case ortjopedi

46
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Fraktur adalah masalah yang akhir-akhir ini sangat banyak menyita perhatian masyarakat. Kecelakaan lalu-lintas merupakan pembunuh nomor tiga di Indonesia, setelah penyakit jantung dan stroke. Pada kecelakaan lalu lintas banyak yang sebagian korban yang mengalami fraktur. Banyak pula kejadian alam yang tidak terduga yang banyak menyebabkan fraktur. 9 Dengan mobilitas yang tinggi disektor lalu lintas dan faktor kelalaian manusia sebagai salah satu penyebab paling sering terjadinya kecelakaan yang dapat menyebabkan fraktur. Penyebab yang lain dapat karena kecelakaan kerja, olah raga dan rumah tangga. 1,9 Tibia merupakan tulang panjang yang paling sering mengalami cedera. Mempunyai permukaan subkutan yang paling panjang, sehingga paling sering terjadi fraktur terbuka. Daya pemuntir menyebabkan fraktur spiral pada kedua tulang kaki dalam tingkat yang berbeda, daya angulasi menimbulkan fraktur melintang atau oblik pendek, biasanya pada tingkat yang sama. Pada cedera tak langsung, salah satu dari fragmen tulang dapat menembus kulit, cedera langsung akan menembus atau merobek kulit di atas fraktur. 1

Upload: apkevin

Post on 15-Jan-2016

13 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

mmkkl

TRANSCRIPT

Page 1: Case Ortjopedi

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Fraktur adalah masalah yang akhir-akhir ini sangat banyak menyita

perhatian masyarakat. Kecelakaan lalu-lintas merupakan pembunuh nomor

tiga di Indonesia, setelah penyakit jantung dan stroke. Pada kecelakaan lalu

lintas banyak yang sebagian korban yang mengalami fraktur. Banyak pula

kejadian alam yang tidak terduga yang banyak menyebabkan fraktur.9 Dengan

mobilitas yang tinggi disektor lalu lintas dan faktor kelalaian manusia sebagai

salah satu penyebab paling sering terjadinya kecelakaan yang dapat

menyebabkan fraktur. Penyebab yang lain dapat karena kecelakaan kerja,

olah raga dan rumah tangga.1,9

Tibia merupakan tulang panjang yang paling sering mengalami cedera.

Mempunyai permukaan subkutan yang paling panjang, sehingga paling sering

terjadi fraktur terbuka. Daya pemuntir menyebabkan fraktur spiral pada kedua

tulang kaki dalam tingkat yang berbeda, daya angulasi menimbulkan fraktur

melintang atau oblik pendek, biasanya pada tingkat yang sama. Pada cedera

tak langsung, salah satu dari fragmen tulang dapat menembus kulit, cedera

langsung akan menembus atau merobek kulit di atas fraktur. Kalau kulit

diatasnya masih utuh, keadaan ini disebut fraktur tertutup. Kecelakaan sepeda

motor adalah penyebab yang paling lazim.

Banyak diantara fraktur itu disebabkan oleh trauma tumpul, dan resiko

komplikasinya berkaitan langsung dengan luas dan tipe kerusakan jaringan

lunak. Jika tidak dapat menangani dan merawat fraktur dengan cermat, akan

dapat menyebabkan kecacatan yang berat.9

1

Page 2: Case Ortjopedi

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang,

tulang rawan sendi, tulang rawan epifisis baik bersifat total ataupun parsial

yang umumnya disebabkan oleh tekanan yang berlebihan, sering diikuti oleh

kerusakan jaringan lunak dengan berbagai macam derajat, mengenai pembuluh

darah, otot dan persarafan. Trauma yang menyebabkan tulang patah dapat

berupa trauma langsung dan trauma tidak langsung. Trauma langsung

menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan terjadi fraktur pada daerah

tekanan. Trauma tidak langsung, apabila trauma dihantarkan ke daerah yang

lebih jauh dari daerah fraktur, misalnya jatuh dengan tangan ekstensi dapat

menyebabkan fraktur pada klavikula, pada keadaan ini biasanya jaringan lunak

tetap utuh.1,7

Fraktur ekstremitas bawah adalah terputusnya kontinuitas jaringan

tulang atau tulang rawan yang terjadi pada ekstremitas bawah yang umumnya

disebabkan oleh ruda paksa. Trauma yang menyebabkan fraktur dapat berupa

trauma langsung, misalnya sering terjadi benturan pada ekstremitas bawah

yang menyebabkan fraktur pada tibia dan fibula.1

Fraktur terbuka merupakan suatu fraktur dimana terjadi hubungan

dengan lingkungan luar melalui kulit sehingga terjadi kontaminasi bakteri

sehingga timbul komplikasi berupa infeksi. luka pada kulit dapat berupa

tusukan tulang yang tajam keluar menembus kulit atau dari luar oleh karena

tertembus misalnya oleh peluru atau trauma langsung. Fraktur kruris

merupakan fraktur yang terjadi pada tibia dan fibula. Fraktur kruris merupakan

fraktur yang sering terjadi dibandingkan dengan fraktur pada tulang panjang

lainnya. Periosteum yang melapisi tibia agak tipis terutama pada daerah depan

yang hanya dilapisi kulit sehingga tulang ini mudah patah dan biasanya

fragmen frakturnya bergeser karena berada langsung dibawah kulit sehingga

sering juga ditemukan fraktur terbuka.3

2

Page 3: Case Ortjopedi

Fraktur Kominutif Adalah fraktur yang mencakup beberapa fragmen,

atau terputusnya keutuhan jaringan dengan lebih dari dua fragmen tulang.

Neglected adalah kata dari bahasa inggris yang berarti terlantar/ terbengkalai.9

B. Anatomi Tibia dan Fibula

Gambar Os tibia dan fibula7

Os tibia merupakan os longum yang terletak di sisi medial region cruris.

Ini merupakan tulang terpanjang kedua setelah os femur. Tulang ini terbentang ke

proksimal untuk membentuk articulation genu dan  ke distal terlihat semakin

mengecil. Os fibula atau calf bone terletak sebelah lateral dan lebih kecil dari

tibia. Extremitas proximalis fibula terletak agak posterior dari caput tibia,

dibawah articulation genus dan tulang ini tidak ikut membentuk articulation

genus.4

Fascia cruris merupakan tempat perleketan musculus dan bersatu dengan

perosteum. Ke proximal akan melanjutkan diri ke fascia lata, dan akan melekat di

sekitar articulation genus ke os patella, ligamentum patellae, tuberositas tibiae

dan capitulum fibulae. Ke posterior membentuk fascis poplitea yang menutupi

fossa poplitea. Disini tersusun oleh serabut-serabut transversal yang ditembus

oleh vena saphena parva. Fascia ini menerima serabut-serabut tendo m.biceps

femoris femoris disebelah lateral dan tendo m. Sartorius, m.gracilis,

3

Page 4: Case Ortjopedi

m.semitendinosus, dan m.semimembranosus disebelah medial. Ke anterior, fascia

ini bersatu dengan perosteum tibia serta perostenium capitulum fibulae dan

malleolus fibulae. Ke distal, faascia ini melanjutkan diri ke raetinaculum

mm.extensorum superior dan retinaculum mm. flexorum. Fascia ini menjadi tebal

dan kuat dibagian proximal dan anterior cruris, untuk perlekatan m.tibialis

anterior dan m.extensor digitorum longus. Tetapi, fascia ini tipis dibagian

posterior yang menutupi m.gastrocnemeus dan m.soleus. disisi lateral cruris,

fascia ini membentuk septum intermusculare anterius dan septum intermusculare

posterius. Musculus di region cruris dibedakan menjadi tiga kelompok. Yaitu (a)

kelompok anterior, (b) kelompok posterior dan (c) kelompok lateralis.4

1. Musculus di region anterior

1. M. tibialis anterior

2. M. extensor hallucis longus

3. M. extensor digitorum longus dan m.peroneus tertius

Musculus regio cruris posterior kelompok superficialis

1. M. gastrocnemius

2. M. soleus

3. M. plantaris

Musculus regio cruris posterior kelompok profunda

1. M. popliteus

2. M. flexor hallucis longus

3. M. flexor digitorum longsu

4. M. tibialis posterior

Musculus region cruris lateralis

1. M. peroneus longus

2. M. peroneus brevis

4

Page 5: Case Ortjopedi

C. Etiologi

Tulang bersifat relatif rapuh, namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas

untuk menahan tekanan. Fraktur dapat terjadi akibat:

1. Peristiwa trauma

Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba dan

berlebihan, yang dapat berupa pemukulan, penghancuran, penekukan,

pemuntiran, atau penarikan. Bila terkena kekuatan langsung, tulang dapat

patah pada tempat yang terkena, jaringan lunaknya juga pasti rusak. Bila

terkena kekuatan tak langsung, tulang dapat mengalami fraktur pada

tempat yang jauh dari tempat yang terkena kekuatan itu, kerusakan

jaringan lunak di tempat fraktur mungkin tidak ada.

2. Fraktur kelelahan atau tekanan

Keadaan ini paling sering ditemukan pada tibia atau fibula atau

metatarsal, terutama pada atlet, penari, dan calon tentara yang jalan

berbaris dalam jarak jauh.

3. Fraktur patologik

Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal kalau tulang itu

lemah (misalnya oleh tumor) atau kalau tulang itu sangat rapuh

(misalnya pada penyakit Paget).

Daya pemuntir menyebabkan fraktur spiral pada kedua tulang

kaki dalam tingkat yang berbeda; daya angulasi menimbulkan

fraktur melintang atau oblik pendek, biasanya pada tingkatyang

sama. Pada cedera tak langsung, salah satu dari fragmen tulang

dapat menembus kulit; cedera langsung akan menembus atau

merobek kulit diatas fraktur. Kecelakaan sepeda motor adalah

penyebab yang paling lazim.1,2

5

Page 6: Case Ortjopedi

D. Klasifikasi Fraktur Terbuka

Klasifikasi yang dianut adalah menurut Gustilo, Merkow dan Templeman

(1990)

Derajat 1 :

Luka kecil kurang dr 1cm panjangnya, biasanya karena luka tusukan dari fragmen

tulang yang menembus kulit. terdapat sedikit kerusakan jaringan lunak, tanpa

penghancuran dan fraktur tidak kominutif.

Derajat 2 :

Laserasi kulit melebihi 1cm tidak banyak terdapat kerusakan jaringan lunak,

avulsi kulit, serta fraktur kominutif sedang dan kontaminasi sedang.

Derajat 3 :

Terdapat kerusakan yang hebat dari jaringan lunak termasuk otot, kulit dan

struktur neurovaskuler dengan kontaminasi yang hebat. tipe ini biasanya di

sebabkan oleh karena trauma dengan kecepatan tinggi.

Derajat 3 di bagi dalam 3 subtipe:

Derajat 3 A

Jaringan lunak cukup menutup tulang yang patah walaupun terdapat laserasi yang

hebat ataupun adanya flap. fraktur bersifat segmental atau komunitif yang hebat

Derajat 3 B

Fraktur di sertai dengan trauma yang hebat dengan kerusakan dan kehilangan

jaringan, terdapat pendorongan periost, tulang terbuka, kontaminasi yang hebat

serta fraktur komunitif yang hebat.

Derajat 3 C

Fraktur terbuka yang disertai dengan kerusakan arteri yang memerlukan

perbaikan tanpa memperhatikan tingkat kerusakan jaringan lunak.1

E. Neglected Fraktur

Neglected fraktur adalah yang penanganannya lebih dari 72 jam. sering

terjadi akibat penanganan fraktur pada extremitas yang salah oleh bone setter.

Umumnya terjadi pada yang berpendidikan dan berstatus sosioekonomi yang

6

Page 7: Case Ortjopedi

rendah.9

Neglected fraktur dibagi menjadi beberapa derajat, yaitu:

a. Derajat 1 : fraktur yang telah terjadi antara 3 hari -3 minggu

b. Derajat 2 : fraktur yang telah terjadi antara 3 minggu -3 bulan

c. Derajat 3 : fraktur yang telah terjadi antara 3 bulan ± 1 tahun

d. Derajat 4 : fraktur yang telah terjadi lebih dari satu tahun

F. Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan awal penderita, perlu diperhatikan adanya:

Syok, anemia atau perdarahan.

Kerusakan pada organ-organ lain, misalnya otak, sumsum tulang belakang

atau organ-organ dalam rongga toraks, panggul dan abdomen.

Faktor predisposisi, misalnya pada fraktur patologis (penyakit Paget).

Pada pemeriksaan fisik dilakukan:

Look (Inspeksi)

1. Deformitas: angulasi ( medial, lateral, posterior atau anterior), diskrepensi

(rotasi,perpendekan atau perpanjangan).

2. Fungsio laesa (hilangnya fungsi gerak).

3. Pembengkakan, memar dan deformitas mungkin terlihat jelas, tetapi hal

yang penting adalah apakah kulit itu utuh. Kalau kulit robek dan luka

memiliki hubungan dengan fraktur, cedera itu terbuka (compound).

Feel (palpasi)

Palpasi dilakukan secara hati-hati oleh karena penderita biasanya mengeluh

sangat nyeri. Hal-hal yang perlu diperhatikan:

1. Temperatur setempat yang meningkat

2. Nyeri tekan; nyeri tekan yang superfisisal biasanya disebabkan oleh

kerusakan jaringan lunak yang dalam akibat fraktur pada tulang.

3. Krepitasi; dapat diketahui dengan perabaan dan harus dilakukan secara hati-

hati.

4. Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma berupa palpasi arteri

radialis, arteri dorsalis pedis, arteri tibialis posterior sesuai dengan anggota

gerak yang terkena. Refilling (pengisian) arteri pada kuku.

7

Page 8: Case Ortjopedi

5. Cedera pembuluh darah adalah keadaan darurat yang memerlukan

pembedahan.

Move (pergerakan)

1. Nyeri bila digerakan, baik gerakan aktif maupun pasif.

2. Gerakan yang tidak normal yaitu gerakan yang terjadi tidak pada sendinya.

3. Pada penderita dengan fraktur, setiap gerakan akan menyebabkan nyeri

hebat sehingga uji pergerakan tidak boleh dilakukan secara kasar, disamping

itu juga dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan lunak seperti pembuluh

darah dan saraf.1,2,3,9

G. Pemeriksaan Penunjang

1. Sinar -X

Dengan pemeriksaan klinik kita sudah dapat mencurigai adanya fraktur.

Walaupun demikian pemeriksaan radiologis diperlukan untuk menentukan

keadaan, lokasi serta eksistensi fraktur. Untuk menghindari nyeri serta

kerusakan jaringan lunak selanjutnya, maka sebaiknya kita mempergunakan

bidai yang bersifat radiolusen untuk imobilisasi sementara sebelum dilakukan

pemeriksaan radiologis.

Tujuan pemeriksaan radiologis:

Untuk mempelajari gambaran normal tulang dan sendi.

Untuk konfirmasi adanya fraktur.

Untuk mengetahui sejauh mana pergerakan dan konfigurasi fragmen serta

pergerakannya.

Untuk mengetahui teknik pengobatan.

Untuk menentukan apakah fraktur itu baru atau tidak.

Untuk menentukan apakah fraktur intra-artikuler atau ekstra-artikuler.

Untuk melihat adanya keadaan patologis lain pada tulang.

Untuk melihat adanya benda asing.

Pemeriksaan dengan sinar-X harus dilakukan dengan ketentuan Rules of Two :

Dua pandangan

Fraktur atau dislokasi mungkin tidak terlihat pada film sinar-X tunggal dan

sekurang-kurangnya harus dilakukan 2 sudut pandang (AP & Lateral/Oblique).

8

Page 9: Case Ortjopedi

Dua sendi

Pada lengan bawah atau kaki, satu tulang dapat mengalami fraktur atau angulasi.

Tetapi angulasi tidak mungkin terjadi kecuali kalau tulang yang lain juga patah,

atau suatu sendi mengalami dislokasi. Sendi-sendi diatas dan di bawah fraktur

keduanya harus disertakan dalam foto sinar-X.

Dua tungkai

Pada sinar-X anak-anak epifise dapat mengacaukan diagnosis fraktur. Foto pada

tungkai yang tidak cedera akan bermanfaat.

Dua cedera

Kekuatan yang hebat sering menyebabkan cedera pada lebih dari 1 tingkat.

Karena itu bila ada fraktur pada kalkaneus atau femur perlu juga diambil foto

sinar-X pada pelvis dan tulang belakang.

Dua kesempatan

Segera setelah cedera, suatu fraktur mungkin sulit dilihat, kalau ragu-ragu,

sebagai akibatresorbsi tulang, pemeriksaan lebih jauh 10-14 hari kemudian dapat

memudahkan diagnosis.

2. Pencitraan Khusus

Umumnya dengan foto polos kita dapat mendiagnosis fraktur, tetapi perlu

dinyatakan apakah fraktur terbuka atau tertutup, tulang mana yang terkena

dan lokalisasinya, apakah sendi juga mengalami fraktur serta bentuk fraktur

itu sendiri. Konfigurasi fraktur dapat menentukan prognosis serta waktu

penyembuhan fraktur, misalnya penyembuhan fraktur transversal

lebihlambat dari fraktur oblik karena kontak yang kurang. Kadang-kadang

fraktur atau keseluruhan fraktur tidak nyata pada sinar-X biasa. Tomografi

mungkin berguna untuk lesi spinal atau fraktur kondilus tibia. CT atau MRI

mungkin merupakan satu-satunya cara yang dapat membantu, sesungguhnya

potret transeksional sangat penting untuk visualisasi fraktur secara tepat pada

tempat yang sukar. Radioisotop scanning berguna untuk mendiagnosis

fraktur-tekanan yang dicurigai atau fraktur tak bergeser yang lain.1,2,9

9

Page 10: Case Ortjopedi

H. Diagnosis

Menegakkan diagnosis fraktur dapat secara klinis meliputi anamnesis lengkap

dan melakukan pemeriksaan fisik yang baik, namun sangat penting untuk

dikonfirmasikan dengan melakukan pemeriksaan penunjang berupa foto rontgen

untuk membantu mengarahkan dan menilai secara objektif keadaan yang

sebenarnya.1,2,3,5

I. Penatalaksanaan

Prinsip penanganan fraktur terbuka.9

1. Semua fraktur terbuka dikelola secara emergensi .

2. Lakukan penilaian awal akan adanya cedera lain yang dapat mengancam jiwa .

3. Berikan antibiotika yang sesuai dan adekuat .

4. Lakukan debridement dan irigasi luka .

5. Lakukan stabilisaasi fraktur .

6. Lakukan rehabilitasi ektremitas yang mengalami fraktur

Tahap-Tahap Penanganan Fraktur Terbuka

1. pembersihan luka

pembersihan luka dilakukan dengan cara irigasi dengan cairan NaCl fisiologis

secara mekanis untuk mengeluarkan benda asing yang melekat.

2. eksisi jaringan yang mati dan tersangka mati (debridemen)

semua jaringan yang kehilangan vaskularisasinya merupakan daerah tempat

pembenihan bakteri sehingga diperlukan eksisi secara operasi pada kulit, jaringan

subkutaneus, lemak, fascia, otot dan fragmen2 yang lepas

3. pengobatan fraktur itu sendiri

fraktur dengan luka yang hebat memerlukan suatu fraksi skeletal atau reduksi

terbuka dengan fiksasi eksterna tulang. fraktur grade II dan III sebaiknya difiksasi

dengan fiksasi eksterna.

4. penutupan kulit

apabila fraktur terbuka diobati dalam waktu periode emas (6-7 jam mulai dari

terjadinya kecelakaan), maka sebaiknya kulit ditutup. hal ini dilakukan apabila

penutupan membuat kulit sangat tegang. dapat dilakukan split thickness skin-

graft serta pemasangan drainase isap untuk mencegah akumulasi darah dan serum

10

Page 11: Case Ortjopedi

pada luka yang dalam. luka dapat dibiarkan terbuka setelah beberapa hari tapi

tidak lebih dari 10 hari. kulit dapat ditutup kembali disebut delayed primary

closure. yang perlu mendapat perhatian adalah penutupan kulit tidak dipaksakan

yang mengakibatkan sehingga kulit menjadi tegang.

5. pemberian antibiotik

pemberian antibiotik bertujuan untuk mencegah infeksi. antibiotik diberikan

dalam dosis yang adekuat sebelum, pada saat dan sesuadah tindakan operasi

6. pencegahan tetanus

semua penderita dengan fraktur terbuka perlu diberikan pencegahan tetanus. pada

penderita yang telah mendapat imunisasi aktif cukup dengan pemberian toksoid

tapi bagi yang belum, dapat diberikan 250 unit tetanus imunoglobulin (manusia).8

J. Komplikasi

1. perdarahan, syok septik sampai kematian

2. septikemi, toksemia oleh karena infeksi piogenik

3. tetanus

4. gangrene

5. perdarahan sekunder

6. osteomielitis kronik

7. delayed union

8. non union dan malunion

9. kekakuan sendi

10. Komplikasi lain oleh karena perawatan yang lama).2

K. Prognosis

Semua patah  tulang terbuka adalah kasus gawat darurat. Dengan terbukanya

barier jaringan lunak, maka patah tulang tersebut terancam untuk terjadinya

infeksi. Seperti kita ketahui bahwa periode 6 jam sejak patah tulang terbuka, luka

yang terjadi masih dalam stadium kontaminasi (golden periode) dan setelah

waktu tersebut, luka berubah menjadi luka infeksi.

11

Page 12: Case Ortjopedi

A. Definisi Dislokasi Shoulder Joint (Sendi Bahu)

Suatu kondisi dimana caput humerus bergeser keluar batas fossa glenoid.11

B. Anatomi

Gerakan-

gerakan yang

terjadi di gelang bahu dimungkinkan oleh sejumlah sendi yang saling

berhubungan erat, misalnya sendi kostovertebral atas, sendi akromioklavikular,

permukaan pergeseran skapulotorakal dan sendi glenohumeral atau sendi bahu.

Gangguan gerakan dalam sendi bahu sering mempunyai konsekuensi untuk

sendi-sendi yang lain di gelang bahu dan sebaliknya. Sendi bahu dibentuk oleh

kepala tulang humerus dan mangkok sendi, disebut cavitas glenoidalis. Sendi ini

menghasilkan gerakan fungsional sehari-hari seperti menyisir, menggaruk kepala,

mengambil dompet, dan sebagainya atas kerjasama yang harmonis dan simultan

dengan sendi-sendi lainnya.10

12

Page 13: Case Ortjopedi

Cavitas glenoidalis sebagai mangkok sendi bentuknya agak cekung tempat

melekatnya kepala tulang humerus dengan diameter cavitas glenoidalis yang

pendek kira-kira hanya mencakup sepertiga bagian dan kepala tulang sendinya

yang agak besar, keadaan ini otomatis membuat sendi tersebut tidak stabil namun

paling luas gerakannya. Beberapa karakteristik dari pada sendi bahu yaitu :

perbandingan antara permukaan mangkok sendinya dengan kepala sendi tidak

sebanding, kapsul sendinya relative lemah. Otot-otot pembungkus sendi relative

lemah seperti otot supraspinatus, infraspinatus, teres minor, dan subscapularis,

gerakan paling luas, tetapi stabilitas sendi relatif kurang stabil. Dengan melihat

keadaan sendi tersebut, maka sendi bahu lebih mudah mengalami gangguan

fungsi dibandingkan dengan sendi lainnya. 

a). Kapsul sendi

Kapsul sendi terdiri atas dua lapisan :

1) Kapsul sinovial (lapisan bagian dalam) Dengan karakteristik mempunyai

13

Page 14: Case Ortjopedi

jaringan fibrokolagen agak lunak dan tidak memiliki saraf reseptor dan pembuluh

darah. Fungsinya menghasilkan cairan sinovial sendi dan sebagai transfomator

makanan ke tulang rawan sendi. Bila ada gangguan pada sendi yang ringan saja,

maka yang pertama kali yang mengalami gangguan fungsi adalah kapsul sinovial,

tetapi karena kapsul tersebut tidak memiliki reseptor nyeri, maka kita tidak

merasa nyeri apabila ada gangguan, misalnya pada artrosis sendi.

2) Kapsul fibrosa. Karakteristiknya berupa jaringan fibrous keras dan memiliki saraf

reseptor dan pembuluh darah. Fungsinya memelihara posisi dan stabilitas sendi,

dan memelihara regenerasi kapsul sendi.

C. Etiologi

Penyebab utama dislokasi sendi bahu ialah trauma dengan lengan

mengalami rotasi internal dan abduksi, menyebabkan caput humerus subluksasio

ke arah depan. Subluksasio ke arah posterior terjadi dari terjatuh dengan posisi

lengan terulur. Dislokasi inferior dapat terjadi dari lemahnya tonus otot dengan

hemiplegia dan dari berat lengan menarik humerus ke arah bawah. Dislokasi

glenohumeral anterior biasa terjadi pada atlit, khususnya pemain sepak bola.11

D. Klasifikasi

1. Dislokasi anterior

14

Page 15: Case Ortjopedi

2. Dislokasi posterior

3. Dislokasi inferior atau luksasi erekta

4. Dislokasi disertai fraktur.12

E. Mekanisme Trauma

1. Dislokasi Sendi Bahu anterior

Merupakan jenis dislokasi yang paling sering terjadi pada sendi mayor.

Biasanya terjadi karena rotasi eksternal secara paksa dan ekstensi dari bahu.

Kaput humerus kemudian terdorong ke depan, dan sering menyebabkan robekan

pada kartilago glenoid labrum dan kapsul dari batas anterior kavum glenoid.13

Lebih jarang dislokasi ini juga dapat terjadi pada pasien yang terjatuh dengan

bertumpu pada tangan dan sendi bahu dalam posisi ekstensi. Pada dislokasi ini,

kaput humerus mengalami pergeseran ke arah medial ke glenoid, tepat di bawah

prosesus korakoid.14

Pada dislokasi berulang kapsul dan labrum sering terlepas dari anterior glenoid.

Tetapi pada beberapa kasus labrum tetap utuh dan kapsul serta ligamentum

glenohumerus keduanya terlepas atau terentang ke arah anterior dan inferior.

Selain itu mungkin ada indentasi pada bagian posterolateral kaput humerus (lesi

Hill-Sachs) yaitu suatu fraktur kompresi akibat kaput humerus menekan lingkar

glenoid anterior setiap kali mengalami dislokasi.15

2. Dislokasi Sendi Bahu Posterior

Dislokasi tipe ini lebih jarang terjadi. Biasanya karena trauma

berkekuatan besar dengan posisi terjatuh pada bahu anterior atau pada tangan

15

Page 16: Case Ortjopedi

dengan posisi adduksi dan rotasi internal, karena kejang epileptic (akibat epilepsy

atau terkena aliran listrik), atau intoksikasi alkohol.13,14 Dislokasi mungkin

disertai dengan fraktur proksimal humerus, kapsul posterior terlepas dari tulang

atau teregang, dan mungkin ada indentasi dari aspek anterior dari kaput

humerus.15

Ketika sendi bahu yang sebelumnya mengalami dislokasi posterior, mengalami

dislokasi ulang karena cedera lain, dislokasi kedua dan selanjutnya disebut

dislokasi rekuren. Pada kasus dimana pasien dapat mendislokasikan dan

mereduksi sendi bahu sesuai keinginan disebut dislokasi habitual. Hal ini

biasanya terjadi karena gangguan kongenital generalisata pada ligament.14

F. Manifestasi Klinis

1. Dislokasi sendi bahu anterior

Pasien biasanya datang dengan keluhan utama nyeri. Pasien juga

mengeluhkan seperti sesuatu keluar dari tempatnya sehingga dia tidak dapat

menggerakkan tangannya. Pasien kemudian menggunakan tangan yang lain untuk

membantu menyanggahnya.14 Pada kejadian akut yang pertama kali pasien dapat

menjelaskan dengan baik mekanisme trauma; adanya ruda paksa pada bahu

dalam keadaan abduksi, rotasi eksternal, dan ekstensi.15

Pada pemeriksaan fisik ditemukan beberapa tanda diantaranya adanya nyeri,

terdapat benjolan pada bagian depan bahu, posisi lengan abduksi-eksorotasi, tepi

bahu tampak menyudut, nyeri tekan, dan adanya gangguan gerak sendi bahu. Ada

2 tanda khas pada dislokasi sendi bahu anterior ini yaitu sumbu humeru yang

tidak menunjuk ke bahu dan kontur bahu berubah karena daerah dibawah

16

Page 17: Case Ortjopedi

akromion kosong pada palpasi. Penderita merasakan sendinya keluar dan tidak

mampu menggerakkan lengannya dan lengan yang cedera ditopang oleh tangan

sebelah lain dan tidak mampu menggerakkan lengannya dan lengan yang cedera

ditopang oleh tangan sebelah lain dan ia tidak dapat menyentuh dadanya. Lengan

yang cedera tampak lebih panjang dari normal, bahu terfiksasi sehingga

mengalami fleksi dan lengan bawah berotasi ke arah interna. Posisi badan

penderita miring ke arah sisi yang sakit. Pemeriksa terkadang dapat membuat

scapula bergerak pada dadanya namun tidak akan dapat menggerakkan humerus

pada scapula. Jika pasien tidak terlalu banyak menggerakkan bahunya, maka pada

kasus ini kaput humerus yang tergeser dapat diraba di bawah prosesus

korakoideus. Fungsi nervus sirkumflex harus diperiksa karena rentan mengalami

cedera pada kasus ini.13,14,15,16

2. Dislokasi Sendi Bahu Posterior

Kasus ini jarang terjadi dan sering terabaikan karena pasien terlihat seperti

melindungi ekstrimitasnya.. Biasanya dari anamese didapati riwayat trauma yang

hebat pada bahu, riwayat terkena aliran listrik, atau intoksikasi alkohol.

Dari pemeriksaan fisik terlihat lengan dalam posisi adduksi dan rotasi interna.

Pergerakan rotasi eksternal mengalami tahanan. Pada pasien yang kurus kaput

humerus dapat teraba pada bagian posterior.14,15,16

G. Pemeriksaan Penunjang

1. Foto Polos

Pemeriksaan radiologis harus meliputi sudut anteroposterior dan lateral.

Pada sudut anteroposterior dapat ditentukan bilamana terjadi nterjadi rotasi

interna dan eksterna. Pada rotasi interna dapat dilihat lesi Hill-Sachs pada

caput hemurus posterolateral.

Pada sudut lateraldapat dilihat sublukasasi glenohumeral ataupun dislokasi,

dapat juga unutk melihat bilamana terdapat fraktur.

Pada dislokasi sendi bahu anterior, kaput hemrus berada di bagian depan

ataupun medial dari glenoid. Pada dislokasi posterior terdapat gambaran

berupa light bulb yang diakibatkan rotasi interna dari humerus.

17

Page 18: Case Ortjopedi

2. CT-scan arthrografi dulunya biasanya digunakan untuk mengevaluasi

pasien dengna instabilitas glenohumeral dan dislokasi atau dengan riwayat

instabilitas sebelumnya. Akan tetapi, sekarang ini Ct-scan hanya digunakan

apabila terdapat kontraindikasi pemeriksaan dengan MRI atau jika dicurigai

terdapat abnormalitas glenoid.

3. MRI dan magnetic Resonanace Arthrografi lebih sensitive dibandingkan

metode lainnya untuk keadaan patplogia pada ligamen, kartilago, cidera

bisep ataupun abnormalitas kapsul. MR artrografi lebih sensitif dibandingkan

MRI, dan hal ini merupakan pemeriksaaan pilihan pada dislokasi sendi bahu,

khususnya untuk kasus instabilitas yang berulang dan lebih bagus untuk

mendiagnosa lesi patologis untuk hal-hal tersebut.17,18

H. Penatalaksanaan

1. Penatalaksaan Dislokasi Sendi Bahu Anterior

Beraneka ragam metode reduksi dilakukan pada pasien dengan dislokasi

sendi bahu. Untuk pasien yang pernah mengalami dislokasi sebelumnya,

traksi sederhana pada lengan biasanya berhasil dengan baik. Biasanya

penggunaan sedasi atau anestesi general diperlukan.

18

Dislokasi anteriorDislokasi anterior Dislokasi posterior

Page 19: Case Ortjopedi

Dengan metode Stimson, pasien ditelungkupkan dan lengan yang

sakit tergantung disebelah tempat tidur. Seteleah 15 hingga 20 menit

bahunya akan tereduksi.

Gambar. Metode Stimson

Dengan metode Hipocrates, penderita dibaringkan dilantai, anggota

gerak ditarik ke atas dan kaput hemerus ditekan dengan kaki agar kembali

ke tempatnya.

Gambar. Metode Hipocrates

Dengan metode Kocher, penderita berbaring di tempat tidur dan

pemeriksa berada disamping penderita. Sendi siku dalam posisi fleksi 90

dan dilakukan traksi sesuai garis humerus, kemudian dilakukan rotasi ke

19

Page 20: Case Ortjopedi

arah lateral dan lengan diadduksi dan sendi siku dibawa mendekati tubuh

ke arah garis tengah dan lengan kemudian dirotasi ke medial sehingga

tangan jatuh di daerah dada. Teknik ini kurang direkomendasikan karena

dapat mengakibatkan cidera pada nervus, pembuluh darah dan pada

tulang.

Gambar. Metode Kocher

Reduksi tanpa pembiusan umum dilakukan dengan teknik menggantung

lengan. Penderita diberikan pethidin atau diazepam agar tercapai relaksasi yang

maksimum, kemudian penderita tidur tengkurap dan membiarkan lengan

tergantung dipinggir tempat tidur. Setelah beberapa waktu dapat terjadi reduksi

secara spontan.

Penanganan setelah reposisi

Lengan diistirahatkan dengan mitella selama 3 minggu pada penderita yang

usianya dibawah 3 tahun (yang lebih sering terjadi rekurensi) dan hanya 1

minggu pada usia lebih 30 tahun (lebih sering terjadi kekakuan). Kemudian

dimulai pergerakan ringan namun kombinasi abduksi dan rotasi lateral sebaiknya

dihindari selama 3 minggu. Selama periode ini, siku dan jari mulai digerakkan

setiap hari.

2. Penatalaksanaan Dislokasi Sendi bahu posterior

Dilakukan reduksi dengan menarik lengan ke depan secara hati-hati dan

rotasi eksterna, serta dilakukan imobilisasi selama 3-6 minggu.

3. Penatalaksanaan Dislokasi Sendi bahu inferior

Dilakukan reduksi tertutup menarik lengan ke depan secara hati-hati dan

20

Page 21: Case Ortjopedi

rotasi eksterna. Lengan diistirahatkan sampai nyeri hilang, namun hindari

melakukan abduksi selama 3 minggu setelah terjadi penyembuhan jaringan

lunak. Apabila hal ini tidak berhasil dapat dilakukan reduksi terbuka dengan

operasi.16,17,18

I. Komplikasi

1. Komplikasi dislokasi anterior

A. Awal

Rotator cuff tear. Biasa mengiringi dislokasi anterior pada orang

dewasa. Pasien mungkin kesulitan mengabduksikan lengannya setelah

reduksi; kontraksi muskulus deltoid yang teraba menyingkirkan

kelumpuhan saraf aksilaris.

Kerusakan saraf. Saraf aksilaris paling sering mengalami cedera,

pasien tidak dapat mengkontraksikan otot deltoid dan sedikit

kehilangan rasa pada otot. Ketidakmampuan abduksi harus dibedakan

dari robekan rotator cuff.

Kerusakan pembuluh darah. Arteri aksilaris dapat mengalami

kerusakan, khususnya pada orang tua dengan pembuluh darah yang

rapuh. Ini bisa terjadi saat cedera ataupun saat melakukan reduksi.

Tungkai harus selalu diperiksa ada tidaknya tanda-tanda iskemia

sebelum dan sesudah reduksi.

Fraktur-dislokasi. Jika ada hubungan fraktur proksimal humerus,

mungkin diperlukan reduksi terbuka dengan fiksasi internal.

21

Page 22: Case Ortjopedi

Gambar. Dermatom nervus aksilaris

B. Terlambat

Kaku bahu. Lamanya immobilisasi dapat menyebabkan kekakuan

pada sendi bahu, khususnya pada pasien diatas 40 tahun.

Dislokasi tak tereduksi. Dislokasi sendi bahu terkadang tidak

terdiagnosa. Biasa terjadi pada pasien yang tidak sadar atau terlalu tua.

Reduksi tertutup baik dilakukan sampai 6 minggu setelah cedera;

manipulasi yang dilakukan setelah itu dapat menyebabkan fraktur,

robekan pembuluh darah atau saraf.

Dislokasi rekuren. Jika dislokasi anterior merobek kapsul sendi

bahu, perbaikan diikuti reduksi secara spontan maka dislokasi mungkin

tidak terjadi, tetapi bila glenoid lepas atau kapsul tertanggal didepan

leher glenoid, rekurensi lebih sering terjadi.

2. Komplikasi dislokasi posterior

Dislokasi tak tereduksi. Minimal setengah dari pasien dengan

22

Page 23: Case Ortjopedi

dislokasi posterior tidak tereduksi ketika pertama kali. Berminggu-minggu

sampai berbulan-bulan berlalu sebelum diagnosis ditegakkan dan lebih

dari dua pertiga dislokasi posterior tidak dikenali awalnya.

Dislokasi rekuren atau subluksasio

BAB III

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. S

Umur : 53 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Petani

Agama : Islam

Alamat : Bengkulu Utara

Status perkawinan : Menikah

Suku : Jawa

Tanggal MRS : 7/10/2014

B. ANAMNESA

Keluhan utama : Nyeri pada bahu kiri dan kaki kanan setelah

kecelakaan 6 jam SMRS

Riwayat penyakit sekarang

6 jam SMRS pasien berdiri di atas mobil dengan bak terbuka. Mobil yang

ditumpangi pasien masuk jurang karena rem mobil rusak. Pasien jatuh dari mobil

dan kaki kanan tertimpa kotak penampung karet. Pasien tidak mengingat dengan

pasti posisi jatuh. Pingsan (-), muntah (-), sakit kepala (-), pusing (-). Setelah

bangun dari jatuh pasien sulit untuk menggerakkan tangan sebelah kiri terutama

pada bagian bahu dan jika digerakkan terasa nyeri. Tungkai kanan bawah juga

terasa nyeri saat digerakkan.

Riwayat penyakit dahulu

23

Page 24: Case Ortjopedi

Riwayat trauma sebelumnya tidak ditemukan

Pasien tidak pernah menjalani operasi sebelumnya

Riwayat Keluarga

DM (-)

Hipertensi (-)

C. PRIMARY SURVEY

Kesadaran : compos mentis

Airway : Clear, Snoring (-), Gargling (-)

Breathing : Spontan, Pernafasan 20 x/mnt, dinding dada simetris,

ketertinggalan gerak (-), perkusi : sonor +/+, Auskultasi : Ves (+) normal

Circulation : tekanan darah 120/70 mmHg, Nadi 100 x/mnt, akral hangat, CRT

< 2 detik

Disability : GCS 15 (E4 V5 M6)

Exposure : Suhu 37°C

D. SECONDARY SURVEY

Status Generalis

a/i/c/d : -/-/-/-

Kepala - Leher

simetris tidak teraba adanya benjolan, trakea terletak di tengah, tidak teraba

pembesaran KGB

Thorax

Paru :

Inspeksi : simetris dalam stasis dan dinamis

Palpasi : vocal fremitus kanan dan kiri sama kuat

24

Page 25: Case Ortjopedi

Perkusi : sonor pada kedua lapang paru

Auskultasi : suara nafas vesikuler, Rh -/-, Wh -/-

Jantung

Inspeksi : tidak tampak pulsasi ictus cordis

Palpasi : teraba ictus cordis

Perkusi : redup

Batas atas : ICS II parasternal sinistra

Batas kanan: ICS IV sterna dextra

Batas kiri : ICS V midclavicula sinistra

Auskultasi : suara jantung S1 & S2 tunggal

Abdomen

Inspeksi : distensi (-)

Palpasi : distensi, nyeri tekan (-)

Perkusi : dalam batas normal.

Auskultasi : Bising usus (+)

Ekstremitas

Cruris Dextra terdapat luka tertutup kasa dan terpasang spalk.

Status Lokalis : Regio cruris Dextra

25

Page 26: Case Ortjopedi

Look : Luka terbuka ukuran 3x3 cm di cruris. deformitas (+), pembengkakan (+)

perdarahan aktif (-)

Feel : Nyeri tekan setempat (+), sensibilitas (+), suhu rabaan hangat, AVN

distal Normal. NVD (-)

Move: Hip Joint: gerakan bebas, Knee Joint: fleksi dan ekstensi terbatas, Ankle

Joint: gerakan terbatas, Phalang Joint: gerakan bebas

Shoulder joint:

Abduksi (-) Adduksi (-),

fleksi (-), ekstensi (-),

sirkumfleksi (-), eksternal

rotasi (-), internal rotasi (-)

Elbow joint : gerakan bebas

Wrist joint : gerakan bebas

Phalang : gerakan bebas

NVD : -

Pemeriksaan Penunjang

- Foto X-ray

Terdapat Fraktur cominutif tibia dan fibula (D) dan Dislokasi anterior

shoulder joint (S)

26

Page 27: Case Ortjopedi

F. DIAGNOSA

1. Open Fraktur gr II, os tibia dan fibula dextra, komunitif, displaced

2. Dislokasi anterior glenohumeral joint

G. PLANNING DIAGNOSA

Debridement + ORIF

Reduksi Dislokasi

H. Tindakan

-UGD :

Infus RL 24 tpm

Ceftriaxone 1 gr iv

Ketorolac 30mg iv

ATS

I. Pembahasan Kasus

Berdasarkan anamnesis, pasien nyeri pada kaki kanan dan bahu kiri

27

Page 28: Case Ortjopedi

setelah kecelakaan (07/10/2013) mobil yang ditumpangi pasien masuk ke dalam

jurang. Setelah jatuh pasien dalam keadaan sadar. Kaki kanannya terdapat luka

dan tidak bisa digerakkan, serta bahu kirinya nyeri dan tidak dapat digerakan

kemudian pasien dibawa ke RS, pulang paksa karena masalah biaya. Dari hal

diatas dapat disimpulkan bahwa nyeri pada kaki kanan dan false movement

merupakan salah satu tanda fraktur. Untuk trauma kepala dan multiple trauma

disangkal, karena setelah kecelakaan pasien sadar penuh sampai datang ke RS.

sesuai dengan tinjauan teori, bahwa open fraktur harus ditangani dengan operasi

CITO dalam periode sebelum golden period untuk meminimalisir infeksi dengan

debridement yang mengubah luka kotor menjadi luka bersih.

Dari pemeriksaan fisik

Look : Luka terbuka ukuran 3x3 cm di cruris. deformitas (+), pembengkakan (+)

perdarahan aktif (-)

Feel : Nyeri tekan setempat (+), sensibilitas (+), suhu rabaan hangat, AVN

distal Normal. NVD (-)

Move: Hip Joint: gerakan bebas, Knee Joint: fleksi dan ekstensi terbatas, Ankle

Joint: gerakan terbatas, Phalang Joint: gerakan bebas

Shoulder joint:

Abduksi (-) Adduksi (-),

fleksi (-), ekstensi (-),

sirkumfleksi (-), eksternal

rotasi (-), internal rotasi (-)

Elbow joint : gerakan bebas

Wrist joint : gerakan bebas

Phalang : gerakan bebas

NVD : -

Untuk menegakkan diagnosis diperlukan pemeriksaan penunjang yang mana

menunjukkan fraktur cominutif pada cruris dextra.

28

Page 29: Case Ortjopedi

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang maka

dapat ditegakkan diagnose :

1. Open Fraktur gr II, os tibia dan fibula dextra, komunitif, displaced

2. Dislokasi anterior glenohumeral joint

29

Page 30: Case Ortjopedi

BAB IV

KESIMPULAN

Fraktur terbuka merupakan suatu fraktur dimana terjadi hubungan dengan

lingkungan luar melalui kulit sehingga terjadi kontaminasi bakteri sehingga

timbul komplikasi berupa infeksi. luka pada kulit dapat berupa tusukan tulang

yang tajam keluar menembus kulit atau dari luar oleh karena tertembus misalnya

oleh peluru atau trauma langsung.

Fraktur terbuka merupakan suatu keadaan darurat yang memerlukan

penanganan yang terstandar untuk mengurangi resiko infeksi. selain mencegah

infeksi juga diharapkan terjadi penyembuhan fraktur dan restorasi fungsi anggota

gerak. beberapa hal yang penting untuk dilakukan dalam penanggulangan fraktur

terbuka yaitu operasi yang dilakukan dengan segera, secara hati-hati, debrideman

yang berulang-ulang, stabilisasi fraktur, penutupan kulit dan bone grafting yang

dini serta pemberian antibiotik yang adekuat.

Hubungan dengan dunia luar dapat terjadi karena penyebab rudapaksa

merusak kulit, jaringan lunak dan tulang atau Fragmen tulang merusak jaringan

lunak dan menembus kulit. Klasifikasi yang dianut adalah menurut Gustilo,

Merkow dan Templeman (1990) Semua patah  tulang terbuka adalah kasus gawat

darurat. Karena itu penanganan patah tulang terbuka harus dilakukan sebelum

golden periode terlampaui agar sasaran akhir penanganan patah tulang terbuka

tercapai.

30

Page 31: Case Ortjopedi

DAFTAR PUSTAKA

1. Apley, Graham, Solomon Louis. Buku ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem

Appley Edisi ketujuh. Jakarta : Widya Medika ; 2004.

2. Rasjad, Chairuddin. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Jakarta : Yarsif

Watampone; 2007

3. Sjamsuhidajat, R, Wim de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta :

Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2005.

4. Snell, Richard S. Anatomim Klinik Edisi 6. Jakarta : EGC; 2006

5. SMF Ilmu Bedah Orthopaedi dan traumatologi. Pedoman Diagnosis dan

Terapi. Surabaya: RSU Dr. Soetomo & FK Unair; 2008.

6. Soft tissue coverage in open fractures of tibia. Available from :

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3421938/ Diunduh tgl

09/10/2014

7. Operative stabilization of open long bone fractures. Available from:

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3530238/ Diunduh tgl

09/10/2014

8. Infection Rates in Open Fractures of the Tibia. Available from:

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3205596/ Diunduh tgl

09/10/2014

9. Penanganan Fraktur Terbuka. Available from:

repository.usu.ac.id/bitstream/.../4/Chapter%20II. Diunduh tgl 09/10/2014

10. Flatow EL, Connor PM, Levine WN, Arroyo JS, Pollock RG, Bigliani LU.

1997. Coracoacromial arch reconstruction for anterosuperior subluxation after

failed rotator cuff surgery: A preliminary report. J Shoulder Elbow Surg 6:228

11. Galatz LM, Connor PM, Calfee RP, Hsu JC, Yamaguchi K. 2003. Pectoralis

major transfer for anterior-superior subluxation in massive rotator cuff

insufficiency. J Shoulder Elbow Surg. 12:1-5

12. Ogawa K, Naniwa T. 1998. Deltoid contracture exhibiting anterosuperior

subluxation of the shoulder joint. J Shoulder Elbow Surg. 7:297-300

13. Sharkey NA, Marder RA. 1995. The rotator cuff opposes superior translation

of the humeral head. Am J Sports Med. 23:270-5

31

Page 32: Case Ortjopedi

14. Simank HG, Dauer G, Schneider S, Loew M. 2006. Incidence of rotator cuff

tears in shoulder dislocations and results of therapy in older patients. Arch

Orthop Trauma Surg. 126:235-40

15. Stayner LR, Cummings J, Andersen J, Jobe CM. 2000. Shoulder dislocations

in patients older than 40 years of age. Orthop Clin North Am. 31:231-9

16. Terrier A, Reist A, Vogel A, Farron A. 2007. Effect of supraspinatus

deficiency on humerus translation and glenohumeral contact force during

abduction. Clin Biomech. 22:645-51

17. Werner CM, Favre P, Gerber C. 2007. The role of the subscapularis in

preventing anterior glenohumeral subluxation in the abducted externally

rotated position of the arm. Clin Biomech 22:495-501

18. Wright WG, Gurfinkel VS, Nutt J, Horak FB, Cordo PJ. 2007. Axial

hypertonicity in Parkinson’s disease: Direct measurements of trunk and hip

torque. Exp Neurol. 208: 38-46

32