case meningitis 1

59
Laporan Kasus MENINGITIS Disusun Oleh: Meilinda Vitta Sari NIM: 030.10.173 Pembimbing: dr. Maysam Ira, Sp.S KEPANITERAAN KLINIK SMF NEUROLOGI RSUP FATMAWATI JAKARTA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI 0

Upload: billy-salvatore-soedirman

Post on 25-Dec-2015

39 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

Kedokteran

TRANSCRIPT

Page 1: Case Meningitis 1

Laporan Kasus

MENINGITIS

Disusun Oleh:

Meilinda Vitta Sari

NIM: 030.10.173

Pembimbing:

dr. Maysam Ira, Sp.S

KEPANITERAAN KLINIK SMF NEUROLOGI

RSUP FATMAWATI JAKARTA

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

JAKARTA

Periode 22 September – 25 Oktober 2014

0

Page 2: Case Meningitis 1

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus karena atas berkat-Nya saya

dapat menyelesaikan pembuatan makalah presentasi kasus yang berjudul “MENINGITIS” ini.

Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas kepaniteraan klinik bagian

Neurologi Program Studi Pendidikan Dokter Universitas Trisakti di Rumah Sakit Umum Pusat

Fatmawati Jakarta.

Saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada para pengajar di SMF

Neurologi, khususnya dr. Maysam Ira, Sp.S, atas bimbingannya selama berlangsungnya

pendidikan di bagian neurologi ini sehingga saya dapat menyelesaikan tugas ini dengan

semaksimal kemampuan saya.

Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna sehingga saya

mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk memperbaiki makalah ini serta untuk

melatih kemampuan penulis dalam menulis makalah berikutnya.

Demikian yang dapat saya sampaikan, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para

pembaca, khususnya bagi kami yang sedang menempuh pendidikan.

Jakarta, Oktober 2014

Penyusun

1

Page 3: Case Meningitis 1

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................... 1

DAFTAR ISI ........................................................................................................ 2

BAB I STATUS PASIEN ......................................................................... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ 17

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 40

BAB I

2

Page 4: Case Meningitis 1

STATUS PASIEN

1.1 IDENTITAS PASIEN

Nama : Nn. Y

Jenis Kelamin : Perempuan

Usia : 20 tahun

Agama : Islam

Alamat : Pondok Bahar Permai FF no.19, Karang

Tengah,

Tangerang, Banten

Suku bangsa : Indonesia

Pekerjaan : Mahasiswi

Pendidikan terakhir : Tamat SMA

Status Menikah : Belum menikah

No. RM : 01326075

Ruangan : 627

1.2 ANAMNESIS

Pasien datang ke IGD RSUP Fatmawati pada tanggal 6 Oktober 2014 dan

masuk ruang rawat inap RSUP Fatmawati pada tanggal 7 Oktober 2014.

Autoanamnesis pada tanggal 8 Oktober 2014.

a.Keluhan Utama

Kesemutan dan kelemahan menetap pada kedua lengan dan tungkai

sejak 8 hari SMRS (sebelum masuk rumah sakit).

b.Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke IGD RSUP Fatmawati atas rujukan dari RS Awal Bros

Bekasi dengan keluhan utama kesemutan dan kelemahan yang menetap

pada kedua lengan dan tungkai sejak 8 hari yang lalu. Kesemutan dan

kelemahan ini dimulai dari ujung-ujung jari kedua tungkai kemudian

menjalar ke kedua lengan hingga ke wajah bagian kanan. Awalnya pasien

mengaku 11 hari SMRS pasien mengalami batuk, pilek, namun pasien

3

Page 5: Case Meningitis 1

tidak berobat ataupun meminum obat-obatan warung. Keesokan harinya,

pasien mengeluh nyeri kepala hebat. Nyeri kepala ini timbul mendadak

saat pasien istrahat, dirasakan di seluruh kepala, seperti ditusuk-tusuk,

dan tidak berkurang dengan istirahat. Nyeri kepala ini demam yang

dirasa pasien sumeng-sumeng, mual, dan muntah sebanyak 1 kali berisi

cairan dan ampas makanan, tetapi tidak ada kejang ataupun penurunan

kesadaran. Akhirnya pasien berobat ke klinik terdekat, diberikan

pengobatan oleh dokter, keluhan dirasa berkurang. Pada hari

selanjutnya, barulah pasien tiba-tiba merasakan kesemutan dan

kelemahan yang menjalar dari ujung-ujung jari kedua tungkai ke kedua

lengan hingga ke wajah bagian kanan. Pasien segera dibawa ke RS Awal

Bros Bekasi oleh keluarga dan dirawat inap selama 8 hari. Atas

permintaan keluarga, pasien dirujuk ke RSUP Fatmawati.

Saat ini pasien mengaku sedikit penglihatan buram, suaranya sengau,

ada gangguan menelan, mulut dirasa mencong ke kiri, dan bicara pelo.

Tidak ada gangguan BAK dan BAK.

c. Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien belum pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya. Tidak ada riwayat

alergi.

d. Riwayat Penyakit Keluarga

Keluarga tidak pernah ada memgalami hal yang sama. Tidak ada riwayat hipertensi,

DM, penyakit jantung, ataupun alergi.

e. Riwayat Sosial dan Kebiasaan

Pasien tidak merokok, tidak minum alkohol.

1.3 PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik di ruangan 627 bangsal RSUP Fatmawati tanggal 8

Oktober 2014

A. Keadaan Umum

Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis, GCS: E4M6V5 = 15

Tekanan darah : 110/70 mmHg

Nadi : 100x/menit, regular, kuat, isi cukup, ekual

Pernapasan : 20x/menit, reguler

4

Page 6: Case Meningitis 1

Suhu : 36,70C

Berat badan : ... kg

Tinggi badan : ... cm

BMI : ... kg/m2

B. Keadaan Lokal

Trauma Stigmata : Tidak ada

Pulsasi Aa. Carotis : Teraba kanan=kiri, regular, equal

Pembuluh Darah Perifer : Capillary refiil time < 2 detik

Kelenjar Getah Bening : Tidak ada pembesaran KGB submandibula, parotis

dan submental

Columna Vertebralis : Lurus di tengah, skoliosis (-), kifosis (-)

Kulit : Warna sawo matang, sianosis (-), ikterik (-)

Kepala : Normosefali, rambut hitam, distribusi merata

Mata : Konjungtiva anemis -/-,sklera ikterik -/-, pupil bulat

isokor ɸ 3mm/3mm, refleks cahaya langsung +/+,

refleks cahaya tidak langsung +/+

Sinus : Hematom (-), nyeri tekan (-)

Telinga : Normotia +/+, serumen -/-, membran timpani intak

Hidung : Deviasi septum (-), sekret -/-

Mulut : Sianosis (-)

Lidah : Kotor (-)

Tenggorok : Faring hiperemis (-), tonsil T1-T1 tenang

Leher : Bentuk simetris, trakea lurus di tengah, tidak teraba

KGB dan kelenjar tiroid.

Pemeriksaan jantung

Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak

Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V2 linea midclavikula sinistra

Perkusi : Batas kanan kanan ICS IV linea sternalis dextra, batas kiri

ICS V 2 jari lateral linea midklavikula sinistra

Auskultasi : S1-S2 reguler, murmur (-), gallop (-)

Pemeriksaan Paru

Inspeksi : Pergerakan naik-turun dada simetris kanan kiri

Palpasi : Vocal fremitus kanan=kiri, tidak ada benjolan

Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru

5

Page 7: Case Meningitis 1

Auskultasi : Suara nafas vesikuler +/+, Ronki +/+, Wheezing -/-

Pemeriksaan Abdomen

Inspeksi : Jejas (-), perut tidak buncit

Palpasi : Nyeri tekan (-), hepar/lien tidak teraba membesar

Perkusi : Timpani

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Pemeriksaan Ekstremitas

Proksimal : akral hangat +/+, edema -/-

Distal : akral hangat +/+, edema -/-

C.Status Neurologis

1) GCS

Compos mentis, GCS: E4M6V5 = 15

2) Rangsang Selaput Otak Kanan Kiri

Kaku Kuduk : (+)

Laseque : > 70° > 70°

Kernig : > 135° > 135°

Brudzinski I : (-) (-)

Brudzinski II : (-) (-)

3) Peningkatan Tekanan Intrakranial

Muntah proyektil : (-)

Sakit kepala hebat : (-)

Papil edema : tidak dilakukan pemeriksaan

4) Saraf-saraf Kranialis

N. I : Normosmia kanan dan kiri

N.II Kanan Kiri

Acies Visus : 6/60 6/60

Visus Campus : Baik Baik

Melihat Warna : Baik Baik

Funduskopi : tidak dilakukan tidak dilakukan

N. III, IV, VI Kanan Kiri

Kedudukan Bola Mata : Ortoposisi Ortoposisi

Pergerakan Bola Mata

6

Page 8: Case Meningitis 1

Ke Nasal : Baik Baik

Ke Temporal : Baik Baik

Ke Nasal Atas : Baik Baik

Ke Nasal Bawah : Baik Baik

Ke Temporal Atas : Baik Baik

Ke Temporal Bawah : Baik Baik

Eksopthalmus : (-) (-)

Nistagmus : (-) (-)

Pupil : Isokor Isokor

Bentuk : Bulat, Ø 3mm Bulat, Ø 3mm

Refleks Cahaya Langsung : (+) (+)

Refleks Cahaya Konsensual: (+) (+)

Akomodasi : Baik Baik

Konvergensi : ` Baik Baik

N. V Kanan Kiri

Cabang Motorik : Baik Baik

Cabang Sensorik

Opthalmik : Baik Baik

Maxilla : Baik Baik

Mandibularis : Baik Baik

N. VII Kanan Kiri

Motorik Orbitofrontal : Baik Baik

Motorik Orbicularis : plica nasolabial kiri lebih mendatar dibandingkan

dengan plica nasolabial yang kanan

Pengecap Lidah : Baik Baik

N. VIII Kanan Kiri

Vestibular

Vertigo : tidak dilakukan tidak dilakukan

Nistagmus (-) (-)

Cochlear

Tinnitus : (-) (-)

7

Page 9: Case Meningitis 1

Rinner : (+) (+)

Weber : tidak ada lateralisasi

Schwabach : sama dengan pemeriksa

N. IX, X

Bagian Motorik

Suara biasa/parau/tak bersuara : sengau

Kedudukan Arcus Pharynx : simetris, kuat angkat

Kedudukan Uvula : simetris di tengah

Bagian Sensorik

Reflek Muntah (pharynx) : normal

N. XI Kanan Kiri

Mengangkat bahu : Baik Baik

Menoleh : Baik Baik

N. XII Kanan Kiri

Kedudukan Lidah

Waktu istirahat : simetris tengah simetris tengah

Waktu gerak : deviasi ke kiri

Atrofi : (-) (-)

Fasikulasi/tremor : (-) (-)

5) Sistem Motorik

Ekstremitas Atas Proksimal Distal : 3333 3333

Ekstremitas Bawah Proksimal Distal : 2222 2222

6) Gerakan Involunter

Tremor : (-)

Chorea : (-)

Atetose : (-)

Mioklonik : (-)

7) Trofik : eutrofi pada ke empat ekstremitas

8

Page 10: Case Meningitis 1

8) Tonus : normotonus pada ke empat ekstremitas

9) Sistem Sensorik Kanan Kiri

Proprioseptif : (+) (+)

Eksteroseptif : parestesi ke empat ekstremitas

10) Fungsi Cerebellar dan Koordinasi

Jari-Jari : Baik

Jari-Hidung : Baik

11) Fungsi Luhur

Astereognosia : (-)

Apraksia : (-)

Afasia : (-)

12) Fungsi Otonom

Miksi : menggunakan kateter

Defekasi : menggunakan pampers

Sekresi Keringat : Baik

13) Refleks-refleks Fisiologis Kanan Kiri

Kornea : (+) (+)

Bisep : (+1) (+1)

Trisep : (+1) (+1)

Patella : (+1) (+1)

Achilles : (+1) (+1)

14) Refleks-refleks Patologis Kanan Kiri

Hoffman Tromner : (-) (-)

Babinsky : (-) (-)

Chaddock : (-) (-)

Gordon : (-) (-)

Gonda : (-) (-)

Schaeffer : (-) (-)

Klonus Lutut : (-) (-)

Klonus Tumit : (-) (-)

15) Keadaan Psikis

Intelegensia : Baik

9

Page 11: Case Meningitis 1

Tanda regresi : (-)

Demensi : (-)

1.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG

1.4.1 Laboratorium 04/09/2014

A. Darah (04/09/2014)

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai normal

HEMATOLOGI

Hemoglobin

Hematokrit

Leukosit

Trombosit

Eritrosit

15,1

44,1

13,9

414

5,52

g/dL

%

ribu/ul

ribu/ul

juta/uL

12-14

37-43

5-10

150-500

4,0-5,0

VER/HER/KHER/RDW

VER

HER

KHER

RDW

79,9

27,4

34,2

14,3

fl

18,5

g/dL

%

82-92

27-31

32-36

11,5-14,5

HITUNG JENIS

Basofil

Eosinofil

Netrofil segmen

Limfosit

Monosit

0

0,1

85,2

7,1

7,6

%

%

%

%

%

0-1

1-3

50-70

20-40

2-8

10

Page 12: Case Meningitis 1

DIABETES

Glukosa Garah Sewaktu 133 mg/dl <180

ELEKTROLIT DARAH

Natrium

Kalium

Calcium

Magnesium

143

4,8

10,98

2,28

mmol/l

mmol/l

mg/dl

mg/dl

137-145

36-5,0

8,4-10,2

1,6-2,3

1.4.2 Radiologi

1. Foto thorak (01/09/2014)

CTR 50%

Aorta dan mediastinum superior tidak melebar

Trakea di tengah

Kedua hilus tampak baik

Tampak infiltrat di perihiler kanan dan paracardia kanan kiri

Diafragma kanan letak tinggi, diafragma kiri licin

Kedua sinus kostofrenikus lancip

Tulang dan jaringan lunak dinding dada baik

Kesan: Infiltrat paru suspek Bronchopneumonia

Diafragma kanan letak tinggi suspek proses

subdiafragma kanan

11

Page 13: Case Meningitis 1

2. CT-Scan tanpa kontras (28/09/2014)

Sulcus dan gyri cerebri baik. Differensiasi gray matter dan

white matter jelas

Tidak tampak deviasi midline

Supratentorial : basal ganglia, capsula interna, thalamus.

Corpus callosum dan kedua hemisfer cerebri baik

Infratentorial : batang otak, cerebellum dan cerebellopontine

angle yang tervisualisasi tampak baik

Tidak tampak lesi perdarahan intrakranial, epidural, subdural,

maupun subarachnoid

Ventrikel lateralis kanan kiri, ventrikel III dan ventrikel IV

tidak melebar. Aquaduct sylvii baik.

Sistem sisterna menunjukkan gambaram yang normal

Kedua bulbus okuli, retrobulbar space, N.optikum dan otot-

otot bola mata baik

Pneumatisasi mastoid kanan dan kiri tampak simetris dan

baik

Sinus-sinus paranasal dalam batas normal. Tak tampak

perselebungan/SOL

Septum nasi lurus di tengah. Concha nasalis kanan kiri baik

Tulang-tulang kepala dan jaringan lunak tervisualisasi tampak

baik

Kesan : Struktur otak/intrakranial tampak baik pada CT Scan

kepala saat ini.

Tidak tampak gambaran lesi infark, lesi perdarahan

maupun SOL intrakranial.

12

Page 14: Case Meningitis 1

13

Page 15: Case Meningitis 1

1.4.3 Analisa Cairan Otak (04/10/2014)

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai normal

ANALISA CAIRAN OTAK

Makroskopi

Warna

Kejernihan

Bekuan

Nonne

Pandy

Makroskopi

Jumlah sel

Hitung jenis sel

PMN

MN

Cairan otak

Protein total

Glukosa

Tak berwarna

Agak keruh

(-)

(+)

(+)

10

33

67

427

104

u/L

%

%

50-80

Tak berwarna

Jernih

(-)

(-)

(-)

0-5

mg/dl

14

Page 16: Case Meningitis 1

Mikrobiologi

Perwarnaan gram

Perwarnaan BTA

Epithel : 0-1/LPB

Lekosit : 0-1/LPB

Bakteri: tidak

ditemukan

Tidak ditemukan

bakteri tahan asam

Kesan : Cairan sesuai cairan purulenta

1.5 RESUME

Pasien perempuan 20 tahun dengan keluhan utama kesemutan dan

kelemahan yang menetap pada kedua lengan dan tungkai sejak 8 hari

yang lalu. Kesemutan dan kelemahan ini dimulai dari ujung-ujung jari

kedua tungkai kemudian menjalar ke kedua lengan hingga ke wajah

bagian kanan. Awalnya pasien mengaku 11 hari SMRS pasien mengalami

batuk, pilek, namun pasien tidak berobat ataupun meminum obat-obatan

warung. Keesokan harinya, pasien mengeluh nyeri kepala hebat. Nyeri

kepala ini timbul mendadak saat pasien istrahat, dirasakan di seluruh

kepala, seperti ditusuk-tusuk, dan tidak berkurang dengan istirahat. Nyeri

kepala ini disertai demam yang dirasa pasien sumeng-sumeng, mual, dan

muntah sebanyak 1 kali berisi cairan dan ampas makanan, tetapi tidak

ada kejang ataupun penurunan kesadaran. Saat ini pasien mengaku

sedikit penglihatan buram, suaranya sengau, ada gangguan menelan,

mulut dirasa mencong ke kiri, dan bicara pelo. Pasien sudah berobat 2

kali, pertama ke klinik dan kedua di rumah sakit lain, namun keluhan

tidak membaik.

Pada pemeriksaan fisik, didapatkan pasien dengan keadaan tampak

sakit berat, compos mentis dengan tanda vital dalam batas normal. Pada

keadaan lokalis, pemeriksaan paru ditemukan adanya ronki di kedua

lapang paru. Pada status neurologis, didapatkan GCS 15, compos mentis,

tanda rangsang meningeal positif, parese N.VII sinistra sentral, lesi N.XI

15

Page 17: Case Meningitis 1

N.X, parese N.XII sinistra tetraparestesi, tetraparese, dan hiporefleks.

Pada pemeriksaan laboratorium, leukositosis dengan netrofilia dan

limfositopeni. Pada rontgen thoraks didapatkan infiltrat parahilar dan

paracardia kanan. Pada CT Scan kepala tanpa kontras dalam batas

normal. Pada analisa cairan otak, ditemukan cairan otak dengan warna

agak keruh dan nonne pandy bernilai positif.

1.6 PEMERIKSAAN ANJURAN

CT Scan dengan kontras

Kultur cairan otak

EMG

1.7 DIAGNOSIS

Diagnosis klinis : Tetraparese, tetraparestesi, nyeri kepala hebat,

kaku kuduk, parese N.Kranialis multiple

Diagnosis etiologis : autoimun, inflamasi, infeksi

Diagnosis topis : sistem saraf perifer, meningen

Diagnosis kerja : Guillian Barre Syndrome dan Meningitis Purulenta

1.8 TATALAKSANA

CAB

Tirah baring

NaCl 0,9% 500cc/12 jam IV

Ceftriaxon 2x2 gr IV

Dexamethasone 3x5gr IV

Brainact 2x500 mg IV

Ranitidin 2x1amp IV

Gabexal 1x300mg PO

Rifampicin 1x600 mg PO

INH 1x300mg PO

Pirazinamid 3x500mg PO

Etambutol 3x500 PO

1.9 PROGNOSIS

16

Page 18: Case Meningitis 1

Ad vitam : dubia ad bonam

Ad functionam : dubia ad bonam

Ad sanationam : dubia ad malam

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. GUILLAIN BARRE SYNDROME

A.1 DEFINISI

Guillain Barre syndrome ( GBS ) adalah suatu kelainan sistem kekebalan tubuh manusia

yang menyerang bagian dari susunan saraf tepi dirinya sendiri dengankarekterisasi berupa

kelemahan atau arefleksia dari saraf motorik yang sifatnyaprogresif. Kelainan ini kadang

kadang juga menyerang saraf sensoris, otonom,maupun susunan saraf pusat. SGB merupakan

Polineuropati akut, bersifat simetris dan ascenden, yang,biasanya terjadi 1 – 3 minggu dan

kadang sampai 8 minggu setelah suatu infeksi akut.1,2

A.2 EPIDEMIOLOGI

Kebanyakan penelitian menyelidiki populasi di Eropa dan Amerika Utara dan

melaporkan angka kejadian serupa tahunan , yaitu antara 0,84 dan 1.91/100, 000. Rata-rata

pertahun 1-3/100.000 populasi dan perempuan lebih sering terkena daripada laki-laki dengan

perbandingan rasio perempuan : laki-laki = 1,5 : 1 untuk semua usia. Penurunan insiden selama

17

Page 19: Case Meningitis 1

waktu antara tahun 1980-an dan 1990-an ditemukan. Sampai dengan 70% dari kasus Sindroma

Guillain Barre disebabkan oleh infeksi anteseden. Inflamasi akut demielinasi

poliradikuloneuropati (AIDP) adalah bentuk paling umum di negara-negara barat dan

berkontribusi 85% sampai 90% kasus. Kondisi ini terjadi pada semua umur, meskipun jarang

pada masa bayi. Usia termuda dan tertua dilaporkan adalah, masing masing 2 bulan dan 95

tahun. Usia rata onset adalah sekitar 40 tahun, dengan kemungkinan dominasi laki-laki.

Sindroma Guillain Barre adalah penyebab paling umum dari acute flaccid  paralysis pada

anak - anak. Acute Motor Axonal Neuropathy (AMAN) sering didapatkan di daerah Jepang dan

Cina, terutama pada orang muda. Hal ini terjadi lebih sering selama musim panas, sporadis

AMAN seluruh dunia mempengaruh 10% sampai 20% pasien dengan Sindroma

Guillain Barre.1,2

A.3 KLASIFIKASI

1. Acute Motor-Sensory Axonal Neuropathy (AMSAN)

Sering muncul cepat dan mengalami paralisis yang berat dengan perbaikan yang

lambat dan buruk. Seperti tipe AMAN yang berhubungan dengan infeksi saluran cerna

C jejuni. Patologi yang ditemukan adalah degenerasi akson dari serabut saraf sensorik

dan motorik yang berat dengan sedikir demielinisasi.3

2. Acute Motor-Axonal Neuropathy (AMAN)

Berhubungan dengan infeksi saluran cerna C jejuni dan titer antibody gangliosid

meningkat (seperti, GM1, GD1a, GD1b). Penderita tipe ini memiliki gejala klinis

motorik dan secara klinis khas untuk tipe demielinisasi dengan asending dan paralysis

simetris. AMAN dibedakan dengan hasil studi elektrodiagnostik dimana didapatkan

adanya aksonopati motorik. Pada biopsy menunjukkan degenerasi ‘wallerian like’ tanpa

inflamasi limfositik. Perbaikannya cepat, disabilitas yang dialami penderita selama lebih

kurang 1 tahun. 4

3. Miller Fisher Syndrome

Variasi dari SGB yang umum dan merupakan 5 % dari semua kasus SGB. Sindroma

ini terdiri dari ataksia, optalmoplegia dan arefleksia. Ataksia terlihat pada gaya jalan dan

pada batang tubuh dan jarang yang meliputi ekstremitas. Motorik biasanya tidak

terkena. Perbaikan sempurna terjadi dalam hitungan minggu atau bulan. 4,5

4. Chronic Inflammatory Demyelinative Polyneuropathy (CIDP)

18

Page 20: Case Meningitis 1

CIDP memiliki gambaran klinik seperti AIDP, tetapi perkembangan gejala

neurologinya bersifat kronik. Pada sebagian anak, kelainan motorik lebih dominant dan

kelemahan otot lebih berat pada bagian distal. 5

5. Acute pandysautonomia

Tanpa sensorik dan motorik merupakan tipe SGB yang jarang terjadi. Disfungsi dari

sistem simpatis dan parasimparis yang berat mengakibatkan terjadinya hipotensi

postural, retensi saluran kemih dan saluran cerna, anhidrosis, penurunan salvias dan

lakrimasi dan abnormalitas dari pupil. 6

A.4 ETIOLOGI

Mikroorganisme penyebab belum pernah ditemukan pada penderita dan bukan

merupakan penyakit yang menular juga tidak diturunkan secara herediter. Penyakit ini

merupakan proses autoimun. Tetapi sekitar setengah dari seluruh kasus terjadi setelah penyakit

infeksi virus atau bakteri seperti dibawah ini 5.7:

Infeksi virus : Citomegalovirus (CMV), Ebstein Barr Virus (EBV), enterovirus, Human

Immunodefficiency Virus (HIV).

Infeksi bakteri : Campilobacter Jejuni, Mycoplasma Pneumonie.

Pascah pembedahan dan Vaksinasi.

50% dari seluruh kasus terjadi sekitar 1-3 minggu setelah terjadi penyakit Infeksi

Saluran Pernapasan Atas (ISPA) dan Infeksi Saluran Pencernaan.

19

Page 21: Case Meningitis 1

Gambar 1. Proses demielinisasi 1

A.5 PATOLOGI

Pada pemeriksaan makroskopis tidak tampak jelas gambaran pembengkakan saraf tepi.

Dengan mikroskop sinar tampak perubahan pada saraf tepi. Perubahan pertama berupa edema

yang terjadi pada hari ketiga atau keempat, kemudian timbul pembengkakan dan iregularitas

selubung mielin pada hari kelima, terlihat beberapa limfosit pada hari kesembilan dan

makrofag pada hari kesebelas, poliferasi sel schwan pada hari ketigabelas. Perubahan pada

mielin, akson, dan selubung schwan berjalan secara progresif, sehingga pada hari keenampuluh

enam, sebagian radiks dan saraf tepi telah hancur. Kerusakan mielin disebabkan makrofag yang

menembus membran basalis dan melepaskan selubung mielin dari sel schwan dan akson. 7

A.6. PATOGENESIS

Mekanisme bagaimana infeksi, vaksinasi, trauma, atau faktor lain yang mempresipitasi

terjadinya demielinisasi akut pada SGB masih belum diketahui dengan pasti. Banyak ahli

20

Myelinated nervein healthy individual

Myelin

sheath

Damage tomyelin sheath

(demyelinatiNerve

axon

Damaged (demyelinated) nerve

in individualwith Guillain-Barré

Page 22: Case Meningitis 1

membuat kesimpulan bahwa kerusakan saraf yang terjadi pada sindroma ini adalah melalui

mekanisme imunlogi. Bukti-bukti bahwa imunopatogenesa merupakan mekanisme yang

menimbulkan jejas saraf tepi pada sindroma ini adalah:

1. Didapatkannya antibodi atau adanya respon kekebalan seluler (cell mediated

immunity) terhadap agen infeksius pada saraf tepi.

2. Adanya auto antibodi terhadap sistem saraf tepi.

3. Didapatkannya penimbunan kompleks antigen antibodi dari peredaran pada pembuluh

darah saraf tepi yang menimbulkan proses demielinisasi saraf tepi

Proses demielinisasi saraf tepi pada SGB dipengaruhi oleh respon imunitas seluler dan

imunitas humoral yang dipicu oleh berbagai peristiwa sebelumnya. Pada SGB, gangliosid

merupakan target dari antibodi. Ikatan antibodi dalam sistem imun tubuh mengaktivasi

terjadinya kerusakan pada myelin. Alasan mengapa komponen normal dari serabut mielin ini

menjadi target dari sistem imun belum diketahui, tetapi infeksi oleh virus dan bakteri diduga

sebagai penyebab adanya respon dari antibodi sistem imun tubuh. Hal ini didapatkan dari

adanya lapisan lipopolisakarida yang mirip dengan gangliosid dari tubuh manusia.

Campylobacter jejuni, bakteri patogen yang menyebabkan terjadinya diare, mengandung

protein membran yang merupakan tiruan dari gangliosid GM1. Pada kasus infeksi oleh

Campylobacter jejuni, kerusakan terutama terjadi pada degenerasi akson. Perubahan pada

akson ini menyebabkan adanya cross-reacting antibodi ke bentuk gangliosid GM1 untuk

merespon adanya epitop yang sama. Berdasarkan adanya sinyal infeksi yang menginisisasi

imunitas humoral maka sel-T merespon dengan adanya infiltrasi limfosit ke spinal dan saraf

perifer. Terbentuk makrofag di daerah kerusakan dan menyebabkan adanya proses

demielinisasi dan hambatan penghantaran impuls saraf. 6,7

21

Page 23: Case Meningitis 1

Gambar 2. Patogenesis Guillian Barre Syndrome 2

A.7 GEJALA KLINIS

1. Kelemahan

22

Page 24: Case Meningitis 1

Gambaran klinis yang klasik adalah kelemahan yang ascending dan simetris secara

natural. Anggota tubuh bagian bawah biasanya terkena duluan sebelum tungkai atas.

Otot- otot proksimal mungkin terlibat lebih awal daripada yang lebih distal. Tubuh,

bulbar, dan otot pernapasan dapat terpengaruh juga. Kelemahan otot pernapasan dengan

sesak napas mungkin ditemukan, berkembang secara akut dan berlangsung selama

beberapa hari sampai minggu. Keparahan dapat berkisar dari kelemahan ringan sampai

tetraplegia dengan kegagalan ventilasi. 4,7

2. Keterlibatan saraf kranial

Keterlibatan saraf kranial tampak pada 45-75% pasien dengan SGB. Saraf kranial III-

VII dan IX-XII mungkin akan terpengaruh. Keluhan umum mungkin termasuk sebagai

berikut; wajah droop (bisa menampakkan palsy Bell), Diplopias, Dysarthria, Disfagia,

Ophthalmoplegia, serta gangguan pada pupil. Kelemahan wajah dan orofaringeal

biasanya muncul setelah tubuh dan tungkai yang terkena. Varian Miller-Fisher dari SGB

adalah unik karena subtipe ini dimulai dengan defisit saraf kranial. 5

3. Perubahan Sensorik

Gejala sensorik biasanya ringan. Dalam kebanyakan kasus, kehilangan sensori

cenderung minimal dan variabel. Kebanyakan pasien mengeluh parestesia, mati rasa, atau

perubahan sensorik serupa. Gejala sensorik sering mendahului kelemahan. Parestesia

umumnya dimulai pada jari kaki dan ujung jari, berproses menuju ke atas tetapi

umumnya tidak melebar keluar pergelangan tangan atau pergelangan kaki. Kehilangan

getaran, proprioseptis, sentuhan, dan nyeri distal dapat hadir. 4

4. Nyeri

Dalam sebuah studi tentang nyeri pada pasien dengan SGB, 89% pasien melaporkan

nyeri yang disebabkan SGB pada beberapa waktu selama perjalanannya. Nyeri paling

parah dapat dirasakan pada daerah bahu, punggung, pantat, dan paha dan dapat terjadi

bahkan dengan sedikit gerakan. Rasa sakit ini sering digambarkan sebagai sakit atau

berdenyut. Gejala dysesthetic diamati ada dalam sekitar 50% dari pasien selama

perjalanan penyakit mereka. Dysesthesias sering digambarkan sebagai rasa terbakar,

kesemutan, atau sensasi shocklike dan sering lebih umum di ekstremitas bawah daripada

di ekstremitas atas. Dysesthesias dapat bertahan tanpa batas waktu pada 5-10%pasien.

Sindrom nyeri lainnya yang biasa dialami oleh sebagian pasien dengan SGB adalah

sebagai berikut; Myalgic, nyeri visceral, dan rasa sakit yang terkait dengan kondisi

imobilitas (misalnya, tekanan palsi saraf, ulkus dekubitus). 7

5. Perubahan otonom

23

Page 25: Case Meningitis 1

Keterlibatan sistem saraf otonom dengan disfungsi dalam sistem simpatis dan

parasimpatis dapat diamati pada pasien dengan SGB. Perubahan otonom dapat mencakup

sebagai berikut; Takikardia, Bradikardia, Facial flushing, Hipertensi paroksimal,

Hipotensi ortostatik. Retensi urin karena gangguan sfingter urin, karena paresis lambung

dan dismotilitas usus dapat ditemukan. 7

6. Pernapasan

Empat puluh persen pasien SGB cenderung memiliki kelemahan pernafasan atau

orofaringeal. Keluhan yang khas yang sering ditemukan adalah sebagai berikut; Dispnea

saat aktivitas, Sesak napas, Kesulitan menelan, Bicara cadel. Kegagalan ventilasi yang

memerlukan dukungan pernapasan biasa terjadi pada hingga sepertiga dari pasien di

beberapa waktu selama perjalanan penyakit mereka. Ciri-ciri kelainan cairan

serebrospinal yang kuat menyokong diagnose 7 :

a. Protein CSS meningkat setelah gejala 1 minggu atau terjadi peningkatan pada

LP serial

b. Jumlah sel CSS < 10 MN/mm3; Varian ( tidak ada peningkatan protein CSS

setelah 1 minggu gejala dan Jumlah sel CSS: 11-50 MN/mm3 ).

c. Gambaran elektrodiagnostik yang mendukung diagnose adalah perlambatan

konduksi saraf bahkan blok pada 80% kasus. Biasanya kecepatan hantar

kurang 60% dari normal.

A.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan LCS

Dari pemeriksaan LCS didapatkan adanya kenaikan kadar protein (1 – 1,5 g/dl)

tanpa diikuti kenaikan jumlah sel. Keadaan ini oleh Guillain (1961) disebut sebagai

disosiasi albumin sitologis. Pemeriksaan cairan cerebrospinal pada 48 jam pertama

penyakit tidak memberikan hasil apapun juga. Kenaikan kadar protein biasanya terjadi

pada minggu pertama atau kedua. Kebanyakan pemeriksaan LCS pada pasien akan

menunjukkan jumlah sel yang kurang dari 10/mm3 (albuminocytologic dissociation). 4

2. Pemeriksaan EMG

24

Page 26: Case Meningitis 1

Gambaran EMG pada awal penyakit masih dalam batas normal, kelumpuhan terjadi

pada minggu pertama dan puncaknya pada akhir minggu kedua dan pada akhir minggu

ke tiga mulai menunjukkan adanya perbaikan. 4

3. Pemeriksaan MRI

Pemeriksaan MRI akan memberikan hasil yang bermakna jika dilakukan kira-kira

pada hari ke-13 setelah timbulnya gejala. MRI akan memperlihatkan gambaran cauda

equina yang bertambah besar. 3.4

A.9 TERAPI

Sampai saat ini belum ada pengobatan spesifik untuk SGB, pengobatan terutama secara

simptomatis. Tujuan utama penatalaksanaan adalah mengurangi gejala, mengobati komplikasi,

mempercepat penyembuhan dan memperbaiki prognosisnya. Penderita pada stadium awal perlu

dirawat di rumah sakit untuk terus dilakukan observasi tanda-tanda vital. Penderita dengan

gejala berat harus segera di rawat di rumah sakit untuk memdapatkan bantuan pernafasan,

pengobatan dan fisioterapi. Adapun penatalaksanaan yang dapat dilakukan adalah 7:

1. Sistem pernapasan

Gagal nafas merupakan penyebab utama kematian pada penderita SGB.

Pengobatan lebih ditujukan pada tindakan suportif dan fisioterapi. Bila perlu dilakukan

tindakan trakeostomi, penggunaan alat Bantu pernapasan (ventilator) bila vital

capacity turun dibawah 50%.

2. Fisioterapi

Fisioterapi dada secara teratur untuk mencegah retensi sputum dan kolaps paru.

Gerakan pasif pada kaki yang lumpuh mencegah kekakuan sendi. Segera setelah

penyembuhan mulai (fase rekonvalesen), maka fisioterapi aktif dimulai untuk melatih

dan meningkatkan kekuatan otot.

3. Imunoterapi

Tujuan pengobatan SGB ini untuk mengurangi beratnya penyakit dan

mempercepat kesembuhan ditunjukan melalui system imunitas.

a) Plasma exchange therapy (PE)

Plasmaparesis atau plasma exchange bertujuan untuk mengeluarkan faktor

autoantibodi yang beredar. Pemakaian plasmaparesis pada SGB memperlihatkan

hasil yang baik, berupa perbaikan klinis yang lebih cepat, penggunaan alat bantu

nafas yang lebih sedikit, dan lama perawatan yang lebih pendek. Waktu yang

paling efektif untuk melakukan PE adalah dalam 2 minggu setelah munculnya

25

Page 27: Case Meningitis 1

gejala. Jumlah plasma yang dikeluarkan per exchange adalah 40-50 ml/kg dalam

waktu 7-10 hari dilakukan empat sampai lima kali exchange.

b) Imunoglobulin IV

Intravenous inffusion of human Immunoglobulin (IVIg) dapat menetralisasi

autoantibodi patologis yang ada atau menekan produksi auto antibodi tersebut.

Pengobatan dengan gamma globulin intravena lebih menguntungkan

dibandingkan plasmaparesis karena efek samping/komplikasi lebih ringan.

Pemberian IVIg ini dilakukan dalam 2 minggu setelah gejala muncul dengan dosis

0,4 g / kgBB /hari selama 5 hari.

c) Kortikosteroid

Kebanyakan penelitian mengatakan bahwa penggunaan preparat steroid tidak

mempunyai nilai/tidak bermanfaat untuk terapi SGB.

A.10 DIAGNOSIS BANDING

Poliomielitis

Pada poliomyelitis ditemukan kelumpuhan disertai demam, tidak ditemukan

gangguan sensorik, kelumpuhan yang tidak simetris, dan Cairan cerebrospinal pada

fase awal tidak normal dan didapatkan peningkatan jumlah sel.

Myositis Akut

Pada miositis akut ditemukan kelumpuhan akut biasanya proksimal, didapatkan

kenaikan kadar CK (Creatine Kinase), dan pada Cairan serebrospinal normal.

Myastenia gravis (didapatkan infiltrate pada motor end plate, lelumpuhan tidak

bersifat ascending)

CIPD (Chronic Inflammatory Demyelinating Polyradical Neuropathy) didapatkan

progresifitas penyakit lebih lama dan lambat. Juga ditemukan adanya kekambuhan

kelumpuhan atau pada akhir minggu keempat tidak ada perbaikan.

A.11 KOMPLIKASI

Komplikasi yang dapat terjadi adalah gagal napas, aspirasi makanan atau cairan ke dalam

paru, pneumonia, meningkatkan resiko terjadinya infeksi, trombosis vena dalam, paralisis

permanen pada bagian tubuh tertentu, dan kontraktur pada sendi. 8

A.12 PROGNOSIS

26

Page 28: Case Meningitis 1

Pada umumnya penderita mempunyai prognosis yang baik, tetapi pada sebagian kecil

penderita dapat meninggal atau mempunyai gejala sisa. Penderita SGB dapat sembuh sempurna

(75-90%) atau sembuh dengan gejala sisa berupa dropfoot atau tremor postural (25-36%).

Penyembuhan dapat memakan waktu beberapa minggu sampai beberapa tahun. 8

B. MENINGITIS

B.1 DEFINISI

Meningitis adalah infeksi atau inflamasi yang terjadi pada selaput otak (meningens) yang

terdiri dari piamater, arachnoid, dan duramater yang disebabkan oleh bakteri, virus, riketsia,

atau protozoa, yang dapat terjadi secara akut dan kronis. 7,8

Gambar 3. Meningitis7

B.2 ANATOMI

27

Page 29: Case Meningitis 1

Otak dan sumsum otak belakang diselimuti meningea yang melindungi struktur syaraf yang

halus, membawa pembuluh darah dan dengan sekresi sejenis cairan yaitu cairan serebrospinal.

Meningea terdiri dari tiga lapis, yaitu 9:

a) Piameter

Yang menyelipkan dirinya ke dalam celah pada otak dan sumsum tulang belakang

dan sebagai akibat dari kontak yang sangat erat akan menyediakan darah untuk

struktur-struktur ini

b) Arachnoid

Selaput halus yang memisahkan pia meter dan dura meter

c) Durameter

Merupakan lapisan paling luar yang padat dan keras berasal dari jaringan ikat tebal

dan kuat.

B.3 ETIOLOGI

Meningitis dapat disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan parasit.

1. Meningitis bakterial :

a. Bakteri non spesifik : meningokokus, H. influenzae, S. pneumoniae,

Stafilokokus, Streptokokus, E. coli, S. typhosa.

Gambar 4. Streptococcus pneumoniae, the species that causes invasive pneumococcal

disease like meningitis, bacteraemia, and pneumonia 4

28

Page 30: Case Meningitis 1

b. Bakteri spesifik : M. tuberkulosa.

2. Meningitis virus : Enterovirus, Virus Herpes Simpleks tipe I (HSV-I), Virus Varisela-

zoster (VVZ).

3. Meningitis karena jamur.

4. Meningitis karena parasit, seperti toksoplasma, amoeba.

B.4 FAKTOR RESIKO

Faktor risiko yang menempatkan orang pada risiko tinggi untuk meningitis bakteri

meliputi 10:

o Orang dewasa lebih tua dari 60 tahun

o Anak-anak muda dari 5 tahun

o Orang dengan alkoholisme

o Orang dengan sickle cell anemia

o Orang dengan kanker, terutama mereka yang menerima kemoterapi

o Orang yang telah menerima transplantasi dan memakai obat yang menekan sistem

kekebalan tubuh

o Orang dengan diabetes

o Mereka baru-baru ini terkena meningitis di rumah

o Masyarakat yang tinggal di jarak dekat (barak militer, asrama)

o IV pengguna narkoba

o Orang dengan pirau di tempat untuk hidrosefalus

B.5 KLASIFIKASI

Meningitis berdasarkan perubahan yang terjadi pada cairan otak sebagai berikut :

1. Meningitis purulenta

Radang bernanah araknoid dan piameter yang meliputi otak dan medulla spinalis.

Penyebabnya adalah bakteri non spesifik, berjalan secara hematogen dari sumber

infeksi (tonsilitis, pneumonia, endokarditis, dll.) 8,9

2. Meningitis serosa

Radang selaput otak araknoid dan piameter yang disertai cairan otak yang

jernih. Penyebab terseringnya adalah Mycobacterium tuberculosa. Penyebab lain

seperti lues, virus, Toxoplasma gondhii, Ricketsia. 8,9

29

Page 31: Case Meningitis 1

B.6 PATOGENESIS

1. Meningitis bakteri

Meningitis bakteri merupakan salah satu infeksi serius pada anak-anak. Infeksi ini

berhubungan dengan komplikasi dan risiko kematian. Etiologi dari meningitis

bakterial pada neonatus yaitu pada periode 0 – 28 hari. Bakteri menyebabkan

meningitis pada neonatus apabila terpapar dengan flora pada gastrointestinal dan

genitourinarius ibu. Contohnya: streptococcus, E. coli, klebsiella. E.coli merupakan

penyebab kedua tersering pada meningitis neonatus. 9

Kebanyakan kasus meningitis akibat dari penyebaran hematogen yang masuk

melalui celah subarachnoid. Mikroorganisme masuk ke cerebral nervous system

melalui 2 jalur potensial. Bakteri masuk kedalam kavitas intrakranial melalui sirkulasi

darah atau berasal dari infeksi primer pada nasofaring, sinus, telinga tengah, sistem

kardiopulmonal, trauma atau kelainan kongenital daripada tulang tengkorak.

Frekuensi terbanyak berasal dari sinusitis. Organisme juga dapat menginvasi

meningens dari telinga tengah. Meningitis yang diikuti terjadinya otitis media

merupakan proses bakteriemia, walaupun bukan kongenital atau adanya posttraumatic

fistula pada tulang temporal yang mensuplai akses ke CSS. 10

2. Meningitis Virus

Pada umumnya virus masuk melalui sistem limfatik, melalui saluran pencernaan

disebabkan oleh Enterovirus, pada membran mukosa disebabkan oleh campak,

rubella, virus varisela-zoster (VVZ), Virus herpes simpleks (VHS), atau dengan

penyebaran hematogen melalui gigitan serangga. Pada tempat tersebut, virus

melakukan multiplikasi dalam aliran darah yang disebut fase ekstraneural, pada

keadaan ini febris sistemik sering terjadi. Propagasi virus sekunder terjadi jika

menyebar dan multiplikasi dalam organ-organ. VHS mencapai otak dengan

penyebaran langsung melalui akson-akson neuron. 8

Kerusakan neurologis disebabkan oleh ; (1) Invasi langsung dan perusakan

jaringan saraf oleh virus yang bermultiplikasi aktif. (2) Reaksi hospes terhadap

antigen virus secara langsung, sedangkan respons jaringan hospes mengakibatkan

demielinasi dan penghancuran vascular serta perivaskuler. Pada pemotongan jaringan

otak biasanya dapat ditemukan kongesti meningeal dan infiltrasi mononukleus,

manset limfosit dan sel-sel plasma perivaskuler, beberapa nekrosis jaringan

30

Page 32: Case Meningitis 1

perivaskuler dengan penguraian myelin, gangguan saraf pada berbagai stadium

termasuk pada akhirnya neuronofagia dan proliferasi atau nekrosis jaringan. Tingkat

demielinisasi yang mencolok pada pemeliharaan neuron dan akson, terutama

dianggap menggambarkan ensefalitis “pascainfeksi” atau alergi. 9

Gambar 5. Patofisiologi Meningitis7

31

Page 33: Case Meningitis 1

B.7 MANIFESTASI KLINIS

1. Gejala-gejala yang terkait dengan tanda-tanda non spesifik disertai dengan

infeksi sistemik atau bakteremia meliputi, demam, anoreksia, ISPA, mialgia,

arthralgia, takikardia, hipotensi dan tanda-tanda kulit seperti; ptechie, purpura, atau

ruam macular eritematosa. Mulainya tanda-tanda tersebut diatas mempunyai dua pola

dominan yaitu :

Akut/timbul mendadak berupa ; manifestasi syok progresif, DIC, penurunan

kesadaran cepat, sering menunjukkan sepsis akibat meningokokus dan pada

akhirnya menimbulkan kematian dalam 24 jam.

Sub akut berupa; timbul beberapa hari, didahului gejala ISPA atau gangguan

GIT yang disebabkan oleh H.influenza dan Streptokokus.

Gambar 6. Gejala dan Tanda Meningitis8

2. Tanda-tanda peningkatan TIK dikesankan oleh adanya muntah, nyeri kepala dapat

menjalar ke tengkuk dan punggung, moaning cry, kejang umum, fokal, twitching,

UUB menonjol, paresis, paralisis saraf N.III (okulomotorius) dan N.VI (abdusens),

strabismus, hipertensi dengan bradikardia, apnea dan hiperventilasi, sikap dekortikasi

32

Page 34: Case Meningitis 1

atau deserebrasi, stopor, koma. Selain tersebut diatas, hal lain yang juga

meningkatkkan TIK dikarenakan :

• Peningkatan protein pada CSS :

• Karena adanya peningkatan permeabilitas pada sawar otak (Blood Brain Barier)

dan masuknya cairan yang mengandung albumin ke subdural.

• Penurunan kadar glukosa dalam LCS :

• Karena adanya gangguan transpor glukosa yang disebabkan adanya peradangan

pada selaput otak dan pemakaian gula oleh jaringan otak

• Peningkatan metabolisme yang menyebabkan terjadinya asidosis laktat.

3. Tanda Rangsang Meningeal seperti :

• Kaku kuduk

• Brudzinsky 1 & 2

• Kernig sign

Gambar 7. Tanda Rangsang Meningeal9

33

Page 35: Case Meningitis 1

Gambar 8. Stadium Klinis Meningitis TB 9

B. 8 DIAGNOSIS

Diagnosis meningitis tergantung dari organisme penyebab yang terisolasi dari darah,

CSS, urin dan cairan tubuh lainnya. Namun terutama berdasar pada pemeriksaan kultur dari

cairan serebrospinal. Lumbal punksi dilakukan pada setiap anak dengan kecurigaan

terjadinya sepsis. Hasil lumbal pungsi, ditemukan hitung leukosit > 1.000/mm3. Kekeruhan

CSS terlihat leukosit pada CSS melampaui 200 – 400/mm3. Normal pada neonatus hanya 30

leukosit/mm3. Sedangkan pada anak-anak < 5 leukosit/mm. 9

Pada CSS dilakukan pemeriksaan terhadap adanya bakteri, jumlah sel, protein dan

glukosa level. Pada pemeriksaan bakteri dapat ditemukan cairan jernih dengan beberapa sel

mengandung banyak bakteri, yaitu sekitar 80% pada bayi dengan diagnosa meningitis.

Jumlah sel dalam CSS > 60/µl dan yang terbanyak adalah sel neutrofil. Konsentrasi protein

yang meningkat dan penurunan glukosa juga dapat ditemukan. Kadar protein normal pada

neonatus dapat mencapai 150 mg/dl, terutama pada bayi prematur. Pada meningitis kadar

proteinnya dapat mencapai beberapa ratus sampai beberapa ribu mg/dl. Kadar glukosanya

kurang dari 40 mg/dl dan 50% lebih rendah dari glukosa darah yang waktu pengambilan

darahnya bersamaan dengan pengambilan likuor. 9,10

34

Page 36: Case Meningitis 1

Tabel 2. Skema Meningitis

Bakteri Virus TBC

Warna Keruh Jernih Jernih

Sel PMN Limfosit Limfosit

Protein Ringan Tinggi

Glukosa ¯ Normal ¯

Pemeriksaan sediaan apus likuor dengan pewarnaan gram dapat menduga penyebab

meningitis serta diagnosis meningitis dapat segera ditegakkan. Biakan dari bagian tubuh

lainnya seperti aspirasi cairan selulitis atau abses, usapan dari kotoran mata yang purulen,

sekret di umbilikus, dan luka sebaiknya dilakukan pula, mengingat mikroorganisme pada

bahan tersebut mungkin sesuai dengan penyebab meningitis. Pada bayi usia 1 bulan jumlah

leukosit berkisar antara 0-5 sel/mL, banyak kasus pada neonatus ditemukan peningkatan

jumlah leukosit dengan polymorphonuclear (PMN) leukosit lebih dominan. Kultur darah

pada meningitis bakterial mempunyai nilai positif pada 85% kasus neonatus. Pemeriksaan

radiologis yaitu foto dada, foto kepala, bila mungkin CT scan.10

B.9 DIAGNOSIS BANDING

Meningismus

Abses otak

Tumor otak

B.10 KOMPLIKASI

a. Hidrosefalus.

b. Abses otak

c. Renjatan septic.

d. Pneumonia (karena aspirasi)

e. Koagulasi intravaskuler menyeluruh.

35

Page 37: Case Meningitis 1

B.11 PENATALAKSANAAN

1. Meningitis bakterial :

a. Meningitis pada bayi dan anak dengan sistem imun yang baik, untuk :

S.pneumonia, M.meningitidis dan H.influenza

Cephalosporin generasi III: Cefotaksim 200mg/kgBB/24jam dibagi 4 dosis

atau

Ceftriakson 100mg/kgBB/24jam dosis tunggal atau

Ceftriakson 50mg/kgBB/12 jam

Kombinasi dengan Vankomycin 60mg/kgBB/hari dalam 4 dosis

Lama terapi antibiotik

S.pneumonia sensitif penisilin: dengan cephalosporin generasi III atau

penicillin IV dosis 300.000 U/kg/24jam dalam 4-6 dosis selama 10-14 hari,

Jika resisten: Vankomycin

N.meningitidis: Penicillin IV u/ 5-7 hari

H.influenza type B tanpa komplikasi:7-10 hari

b. Meningitis tuberkulosa : OAT PO atau parenteral

Multi drug treatment dengan OAT (INH, Rifampisin, Pirazinamid)

Bila berat dapat + Etambutol/ Streptomycin

Pengobatan minimal 9 bulan

1. OAT

INH

Bakteriosid & bakteriostatik

Dosis 10-20mg/kgBB/hari max. 300mg/hari PO

Komplikasi : Neuropati perifer, dpt dicegah dg Piridoksin 25-

50mg/hari

NH + Rifampisin : Hepatotoksik

Rifampisin

Bakteriostatik

Dosis 10-20mg/kgBB/hari PO AC

Menyebabkan urin merah

Efek samping : Hepatitis, kelainan GIT, trombositopenia

36

Page 38: Case Meningitis 1

Pirazinamid

Bakteriostatik

Dosis 20-40mg/kgBB/hari PO atau

50-70 mg/kgBB/minggu dibagi dalam 2-3 dosis PO selama 2 bulan

Etambutol

Bakteriostatik

Dosis 15-25mg/kgBB/hari PO atau

50mg/kgBB/minggu dibagi dalam 2 dosis PO

Efek samping : Neuritis optika, atrofi optik

2. Rehabilitasi: Fisioterapi & penanganan lanjut bila ada komplikasi

3. Diet : Tinggi Kalori Tinggi Protein

4. Konsultasi dokter spesialis saraf

5. Konsultasi bedah saraf (bila ada hidrosefalus)

2. Meningitis Virus

Istirahat dan pengobatan simptomatis. Likuor serebrospinalis yang

dikeluarkan untuk keperluan diagnosis dapat mengurangi gejala nyeri

kepala.

Pengobatan simptomatis, berupa :

Menghentikan kejang :

37

Page 39: Case Meningitis 1

Diazepam 0,2-0,5 mg/KgBB/dosis IV atau 0,4-0,6

mg/KgBB/dosis rektal suppositoria, kemudian dilanjutkan

dengan :

Phenytoin 5 mg/KgBB/hari IV/PO dibagi dalam 3 dosis atau

Phenobarbital 5-7 mg/Kg/hari IM/PO dibagi dalam 3 dosis

Menurunkan panas :

Antipiretika : Paracetamol 10 mg/KgBB/dosis PO atau Ibuprofen

5-10 mg/KgBB/dosis PO diberikan 3-4 kali sehari

Kompres air hangat/biasa

Pengobatan suportif

Cairan intravena

Oksigen. Usahakan agar konsentrasi O2 berkisar antara 30-50%.

B.12 PENCEGAHAN

a. Pencegahan Primer

Tujuan pencegahan primer adalah mencegah timbulnya faktor resiko

meningitis bagi individu yang belum mempunyai faktor resiko dengan

melaksanakan pola hidup sehat. Pencegahan dapat dilakukan dengan memberikan

imunisasi meningitis pada bayi agar dapat membentuk kekebalan tubuh. Vaksin

yang dapat diberikan seperti Haemophilus influenzae type b (Hib), Pneumococcal

conjugate vaccine (PCV7), Pneumococcal polysaccaharide vaccine (PPV),

Meningococcal conjugate vaccine (MCV4), dan MMR (Measles dan Rubella).

Imunisasi Hib Conjugate vaccine (Hb- OC atau PRP-OMP) dimulai sejak usia 2

bulan dan dapat digunakan bersamaan dengan jadwal imunisasi lain seperti DPT,

Polio dan MMR.\ Vaksinasi Hib dapat mlindungi bayi dari kemungkinan terkena

meningitis Hib hingga 97%. Pemberian imunisasi vaksin Hib yang telah

direkomendasikan oleh WHO, pada bayi 2-6 bulan sebanyak 3 dosis dengan interval

satu bulan, bayi 7-12 bulan di berikan 2 dosis dengan interval waktu satu bulan, anak

1-5 tahun cukup diberikan satu dosis. Jenis imunisasi ini tidak dianjurkan diberikan

pada bayi di bawah 2 bulan karena dinilai belum dapat membentuk antibodi.

Meningitis Meningococcus dapat dicegah dengan pemberian kemoprofilaksis

(antibiotik) kepada orang yang kontak dekat atau hidup serumah dengan penderita.

Vaksin yang dianjurkan adalah jenis vaksin tetravalen A, C, W135 dan Y.35

38

Page 40: Case Meningitis 1

meningitis TBC dapat dicegah dengan meningkatkan sistem kekebalan tubuh dengan

cara memenuhi kebutuhan gizi dan pemberian imunisasi BCG. Hunian sebaiknya

memenuhi syarat kesehatan, seperti tidak over crowded (luas lantai > 4,5 m2

/orang), ventilasi 10 – 20% dari luas lantai dan pencahayaan yang cukup.

Pencegahan juga dapat dilakukan dengan cara mengurangi kontak langsung dengan

penderita dan mengurangi tingkat kepadatan di lingkungan perumahan dan di

lingkungan seperti barak, sekolah, tenda dan kapal. Meningitis juga dapat dicegah

dengan cara meningkatkan personal hygiene seperti mencuci tangan yang bersih

sebelum makan dan setelah dari toilet.7.8

b. Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder bertujuan untuk menemukan penyakit sejak awal, saat

masih tanpa gejala (asimptomatik) dan saat pengobatan awal dapat menghentikan

perjalanan penyakit. Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan diagnosis dini

dan pengobatan segera. Deteksi dini juga dapat ditingkatan dengan mendidik

petugakesehatan serta keluarga untuk mengenali gejala awal meningitis. Dalam

mendiagnosa penyakit dapat dilakukan dengan pemeriksaan fisik, pemeriksaan

cairan otak, pemeriksaan laboratorium yang meliputi test darah dan pemeriksaan

X-ray (rontgen) paru . 7.8

Selain itu juga dapat dilakukan surveilans ketat terhadap anggota keluarga

penderita, rumah penitipan anak dan kontak dekat lainnya untuk menemukan

penderita secara dini.10 Penderita juga diberikan pengobatan dengan memberikan

antibiotik yang sesuai dengan jenis penyebab meningitis yaitu 7.8:

Meningitis Purulenta

Haemophilus influenzae b : ampisilin, kloramfenikol, setofaksim,

seftriakson.

Streptococcus pneumonia : kloramfenikol , sefuroksim, penisilin,

seftriakson.

Neisseria meningitidies : penisilin, kloramfenikol, serufoksim dan

seftriakson.

Meningitis Tuberkulosa (Meningitis Serosa)

Kombinasi INH, rifampisin, dan pyrazinamide dan pada kasus yang

berat dapat ditambahkan etambutol atau streptomisin. Kortikosteroid berupa

prednisone digunakan sebagai anti inflamasi yang dapat menurunkan tekanan

intrakranial dan mengobati edema otak. 7.8

39

Page 41: Case Meningitis 1

c. Pencegahan Tertier

Pencegahan tertier merupakan aktifitas klinik yang mencegah kerusakan lanjut

atau mengurangi komplikasi setelah penyakit berhenti. Pada tingkat pencegahan ini

bertujuan untuk menurunkan kelemahan dan kecacatan akibat meningitis, dan

membantu penderita untuk melakukan penyesuaian terhadap kondisikondisi yang

tidak diobati lagi, dan mengurangi kemungkinan untuk mengalami dampak

neurologis jangka panjang misalnya tuli atau ketidakmampuan untuk belajar.

Fisioterapi dan rehabilitasi juga diberikan untuk mencegah dan mengurangi cacat.

B. 13 PROGNOSIS

Prognosis meningitis tergantung kepada umur, mikroorganisme spesifik yang

menimbulkan penyakit, banyaknya organisme dalam selaput otak, jenis meningitis dan lama

penyakit sebelum diberikan antibiotik. Penderita usia neonatus, anak-anak dan dewasa tua

mempunyai prognosis yang semakin jelek, yaitu dapat menimbulkan cacat berat dan

kematian. Pengobatan antibiotika yang adekuat dapat menurunkan mortalitas meningitis

purulenta, tetapi 50% dari penderita yang selamat akan mengalami sequelle (akibat sisa).

Lima puluh persen meningitis purulenta mengakibatkan kecacatan seperti ketulian,

keterlambatan berbicara dan gangguan perkembangan mental, dan 5 – 10% penderita

mengalami kematian. 7.8

DAFTAR PUSTAKA

40

Page 42: Case Meningitis 1

1. Victor Maurice, Ropper Allan H. Adams and Victor’s Principles of neurology.

7th edition. USA: the McGraw-Hill Companies; 2001. p.1380-87.  

2. Arnason Barry GW. Inflammatory polyradiculoneuropathies. In: Dyck PJ, Thomas

PK, Lambert EH. Peripheral neuropathies. Vol. II. USA: W. B. Saunders Company;

1975.p.1111-48.Guillain-BarreSyndrome.Update: 2014]. Available

from:http://www.caringmedical.com/conditions/Guillain-Barre_Syndrome.htm.

3. Guillain-Barré Syndrome. [update  2014].

Availablefrom:http://bodyandhealth.canada.com/condition_info_popup.asp

channel_id=0&disease_id=325&section_name=condition_info. 

4. Bradley WG, Daroff RB, Fenichel GM, Marsden CD. Editors. Neurology in clinical

practice: the neurological disorders. 2nd edition. USA: Butterworth-Heinemann;

1996. p.1911-16.

5. Guillain-Barré Syndrome. Available from:http://www.medicinenet.com/guillain-

barre_syndrome/article.htm 

6. Gutierrez Amparo, Sumner Austin J. Electromyography in neurorehabilitation. In:

Selzer ME, Clarke Stephanie, Cohen LG, Duncan PW, Gage FH. Textbook of neural

repair and rehabilitation Vol. II: Medical neurorehabilitation. UK: Cambridge

University Press; 2006. p.49-55.

7. Gilroy, John Basic Neurology, Mc Graw Hill. USA, 1997 Hauser,Stephen,L (ed).

Harrison’s , Neurology in Clinical Medicine . Mc Graw Hill, Philadelphia, 2005

8. Mansjoer, Arif. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga. Jakarta : Media Aesculapius

Fakultas Kedokteran UI. 2000. Hal 11- 16

9. Mark Mumenthaler, Neurologi jilid 1, Bern, Swiss, 1989. hlm. 66 – 7

10. Taslim S. Soetamenggolo, Sofyan Ismael, Buku Ajar Neurologi Anak, Jakarta, IDAI,

1999, hlm. 373 – 84

41