naskah kuliah blok 15 pseudo croup

60
NASKAH KULIAH PSEUDO CROUP BLOK 15 SISTEM RESPIRASI

Upload: ardi-ardiansyah

Post on 02-Jan-2016

351 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Naskah Kuliah Blok 15 Pseudo Croup

NASKAH KULIAH

PSEUDO CROUP

BLOK 15SISTEM RESPIRASI

MEDICAL EDUCATION UNITFAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS JENDERAL ACMAD YANI2009

Page 2: Naskah Kuliah Blok 15 Pseudo Croup

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................. i

DAFTAR ISI............................................................................................................ ii

DAFTAR GAMBAR............................................................................................... iv

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................ 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................. 2

2.1 Anatomi Perkembangan Laring.................................................................. 2

2.2 Anatomi Laring........................................................................................... 5

2.3 Persarafan, Perdarahan dan Drainase Limfatik Laring.............................. 11

2.4 Fisiologi Laring.......................................................................................... 13

2.5 Obstruksi Saluran Pernapasan Atas Infeksius........................................... 14

2.5.1 Etiologi dan Epidemiologi................................................................. 15

2.5.2 Manifestasi Klinis............................................................................. 16

2.5.2.1 Croup (Laringotrakeobronkitis)............................................. 16

2.5.2.2 Epiglotitis Akut (Supraglotitis)............................................. 18

Page 3: Naskah Kuliah Blok 15 Pseudo Croup

2.5.2.3 Laringitis Spasmodik Akut (Croup Spasmodik).................. 21

2.5.2.4 Trakeitis bakteri..................................................................... 22

2.5.3 Diagnosis Banding............................................................................. 24

2.5.4 Komplikasi......................................................................................... 25

2.5.5 Prognosis............................................................................................ 25

2.5.6 Pengobatan......................................................................................... 26

BAB III KESIMPULAN........................................................................................... 31

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................ 33

Page 4: Naskah Kuliah Blok 15 Pseudo Croup

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Anatomi Perkembangan Laring............................................................. 2

Gambar 2.2 Anatomi Laring pada Bayi dan Dewasa................................................. 4

Gambar 2.3 Anatomi Laring....................................................................................... 6

Gambar 2.4 Struktur Laring Dalam............................................................................ 10

Gambar 2.5 Haemophilus influenzae......................................................................... 15

Gambar 2.6 Croup...................................................................................................... 17

Gambar 2.7 Haemophilus influenzae tipe B................................................................ 19

Page 5: Naskah Kuliah Blok 15 Pseudo Croup

BAB I

PENDAHULUAN

Pseudo croup acute epiglotitis merupakan suatu sindroma “croup”. Kedua

penyakit ini mempunyai manifestasi klinik yang sama yaitu obstruksi saluran napas atas.

Tetapi kedua penyakit ini mempunyai penyebab dan patofisiologi yang berbeda satu

sama lainnya.

Karena penyakit ini mempunyai manifestasi klinik berupa obstruksi saluran napas

atas, maka kedua penyakit ini merupakan kegawatdaruratan di bagian Ilmu Penyakit

Telinga, Hidung , dan Tengorok yang mungkin dapat ditemukan dalam praktek sehari-

hari.

Walaupun dalam penatalaksanaannya kedua penyakit ini tidak ada perbedaan

yang berarti, namun kita tetap perlu mengetahui tentang kedua penyakit ini. Sehingga

penderita dapat ditangani dengan baik sesuai dengan penyebab dan perjalanan

penyakitnya.

Dalam tulisan ini akan dibahas tentang masing-masing penyakit, mulai dari

penyebab sampai pengobatannya. Sehingga kita dapat lebih mengetahui tentang

penanganannya.

Page 6: Naskah Kuliah Blok 15 Pseudo Croup

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Perkembangan Laring

Susunan pernapasan mulai berkembang dua sampai empat hari setelah pembentukan

sistem saraf dan sistem kardiovaskular. Beberapa ahli embriologi menduga bahwa

divertikulum ventral dalam usus depan merupakan primordium paru dan laring, yang

merupakan tanda pertama dari susunan pernapasan.

Gambar 2.1. Anatomi Perkembangan Laring

Page 7: Naskah Kuliah Blok 15 Pseudo Croup

Hari ke-34 dalam uterus, lamina epitel pada laring mulai mengalami rudimenter.

Divertikulum pernapasan primitif berubah menjadi pipa laringotrakea yang

menghubungkan faring dengan fisura laring. Fisura laring terikat di bagian lateral oleh

pembengkakan aritenoid dan lipatan ariepiglotik primitif. Pada garis tengah terdapat

eminensia hipofaring (epiglotis primitif). Eminensia ini menonjol ke arah rostral dan

kaudal merupakan penyatuan dari perluasan lengkung ke-4 ke anterior dan pasangan ini

merupakan asal mula epiglotis.

Selama kehamilan minggu ke-5 sampai ke-8, berbagai tulang rawan berkembang

menjadi bentuk khusus dan otot-otot yang besar terlihat dengan jelas. Epiglotis adalah

yang terakhir membentuk jaringan tulang rawan.

Epiglotis dan kartilago kuneiformis Wrisberg merupakan derivat dari furkula, yang

merupakan derivat dari dasar faring, walaupun lengkung ke-4 yang membentuk plika

gloso-epiglotik lateral mungkin berperan dalam pembentukan epiglotis.

Sewaktu lahir batas inferior kartilago krikoid berada setinggi batas atas dari vertebra

servikal ke-4 dan ujung epiglotis berhadapan dengan vertebra servikal pertama. Maka,

epiglotis dapat dilihat dengan mudah di balik dorsum lidah pada kebanyakan bayi. Laring

menurun sedikit pada leher antara waktu lahir dan umur dua tahun, kemudian posisi

relatif menetap hingga umur sebelas sampai dua belas tahun. Selama periode ini, krikoid

berhadapan dengan diskus intervertebra antara vertebra ke empat dan ke lima, dan

epiglotis berada pada ketinggian diskus intervertebra ke dua. Ujung epiglotis hampir

menetap berhadapan dengan vertebra servikal ke tiga. Pada bayi, kerangka tulang rawan

laring lebih lunak, dan ligamen yang menyangganya lebih longgar, membuat laring lebih

mudah mengempis jika mendapat tekanan negatif di bagian dalam. Jaringan subepitel

Page 8: Naskah Kuliah Blok 15 Pseudo Croup

kurang padat, lebih banyak dan lebih bervaskuler pada bayi, yang cenderung

mengakumulasi cairan jaringan. Hal ini merupakan faktor penting penyebab terjadinya

obstruksi daerah infraglotik dan supraglotik akibat edema inflamasi pada anak kecil.

Beberapa struktur laring mempunyai perbedaan bentuk pada bayi. Epiglotis cenderung

berbentuk huruf omega, maka ada kecenderungan lebih besar untuk menutup vestibulum

bila terjadi edema. Juga, tepi epiglotis yang berbentuk omega kurang menopang plika

ariepiglotik dibandingkan tepi epiglotis yang rata pada orang dewasa yang dapat

membantu menahan plika ariepiglotik tersebut pada posisi lateral.

Page 9: Naskah Kuliah Blok 15 Pseudo Croup

Gambar 2.2. Anatomi Laring pada Bayi dan Dewasa

Keganjilan-keganjilan bentuk laring bayi merupakan faktor penting dalam

kecenderungan terjadinya penyakit laring tertentu dan aspirasi benda asing.

2.2 Anatomi Laring

Laring adalah organ khusus yang mempunyai sfingter pelindung pada pintu masuk

jalan napas dan berfungsi dalam pembentukan suara. Di atas membuka ke dalam

laringofaring, dan di bawah bersambung dengan trakea.

Kerangka laring dibentuk oleh beberapa tulang rawan, yang dihubungkan melalui

membran dan ligamen dan digerakkan oleh otot. Laring juga dilapisi oleh mukosa.

Kartilago tiroid terdiri atas dua lamina tulang rawan hialin yang bertemu di garis

tengah, pada tonjolan V jakun. Tepi posterior tiap lamina tertarik ke atas membentuk

kornu superius dan ke bawah membentuk kornu inferius. Pada permukaan luar tiap

lamina terdapat linea obliqua sebagai tempat melekat m. sternotiroideus, tirohioideus, dan

m. konstriktor faringeus inferior.

Kartilago krikoid dibentuk dari cincin tulang rawan yang utuh. Bentuknya mirip

cincin cap dan terletak di bawah kartilago tiroid. Memiliki arkus anterior sempit dan

lamina posterior yang lebar. Pada permukaan lateral terdapat faset sirkular untuk

artikulasi dengan kornu inferius kartilago tiroid. Di kiri-kanan tepi atas terdapat faset

artikular untuk artikulasi dengan basis kartilaginis aritenoid. Semua sendi ini ialah sendi

sinovial.

Page 10: Naskah Kuliah Blok 15 Pseudo Croup

Kartilago aritenoid merupakan rawan kecil berjumlah dua dan berbentuk piramid.

Keduanya terletak di belakang laring, di lateral tepi atas lamina kartilago krikoid.

Masing-masing tulang rawan memiliki apeks di atas dan basis di bawah. Apeks

menyangga kartilago kornikulata. Basis berartikulasi dengan kartilago krikoid.

Gambar 2.3. Anatomi Laring

Page 11: Naskah Kuliah Blok 15 Pseudo Croup

Kartilago kornikulata adalah dua nodulus kecil yang berartikulasi dengan apeks-

apeks kartilago aritenoid dan menjadi tempat melekat plika-plika ariepiglotika.

Kartilago kuneiformis merupakan dua tulang rawan kecil berbentuk batang yang

terletak sedemikian rupa sehingga masing-masing terdapat dalam satu plika ariepiglotika.

Berfungsi untuk menyokong plika tersebut.

Epiglotis merupakan tulang rawan yang tipis, fleksibel, berbentuk daun dan

fibroelastik. Petiola merupakan bagian inferior yang sempit melekat pada tulang rawan

tiroid tepat di atas komisura anterior. Dekat ujung bawah petiola terdapat penonjolan,

tuberkulum epiglotis, yang seringkali menutupi komisura anterior pada pemeriksaan

laring tidak langsung. Tulang rawan ditembus oleh beberapa foramen di bawah

perlekatan ligamen hioepiglotika. Bagian epiglotis ini membentuk dinding posterior

ruang praepiglotika yang merupakan daerah penting pada penyebaran karsinoma laring.

Tidak seperti perikondrium tulang rawan hialin, perikondrium epiglotis sangat melekat.

Oleh karena itu infeksi cenderung terlokalisasi jika mengenai epiglotis, sedangkan infeksi

akan menyebabkan destruksi luas tulang rawan hialin dimanapun, karena terlepasnya

perikondrium. Epiglotis dilekatkan pada os hioideum oleh ligamentum hioepiglotikum,

dan dilekatkan pada kartilago tiroid oleh ligamentum tiroepiglotikum.

Aditus laringis menghadap ke belakang dan atas, ke dalam laringofaring. Dibatasi di

depan oleh tepi atas epiglotis, di lateral oleh plika ariepiglotika yaitu lipat mukosa yang

menghubungkan epiglotis dengan kartilago aritenoid, posterior dan bawah oleh mukosa

antara kedua kartilago aritenoid. Kartilago kornikulata yang terletak di puncak kartilago

aritenoid dan rawan kecil berbentuk batang, kartilago kuneiformis, menyebabkan tepi

atas plika ariepiglotika sedikit meninggi.

Page 12: Naskah Kuliah Blok 15 Pseudo Croup

Laring juga disokong oleh jaringan elastik. Di sebelah superior, pada kedua sisi

laring terdapat membrana kuadrangularis yang meluas ke belakang dari tepi lateral

epiglotis hingga tepi lateral kartilago aritenoid. Dengan demikian, membrana ini

membagi dinding antara laring dan sinus piriformis, dan batas superiornya disebut plika

ariepiglotika. Pasangan jaringan elastik penting lainnya adalah konus elastikus

(membrana krikovokalis). Jaringan ini jauh lebih kuat daripada membrana

kuadrangularis, dan meluas ke atas dan medial dari arkus kartilaginis krikoidea untuk

bergabung dengan ligamentum vokalis pada masing-masing sisi. Jadi konus elastikus

terletak di bawah mukosa di bawah permukaan korda vokalis sejati.

Otot-otot laring dapat dibagi dalam dua kelompok. Otot ekstrinsik yang terutama

bekerja pada laring secara keseluruhan, sementara otot intrinsik menyebabkan gerakan

antara berbagai struktur-struktur laring sendiri. Otot ekstrinsik dapat digolongkan

berdasarkan fungsinya. Otot depresor atau otot-otot leher (omohioideus, sternohioideus,

sternotiroideus) berasal dari bagian inferior. Otot elevator (milohioideus, geniohioideus,

genioglosus, hioglosus, digastrikus dan stilohioideus) meluas dari os hioideum ke

mandibula, lidah dan prosesus stiloideus pada kranium. Otot tirohioideus walaupun

digolongkan sebagai otot-otot leher, terutama berfungsi sebagai elevator. Melekat pada os

hioideum dan ujung posterior alae kartilago tiroidea adalah konstriktor medius dan

inferior yang melingkari faring di sebelah posterior dan berfungsi pada saat menelan.

Serat-serat paling bawah dari otot konstriktor inferior berasal dari krikoid, membentuk

krikofaringeus yang kuat, yang berfungsi sebagai sfingter esofagus superior.

Anatomi otot-otot intrinsik laring paling baik dimengerti dengan mengaitkan

fungsinya. Serat-serat otot interaritenoideus (aritenoideus) transversus dan oblikus

Page 13: Naskah Kuliah Blok 15 Pseudo Croup

meluas di antara kedua kartilago aritenoidea. Bila berkontraksi, kartilago aritenoidea akan

bergeser ke arah garis tengah, mengaduksi korda vokalis. Otot krikoaritenoideus posterior

meluas dari permukaan posterior lamina krikoidea untuk berinsersi ke dalam prosesus

muskularis aritenoidea, otot ini menyebabkan rotasi aritenoid ke arah luar dan

mengabduksi korda vokalis. Antagonis utama otot ini, yaitu otot krikoaritenoideus

lateralis berorigo pada arkus krikoidea lateralis, insersinya juga pada prosesus muskularis

dan menyebabkan rotasi aritenoid ke medial, menimbulkan aduksi. Yang membentuk

tonjolan korda vokalis adalah otot vokalis dan tiroaritenoideus yang hampir tidak dapat

dipisahkan, kedua otot ini ikut berperan dalam membentuk tegangan korda vokalis. Otot-

otot laring utama lainnya adalah pasangan otot krikotiroideus, yaitu otot yang berbentuk

kipas berasal dari arkus krikoidea di sebelah anterior dan berinsersi pada permukaan

lateral alae tiroid yang luas. Kontraksi otot ini menarik kartilago tiroidea ke depan,

meregang dan menegangkan korda vokalis. Kontraksi ini secara pasif juga memutar

aritenoid ke medial, sehingga otot krikotiroideus juga dianggap sebagai otot aduktor.

Maka secara ringkas dapat dikatakan terdapat satu otot abduktor, tiga aduktor, dan tiga

otot tensor.

Struktur laring dalam. Sebagian besar laring dilapisi oleh mukosa toraks bersilia

yang dikenal sebagai epitel respiratorius. Namun, bagian-bagian laring yang terpapar

aliran udara terbesar, misalnya permukaan lingua pada epiglotis, permukaan superior

plika ariepiglotika, dan permukaan superior serta tepi bebas korda vokalis sejati, dilapisi

epitel gepeng yang lebih keras. Kelenjar penghasil mukus banyak ditemukan dalam epitel

respiratorius.

Page 14: Naskah Kuliah Blok 15 Pseudo Croup

Struktur pertama yang diamati pada pemeriksaan memakai kaca adalah epiglotis.

Tiga pita mukosa (satu plika glosoepiglotika mediana dan dua plika glosoepiglotika

lateralis) meluas dari epiglotis ke lidah. Di antara pita median dan setiap pita lateral

terdapat satu kantung kecil, yaitu valekula. Di bawah tepi bebas epiglotis, dapat terlihat

aritenoid sebagai dua gundukan kecil yang dihubungkan oleh otot interaritenoid tipis.

Perluasan dari masing-masing aritenoid ke anterolateralis menuju tepi lateral bebas dari

epiglotis adalah plika ariepiglotika, merupakan suatu membrana kuadrangularis yang

dilapisi mukosa. Di lateral plika ariepiglotika terdapat sinus atau resesus piriformis.

Struktur ini bila dilihat dari atas, merupakan suatu kantung berbentuk segitiga di mana

tidak memiliki dinding posterior. Dinding medialnya di bagian atas adalah kartilago

kuadrangularis dan di bagian bawah kartilago aritenoidea dengan otot-otot lateral yang

melekat padanya, dan dinding lateral adalah permukaan dalam alae tiroid. Di sebelah

posterior sinus piriformis berlanjut sebagai hipofaring. Sinus piriformis dan faring

bergabung ke bagian inferior, ke dalam introitus esofagi yang dikelilingi oleh otot

krikofaringeus yang kuat.

Page 15: Naskah Kuliah Blok 15 Pseudo Croup

Gambar 2.4. Struktur dalam laring

Dalam laring sendiri, terdapat dua pasang pita horizontal yang berasal dari aritenoid

dan berinsersi ke dalam kartilago tiroidea bagian anterior. Pita superior adalah korda

vokalis palsu atau pita ventrikular, dan lateral terhadap korda vokalis sejati. Korda

vokalis palsu terletak tepat di inferior tepi bebas membrana kuadrangularis. Ujung korda

vokalis sejati (plika vokalis) adalah batas superior konus elastikus. Otot vokalis dan

tiroaritenoideus membentuk massa dari korda vokalis ini. Karena permukaan superior

korda vokalis adalah datar, maka mukosa akan memantulkan cahaya dan tampak

berwarna putih pada laringoskopi indirek. Korda vokalis palsu dan sejati dipisahkan oleh

ventrikulus laringis. Ujung anterior ventrikel meluas ke superior sebagai suatu

divertikulum kecil yang dikenal sebagai sakulus laringis, di mana terdapat sejumlah

kelenjar mukus yang diduga melumasi korda vokalis. Pembesaran sakulus secara klinis

dikenal sebagai laringokel.

Page 16: Naskah Kuliah Blok 15 Pseudo Croup

2.3 Persarafan, Perdarahan dan Drainase Limfatik Laring

Dua pasangan saraf mengurus laring dengan persarafan sensorik dan motorik. Dua

saraf laringeus superior dan dua inferior atau laringeus rekurens, saraf laringeus

merupakan cabang-cabang saraf vagus. Saraf laringeus superior meninggalkan trunkus

vagalis tepat di bawah ganglion nodosum, melengkung ke anterior dan medial di bawah

arteri karotis eksterna dan interna, dan bercabang dua menjadi suatu cabang sensorik

interna dan cabang motorik eksterna. Cabang interrna menembus membrana tirohioidea

untuk mengurus persarafan sensorik valekula, epiglotis, sinus piriformis, dan seluruh

mukosa laring superior interna tepi bebas korda vokalis sejati. Masing-masing cabang

eksterna merupakan suplai motorik untuk satu otot saja, yaitu otot krikotiroideus. Di

sebelah inferior, saraf rekuens berjalan naik dalam alur di antara trakea dan esofagus,

masuk ke dalam laring tepat di belakang artikulasio krikotiroideus, dan mengurus

persarafan motorik semua otot intrinsik laring kecuali krikotiroideus. Saraf rekurens juga

mengurus sensasi jaringan di bawah korda vokalis sejati (regio subglotis) dan trakea

superior. Karena perjalanan saraf inferior kiri yang lebih panjang serta hubungannya

dengan aorta, maka saraf ini lebih rentan cedera dibandingkan saraf yang kanan.

Suplai arteri dan drainase venosus dari laring paralel dan suplai sarafnya. Arteri dan

vena laringea superior merupakan cabang-cabang arteri dan vena tiroidea superior, dan

keduanya bergabung dengan cabang interna saraf laringeus superior untuk membentuk

pedikulus neurovaskuler superior. Arteri dan vena laringea inferior berasal dari pembuluh

tiroidea inferior dan mask ke laring bersama saraf laringeus rekurens.

Page 17: Naskah Kuliah Blok 15 Pseudo Croup

Pengetahuan mengenai drainase limfatik pada laring adalah penting pada terapi

kanker. Terdapat dua sistem drainase terpisah, superior dan inferior, dimana garis

pemisah adalah korda vokalis sejati. Korda vokalis sendiri mempunyai suplai limfatik

yang buruk. Di sebelah superior aliran limfe menyertai pedikulus neurovaskular superior

untuk bergabung dengan nodi limfatisi superiores dari rangkaian servikalis profunda

setinggi os hioideus. Drainase subgotis lebih beragam, yaitu ke nodi limfatisi pretrakeales

(satu kelenjar tepat di depan krikoid dan disebut nodi Delphian), kelenjar getah bening

servikalis profunda inferior, nodi supraklavikularis dan bahkan nodi mediastinalis

superior.

2.4 Fisiologi Laring

Walaupun biasanya laring dianggap sebagai organ penghasil suara, namun ternyata

mempunyai tiga fungsi utama, yaitu proteksi jalan napas, respirasi dan fonasi.

Kenyataannya secara filogenetik, laring mula-mula berkembang sebagai suatu sfingter

yang melindungi saluran pernapasan, sementara perkembangan suara merupakan

peristiwa yang terjadi belakangan.

Perlindungan jalan napas selama aksi menelan terjadi melalui berbagai mekanisme

berbeda. Aditus laringis sendiri tertutup oleh kerja sfingter dari otot tiroaritenoideus

dalam plika ariepiglotika dan korda vokalis palsu, disamping aduksi korda vokalis sejati

dan aritenoid yang ditimbulkan oleh otot intrinsik laring lainnya. Elevasi laring di bawah

pangkal lidah melindungi laring lebih lanjut dengan mendorong epiglotis dan plika

ariepiglotika ke bawah menutup aditus. Struktur ini mengalihkan makanan ke lateral,

Page 18: Naskah Kuliah Blok 15 Pseudo Croup

menjauhi aditus laringis dan masuk ke sinus piriformis, selanjutnya ke introitus esofagi.

Relaksasi otot krikofaringeus yang terjadi bersamaan mempermudah jalan makanan ke

dalam esofagus sehingga tidak masuk ke laring. Di samping itu, respirasi juga terhambat

selama proses menelan melalui suatu refleks yang diperantarai reseptor pada mukosa

daerah supraglotis. Hal ini mencegah inhalasi makanan atau saliva.

Pada bayi, posisi laring yang lebih tinggi memungkinkan kontak antara epiglotis

dengan permukaan posterior palatum mole. Maka bayi-bayi dapat bernapas selama

laktasi tanpa masuknya makanan ke jalan napas.

Selama respirasi, tekanan intratoraks dikendalikan oleh berbagai derajat penutupan

korda vokalis sejati. Perubahan tekanan ini membantu sistem jantung sepeti juga ia

mempengaruhi pengisian dan pengosongan jantung dan paru. Pelepasan tekanan secara

mendadak menimbulkan batuk yang berguna untuk mempertahankan ekspansi alveoli

terminal dari paru dan membersihkan sekret atau partikel makanan yang berakhir dalam

aditus laringis, selain semua mekanisme proteksi lain yang disebutkan di atas.

Tiap penyakit yang mempengaruhi kerja otot intrinsik dan ekstrinsik laring (paralisis

saraf, trauma, pembedahan), atau massa korda vokalis sejati (misalnya paralisis saraf,

trauma, pembedahan) akan mempengaruhi fungsi laring, akibatnya akan terjadi gangguan

menelan ataupun perubahan suara.

2.5 Obstruksi Saluran Pernapasan Atas Infeksius

Radang akut saluran pernapasan atas jauh lebih penting pada bayi dan anak kecil

dibandingkan pada anak yang lebih tua, karena jalan napas yang lebih kecil cenderung

menghadapkan anak kecil pada suatu keadaan penyempitan yang relatif lebih berat

Page 19: Naskah Kuliah Blok 15 Pseudo Croup

daripada yang ditimbulkan oleh tingkat radang yang sama pada anak yang lebih tua.

Laring disusun dari empat kartilago (yaitu: tiroid, krikoid, aritenoid, epiglotis) dan

jaringan lunak yang menyatukannya. Kartilago krikoid melingkari jalan napas tepat di

bawah plika vokalis dan membatasi bagian saluran pernapasan atas anak yang paling

sempit.

Radang yang meliputi plika vokalis dan struktur sebelah inferior plika disebut

laringitis, laringotrakeitis, atau laringotrakeobronkitis, dan radang struktur sebelah

superior plika (yaitu: aritenoid, lipatan ariepiglotis [“plika palsu”], epiglotis) disebut

supraglotitis. Croup adalah istilah umum yang meliputi kelompok heterogen keadaan-

keadaan yang relatif akut (kebanyakan infeksi) yang ditandai dengan batuk keras dan

kasar yang khas atau “croupy”, yang tidak atau dapat disertai oleh stridor inspiratoir,

suara parau, dan tanda-tanda kegawatan pernapasan yang disebabkan oleh berbagai

tingkat obstruksi laring. Infeksi tersebut pada bayi dan anak kecil jarang terbatas pada

satu daerah saluran pernapasan; biasanya mengenai sampai beberapa tingkat laring,

trakea, dan bronkus. Bila ada keterlibatan laring yang cukup dapat menimbulkan gejala

klinis dari bagian laring mungkin mengaburkan tanda-tanda trakea atau bronkus.

2.5.1 Etiologi dan Epidemiologi

Agen virus menyebabkan obstruksi saluran pernapasan atas infeksius yang

paling akut kecuali yang terkait dengan difteria, trakeitis bakteri, dan epiglotitis akut.

Virus parainfluenza menyebabkan sekitar 75% kasus; adenovirus, virus sinsisial

respiratorik, influenza dan campak menyebabkan kasus virus sisanya. Pada sebuah

penelitian Mycoplama pneumonia ditemukan dari 3,6% penderita yang menderita

Page 20: Naskah Kuliah Blok 15 Pseudo Croup

obstruksi saluran pernapasan akut. Walaupun Haemophilus influenzae tipe b

merupakan penyebab biasa epiglotitis akut, Streptococcus pyogenes, Streptococcus

pneumonia, dan Staphilococcus aureus kadang-kadang terlibat.

Gambar 2.5 Haemophilus influenzae

Dengan hampir lenyapnya infeksi yang disebabkan oleh H.influenzae tipe b

karena penggunaan vaksin HIB, kejadian epiglotitis telah menurun secara dramatis.

Karenanya agen lain telah mulai menyebabkan proporsi kasus epiglotitis yang lebih

besar. Epiglotitis virus adalah penyakit yang jarang tetapi lebih ringan. Kebanyakan

penderita yang menderita croup virus berumur antara 3 bulan dan 5 tahun, tetapi

penyekit yang disebabkan H.influenzae dan Corynebacterium diphteriae lebih lazim

ditemukan pada penderita yang berumur 3-7 tahun. Insidens croup lebih tinggi pada

orang laki-laki, dan penyakit ini terjadi paling lazim selama musim dingin setiap

tahunnya. Sekitar 15% penderita mempunyai riwayat keluarga croup yang kuat dan

laringitis cenderung kambuh pada anak yang sama.

2.5.2 Manifestasi Klinis

Page 21: Naskah Kuliah Blok 15 Pseudo Croup

Sindrom croup mempunyai manifestasi klinis yang bervariasi dari ringan

sampai berat. Yang termasuk sindrom croup antara lain; laringotrakeobronkitis,

epiglotitis, spasmodic croup, dan trakeitis bakteri.

2.5.2.1 Croup (Laringorakeobronkitis)

Croup, bentuk obstruksi saluran pernapasan akut yang paling lazim,

terutama disebabkan oleh virus. Tanda-tanda utama yang tampak adalah edema

radang, destruksi epitel bersilia, dan eksudat. Infeksi bakteri sekunder jarang

terjadi. Kebanyakan penderita menderita infeksi saluran pernapasan atas yang

progresif, dan terjadi serangkaian gejala-gejala dan tanda-tanda yang khas.

Mula-mula hanya ringan, batuk keras dan kasar dengan stridor inspiratoir yang

intermitten. Ketika obstruksi bertambah, stridor menjadi teus-menerus dan

disertai dengan penjelekan batuk, pelebaran lubang hidung dan retraksi

suprasternal, infrasternal, dan interkostal. Ketika radang meluas ke bronkus dan

bronkiolus, kesukaran pernapasan bertambah, dan fase ekspirasi pernapasan

juga menjadi berat dan lama. Terjadi berbagai tingkat keterlibatan saluran

pernapasan bawah. Suhu tubuh mungkin hanya sedikit naik. Gejala-gejala

secara khas memburuk pada malam hari; jarang mencapai 39-40ºC dan sering

kambuh dengan intensitas yang menurun selama beberapa hari. Biasanya anak

yang lebih tua sakitnya tidak serius. Anggota keluarga yang lain dapat

menderita penyakit pernapasan ringan. Lama sakit berkisar dari beberapa hari

kadang-kadang beberapa minggu; sering berulang sejak umur 3-6 tahun,

berkurang sejalan dengan pertumbuhan jalan napas. Pemburukan pada sebagian

Page 22: Naskah Kuliah Blok 15 Pseudo Croup

besar penderita croup hanya sejauh stridor dan sedikit dispnea sebelum mereka

mulai menyembuh. Pada beberapa kasus ada obstruksi yang lebih jelek. Agitasi

dan menangis sangat memperburuk gejala dan tanda-tanda, dan anak lebih suka

duduk tegak di tempat tidur atau dipertahankan tegak.

Gambar 2.6. Croup

Mungkin ada pengurangan suara pernapasan bilateral, ronki, dan krepitasi

tersebar. Pada gangguan jalan napas lebih lanjut, terjadi kelaparan udara dan

kegelisahan, dan kemudian digantikan oleh hipoksemia berat hiperkapnea dan

kelemahan, disertai dengan pengurangan pertukaran udara dan stridor,

takikardia, dan akhirnya mati karena hipoventilasi. Pada anak hipoksemia yang

mungkin sianosis, pucat atau akut, setiap manipulasi faring, termasuk

penggunaan penekan lidah, dapat mengakibatkan henti kardiorespirasi.

Karenaya pemeriksaan ini harus ditunda, dan oksigen harus diberikan sampai

penderita dipindahkan ke tempat di rumah sakit dimana manajemen optimal

jalan napas dan syok dimungkinkan. Kadang-kadang pola

laringotrakeobronkitis berat mungkin sukar dibedakan dari epiglotitis, walaupun

Page 23: Naskah Kuliah Blok 15 Pseudo Croup

biasanya epiglotis bermula lebih eksplosif dan perjalanan penyakitnya cepat; ia

juga memerlukan tindakan pencegahan yang sama. Pemeriksaan roentgenografi

nasofaring dan saluran pernapasan atas dapat membantu.

2.5.2.2 Epiglotitis Akut (Supraglotitis)

Epiglotitis adalah selulitis jaringan yang terdiri dari jalan masuk laring

yang meliputi epiglotis, lipatan ariepiglotis, dan kartilago aritenoid.

Penyebarannya hampir selalu H. Influenzae tipe b. Epiglotitis yang disebabkan

oleh patogen lain sangat jarang. Invasi langsung yang terlibat oleh H. Influenzae

tipe b mungkin merupakan pencetus kejadian patofisiologis. Keadaan dramatis

yang berkemungkinan mematikan ini biasanya terjadi pada anak umur 2-7

tahun; puncak insidens terjadi pada sekitar 3,5 tahun.

Gambar 2.7. Haemophilus influenzae tipe B

Penyakit ini amat sangat jarang dijumpai karena luasnya penggunaan

imunisasi terhadap H. Influenzae tipe b. Epiglotitis ditandai dengan perjalanan

demam tinggi yang mendadak dan berat, nyeri tenggorokan, dispnea, obstruksi

Page 24: Naskah Kuliah Blok 15 Pseudo Croup

pernapasan yang progresivitasnya cepat, dan tidak berdaya, walaupun

kegawatan pernapasan seringkali merupakan manifestasi pertama. Dalam

beberapa jam, penyakit ini dapat memburuk menjadi obstruksi jalan napas total

dan kematian, kecuali bila diberikan pengobatan yang adekuat. Dengan

pengobatan yang adekuat, penyakit jarang berakhir lebih dari 2-3 hari.

Seringkali anak terutama penderita yang lebih muda, tampak baik pada waktu

sebelum tidur tetapi kemudian terbangun pada malam hari dengan demam

tinggi, afonia, lidah terjulur, dan kegawatan pernapasan sedang atau berat

dengan stridor. Biasanya tidak ada anggota keluarga lain yang sedang menderita

penyakit saluran pernapasan atas akut. Anak yang lebih tua pada mulanya sering

mengeluh nyeri tenggorokan dan disfagia. Kegawatan pernapasan berat dapat

terjadi dalam menit-menit atau jam-jam mulainya penyakit, dengan stridor

inspiratoir, suara parau, batuk kasar dan kuat (kurang lazim), iritabilitas dan

gelisah. Ludah yang mengalir ke luar dan disfagia lazim. Leher mungkin

hiperekstensi walaupun tanda-tanda lain iritasi meningeal tidak ada. Anak yang

lebih tua mungkin lebih menyukai posisi duduk, membungkuk ke depan,

dengan mulut terbuka dan lidah agak terjulur. Beberapa anak dapat menjelek

dengan cepat sampai keadaan seperti syok, yang ditandai dengan kepucatan,

sianosis, dan gangguan kesadaran.

Pemeriksaan fisik dapat menemukan kegawatan pernapasan sedang atau

berat dengan stridor inspiratoir dan kadang-kadang stridor ekspiratoir, pelebaran

cuping hidung, dan retraksi fossa suprasternal inspiratoir, sela supraklavikuler

dan antar iga, serta daerah subkostal. Faring dapat meradang dan mungkin ada

Page 25: Naskah Kuliah Blok 15 Pseudo Croup

mukus dan saliva yang berlebihan yang dapat juga mengakibatkan ronki. Pada

penjelekan, stridor dan suara pernapasan dapat mengurang karena penderita

lelah. Periode singkat kelaparan udara dengan kegelisahan dan agitasi dapat

disertai dengan peningkatan sianosis yang cepat, koma, dan kematian. Alternatif

lainnya, anak mungkin hanya menderita suara parau ringan dan epiglotis besar,

mengkilap, warna merah cheri tampak pada pemeriksaan ketika bagian posterior

lidah ditekan.

Diagnosis memerlukan penampakan epiglotis yang besar, membengkak,

merah cheri, dengan pemeriksaan atau laringoskopi langsung. Kadang-kadang

sruktur supraglotis yang lain terutama lipatan ariepiglotis dapat lebih dilibatkan

daripada epiglotisnya sendiri. Beberapa penderita dapat mengalami refleks

laringospasme dan obstruksi total akut, aspirasi sekresi, dan henti

kardiorespirasi selama atau segera sesudah pemeriksaan faring dengan

menggunakan spatel lidah. Anak yang dicurigai epiglotitis tidak boleh

ditempatkan pada posisi terlentang karena risiko bertambahnya agitasi dan

perubahan akibat gravitasi terhadap posisi epiglotis menambah obstruksi jalan

napas. Sampel gas darah arteri tidak boleh diambil sebelum diagnosis pasti dan

membuat saluran pernapasan buatan. Jika diagnosis dimungkinkan atas dasar

klinis, persiapan harus segera dibuat untuk melakukan pemeriksaan dan

pengendalian jalan napas, seringkali dalam kamar operasi, oleh dokter yang

terampil dalam intubasi endotrakea atau trakeostomi.

2.5.2.3 Laringitis Spasmodik Akut (Croup Spasmodik)

Page 26: Naskah Kuliah Blok 15 Pseudo Croup

Croup spasmodik terjadi paling sering pada anak umur 1-3 tahun dan

secara klinis sama dengan laringotrakeobronkitis, kecuali bahwa tanda-tanda

infeksi pada penderita dan keluarganya seringkali tidak ada. Pada beberapa

kasus penyebabnya adalah virus, tetapi faktor-faktor alergi dan psikologi

penting pada kasus-kasus yang lain. Refluks gastroesofagus dapat berperan

penting dalam memicu croup spasmodik, dan anak dengan sindrom ini patut

mendapatkan pemeriksaan laringoskopi yang cermat. Dokumentasi endoskopi

laringitis posterior (yaitu edema atau radang kartilago aritenoid) memberi kesan

refluks. Peluang untuk melakukan pemeriksaan patologi jarang ada; tanda-tanda

primer tampak pada pemeliharaan epitel (tidak seperti infeksi akut

laringotrakeobronkitis) dan pucat, edema berair. Pada beberapa kasus ada

predisposisi familial terhadap sindrom ini.

Terjadi paling sering pada sore atau malam hari, croup spasmodik

bermula dengan awitan mendadak yang dapat didahului oleh selesma dan serak

yang ringan sampai sedang. Anak terbangun dengan batuk yang khas, batuk

metalik, inspirasi berisik, dan kegawatan pernapasan serta cemas dan ketakutan.

Pernapasan lambat dan berat, nadi dipercepat, dan kulit dingin serta lembab.

Penderita biasanya tidak demam. Dispnea diperjelek oleh kegembiraan; episode

sianosis intermiten jarang dijumpai. Biasanya keparahan gejala-gejala

berkurang dalam beberapa jam, dan hari berikutnya penderita sering tampak

baik kecuali untuk serak ringan dan batuk. Demikian pula, serangan tanpa

kegawatan pernapasan yang berat pada selang satu atau dua malam, tetapi

Page 27: Naskah Kuliah Blok 15 Pseudo Croup

biasanya tidak begitu berat, dan akhirnya berakhir dengan penyembuhan total.

Episode demikian sering berulang beberapa kali.

2.5.2.4 Trakeitis Bakteri

Disebut juga sebagai membranous laryngotracheobronchitis, menyerang

anak-anak mulai dari usia beberapa minggu sampai awal usia remaja.

Patogenesis dipikirkan untuk menunjukkan suprainfeksi bakteri dari trakeitis

yang disebabkan oleh virus. Trakeitis bakteri sering didahului oleh infeksi

saluran pernapasan atas beberapa hari sebelumnya. Trakeitis bakteri tidak

melibatkan epiglotis, tetapi seperti epiglotitis dan croup, mampu menyebabkan

obstruksi jalan napas yang mengancam jiwa. S.aureus adalah patogen yang

paling lazim diisolasi. Virus parainfluenza tipe 1, Moraxell catarrhalis, dan

H.influenzae telah terlibat dalam infeksi ini.

Khasnya pada anak, timbul batuk keras dan kasar, tampak sebagai bagian

dari laringotrakeobronkitis. Demam tinggi dan “toksisitas” dengan kegawatan

pernapasan dapat terjadi segera atau sesudah beberapa hari dari perbaikan yang

tampak. Pengobatan yang biasa digunakan pada croup tidak efektif. Intubasi

atau trakeostomi biasanya diperlukan. Patologi utama yang tampak adalah

pembengkakan mukosa pada setinggi kartilago krikoid, yang dikomplikasi oleh

sekret purulen, kental banyak sekali.

Diagnosis didasarkan pada bukti adanya penyakit saluran pernapasan atas

bakteri, yang meliputi leukositosis sedang dengan banyak bentuk batang,

Page 28: Naskah Kuliah Blok 15 Pseudo Croup

demam tinggi dan sekret jalan napas purulen dan tidak ada tanda-tanda klasik

epiglotitis.

Terapi antimikroba yang tepat, yang biasanya meliputi agen

antistafilokokus, harus diberikan pada setiap penderita dengan croup yang

perjalanannya memberi kesan trakeitis bakteri sekunder. Bila didiagnosis

trakeitis bakteri, jalan napas buatan biasanya terindikasi dan penambahan

oksigen mungkin diperlukan.

Komplikasi penyempitan subglotis dan kolom udara trakea yang terobek-

robek kasar seringkali diperlihatkan secara roentgenografi. Jika manajemen

saluran napas tidak optimal, dapat terjadi henti kardiorespirasi.

Prognosis untuk kebanyakan penderita sangat baik, jika penilaian dan

tindakan gawat darurat cepat dilakukan. Dengan berkurangnya edema mukosa

dan sekresi purulen, ekstubasi dapat diselesaikan dengan aman, dan penderita

dapat diamati secara cermat sementara terapi antibiotik dan oksigen diteruskan.

2.5.3 Diagnosis Banding

Empat sindrom ini harus dibedakan satu sama lain dan dari berbagai wujud lain

yang dapat menimbulkan obstruksi saluran pernapasan atas. Trakeitis bakteri adalah

pertimbangan diagnosis banding yang paling penting. Croup difteritis biasanya

didahului oleh infeksi saluran pernapasan atas selama beberapa hari. Gejala biasanya

berkembang lambat, walaupun obstruksi saluran pernapasan dapat terjadi mendadak;

cairan hidung serosa atau serosanguinosa dapat terjadi. Pemeriksaan faring

menunjukkan membran abu-abu putih yang khas. Croup campak hampir selalu

Page 29: Naskah Kuliah Blok 15 Pseudo Croup

terdapat bersamaan dengan manifestasi penyakit sistemik penuh dan perjalanannya

dapat fulminan.

Obstruksi pernapasan yang mulainya mendadak dapat disebabkan oleh aspirasi

benda asing. Anak biasanya umur 6 bulan sampai 2 tahun. Rasa tercekik dan batuk

tejadi secara mendadak, biasanya tanpa tanda-tanda prodormal infeksi, walaupun

anak dengan infeksi virus dapat juga mengaspirasi benda asing. Abses retrofaring

atau peritonsiler dapat menyerupai obstruksi pernapasan. Pemeriksaan roentgenografi

saluran pernapasan atas dan dada sangat penting dalam mengevaluasi kemungkinan

ini dan kemungkinan penyebab kompresi ekstrinsik jalan napas, seperti hematoma

akibat trauma dan obstruksi intralumen karena massa (misalnya, kista, tumor).

Obstruksi saluran pernapasan atas kadang-kadang disertai dengan angioedema

daerah subglotis sebagai bagian dari anafilaksis dan reaksi alergi menyeluruh, edema

pasca intubasi endotrakea untuk anestesi umum atau kegagalan pernapasan, tetanik

hipokalsemik, mononukleosis infeksiosa, trauma dan tumor atau malformasi laring.

Batuk croupy dapat merupakan tanda awal asma. Stridor psikogenik juga dapat

terjadi. Epiglotitis dengan manifestasi khas lidah terjulur dan atau disfagia dan stridor

juga dapat diakibatkan karena secara tidak sengaja menelan cairan panas.

2.5.4 Komplikasi

Komplikasi terjadi pada sekitar 15% penderita dengan croup virus. Yang paling

sering adalah perluasan proses infeksi yang melibatkan daerah saluran pernapasan

lainnya, seperti telinga tengah, bronkiolus terminal, atau parenkim paru. Trakeitis

bakteri mungkin merupakan komplikasi croup virus bukannya penyakit tersendiri.

Page 30: Naskah Kuliah Blok 15 Pseudo Croup

Pneumonia interstitial dapat terjadi, tetapi sukar untuk membedakan pada

rontgenogram dari daerah bercak atelektasis akibat obstruksi. Bronkopneumonia tidak

lazim kecuali jika ada aspirasi isi lambung yang telah terjadi selama masa kegawatan

pernapasan berat. Walaupun pneumonia bakteri sekunder tidak lazim, trakeobronkitis

supuratif merupakan komplikasi tambahan pada laringotrakeobronkitis. Pneumonia,

limfadenitis servikal, otitis atau kadang-kadang meningitis atau atritis septik dapat

terjadi selama perjalanan epiglotitis. Empisema mediastinum dan pneumotoraks

merupakan komplikasi trakeotomi yang paling lazim.

2.5.5 Prognosis

Pada umumnya lama rawat inap di rumah sakit dan tingkat mortalitas untuk

kasus obstruksi saluran pernapasan atas infeksius akut bertambah ketika infeksi

meluas dan melibatkan bagian saluran pernapasan yang lebih besar, kecuali pada

epiglotitis, di mana infeksi setempat sendiri terbukti mematikan. Sebagian besar kasus

kematian karena croup disebabkan oleh obstruksi laring atau oleh komplikasi

trakeotomi. Epiglotitis yang tidak diobati mempunyai angka mortalitas 6% pada

beberapa seri, tetapi jika diagnosis dibuat dan pengobatan yang tepat dimulai sebelum

penderita hampir mati, maka prognosisnya sangat baik. Hasil akhir

laringotrakeobronkitis akut, laringitis dan croup spasmodik juga sangat baik. Sebagai

suatu kelompok, anak-anak yang perlu dirawat inap di rumah sakit untuk croup

agaknya mempunyai kenaikan reaktivitas bronkus dibandingkan dengan anak normal

bila diuji beberapa tahun kemudian. Perbedaannya kecil, dan fungsi pentingnya tidak

jelas.

Page 31: Naskah Kuliah Blok 15 Pseudo Croup

2.5.6 Pengobatan

Terapi untuk croup infeksius terutama adalah rumatan atau penyediaan

pertukaran pernapasan yang adekuat dan sebagian tergantung pada lokasi primer

penyakit dan penyebabnya, Pada bentuk infeksi bakteri, terapi antibiotik juga penting.

Sebagian anak afebris dengan croup spasmodik akut atau penderita demam

dengan laringotrakeobronkitis ringan biasanya dapat secara aman dan efektif

ditatalaksana di rumah. Pengobatan terhadap refluks gastroesofagus, yang menjadi

dasar penyakit dan yang tidak sering dicurigai, dapat mencegah croup spasmodik

pada anak yang diketahui rentan terhadapnya.

Anak dengan croup harus dirawat inap bilal dijumpai salah satu gejala dari

yang berikut ini: dicurigai ada epiglotitis atau telah menderita epiglotitis yang

sebenarnya, stridor progresif, stridor berat pada saat istirahat, kegawatan pernapasan,

hipoksemia, gelisah, sianosis, pucat, depresi sensorium atau demam tinggi pada anak

yang tampak toksik. Pada semua kasus keputusan utuk rawat inap dibuat karena perlu

untuk observasi yang terpercaya dan trakeotomi yang relatif aman atau yang lebih

sering, intubasi nasotrakea, jika salah satu tindakan ini diperlukan. Penderita croup

harus diamati dengan cermat untuk penguatan gejala obstruksi pernapasan. Anak

yang dirawat inap di rumah sakit biasanya ditempatkan pada atmosfer dengan

kelembaban yang sejuk untuk mengurangi iritasi dan pengeringan sekresi dan

mungkin mengurangi edema. Pemantauan frekuensi pernapasan yang terus-menerus

sangat penting, karena peningkatan takipnea mungkin merupakan tanda awal dari

hipoksemia dan sedang mendekati obstruksi pernapasan total. Pada kasus kegawatan

Page 32: Naskah Kuliah Blok 15 Pseudo Croup

pernapasan sedang atau berat, cairan parenteral harus diberikan untuk mengganti

kehilangan cairan tubuh. Sedatif merupakan kontraindikasi karena kegelisahan

digunakan sebagai salah satu indeks klinis keparahan utama dari obstruksi dan

diperlukan trakeotomi. Opiat merupakan kontraindikasi utama karena dapat menekan

pernapasan dan mengeringkan sekresi. Oksigen digunakan untuk mengurangi

hipoksemia, tetapi dengan pengamatan ketat.

Laringotrakeobronkitis dan croup spasmodik tidak berespons terhadap

antibiotik, dan antibiotik tidak terindikasi untuk mencegah suprainfeksi. Epinefrin

rasemik dengan aerosol (larutan 2,25% diencerkan 1:8 dengan air dalam dosis 2-4 mL

selama 15 menit) sering mengurangi gejala sementara. Epinefrin rasemik tidak

menyebabkan penjelekan rebound obstruksi. Namun, jika aerosol diberikan selama

fase penjelekan riwayat alamiah penyakit anak, obstruksi dapat menjadi lebih jelek

sesudah pengaruhnya berkurang. Jika aerosol diberikan pada puncak obstruksi, anak

akan menjadi lebih baik sesudah pengaruh aerosol berhenti.

Penggunaan kortikosteroid mungkin terindikasi pada anak yang dirawat inap

dengan croup, yaitu untuk mengurangi edema radang dan mencegah destruksi epitel

bersilia. Tidak ada bukti kuat yang memberi kesan adanya pengaruh merugikan dari

pengobatan kortikosteroid. Pada anak yang amat sakit, di unit perawatan intensif,

pernapasan campuran helium-oksigen, yang densitasnya lebih rendah dan hasilnya

memperbaiki turbulensi aliran udara, dapat mengurangi kerja penapasan.

Epiglotitis merupakan keadaan gawat darurat medis. Penyakit ini harus

ditangani segera dengan jalan napas buatan yang ditempatkan pada keadaan-keadaan

yang terkontrol, biasanya dalam kamar operasi. Semua penderita harus mendapatkan

Page 33: Naskah Kuliah Blok 15 Pseudo Croup

oksigen pada perjalanan ke kamar operasi kecuali bila oksigen menjadi

terkontraindikasi karena bertambahnya agitasi yang disebabkan oleh masker.

Epinefrin rasemik dan kortikosteroid tidak efektif; obat-obat ini tidak mengubah

perlunya jalan napas buatan dan dapat menunda pengobatan definitif hingga

keadaannya menjadi berbahaya. Biakan darah, permukaan epiglotis, pada kasus

tertentu cairan serebrospinal, harus dikumpulkan pada saat stabilisasi jalan napas.

Seftriakson atau sefotaksim atau kombinasi ampisilin dan sulbaktam harus diberikan

secara parenteral sementara menunggu laporan biakan dan kerentanan karena

semakin bertambahnya kemungkinan strain H.influenzae tipe b yang resisten

ampisilin. Sesudah pemasangan jalan napas buatan, kegawatan pernapasan dan

sianosis akan hilang, dan gas darah menjadi normal atau mendekati normal.

Epiglotitis sembuh sesudah beberapa hari pemberian antibiotik, dan penderita dapat

dilepaskan dari trakeotomi atau pipa nasotrakea; antibiotik harus dilanjutkan selama

7-10 hari.

Trakeostomi dan intubasi endotrakea. Dengan pemasukan intubasi nasotrakea

atau trakeotomi epiglotis rutin, angka mortalitas telah turun sampai hampir nol.

Kedua posedur harus selalu dilakukan pada kamar operasi jika waktu memungkinkan;

intubasi dan anestesi umum yag dilakukan sebelumnya akan memudahkan tindakan

trakeotomi tanpa komplikasi.

Intubasi endotrakea atau trakeostomi diperlukan untuk semua penderita

epiglotitis, tetapi untuk penderita laringotrakeobronkitis, croup spasmodik atau

laringitis, tindakan ini hanya diperlukan untuk individu yang terdapat tanda-tanda

kegagalan pernapasan akibat obstruksi walaupun pengobatannya memadai. Beberapa

Page 34: Naskah Kuliah Blok 15 Pseudo Croup

bentuk laringotrakeobronkitis yang memerlukan trakeostomi pada sebagian besar

penderita telah dilaporkan selama epidemi campak dan virus influenza A berat.

Penilaian terhadap perlunya prosedur ini memerlukan pengalaman dan pertimbangan,

karena prosedur ini harus ditunda sampai sianosis dan kegelisahan berat telah

berkembang; frekuensi nadi di atas 150x/menit dan semakin naik, serta PCO2 naik,

terutama pada anak yang sedang lelah, merupakan petunjuk bahwa kegagalan

pernapasan akan segera terjadi.

Pipa endotrakea atau trakeostomi harus tetap terpasang di tempatnya sampai

edema dan spasme telah berkurang dan penderita mampu menangani sekresi secara

memuaskan. Penyembuhan radang epiglotis yang adekuat, yang secara tepat

diperkuat dengan laringoskopi seratopik, memungkinkan pelepasan pipa (ekstubasi)

yang jauh lebih cepat, seringkali dalam 24 jam. Ada beberapa bukti bahwa

hidrokortison (50-100 mg/24 jam) atau deksametason (0,25-0,5 mg/kgbb/dosis setiap

6 jam sesudah makan prn) dan epinefrin rasemik mungkin berguna untuk

memudahkan ekstubasi atau untuk menangani croup akibat ekstubasi.

Page 35: Naskah Kuliah Blok 15 Pseudo Croup

BAB III

KESIMPULAN

Sindrom croup (laringitis) adalah berbagai penyakit yang ditandai dengan gejala

akibat obstruksi laring yang bervariasi dari ringan sampai berat berupa stridor

inspirasi, batuk menggonggong, suara parau, sampai gejala distres pernapasan. Yang

termasuk sindrom croup antara lain: laringitis virus (laringotrakeitis,

laringotrakeobronkitis, croup) atau laringotrakeobronkitis, epiglotitis (supraglotitis),

spasmodic croup, dan trakeitis bakteri.

Laringotrakeobronkitis adalah infeksi saluran pernapasan akut disebabkan oleh

virus dengan gejala atau tanda stridor, batuk menggonggong, suara parau disertai

demam akibat peradangan hanya pada laring saja, laring dan trakea, atau laring,

trakea, bronki. Penyebab utamanya adalah Parainfluenza virus tipe 1. Biasanya

terjadi pada anak 0-5 tahun (tersering 2-5 tahun), biasanya didahului batuk, pilek dan

demam. Pemeriksaan fisik didapatkan dispnea, pernapasan cuping hidung, retraksi

suprasternal dan interkostal sampai timbul air hunger, perubahan tingkat kesadaran,

dan sianosis. Pada laringoskopi didapatkan mukosa laring berwarna merah dengan

pembengkakan subglotis. Penyulitnya adalah gagal napas. Terapi dapat berupa obat-

obatan antara lain epinefrin rasemik, O2 lembab bila sesak, kortikosteroid, dan

trakeostomi jika obstruksi saluran napas berat.

Epiglotitis disebabkan karena peradangan dan edema pada daerah supraglotis

laring. Penyebabnya paling sering yaitu Haemophilus influenzae tipe B. Paling sering

Page 36: Naskah Kuliah Blok 15 Pseudo Croup

pada anak 2-6 tahun. Awitan gejala klinis terjadi tiba-tiba dengan demam tinggi, sakit

tenggorokan, nyeri menelan, batuk, air liur menetes, cepat menjadi progresif hingga

timbul distres pernapasan. Pada pemeriksaan fisik didapatkan demam, tanda distres

pernapasan, pada laringoskopi epiglotis tampak merah dan edema pada plika

ariepiglotika. Penyulitnya antara lain; edema paru, gagal napas, pneumonitis,

pneumotoraks dan emfisema akibat trakeostomi. Terapinya yaitu perawatan di ruang

intensif, ventilasi, O2 lembab, trakeostomi atau intubasi endotrakeal, dan antibiotik.

Spasmodic croup ditandai dengan terbangunnya anak tiba-tiba pada malam hari

menunjukkan stridor, batuk menggonggong, suara parau akibat edema subglotis.

Penyebabnya belum jelas, mungkin berhubungan dengan reaksi alergi terhadap

antigen virus. Sering terjadi pada anak usia 1-3 tahun. Umumnya tanpa riwayat

demam. Pada laringoskopi, mukosa laring tampak pucat. Penyulit terjadi jika

penyumbatan saluran pernapasan berat. Terapi dengan obat-obatan, yaitu O2 lembab,

epinefrin rasemik, kortikostroid. Pasien jarang dirawat inap, biasanya sembuh

spontan.

Trakeitis bakteri merupakan keadaan yang juga mengancam jiwa seperti

epiglotitis. Penyebab terbanyak adalah Staphylococcus aureus. Biasanya menyerang

anak kurang dari 3 tahun. Batuk menggonggong, stridor inspirasi, dan demam tinggi

diawali dengan infeksi saluran napas akut atau laringotrakeobronkitis. Pada

pemeriksan fisik didapatkan demam tinggi dan tampak toksik, sekret kental di trakea.

Penyulitnya adalah gagal napas. Terapi berupa trakeostomi atas indikasi, perawatan di

ruang intensif, O2 lembab, tracheal toilet berulang-ulang, dan antibiotik.

Page 37: Naskah Kuliah Blok 15 Pseudo Croup

DAFTAR PUSTAKA

John J. Ballenger. Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher. Edisi 13.

Jakarta Barat: Binarupa Aksara, 1994; 417-34, 512-7.

Richard S. Snell. Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi 3. Jakarta:

EGC, 1997; 156-60.

Adams, Boies, Higler. BOIES Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga, Hidung dan

Tenggorok. Edisi 6. Jakarta: EGC, 1997; 370-6, 383-5.

Terence M. Davidson. Manual of Otolaryngology Head and Neck Surgery. Orlando,

Florida: Gnene & Stratton Inc., 1984; 80-2.

Nelson, Behrman, Kliegman, Arvin. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 15. Jakarta:

EGC, 2000; 1472-77.

Byron J. Bailey and Jonas T. Johnson. Head and Neck Surgery Otolaryngology. 4th

ed. Philadelphia: Lippincott William & Wilkins, 2006; 1108-10.

Herry Garna, Heda Melinda. Pedoman Diagnosis dan Terapi. Edisi 3. Bandung:

Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UNPAD RSU Dr. Hasan Sadikin, 2005;

388-95.

Page 38: Naskah Kuliah Blok 15 Pseudo Croup