hafif-kusasi

Post on 13-Dec-2015

13 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

SNHL

TRANSCRIPT

BAB I

ILUSTRASI KASUS

1.1. Identitas Pasien

Pasien datang ke Poli THT RSUD Bekasi pada tanggal 31November 2013

Nama : Tn. S

Jenis kelamin : Laki-Laki

Umur : 46 tahun

Agama :Islam

Alamat :Bekasi

Pendidikan : Sarjana

Pekerjaan : Buruh

1.2. Anamnesis

Anamnesis secara autoanamnesis pada pasien pada tanggal 31November2013

di Poli THT RSUD Bekasi

Keluhan Utama

Pasien datang dengan keluhan telinga kananterasapenuhsejak 1

minggusebelummaukRumahSakit (SMRS)

Keluhan Tambahan

Pasien merasa pendengaran pada kedua telinganya menjadi

semakin menurunsejak 5 tahun SMRS, Batukberdahak

Riwayat PenyakitSekarang

Pasien datang ke Poli THT RSUD Bekasi dengan keluhan telinga

kananterasapenuhsejak 1 minggusebelummaukRumahSakit (SMRS)

Pada awalnya keluhan bermula ketika pasien sedang

duduksantaidirumahdengan keluarga, tibatiba pasien

merasatelingakanannyatertutup. Pasien saat itu merasa

terkejutdanmeneteskan air keranrumahnyakedalamtelinganya,

tapikeluhantidakmembaikdanmulaiterasapenuh (sepertiada air yang

1

tidakbisakeluar).Pasienjarangmengorektelinganya (1 kali per

bulandengan cotton

bud)..Pasienjugamerasaperlahanlahanpendengarannyamakinmenuruns

ejakkuranglebih 5 tahun SMRS.Pasien tidak tahu persis

bagaimanaawalnya pendengaran mulai menurun, namun menurut

pasien, ia menjadisulit untuk mendengar suara di telepon. Riwayat

bekerja ditempat dengan suara yang keras atau bising disangkal.

Pasien mengaku saatinisedakbatukberdahaksejak 3 hari

SMRS, dahakwarnaputih, kentaldanberbaukhas.

Batukdirasakanpasiensetelahmalamsebelumnyamengomsumsi goring-

gorengan.Nafasjugadiakuipasienmenjadiberbau.Tidurmendengkur.Ny

eritekan area

wajahdisangkal.Nyeriketikaposisisujuddisangkal.Demamdisangkal.Be

rsin-bersin di pagiharidisangkal.Riwayat pusing sampai merasa mual

dan muntah jugadisangkal oleh pasien.Riwayat trauma

sebelumnyaterutama di

daerahkepalaataubepergiandenganpesawatterbangdisangkal.Riwayat

pernah keluar cairan dari telinga

disangkal.Pasientidaksedangmengonsumsiobatapapun.

Riwayat Penyakit Dahulu

a. Alergi (-)

b. Diabetes Mellitus (-)

c. Keadaan yang sama seperti ini sebelumnya pernahdirasakan 5

tahunlalu, pasienberobatkepoliklinikspesialis THT

dantelingannyadibersihkan, lalukeluhanmembaik

d. Hipertensitidakdiketahui

Riwayat Penyakit Keluarga

a. Tidak ada keluarga yang mengalami keluhan yang sama

b. Alergi (-)

c. Diabetes Mellitus (-)

2

d. Hipertensi (-)

Riwayatkebiasaan

Pasien mengaku tidak suka membersihkan telinga dengan cotton

buds, dan sering mengelap telinga yang basah dengan handuk.

Pasienmerokok 5 batang/haridenganrokok filter sejak 30 tahun SMRS

1.3. Pemeriksaan Fisik

Dilakukan pemeriksaan fisik pada tanggal 31 Oktober2013 di Poli THT

RSUD Bekasi

Keadaan umum:

Kesan sakit : Tampak sakit ringan

Kesadaran : Compos mentis

Tanda Vital

Tekanan darah : 160/100 mmHg

Frekuensi nadi           : 90kali/menit (isi cukup, kuat, dan regular)

Frekuensi Napas        : 20kali/menit

Suhu Tubuh               : 36,6 o C

Status Generalis

Kepala

a. Bentuk : tidak ada deformitas

b. Wajah bentuk simetris, tidak tampak pucat.

c. Rambut : tampak rambut berwana hitamsebagianputih, distribusi

merata, tidak mudah dicabut

Mata

a. Exophthalmus                         : tidak ada                  

b. Enopthalmus                           : tidak ada

c. Kelopak                                  : edema (-), ptosis (-)         

d. Lensa                                       : jernih

e. Konjungtiva                            : anemis - / -                

f. Sklera                                      : ikterik - / -                

3

g. Gerakan mata                          : normal                              

h. Pupil                                     : bulat isokor, RCL +/+ RCTL+/+

Telinga

a. Daun telinga bentuk normotia

b. Liang Telinga: serumen + minimal dekstra dan sinistra, secret-/-

c. Membran timpani  dekstra dan sinistra intak, suram

Hidung

a. Pernapasan cuping hidung (-)

b. Bentuk normal, tidak ada deviasi septum

c. Mukosa tidak hiperemis

d. Sekret hidung (-)

e. Tidak ada epistaksis

Bibir

a. Simetris

b. Mukosa lembab

c. Sianosis (-)

d. Pucat (-)

Mulut dantenggorokan

a. Uvula ditengah, palatum dan faring hiperemis

b. Tidak ada labiopalatoschizis.

c. Tonsil T3 (dekstra) – T2 (sinistra), hiperemis, detritus (-)

Leher

a. Tidak terdapat pembesaran KGB submandibula 

b. Kelenjar tiroid tidak teraba membesar

c. Trakea lurus di tengah

Thorax

a. Tampak simetris

b. Retraksi suprasternal (-)

4

Paru

a. Inspeksi : simetris kanan kiri

b. Palpasi : tidak dilakukan

c. Perkusi : tidak dilakukan

d. Auskultasi : Suara nafas vesikuler +/+, Rhonki -/-, wheezing -/-

Jantung

a. Inspeksi : tidak tampak pulsus iktus kordis

b. Palpasi : tidak dilakukan

c. Perkusi : tidak dilakukan

d. Auskultasi      : Bunyi jantung  I dan II normal, regular, murmur

(-), gallop(-)

Abdomen

a. Inspeksi         : datar, simetris

b. Palpasi           : tidak dilakukan

c. Perkusi          : tidak dilakukan

d. Auskultasi    : Bising usus (+) normal

Kelenjar

a. Submandibula  : tidak teraba

b. Cervical            : tidakteraba 

c. Supraklavikula : tidakteraba  

d. Ketiak             : tidak teraba  

e. Inguinal       : tidak teraba

Ekstremitas

a. Akral hangat +/+

b. Edema -/-

c. Sianosis -/-

d. Pucat -/-

e. CRT < 2detik

Kulit

a. Warna : sawo matang

b. Jaringan parut : tidak ada                              

5

c. Pigmentasi : -

d. Pertumbuhan rambut : merata                                  

e. Lembab / kering : lembab

f. Suhu raba : hangat                                  

g. Turgor : baik

h. Keringat Umum : +  

i. Petechie : tidak ada                                   

j. Ikterus : (-)     

Status Lokalis THT

TELINGA KANAN KIRI

Liang Telinga Lapang Lapang

Serumen (+)minimal (+)minimal

Sekret (-) (-)

Membran Timpani Intak, suram Intak, suram

Nyeri Tekan Tragus (-) (-)

HIDUNG

Cavum nasi Lapang Lapang

Sekret (-) (-)

Konka Eutrofi Eutrofi

TENGGOROKAN

Uvula Ditengah

Faring Hiperemis (+)

Tonsil T3/T2hiperemis, detritus (-)

Pemeriksaan Fisik Khusus

a. Pendengaran

Pemeriksaan Kanan Kiri

Rinne + +

Weber Lateralisasiketelingakiri (sehat)

Swabach Memendek Memendek

6

b. Keseimbangan

Uji Romberg dipertajam (-)

1.4. Pemeriksaan Penunjang

Tidak dilakukan

1.5. Resume

Pasien laki-laki usia 46 tahun datang dengan keluhan telinga

kananterasapenuhsejak 1 minggusebelummaukRumahSakit (SMRS) dan

pendengarannya semakin menurun. Keluhan bermula ketika pasien sedang

duduksantaidirumahdengan keluarga, tibatiba pasien

merasatelingakanannyatertutup. Pasienlalumeneteskan air

keranrumahnyakedalamtelinganya,

tapikeluhantidakmembaikdanmulaiterasapenuh (sepertiada air yang

tidakbisakeluar).Pasienjarangmengorektelinganya (1 kali per bulandengan

cotton

bud)..Pasienjugamerasaperlahanlahanpendengarannyamakinmenurunsejakkura

nglebih 5 tahunSMRS., awalnya sulit untuk mendengar suara di telepon.

Riwayat bekerja ditempat dengan suara yang keras atau bising disangkal.

Pasien mengaku saatinisedakbatukberdahaksejak 3 hari SMRS,

dahakwarnaputih, kentaldanberbaukhas.

Nafasjugadiakuipasienmenjadiberbau.Tidurmendengkur.Bersin-bersin di

pagiharidisangkal.Riwayat pusing sampai merasa mual dan muntah

jugadisangkal oleh pasien.. Riwayat pernah keluar cairan dari telinga

disangkal.Pasientidaksedangmengonsumsiobatapapun.

Secara umum pemeriksaan fisik keadaan umum dan status

generalis dalam batas normal, kecuali tekanan darah 160/100mmHg. namun

pada pemeriksaan pendengaran ditemukan weber lateralisasi ke telinga yang

sehat dan swabach yang memendek. Pada pemeriksaan mulut dan tenggorok

didapatkan tonsil T3-T2 hiperemis dengan faring yang juga hiperemis

7

1.6. Diagnosis Kerja

Susp.SNHL

TonsiloFaringitisKronikeksaserbasiAkut

Hipertensi Grade II

1.7. Diagnosis Banding

CHL

MHL

1.8. Pemeriksaan Anjuran

Pemeriksaan AudiometriNadaMurni

1.9. Penatalaksanaan

1.9.1. Non Medikamentosa

Rehabilitasi dengan pemasangan alat bantu dengar

Latihan membaca

Latihan mendengar

Istirahat yang cukup

Kumurdengan air hangatatauantiseptik

Diet rendah garam dan rendah kolesterol

1.9.2. Medikamentosa

Vitamin B12

Amoxicillin 3x500 mgselama 6 hari

1.10. Prognosis

Ad Vitam : Bonam

Ad functionam : Dubia ad malam

Ad sanationam : Dubia ad bonam

8

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sensorineural Hearing Loss

Sensori-neural hearing loss (SNHL) adalah gangguan pendengaran yang

dapat bersifat total maupun parsial yang dapat mempengaruhi salah satu telinga

ataupun kedua – duanya. Keadaan ini ditandai oleh hilangnya kemampuan

mendengar yang dapat disebabkan oleh gangguan di telinga dalam, gangguan

pada jaras saraf dari telinga dalam ke otak serta gangguan di otak.

Tuli sensorineural adalah tuli yang terjadi karena terdapatnya gangguan

jalur hantaran suara pada sel rambut koklea (telinga tengah), nervus VIII

(vestibulokoklearis), atau pada pusat pendengaran di lobus temporalis otak.1,2

Tuli sensorineural disebut juga dengan tuli saraf atau tuli perseptif. Tuli

sensorineural ini dibagi 2:2,3

Tuli koklea, yaitu apabila gangguan terdapat pada reseptor atau

mekanisme penghantar pada koklea (Dorland, ed 29). Biasanya

disebabkan aplasia, labirinitis, intoksikasi obat ototoksik atau alkohol.

Pada tuli koklea ini terjadi suatu fenomena rekrutmen dimana terjadi

peningkatan sensitifitas pendengaran yang berlebihan di atas ambang

dengar. Pada kelainan koklea pasien dapat membedakan bunyi 1 dB,

sedangkan orang normal baru dapat membedakan bunyi 5 dB.

Tuli retrokoklea, yaitu apabila terdapat gangguan pada nervus

vestibulokoklearis atau satu dari area pendengaran di lobus temporalis

10

otak. Pada tuli retrokoklea terjadi kelelahan (fatigue) yang merupakan

adaptasi abnormal, dimana saraf pendengaran cepat lelah bila dirangsang

terus menerus. Bila diberi istirahat, maka akan pulih kembali.

Untuk membedakan tuli koklea dan tuli retrokoklea diperlukan pemeriksaan

audiologi khusus.3

2.2. EtiologiSNHL

Penyebab tuli sensorineural dibagi menjadi:

1. Koklea

Penyebab tuli sensorineural yang berasal dari koklea terdiri dari:

1.1. Labirinitis (oleh bakteri/ virus)

Merupakan suatu proses radang yang melibatkan telinga dalam, paling

sering disebabkan oleh otitis media kronik dan berat. Penyebab lainnya bisa

disebabkan oleh meningitis dan infeksi virus. Pada otitis media maligna,

kolesteatom paling sering menyebabkan labirinitis, yang mengakibatkan

kehilangan pendengaran mulai dari yang ringan sampai yang berat.4

Pada labirintitis virus, terjadi kerusakan pada organ Corti, membrana

tektoria dan selubung myelin saraf akustik. Labirinitis serosa terjadi ketika

toksin bakteri dan mediator inflamasi host misalnya sitokin, enzim dan

komplemen melewati membran tingkap bundar dan menyebabkan inflamasi

labirin. Kondisi ini dihubungkan dengan penyakit telinga tengah akut atau

kronis. Toksin, enzim dan produk inflamasi lainnya menginfiltrasi skala

timpani dan membentuk suatu presipitat halus di bagian medial dari membran

11

tingkap bundar. Penetrasi agen inflamasi ke endolimfe pada membran basilaris

koklea mengakibatkan tuli sensorineural frekuensi sedang-tinggi.4

1.2. Obat ototoksik

Obat ototoksik merupakan obat yang dapat menimbulkan gangguan

fungsi dan degenerasi seluler telinga dalam dan saraf vestibuler. Gejala utama

yang dapat timbul akibat ototoksisitas ini adalah tinnitus, vertigo, dan

gangguan pendengaran yang bersifat sensorineural.1,5,6Ada beberapa obat yang

tergolong ototoksik, diantaranya:7,8

a. Antibiotik

- Aminogliksida : streptomisin, neomisin, kanamisin, gentamisin,

Tobramisin, Amikasin dan yang baru adalah Netilmisin dan Sisomisin.

- Golongan macrolide: Eritromisin

- Antibiotic lain: kloramfenikol

b. Loop diuretic : Furosemid, Ethyrynic acid, dan Bumetanides

c. Obat anti inflamasi: salisilat seperti aspirin

d. Obat anti malaria: kina dan klorokuin

e. Obat anti tumor : bleomisin, cisplatin

Kerusakan yang ditimbulkan oleh preparat ototoksik tersebut antara lain:

1. Degenerasi stria vaskularis. Kelainan patologi ini terjadi pada penggunaan

semua jenis obat ototoksik

2. Degenerasi sel epitel sensori. Kelainan patologi ini terjadi pada organ korti

dan labirin vestibular, akibat penggunaan antibiotika aminoglikosida sel

12

rambut luar lebih terpengaruh daripada sel rambut dalam, dan perubahan

degeneratif ini terjadi dimulai dari basal koklea dan berlanjut terus hingga

akhirnya sampai ke bagian apeks

3. Degenerasi sel ganglion. Kelainan ini terjadi sekunder akibat adanya

degenerasi dari sel epitel sensori

Umumnya efek yang ditimbulkan bersifat irreversible, kendatipun bila

dideteksi cukup dini dan pemberian obat dihentikan, sebagian ketulian dapat

dipulihkan.

1.3. Presbikusis

Merupakan tuli sensorineural frekuensi tinggi yang terjadi pada orang

tua, akibat mekanisme penuaan pada telinga dalam. Umumnya terjadi mulai

usia 65 tahun, simetris pada kedua telinga, dan bersifat progresif.,6,14Pada

presbikusis terjadi beberapa keadaan patologik yaitu hilangnya sel-sel rambut

dan gangguan pada neuron-neuron koklea. Secara kilnis ditandai dengan

terjadinya kesulitan untuk memahami pembicaraan terutama pada tempat yang

ribut/ bising.7,9

1.4. Tuli mendadak

Tuli mendadak merupakan tuli sensorineural berat yang terjadi tiba-tiba

tanpa diketahui pasti penyebabnya.Tuli mendadak didefinisikan sebagai

penurunan pendengaran sensorineural 30 dB atau lebih paling sedikit tiga

frekuensi berturut-turut pada pemeriksaan audiometri dan berlangsung dalam

waktu kurang dari tiga hari. Iskemia koklea merupakan penyebab utama tuli

mendadak, keadaan ini dapt disebabkan oleh karena spasme, trombosis atau

13

perdarahan arteri auditiva interna. Pembuluh darah ini merupakan suatu end

artery sehingga bila terjadi gangguan pada pembuluh darah ini koklea sangat

mudah mengalami kerusakan. Iskemia mengakibatkan degenerasi luas pada

sel-sel ganglion stria vaskularis dan ligamen spiralis, kemudian diikuti dengan

pembentukan jaringan ikat dan penulangan. Kerusakan sel-sel rambut tidak

luas dan membrana basilaris jarang terkena.3,10

1.5. Kongenital

Menurut Konigsmark, pada tuli kongenital atau onset-awal yang

disebabkan oleh faktor keturunan, ditemukan bahwa 60-70 % bersifat otosom

resesif, 20-30% bersifat otosom dominan sedangkan 2% bersifat X-linked. Tuli

sensorineural kongenital dapat berdiri sendiri atau sebagai salah satu gejala dari

suatu sindrom, antara lain Sindrom Usher (retinitis pigmentosa dan tuli

sensorineural kongenital), Sindrom Waardenburg (tuli sensorineural kongenital

dan canthus medial yang bergeser ke lateral, pangkal hidung yang melebar,

rambut putih bagian depan kepala dan heterokromia iridis) dan Sindrom Alport

(tuli sensorineural kongenital dan nefritis).7,10

1.6. Trauma

Trauma pada telinga dapat dibagi menjadi dua bentuk yaitu trauma

akustik dan trauma mekanis. Trauma tertutup ataupun langsung pada tulang

temporal bisa mengakibatkan terjadinya tuli sensorineural. Diantara semua

trauma, trauma akustik merupakan trauma paling umum penyabab tuli

sensorineural.

14

Fraktur tulang temporal dapat menyebabkan tuli sensorineural unilateral

dan tuli konduksi. Tuli sensorineural terjadi jika fraktur tersebut melibatkan

labirin. Trauma dapat menimbulkan perpecahan pada foramen ovale sehingga

perilymph bocor ke telinga. Pasien tiba-tiba mengalami kehilangan

pendengaran, bersama dengan tinnitus dan vertigo.

1.7. Tuli akibat bising

Bising adalah suara atau bunyi yang mengganggu dan tidak dikehendaki.

Hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya bising itu sangat subyektif, tergantung

dari masing-masing individu, waktu dan tempat terjadinya bising. Sedangkan

secara audiologi, bising adalah campuran bunyi nada murni denganberbagai

frekwensi.

Bising dengan intensitas 80 dB atau lebih dapat mengakibatkan

kerusakan reseptor pendengaran corti pada telinga dalam. Hilangnya

pendengaran sementara akibat pemaparan bising biasanya sembuh setelah

istirahat beberapa jam ( 1 – 2 jam ). Bising dengan intensitas tinggi dalam

waktu yang cukup lama ( 10 – 15 tahun ) akan menyebabkan robeknya sel-sel

rambut organ Corti sampai terjadi destruksi total organ Corti.Hal yang

mempermudah seseorang menjadi tuli akibat terpapar bising antara lain

intensitas bising yang lebih tinggi, berfrekwensi tinggi, lebih lama terpapar

bising, kepekaan individu dan faktor lain yang dapat menimbulkan ketulian.3

Tuli akibat bising mempengaruhi organ Corti di koklea terutama sel-sel

rambut. Daerah yang pertama terkena adalah sel-sel rambut luar yang

menunjukkan adanya degenerasi yang meningkat sesuai dengan intensitas dan

15

lama paparan. Stereosilia pada sel-sel rambut luar menjadi kurang kaku

sehingga mengurangi respon terhadap stimulasi. Dengan bertambahnya

intensitas dan durasi paparan akan dijumpai lebih banyak kerusakan seperti

hilangnya stereosilia. Daerah yang pertama kali terkena adalah daerah basal.

Dengan hilangnya stereosilia, sel-sel rambut mati dan digantikan oleh jaringan

parut. Semakin tinggi intensitas paparan bunyi, sel-sel rambut dalam dan sel-

sel penunjang juga rusak. Dengan semakin luasnya kerusakan pada sel-sel

rambut, dapat timbul degenerasi pada saraf yang juga dapat dijumpai di

nukleus pendengaran pada batang otak.3,11

2 Retrokoklea

2.1. Penyakit Meniere

Penyakit Meniere merupakan penyakit yang terdiri dari trias atau

sindrom Meniere yaitu vertigo, tinnitus dan tuli sensorineural. Penyebab pasti

dari penyakit meniere belum diketahui, tapi dipercaya penyebab dari penyakit

ini berhubungan dengan hidrops endolimfe atau kelebihan cairan di telinga

dalam. Ini disebabkan cairan endolimfe keluar dari saluran yang normal

mengalir ke area lain yang menyebabkan terjadinya gangguan.Ini mungkin

dihubungkan dengan pembengkakan sakus endolimfatik atau jaringan di

system vestibuler dari telinga dalam yang merangsang organ keseimbangan.

Gejala klinis penyakit ini disebabkan adanya hidrops endolimfe pada

koklea dan vestibulum. Hidrops yang terjadi mendadak dan hilang timbul

diduga disebabkan oleh:

16

1. Meningkatnya tekanan hidrostatik pada ujung arteri

2. Meningkatnya tekanan osmotik ruang kapiler

3. Berkurangnya tekanan osmotik di dalam kapiler

4. Tersumbatnya jalan keluar sakus endolimfatikus sehingga terjadi

penimbunan cairan endolimfe

Hal-hal di atas pada awalnya menyebabkan pelebaran skala media

dimulai dari daerah apeks koklea kemudian dapat meluas mengenai bagian

tengah dan basal koklea. Hal inilah yang menjelaskan terjadinya tuli

sensorineural nada rendah penyakit Meniere.12

2.2. Neuroma Akustik

Neuroma akustik adalah tumor intrakrania yang berasal dari selubung sel

Schwann nervus vestibuler atau nervus koklearis. Lokasi tersering berada di

cerebellopontin angel.

Neuroma akustik berasal dari saraf vestibularis dengan gambaran

makroskopis berkapsul, konsistensi keras, bewarna kuning kadang putih atau

translusen dan bisa disertai komponen kistik maupun perdarahan. Neuroma

akustik ini diduga berasal dari titik dimana glia (central) nerve sheats

bertransisi menjadi sel Schwann dan fibroblast. Lokasi transisi ini biasanya

terletak di dalam kanalis auditoris internus. Tumor akan tumbuh dalam kanalis

auditoris internus dan menyebabkan pelebaran diameter dan kerusakan dari

bibir bawah porus. Selanjutnya akan tumbuh dan masuk ke cerebellopontin

angel mendorong batang otak dan cerebellum.

Tuli akibat neuroma akustik ini terjadi akibat:

17

a. trauma langsung terhadap nervus koklearis

b. gangguan suplai darah ke koklea

Trauma langsung yang progresif menyebabkan tuli sensorineural yang

berjalan progresif lambat sedangkan pada gangguan suplai darah koklea

ditemukan tuli sensorineural mendadak dan berfluktuasi.

E. Diagnosis

1.1. Anamnesis

Anamnesis menunjukkan gejala penurunan pendengaran, baik yang terjadi

secara mendadak maupun yang terjadi secara progresif.Gejala klinis sesuai

dengan etiologi masing-masing penyakit.

1.2. Pemeriksaan Fisik

Penderita tuli sensorineural cenderung berbicara lebih keras dan

mengalami gangguan pemahaman kata sehingga pemeriksa sudah dapat

menduga adanya suatu gangguan pendengaran sebelum dilakukan pemeriksaan

yang lebih lanjut. Pada pemeriksaan otoskop, liang telinga dan membrana

timpani tidak ada kelainan.

1.3. Pemeriksaan tambahan/penunjang lain yang biasa digunakan adalah :

A. Tes Penala

Pemeriksaan ini merupakan tes kualitatif dengan menggunakan garpu tala

512 Hz. Terdapat beberapa macam tes penala, seperti tes Rinne, tes Weber dan

tes Schwabach.

18

Gambar1. Garpu Tala

Tes Rinne

Gambar 2. Tes Rinne

Tujuan: membandingkan hantaran melalui udara dengan hantaran melalui

tulang pada satu telinga penderita.

Cara kerja: garpu tala digetarkan, letakkan tangkainya tegak lurus pada

prosesus mastoid penderita sampai penderita tidak mendengar, kemudian cepat

pindahkan ke depan liang telinga penderita kira-kira 2,5 cm.

Interpretasi : * Bila penderita masih mendengar disebut Rinne positif

* Bila penderita tidak mendengar disebut Rinne negatif

Pada tuli sensorineural, Tes Rinne positif.

19

Tes Weber

Gambar 3. Tes Weber

Tujuan: Membandingkan hantaran tulang antara kedua telinga penderita.

Cara kerja: Garpu tala digetarkan, letakkan di garis tengah kepala (verteks,

dahi, pangkal hidung, di tengah-tengah gigi seri atau di dagu).

Interpretasi : * Apabila bunyi garpu tala terdengar keras padasalah satu telinga

disebut weber lateralisasi ke telinga tersebut.

* Bila tidak dapat dibedakan, kearah mana bunyi terdengar lebih

keras disebut weber tidak ada leteralisasi.

Pada tuli sensorineural, lateralisasi kearah telinga yang sehat.

Tes Schwabach

Tujuan: Membandingkan hantaran tulang penderita denganpemeriksa yang

pendengarannya normal.

Cara kerja : Garpu tala digetarkan, letakkan garpu tala pada prosesus

mastoideus penderita sampai tidak terdengar bunyi. Kemudian tangkai penala

segera dipindahkan pada prosesus mastoideus pemeriksa.

Interpretasi :

20

* Bila pemeriksa masih mendengar getaran garpu tala, disebut schwabach

memendek. Ini mempunyai arti klinis tuli semsorineural.

* Bila pemeriksa tidak mendengar getaran garpu tala, maka pemeriksaan diulangi

dengan garpu tala diletakkan terlebih dahulu di prosesus mastoideus

pemeriksa. Jika penderita masih dapat mendengar disebut schwabach

memanjang (tuli konduktif) dan jika penderita tidak mendengar disebut

schwabach normal.

B. Audiometri

Pada pemeriksaan audiometri, dibuat grafik (audigram) yang merupakan

ambang pendengaran penderitalewat hantaran tulang (bone conduction = BC)

dan hantaran udara (air condation = AC) dan pemeriksaan audiometri ini

bersifat kuantitatif dengan frekuensi suara 125, 500, 1000, 2000, 4000, dan

8000 Hz.

Pada Tuli sensorineural, dari penilaian audiogram didapatkan :13

- AC dan BC lebih dari 25 Db

- AC dan BC tidak terdapat gap

Selain dapat menentukan jenis tuli yang diderita, dengan audiogram kita

juga menentukan derajat ketulian, yang dihitung hanya dengan ambang dengar

(AD) hantaran udaranya (AC) saja.

21

Ambang dengar (AD) : AD 500 Hz + AD 1000 Hz + AD 2000 Hz + AD 4000 Hz

4

Interpretasi derajat ketulian menurut ISO :

0 – 25 dB : normal

>25 – 40 dB : tuli ringan

>40 – 55 dB : tuli sedang

>55 – 70 dB : tuli sedang berat

>70 – 90 dB : tuli berat

>90 dB : tuli sangat berat

C. Brainstem Evoked Respone Audiometry (BERA)

BERA merupakan suatu pemeriksaaan untuk menilai fungsi pendengaran

dan fungsi N.VIII. Cara pemeriksaan ini bersifat objektif, tidak invasif.

Pemeriksaan ini bermanfaat terutama pada keadaan dimana tidak

memungkinkannya dilakukan pemeriksaan pendengaran biasa, misalnya pada

bayi, anak dengan gangguan sifat dan tingkah laku, intelegensi rendahdan

kesadaran menurun. Pada orang dewasa juga bisa digunakan pada orang yang

berpura-pura tuli (malingering) atau pada kecurigaan tuli sensorineural

retrokoklea.13

22

Gambar 4. Pemeriksaan BERA

Prinsip pemeriksaan BERA adalah menilai perubahan potensial listrik di

otak setelah pemberian rangsangsensoris berupa bunyi. Rangsang bunyi yang

diberikan melalui headphone akan menempuh perjalanan melalui N.VIII di

koklea (gelombang I), nucleus koklearis (gelombang II), nucleus olivarius

superior (gelombang III), lemnikus lateralis (gelombang IV), kolikulus inferior

(gelombang V) kemudian menuju ke korteks auditorius di lobus temporal otak.

Perubahan potensial listrik di otak akan diterima oleh elektroda di kulit kepala,

dari gelombang yang timbul di setiap nucleus saraf sepanjang jalur saraf

pendengaran tersebut dapt dinilai bentuk gelombang dan waktu yang

diperlukan dari saat pemberian rangsang suara sampai mencapai nucleus-

nukleus saraf tersebut. Dengan demikian setiap keterlambatan waktu untuk

mencapai masing-masing nucleus saraf dapat memeri arti klinis keadaan saraf

pendengara, maupun jaringan otak disekitarnya.13

Penilaian BERA :

- Masa laten absolute gelombang I, III, V

- Beda masing-masing masa laten absolute (interwave latency I – V, I – III,

III – V)

- Beda masa laten absolute telinga kanan dan kiri (interneural latency)

- Beda masa laten pada penurunan intensitas bunyi (latency intensity

function)

23

- Rasio amplitudo gelombang V/I yaitu rasio antara nilai puncak gelombang

V ke puncak gelombang I yang akan meningkat dengan menurunnya

intensitas.

D. OTOACUSTIC EMITTION / OAE (Emisi Otoakustik)

Emisi otoakustik merupakan respon koklea yang dihasilkan oleh sel-sel

rambut luar yang dipancarkan dalam bentuk energi akustik. Sel-sel rambut luar

dipersarafi oleh serabut eferen yang mempunyai elektromobilitas, sehingga

pergerakan sel-sel rambut akan menginduksi depolarisasi sel. Pergerakan

mekanik yang besar diinduksi menjadi besar, akibatnya suara yang kecil

diubah menjadi lebih besar. Hal inilah yang menunjukkan bahwa emisi

otoakustik adalah gerakan sel rambut luar dan merefleksikan fungsi koklea.

Sedangkan sel rambut dalam dipersarafi serabut aferan yang berfungsi

mengubah suara menjadi bangkitan listrik dan tidak ada gerakan dari sel

rambut sendiri.13

Gambar 5. Pemeriksaan Otoakustik Emition

Emisi Otoakustik dibagi menjadi dua kelompok, yaitu :

a. Emisi Otoakustik Spontan (Spontaneus Otoacustic Emission / SOAE)

24

SOAE merupakan emisi otoakustik yang dihasilkan koklea tanpa stimulus

dari luar, didapatkan pada 60% telinga sehat, bernada rendah dan

mempunyai nilai klinis rendah.

b. EvokedOtoacustic Emissin / EOAE

EOAE merupakan respon koklea yang timbul dengan adanya stimulus

suara, ada tiga jenis :

1. Stimulus Frequency Otoacustic Emission (SFOAE), adalah respon

yang dibangkitkan oleh nada murni secara terus-menerus, jenis ini

tidak mempunyai arti klinis dan jarang digunakan.

2. Transiently-evoked Otoacustic Emission (TEOAE), merupakan respon

stimulus klikdengan waktu cepat yang timbul 2 – 2,5 ms setelah

pemberian stimulus, TEOAE tidak dapat dideteksi dengan ambang

dengar lebih dari 40 dB.

3. Distortion-product Otoacustic Emission (DPAOE), terjadi karena

stimulus dua nada murni dengan frekuansi tertentu. Nada murni yang

diberikan akan merangsang daerah koklea secara terus menerus.

F. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan tuli sensorineural disesuaikan dengan penyebab

ketulian. Tuli karena pemakaian obat-obatan yang bersifat ototoksik, diatasi

dengan penghentian obat. Jika diakibatkan oleh bising, penderita sebaiknya

dipindahkan kerjanya dari lingkungan bising. Bila tidak memungkinkan dapat

menggunakan alat pelindung telinga terhadap bising, seperti sumbat telinga

(ear plug), tutup teling (iear muff) dan pelindung kepala (helmet). Apabila

gangguan pendengaran sudah mengakibatkan kesulitan berkomunikasi bisa

menggunakan alat bantu dengar.13

25

1. Alat Bantu Dengar (ABD)

Rehabilitasi sebagai upaya untuk mengembalikan fungsi pendengaran

dilakukan dengan pemasangan alat bantu dengar (hearing aid). Memasang

suatu alat bantu dengar merupakan suatu proses yang rumit yang tidak

hanya melibatkan derajat dan tipe ketulian, namun juga perbedaan antar

telinga, kecakapan diskriinasi dan psikoakustik lainnya. Selain itu

pertimbangan kosmetik, tekanan sosial dan keluarga. Peraturan dari Food

and DrugAdministration mengharuskan masa uji coba selam 30 hari untuk

alat bantu dengr yang baru, suatu masa untuk mengetahui apakah alat

tersebut cocok dan efektif bagi pemakai.14

Gambar 6. Alat Bantu Dengar

Alat bantu dengar merupakan miniatur dari sistem pengeras untuk suara

umum. Alat ini memiliki mikrofon, suatu amplifier, pengeras suara dan

baterei sebagai sumber tenaga. Selanjutnya dilengkapi kontrol penerimaan,

kontrol nada dan tenaga maksimum. Akhir-akhir ini dilengkapi pula dengan

alat pemproses sinyal otomatis dalam rangka memperbaiki rasio sinyal

bising pada latar belakang.7,14

Komponen-komponen ini dikemas agar dapat dipakai dalam telinga

(DT), atau dibelakang telinga (BT) dan pada tubuh. ABD dibedakan

menjadi beberapa jenis :

- Jenis saku (pocket type, body worrn type)

26

- Jenis belakang telinga (BTE = behind the ear)

- Jenis ITE (In The Ear)

- Jenis ITC (In The Canal)

- Jenis CIC (Completely In the Canal)

Tipe dalam telinga yang terkecil adalah alat bantu dengar ’kanalis’

dengan beberapa komponen dipasang lebih jauh didalam kanalis dan lebih

dekat dengan membrana timpani. Alat bantu tipe kanalis ini sangat populer

karena daya tarik kosmetiknya. Alat ini dapat membantu pada gangguan

pendengaran ringan sampai sedang. Akan tetai alat ini kurang fleksibel dalam

respon frekuansi dan penerimaannya dibanding alat bantu DT dan BT.

Kanalis juga tidak cocok untuk telingan yang kecil karena ventilasi menjadi

sulit.7,13

2. Implan Koklea

Implan koklea merupakan perangkat elektronik yang mempunyai

kemampuan menggantikan fungsi koklea untuk meningkatkan kemampuan

mendengar dan berkomunikasi pada pasien tuli sensorineural berat dan total

bilateral.7

Gambar 7. Implan Koklea

Indikasi pemasangan implan koklea adalah :7

27

- Tuli sensorineural berat bilateral atau tuli total bilateral (anak maupun

dewasa) yang tidak / sedikit mendapat manfaat dari ABD.

- Usia 12 bulan – 17 tahun

- Tidak ada kontra indikasi medis

- Calon pengguna mempunyai perkembangan kognitif yang baik

Kontra Indikasi pemasangan implan koklea antara lain :4

- Tuli akibat kelainan pada jalur pusat (tuli sentral)

- Proses penulangan koklea

- Koklea tidak berkembang

Adapun cara kerja Implan koklea adalah, impuls suara ditangkap oleh

mikrofon dan diteruskan menuju speech processor melalui kabel penghubung.

speech processor akan melakukan seleksi informasi suara yang sesuai dan

mengubahnya menajdi kode suara yang akan disampaikan ke transmiter. Kode

suara akan dipancarkan menembus kulit menuju stimulator. Pada bagian ini

kode suara akan dirubah menjadi sinyal listrik dan akan dikirim menuju

elektrode-elektrode yang sesuai di dalam koklea sehingga menimbulkan

stimulasi serabut-serabut saraf. Pada speech processor terdapat sirkuit khusus

yang berfungsi untuk meredam bising lingkungan.

Keberhasilan implan koklea ditentukan dengan menilai kemampuan

mendengar, pertambahan kosa kata dan pemahaman bahasa.9

G. Pencegahan

Menghindari paparan bising yang berlebihan, menghindari untuk

mengkonsumsi obat – obatn ototoksik, hidup sehat dan bersih, menghindari diri

untuk terkena infeksi terutama infeksi yang dapat menyebabkan SNHL.

28

BAB III

ANALISIS KASUS

3.1. Dasar diagnosis

Dari ilustrasi kasus diatas, merumuskan dari data anamnesis dan

hasil pemeriksaan fisik yang didapatkan serta disesuaikan dengan teori, maka

mengarah pada suatu diagnosis yaitukecurigaanpadatulisaraf (SNHL).

3.2. Anamnesis

29

Dari keluhan utama dan riwayat penyakit pada pasien yang

menyatakan telingakananterasapenuhsejak kurang lebih 1mingguSMRS

disertai penurunan pendengaran yang tidak diketahui secara pasti sejak kapan

(pasienmendugasejak 5 tahun yang lalu) merupakan suatu petunjuk yang

dapat digunakan untuk mengarah ke diagnosistuli. Pada anamnesis juga

pasien mengaku awalnyasulituntukmendengarsuara di

telefo

n.Pasiendiketahuijarangmengorektelinga..demamnyeritelingadanriwayatkelu

arcairandaritelingajugadisangkal. Olehkarenaitu,

kecurigaankelainanterdapatpadatelingadalamatauserabutsaraf.Selain

anamnesistuli,didapatkan pula keluhanbatukberdahak yang

sudahtigaharidengandahak yang kental, putihdanberbaukhassertatidur yang

mendengkur.

Nafaspasienjugadiketahuiberbau.Diketahuisebelumnyapasienmengnsumsigor

eng-gorengan.

3.3. Pemeriksaan Fisik

Dari hasil pemeriksaan fisik, ditemukan kelainan pada pemeriksaan

generalis, yaitutekanandarahpasien 160/100 mmHg. Padapemeriksaantelinga,

didapatkankeadaantelingaluardalamkeadaanbaik.Kesan otitis media

jugatidakditemukan.Namun ketika dilakukan pemeriksaan penala, pada tes

weber didapatkanlateralisasiketelinga yang sehatdanswabach yang

membandingkan antara pendengaran pemeriksa dan pasien, ditemukan hasil

pendengaran pasien memendek yang diartikan sebagai tuli sensori-

neural.Padapemeriksaanmulutdantenggorok, didapatkan tonsil yang kanan-

kiri yang membesarmelebihi 1/3 arkus faring dan faring yang

hiperemissehinggadidapatkankesantonsilofaringitiskronikeksaserbasiakut

30

DAFTAR PUSTAKA

1. Laughlin, ME. Sensorineural Hearing Loss. Diakses: www.hearing-loss –review.com

2. Sjafruddin, et al. Tuli Koklea dan Tuli Retrokoklea. Dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi 6. Jakarta. FKUI. 2007

3. Bashiruddin J. Gangguan Pendengaran Akibat Bising (Noise Induced Hearing Loss). Dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi 6. Jakarta. FKUI. 2007

31

4. Suzuki J, et al. Hearing Impairment An Invisible Disability. Springer, Tokyo. 2004

5. Sherwood Laurale; Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 2. Penerbit: EGC. Jakarta 2006

6. Cummings,W Charles. Auditory Function Test. Otolaryngology Head and Neck Surgery. Second edition. Mosby Year Book. St Louis. 1993;2698-2715

7. Adam GL, Boies LR, Higler PA .Boies. Buku Ajar Penyakit THT Edisi 6. EGC. Jakarta .1997

8. Roland PS, et al. Ototoxicity. Hamilton. London. 20049. Suwento R, et al. Gangguan Pendengaran Pada Geriatri. Dalam Buku Ajar

Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi 6. Jakarta. FKUI. 2007

10. Dobie, RA. Hearing Loss (Determining Eligibility for Social Security Benefits). The National Academies Press. Washington, DC. 2005

11. Rambe, AY. Gangguan Pendengaran Akibat Bising. Fakultas Kedokteran Bagian Ilmu Penyakit THT. USU

12. Hadjar. E,et al. Penyakit Meniere. Dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi 6. Jakarta. FKUI

13. Soetirto, I, et al. Gangguan Pendengaran (Tuli). Dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi 6. Jakarta. FKUI. 2007

14. Moore,keith L. Anatomi Klinis Dasar.EGC. Jakarta .2002

32