bab iv hasil penelitian dan pembahasan a. hasil...
TRANSCRIPT
78
Sinta Amami, 2012 Hubungan Antara Budaya Organisasi Dengan Komitmen Organisasi : Studi Korelasi Pada Pt.
X Di Outlet Y Tahun 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Penelitian ini berkaitan dengan dua variabel yaitu budaya organisasi dan
komitmen organisasi karyawan tetap di Outlet Y. Budaya organisasi diuraikan
peneliti berdasarkan teori dari Gordon, Cummins, Betts dan Halfhill dalam
Sakdiyakorn & Sunthornvut yang membagi budaya organisasi menjadi sepuluh
karakteristik. Komitmen organisasi diuraikan peneliti berdasarkan teori dari Allen
& Meyer yang membagi komitmen organisasi menjadi tiga komponen. Penelitian
ini menggunakan korelasi parametrik yakni populasi karyawan tetap di Outlet Y.
Hasil penelitian dipaparkan berdasarkan pertanyaan penelitian sebagai berikut.
1. Seperti apakah profil budaya organisasi pada PT. X di outlet Y?
2. Seperti apakah profil komitmen organisasi pada PT. X di outlet Y?
3. Apakah terdapat hubungan yang signifikan antara budaya organisasi
dengan komitmen organisasi pada PT. X di outlet Y?
1. Profil Budaya Organisasi Karyawan Tetap Outlet Y
Setelah diperoleh skor mean (rata-rata) dan deviasi standar variabel
budaya organisasi dari masing-masing karyawan tetap, kemudian dapat dibuat
79
Sinta Amami, 2012 Hubungan Antara Budaya Organisasi Dengan Komitmen Organisasi : Studi Korelasi Pada Pt.
X Di Outlet Y Tahun 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository
kategori tingkat budaya organisasi karyawan tetap yang terbagi ke dalam lima
kategori yaitu sangat rendah, rendah, sedang, tinggi, dan sangat tinggi.
Kategorisasi ini digunakan untuk mengetahui profil budaya organisasi karyawan
tetap, yaitu dengan cara mengklasifikasikan skor total yang diperoleh masing-
masing responden pada skala budaya organisasi karyawan tetap ke dalam kategori
budaya organisasi karyawan tetap Outlet Y seperti ditampilkan pada tabel 4.1.
Tabel 4.1
Profil Budaya Organisasi Karyawan Tetap Outlet Y
Rentang Kategori Frekuensi (orang) Persentase
117.63 Sangat rendah 2 11,11%
117.64 – 131.47 Rendah 3 16,67%
131.48 – 145.31 Sedang 7 38,89%
145.32 – 159.15 Tinggi 5 27,78%
> 159.15 Sangat tinggi 1 5,56%
Jumlah 18 100%
Berdasarkan tabel 4.1, secara umum karyawan tetap di Outlet Y
didominasi oleh budaya organisasi pada kategori sedang. Dengan demikian,
sebagian besar karyawan tetap telah cukup menginternalisasi belief, value, dan
asumsi organisasi yang disosialisasikan oleh pemimpinnya di Outlet Y.
Selanjutnya profil budaya organisasi berdasarkan dimensi-dimensi budaya
organisasi diuraikan pada tabel 4.2 sebagai berikut.
80
Sinta Amami, 2012 Hubungan Antara Budaya Organisasi Dengan Komitmen Organisasi : Studi Korelasi Pada Pt.
X Di Outlet Y Tahun 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository
Tabel 4.2
Kategorisasi Dimensi-dimensi Budaya Organisasi Karyawan Tetap Outlet Y
Dimensi
Budaya
Organisasi
Kategori, Rentang, dan Frekuensi (n) Kategori
dengan n
Tertinggi Sangat
Rendah n Rendah n Sedang n Tinggi n
Sangat
Tinggi n
Inisiatif
Individu 12.67 2 12.68 – 14.85 2 14.86 – 17.03 9 17.04 – 19.21 4 > 19.21 1 Sedang
Toleransi
atas Resiko 6.035 3 6.034 – 6.865 0 6.866 – 7.695 8 7.696 – 8.525 6 > 8.525 1 Sedang
Pengarahan 13.38 1 13.39 – 14.94 1 14.95 – 16.5 11 16.6 – 18.06 4 > 18.06 1 Sedang
Integrasi 10.695 1 10.696 – 12.085 7 12.086 – 13.475 4 13.476 – 14.865 4 > 14.685 2 Rendah
Dukungan
Manajemen 10.64 2 10.65 – 13.4 2 13.5 – 16.16 10 16.17 – 18.92 4 > 18.92 0 Sedang
Pengendalian 13.475 1 13.476 – 15.305 5 15.306 – 17.135 6 17.136 – 18.965 4 > 18.965 0 Sedang
Identitas 14.28 0 14.28 – 16.02 11 16.03 – 17.76 2 17.77 – 19.5 2 > 19.5 3 Rendah
Sistem
Reward 11.54 2 11.55 – 14.92 3 14.93 – 18.3 7 18.4 – 21.68 5 > 21.68 1 Sedang
Toleransi
Konflik 10.525 1 10.526 – 12.728 3 12.729 – 14.931 7 14.932 – 17.134 7 > 17.134 0 Sedang
Pola
Komunikasi 6.785 0 6.786 – 7.815 4 7.816 – 8.845 7 8.846 – 9.875 4 > 9.875 3 Sedang
Melalui tabel 4.2, diketahui bahwa terdapat 8 dimensi yang berada pada
kategori sedang, yakni inisiatif individu, toleransi atas resiko, pengarahan,
dukungan manajemen, pengendalian, sistem reward, toleransi konflik, dan pola
komunikasi dan 2 dimensi lainnya yakni integrasi dan identitas berada pada
kategori rendah.
81
Sinta Amami, 2012 Hubungan Antara Budaya Organisasi Dengan Komitmen Organisasi : Studi Korelasi Pada Pt.
X Di Outlet Y Tahun 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository
2. Profil Komitmen Organisasi Karyawan Tetap Outlet Y
Komitmen organisasi karyawan tetap Outlet Y ditampilkan dalam tabel 4.3
berikut.
Tabel 4.3
Profil Komitmen Organisasi Karyawan Tetap Outlet Y
Rentang Kategori Frekuensi (orang) Persentase
67.812 Sangat rendah 2 11.11%
67.813 – 77.864 Rendah 3 16.67%
77.865 – 87.916 Sedang 7 38.89%
87.917 – 97.968 Tinggi 5 27.78%
> 97.969 Sangat tinggi 1 5.56%
Jumlah 18 100%
Berdasarkan tabel 4.3, secara umum karyawan tetap di Outlet Y
didominasi oleh komitmen organisasi pada kategori sedang. Artinya, sebagian
besar karyawan tetap cenderung cukup merasa ingin mempertahankan status
keanggotaannya dalam organisasi berdasarkan keinginan dan usaha yang kuat
melalui penerimaan nilai dan tujuan organisasi. Selanjutnya, profil komitmen
organisasi berdasarkan dimensi-dimensi komitmen organisasi yang diuraikan pada
tabel 4.4 sebagai berikut.
Tabel 4.4
Kategorisasi Dimensi-dimensi Komitmen Organisasi Karyawan Tetap
Outlet Y
Dimensi
Komitmen
Organisasi
Kategori, Rentang, dan Frekuensi (n) Kategori
dengan n
Tertinggi Sangat
Rendah n Rendah n Sedang n Tinggi n
Sangat
Tinggi n
Affective 20.75 1 20.76 – 23.99 3 24 – 27.23 10 27.24 – 30.47 3 > 30.47 1 Sedang
82
Sinta Amami, 2012 Hubungan Antara Budaya Organisasi Dengan Komitmen Organisasi : Studi Korelasi Pada Pt.
X Di Outlet Y Tahun 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository
Commitment
Normative
Commitment 23.795 2 23.796 – 27.045 3 27.046 – 30.295 9 30.296 – 33.545 3 > 33.545 1 Sedang
Continuance
Commitment 21.185 1 21.186 – 26.135 5 26.136 – 31.085 8 31.086 – 36.035 3 > 36.035 1 Sedang
Melalui tabel 4.4, diketahui ketiga dimensi, yakni affective commitment,
continuance commitment, dan normative commitment tergolong sedang.
3. Hubungan antara Budaya Organisasi dengan Komitmen Organisasi
Karyawan Tetap Outlet Y
Korelasi antara budaya organisasi dengan komitmen organisasi
(menggunakan korelasi Pearson Product Moment dengan bantuan software SPSS
Versi 17.0) menunjukkan nilai Sig (2-tailed) sebesar 0.699 dan signifikansi
sebesar 0.001 (p < 0.05). Hasil perhitungan tersebut menunjukkan bahwa terdapat
hubungan positif dan signifikan antara budaya organisasi dengan komitmen
organisasi karyawan tetap di Outlet Y, tepatnya termasuk dalam kategori kuat
(Sugiyono, 2008). Artinya, semakin tinggi tingkat budaya organisasi karyawan
tetap, maka semakin tinggi pula tingkat komitmen organisasinya. Hasil
perhitungan dapat dilihat pada Tabel 4.5 dan Grafik 4.1 sebagai berikut.
Tabel 4.5
Hubungan antara Budaya Organisasi dengan Komitmen Organisasi pada
Karyawan Tetap Outlet Y
Correlations
Budaya
Organisasi
Komitmen
Organisasi
Budaya Organisasi Pearson Correlation 1 .699**
Sig. (2-tailed) .001
83
Sinta Amami, 2012 Hubungan Antara Budaya Organisasi Dengan Komitmen Organisasi : Studi Korelasi Pada Pt.
X Di Outlet Y Tahun 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository
N 18 18
Komitmen Organisasi Pearson Correlation .699** 1
Sig. (2-tailed) .001
N 18 18
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Grafik 4.1
Scatterplot Hubungan antara Budaya Organisasi dengan Komitmen
Organisasi pada Karyawan Tetap Outlet Y
B. Pembahasan Hasil Penelitian
1. Profil Budaya Organisasi Karyawan Tetap Outlet Y
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar karyawan tetap Outlet
Y telah cukup menginternalisasi belief, value, dan asumsi organisasi yang
disosialisasikan oleh pemimpinnya. Sebagaimana disampaikan oleh Sigit (2003)
bahwa kekuatan budaya organisasi dapat muncul ketika nilai-nilai (value) budaya
84
Sinta Amami, 2012 Hubungan Antara Budaya Organisasi Dengan Komitmen Organisasi : Studi Korelasi Pada Pt.
X Di Outlet Y Tahun 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository
itu disadari, dipahami, dan diikuti serta dilaksanakan oleh sebagian besar para
anggota organisasi. Namun, hasil penelitian juga menunjukkan bahwa terdapat
nilai-nilai budaya organisasi yang belum disadari, dipahami, diikuti, dan
dilaksanakan sepenuhnya oleh karyawan tetap yakni dalam profil integrasi dan
identitas yang memiliki kategori rendah di antara dimensi lainnya yang memiliki
kategori sedang. Rendahnya integrasi karyawan dapat berupa aktivitas karyawan
yang belum didorong untuk bekerja sama dengan unit lain dan karyawan belum
melaksanakan aktivitas pekerjaan sesuai dengan sistem koordinasi yang berlaku di
perusahaan. Lalu rendahnya identitas dapat ditunjukkan melalui kurangnya
karyawan dalam mengidentifikasi dirinya dengan perusahaan.
Budaya organisasi disosialisasikan oleh pemimpin kepada para
anggotanya. Sebagaimana arti dari budaya itu sendiri bahwa budaya adalah hasil
gagasan-gagasan manusia yang disampaikan kepada generasi selanjutnya dengan
sosialisasi dan pembelajaran. Budaya dibentuk melalui perilaku kepemimpinan,
serta merupakan suatu rangkaian terstruktur, rutin, teratur, dan bernorma untuk
memandu dan memaksa tingkah laku seseorang (Schein, 2004). Dalam konteks
organisasi, budaya diciptakan dalam suatu organisasi agar pada akhirnya tercapai
visi, misi, dan tujuan bersama dalam organisasi.
Pemimpin yang merupakan pendiri perusahaan memiliki kesempatan
untuk memulai proses budaya organisasi dengan menentukan belief, value, dan
asumsi kepada para karyawannya. Seperti yang disampaikan oleh Hesselbein,
Goldsmith, dan Beckhard dalam Robbins (2006), bahwa
85
Sinta Amami, 2012 Hubungan Antara Budaya Organisasi Dengan Komitmen Organisasi : Studi Korelasi Pada Pt.
X Di Outlet Y Tahun 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository
proses pertama dimulai dari para pemimpin yang hanya akan
mempertahankan karyawan yang berpikir dan merasakan cara yang mereka
tempuh. Kedua, para pemimpin mensosialisasikan cara berpikir terhadap
karyawan. Ketiga, pada akhirnya perilaku pemimpin itu sendiri bertindak
sebagai model yang mendorong karyawan mengidentifikasikan diri,
menginternalisasi keyakinan, nilai, dan asumsi-asumsi pemimpinnya.
Dari ketiga proses tersebut, karyawan tetap menjadi anggota organisasi yang telah
diseleksi oleh para pemimpinnya karena mereka berpikir dan merasakan cara
berpikir para pemimpinnya melalui identifikasi dirinya dan internalisasi belief,
value, dan asumsi pemimpinnya. Bagi karyawan sebagai anggota organisasi,
asumsi-asumsi menunjukkan apa yang dipercayai oleh mereka, sehingga
mempengaruhi pemahaman, pikiran, dan apa yang mereka rasakan. Pemahaman,
pikiran, dan perasaan tersebut digunakan untuk menghadapi permasalahan di
dalam suatu organisasi. Ketika berhasil memecahkan permasalahan tersebut, maka
pemahaman, pikiran, dan perasaan dianggap patut dipelihara untuk
disosialisasikan pada anggota lainnya melalui penanaman belief, value, dan
asumsi oleh pemimpinnya, maka lahirlah budaya organisasi di perusahaan
tersebut.
Pemimpin perusahaan yang sekaligus merupakan pendiri PT. X telah
mengadakan sosialisasi budaya organisasi terhadap seluruh karyawannya. Dalam
setiap briefing dan meeting, nilai-nilai perusahaan berupa company value selalu
disosialisasikan dalam bentuk jargon dan sebagainya. Selain itu, perusahaan pun
mengadakan training centre yang salah satu fungsinya untuk mensosialisasikan
budaya. Demikian pula sosialisasi budaya yang diterima dan diterapkan di Outlet
Y sebagai salah satu outlet di bawah payung PT. X.
86
Sinta Amami, 2012 Hubungan Antara Budaya Organisasi Dengan Komitmen Organisasi : Studi Korelasi Pada Pt.
X Di Outlet Y Tahun 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository
Berikut ini akan dibahas mengenai profil dimensi dalam budaya organisasi
yang terdiri dari inisiatif individu, toleransi atas resiko, pengarahan, integrasi,
dukungan manajemen, pengendalian, identitas, sistem reward, toleransi konflik,
dan pola komunikasi.
a. Inisiatif Individu
Inisiatif individu tampil dalam bentuk tingkatan tanggung jawab,
kebebasan, dan ketidakterikatan karyawan untuk menggunakan inisiatifnya dalam
perusahaan (Gordon, Cummins, Betts dan Halfhill dalam Sakdiyakorn &
Sunthornvut, 2002). Berdasarkan hasil penelitian, sebagian besar karyawan tetap
yakni sebesar 50% (9 dari 18 orang) telah merasa cukup menampilkan inisiatif di
dalam perusahaan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kulkarni, Power, & Sharda
(2007) bahwa dalam organisasi yang memiliki tingkat ‘inisiatif individual’ tinggi,
maka karyawannya didorong untuk membuat keputusan dengan bebas yang
tentunya dibarengi dengan ketentuan-ketentuan yang disesuaikan dengan peran
dan tanggung jawab mereka. Bila mengacu pada pernyataan tersebut, maka
karyawan tetap Outlet Y telah didorong untuk membuat keputusan mandiri
meskipun masih tetap terikat dengan peran dan tanggung jawab mereka. Hal ini
didukung pula oleh wawancara yang dilakukan kepada manajer Outlet Y bahwa
keputusan karyawan terhadap pelanggan tetap harus diketahui dan disetujui oleh
atasannya terlebih dahulu.
b. Toleransi atas Resiko
Toleransi atas resiko adalah bentuk peluang dan dorongan terhadap
karyawan untuk berani mengambil resiko. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
87
Sinta Amami, 2012 Hubungan Antara Budaya Organisasi Dengan Komitmen Organisasi : Studi Korelasi Pada Pt.
X Di Outlet Y Tahun 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository
sebagian besar yakni 33.3% (8 dari 18 orang) karyawan tetap cukup berani
mengambil resiko. Hal ini sesuai dengan definisi di atas, sehingga dapat
disimpulkan bahwa Outlet Y memberikan peluang pada karyawan tetapnya untuk
berani mengambil resiko.
c. Pengarahan
Pengarahan adalah tingkat kemampuan organisasi dalam menciptakan
sasaran dan performance (kinerja) yang diharapkan secara jelas. Sasaran yang
dimaksud misalnya berupa penyampaian tujuan dan target perusahaan. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar karyawan tetap yakni 61.1% (11
dari 18 orang) cukup jelas memahami sasaran dan kinerja yang diharapkan tampil
oleh perusahaan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kulkarni, Power, & Sharda
(2007) bahwa apabila suatu organisasi mendefinisikan tujuannya serta pengarahan
atau cara pencapaian tujuannya dengan sangat jelas dan eksplisit, maka karyawan
akan mendapatkan kejelasan mengenai ekspektasi kinerja mereka. Dengan
demikian, karyawan tetap merasakan adanya pengarahan yang jelas mengenai
tujuan perusahaan, sehingga karyawan tetap mengetahui dengan jelas harapan-
harapan yang diinginkan perusahaan atas kinerjanya.
d. Integrasi
Integrasi yakni tingkatan keadaan yang menunjukkan bahwa unit-unit
dalam organisasi didorong untuk bekerja dalam sistem yang terkoordinasi. Hasil
penelitian menunjukkan sebagian besar karyawan tetap yakni 38.89% (7 dari 18
orang) kurang merasakan bekerja secara terkoordinasi di dalam perusahaan.
Dimensi integrasi memiliki kategori rendah, sekaligus menunjukkan perbedaan di
88
Sinta Amami, 2012 Hubungan Antara Budaya Organisasi Dengan Komitmen Organisasi : Studi Korelasi Pada Pt.
X Di Outlet Y Tahun 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository
antara dimensi-dimensi lain yang memiliki kategori sedang. Karyawan tetap
kurang merasakan adanya sistem yang berjalan secara terkoordinasi dapat
disebabkan oleh kurangnya dorongan terhadap karyawan tentang pentingnya kerja
sama dan jalur koordinasi dalam perusahaan. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Gordon, Cummins, Betts dan Halfhill dalam Sakdiyakorn & Sunthornvut (2002)
bahwa integrasi menunjukkan tingkatan di mana unit-unit dalam organisasi
didorong untuk bekerja dalam sistem yang terkoordinasi.
e. Dukungan Manajemen
Dukungan manajemen yaitu tingkat dukungan yang jelas dari para manajer
terhadap bawahannya dalam hal komunikasi, bimbingan, dan dukungan. Dari
penelitian diketahui sebagian besar karyawan tetap yakni 55.56% (10 dari 18
orang) karyawan tetap merasakan adanya dukungan, komunikasi yang berjalan
baik, dan bimbingan dari para manajer. Hal ini sesuai dengan teori dari Gordon,
Cummins, Betts dan Halfhill dalam Sakdiyakorn & Sunthornvut (2002) bahwa
dukungan berupa komunikasi dan bimbingan merupakan bentuk dukungan
manajemen terhadap karyawannya. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa
karyawan telah menerima dengan baik bentuk dukungan dari pihak manajemen
melalui komunikasi dan bimbingan pimpinan kepada para bawahannya.
f. Pengendalian
Pengendalian yaitu sejumlah ketentuan, aturan dan sejumlah supervisi
langsung yang digunakan untuk mengawasi dan mengendalikan perilaku para
karyawan/pegawai. Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar karyawan tetap
yakni 33.3% (6 dari 18 orang) merasakan adanya pengawasan dan pengendalian
89
Sinta Amami, 2012 Hubungan Antara Budaya Organisasi Dengan Komitmen Organisasi : Studi Korelasi Pada Pt.
X Di Outlet Y Tahun 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository
berupa ketentuan, aturan dan sejumlah supervisi langsung dari perusahaan. Hasil
tersebut sesuai dengan definisi di atas, sehingga menunjukkan bahwa karyawan
tetap Outlet Y merasakan dan melaksanakan pengendalian berupa ketentuan,
aturan dan sejumlah dari perusahaan.
g. Identitas
Identitas atau bukti diri adalah tanda keanggotaan suatu organisasi yang
lebih menunjukkan keterikatan pada suatu organisasi secara keseluruhan, bukan
pada suatu unit/profesi tertentu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian
besar yakni 61.1% (11 dari 18 orang) karyawan tetap kurang merasakan
identitasnya sebagai anggota perusahaan. Dimensi identitas termasuk kategori
yang rendah dan berbeda di antara dimensi-dimensi lainnya yang sebagian besar
memiliki kategori sedang. Sesuai definisi di atas yang disampaikan oleh Gordon,
Cummins, Betts dan Halfhill dalam Sakdiyakorn & Sunthornvut (2002), maka
karyawan tetap Outlet Y belum menunjukkan diri sebagai anggota perusahaan
seutuhnya, bisa jadi hanya merasakan identitas sebagai anggota dari unitnya saja.
Padahal, bila mengacu pada wawancara dengan manajer Outlet Y, mengatakan
bahwa yang belum bisa merasakan identitas sebagai anggota perusahaan adalah
karyawan yang belum diangkat menjadi karyawan tetap, sedangkan bagi
karyawan tetap sendiri, beliau menyaksikan bahwa mereka sudah bisa merasakan
identitasnya sebagai anggota perusahaan. Perbedaan hasil penelitian dan
wawancara ini menunjukkan bahwa manajer belum bisa merasakan kondisi
karyawan tetap terutama keterikatan karyawan dengan organisasi melalui
pembuktian identitasnya sebagai anggota perusahaan.
90
Sinta Amami, 2012 Hubungan Antara Budaya Organisasi Dengan Komitmen Organisasi : Studi Korelasi Pada Pt.
X Di Outlet Y Tahun 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository
h. Sistem Reward
Sistem reward adalah tingkatan alokasi imbalan (gaji, promosi, dan bonus)
berdasarkan kriteria kinerja personil sebagai lawan dari kriteria seniority,
favouritism, dan sebagainya. Maksudnya, penghargaan yang diterima oleh
karyawan didasarkan pada kinerjanya, bukan karena lebih senior, lebih
difavoritkan (dalam hal yang bukan berdasarkan kinerja), dan sebagainya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar karyawan tetap yakni
38.89% (7 dari 18 orang) cukup merasakan adanya alokasi imbalan yang sesuai
dengan kriteria kinerja setiap personil. Hal ini sesuai dengan definisi di atas yang
disampaikan oleh Gordon, Cummins, Betts dan Halfhill dalam Sakdiyakorn &
Sunthornvut (2002), sehingga menunjukkan bahwa karyawan tetap telah cukup
merasakan penghargaan berupa alokasi imbalan yang diterima sesuai dengan
kinerja yang ditampilkan bagi perusahaan.
i. Toleransi Konflik
Toleransi konflik yaitu tingkat keterbukaan bagi pegawai untuk
menyampaikan konflik dan kritik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian
besar karyawan tetap yakni 38.89 % (7 dari 18 orang) merasakan adanya
keterbukaan untuk menyampaikan konflik dan kritik kepada pihak perusahaan.
Hal ini sesuai dengan definisi di atas bahwa karyawan tetap telah cukup
merasakan adanya keterbukaan untuk menyampaikan konflik dan kritik.
Karyawan merasakan adanya sikap yang terbuka dari perusahaan untuk menerima
konflik apabila terjadi konflik dalam perusahaan. Begitu pula bila terdapat kritik,
91
Sinta Amami, 2012 Hubungan Antara Budaya Organisasi Dengan Komitmen Organisasi : Studi Korelasi Pada Pt.
X Di Outlet Y Tahun 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository
maka karyawan dapat menyampaikan kritik yang berhubungan dengan aktivitas
pekerjaan kepada perusahaan.
j. Pola Komunikasi
Pola komunikasi adalah tingkatan jaringan komunikasi organisasi
berdasarkan susunan wewenang secara formal baik horizontal dan vertikal. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar karyawan tetap yakni 38.89% (7
dari 18 orang) merasakan adanya pola komunikasi secara horizontal dan vertikal
berdasarkan susunan wewenang secara formal. Hal ini sesuai dengan definisi di
atas bahwa karyawan tetap merasakan adanya pola komunikasi secara horizontal
dan vertikal berdasarkan susunan wewenang secara formal. Kategori yang sedang
pun menunjukkan bahwa komunikasi karyawan tetap Outlet Y terhadap atasan
maupun sesama tidak terjalin kaku (formal). Hal ini sesuai dengan Bitner, Booms,
dan Mohr dalam Robbins (2006: 741) bahwa budaya yang tanggap terhadap
pelanggan dapat terjalin bila salah satunya yakni rendahnya formalisasi. Artinya,
bila komunikasi karyawan terhadap atasan maupun sesama tidak terjalin kaku
(formal), maka dapat menampilkan budaya yang tanggap terhadap pelanggan.
2. Profil Komitmen Organisasi Karyawan Tetap Outlet Y
92
Sinta Amami, 2012 Hubungan Antara Budaya Organisasi Dengan Komitmen Organisasi : Studi Korelasi Pada Pt.
X Di Outlet Y Tahun 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar karyawan tetap cukup
merasa ingin mempertahankan status keanggotaannya dalam organisasi
berdasarkan keinginan dan usaha yang kuat melalui penerimaan nilai dan tujuan
organisasi. Melalui teori Meyer & Allen (1990), maka hasil penelitian telah sesuai
dengan teori tersebut sebab sebagian besar karyawan tetap memiliki kategori yang
sedang pada masing-masing komponen yang membentuk komitmen organisasi
yakni affective commitment, normative commitment, dan continuance
commitment. Oleh karena sebagian besar karyawan tetap memiliki kategori yang
sedang pada ketiga komponen komitmen organisasi, maka dapat disimpulkan
bahwa sebagian besar karyawan tetap masih merasa ingin mempertahankan status
keanggotaannya dalam organisasi.
Komitmen organisasi merujuk pada hubungan karyawan dengan
organisasi meliputi keinginan dan usaha yang kuat berada di dalam organisasi
melalui penerimaan nilai dan tujuan organisasi, sehingga karyawan memutuskan
apakah akan melanjutkan keanggotaannya dalam organisasi atau tidak. Meyer &
Allen (1990) menguraikan bahwa komitmen organisasi memiliki tiga komponen
yang dapat menjelaskan komitmen itu sendiri. Ketiga komponen yang terdiri
affective commitment, normative commitment, dan continuance commitment,
dapat dimiliki oleh karyawan pada tingkatan yang berbeda-beda.
Mowday, Porter, dan Steers dalam Ivancevich, Konopaske, dan Matteson
(2005: 169) menyatakan bahwa karyawan yang memiliki komitmen cenderung
memiliki catatan kehadiran yang lebih baik dan masa kerja yang lebih lama
daripada karyawan yang kurang memiliki komitmen. Meyer dan Allen dalam
93
Sinta Amami, 2012 Hubungan Antara Budaya Organisasi Dengan Komitmen Organisasi : Studi Korelasi Pada Pt.
X Di Outlet Y Tahun 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository
Ivancevich, Konopaske, dan Matteson (2005: 169) menunjukkan studi bahwa
komitmen dapat mendukung perilaku kerja sama tim, pemberdayaan, organisasi
yang lebih horizontal, dan menempatkan kepentingan pada pengendalian diri dan
perilaku sebagai bagian dari organisasi, meskipun tidak secara eksplisit dihargai
oleh organisasi, namun memberikan kontribusi terhadap fungsi yang efektif.
Selain itu, Penelitian Vilares dan Cohelo dalam Bulgarella (2005) pun
menemukan bahwa kepuasan karyawan, loyalty karyawan, dan komitmen yang
dirasakan karyawan berdampak cukup besar pada product quality dan service
quality yang mereka tampilkan. Dalam hal ini, product quality dan service quality
yang merupakan bagian penilaian Point Championship di Y, sangat dipengaruhi
oleh hasil penelitian komitmen karyawan yang memiliki kategori sedang. Dengan
demikian, peneliti menyimpulkan bahwa rendahnya nilai Point Championship
yang diberikan pada Y pada tahun 2011 bukan disebabkan oleh rendahnya
product quality dan service quality sebab hasil penelitian menunjukkan bahwa
komitmen karyawan tetap di Y memiliki kategori yang sedang.
Berikut ini akan dibahas mengenai profil dimensi dalam komitmen
organisasi yang terdiri dari affective commitment, normative commitment, dan
continuance commitment.
a. Affective Commitment
Affective commitment adalah keterikatan emosional, identifikasi, dan
keterlibatan karyawan dengan organisasi. Keterikatan emosional, misalnya
karyawan merasa lekat dengan organisasi. Identifikasi, misalnya karyawan merasa
menjadi bagian dari organisasi. Karyawan yang tingkat affective-nya paling kuat
94
Sinta Amami, 2012 Hubungan Antara Budaya Organisasi Dengan Komitmen Organisasi : Studi Korelasi Pada Pt.
X Di Outlet Y Tahun 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository
didorong oleh keinginan mereka untuk mempertahankan status keanggotaannya
dalam organisasi (Meyer dan Allen, 1997). Hasil penelitian menunjukkan bahwa
sebagian besar karyawan yakni 55.56% (10 orang) masih merasa ingin
mempertahankan status keanggotaannya dalam perusahaan karena adanya
keterikatan emosional, identifikasi, dan keterlibatan karyawan dengan perusahaan.
Hal ini sesuai pula dengan teori yang disampaikan oleh Jex & Britt (2008) bahwa
affective commitment mencerminkan tingkat di mana karyawan mengidentifikasi
diri dengan organisasi dan merasa sungguh-sungguh setia terhadap organisasi.
Karyawan menunjukkan kesungguh-sungguhannya untuk mengikat diri dengan
perusahaan melalui identifikasi dan keterlibatannya dalam setiap aktivitas
pekerjaan di perusahaan. Kesediaan mengikat diri dengan perusahaan berdampak
pada kesetiaan karyawan terhadap perusahaan.
b. Normative Commitment
Normative commitment adalah perasaan wajib untuk melanjutkan
pengabdian mereka sebagai karyawan. Karyawan yang tingkat normative-nya
paling tinggi, disebabkan karena mereka merasa sudah seharusnya untuk berada di
dalam organisasi (Meyer dan Allen, 1997). Misalnya, karyawan merasa
berkewajiban untuk setia pada organisasi karena berhutang budi kepada
organisasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar karyawan tetap yakni
50% (9 orang) masih merasa sudah seharusnya melanjutkan pengabdian mereka
sebagai karyawan di dalam perusahaan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Jex &
Britt (2008) bahwa normative commitment merupakan perasaan obligasi
95
Sinta Amami, 2012 Hubungan Antara Budaya Organisasi Dengan Komitmen Organisasi : Studi Korelasi Pada Pt.
X Di Outlet Y Tahun 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository
(kewajiban) karyawan untuk organisasi atau perusahaan. Karyawan yang merasa
harus melanjutkan pengabdiannya pada perusahaan menganggap bahwa menjadi
anggota suatu organisasi adalah suatu hal yang baik secara moral. Dengan
demikian, ikatan antara karyawan dan perusahaan didasarkan atas moral pribadi
dalam diri karyawan untuk mengabdi pada perusahaan.
c. Continuance Commitment
Continuance Commitment adalah kesadaran karyawan bahwa apabila
meninggalkan organisasi akan menimbulkan kerugian. Karyawan yang tingkat
continuance-nya paling tinggi, didorong oleh kebutuhan yang mereka rasakan
kepada organisasi tersebut (Meyer dan Allen, 1997). Dengan kata lain, karyawan
memiliki persepsi telah berinvestasi pada organisasi saat ini, sehingga masih perlu
untuk dipertahankan status keanggotaannya saat ini. Namun, investasi yang
mereka persepsikan bersifat relatif, seperti yang disampaikan oleh Jex & Britt
(2008) bahwa continuance commitment merupakan persepsi karyawan bahwa
terdapat investasi relatif yang mereka buat di dalam organisasi dan biaya relatif itu
berhubungan dengan pencarian keanggotaan di organisasi yang lain. Dengan
demikian, bila karyawan sudah tidak lagi menjalin ikatan dengan perusahaan
karena alasan kebutuhan, maka sewaktu-waktu karyawan akan melirik perusahaan
lain yang akan lebih memenuhi kebutuhan mereka. Namun, saat kebutuhan masih
terpenuhi dan belum ada pekerjaan lain yang lebih baik, maka karyawan masih
memutuskan membutuhkan perusahaan untuk saat itu.
96
Sinta Amami, 2012 Hubungan Antara Budaya Organisasi Dengan Komitmen Organisasi : Studi Korelasi Pada Pt.
X Di Outlet Y Tahun 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar karyawan tetap yakni
44.4% (8 orang) masih merasa membutuhkan perusahaan saat ini sehingga masih
perlu dipertahankan status keanggotaannya saat ini di dalam perusahaan. Perasaan
membutuhkan terhadap perusahaan dapat berbentuk macam-macam seperti
dijelaskan oleh Meyer, Allen, dan Smith dalam Spector dalam Sopiah (2008)
bahwa continuance commitment bisa muncul apabila karyawan tetap berada dalam
organisasi karena keuntungan-keuntungan tertentu, misalnya gaji atau karena
tidak menemukan pekerjaan lain.
3. Hubungan antara Budaya Organisasi dengan Komitmen Organisasi
Karyawan Tetap Outlet Y
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif dan
signifikan antara budaya organisasi dengan komitmen organisasi karyawan tetap
di Outlet Y dengan koefisien korelasi sebesar 0.699 dan angka signifikansi
sebesar 0.001 (p < 0.05). Hasilnya dapat dikategorikan bahwa korelasi budaya
organisasi dengan komitmen organisasi karyawan tetap di Outlet Y termasuk kuat.
Hal ini berarti semakin kuat budaya organisasinya, maka semakin kuat pula
tingkat komitmen organisasi karyawan tetap pada perusahaan.
Hasil penelitian ini sesuai dengan pernyataan Robbins (2006) bahwa
budaya memiliki fungsi dalam organisasi yakni salah satunya adalah budaya
memudahkan timbulnya komitmen bersama yang lebih besar daripada
kepentingan personal. Dengan terciptanya budaya organisasi di dalam suatu
organisasi atau perusahaan, maka anggota-anggota organisasi akan mementingkan
97
Sinta Amami, 2012 Hubungan Antara Budaya Organisasi Dengan Komitmen Organisasi : Studi Korelasi Pada Pt.
X Di Outlet Y Tahun 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository
sesuatu yang lebih besar daripada sekadar mementingkan kepentingan masing-
masing yakni dinamakan komitmen organisasi. Nelson dan Qiuck dalam
Moeljono (2005) juga menambahkan bahwa salah satu fungsi dari budaya
organisasi adalah untuk merasakan identitas dan menambah komitmen organisasi.
Hasil penelitian ini sejalan pula dengan penelitian yang dilakukan
sebelumnya oleh Widyastuti (2009) bahwa budaya organisasi memiliki hubungan
positif dengan komitmen organisasi, di mana semakin tinggi budaya organisasi,
maka semakin tinggi pula komitmen organisasinya. Penelitian lain yakni
penelitian yang dilakukan oleh Renyowijoyo (2003) menunjukkan bahwa budaya
organisasi (budaya birokrasi, inovatif dan suportif), mempunyai hubungan yang
positif dan signifikan dengan kepuasan kerja, dan mempunyai hubungan positif
dan signifikan dengan komitmen organisasi.
Dalam proses seleksi, setiap karyawan yang terpilih merupakan individu-
individu yang diyakini telah sesuai dengan nilai-nilai perusahaan atau setidaknya
sebagian besar dari nilai-nilai perusahaan. Seperti yang disampaikan oleh
Schneider dalam Robbins (2006) bahwa proses seleksi akan menghasilkan pekerja
yang pada hakikatnya mempunyai nilai yang konsisten dengan nilai-nilai
organisasi itu, atau sekurang-kurangnya sebagian besar dari nilai-nilai itu. Bagi
pelamar sendiri, proses seleksi dapat memberikan informasi untuk mengenal
perusahaan. Apabila terjadi kecocokan, maka karyawan dan perusahaan akan
membentuk ikatan kepegawaian. Setelah pelamar diangkat menjadi karyawan
suatu perusahaan, maka karyawan baru tersebut akan mendapatkan sosialisasi
nilai-nilai budaya organisasi yang berlaku di dalam perusahaan. Dalam tahap
98
Sinta Amami, 2012 Hubungan Antara Budaya Organisasi Dengan Komitmen Organisasi : Studi Korelasi Pada Pt.
X Di Outlet Y Tahun 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository
inilah harapan-harapan karyawan mengenai perusahaan akan dibandingkan
dengan kenyataan yang terjadi. Bila harapan dan kenyataan berbeda, maka
karyawan baru perlu melepaskan asumsi sebelumnya dengan asumsi yang
diinginkan oleh perusahaan. Asumsi ini digunakan oleh karyawan dalam
memecahkan permasalahan internal maupun eksternal perusahaan. Kemudian
karyawan akan menemukan asumsi-asumsi yang lebih sesuai dengan keinginan
perusahaan dan semakin mewujudkan harapan karyawan, sehingga memberikan
kenyamanan pada karyawan. Rasa nyaman inilah yang menimbulkan ikatan dari
karyawan terhadap perusahaan berupa komitmen.
Budaya organisasi yang disosialisasikan oleh pemimpin perusahaan cukup
dapat dirasakan, diinternalisasi serta dilaksanakan oleh karyawan tetap di Outlet
Y, terbukti dengan hasil penelitian budaya organisasi yang memiliki kategori
sedang dan berkorelasi dengan komitmen organisasi yang memiliki kategori
sedang pula.