bahan croup 3

9
EPIDEMIOLOGI Croup sering diderita anak usia 6 bulan sampai 6 tahun. Puncak insidensi croup kurang lebih 4,6 kasus per 100 anak usia 1 sampai 2 tahun; dan kurang lebih 1,3%-5% anak penderita croup diharuskan rawat inap. Ada beberapa peneliti yang mengatakan bahwa di Amerika Serikat croup sering diderita oleh anak usia 1-6 tahun dengan rata-rata usia 18 bulan.Puncak insidensi kurang lebih 5 kasus per 100 anak pada tahun kedua kehidupan anak. Di luar negeri penelitian-penelitian tentang croup juga sering dilakukan, menunjukkan bahwa kasus croup sering dijumpai di klinik ataupun di rumah sakit, namun di Indonesia tidak diproleh data yang jelas (Darmawan, 2008). Croup is the most common pediatric illness that causes acute stridor, accounting for approximately 15% of clinic and emergency department visits for pediatric respiratory tract infections. It is primarily a disease of infants and toddlers, with a peak incidence from age 6 months to 36 months (3 years). In North America, incidence peaks in the second year of life, at 5-6 cases per 100 children. Although uncommon after age 6 years, croup may be diagnosed in the preteen and adolescent years (age 12-15 y), and rarely in adults. The male-to-female ratio for croup is approximately 1.4:1. The disease is most common in late fall and early winter but may occur at any time of year. Approximately 5% of children experience more than 1 episode.

Upload: ika-krastanaya

Post on 12-Apr-2016

26 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

croup

TRANSCRIPT

Page 1: Bahan Croup 3

EPIDEMIOLOGICroup sering diderita anak usia 6 bulan sampai 6 tahun. Puncak insidensi croup kurang lebih 4,6 kasus

per 100 anak usia 1 sampai 2 tahun; dan kurang lebih 1,3%-5% anak penderita croup diharuskan rawat

inap. Ada beberapa peneliti yang mengatakan bahwa di Amerika Serikat  croup sering diderita oleh anak

usia 1-6 tahun dengan rata-rata usia 18 bulan.Puncak insidensi kurang lebih 5 kasus per 100 anak pada

tahun kedua kehidupan anak. Di luar negeri penelitian-penelitian tentang  croup juga sering dilakukan,

menunjukkan bahwa kasus  croup sering dijumpai di klinik ataupun di rumah sakit, namun di Indonesia

tidak diproleh data yang jelas (Darmawan, 2008).Croup is the most common pediatric illness that causes acute stridor, accounting for approximately 15% of clinic and emergency department visits for pediatric respiratory tract infections. It is primarily a disease of infants and toddlers, with a peak incidence from age 6 months to 36 months (3 years). In North America, incidence peaks in the second year of life, at 5-6 cases per 100 children. Although uncommon after age 6 years, croup may be diagnosed in the preteen and adolescent years (age 12-15 y), and rarely in adults.

The male-to-female ratio for croup is approximately 1.4:1. The disease is most common in late fall and early winter but may occur at any time of year. Approximately 5% of children experience more than 1 episode.

Page 2: Bahan Croup 3

Croup atau laringotrakeobronkitis akut (LTBA) merupakan penyakit peradangan akut di daerah subglotis laring, trakea, dan bronkus. (CDK)

Virus

Menurut Ewig, measles virus dapat menyebabkan croup berat terutama pada anak kurang dari dua tahun. Gejala croup terjadi paling sering dua hari setelah exanthema, tetapi dapat terjadi sebelum erupsi kulit. Herpes simplex virus menyebabkan prolonged croup khususnya jika dihubungkan dengan gingivostometitis.

Bakteri

Bakteri juga dapat ditemukan pada penderita croup, jika terjadi infeksi sekuder. Umumnya Streptococcus pyogenes, S.pneumoniae, Staphylococcus aureus, Haemophillus influenza, dan Moraxella catarrhalis. Setelah infeksi virus berlangsung, dapat terjadi infeksi virus sekunder oleh organism yang berasal dari hidung. Pada biakan bakteri yang paling sering ditemukan yaitu; Streptococcus hemolyticus, Streptococcus viridians, Staphylococcus aureus, dan Pneumococcus.

Page 3: Bahan Croup 3

Daerah subglois merupakan bagian yang paling sempit pada saluran nafas anak. Area subglotis merupakan bagian yang paling sempit pada saluran nafas anak. Area subglotis dikelilingi oleh kartilago, dan setiap pembengkakan di daerah tersebut akan berpengaruh terhadap jalan nafas dan menyebabkan pengurangan aliran udara secara bermakna. Penyempitan jalan nafas menyebabkan stridor inspirasi, dan pembengkakan atau edem di daerah pita suara menyebabkan suara serak.

Dengan berlanjutnya penyakit, lumen trakea menjadu tersumbat oleh secret yang semula encer lalu kental, dan menjadi krusta, sehinga penderita menjadi lebih sulit bernafas. Usaha mengeluarkan krusta tersebut dengan cara membatukkan, menghasilkan suara batuk yang khas seperti menggonggong/bergema (croupy) (CKD)

Page 4: Bahan Croup 3

Pemeriksaan klinis dapat menemukan adanya nasofaringitis. Meskipun croup merupakan self-limiting disease, tetapi jika udem subglotis berlanjut akan terjadi kesulitan bernafas yang ditandai adanya stridor inspirasi.

Pada pemeriksaan analisis gas darah didapatkan tekanan parsial CO2 meningkat, tekanan parsial O2

menurun dan pH darah bergeser ke arah asam.

Laringoskopi langsung harus dipertimbangkan pada croup yang tidak membaik dan untuk menyingkirkan penyebab obstruksi lainnya. Pada laringoskopi langsung tampak daerah subglotis berwarna kemerahan difus, licin, dan udem serta adanya sekret kental. Daerah glottis dan supraglotis dapat berwarna kemerahan tetapi umumnya dalam batas normal. Pipa endotrakea dan alat trakeostomi harus tersedia sebelum laringoskopi dilakukan.

Page 5: Bahan Croup 3

Diagnosis Banding

Epiglotitis akut

Gejala epiglotitis akut berupa nyeri tenggorok (sore throat), nyeri menelan (odinofagia) yang mengakibatkan sulit menelan (disfagia), suara berubah (mulled voice atau hot potato voice), demam sampai menggigil, dan sesak nafas karena sumbatan jalan nafas. Anak lebih suka posisi duduk, dagu lebih maju dan leher hiperekstensi untuk menjaga agar jalan nafas tetap terbuka. Kesulitan menelan yang berlebihan mengakibatkan hipersalivasi atau drooling. Sumbatan jalan nafas yang berat mengakibatkan stridor inspirasi. Pada epiglotitis akut tidak dijumpai batuk seperti menggonggong.

Dari pemeriksaan klinis didapatkan suhu tubuh meningkat, takikardi (>100x/mnt), nyeri leher (neck tenderness), dan pem- besaran kelnjar limfe leher (cervical lymphadenopathy). Pada pemeriksaan laringoskopi tampak epiglottis bengkak dan ber- warna merah terang (cherry-red epiglottis). Pemeriksaan radio- logi foto polos soft tissue leher dengan posisi lateral biasanya menunjukkan pembengkakan epiglottis (thumb sign).

Page 6: Bahan Croup 3
Page 7: Bahan Croup 3
Page 8: Bahan Croup 3