bab iv hasil penelitian dan pembahasan a. hasil...
TRANSCRIPT
Rizki Riandi,2013
Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning Pada Mata Pelajaran Reproduksi Ternak Untuk
Meningkatkan Kompetensi Siswa Smk Peternakan Negeri Lembang Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Deskripsi Data
Populasi yang menjadi subjek dalam penelitian ini adalah kelas XI
Ruminansia B dan XI Ruminansia C SMK Peternakan Negeri Lembang. Kelas XI
Ruminansia C adalah kelas kontrol sedangkan kelas XI Ruminansia B adalah
kelas eksperimen. Kedua objek penelitian tersebut memiliki ciri-ciri yang relatif
sama, yaitu siswa mempelajari Reproduksi Ternak serta duduk di kelas yang
sama.
Data penelitian ini diperoleh melalui pretest dan posttest pada kedua
kelas kontrol dan kelas eksperimen. Pretest diberikan pada kedua kelas tersebut
sebelum kelas eksperimen diberi perlakuan. Kelas kontrol dalam penelitian ini
ialah kelas yang mempelajari Reproduksi Ternak menggunakan model
konvensional yang dilakukan oleh peneliti sedangkan kelas eksperimen ialah yang
mempelajari Reproduksi Ternak menggunakan model pembelajaran Problem
Based Learning (PBL) yang dilakukan oleh peneliti sendiri.
2. Analisis Data
a. Data Uji Instrumen Tes
Data uji intrumen tes pada penelitian ini ialah data yang menggambarkan
validasi instumen dan reliabilitas instrumen. Sedangkan tingkat kesukaran
instrumen dilakukan Judgement oleh bidang kurikulum sekolah dan guru mata
pelajaran. Data uji instrumen tes lebih lengkap dijelaskan pada tabel di bawah ini.
50
Tabel 4.1 Data Uji Instrumen Tes
Uji Instrumen Tes
No Item Soal Validitas Soal Kriteria
1. Soal item 1 0.387 Valid
2. Soal item 2 0.338 Valid
3. Soal item 3 0.361 Valid
4. Soal item 4 0.119 Tidak Valid
5. Soal item 5 0.32 Valid
6. Soal item 6 0.398 Valid
7. Soal item 7 0.162 Tidak Valid
8. Soal item 8 0.338 Valid
9. Soal item 9 0.324 Valid
10. Soal item 10 0.127 Tidak Valid
11. Soal item 11 0.436 Valid
12. Soal item 12 0.421 Valid
13. Soal item 13 0.338 Valid
14. Soal item 14 0.444 Valid
15. Soal item 15 0.532 Valid
Reliabilitas soal 0.44 Sedang
Jumlah yang digunakan 10
*Perhitungan validitas soal selengkapnya ada pada lampiran II
Tabel di atas terlihat bahwa hasil instrumen uji coba soal tes terdapat 3
item soal yang tidak valid dan 12 item soal masuk pada kriteria valid. Akan tetapi
pada instrumen tes yang digunakan hanya 10 item. Hal ini dikarenakan dua item
valid yang tidak digunakan sudah terwakili pada item yang lain. Dan 10 item yang
digunakan telah memenuhi indikator.
b. Data Pretest
Pretest bertujuan untuk mengetahui kemampuan awal siswa. Hasil
pretest dapat menunjukkan penguasaan awal yang dimiliki oleh siswa terhadap
kompetensi yang ingin dicapai. Tabel 4.2 menunjukkan distribusi skor pretest
siswa pada kelas kontrol dan eksperimen.
51
Tabel 4.2 Distribusi Skor Pretest Kelas Kontrol dan Eksperimen
Kelas Kontrol
No Skor Frekuensi Persentase
1. 3-4 14 37.84%
2. 5-6 12 32.43%
3. 7-8 11 29.73%
Jumlah 37 100%
Kelas Eksperimen
No Skor Frekuensi Persentase
1. 3-4 2 5.56%
2. 5-6 20 55.55%
3. 7-8 14 38.89%
Jumlah 36 100%
Berdasarkan tabel tersebut, terlihat bahwa pada kelas kontrol sekor
terendah ada pada interval 3-4 yaitu 37.84% siswa atau sebanyak 14 orang siswa.
Skor tertinggi ada pada interval 7-8 yaitu 29.73% dari jumlah data atau sebanyak
11 orang siswa. Sementara, 32.43% siswa atau 12 orang siswa memperoleh skor
pada interval 5-6. Sedangkan pada kelas eksperimen terlihat bahwa sekor terendah
ada pada interval 3-4 yaitu 5.56% siswa atau sebanyak 2 orang siswa. Skor
tertinggi ada pada interval 7-8 yaitu 38.89% dari jumlah data atau sebanyak 14
orang siswa. Sementara 55.55% siswa atau 20 orang siswa memperoleh skor pada
interval 5-6.
c. Data Posttest
Posttest bertujuan untuk mengetahui kemampuan akhir siswa terhadap
kompetensi yang ingin dicapai. Hasil Posttest pada kelas kontrol dan eksperimen
menunjukkan penguasaan siswa terhadap materi pelajaran Reproduksi Ternak
antara perlakuan yang menerapakan model Problem Based Learning dengan yang
menggunakan model Konvensional. Tabel 4.3 menunjukkan distribusi skor
posttest siswa pada kelas kontrol dan eksperimen.
52
0
2
4
6
8
10
Skor Terendah Skor Tertinggi Skor Rata-Rata
PRETEST 3 8 5,351
POSTTEST 5 9 7,594
SKOR
Tabel 4.3 Distribusi Skor Posttest Kelas Kontrol dan Eksperimen
Kelas Kontrol
No Skor Frekuensi Persentase
1. 5-6 4 10.81%
2. 7-8 25 67.57%
3. 9-10 8 21.62%
Jumlah 37 100%
Kelas Eksperimen
No Skor Frekuensi Persentase
1. 6-7 2 5.55%
2. 8-9 19 52.78%
3. 10-11 15 41.67%
Jumlah 36 100%
Tabel 4.3 memperlihatkan bahwa pada kelas kontrol 4 orang siswa atau
10.81% berada pada interval 5-6 yang merupakan interval skor posttest terendah.
Skor posttest tertinggi ada pada interval 9-10 yaitu sebanyak 8 orang siswa atau
21.62%. Sedangkan pada kelas eksperimen memperlihatkan bahwa 2 orang siswa
atau 5,55% berada pada interval 6-7 yang merupakan interval skor posttest
terendah. Skor posttest tertinggi ada pada interval 10-11 yaitu sebanyak 15 orang
siswa atau 41,67%. Sementara 19 orang siswa atau 52.78% memperoleh skor pada
interval 8-9.
Secara umum, perbandingan hasil Pretest dan Posttest kelas kontrol dan
eksperimen dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Gambar 4.1 Perbandingan Skor Pretest dan Skor Posttest Kelas Kontrol
53
0
0,2
0,4
0,6
0,8
Kelas Kontrol Kelas Eksperimen
Kelas Kontrol
Kelas Eksperimen
0
2
4
6
8
10
Skor Terendah Skor Tertinggi Skor Rata-Rata
PRETEST 3 8 6,167
POSTTEST 6 10 9,027
SKOR
Gambar 4.2 Perbandingan Skor Pretest dan Skor Posttest Kelas Eksperimen
Berdasarkan data tersebut, terlihat bahwa skor rata-rata Pretest pada
kelas kontrol sebesar 5.351 dan pada kelas eksperimen sebesar 6.167. Meningkat
menjadi 7.594 rata-rata skor Posttest pada kelas kontrol dan 9.027 pada kelas
eksperimen. Data-data tersebut, tampak terdapat perbedaan peningkatan hasil
belajar antara kelas eksperimen dan kelas kontrol.
d. Uji Normal Gain
Grafik di bawah ini akan menampilkan skor rata-rata uji normal gain
pada kedua kelas kontrol dan eksperimen. Hasil uji normal gain kedua kelas
kontrol dan eksperimen ini akan dibandingkan untuk mengetahui ada atau
tidaknya perbedaan peningkatan hasil belajar.
Gambar 4.3 Perbandingan Peningkatan Hasil Belajar Kelas Kontrol dan Eksperimen
54
Berdasarkan deskripsi data tersebut, terlihat bahwa pada kelas kontrol
skorrata-rata normal gain yang didapatkan ialah 0.453. Sedangkan untuk kelas
eksperimen skor rata-rata normal gain yang didapatkan ialah 0,748. Sehingga dari
perbandingan data tersebut, bahwa kelompok eksperimen yang menggunakan
model Problem Based Learning (PBL) mengalami peningkatan hasil belajar lebih
tinggi dibandingkan dengan menggunakan model Konvensional.
e. Uji hipotesis
Hipotesis diuji menggunakan uji-t komparatif dua sampel untuk
mengetahui perbedaan peningkatan hasil belajar Reproduksi Ternak menggunakan
model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dengan hasil belajar
reproduksi ternak menggunakan model konvensional.
H0: μ1 = μ2
Tidak terdapat perbedaan peningkatan hasil belajar yang signifikan pada mata
palajaran Reproduksi Ternak antara yang menerapkan model pembelajaran
Problem Based Learning (PBL) dengan penerapan model konvensional.
Ha: μ1 ≠ μ2
Terdapat perbedaan peningkatan hasil belajar yang signifikan pada mata palajaran
Reproduksi Ternak antara yang menerapkan model pembelajaran Problem Based
Learning (PBL) dengan penerapan model Konvensional.
Kriteria uji hipotesis adalah sebagai berikut:
𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 >𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 , maka H0 ditolak dan Ha diterima
𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 <𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 , maka H0 diterima dan Ha ditolak
55
Tabel 4.4 Statistik Uji Hipotesis Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen
Statistik Kontrol Eksperimen
Rata-rata 7.594595 9.027778
Standar deviasi 1.012682 1.027789
Varians 1.025526 1.056349
F hitung 1.030056
F tabel 1.75
t hitung 10.71
t tabel 1.9944
Derajat Kebebasan 71
Tingkat Kepercayaan 95%
HIPOTESIS Ha diterima dan H0 ditolak
Hasil pengujian hipotesis untuk peningkatan hasil belajar (N-Gain)
didapatkan skor 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = 10.71 dan 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 = 1.9944 (𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 > 𝑡 𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 ), maka Ho
ditolakdan Ha diterima artinya “Terdapat perbedaan hasil belajar yang signifikan
terhadap penerapan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL)
dibandingkan dengan penerapan model konvensional pada mata pelajaran
Reproduksi Ternak.
Untuk nilai F tabel dengan pembilang yang tidak ditampilkan pada tabel
distribusi F, maka nilai pembilang 35 ditentukan dengan perhitungan
menggunakan cara Polarisasi. Perhitungannya dijelaskan sebagai berikut:
X35 = pembilang 30 – {(pembilang 30 – pembilang 40 : 10)} x 5
X35 = 1,78 – {(1,78 – 1,72 : 10)}x 5
1,78 – (0,06:10 x 5)
1,78 – 0,03
= 1,75
56
f. Hasil observasi keterlaksanaan pembelajaran PBL
Pengamatan atau observasi ini dilakukan oleh guru mata pelajaran
sebagai observer terhadap peneliti pada saat kegiatan pembelajaran yang
dilaksanakan peneliti dengan menerapkan model Problem Based Learning.
Penilaian keterlaksanaan ini dilakukan guru mata pelajaran setiap peneliti
mengajar di kelas. Adapun hasil pengamatan keterlaksanaan proses pembelajaran
dengan penerapan model Problem Based Learning ialah sebagai berikut:
Tabel 4.5 Hasil Observasi Tahapan Pembelajaran PBL
Tahapan Pembelajaran Persentase (%) Kategori
Kegiatan Awal 1- 4 81.25 Tinggi
Kegiatan Inti 1- 4 78.125 Tinggi
Kegiatan Akhir 1- 4 82.29 Sedang
Tabel 4.6 Hasil Observasi Keterlaksanaan Pembelajaran PBL
Kriteria Persentase Skor 80.55%
Kriteria Tinggi
B. Pembahasan Hasil Penelitian
Kelas eksperimen yang mendapatkan perlakuan dengan penerapan model
Problem Based Learning (PBL). Sedangkan kelas kontrol adalah kelas yang
mendapatkan perlakuan penerapan model konvensional (metode ceramah).
Kegiatan belajar mengajar Reproduksi Ternak pada kedua kelas ini dilaksanakan
oleh peneliti sendiri. Dari hasil penelitian di atas bahwa peningkatan hasil belajar
kelas eksperimen yang menerapkan model Problem Based Learning lebih tinggi
dibandingkan dengan kelas kontrol yang menggunakan model konvensional. Hal
ini dikarenakan metode ceramah mempunyai sifat tidak dapat memberikan
57
kesempatan untuk berdiskusi memecahkan masalah-masalah sehingga proses
penyerapan pengetahuan menjadi kurang tajam Sagala (2012: 202).
Mata pelajaran Reproduksi Ternak ialah mata pelajaran yang menuntut
siswa untuk memecahkan suatu masalah melalui tahap-tahap metode ilmiah
sehingga siswa dapat mempelajari pengetahuan yang berhubungan dengan
masalah tersebut dan sekaligus memiliki keterampilan untuk memecahkan
masalah. Selain itu tuntutan mata pelajaran Reproduksi Ternak ialah menuntut
proses pembelajaran berpusat pada siswa atau siswa yang harus aktif. Sedangkan
model konvensional dengan metode ceramah menganggap siswa sebagai kertas
putih yang akan diberikan pengetahuan oleh guru (Anita Lie, 2005: 3).
Sudjana (2004: 77) memperkuat lagi pernyataan di atas bahwa metode
ceramah adalah penuturan bahan pelajaran secara lisan. Pada metode ini dikenal
dengan pendekatan ekspositori. Metode ini merupakan suatu cara dimana
pendidik atau guru hanya mentransfer pengalamannya kepada siswa dengan satu
arah melalui ceramah dan kegiatan belajar mengajar cenderung didominasi oleh
guru. Dalam pelaksanaan metode ini siswa hanya menerima pelajarannya (pasif)
yang dituturkan oleh guru. Sehingga wajar saja bila model konvensional (metode
ceramah) ini memperoleh peningkatan hasil belajar yang lebih rendah
dibandingkan dengan model Problem Based Learning (PBL) karena model
konvensional (metode ceramah) tidak sesuai dengan tuntutan mata pelajaran
Reproduksi Ternak.
PBL disamping mengembangkan kemampuan berfikir, pengetahuan, dan
keterampilan proses PBL juga memberikan suasana belajar siswa lebih bermakna.
58
Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Glazer (2001) bahwa: “Model
Problem Based Learning terdiri dari suatu proses penyajian situasi masalah yang
autentik dan bermakna yang diharapkan memberikan kemudahan kepada siswa
dalam melakukan proses pembelajaran yang utuh”.
Model pembelajaran harus dapat mendorong aktivitas siswa agar mampu
terlibat secara langsung dalam proses pembelajaran dan lebih lanjutnya lagi dapat
mengaplikasikan apa yang telah didapatkannya dalam proses pembelajaran
tersebut. Penerapan model PBL dalam penelitian ini sangat mendukung siswa
untuk terlibat secara langsung dalam proses pembelajaran dan mendorong siswa
untuk dapat mengaplikasikan apa yang telah didapatkannya dalam proses
pembelajaran PBL yang diterapkan. Hal ini didukung oleh pendapat Glazer
(2001) di atas.
Kelebihan lain yang didapatkan siswa bila menerapkan model PBL
adalah (Taufiq, 2009):
1. Siswa lebih memahami konsep yang diajarkan sebab mereka sendiri
menemukan konsep tersebut;
2. Melibatkan secara aktif memecahkan masalah dan menuntut keterampilan
berpikir siswa yang lebih tinggi;
3. Pengetahuan tertanam berdasarkan skemata yang dimiliki siswa sehingga
pembelajaran lebih bermakna;
4. Siswa dapat merasakan manfaat pembelajaran sebab masalah-masalah
yang diselesaikan langsung dikaitkan dengan kehidupan nyata, hal ini
dapat meningkatkan motivasi dan keterkaitan pembelajar terhadap bahan
yang dipelajari;
5. Menjadikan siswa lebih mandiri dan lebih dewasa, mampu memberi
aspirasi dan menerima pendapat orang lain, menenamkan sikap sosial yang
positif diantara pebelajar;
6. Pengkondisian siswa dalam belajar kelompok yang saling berinteraksi
terhadap pembelajar dan temannya sehingga pencapaian ketuntasan belajar
pebelajar dapat diharapkan;
7. Merangsang keterbukaan pikiran serta mendorong peserta didik untuk
melakukan pembelajaran yang reflektif, kritis dan aktif;
59
8. Merangsang peserta didik untuk bertanya dan menggali pengetahuan
secara mendalam;
9. Mencerminkan sifat alamiah pengetahuan, yaitu: kompleks dan berubah-
ubah sesuai kebutuhan, sebagai respons terhadap masalah.
Sehingga dengan demikian, siswa efektif dalam menyerap pembelajaran atau
materi yang disampaikan oleh guru dikarenakan kegiatan pada pernyataan di atas
dilakukan oleh siswa dalam penerapan model PBL ini. Nurhayati (Abbas, 2000:
60) menyatakah bahwa: “Pada tahap siswa menuliskan dan mengerjakan tindakan
kerja yang mereka lakukan untuk memecahkan masalah”. Ketika proses itu
dilakukan oleh siswa, maka banyak keterampilan proses yang dilatihkan kepada
siswa.
Mata pelajaran Reproduksi Ternak juga menuntut siswa untuk
mengembangkan kecakapan berfikir, kecakapan intrapersonal dengan baik, dan
penguasaan konsep. Sedangkan Model pembelajaran konvensional yang
diungkapkan oleh Taufiq Amir (2009: 3) menyatakan bahwa:
Model pembelajaran konvensional dengan pendekan teacher centered sudah
dianggap tradisional dan perlu diubah. Ini karena pendekatan teacher
centered dimana pembelajaran berpusat pada pendidik dengan penekanan
pada peliputan dan penyebaran materi, sementara pembelajar kurang aktif,
sudah tidak memadai untuk tuntutan era pengetahuan saat ini. sulit untuk
mengembangkan kecakapan berfikir, kecakapan intrapersonal dengan baik.
Sehingga tidak banyak yang mereka dapatkan untuk meningkatkan
penguasaan konsep.
Kemampuan lain yang dibutuhkan dalam reproduksi ternak ini
diantaranya mendiagnosa kebuntingan, hubungan hormonal, dan mendiagnosa
kelainan reproduksi ternak serta menangani gangguan reproduksi. Sehingga pada
mata pelajaran Reproduksi Ternak ini membutuhkan kemampuan bernalar,
60
berfikir, pengetahuan, dan keterampilan dalam hal memecahkan masalah-masalah
pada Reproduksi Ternak. Oleh karena itu model Problem Based Learning ini
dipandang cocok untuk diterapkan pada mata pelajaran Reproduksi Ternak. Hal
ini sejalan dengan sejarah PBL yang muncul akhir abad ke 20, dan diterapkan
pada bidang kedokteran tepatnya dipopulerkan oleh Barrows dan Tamblyn (1980).
Model ini muncul sebagai hasil penelitian mereka terhadap kemampuan bernalar
kedokteran di Mc. Master Medical School di Kanada.