case meningitis awenk

36
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Meningitis purulenta akut adalah suatu proses inflamasi sebagai respon terhadap infeksi bakteri yang mengenai lapisan pia dan arakhnoid yang menutupi otak dan medula spinalis. Bakteri yang sering menyebabkan meningitis adalah Neisseria meningitis, streptococcus pneumonia dan haemophillus influenza type B. Ketiganya dapat diisolasi dari kurang lebih 70% kasus meningitis. Angka kejadian dari bakteri tersebut berbeda menurut umur penderita. Pada neunatus (0-30 hari) sering disebabkan oleh E.coli diikuti oleh streptococcus b. hemoliticcus, listeria monocytogenes,staphilococcus aureus dan streptococcus pneumoni. Pada bayi (31-60 hari) disebabkan streptococcus B hemoliticus diikuti oleh hemophilus influenza, Neisseria meningitidis dan gram negatif enterobacilli. Pada anak 2 bulan sampai 4 tahun disebabkan oleh haemophillus influenza diikuti oleh Neisseria meningitidis, staphilococcus aureus. Pada anak lebih besar dan dewasa sering disebabkan oleh streptococcus pneumonia diikuti oleh Neisseria meningitidis, staphilococcus aureus dan haemophillus influenza. (Japardi, Iskandar, 2002) 1

Upload: mrfrenzy

Post on 29-Jun-2015

546 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: Case meningitis Awenk

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Meningitis purulenta akut adalah suatu proses inflamasi sebagai respon

terhadap infeksi bakteri yang mengenai lapisan pia dan arakhnoid yang menutupi

otak dan medula spinalis. Bakteri yang sering menyebabkan meningitis adalah

Neisseria meningitis, streptococcus pneumonia dan haemophillus influenza type

B. Ketiganya dapat diisolasi dari kurang lebih 70% kasus meningitis.

Angka kejadian dari bakteri tersebut berbeda menurut umur penderita.

Pada neunatus (0-30 hari) sering disebabkan oleh E.coli diikuti oleh streptococcus

b. hemoliticcus, listeria monocytogenes,staphilococcus aureus dan streptococcus

pneumoni. Pada bayi (31-60 hari) disebabkan streptococcus B hemoliticus diikuti

oleh hemophilus influenza, Neisseria meningitidis dan gram negatif enterobacilli.

Pada anak 2 bulan sampai 4 tahun disebabkan oleh haemophillus influenza diikuti

oleh Neisseria meningitidis, staphilococcus aureus. Pada anak lebih besar dan

dewasa sering disebabkan oleh streptococcus pneumonia diikuti oleh Neisseria

meningitidis, staphilococcus aureus dan haemophillus influenza. (Japardi,

Iskandar, 2002)

Angka kejadian dari meningitis mengalami penurunan di dunia Barat

terutama disebabkan karena meningkatnya derajat sosial dan hygienis. Sejak

penggunaan antibiotika angka kematian mengalami perubahan. Di Amerika

menurut survey epidemiology pada 27 negara bagian dari tahun 1978-1981 angka

kematian untuk haemophillus influenza 6%, Neisseria meningitidis 10% dan

Septrococcus pneumonia 26,3%. (Japardi, Iskandar, 2002)

Meningitis yg disebabkan oleh bakteri berakibat lebih fatal dibandingkan

meningitis penyebab lain karena mekanisme kerusakan dan gangguan otak yg

disebabkan oleh bakteri maupun produk bakteri lebih berat. (Setyo Handryastuti)

Bakteri pneumokokus adalah salah satu penyebab meningitis terparah.

Penelitian yang diungkapkan konsultan penyakit menular dari Leicester Royal

Infirmary, Inggris, Dr Martin Wiselka, menunjukkan bahwa 20-30 persen pasien

1

Page 2: Case meningitis Awenk

meninggal dunia akibat penyakit tersebut, hanya dalam waktu 48 jam. Angka

kematian terbanyak pada bayi dan orang lanjut usia. Pasien yang terlanjur koma

ketika dibawa ke rumah sakit, sulit untuk bisa bertahan hidup. Infeksi

pneumokokus lebih sering terjadi pada anak dibanding orang dewasa karena tubuh

anak belum bisa memproduksi antibodi yang dapat melawan bakteri tersebut.

Sebanyak 50 persen pasien meningitis yang berhasil sembuh biasanya

menderita kerusakan otak permanen yang berdampak pada kehilangan

pendengaran, kelumpuhan, atau keterbelakangan mental. Komplikasi penyakit

tersebut akan timbul secara perlahan dan semakin parah setelah beberapa bulan.

Penderita meningitis perlu mendapat antibiotik sesegera mungkin.

Perawatan umumnya dilakukan selama 10-14 hari. Pengobatan panjang itu

dianggap perlu untuk mencegah komplikasi atau mencegah infeksi datang

kembali. Pada kasus yang dianggap berat, diperlukan perawatan intensif di UGD

dan ketersediaan ventilasi udara untuk membantu pernapasan.

B. TUJUAN

Tujuan pembuatan laporan kasus ini adalah :

1. Menambah ilmu dan pengetahuan mengenai penyakit yang dilaporkan.

2. Membandingkan informasi yang terdapat pada literatur dengan kenyataan yang

terdapat pada kasus.

3. Melatih mahasiswa dalam melaporkan dengan baik suatu kasus yang didapat.

2

Page 3: Case meningitis Awenk

BAB II LAPORAN KASUS

IDENTITAS

Nama : An. NA

Jenis kelamin : Perempuan

Umur : 6 bulan

Alamat : Palaran

Anak ke : 1

MRS A. W Sjahranie : 12 September 2010 jam

ANAMNESA

Alloanamnesa (oleh ayah dan ibu kandung pasien)

Keluhan Utama : Kejang

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien mengalami demam selama dua hari sebelum kejang, demam

disertai menggigil, pasien sempat diberi obat penurun panas, tapi tidak ada

perubahan dan selama demam pasien rewel dan tidak mau menyusu. Lalu pasien

sempat kejang 1 kali 1 jam sebelum masuk rumah sakit RSU AW Sjahranie

Samarinda. Kejang terjadi selama 5 menit, kejang seluruh tubuh dengan mata

keatas. tanpa disertai muntah, Setelah kejang pasien tampak gelisah dan rewel

(menangis keras) sampai MRS. Lalu pasien kejang lagi 1 kali selama 5 menit saat

sampai di rumah sakit. Riwayat kejang sebelumnya (-), riwayat trauma (-), BAB

(+), BAK (+) normal.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Tidak ada.

Riwayat Penyakit Keluarga :

Tidak ada keluarga yang mengalami penyakit kejang.

3

Page 4: Case meningitis Awenk

Pertumbuhan Dan Perkembangan Anak :

Berat badan lahir : 3000 gr

Panjang badan lahir : 49 cm

Berat badan sekarang : 7,2 kg (saat MRS, 10 januari 2010)

Tinggi badan sekarang : 66 cm

Gigi keluar : -

Tersenyum : 2 bulan

Miring : 5 bulan

Tengkurap : 5 bulan

Duduk : -

Merangkak : -

Berdiri : -

Berjalan : -

Berbicara 2 suku kata : -

Makan Minum anak :

ASI : -

Dihentikan : -

Susu sapi/buatan : 0 - sekarang, SGM, 6x120 cc

Buah : 6 bulan

Bubur susu : 6 bulan

Tim saring : 6 bulan

Makanan padat dan lauknya : -

Pemeliharaan Prenatal : 3x selama hamil

Periksa di : Bidan

Penyakit kehamilan : sakit kepala, muntah-muntah

Obat-obatan yang sering diminum : obat sakit kepala

Riwayat Kelahiran :

Lahir di : Klinik bersalin, ditolong oleh : bidan

Berapa bulan dalam kandungan : 9 bulan 11 hari

4

Page 5: Case meningitis Awenk

Jenis partus : Spontan, bayi langsung menangis

Pemeliharaan postnatal :

Periksa di : tidak pernah (alasan jauh dari puskesmas)

Keadaan anak : sehat

Keluarga berencana :Ya

Memakai sistem : Suntik tiap 3 bulan

Sikap dan kepercayaan : Baik

IMUNISASI

Tidak pernah imunisasi.

PEMERIKSAAN FISIK

Dilakukan pada tanggal 14 September 2010

Kesan umum : Sakit sedang

Kesadaran : E2M4V1

Tanda Vital

Nadi : 136 kali/menit

Suhu badan : 38,3oC

Frekuensi nafas : 36 kali/menit

Kepala

Rambut : Hitam

Lingkar kepala : 40 cm

Ubun-ubun besar : Cembung

Mata : Anemis (-/-), Ikterik (-/-), Sianosis (-/-), Refleks

Cahaya (+/+), Pupil: Isokor (2mm/2mm).

Hidung : Sumbat (-), Sekret (-)

Telinga : Bersih, Sekret (-)

5

Page 6: Case meningitis Awenk

Mulut : Lidah bersih, Faring Hiperemis (-), mukosa bibir

basah, pembesaran Tonsil (-/-), sekret (+)

Leher

Pembesaran Kelenjar : (-)

Dada

Inspeksi : Gerakan simetris

Palpasi : Thrill (-)

Perkusi : Sonor

Auskultasi : Vesikuler, Ronkhi (-/-), Wheezing (-/-)

Jantung

S1/S2 tunggal reguler

Bising : (-)

Abdomen

Inspeksi : Flat

Palpasi : Soefl, Nyeri tekan sulit dievaluasi,

Hepar/ lien tidak teraba,

Perkusi : Timpani

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Genitalia : Dalam batas normal

Ekstremitas : Akral hangat, Edema (-)

Lain-lain : Tanda rangsang meningeal :

Kaku kuduk (-)

Brudzinski I (-)

Brudzinski II (-)

Kernig (-)

6

Page 7: Case meningitis Awenk

Tonus klonus (-)

Refleks patologis :

Babinski (+)

Chadock (-)

Openheim (-)

Gordon (-)

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Laboratorium (tanggal 12-09-2010)

Leukosit : 15.400 / mm3

Hb : 10,2 gr/dl

Ht : 25,7 %

Trombosit : 337.000/ mm3

Na : 141

K : 4,1

Cl : 109

Ureum : 49,2

Creatinin : 0,8

Pemeriksaan Laboratorium (tanggal 13-09-2010)

Leukosit : 25.100 / mm3

Hb : 10,7 gr/dl

Ht : 31,0 %

Trombosit : 489.000/ mm3

SGOT : 69

SGPT : 74

Ureum : 46,9

Creatinin : 1,4

Pemeriksaan Laboratorium (tanggal 13-09-2010)

7

Page 8: Case meningitis Awenk

APTT : - Kontrol : 30,5 detik

- Pasien : 24,5 detik

PT : - Kontrol : 12,6 detik

- Pasien : 15,5 detik

Urine Lengkap :

BJ : 1030

Warna : Kuning

Kejernihan : keruh

pH : 5

Sel epitel : +

Leukosit : 2-3

Eritrosit : 0-1

Kristal : Uric acid (+)

Feces Lengkap :

Warna : hitam

Konsistensi : lembek

Darah : (-)

Lendir : (-)

Eritrosit : 1-2

Leukosit : 1-2

Amuba : (-)

Kista : (-)

Telur cacing : (-)

Pemeriksaan cairan otak: (tanggal 14-09-2010 di Laboratorium A. W. Sjahranie)

8

Page 9: Case meningitis Awenk

A. Makroskopis

- Kejernihan : Agak keruh

- Warna : Putih kekuningan

B. Mikroskopis

a. Hitung sel : 58 sel (normal: 0-6/mm3, abnormal: 10 sel /mm3

untuk orang dewasa)

b. Hitung jenis

- Mononuklear : 30%

- Polinuklear : 70%

C. Protein

- Test Busa : (+) positif

- Test Pandy : (+) positif

- Test Nonne/Apelt : (+) positif

Glukosa : 61 mg/dl

Protein : 122 mg/dl

CT-Scan kepala tanggal 12 September 2010

Diagnosis Kerja Sementara :

9

Page 10: Case meningitis Awenk

Suspect Meningoensefalitis

PENATALAKSANAAN :

O2 1-2L/Menit

IVFD KAEN4A 8gtt/menit

Cefotaxim 3x250 mg iv

Dexamethason 3 mg iv (bolus) kemudian setelah 12 jam 3x1 mg iv

Phenytoin 2x17,5 mg iv

Farmadol 100mg / 6jam atau Dumin rectal 125mg

Bila kejang, diazepam 2mg iv

Ranitidin 3x7mg iv

Transamin 3x70mg iv

Nootropil 3x100 mg iv

Puasa, pasang NGT

Prognosa :

Dubia et malam

10

Page 11: Case meningitis Awenk

Follow-Up

Tanggal S O A P12-09-2010 BB: 7,2 kg

Demam (+), Muntah (-), Kejang (+)Kesadaran menurun

E2M3V1

Ubun-ubun tegangN: 136 x/menit, RR: 36 x/menit, T: 40ºC.Reflek cahaya (+/+), Ronki (-/-)- Akral hangat

Meningoencephalitis

O2 1-2L/MenitIVFD KAEN4A 8gtt/menitCefotaxim 3x250 mg ivDexamethason 3 mg iv (bolus) kemudian setelah 12 jam 3x1 mg ivPhenytoin 2x17,5 mg ivFarmadol 100mg / 6jam atau Dumin rectal 125mg Bila kejang, diazepam 2mg ivPuasa, pasang NGTRanitidin 3x7mg ivTransamin 3x70mg ivObservasiCT-scan brainKonsul mataRencana LPNootropil 3x100 mg iv

13-09-2010 Demam (+), muntah (-), Kejang (+)Kesadaran menurun (+)

E1M4V1

Ubun-ubun tegangN: 140 x/menit, RR: 36 x/menit, T: 38,2 ºC.Ronki (+/+)Ekstremitas: - Akral hangat

Meningoencephalitis

Nebulizer ventoline / 4jamAminofusin 8gr/hariGentamisin 2x17,5mg ivCek DL, LED, SGOT/SGPT, Ureum/Creatinin, elektrolit, ULTerapi lain lanjut

14-09-2010 Demam (+), muntah (-), Kejang (+)Penurunan kesadaran

E2M4V1

N: 136 x/menit, RR: 36 x/menit, T: 38,3ºC.Reflek cahaya (+/+), NGT (cokelat)BAB (+) hitam

Meningoencephalitis

Fenitoin 2x20mg / IVPro Lumbal pungsiTerapi lain lanjutobservasi

15-09-2010 Demam (-), muntah (-), batuk (+)

E2M4V1

N: 132 x/menit, RR: 28 x/menit,

Meningoencephalitis

Terapi lanjutPASI 8x(10-15cc) via NGT

11

Page 12: Case meningitis Awenk

Kejang (-)Penurunan kesadaran

T: 36,8 ºC.Reflek cahaya (+/+), pupil isokor 2mm/2mm.Rh: -/- , Wh: -/-

16-09-2010 Demam (-), kejang (-), sadar (+)

N: 132 x/menit, RR: 32 x/menit, T: 37,2 ºC.

Meningitis purulenta

KAEN 4A 8 gtt/menitNeebulizer stopAff DCASI/PASI 8x50cc (NGT + oral)Ranitidine + transamin + farmadol stopDexamethason (kamis-jum’at) 2x1 mg iv, dilanjutkan (sabtu-minggu) 1x1mg ivTerapi lain lanjut

17-09-2010 Demam (-), kejang (-), sadar (+)

N: 128 x/menit, RR: 28 x/menit, T: 36,8 ºC.

Meningitis purulenta

ASI/PASI 8x75cc / oralAff NGT & O2

Terapi lain lanjut

18-09-2010 Demam (-), kejang (-), Batuk (+) berdahak

N: 132 x/menit, RR: 28 x/menit, T: 36,6 ºC.Rh -/-, Wh -/-

Meningitis purulenta

Terapi lanjut

20-09-2010 Demam (+), kejang (-)

N: 132 x/menit, RR: 32 x/menit, T: 38,0 ºC.Rh -/-, Wh -/-

Meningitis purulenta

Nootropil inj. Ganti oral 3x100mgPhenytoin inj. Ganti oral 2x20 mgKonsul bagian kulit:Advise : betamethason cream 2x/hariCaladin powder 2x/hari

21-09-2010 Demam (-), kejang (-), Batuk (+)

N: 128 x/menit, RR: 28 x/menit, T: 37,0 ºC.Rh +/+, Wh -/-

Meningitis purulenta + miliaria

Ventolin, nebulasi / 4jamTerapi lain lanjut

22-09-2010 Demam (-), kejang (-), Batuk (+) ↓, BAB cair 2x

N: 132 x/menit, RR: 28 x/menit, T: 36, 8ºC.Rh +/+, Wh -/-

Meningitis purulenta

Terapi lanjutMeropenenm s/d hari minggu

23-09-2010 Mencret > 5xBatuk ↓↓,

N: 128 x/menit, RR: 32 x/menit, T: 37, 2ºC.

Zinkid 1x1 tabletTerapi lain lanjut

12

Page 13: Case meningitis Awenk

demam (-), kejang (-)

Rh +/+, Wh -/-

24-09-2010 Demam (-), kejang (-), Batuk (+)↓, BAB cair ↓

N: 120 x/menit, RR: 28 x/menit, T: 37ºC.Rh +/+, Wh -/-

Meningitis purulenta

Terapi lanjut

25-09-2010 Demam (-), kejang (-), Batuk (+)↓, BAB cair (-)

N: 128 x/menit, RR: 32 x/menit, T: 36,5ºC.Rh -/-, Wh -/-

Meningitis purulenta

Terapi lanjut

27-09-2010 Demam (-), kejang (-), Batuk (-)↓, BAB cair ↓

N: 126 x/menit, RR: 30 x/menit, T: 36,5ºC.Rh -/-, Wh -/-

Meningitis purulenta

Pasien boleh pulang

Kurva Suhu

13

Page 14: Case meningitis Awenk

BAB III PEMBAHASAN

Resume Masuk Rumah Sakit

Pasien NA, umur 6 bulan, masuk rumah sakit dengan keluhan kejang. Dari

hasil anamnesa didapatkan kejang dialami pasien sejak 1 jam sebelum masuk

rumah sakit A. W. Sjahranie Samarinda. Kejang terjadi selama 5 menit, kejang

seluruh tubuh dengan mata keatas, tanpa disertai muntah. Pasien kejang lagi

selang waktu 2 jam setelah kejang pertama selama 5 menit. Sebelumnya Pasien

mengalami demam tinggi selama dua hari sebelum kejang, demam disertai

menggigil, pasien sempat diberi obat penurun panas, tapi tidak ada perubahan dan

selama demam pasien rewel dan tidak mau menyusu. Riwayat kejang sebelumnya

(-), riwayat trauma (-), BAB (+), BAK (+) normal.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan, kesadaran E2M4V1, tanda vital: nadi 136

kali/menit, suhu badan 38,3 ºC, frekuensi nafas 36 kali/menit. Refleks cahaya

(+/+), pupil isokor (2mm/2mm). Pemeriksaan thorax dan abdomen dalam batas

normal. Sedangkan pada ekstremitas, spastik ekstensi pada ekstremitas atas dextra

et sinistra dan spastik pada ektremitas bawah dextra et sinistra, reflex patologis

(babinski) positif, serta tidak di dapatkan adanya tanda rangsangan meningeal.

Pada pemeriksaan laboratorium yaitu darah lengkap, ditemukan peningkatan

dari jumlah leukosit, yang menandakan terjadinya proses infeksi. Pada pasien ini

juga telah dilakukan pemeriksaan cairan lumbal dan CT scan kepala.

Pembahasan

Dari anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang pada pasien

ini di dapatkan diagnosis meningitis purulenta dengan gizi baik.

Dalam teori, meningitis mempunyai pelbagai penyebab, namun gejala klinis

meningitis lebih kurang sama dan khas, sehingga gejala tersebut dapat digunakan

sebagai diagnosis awal. Gejala ini bisa diperoleh dari anamnesa yaitu: suhu tubuh

mendadak naik; seringkali ditemukan hiperpireksia, kesadaran dengan cepat

menurun, pada anak agak besar sering mengeluh nyeri kepala sebelum

14

Page 15: Case meningitis Awenk

kesadarannya menurun, ada kejang yang dapat bersifat umum, fokal, atau hanya

twitching saja.

Pada meningitis biasanya gejala meningitis tidak selalu sama, tergantung

dari usia si penderita serta apa yang menyebabkannya. Gejala yang paling umum

adalah demam yang tinggi, sakit kepala, pilek, mual, muntah, kejang. Setelah itu

biasanya penderita merasa sangat lelah, leher terasa pegal dan kaku, gangguan

kesadaran serta penglihatan menjadi kurang jelas. Gejala pada bayi yang terkena

meningitis, biasanya menjadi sangat rewel, muncul bercak pada kulit, tangisan

lebih keras dan nadanya tinggi, demam ringan, badan terasa kaku, dan terjadi

gangguan kesadaran seperti tangannya membuat gerakan tidak beraturan. (Japardi,

Iskandar., 2002). Tanda-tanda neurologis setempat tidak ada, tetapi bayi dapat

mengalami stagnasi atau gangguan perkembangan. Hal ini sesuai dengan yang

dialami pasien yaitu demam tinggi selama dua hari sebelum kejang, demam

disertai menggigil, pasien sempat diberi obat penurun panas, tapi tidak ada

perubahan dan selama demam pasien rewel dan tidak mau menyusu. Tanda-tanda

rangsangan meningeal tidak didapatkan serta repleks patologis sulit dievaluasi.

Pemeriksaan penunjang yang bisa dilakukan antara lain pemeriksaan

darah lengkap, cairan serebrospinal dengan lumbal pungsi dan kultur cairannya.

Diagnosa pasti ditegakkan melalui pemeriksaan lumbal pungsi dan terdapatnya

organisme atau antigennya dalam cairan serebrospinal. Pada pemeriksaan cairan

serebrospinal didapatkan:

1) Warna opalesen atau keruh dapat terjadi pada hari pertama atau kedua

2) Jumlah sel meningkat lebih dari 1000 sel/ml

3) Jenis sel terutama PMN

4) Kadar gula turun antara 0-20 mg/ml

5) Kadar protein meningkat, tergantung lama sakit

6) Pada sediaan gram bakteri (+) hampir pada 80% kasus bila belum mendapat

pengobatan sebelumnya. Menurut McGowan dan kawan-kawan, netter kultur

dari darah (+) pada 65-75% kasus

7) Kadar asam laktat dan pH meningkat

8) Pada sediaan dengan methylen blue (+)

15

Page 16: Case meningitis Awenk

9) Pemeriksaan Counter current immunoelektrophoresa sensitif untuk

mendeteksi antigen haemophillus influenza dari cairan serebrospinal dan

darah

10) Adanya pembengkakan kapsul (capsule Swell) pada reaksi antigen antibodi

cepat terbentuk dan merupakan pemeriksaan diagnostik penunjang untuk

haemophillus influenza.

CT/MRI dengan kontras dapat menentukan adanya dan luasnya kelainan di

daerah basal. Serta adanya dan luasnya hidrosefalus. Gambaran dari pemeriksaan

CT-Scan/MRI kepala pada pasien meningitis adalah normal pada awal penyakit.

Seiring berkembangnya penyakit, gambaran yang sering ditemukan adalah

kelainan di daerah basal, tampak hidrosefalus komunikans yang disertai dengan

tanda-tanda edema otak atau iskemia fokal yang masih dini. 6,8,12 sedangkan pada

pasien ini, gambaran CT-Scan kepalanya normal.

Meningitis dapat diterapi, tetapi tergantung dari penyebabnya. Terapi

tersebut bertujuan untuk memberantas penyebab infeksi disertai perawatan

intensif suportif. Terapi pada meningitis purulenta yaitu:

1) Kombinsai antara ampicilin dan chloramphenicol dianjurkan sebagai

pengobatan awal pada meningitis haemophillus influenza. Dosis ampicilin 300

mg/kgBB/hari (maksimal 10 g/hari) selama 10-14 hari, dosis dibagi dan

diberikan setiap 4 jam. Chloramphenicol lebih bakterisit dibanding dengan

ampicilin. Chloramphenicol cepat bersatu dengan lekosit PMN dan dapat

membunuh bakteri intraseluler. Dosis perhari 75 mg/kgBB (maksimal 4g).

Pharmakokinetik dari Chloramphenicol sangat bervariasi, maka kadar dalam

serum harus diawasi untuk memastikan kadar terapi serta menghindari kadar

toksik terutama pada bayi. Kadar terapi berkisar antara 15-25 μg/ml yang

didapat setelah 60-120 menit pemberian intravena atau oral. Bila kadar lebih

dari 30 μg/ml dapat mengakibatkan terjadinya penekanan sumsum tulang dan

kadar 50-80 μg/ml dapat menekan kontraksi miokardial.

2) Dapat ditambahkan campuran trimetoprim 80 mg, sulfametoksazol 400 mg iv.

3) Dapat pula ditambahkan seftriakson intravena 100mg/kgBB/hari.

4) Cairan intravena

16

Page 17: Case meningitis Awenk

5) Koreksi gangguan asam-basa dan elektrolit

6) Kortikosteroid . Berikan deksametason 0,6 mg/kgBB/hari selama 14 hari,15-20

menit sebelum pemberian antibiotik

Antibiotik. Terdiri dari 2 fase, yaitu empiric dan setelah ada hasil biarkan

dan uji resistensi. Pengobatan empiric pada neonatus adalah kombinasi ampisilin

dan aminoglikosida atau ampisilin dan sefotaksim.Pada umur 3 bulan sampai 10

tahun kombinasi ampisilin dan kloramfenikol atau sefuroksim / Sefotaksim /

Seftriakson. Pada usia lebih dari 10 tahun digunakan penisilin. Pada Neonatus

pengobatan selama 21 hari, pada bayi dan anak 10-14 hari.

Antibiotik yang digunakan untuk Meningitis Bakterial

Kuman Antibiotik

H.influenzae Ampisilin, kloramfenikol, seftriakson, sefotaksim

S.pneumoniae Penisilin, kloramfenikol, sefuroksim, seftriakson ,

vankomisin

N.meningitidis Penisilin, kloramfenikol, sefuroksim, seftriakson

Stafilokok Nafsilin, vankomisin, rifampisin

Gram negative Sefotaksim, seftazidim, seftriakson, amikasin

Dosis yang diberikan Untuk Meningitis Bakterial

Antibiotik Dosis

Ampisilin 200-300mg/kgBB/hari(tunggal 400mg)

Kloramfenikol 100mg/kgBB/hari;Neonatus :50mg/kgBB/hari

Sefuroksim 250mg/kgBB/hari

Sefotaksim 200mg/kgBB/hari; Neonatus 0-7 hari:100mg/kgBB/hari

Seftriakson 100mg/kgBB/hari

Seftazidim 150mg/kgBB/hari; Neonatus :60-90mg/kgBB/hari

Gentamisin Neonatus 0-7hari :5mg/kgBB/hari

7-28hari:7,5mg/kgBB/hari

Amikasin 10-15mg/kgBB/hari

17

Page 18: Case meningitis Awenk

Kortikosteroid, biasanya dipergunakan prednison dengan dosis 1-2

mg/kgBB/hari (dosis normal 20 mg/hari dibagi dalam 3 dosis) selama 4-6 minggu,

setelah itu dilakukan penurunan dosis secara bertahap (tappering off) selama 4-6

minggu sesuai dengan lamanya pemberian regimen. Pemberian kortikosteroid

seluruhnya adalah lebih kurang 3 bulan. Indikasi kortikosteroid antara lain tekanan

intrakranial yang meningkat, adanya defisit neurologis, mencegah perlekatan

araknoidea pada jaringan otak.

Dari alloanamnesa ditemukan kejang pada pasien ini, dimana sebelumnya

didahului dengan demam tinggi selama 2 hari tanpa penyebab yang jelas dan

setelah panas hari ke-2, pasien mengalami kejang yang bersifat umum (seluruh

tubuh), lama kejang ± 5 menit, sebanyak 2 kali selang waktu 2 jam, sebelumnya

belum pernah kejang. Kejang yang berulang pada pasien ini mungkin disebabkan

nilai ambang yang rendah terhadap setiap peningkatan suhu tubuh 10C (proses

ekstrakranial) atau mungkin dapat disebabkan suatu proses intrakranial akibat

infeksi di otak dan ini diperkuat keluhan pasien yang rewel serta tangisannya yang

cukup keras.

Pada pemeriksaan fisik ditemukan penurunan kesadaran , refleks cahaya

(+/+), pupil isokor (2mm/2mm), Ubun-ubun besar cembung, babinsky (+), kaku

kuduk (-), brudzinski I (-), brudzinski II (-), kernig (-).

Berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik, mengarah pada kecurigaan

meningitis, sehingga kemungkinan diganosa adalah meningitis. Namun,

berdasarkan literatur yang diperoleh, pada pasien ini tidak disertai dengan tanda

rangsang meningeal, hal ini disebabkan karena tanda rangsang meningeal belum

muncul atau sulit didapatkan pada anak usia dibawah satu tahun.

Karena diagnosa mengarah pada kecurigaan meningitis, maka untuk

menegakkan diagnosa, perlu dilakukan pemeriksaan penunjang lumbal punksi dan

kultur cairan serebro spinal. Pada pasien ini, cairan lumbal yang diperiksa di

laboratorium RSU A.W. Sjahranie adalah: cairannya agak keruh berwarna putih

kekuningan, jumlah sel 58 sel/mm3, PMN 70%, MN 30%,. protein: test Busa (+)

positif, test Pandy (+) positif, test Nonne/Apel (+) positif, glukosa 61 mg/dl,

protein 122 mg/dl. Dari hasil peneriksaan cairan lumbal, dapat disimpulkan bahwa

18

Page 19: Case meningitis Awenk

kemungkinan pasien menderita meningitis purulenta, yang didasarkan dengan

cairannya yang keruh, peningkatan sel PMN 70%, none pandy test positif, dan

peningkatan jumlah protein dibandingkan glukosanya. Hasil kultur cairan lumbal

pada pasien ini, ditemukan bakteri Staphylococcus aureus. Jadi dapat dipastikan

bakteri ini sebagai bakteri penyebab dari meningitis yang diderita oleh pasien.

Dari hasil uji sensitifitas, antibiotik yang masih sensitive terhadap bakteri yang

ditemukan pada cairan lumbal pasien adalah amikasin (20mm), cefepime (20mm),

meropenem (20mm), ceftizoxim (22mm). setelah adanya hasil uji sensitifitas ini,

antibiotik yang sebelumnya menggunakan cefotaksim, diganti dengan antibiotik

meropenem.

Pada pasien ini tidak dilakukan uji tuberkulin (Mantoux test). Namun tidak

menyingkirkan kemungkinan diagnosa bisa kearah meningitis TB, karena pada

pasien ini memiliki riwayat belum pernah imunisasi BCG, dibuktikan dari

anamnesa pada orang tua pasien, dan pemeriksaan fisik dengan tidak

ditemukannya scarr ( jaringan parut ) pada lengan kanan atas pasien, tapi tidak

ditemukan adanya pembesaran KGB yang mendukung diagnosa menderita

penyakit TB. Pasien ini juga telah dilakukan pemeriksaan CT scan kepala, dan

dari hasilnya diperoleh kesimpulan gambaran yang masih dalam batas normal.

Pada pasien ini tidak didapatkan tanda-tanda klinis kurang gizi yaitu

seperti pasien kurus, kulit kering, dan berat badan pasien saat MRS adalah 7,2 kg

dan tinggi badannya adalah 66 cm. Status gizi pasien ini dapat ditentukan

menggunakan Z-score WHO. Berdasarkan Z-score WHO maka status gizi pasien

termasuk gizi baik.

Saat masuk rumah sakit, berat badan pasien adalah 7,2 kg dan setelah

menjalani perawatan di rumah sakit, berat badan pasien menjadi 7,5 kg. Hal ini

menunjukkan bahwa ada peningkatan berat badan setelah di rawat di rumah sakit.

Hal ini perlu menjadi perhatian khusus bagi kita bahwa, sangat penting untuk

memperhatikan kebutuhan gizi pasien terutama yang dirawat dalam jangka waktu

yang lama. Sehingga pada pasien ini diberikan ASI/PASI 2x75cc melalui selang

NGT, hasilnya pasien mengalami perbaikan gizi ditandai dengan peningkatan

berat badan 0,3 kg selama perawatan di RSU A.W Sjahranie.

19

Page 20: Case meningitis Awenk

Dengan demikian berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik, dan

pemeriksaan penunjang yang ditandai dengan cairan lumbal yang keruh,

peningkatan sel PMN 70%, none pandy test positif, dan peningkatan jumlah

protein dibandingkan glukosanya, dan peningkatan leukosit darah dari

15.400/mm3 menjadi 25.100/mm3 sehingga dapat disimpulkan bahwa pasien

menderita meningitis purulenta. Namun diagnose pasti hendaknya ditegakkan

dengan kultur cairan serebro spinal.

Pengobatan yang diberikan pada pasien ini adalah: O2 1-2L/Menit, IVFD

KAEN4A 8gtt/menit, Cefotaxim 3x250 mg iv, Dexamethason 3 mg iv (bolus)

kemudian setelah 12 jam 3x1 mg iv, Phenytoin 2x17,5 mg iv, Farmadol 100mg / 6

jam atau Dumin rectal 125mg, Bila kejang berikan diazepam 2mg iv, dipuasakan,

dipasang NGT, Ranitidin 3x7mg iv, Transamin 3x70mg iv.

Penatalaksanaan pada pasien ini sudah memenuhi standar pengobatan,

dimana selain memperbaiki keadaan umum dan nutrisinya, juga diberikan

pengobatan berdasarkan penyebabnya dengan pemberian antibiotik dan

pemberian kortikosteroid (deksamethasone 3 x 1 mg, iv) untuk mencegah

perlekatan araknoidea pada jaringan otak, tekanan intrakranial yang meningkat,

dan adanya defisit neurologis.

Prognosis pada pasien ini buruk berdasarkan oleh usia pasien kurang dari 1

tahun, Hb kurang dari 11gr/dl dan disertai penurunan kesadaran.

Tindak lanjut (follow up) untuk kasus ini antara lain, observasi tanda vital,

pencegahan kejang dengan pemberian phenytoin 4-5mg/KgBB/hari, monitor efek

penggunaan obat-obatan yang digunakan seperti penggunaan antibiotik

Gentamisin yang bersifat nefrotoksik sehingga perlu dipantau diuresisnya serta

dilakukan pemeriksaan laboratorium seperti ureum kreatinin untuk mengetahui

fungsi ginjalnya. Selain itu juga di observasi apakah ada komplikasi yang terjadi

pada pasien ini.

Sebagai tindakan pencegahan selanjutnya, pasien dianjurkan untuk segera

melengkapi imunisasinya. Pasien juga harus dijaga hygiene-nya terutama dari

ibunya yang merawat pasien ini.

20

Page 21: Case meningitis Awenk

BAB IV PENUTUP

A. KESIMPULAN

1. Pasien di diagnosa meningitis purulenta. Diagnosa meningitis purulenta ini

dibuat dari hasil anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

2. Pasien mendapat terapi meningitis sesuai dengan penyebabnya yaitu adanya

dugaan infeksi bakteri pada SSP (susunan saraf pusat) nya.

21

Page 22: Case meningitis Awenk

DAFTAR PUSTAKA

1. Prober, G.P. 2000. Central Nervous System Infections. Nelson Text Book of Pediatrics, 16th editions.

2. IDAI. 2004. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Jakarta

3. Mardjono M., Sidharta P. 2008. Neurologi Klinis Dasar. Dian Rakyat. Jakarta.

4. Schwartz W. 2004. Pedoman Klinis Pediatri. EGC. Jakarta

5. Mansjoer A, Suprohaita, Waedhani I, dkk. 2005. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius. Jakarta.

6. Price S. Wilson L. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6 Volume 2. EGC. Jakarta.

7. Davey P. 2006. At a Glance Medicine. Erlangga. Jakarta.

8. Hull D., Johnston D. 2008. Dasar-Dasar Pediatri. Edisi 3. EGC. Jakarta.

9. Harsono,dkk. 2005. Buku Ajar Neurologi Klinis. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta.

10. Quagliarello, VJ., Scheld W. 1997. Treatment of Bacterial Meningitis. The

New England Journal of Medicine. 336 : 708-16 URL :

http://content.nejm.org/cgi/reprint/336/10/708.pdf

22

Page 23: Case meningitis Awenk

Bagian Ilmu Penyakit Anak Laporan Kasus

Fakultas Kedokteran Umum

Universitas Mulawarman

MENINGITIS PURULENTA

Disusun Oleh :

Awang Heriady01.30302.00050.09

Pembimbing :dr. H.M. Adnan Sp.A

Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Penyakit Anak

Fakultas KedokteranUniversitas Mulawarman

Samarinda2010

23