case croup

37
PENDAHULUAN Sindroma croup adalah sindrom klinis yang ditandai dengan suara serak, batuk menggonggong, stridor inspirasi, dengan atau tanpa adanya stres pernapasan. Gejala yang dapat ditimbulkan bisa dari yang bersifat ringan, sedang, atau bahkan bisa dengan gejala yang cukup parah biasanya terjadi memburuk pada malam hari. Penyakit ini sering terjadi pada anak. “Croup” berasal dari bahasa Anglo-Saxon yang berarti “tangisan keras”. Penyakit ini pertama kali dikenal pada tahun 1928. Croup sindrom ini terjadi sekitar 15% dari anak-anak, dan biasanya terpapar antara usia 6 bulan dan 5-6 tahun. Penyakit ini terdapat sekitar 5% dari penerimaan rumah sakit dalam suatu populasi. Dalam kasus yang jarang, mungkin terjadi pada anak-anak berumur 3 bulan dan yang tertua sekitar usia 15 tahun. Perbandingan anak laki-laki dan perempuan yang menderita penyakit ini adalah 50% anak laki-laki lebih sering daripada perempuan, dan ada peningkatan prevalensi di musim gugur. Istilah lain untuk croup ini adalah laringitis akut yang menunjukkan lokasi inflamasi, yang jika meluas sampai trakea disebut laringotrakeitis, dan jika terjadi sampai ke bronkus digunakan istilah laringotrakeobronkitis. Sindrom croup atau laringotrakeobronkitis akut disebabkan oleh virus yang menyerang saluran respiratori atas. Penyakit ini dapat menimbulkan obstruksi saluran respiratori. Obstruksi yang terjadi dapat bersifat ringan hingga berat.

Upload: resa-aini

Post on 28-Dec-2015

73 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

croup anak

TRANSCRIPT

Page 1: Case Croup

PENDAHULUAN

Sindroma croup adalah sindrom klinis yang ditandai dengan suara serak, batuk

menggonggong, stridor inspirasi, dengan atau tanpa adanya stres pernapasan. Gejala yang dapat

ditimbulkan bisa dari yang bersifat ringan, sedang, atau bahkan bisa dengan gejala yang cukup

parah biasanya terjadi memburuk pada malam hari. Penyakit ini sering terjadi pada anak.

“Croup” berasal dari bahasa Anglo-Saxon yang berarti “tangisan keras”. Penyakit ini pertama

kali dikenal pada tahun 1928.

Croup sindrom ini terjadi sekitar 15% dari anak-anak, dan biasanya terpapar antara usia 6

bulan dan 5-6 tahun. Penyakit ini terdapat sekitar 5% dari penerimaan rumah sakit dalam suatu

populasi. Dalam kasus yang jarang, mungkin terjadi pada anak-anak berumur 3 bulan dan yang

tertua sekitar usia 15 tahun. Perbandingan anak laki-laki dan perempuan yang menderita

penyakit ini adalah 50% anak laki-laki lebih sering daripada perempuan, dan ada peningkatan

prevalensi di musim gugur.

Istilah lain untuk croup ini adalah laringitis akut yang menunjukkan lokasi inflamasi,

yang jika meluas sampai trakea disebut laringotrakeitis, dan jika terjadi sampai ke bronkus

digunakan istilah laringotrakeobronkitis.

Sindrom croup atau laringotrakeobronkitis akut disebabkan oleh virus yang menyerang

saluran respiratori atas. Penyakit ini dapat menimbulkan obstruksi saluran respiratori. Obstruksi

yang terjadi dapat bersifat ringan hingga berat.

Croup sindrom terbanyak disebabkan oleh virus yang menyerang saluran respiratori atas.

Virus yang paling sering menyebabkan sindroma croup ini biasanya adalah Para-influenza tipe 1

virus (HPIV-1) 60%, HPIV-2, 3 dan 4, influenza A dan virus B, adenovirus, Respiratory

Syncytial Virus (RSV) dan campak virus. Selain dapat disebabkan oleh virus, croup sindrom ini

dapat pula disebabkan oleh suatu bakteri. Bakteri yang dapat menimbulkan penyakit ini antara

lain Corynebacterium diphtheriae, Staphylococcus aureus , Streptococcus pneumoniae ,

Hemophilus influenzae , dan Catarrhalis Moraxella.

Sifat penyakit ini adalah self-limited, tetapi kadang-kadang cenderung menjadi berat

bahkan fatal. Sebelum kortikosteroid digunakan secara luas, 30% kasus croup sindrom harus

dirawat d Rumah Sakit dan 1,7% memerlukan intubasi endotrakea. Akan tetapi, setelah

Page 2: Case Croup

kortikosteroid telah digunakan secara luas, kasus croup yang memerlukan perawatan di Rumah

Sakit menurun drastis, dan intubasi endotrakea jarang dilakukan.

Di Alberta, lebih dari 60% anak didiagnosis croup derajat ringan, 4% (satu dari 170 anak)

memerlukan perawatan di Rumah Sakit dan 4% (satu dari 4500 anak) harus dilakukan intubasi.

Page 3: Case Croup

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 DEFINISI

Croup adalah terminologi umum yang mencakup suatu grup penyakit heterogen yang

mengenai laring, infra/subglotis, trakea dan bronkus. Karakteristik sindrom croup adalah batuk

yang menggonggong, suara serak, stridor inspirasi, dengan atau tanpa adanya obstruksi jalan

napas1.

1.2 KLASIFIKASI

Secara umum Croup Sindrom diklasifikasikan ke dalam dua kelompok, yaitu1:

A. Viral Croup

Ditandai dengan gejala-gejala prodromal infeksi pernafasan: gejala obstruksi saluran

pernafasan berlangsung selama 3-5 hari. Beberapa penulis menyebutkan kelompok ini

sebagai Laringotrakeobronkitis

B. Spasmodic Croup

Spasmodic croup, batuk hebat, terdapat faktor atopik, tanpa gejala prodromal, anak tiba-

tiba bisa mendapatkan obstruksi saluran pernapasan, biasanya pada malam hari sebelum

menjelang tidur, serangan terjadi sebentar kemudian kembali normal.

Selain klasifikasi secara umum, juga terdapat klasifikasi berdasarkan derajat keparahan batuk

atau derajat kegawatan, dikelompokkan menjadi 4 kategori1:

1. Ringan: Ditandai dengan batuk menggonggong keras yang kadang-kadang muncul, Stridor

yang tidak dapat terdengar saat pasien istirahat/tidak beraktivitas atau tidak ada kegiatan dan

teradapat retraksi dada ringan.

2. Moderat/Sedang: Ditandai dengan batuk menggonggong yang sering timbul, stridor yang

lebih mudah didengar ketika pasien beristirahat atau tidak aktivitas, retraksi dinding dada

yang sedikit terlihat, tetapi tidak ada gawat napas (repiratory distress).

Page 4: Case Croup

3. Berat: Ditandai dengan batuk menggonggong yang sering timbul, stridor inspirasi yang

terdengar jelas ketika pasien beristirahat, akan tetapi, lebih, dan kadang-kadang disertai

dengan stridor ekspirasi, retraksi dinding dada, dan gawat napas.

4. Gagal napas mengancam: Batuk kadang-kadang tidak jelas, terdengar stridor (kadang

sangat jelas ketika pasien beristirahat), gangguan kesadaran dan letargi

1.3 EPIDEMIOLOGI

Sindrom Croup biasanya terjadi pada anak usia 6 bulan-6 tahun, dengan puncaknya pada

usia 1-2 tahun. Akan tetapi, croup juga dapat terjadi pada anak berusia 3 bulan dan di atas 15

tahun meskipun angka prevalensi untuk kejadian ini cukup kecil.

Penyakit ini lebih sering terjadi pada anak laki-laki daripada anak perempuan, dengan

rasio 3:2. Angka kejadiannya meningkat pada musim dingin dan musim gugur pada negara-

negara sub-tropis sedangkan pada negara tropis seperti indonesia angka kejadian cukup tinggi

pada musim hujan, tetapi penyakit ini tetap dapat terjadi sepanjang tahun. Pasien croup

merupakan 15% dari seluruh pasien dengan infeksi respiratori yang berkunjung ke dokter.

Kekambuhan sering terjadi pada usia 3-6 tahun dan berkurang sejalan dengan

pematangan struktur anatomi saluran pernapasan atas. Hampir 15% pasien sindrom croup

mempunyai keluarga dengan riwayat penyakit yang sama1.

1.4 ETIOLOGI

Virus penyebab tersering sindrom croup (sekitar 60% kasus) adalah Human

Parainfluenza virus type 1 (HPIV-1), HPIV-2, 3, dan 4, virus influenza A dan B, Adenovirus,

Respiratory Syncytial virus (RSV), dan virus campak. Meskipun jarang, pernah juga ditmukan

Mycoplasma pneumonia.1

1.5 PATOGENESIS

Seperti infeksi respiratori pada umumnya, infeksi virus pada laringotrakeitis,

laringotrakeobronkitis, dan laringotrakeobronkopneumonia dimulai dari nasofaring dan

menyebar ke epitelium trakea dan laring. Peradangan difus, eritema, dan edema yang terjadi pada

Page 5: Case Croup

dinding trakea menyebabkan terganggunya mobilitas pita suara serta area subglotis mengalami

iritasi. Hal ini menyebabkan suara pasien menjadi serak (parau). Aliran udara yang melewati

saluran respiratori atas mengalami turbulensi sehingga menimbulkan stridor, diikuti dengan

retraksi dinding dada (selama inspirasi). Pergerakan dinding dada dan abdomen yang tidak

teratur menyebabkan pasien kelelahan serta mengalami hipoksia dan hiperkapnea. Pada keadaan

ini dapat terjadi gagal napas atau bahkan henti napas.1

1.6 MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi klinis biasanya didahului dengan demam yang tidak begitu tinggi selama 12

– 72 jam, hidung berair, nyeri menelan, dan batuk ringan. Kondisi ini akan berkembang menjadi

batuk nyaring, suara menjadi parau dan kasar. Gejala sistemik yang menyertai sperti demam,

malaise. Bila keadaan berat daapt terjadi sesak napas, stridor inspiratorik yang berat, retraksi,

dan anak tampak gelisah, dan akan bertambah berat pada malam hari. Gejala puncak terjadi pada

24 jam pertama hingga 48 jam. Biasanya perbaikan akan tampak dalam waktu satu minggu.

Anak akan sering menangis, rewel, dan akan merasa nyaman jika duduk di tempat tidur atau

digendong1.

Perbandingan antara viral croup (laringotrakeobronkitis) dan spasmodic croup

(spasmodic cough) dapat dilihat pada tabel dibawah ini1:

Tabel perbandingan antara Viral croup dan Spasmodic croup

Karakteristik Viral Croup Spasmodic Croup

Usia 6 bulan – 6 tahun 6 bulan – 6 tahun

Gejala prodromal Ada Tidak jelas

Stridor Ada Ada

Batuk Sepanjang waktu Terutama malam hari

Demam Ada (tinggi) Bisa ada, tidak tinggi

Lama sakit 2-7 hari 2-4 jam

Riwayat keluarga Tidak ada Ada

Predisposisi asma Tidak ada Ada

1.7 DIAGNOSIS

Page 6: Case Croup

Diagnosis klinis ditegakkan berdasarkan gejala klinis yang timbul. Pada pemeriksaan

fisik ditemukan suara serak, hidung berair, peradangan faring, dan frekuensi napas yang sedikit

meningkat. Kondisi pasien bervariasi sesuai dengan derajat stres pernapasan yang diderita.

Pemeriksaan langsung area laring pada pasien croup tidak terlalu diperlukan. Akan tetapi,

bila diduga terdapat epiglotitis (serangan akut, gawat napas/respiratory distress, disfagia,

drooling), maka pemeriksaan tersebut sangat diperlukan.

Sistem paling sering digunakan untuk mengklasifikasikan beratnya Croup adalah Skor

Westley.

Kriteria Nilai

Retraksi Tidak ada 0

Ringan 1

Sedang 2

Berat 3

Masuknya udara Normal 0

Berkurang 1

Sangat berkurang 2

Srtidor inspirasi Tidak ada 0

Gelisah 1

Istirahat dengan stetoskop 2

Istirahat tanpa stetoskop 4

Sianosis Tidak ada 0

Page 7: Case Croup

Gelisah 4

Istirahat 5

Derajat Kesadaran Sadar 0

Gelisah, cemas 2

Penurunan kesadaran 5

Skor 0-1 adalah ringan, skor 2-7 sedang dan skor 8 atau lebih adalah berat.

1.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan laboratorium dan radiologis tidak perlu

dilakukan karena diagnosis biasanya dapat ditegakkan hanya dengan anamnesis, gejala klinis,

dan pemeriksaan fisik.

Bila ditemukan peningkatan leukosit >20.000/mm3 yang didominasi PMN, kemungkinan

telah terjadi superinfeksi, misalnya epiglotitis.

1.8.1 Pemeriksaan Radiologis dan CT-Scan

Tanda menara terlihat pada radiografi anteroposterior jaringan lunak leher. Konvektivitas

lateral normal trakea subglottic hilang, dan penyempitan lumen subglottic menghasilkan

konfigurasi V terbalik di daerah ini. Titik dari V terbalik pada tingkat margin inferior pita suara

yang benar. Penyempitan dari lumen subglottic mengubah tampilan radiografi dari kolom udara

trakea, yang menyerupai atap bernada tajam atau menara gereja.

Page 8: Case Croup

Gambaran Sindrom Croup foto anterior-posterior

Gambaran Sindrom Croup foto lateral

Pada pemeriksaan radiologis leher posisi poserior-anterior ditemukan gambaran udara

steeple sign (seperti menara) yang menunjukkan adanya penyempitan kolumna subglotis. Akan

tetapi, gambaran radiologis seperti ini hanya dijumpai pada 50% kasus saja.

Melalui pemeriksaan radiologis, croup dapat dibedakan dengan berbagai diagnosis

bandingnya. Gambaran foto jaringan lunak (intensitas rendah) saluran napas atas dapat dijumpai

sebagai berikut:

1. Pada trakeitis bakterial, tampak gambaran membran trakea yang compang-camping.

2. Pada epiglotitis, tampak gambaran epiglotitis yang menebal.

3. Pada abses retrofaringeal, tampak gambaran posterior faring yang menonjol.

Pada pemeriksaan CT scan dapat lebih jelas menggambarkan penyebab obstruksi pada

pasien dengan keadaan klinis yang lebih berat, seperti adanya stridor sejak usia di bawah 6 bulan

atau stridor pada saat aktivitas. Selain itu, pemeriksaan ini juga dilakukan bila pada gambaran

radiologis dicurigai adanya massa2.

1.9 TATALAKSANA

Tatalaksana utama bagi pasien croup adalah mengatasi obstruksi jalan napas. Sebagian

besar pasien croup tidak perlu dirawat RS, melainkan cukup dirawat dirumah. Pasien dirawat di

RS bila dijumpai salah satu dari gejala-gejala berikut: anak berusia di bawah 6 bulan, terdengar

Page 9: Case Croup

stridor progresif, stridor terdengar ketika sedang beristirahat, terdapat gejala gawat napas,

hipoksemia, gelisah, sianosis, gangguan kesadaran, demam tinggi, anak tampak toksik, dan tidak

ada respons terhadap terapi 1,5.

1.9.1 Terapi inhalasi

Sejak abad ke-19, terapi uap telah digunakan untuk mengatasi obstruksi jalan napas pada

sindrom croup. Pemakaian uap dingin lebih baik daripada uap panas, karena kulit akan melepuh

akibat paparan uap panas. Uap dingin akan melembabkan saluran respiratori, akan inflamasi,

mengencerkan lender pada saluran respiratori, sekaligus memberikan efek yang nyaman dan

menenangkan bagi anak.

Meskipun terapi uap ini dapat menjadi pilihan yang praktis pada sindrom croup,

kelembaban yang ditimbulkan oleh terapi uap dapat pula memperberat keadaan pada dengan

bronkospasme yang disertai dengan mengi, seperti laringotrakeobronkitis atau pneumonia. Saat

ini beberapa pusat kesehatan tidak merekomendasikan penggunaan terapi uap.

Berdasarkan tiga penelitian yang menggunakan air dingin tersaturasi (coldwater fog)

tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa penggunaannya untuk mengobati croup

menguntungkan. Gina dkk.melakukan penelitian RCT dengan memberikan terapi oksigen

lembab (humidifiedoxygen) pada pasien croup derajat sedang di UGD. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan perbaikan klinis antara kelompok yang diberi terapi

oksigen lembab dan yang tidak diberikan.

1.9.2 Epinefrin

Sindrom croup biasanya cukup diatasi dengan terapi uap saja, tetapi kadang-kadang

membutuhkan farmakoterapi. Nebulisasi epinefrin telah digunakan untuk mengatasi sindrom

croup selama hampir 30 tahun, dan pengobatan dengan epinefrin ini menyebabkan trakeostomi

hampir tidak diperlukan.

Nebulisasi epinefrin sebaiknya juga diberikan kepada anak dengan sindrom croup

sedang-berat yang disertai dengan stridor saat istirahat dan membutuhkan intubasi, serta pada

anak dengan retraksi dan stridor yang tidak mengalami perbaikan setelah diberikan terapi uap

dingin.

Nebulisasi epinefrin akan menurunkan permeabilitas vascular epitel bronkus dan trakea,

memperbaiki edema mukosa laring, dan meningkatkan laju udara pernapasan. Pada penelitian

Page 10: Case Croup

dengan metode double blind, efek terapi nebulisasi epinefrin ini timbul dalam waktu 30 menit

dan bertahan selama dua jam. Epinefrin yang dapat digunakan antara lain adalah sebagai berikut:

1. Racemic epinephrine (campuran 1:1 isomer d dan l epinefrin), dengan dosis 0,5 ml larutan

racemic epinephrine 2,25% yang telah dilarutkan dalam 3 ml salin normal. Larutan

tersebut diberikan melalui nebulizer selama 20 menit.

2. L-epinephrine 1:1000 sebanyak 5 ml; diberikan melalui nebulizer. Efek terapi terjadi

dalam dua jam

Racemic epinephrine merupakan pilihan utama, efek terapinya lebih besar, dan mempunyai

sedikit efek terhadap kardiovaskular seperti takikardi dan hipertensi.

Nebulisasi epinefrin masih dapat diberikan pada pasien dengan takikardi dan kelainan

jantung seperti Tetralogy Fallot.

1.9.3 Kortikosteroid

Kortikosteroid mengurangi edema pada mukosa laring melalui mekanisme anti radang.

Uji klinik menunjukkan adanya perbaikan pada pasien laringotrakeitis ringan-sedang yang

diobati dengan steroid oral atau parenteral dibandingkan dengan plasebo.

1.9.4 Deksametason

Deksametason diberikan dengan dosis 0,6 mg/kgBB per oral/antimuskular sebanyak satu

kali, dan dapat diulang dalam 6-24 jam. Efek klinis akan tampak 2-3 jam setelah pengobatan.

Tidak ada penelitian yang menyokong keuntungan penambahan dosis. Keuntungan pemakaian

kortikosteroid adalah sebagai berikut:

Mengurangi rata-rata tindakan intubasi

Mengurangi rata-rata lama rawat inap

Menurunkan hari perawatan dan derajat penyakit.

Selain deksametason, dapat juga diberikan prednisone atau prednisolon dengan dosis 1-2

mg/kgBB (E4). Berdasarkan dua penelitian meta-analisis (24 RCT) tentang pemakaian

kortikosteroid sistemik, dengan pemberian kortikosteroid 6 dan 12 jam, tetapi tidak sampai 24

jam, disimpulkan bahwa tidak ada pengaruh dari kortikosteroid sistemik.

1.9.5 Budesonid

Nebulisasi budesonid dipakai sejak tahun 1990. Tingkat efektifitasnya adalah E2 bila

dibandingkan dengan plasebo. Larutan 2-4 mg budesonid (2 ml) diberikan melalui nebulizer dan

Page 11: Case Croup

dapat diulang pada 12 dan 48 jam pertama. Efek terapi nebulisasi budesonid terjadi dalam 30

menit, sedangkan kortikosteroid sistemik terjadi dalam satu jam.

Pemberian terapi ini mungkin akan lebih bermanfaat pada pasien dengan gejala muntah

dan gawat napas (respiratory distress) yang hebat. Budesonid dan epinefrin dapat digunakan

secara bersamaan. Sebagian besar kasus pemakaian budesonid tidak lebih baik daripada

deksametason oral.

Kortikosteroid tidak diberikan pada anak dengan varisela dan TB (kecuali pada anak

yang sedang mendapat OAT). Pemakaian kortikosteroid dalam jangka waktu lama (1

mg/kgBB/hari selama delapan hari) dapat meningkatkan infeksi Candida albicans.

1.9.6 Intubasi endotrakeal

Intubasi endotrakeal dilakukan pada pasien sindrom croup yang berat, yang tidak

responsive terapi lain. Intubasi endotrakeal rnerupakan terapi alternative selain trakeostomi

untuk mengatasi obstruksi jalan napas. Indikasi melakukan intubasi endotrakeal adalah adanya

hiperkarbia dan ancaman gagal napas. Selain itu, intubasi juga diperlukan bila terdapat

peningkatan stridor, peningkatan frekuensi napas, peningkatan frekuensi nadi, retraksi dinding

dada, sianosis, letargi, atau penurunan kesadaran. Intubasi hanya dibutuhkan untuk jangka waktu

yang singkat, yaitu hingga edema laring hilang/teratasi1,5.

1.9.7 Kombinasi Oksigen-Helium

Kombinasi oksigen dan helium (Heliox) digunakan oleh beberapa sentra untuk mengatasi

sindrom croup. Helium bersifat inert, tidak beracun, serta mempunyai densitas dan viskositas

yang rendah. Hal ini sangat membantu mengurangi obstruksi jalan napas, yaitu dengan

meningkatkan aliran gas dan mengurangi kerja otot-otot respiratorius. Bila helium

dikombinasikan dengan oksigen, maka oksigenasi darah akan meningkat.

Dengan terapi oksigen-helium ini, pasien sindrom croup beratakan merasa nyaman dan

kemungkinan besar tidak memerlukan tindakan intubasi. Efek klinis pemberian kombinasi

oksigen-helium hampir sama dengan pemberian nebulisasi epinefrin.

1.9.8 Antibiotik

Pemberian antibiotik tidak diperlukan pada pasien sindrom croup, kecuali pasien dengan

laringotrakeobronkitis atau laringotrakeopneumonitis yang disertai infeksi bakteri. Pasien

diberikan terapi empiris sambil menunggu hasil kultur. Terapi awal dapat menggunakan

Page 12: Case Croup

sefalosporin generasi ke-2 atau ke-3. Pemberian sedative dan dekongestan oral tidak dianjurkan

pada pasien sindrom croup.

Dibawah ini merupakan Algoritma penatalaksanaan sindrom Croup, sebagai berikut1:CROUP

Diagnosis banding Aspirasi benda asing Epiglotitis

Obstruksi jalan napas yang mengancam jiwa Sianosis Penurunan kesadaran

TIDAK YA

O2 100% dengan sungkup muka dan nebulisasi adrenalin (5ml) 1:1000

Intubasi anak sesegera mungkin oleh seorang yang berpengalaman

Hubungi pusat rujukan pelayanan kesehatan anak

Croup derajat ringan Batuk menggonggong Tanpa retraksi dada Tanpa sianosis

Croup derajat sedang Stridor saat istirahat Terdapat retraksi

dinding dada minimal Mampu berinteraksi

Croup derajat berat Stridor menetap saat

istirahat Trakeal tug dan

retraksi dinding dada terlihat jelas

Apatis dan gelisah Pulsus paradoksus

Edukasi orang tua Pertimbangkan

kortikosteroid dosis tunggal (oral)

Periksa kemampuan orang tua dan kemampuan dalam menyediakan transport

DIPULANGKAN

Kortikosteroid deksametason 0,15-0,30 mg/kg atau Prednison 1-2 mg/kg (oral) atau nebulisasi Budesonide 2 mg jika kortikosteroid oral tidak berpengaruh

OBSERVASI > 4 JAM

Minimal handling O2 4 lpm dan nebulisasi

adrenalin dan kortikosteroid sistemik (dosis sama dengan croup derajat sedang)

Intubasi

RAWAT RS

Membaik Dipulangkan bila tidak

ada stridor saat istirahat Edukasi orang tua pasien

Tidakmembaik Evaluasiulang Rawat Hubungikonsulen Evaluasi diagnosis

Rawat/observasi di IGD Ulangi pemberian

kortikosteroid oral/12 jam Edukasi ortu pasien Sediakan penjelasan

tertulis untuk dokter umum yang akan follow up

Nebulisasi adrenalin (dosis sama) dan kortikosteroid sistemik (dosis sama)

Persiapkan pelayanan untuk tindakan darurat

Pertimbangkan intubasi Evaluasi diagnosis

Perbaikan

Sebagian

Page 13: Case Croup

Komplikasi

Pada 15% kasus dilaporkan terjadi komplikasi, misalnya otitis media, dehidrasi, dan

pneumonia (jarang terjadi). Sebagian kecil pasien memerlukan tindakan intubasi. Gagal jantung

dan gagal napas dapat terjadi pada pasien yang perawatan dan pengobatannya tidak adekuat2.

Prognosis

Sindrom croup biasanya bersifat self-limited dengan prognosis yang baik2.

Page 14: Case Croup

BAB II

LAPORAN KASUS

2.1 IDENTIFIKASI PASIEN

Nama : R

Umur : 4 tahun 7 bulan

Jenis Kelamin : Laki-laki

MR : 797599

2.2 ANAMNESIS

Seorang pasien laki-laki berumur 4 tahun 7 bulan masuk ke bangsal anak RS. Dr.M.Djamil

Padang tanggal 1 September 2012 dengan :

Keluhan Utama

Sesak nafas sejak ± 15 jam yang lalu

Riwayat Penyakit Sekarang

Demam sejak 2 hari yang lalu, tingi, terus menerus, tidak menggigil, tidak berkeringat,

tidak disertai kejang

Sesak nafas sejak ±15 jam yang lalu, berbunyi mengorok, tidak berbunyi menciut, tidak

dipengaruhi cuaca, makanan, dn aktivitas

Nyeri menelan sejak ±15 jam yang lalu

Anak lebih suka duduk atau setengah duduk sejak ±15 jam yang lalu

Suara serak sejak ±10 jam yang lalu

Batuk menggongggong tidk ada, pilek tidak ada

Kebiruan tidak ada

Mual dan muntah tidak ada

Riwayat kontak dengan penderita batuk-batuk lama tidak ada

Riwayat kontak dengan unggas mati tidak ada

Buang air kecil jumlah dan warna biasa

Page 15: Case Croup

Buang air besar warna dan konsistensi biasa

Anak dirujuk dari RSUD M. Zein Painan dengan keterangan suspek difteri dan telah

diberi terapi oksigen 2 liter/menit nasal, IVFD Kaen IB 10 tetes/menit makro, ceftriaxon

500 mg, dexamethason 6,5 mg intravena; anak telah dilakukan pemeriksaan rontgrn

thoraks AP di RSUD M. Zein

Riwayat Penyakit Dahulu

Anak tidak pernah menderita penyakit seperti ini sebelumnya

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit seperti ini

Riwayat Pekerjaan, sosial, ekonomi, kejiwaan dan kebiasaan

Anak tunggal, lahir sectio caesaria atas indikasi ibu hipertensi dan panggul sempit, cukup

bulan, berat badan lahir 3000 gram, panjang badan lupa, langsung menangis

Riwayat imunisasi dasar tidak lengkap

Riwayat pertumbuhan dan perkembangan dalam batas normal

Higien dan sanitasi lingkungan cukup baik

Ibu tamat SMA, bekerja sebagai ibu rumah tangga, ayah tamat SMP, wiraswasta dengan

penghasilan 2.000.000 rupiah perbulan

Riwayat Imunisasi

BCG : tidak ada

DPT : tidak ada

Polio : umur 2 bulan, 3 bulan

Hepatitis B : tidak ada

Campak : 9 bulan

Kesan : Imunisasi dasar tidak lengkap

Riwayat Tumbuh Kembang

Perumbuhan Gigi Pertama : 6 bulan

Page 16: Case Croup

Psikomotor :

tengkurap : 3 bulan

duduk : 6 bulan

berdiri : 10 bulan

berjalan : 13 bulan

bicara : 15 bulan

perkembangan mental:

isap jempol (-), gigit kuku (-), mengompol (-), aktif sekali (-), apati (-), ketakutan (-), pergaulan

jelek (-)

kesan : pertmbuhan dan perkembangan baik

Riwayat Makanan

ASI : tidak ada

Susu formula : 0 – 2 tahun

Bubur Susu : 4 – 8 bulan

Nasi tim : 8 – 10 bulan

Nasi lunak : 10 – 12 bulan

Nasi biasa : 1 tahun – sekarang ( 2 – 3 x/hari, ikan 3-4 x/minggu, telur 3-4 x/ minggu,

sayur tiap hari)

Kesan : makanan kualitas kurang, kuantitas cukup

Riwayat Perumahan dan Lingkungan

Rumah permanen

Sumber air minum dari air sumur

Jamban di dalam rumah

Pekarangan cukup luas

Sampah dibakar

Kesan higiene dan sanitasi lingkungan cukup baik

Page 17: Case Croup

2.3 PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum : sakit berat Kesadaran : sadar

Tekanan darah : 110/80 mmHg Frekuensi nafas : 54 x/menit

Nadi : 130x/menit Suhu : 37,9˚C

Berat badan : 13 kg Tinggi badan : 98 cm

Sianosis : Tidak ada Edema : Tidak ada

Anemis : Tidak ada Ikterik : Tidak ada

Status Gizi :

BB/U : 83,87%

TB/U : 98,49%

BB/TB : 86,87%

Kesan : Gizi kurang

Pemeriksaan Sistemik :

Kulit : Teraba hangat

Kepala : Bentuk bulat simetris,

Rambut hitam tidak mudah dicabut

Mata :Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor Ø 2mm/2mm,

Refleks cahaya +/+ normal

Telinga : Tidak ditemukan kelainan

Hidung : napas cuping hidung ada

Tenggorok : Tonsil T1-T1, tidak hiperemis, detritus tidak ada, faring tidak hiperemis,

pseudomembran tidak ada

Mulut : Mukosa mulut dan bibir basah

Leher : tidak ditemukan kelainan

KGB : Tidak teraba pembesaran KGB

Dada :

Paru :

Inspeksi : simetris, retraksi (+) di epigastrium, interkostal, dan suprasternal

Palpasi : Fremitus sama kiri dan kanan.

Page 18: Case Croup

Perkusi : Sonor.

Auskultasi : Bronkial, stridor inspirasi dan ekspirasi (+), rhonki basah halus nyaring

di kedua lapangan paru, wheezing tidak ada

Jantung :

Inspeksi : Iktus tidak terlihat

Palpasi : Iktus teraba 1 jari medial linea midclavicularis sinistra RIC V

Perkusi : Batas jantung atas: RIC II, kanan: LSD, kiri: 1 jari medial LMCS RIC V

Auskultasi : Irama jantung teratur, bising tidak ada.

Perut :

Inspeksi : Distensi tidak ada

Palpasi : supel, hepar dan lien tidak teraba

Perkusi : Timpani

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Punggung : Tidak ditemukan kelainan

Alat Kelamin : Tidak ditemukan kelainan

Anus : colok dubur tidak dilakukan

Ekstremitas : Akral hangat, refilling kapiler baik,

Refleks fisiologis +/+, Refleks Patologis-/-

2.4 PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Darah:

Hb : 12,2 gr/dl

Leukosit : 7.400 /mm3

Hitung jenis : 0/0/0/49/36/1

Urin :

Reduksi (-)

Sedimen : leukosit (-), eritrosit (-)

Albumin (-)

Bilirubin (-)

Urobilinogen (-)

Page 19: Case Croup

2.5 DIAGNOSIS KERJA

Suspek Croup Disease

Bronkopneumoni

Gizi Kurang

2.7 DIAGNOSIS BANDING

Epiglotitis

Aspirasi Benda Asing

2.8 RENCANA PEMERIKSAAN

AGD

GDR

Rontgen Leher AP/Lateral

Kultur darah

Konsultasi bagian THT

2.9 TERAPI

Oksigen 2 liter/menit nasal

IVFD KaEn IB 85 cc/kgBB/hari = 14 tetes/i makro

Sementara puasa

Ceftriaxon 1x1 gram intravena

Paracetamol 130 mg (T ≥ 38,50C)

2.10 FOLLOW UP

Page 20: Case Croup

1 September 2012

Tabel skor Westley

Kriteria Nilai Pasien

Retraksi :

Tidak ada

Ringan

Sedang

berat

0

1

2

3 3

Masuknya udara:

Nomal

Berkurang

Sangat berkurang

0

1

2

1

Stridor inspirasi:

tidak ada

gelisah

istirahat dengan stetoskop

istirahat tanpa stetoskop

0

1

2

4 4

Sianosis:

Tidak ada

Gelisah

Istirahat

Derajat kesadaran:

Sadar

Gelisah, cemas

Penurunan kesadaran

0

4

5

4

Total 14

Page 21: Case Croup

Kesimpulan skor Croup 14 >8 = Croup berat

Terapi : nebulisasi adrenalin 1 : 1000 5 ml

Hasil AGD :

pH : 7,21

pCO2 : 45 mmHg

pO2 : 72 mmHg

HCO3- : 17,6 mmol/L

BE : -97

SO2 : 88%

Kesan :

asidosis respiratorik akut

asidosis metabolik

hipoksemia

Terapi :

Beri oksigen 3 liter/menit nasal

Elektrolit :

Na : 133 mmol/L (hiponatremi)

K : 4,4 mmol/L (normal)

GDR : 170 mg/dl (normal)

Kesan rontgen Thoraks AP sementara :

- Tampak gambaran udara yang menyempit pada subglotis (steeple sign)

- Pulmo : tampak infiltrat perihiler dan parakardial di kedua lapangan paru

- Cor : dalam batas normal

- Sinus dan diafragma baik

Kesan : sesuai dengan laringitis, bronkpneumonia

Hasil konsultasi bagian THT :

Page 22: Case Croup

Saat ini tidak ditemukan tanda-tanda obstruksi jalan nafas dan kegawatdaruratan di bidang THT-

KL.

Saat ini tidak ada tatalaksana khusus di bidang THT-KL.

1 September 2012, pukul 20.00 WIB

Follow up setelah nebulisasi

S/

- Anak masih sesak nafas, berkurang dari sebelumnya

- Kebiruan tidak ada

- Demam masih ada, tidak tinggi

- Kejang tidak ada

- Suara masih serak

- Nyeri menelan masih ada

- Mual dan muntah tidak ada

- Buang air kecil biasa

O/

KU : sakit berat, sadar, nadi : 130 x/menit, nafas : 46 x/menit, T: 37,9

Nafas cuping hidung (+)

Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

Thoraks : retraksi epigastrium dan intercostal (+)

Cor : irama teratur, bising tidak ada

Pulmo : stridor (+)

Rhonki +/+, wheezing -/-

Abdomen : distensi (-), bising usus (+) normal

Ekstremitas : akral hangat, refilling kapiler baik

Kesan :

perbaikan minimal

Terapi :

dexamethason 0,6 mg/kgBB IV = 7,8 mg IV

1 September 2012, pukul 22.00 WIB

Page 23: Case Croup

S/ sesak nafas bertambah dibanding sebelumnya

Kebiruan tidak ada

Demam tidak ada

Kejang tidak ada

Nyeri menelan masih ada

Muntah tidak ada

BAK biasa

O/ KU : sakit berat

Nadi : 120 x/ menit

Nafas : 48 x/menit

Suhu : 37 C

Nafas cuping hidung (+)

Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

Thoraks : retraksi (+) di epigastrium dan intercostal

Cor : irama teratur, bising (-)

Pulmo : bronkial, rhonki +/+, stridor (+), wheezing -/-

Abdomen : distensi (-), bissing usus (+) normal

Ekstremitas : akral hangat, refilling kapiler baik

Kesan :

Perburukan

Terapi :

Nebulisasi adrenalin 1:1000 5 ml

2 September 2012, 06.00 WIB

S/ sesak nafas masih ada, berkurang dari sebelumnya

Kebiruan tidak ada

Demam tidak ada

Kejang tidak ada

Mual dan muntah tidak ada

BAK biasa

O/ KU : sakit berat, sadar

Page 24: Case Croup

Nadi : 108 x/menit

Nafas : 40 x/menit

Suhu : 37,2 C

Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

Thoraks : retraksi (+) di epigastrium

Cor : irama teratur, bising (-)

Pulmo : bronkial, stridor ada (berkurang), rhonki +/+, wheezing -/-

Abdomen : distensi (-), bising usus (+) normal

Ekstremitas : akral hangat, refilling kapiler baik

Kesan :

Perbaikan

Balance Cairan / 12 jam

p.o -

p.e 500 cc

IWL 195

Urin 300 cc

Balance +5 cc

Diuresis 1,9 cc kgBB/jam

Skor Westley

Retraksi ringan : 2

Air Entry : 0

Stridor inspirasi terdengar dengan stetoskop : 2

Sianosis : tidak ada : 0

Derajat kesadaran : sadar : 0

Total : 4

Kesan : croup sedang (perbaikan dari sebelumnya)

Terapi:

Oksigen 3 liter/menit

IVFD KaEn IB 14 tetes/menit makro

Ceftriaxon 1 x 1 gr IV

Dexamethason 3 x 3,5 mg IV

Page 25: Case Croup

Paracetamol 130 mg (T ≥ 38,5 C)

Coba minum 8 x 25 cc

2 September 2012, pukul 08.00 WIB

S/ demam tidak ada

Sesak nafas masih ada

Kebiruan tidak ada

Muntah tidak ada

BAK ada, jumlah dan warna biasa

O/ KU : sakit berat, sadar

Nadi : 100 x/menit

Nafas : 40 x/menit

Suhu : 37,0 C

Nafas cuping hidung tidak ada

Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

Thoraks : retraksi (+) di epigastrium

Cor : irama teratur, bising tidak ada

Pulmo : bronkial, stridor tidak ada, rhonki +/+, wheezing -/-

Abdomen : distensi (-), bising usus (+) normal

Ekstremitas : akral hangat, refilling kapiler baik

Kesan:

Perbaikan

Observasi takipneu

Terapi :

Oksigen 3 liter/menit nasal

IVFD KaEn IB 14 tetes/menit makro

Ceftriaxon 1 x 1 gr IV

Dexamethason 3 x 3,5 mg IV

Paracetamol 130 mg (T ≥ 38,5 C)

Coba minum 8 x 25 cc

Page 26: Case Croup

3 September 2012

S/ demam tidak ada

Sesak nafas masih ada, berkurang

Kebiruan tidak ada

Muntah tidak ada

BAK ada, jumlah dan warna biasa

O/ KU : sakit berat, sadar

Nadi : 102 x/menit

Nafas : 36 x/menit

Suhu : 37,2 C

Nafas cuping hidung tidak ada

Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

Thoraks : retraksi (+) di epigastrium

Cor : irama teratur, bising tidak ada

Pulmo : bronkial, stridor tidak ada, rhonki +/+, wheezing -/-

Abdomen : distensi (-), bising usus (+) normal

Ekstremitas : akral hangat, refilling kapiler baik

Kesan:

Perbaikan

Terapi :

Oksigen 3 liter/menit nasal

IVFD KaEn IB 14 tetes/menit makro

Ceftriaxon 1 x 1 gr IV

Dexamethason 3 x 3,5 mg IV

Paracetamol 130 mg (T ≥ 38,5 C)

Coba minum 8 x 25 cc

Page 27: Case Croup

BAB III

DISKUSI

Telah dirawat seorang pasien lak-laki, berusia 4 tahun 7 bulan di bangsal anak RSUP DR. M

Djamil Padang, dengan diagnosis saat masuk Suspek Croup disease. Pasien datang dengan

keluhan utama sesak nafas sejka 15 jam uang lalu. Pasien telah mengalami demam sejak 2 hari

yang lalu, tingi, terus menerus, tidak menggigil, tidak berkeringat, tidak disertai kejang. Sesak

nafas sejak ±15 jam yang lalu, berbunyi mengorok, tidak berbunyi menciut, tidak dipengaruhi

cuaca, makanan, dan aktivitas. Pasien juga mengalami nyeri menelan sejak ±15 jam yang lalu.

pasien lebih suka duduk atau setengah duduk sejak ±15 jam yang lalu. Suara serak sejak ±10 jam

yang lalu. Batuk menggongggong tidk ada, pilek tidak ada. Pasiein dirujuk dari RSUD M. Zein

Painan dengan keterangan suspek difteri dan telah diberi terapi oksigen 2 liter/menit nasal, IVFD

Kaen IB 10 tetes/menit makro, ceftriaxon 500 mg, dexamethason 6,5 mg intravenadan telah

dilakukan pemeriksaan rontgen thoraks AP di RSUD M. Zein

Pada pemeriksaan fisik ditemukan pasien tampak sakit berat dengan tekanan darah

110/80 mmHg, nafas sesak 54x/menit, nadi 130x/menit, suhu 37,9˚C. Pada pasien ditemukan

adanya nafas cuping hidung, retraksi dinding dada di epigastrium, interkosta dan suprasternal.

Ditemukan pula stridor inspirasi dan ekspirasi serta rhonki basah halus nyaring di kedua

lapangan paru.

Dari keseluruhan anamnesis, pemeriksaan fisik dan labor rutin maka pasien didiagnosis

sebagai suspek Croup Disease, kemudian direncanakan pemeriksaan foto rontgen leher. Dari

hasil rontgen tersebut didapatkan gambaran steeple sign yang memperkuat diagnosis. Pasien juga

didiagnosis bronkopneumoni dengan adanya rhonki basah halus nyaring di kedua lapangan paru

dan gizi kurang sehubungan dengan BB/TB pasien yang kurang dari 90%.

Pada pasien diberikan tatalaksana awal dengan pemberian oksigen 2 liter/menit nasal,

IVFD KaEn IB 85 cc/kgBB/hari, ceftriaxon 1 x 1 gram IV dan PCT 130 mg. Dari penialaian

skor Westley didapatkan skor 14 yang membuat pasien dikategorikan Croup berat. Dengan

keadaan pasien yang sesak dilakukan nebulisasi adrenalin 1:1000 5 ml. post nebulisasi perbaikan

hanya minimal, kemudian diberikan dexamethason 0,6 mg/kgBB. Karena kemudian masih

terjadi perburukan kembali dilakukan nebulisasi adrenalin. Pada rawatan hari ke-2 keadaan terus

membaik, terapi masih dilanjutkan, dan pasien telah dicoba untuk mulai minum.

Page 28: Case Croup

Pasien didiagnosis DBD karena adanya demam tinggi mendadak yang terus menerus

selama 3 hari kemudian turun dan demam kembali hingga saat ini. Ditemukan adanya

manifestasi perdarahan berupa ptekie pada tangan, hepar teraba membesar 1/3-1/4, nadi lemah

dan cepat disertai tekanan nadi menurun (≤20 mmHg), tekanan darah menurun (tekanan sistolik

≤ 80 mmHg) disertai kulit yang teraba dingin. Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan

trombositopenia dengan jumlah trombosit 29.000/mm3 dan hemokonsentrasi. Dikatakan Derajat

III karena ditemukan tanda kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lembut, tekanan nadi

menurun (≤ 20 mmHg) disertai kulit dingin.

Pasien diberikan cairan RL 20 cc/kg BB/jam sehingga cairan harus masuk 113 tetes. Pada

pasien dipasang 2 IV line. Pada pemeriksaan fisik dan laboratorium setengah jam setelah syok

ditemukan akral teraba hangat, nadi teraba kuat, tekanan nadi 30 mmHg. Hal ini menunjukkan

syok teratasi.

Terapi yang diberikan selanjutnya adalah IVFD RL 52 tetes/menit, ML 1400 kkal/hari,

paracetamol jika suhu ≥ 38,50C, dan banyak minum. Pada pemantauan 24 jam pertama rawatan

ditemukan TD 90/60 mmHg, nadi 120x/menit, nafas 34x/menit, Hb 10,2 g/dl, Ht 30%, trombosit

33.000/mm3 (penurunan Ht dan peningkatan trombosit dari sebelumnya). Hal ini menunjukkan

hemodinamik pasien stabil sehingga cairan yang diberikan terakhir adalah RL 5 ml/kgBB/jam.

Pada follow up terakhir cairan yang diberikan diturunkan menjadi 3 ml/kgBB/jam.