& temperatur tanah (ts) temperatur udara (ta)...

21
No: 46 / Tahun XXIV Juli 2011 ISSN 0251-5168 PUSAT PENELITIAN LIMNOLOGI-LIPI Kochi Tokyo Mie Aichi Nagano N Japan Ta Ts Tw Temperatur air (Tw) Temperatur udara (Ta) & Temperatur tanah (Ts) J J A S O N D J F M A M J J A S O N -10 0 10 20 30 40 Temperature ( ) J J A S O N D J F M A M J J A S O N -10 0 10 20 30 40 Temperature ( ) Max Tw Min Tw Max Tw Min Tw 11.9C 17.8C 2005 2006 2006 2005 Ta Tw Ta Tw Kochi 3 Kochi 8

Upload: others

Post on 30-Jul-2020

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: & Temperatur tanah (Ts) Temperatur udara (Ta) …limnologi.lipi.go.id/doc/warlim/Warta_3_no_46_2011.pdfPeneliti Senior, Dede Irving Hartoto, PhD. Artikel yang tak kalah menarik adalah

J J A S O N D J F M A M J J A S O N

-10

0

10

20

30

40

Tem

per

atu

re ( ℃

)

J J A S O N D J F M A M J J A S O N

-10

0

10

20

30

40

Tem

per

atu

re ( ℃

)

Max Tw

Min Tw

Max Tw

Min Tw

11.9 C゚ 17.8 C゚

2005 2006 20062005

Ta

Tw

TaTw

Kochi 3 Kochi 8

No: 46 / Tahun XXIV Juli 2011 ISSN 0251-5168

PUSAT PENELITIAN LIMNOLOGI-LIPI

Kochi

Tokyo

Mie

Aichi

Nagano

N

Japan

Ta

Ts Tw

Temperatur air (Tw) Temperatur udara (Ta)

& Temperatur tanah (Ts)

J J A S O N D J F M A M J J A S O N

-10

0

10

20

30

40

Tem

per

ature

( ℃)

J J A S O N D J F M A M J J A S O N

-10

0

10

20

30

40

Tem

per

ature

( ℃)

Max Tw

Min Tw

Max Tw

Min Tw

11.9 C゚ 17.8 C゚

2005 2006 20062005

Ta

Tw

TaTw

Kochi 3 Kochi 8

Page 2: & Temperatur tanah (Ts) Temperatur udara (Ta) …limnologi.lipi.go.id/doc/warlim/Warta_3_no_46_2011.pdfPeneliti Senior, Dede Irving Hartoto, PhD. Artikel yang tak kalah menarik adalah

DARI REDAKSI

Edisi Warta Limnologi pada nomor 46 ini memuat tentang Peran Pusat

Penelitian Limnologi LIPI Dalam Mencerdaskan Kehidupan Bangsa dan kelompok-

kelompok kajian Limnologi yang perlu dilakukan di masa akan datang sebagai

artikel utama. Artikel ini disajikan oleh salah satu pendiri Puslit Limnologi LIPI dan

Peneliti Senior, Dede Irving Hartoto, PhD. Artikel yang tak kalah menarik adalah

mengenal Pangkilang Ikan Endemik Penghuni Danau Purba. Selanjutnya disajikan

cara menghitung Volume Sel Fitoplankton, Pengukuran Temperatur Air di DAS

bagian Hulu Wilayah Jepang. Salah satu indikasi perubahan iklim terlihat dari

adanya pemanasan global yang berakibat pada berubahnya arah dan kecepatan

angin serta berdampak pada bergesernya musim yang diulas pada artikel

Indikator Perubahan Iklim Global ditinjau dari Curah Hujan Ekstrim. Pada edisi kali

ini dan seterusnya ditampilkan halaman baru yaitu Sekilas Warta yang menyajikan

sekilas kegiatan pegawai Puslit Limnologi LIPI.

Artikel tersebut diharapkan dapat menambah wawasan dan referensi bagi

pembaca sekalian. Akhir kata, redaksi mengucapkan selamat membaca dan terima

kasih atas partisipasi peneliti yang telah berkenan mengirim artikel pada edisi

Warta Limnologi kali ini.

Dewan Redaksi

Page 3: & Temperatur tanah (Ts) Temperatur udara (Ta) …limnologi.lipi.go.id/doc/warlim/Warta_3_no_46_2011.pdfPeneliti Senior, Dede Irving Hartoto, PhD. Artikel yang tak kalah menarik adalah

Dari Redaksi

Artikel Utama : Peran Pusat

Penelitian Limnologi LIPI Dalam

Mencerdaskan Kehidupan Bangsa :

Sebuah Otokritik dari Dimensi

Modal Sosial (Dede Irving Hartoto

PhD) …...……………………........ 1

Pangkilang Ikan Endemik Penghuni

Danau Purba (Syahroma Husni Nasution) ……………………….. 6

Volume Sel Fitoplankton (Tjandra Chrismadha) .…………………….. 9

Indikator Perubahan Iklim Global Ditinjau Dari Curah Hujan Ekstrim

(Unggul Handoko) ……….....……... 11

Pengukuran Temperatur Air Di Das Bagian Hulu Wilayah Jepang (Luki

Subehi) ……………......................13

Sekilas Warta ………………….15

WL

Dewan Redaksi:

(Surat Keputusan Kepala LIPI No. 499 /E/2009)

Syahroma Husni Nasution M. Suhaemi Syawal

Hadiid Agita Rustini Yovita Lambang Isti

Alamat Redaksi:

Puslit Limnologi-LIPI Cibinong Science Center

Jl. Raya Jakarta Bogor Km 46 Cibinong 16911-Bogor Jawa Barat-Indonesia

Telp. 021-8757071/ Fax. 021-8757076 E-mail: [email protected]

Penerbit: Puslit Limnologi-LIPI

WARTA LIMNOLOGI : Warta Limnologi, ISSN 0251-5168, terbit 4 (empat) bulan sekali, memuat makalah yang

bersifat ilmiah semi populer, ulasan atau komentar,

ringkasan hasil penelitian mutakhir, informasi tentang penelitian, buku, majalah, seminar, pelatihan, yang

telah/akan dilakukan baik didalam lingkungan P2L

maupun diluar P2L, nasional dan internasional.

MAKALAH : Makalah diketik dengan Microsoft Word,

Times News Roman, Fonts 12, ukuran kertas A4, tepi

kiri dan atas 4 cm, kanan dan bawah 3 cm, dengan jarak 1 spasi, dalam bahasa Indonesia sesuai dengan

EYD. Untuk makalah ilmiah semi populer, minimum 1,5

halaman dan maksimum 3 halaman. Untuk ringkasan maksimum 1,5 halaman.

DAFTAR ISI

Keterangan Gambar/Cover :

Gambar : Syahroma Husni Nasution, Tjandra Chrismadha

dan Luki Subehi

Disain Cover : M. S. Syawal

Layout : M. S. Syawal

Page 4: & Temperatur tanah (Ts) Temperatur udara (Ta) …limnologi.lipi.go.id/doc/warlim/Warta_3_no_46_2011.pdfPeneliti Senior, Dede Irving Hartoto, PhD. Artikel yang tak kalah menarik adalah

1

Warta Limnologi – No. 46/Tahun XXIV Juli 2011

Peran Pusat Penelitian Limnologi LIPI Dalam Mencerdaskan Kehidupan Bangsa :

Sebuah Otokritik dari Dimensi Modal Sosial

Dede Irving Hartoto, PhD Email: [email protected]; [email protected]

Sejarah Kelembagaan P2L-LIPI

Pada tahun 1986 dengan Keputusan Presiden No. 1 Tahun 1986 lahirlah PUSAT PENELITIAN

DAN PENGEMBANGAN LIMNOLOGI, sebuah lembaga penelitian di bawah LIPI untuk melakukan

kajian-kajian ilmiah tentang seluruh aspek pada sistem perairan darat Indonesia dengan pendekatan

multidisiplin keilmuan secara terintegrasi untuk pengelolaan dan pendayagunaannya. Namanya

kemudian berubah menjadi PUSAT PENELITIAN LIMNOLOGI-LIPI (P2L-LIPI) dan para pimpinannya

telah berganti berkali-kali, tetapi ada pertanyaan besar apakah sejauh ini P2L-LIPI sebagai institusi

riset berskala nasional ini sudah menjalankan fungsi keilmuannya dalam mencerdaskan kehidupan

dan meningkatkan kesejahteraan bangsa seperti yang diamanatkan oleh pembukaan UUD 1945?

Sebagai lembaga pemerintah, tugas P2L-LIPI seperti yang tersurat dalam Keputusan Kepala

LIPI Nomor 1151/M/2001 adalah melaksanakan penelitian dan penyiapan kebijakan, penyusunan

pedoman, pemberian bimbingan teknis, penyusunan rencana dan program, pelaksanaan penelitian

bidang limnologi, serta evaluasi dan penyusunan laporan. Bila dirujuk pada web site P2L-LIPI, institusi

ini mempunyai visi menjadi pusat rujukan (new frontiers, policy, goods and services) di bidang

limnologi dalam upaya melestarikan, memperbaiki serta memanfaatkan sumber daya perairan darat

untuk meningkatkan kemakmuran bangsa Indonesia melalui pengembangan kompetensi inti yang

berlandaskan etika keilmuan. Visi yang sangat indah dalam kata-kata ini kemudian dilengkapi dengan

misi yang tak kalah cantiknya yaitu:

a. Mengembangkan P2L LIPI menjadi lembaga yang efisien dan efektif berdasarkan

konsep-konsep pengelolaan kelembagaan yang baik (good institutional governance),

b. Menguasai konsep-konsep (sistem dan proses) limnologis, untuk mengatasi persoalan

sistem biotik perairan, sistem kualitas air, hidrodinamika perairan, kebijakan

pengelolaan perairan serta konservasi biota asli Indonesia,

c. Memperkuat jaringan dan kerjasama penelitian dalam dan luar negeri, serta

pemasyarakatan IPTEK dengan mengoptimalkan kinerja jasa dan informasi,

d. Berperan aktif dalam meningkatkan kesadaran publik tentang pentingnya menjaga

keseimbangan ekosistem dalam mendayagunakan dan mengelola sumberdaya

perairan darat yang berpotensi menimbulkan konflik.

Pada proses pengembangannya dan tuntutan masyarakat untuk dicerdaskan, sekitar tahun

2005 berdirilah bangunan Stasiun Limnologi dan Alih Teknologi-LIPI yang terletak ditepi Danau

Maninjau (A=9737.5 Ha), Sumatera Barat. Berdasarkan SK Kepala LIPI No. 659/M/2011 tanggal 12

Juli 2011, stasiun ini sebagai sarana penelitian, pegembangan ilmu limnologi dan pemberdayaan

masyarakat di sekitarnya dalam pengelolaa danau yang dikelola oleh Puslit Limnologi-LIPI.

Sebenarnya secara geografis, posisi stasiun ini sangat strategis ditengah persaingan dalam kontribusi

untuk bangsa dengan institusi pengkajian ilmiah serumpun dengan P2L-LIPI yang sudah ada di Pulau

Sumatera, yang berasal dari Kementerian Kelautan Perikanan dan Kementerian Pendidikan dan

Kebudayaan. Jadi sebenarnya posisi geografis SLAT-LIPI di Maninjau harus dimanfaatkan dengan baik

agar tidak tersisihkan dalam proses kontribusi sains untuk pengelolaan perairan darat di Sumatera.

Kepemimpinan dan manajemen modal pembangunan P2L-LIPI

Disadari sepenuhnya bahwa misi dan visi suatu organisasi adalah ekspresi yang menyatakan

roh dari keberadaan suatu institusi, apalagi untuk suatu institusi berskala nasional dalam bidang

limnologi seperti P2L-LIPI. Kenyataan menunjukkan bahwa selain adanya sistem yang efektif,

penjabaran misi dan visi organisasi sangat tergantung pada kemampuan kepemimpinan pada sistem

Page 5: & Temperatur tanah (Ts) Temperatur udara (Ta) …limnologi.lipi.go.id/doc/warlim/Warta_3_no_46_2011.pdfPeneliti Senior, Dede Irving Hartoto, PhD. Artikel yang tak kalah menarik adalah

2

Warta Limnologi – No. 46/Tahun XXIV Juli 2011

manajemen organisasi yang bersangkutan. Kejernihan dan ketulusan niat, ketajaman analisis dan

kemampuan membangun sinergi dari seluruh modal yang ada untuk berkontribusi dalam

pembangunan melalui disiplin keilmuan limnologi mempunyai posisi yang strategis. Sistem

manajemen P2L-LIPI pada tahun 2009 telah merumuskan tujuan satu-satunya pusat penelitian di

Indonesia yang mengkhususkan diri dalam bidang perairan darat yaitu memelihara kelestarian

sumberdaya perairan darat untuk kesejahteraan masyarakat melalui pemahaman proses-proses kunci

yang menentukan daya dukung perairan darat sehingga perairan dapat dimanfaatkan secara

berkelanjutan.

Sasaran-sasaran yang ditetapkan agar dapat dicapai dalam kurun waktu lima tahun yaitu:

a. Terkumpulnya data dasar limnologi,

b. Diketahuinya status perairan darat,

c. Terpahaminya proses-proses lingkungan perairan darat melalui pemodelan,

d. Tersedianya rekomendasi mengenai pengelolaan perairan darat,

e. Tersedianya teknologi peningkatan produktivitas perairan darat,

f. Tersedia konsep teknologi pengolahan air,

g. Terbentuknya jaringan informasi sumberdaya perairan darat,

h. Tersedianya sarana dan prasarana pendukung kompetensi inti di bidang limnologi

serta terlaksananya ketatausahaan Puslit Limnologi-LIPI,

i. Terbangunnya pendidikan dan penyadaran masyarakat terhadap perairan darat.

Logisnya, perlu dilakukan proses evaluasi yang jujur dan bebas kepentingan pencitraan untuk menilai

apakah sasaran-sasaran tersebut di atas sudah benar-benar tercapai. Evaluasi yang berimbang

selayaknya dilakukan oleh kelompok independen dengan memfokuskan aspek rasio nilai input terhadap nilai output dari suatu institusi. Tak boleh dilupakan untuk dikaji apakah sains limnologi

sebagai kajian hubungan timbal balik antara komponen biotik dan abiotik di perairan daratan

Indonesia sudah berkembang semakin baik dengan adanya P2L-LIPI. Dengan perkataan lain kita

selayaknya bertanya apakah kontribusi P2L-LIPI untuk mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia

selama 25 tahun ini sudah sebanding dengan biaya yang dikeluarkan bangsa ini untuk mendukung

keberadaan institusi ini?

Untuk mencapai cita-cita berkehidupan bangsa yang bebas, memajukan kesejahteraan

umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia, semua modal

pembangunan bangsa Indonesia harus disinergikan. Modal untuk pembangunan Indonesia yang

terkait bidang limnologi meliputi paling tidak enam modal yaitu (1) modal sumber daya alam, (2)

modal ilmu pengetahuan dan teknologi, (3) modal kelembagaan, (4) modal sumber daya manusia,

(5) modal finansial dan (6) modal sosial. Kelemahan dalam mensinergikan modal-modal tersebut,

seperti halnya sektor-sektor pembangunan lainnya di Indonesia, khususnya pengembangan modal

sosial di P2L-LIPI sangat terasa kesenjangannya, sehingga pencapaian visi yang diangankan seakan

semakin jauh.

Modal sosial dapat didefinisikan sebagai nilai-nilai informal yang berkaitan dengan

kerjasama dalam masyarakat untuk mencapai kualitas hidup atau karya yang lebih baik (Hasbulah,

2006). Nilai-nilai informal tersebut adalah sikap saling percaya (trust), keimbalbalikan (reciprocity), keikhlasan (altruism) dan yang tertinggi cinta (love). Ada dua tipe besar modal sosial yaitu modal

sosial yang sifatnya mengikat (bonding social capital) dan yang sifatnya menjembatani (bridging social capital). Sayangnya, yang menonjol tumbuh di P2L adalah modal sosial yang sangat mengikat,

khususnya pada unsur-unsur manajerial P2L dan kelompok-kelompok penelitian tertentu. Ciri-ciri

modal sosial yang mengikat antara lain adalah sifatnya yang eksklusif ( inward looking terhadap kepentingannya masing-masing), dijalankan sebagai bagian dari tata perilaku yang sangat kaku

(misalnya belum mengarah pada efisiensi penggunaan waktu kerja dan sistem manajemen yang tidak

membuka peluang seluasnya bagi semua pemangku amanah untuk berkontribusi pada tugas pokok

P2L-LIPI) dan perilaku moral (misalnya sistem administrasi yang sifatnya serba birokratis dan kurang

mendukung fungsi-fungsi kerisetan, pembiaran secara nyata tak terpeliharanya peralatan riset, masih

adanya ketidaksesuaian dalam komunikasi formal, dsbnya). Manajemen sinergi modal sumberdaya

manusia dalam bingkai pengembangan modal sosial terlihat belum serasi. Bila dianalogkan dengan

sistem organisasi TNI-AD, seharusnya di P2L-LIPI tercipta sinergi serasi antara kelompok pasukan

tempur (peneliti dan perekayasa), kelompok pasukan bantuan tempur (teknisi litkayasa dan

Page 6: & Temperatur tanah (Ts) Temperatur udara (Ta) …limnologi.lipi.go.id/doc/warlim/Warta_3_no_46_2011.pdfPeneliti Senior, Dede Irving Hartoto, PhD. Artikel yang tak kalah menarik adalah

3

Warta Limnologi – No. 46/Tahun XXIV Juli 2011

pustakawan) dan kelompok pasukan bantuan administrasi (arsiparis, kesekretariatan, satpam dan staf

tata usaha lainnya). Semua mereka sama-sama Prajurit TNI-AD (untuk P2L-LIPI sama-sama PNS) dan

seyogyanya mereka bekerja sama untuk berkontribusi terhadap pencapaian visi melalui penerapan

misi-misi organisasi. Modal sosial yang sifatnya mengikat pada tingkat moderat memang merupakan

landasan untuk mengembangkan modal sosial yang sifatnya saling menjembatani. Ukuran

kematangan organisasi yang sudah matang adalah dari kemampuannya mengembangkan modal

sosial yang menjembatani.

Tidak adil bila dikatakan bahwa sejauh ini dalam pengembangan P2L sama sekali tidak

terbentuk modal sosial yang menjembatani. Fasilitasi proses pengembangan Asia Pacific Centre for Ecohidrology (APCE) oleh P2L-LIPI adalah salah satu contoh keberhasilan pengembangan modal sosial

yang menjembatani. Mungkin sejauh ini sudah terlalu banyak dana, tenaga dan fokus perhatian

pimpinan P2L-LIPI untuk proses fasilitasi gagasan ini. Yang perlu diperjelas adalah apa kontribusi

tujuan dan manfaat APCE bagi proses pencerdasan kehidupan bangsa Indonesia. Tergelitik untuk

bertanya, apakah ada mandat nasional instistusional yang terkorbankan, bila konsep

pengembangan dua institusi serumpun terbenam dalam alur pikir para pimpinan P2L-LIPI?.

Pengembangan APCE secara regional mungkin lebih menarik dan merupakan “niche” yang lebih

menjanjikan di masa datang untuk kepastian posisi dan karir. Apapun situasi dan motivasinya

pengembangan jejaring kerjasama-kerjasama nasional atau internasional dengan institusi klien, institusi riset serumpun dan masyarakat tetap harus dilakukan. Pengembangan jejaring kerjasama

yang seharusnya dilandasi semangat saling memberi dan bukan sekadar memanfaatkan kesempatan

dari sisi material, finansial atau karir, adalah sesuatu yang dicita-citakan dapat terwujud dalam tempo

yang sesingkat-singkatnya.

Learned from the past, looking to the future

Saat ini sudah semakin banyak peneliti dan perekayasa berusia muda yang bekerja di P2L-

LIPI. Mereka ini sebenarnya berpotensi untuk kapabel, sudah berpendidikan tinggi dan mungkin

secara genetis memang pintar. Ini adalah sumber daya manusia yang sangat berharga yang harus

disinergikan dengan modal-modal pembangunan lainnya agar lebih berkontribusi secara nyata bagi

bangsa sesuai keahliannya masing-masing. Di sisi lain, perkembangan disiplin limnologi sebagai sains

dan ilmu-ilmu yang terkait mengisyaratkan perlunya perluasan cakupan kegiatan litbang yang

beberapa contohnya disajikan pada Tabel 1. Tentu saja apa yang disajikan pada Tabel 1 belum

mewakil aspirasi semua pemangku amanah bidang limnologi di Indonesia, tetapi setidaknya ini

adalah suatu kontribusi pemikiran untuk pengembangan limnologi dan P2L-LIPI. Pada akhirnya,

setelah berlalu 25 tahun dari berdirinya P2L-LIPI, untuk mengukur kinerja pengembangan P2L-LIPI

dalam proses pencerdasan kehidupan bangsa, maka perlu disepakati bersama oleh semua pemangku

amanah, kriteria evaluasi mana yang akan dipakai untuk menilai kinerja dan capaian institusi ini di

masa depan. Wallahualam.

Tabel 1. Kelompok-kelompok kajian limnologi yang mungkin perlu dilakukan dimasa

datang

No. Kelompok kajian Topik-topik riset tentatif

1. Ekologi sistem sungai dan drift Riset–riset terkait dinamika dan fungsi debris berkayu;

dispersal nimfa serangga akuatik; pola drift spasial dan

temporal; dsb.

2. Planktonologi Virioplankton; plankton riverin dan perifiton; pengaruh

berbagai karbon organik pada komunitas plankton; dsb.

3. Makrofita akuatik yang menjadi

dasar proses rehabilitasi habitat.

Alokasi biomasa terkait perubahan habitat; fungsi

riparian sungai sebagai sumber benih makrofita akuatik;

4. Mikrobiologi akuatik Hubungan kelimpahan bakteri dengan karbon organic;

mineralisasi biogenik besi; produksi bakterioplankton di

ekosistem paparan banjir (floodplain); inventarisasi

keanekaragaman hayati mikrobial berbasis biologi

molekuler; rekayasa genetik organisme budidaya akuatik

sehingga tahan penyakit viral; dsb.

Page 7: & Temperatur tanah (Ts) Temperatur udara (Ta) …limnologi.lipi.go.id/doc/warlim/Warta_3_no_46_2011.pdfPeneliti Senior, Dede Irving Hartoto, PhD. Artikel yang tak kalah menarik adalah

4

Warta Limnologi – No. 46/Tahun XXIV Juli 2011

5. Ekologi detritus akuatik Kontrol hidrologis bahan organik terlarut; efek

makrokonsumer pada detritivora; dekomposisi serasah

makrofita akuatik dan vegetasi riparian; dsb.

6 Biogeokimia sistem perairan

daratan

Degradasi anoksik debris organic; hubungan kelimpahan

bakteri dengan bahan organik partikulat; pelepasan zat

hara pada habitat litoral dan profundal; biogeokimia

senyawa humat akuatik; peran asam humat sebagai

agen detoksifikasi; bioakumulasi senyawa toksik; dsb.

7. Kajian integritas dan konektivitas

ekologis sistem perairan daratan

Pendefinisian pada tataran operasional tentang integritas

dan konektivitas ekologis; sistem pengindeksan

integritas sistem aquatic; riset konektivitas longitudinal,

lateral, vertikal dan temporal sistem akuatik; aliran

hirodrologis penghilangan zat hara berlebih; dsbnya

8. Societal services of inland waters Tautan skala ekologis dan kerangka kelembagaan dalam

manajemen perairan daratan; valuasi ekonomi sumber

daya perairan daratan; jasa kemasyarakatan yang

diberikan biota akuatik dan drift dari debris tumbuhan;

pengembangan skenario bisnis kerakyatan berbasis

perairan daratan; dsbnya.

9. Ekoturisme perairan daratan Kajian pengembangan ekoturisme yang berbeda dengan

turisme masal di alam; skenario pengembangan bisnis

ekoturisme sebagai insentif ekonomi kegiatan konservasi

perairan daratan; kajian fenologi di sistem perairan

daratan sebagai dasar pengembangan penjadwalan

bisnis ekoturisme; dsb.

10. Rekayasa ekologis sistem akuiatik Pengembangan konsep penyeimbangan antara human values dengan environmental values, environmental flows dan environmental weeds; riset terkait pengelolaan

sistem riparian; teknologi aerasi hipolimnion, teknologi

pemindahan sedimen; dsb.

11. Ekotoksikologi

Riset-riset terkait dampak limbah perkebunan dan

pengolahan kelapa sawit terhadap sistem perairan

daratan; pencemaran karena pertambangan illegal; dsb.

12. Ekologi fungsional sistem perairan

daratan

Riset-riset yang terkait hubungan keragaman jenis

dengan berfungsinya sistem akuatik; pengaruh water borne metal pada osmoregulasi makroinvertebrata

akuatik; pengaruh of flooding dan timing pada

perombakan bahan organik; model dinamik neraca

energy; dsb.

13. Kesehatan lingkungan perairan

daratan

Pengembangan konsep sistem perairan daratan yang

“sehat’ dan yang “sakit”; pengembangan indeks dan

indikator kesehatan lingkungan akuatik; dsb.

14. Pengembangan sistem kawasan

dan perangkat manajemen

konservasi perairan daratan

Riset–riset yang terkait kebijakan dan pengembangan

perangkat manajemen sistem Taman Nasional Perairan

Daratan, Suaka Alam Perairan Daratan, Taman Wisata

Perairan Daratan dan Suaka Perikanan Perairan Daratan

(PP 60 Tahun 2007); pendefinisian no disturb zone;

implementasi konsep metapopulasi dalam tindakan

konservasi perairan daratan; dinamika neraca massa

dalam kawasan konservasi; dampak tepi area proteksi

perairan daratan; protokol penetapan prioritas

konservasi; teknik optimalisasi konservasi

keanekaragaman genetik biota akuatik; riset terkait

konsep penetapan 1/7 luas perairan sebagai no disturb zone untuk langkah proteksi dalam sistem konservasi;

kajian konsep-konsep perumusan kebijakan

Page 8: & Temperatur tanah (Ts) Temperatur udara (Ta) …limnologi.lipi.go.id/doc/warlim/Warta_3_no_46_2011.pdfPeneliti Senior, Dede Irving Hartoto, PhD. Artikel yang tak kalah menarik adalah

5

Warta Limnologi – No. 46/Tahun XXIV Juli 2011

pemanfaatan, proteksi, mitigasi dan rehabilitasi dalam

sistem konservasi perairan daratan nasional; dsb.

15. Ekologi paparan banjir (Floodplain ecology)

Riset-riset terkait deskripsi integritas ekologis habitat

paparan banjir, proses simultan terjadinya denitrifikasi

dan nitrifikasi; fotoproduksi dari senyawa karbon

inorganic terlarut; fluktuasi tinggi muka air sebagai

driver proses invasi; kekeringan dan resiliensi

komunitas akuatik; dsb.

16. Geomorfologi sistem akuatik Klasifikasi sistem sungai dan danau berdasarkan

kondisi Indonesia; dinamika geomorfologis sistem

danau dan sungai Indonesia; proses geomorfologis

untuk manajemen perairan daratan, morfodinamika

sungai dan danau Indonesia; paleolimnologi

sedimen danau Indonesia; dsbnya.

17. Advances Ichthyology Riset-riset terkait pencirian spawning dan rearing sites; kemoekologi ikan dan kaitannya dengan habitat; model

modul habitat sebagi peramal kesesuaian habitat;

kelimpahan ikan sebagai fungsi struktur spasial dan

kelimpahan pakan; penggunaan alometri dan ukuran

ikan sebagai estimator rasio P/B; alterasi enzim

metabolik pada ikan yang terdedah pencemar; dsb.

18. Ekologi avertebrata bentik Disformasi organ pada makroavertebrata akuatik sebagai

indikator polusi kronis; struktur dan profil tepian sebagai

penentu komunitas makroavertebrata akuatik; faktor

penentu kekayaan spesies makroavertebrata lotik;

serangga dewasa akuatik sebagai kontributor sistem

riparian, peran ekologis dari shredders; dsb.

19. Ekologi landskap perairan daratan Keragaman landskap riverin; fauna lanskap riverin yang

dinamik,; integrasi ekologi landskap dan jejaring

makanan; keseimbangan antara kebutuhan akan energi

hidro dan in stream flow requirement, dsb.

Page 9: & Temperatur tanah (Ts) Temperatur udara (Ta) …limnologi.lipi.go.id/doc/warlim/Warta_3_no_46_2011.pdfPeneliti Senior, Dede Irving Hartoto, PhD. Artikel yang tak kalah menarik adalah

Warta Limnologi

Dewan Redaksi Majalah Warta Limnologi mengundang Bapak/ Ibu untuk dapat mengirimkan makalahnya sesuai dengan ketentuan dibawah ini. Insya Allah terbitan perdana Tahun 2009 akan dilaksanakan pada bulan Desember 2009. WARTA LIMNOLOGI : Warta Limnologi, ISSN 0251-

5168, terbit 4 (empat) bulan sekali, memuat makalah yang bersifat ilmiah semi populer, ulasan atau

komentar, ringkasan hasil penelitian mutakhir, informasi tentang penelitian, buku, majalah, seminar, pelatihan, yang telah/akan dilakukan baik didalam lingkungan P2L maupun diluar P2L, nasional dan internasional.

MAKALAH : Makalah diketik dengan Microsoft Word,

Times News Roman, Fonts 12, ukuran kertas A4, tepi kiri dan atas 4 cm, kanan dan bawah 3 cm, dengan jarak 1 spasi, dalam bahasa Indonesia sesuai dengan EYD. Untuk makalah ilmiah semi populer, minimum 1,5 halaman dan maksimum 3 halaman. Untuk ringkasan maksimum 1,5 halaman.

ALAMAT REDAKSI : Puslit Limnologi-LIPI Cibinong Science Center Jl. Raya Jakarta Bogor KM 46 Telp.021-8757071 Fax: 021-8757076 Cibinong – Bogor 16911 E-mail: [email protected]

TIM REDAKSI :

Susunan Dewan Redaksi Majalah

Warta Limnologi berdasarkan SK

Ketua LIPI Nomor : 499/E/2009

Pemimpin Redaksi :

Dr. Ir. Syahroma Husni, M.Si

Sekretaris:

Yovita Lambang Isti, S.S

Anggota:

1. M. Suhaemi Syawal, S.Si

2. Hadiid Agita Rustini, S.Si

WL

Page 10: & Temperatur tanah (Ts) Temperatur udara (Ta) …limnologi.lipi.go.id/doc/warlim/Warta_3_no_46_2011.pdfPeneliti Senior, Dede Irving Hartoto, PhD. Artikel yang tak kalah menarik adalah

- 6 -

Warta Limnologi – No. 46/TahunXXIV Juli 2011

(Syahroma Husni Nasution, Puslit Limnologi-LIPI) [email protected]

ekhasan ekosistem perairan umum di Sulawesi tidak

terlepas dari peristiwa sejarah yang menyebabkan

pergerakan pulau-pulau di Indonesia pada zaman pra sejarah. Pada Zaman

dahulu, Pulau Sulawesi adalah pulau terbesar di kawasan yang disebut

Kawasan Wallacea dan secara geologis paling rumit karena menjadi tempat hidup bagi fauna campuran Oriental (Asia) dan

Australia serta menjadi arena evolusi berbagai jenis fauna endemik (Coates et

al. 2000). Sejarah Sulawesi dimulai kira-kira

200 juta tahun yang lalu ketika dinosaurus hidup di bumi dan Gondwana land mulai

terpecah-pecah. Pecahan daratan yang luas, terpecah lagi dan didorong ke berbagai arah oleh lempeng di

bawahnya dan terjadi pertemuan sementara antara Asia dan Australia

yang memungkinkan berpindahnya flora dan fauna. Salah satu pecahan ini

mencakup daratan yang kelak membentuk Sulawesi Barat, Sumatera dan lempeng bagian Kalimantan. Peristiwa ini

menyebabkan membeloknya bagian Sulawesi dan semenanjung Utara berputar

hampir 90o ke posisinya sekarang (Kinnaird, 1997). Sementara itu

semenanjung Barat Daya berputar berlawanan dengan arah jarum jam

sebesar 35o yang secara bersamaan membuka Teluk Bone (Whitten et al. 1987). Pemisahan dan pergeseran pulau

menyebabkan perbedaan keanekaraga-man hayati di beberapa pulau.

Di Pulau Sulawesi terdapat danau purba. Danau purba adalah danau yang

telah berusia lebih dari seratus ribu tahun, dan jumlahnya hanya sekitar 20

danau di dunia. Sedangkan danau purba yang usianya lebih dari satu juta tahun hanya berjumlah 10 buah,

termasuk diantaranya Danau Matano,

Mahalona dan Towuti. Danau purba yang terdapat di

Kompleks Malili yaitu Danau Matano, Danau Mahalona, dan danau Towuti

adalah satu-satunya danau purba di dunia yang terhubung satu sama lain (Gambar 1). Ada dua buah danau lagi yang masih

terhubung dengan ketiga danau lainnya adalah Danau Masapi dan Danau

Wawontoa yang disebut juga Danau Lantoa. Danau Matano, Towuti dan

Mahalona adalah danau cascade, dimana Danau Matano terletak di bagian hulu,

Danau Mahalona di bagian tengah serta Danau Towuti di bagian hilir.

Kondisi alamnya yang unik

menyebabkan ketiga danau purba ini memiliki dan menyimpan keanekaragaman

hayati yang unik pula dengan berbagai jenis organisme di dalamnya yang bersifat

endemik. Sebagian besar hewan air yang terdapat di danau-danau tersebut

distribusinya terbatas pada satu atau beberapa danau saja dan tidak ditemukan di danau lainnya (Kottelat,

1991). Ketiga danau ini telah ditetapkan sebagai Kawasan Taman Wisata Alam

berdasarkan keputusan Mentan No. 274/Kpts/Um/1979.

Yang menarik adalah spesies endemik di ketiga danau purba tersebut

masing-masing unik dan berbeda. Kandungan kimia dalam air, karakter tanah merah yang kaya akan zat besi,

diperkirakan berperan penting menyebabkan spesies lain diluar spesies

endemik sulit bertahan hidup di danau purba ini.

Keanekaragaman ikan air tawar di Indonesia adalah yang tertinggi kedua

setelah Brazil, sebanyak 1300 jenis (World Bank, 1998). Keanekaragaman ikan di Indonesia saat ini menghadapi

ancaman dari berbagai aktivitas manusia yang dapat menyebabkan

menurunnya keanekara-gaman ikan-ikan tersebut. Dari 87 jenis ikan Indonesia

yang terancam punah, diketahui 66 spesies (75%) diantaranya adalah ikan

air tawar (Froese and Pauly, 2004). Sebagian besar (68%) dari ikan air

K

PANGKILANG IKAN ENDEMIK

PENGHUNI DANAU PURBA

Page 11: & Temperatur tanah (Ts) Temperatur udara (Ta) …limnologi.lipi.go.id/doc/warlim/Warta_3_no_46_2011.pdfPeneliti Senior, Dede Irving Hartoto, PhD. Artikel yang tak kalah menarik adalah

- 7 -

Warta Limnologi – No. 46/TahunXXIV Juli 2011

tawar yang terancam punah ini adalah

ikan endemik (Kottelat et al., 1993).

Gambar 1. Danau purba di daerah Kompleks

Malili, Sulawesi Selatan (Wirjoatmodjo et al. 2003).

Danau purba yang terdapat di

Kompleks Malili memiliki biodiversity terkaya di Kawasan Sulawesi. Karena

banyaknya keanekaragaman biota akuatik yang ada di dalam danau, maka

tidak mengherankan jika kawasan tersebut menjadi “laboratorium” bagi

para peneliti Indonesia maupun peneliti asing dalam beberapa tahun terakhir.

Selain memiliki sumberdaya ikan

endemik yang berpotensi ekonomi, danau ini juga dimanfaatkan untuk PLTA,

perikanan tangkap, navigasi, ekowisata dan sumber air untuk kebutuhan

domestik. Kondisi ini menunjukkan bahwa danau ini memiliki fungsi penting untuk

mendukung kehidupan masyarakat di sekitarnya, sehingga perlu dikelola agar danau tersebut bisa dimanfaatkan secara

berkelanjutan. Masyarakat di sekitar Danau Towuti memanfaatkan sumber

daya ikan untuk dikonsumsi dalam bentuk kering/asin maupun sebagai ikan hias

dan bahan pakan hewan (Nasution, 2006).

Ikan penghuni danau purba ada beberapa jenis. Ikan Pangkilang merupakan sebutan di Danau Towuti,

sedangkan di Danau Matano disebut ikan Opudi. Pangkilang penghuni danau

purba ini termasuk ke dalam famili

Telmatherinidae. Beberapa jenis ikan yang termasuk ikan Pangkilang danau

purba disajikan pada Tabel 1 dan Gambar 2.

Tabel 1. Jenis ikan yang termasuk ikan Pangkilang yang dijumpai di danau purba

Keterangan: + = ditemukan; - = tidak ditemukan; VU= vulnerable

(rawan punah); D2= data deficient & Mat = Matano; Tow = Towuti; Mah = Mahalona; Lam = Lamtoa; Mas = Masapi

Sumber: Wirjoatmodjo et al. (2003), Kottelat et al. (1993) & Nasution (2004

& 2008)

Gambar 2. Beberapa jenis ikan yang termasuk Pangkilang penghuni danau purba Difoto oleh: Soeroto (2004) & Nasution (2004)

Beberapa penelitian yang telah

dilakukan di salah satu danau purba (Danau Towuti) dari tahun 1991 hingga

2011 dapat dilihat pada Tabel 2. Dari tabel tersebut, terlihat bahwa penelitian yang dilakukan semakin beragam, mulai

dari aspek ekobiologi ikan hingga perumusan dan penerapan kriteria

zonasi kawasan konservasi biota endemik.

Penelitian-penelitian yang telah dilakukan di perairan Danau Towuti

No.

Danau Status

IUCN (2003)

Jenis ikan Mat Tow Mah Lan Mas

1 Telmatherina

celebensis

- + + + + VU, D2

2 T. bonti - + + - - VU, D2

3 T. antoniae + - - - - VU, D2 4 T. prognatha + - - - - VU, D2

5 T. opudi + - - - - VU, D2

6 T. sarasinorum + - - - - VU, D2

7 T. obscura + - - - - VU, D2 8 T. abendanoni + - - - - VU, D2

9 T. wahyui + - - - - VU, D2

10 Telmatherina sp. + - - - - VU, D2

11 Tominanga aurea

- + + - - VU, D2

12 T. sanguicauda - + + - - VU, D2

Telmatherina celebensis Tominanga sanguicauda

T.

bonti

T. sarasinorum T. antoniae Kuning T. antoniae

Biru

Telmatherina celebensis

T. bonti T. antoniae Biru

Page 12: & Temperatur tanah (Ts) Temperatur udara (Ta) …limnologi.lipi.go.id/doc/warlim/Warta_3_no_46_2011.pdfPeneliti Senior, Dede Irving Hartoto, PhD. Artikel yang tak kalah menarik adalah

- 8 -

Warta Limnologi – No. 46/TahunXXIV Juli 2011

dapat diterapkan pada danau purba

lainnnya yang mencakup sumberdaya hayati yang menyangkut perikanan dan

habitat, pemanfaatan sumberdaya perikanan, pola pengelolaan dan

pelestarian sumberdaya perikanan

DAFTAR PUSTAKA Coates, B.J., K.D. Bishop, and D. Gardner. 2000.

Panduan Lapangan Burung-burung di

Kawasan Wallacea. Bird Life International-

Indonesian Programme and Dove

Publication Pty. Bogor. 101 p.

Froese, R. and D. Nauly. 2004. Fishbase. Worl Wide Web electronic publication. www.fishbase.org, version (06/2004).

Kinnaird, M.F. 1997. Sulawesi Utara: Sebuah Panduan Sejarah Alam. Dirjen PHPA,LIPI, Yayasan Pengembangan Wallacea, dan GEF Biodiversity Collections Project. 125 hal.

Kottelat, M. 1991. Sailfin silversides (Pisces :Telmatherinidae) of Lake Matano, Sulawesi, Indonesia, with description of six new species. Ichthyol. Explorer. Freshwaters 1:321-344.

Kottelat, M., A.J. Whitten, S.N. Kartikasari, dan S.Wirjoatmodjo. 1993. Freshwater fishes of Western Indonesia and Sulawesi. Published by Periplus Edition (HK) Ltd. in collaboration with the Environmental Management Development in Indonesia (EMDI) Project, Ministry of State for Population and Environment, Republic of Indonesia, Jakarta. 293 p.

Nasution, S.H. 2004. Conservation of endemic fish species Telmatherina celebensis in Lake Towuti, South Celebes. Proceedings of the International Workshop on Human Dimension of Tropical Peatland Under Global Environmental Changes. Iswandi, H.C.

(aspek perundang-undangan, kelemba-

gaan, penataan ruang, zonasi perikanan dan alternatif teknologi pemacuan stok

perikanan yang sesuai).

Tabel 2. Beberapa penelitian yang telah

dilakukan di salah satu danau purba (DanauTowuti) dari tahun 1991-2011

Widjaja, S.Guhardja, Segah, T. Iwakuma, and M.Osaki (Eds.). Bogor, Indonesia, December 8-9, 2004. p 35-42.

Nasution,S.H. 2006. Pangkilang (Telmatherinidae) ornamental fish: An economic alternative for people around Lake Towuti. Proceedings International Symposium. The Ecology and Limnology of the Malili Lakes on March, 2006 in Bogor-Indonesia. Supported by: PT. INCO Tbk. and Research Center for Limnology, (LIPI).p39-46.

Nasution, S.H. 2008. Distribusi Spasial dan Temporal Ikan Endemik Bonti-bonti (Paratherina striata) di D. Towuti, Sulawesi Selatan. Jurnal Biologi Indonesia, IV(1):91-104.

Wirjoatmodjo, S., Sulistiono, M.F. Rahardjo, I.S. Suwelo, R.K. Hadiaty. 2003. Ecological distribution of endemic fish species in Lakes Poso and Malili Complex, Sulawesi Island. Founded by the Asean Regional Center for Biodiversity Conservation and the European Comission. Bogor. 30 p.

Whitten, A.J., M. Mustafa, and G.S. Henderson. 2002. The Ecology of Sulawesi. Vol IV. First Periplus Edition. Published by Periplus (HK) Ltd. 754 p.

World Bank. 1998. Integrating freshwater biodiversity conservation with development. Some emerging lessons. Natural habitats and ecosystems management series, Paper No. 61. 24 p.

Tahun Peneliti Topik Penelitian Aspek Ekobiologi dan Konservasi

1991 Kottelat, M Telmatherinidae Deskripsi

1992 Okino, et al. Studi Limnologi Kualitas air 1993 Kottelat, M. et al. Beberapa jenis ikan endemik Biodiversitas, deskripsi 1994,2004,2008 Sulastri; Nasution Limnoteknologi Sifat fisik kimiawi D. Matano, Towuti dan Mahalona 1996 Haryani, G.S Beberapa jenis ikan endemik Reproduksi (histologis)

1998 2003

Hartoto, D.I dan Awalina Wirjoatmodjo, S. et al.

Kualitas air danau Ikan endemik

Fisika-kimia air Distribusi ekologi

2003 Sumassetiyadi, A.S T.antoniae Aspek reproduksi

2003 Nasution, S.H dan Sulistiono T.celebensis Kematangan gonad 2003 Furkon, A T. celebensis Kebiasaan makan 2004 Soeroto, B. et al. Beberapa jenis ikan endemik Biodiversitas, reproduksi

2004 Nasution, S.H T. celebensis Ekobiologi

2004 Sulistiono, et al. T. celebensis Domestikasi

2004 Indiarto, Y dan

Nasution, S.H

T. celebensis Hubungan antara makrofita air dengan kelimpahan

ikan

2004 Nasution, S.H. et al. T. celebensis Variasi morfologi

2005a Nasution, S.H T. celebensis Karakteristik reproduksi

2006 Hafner et al. Studi Limnologi Limnologi danau Komplek Malili

Page 13: & Temperatur tanah (Ts) Temperatur udara (Ta) …limnologi.lipi.go.id/doc/warlim/Warta_3_no_46_2011.pdfPeneliti Senior, Dede Irving Hartoto, PhD. Artikel yang tak kalah menarik adalah

- 9 -

Warta Limnologi – No. 46/TahunXXIV Juli 2011

(Tjandra Chrismadha, Puslit Limnologi-LIPI) email [email protected]

itoplankton merupakan kelompok biota

perairan yang memiliki peran penting

dalam kesetimbangan ekosistem perairan darat. Sebagai organisme yang berfotosintesis, fitoplankton

berfungsi sebagai produsen primer yang sangat

menentukan produktivitas

perairan secara keseluruhan.

Oleh karena itu

upaya pengelo-laan sumber

daya perairan yang berkelanjutan memerlukan evaluasi

kondisi kelimpahan dan tingkat produktivitas kelompok biota produsen

ini secara lebih akurat. Upaya-upaya pengukuran tingkat produktivitas fitoplankton banyak dilakukan dengan

menggunakan parameter kandungan klorofil serta kelimpahan sel, meskipun

kedua pararemeter ini masih dianggap belum dapat sepenuhnya mewakili

kondisi yang sebenarnya. Seperti telah diketahui, kandungan

klorofil sel-sel fitoplankton sangat bervariasi, dipengaruhi oleh berbagai faktor tumbuh, seperti ketersediaan unsur

hara, cahaya, fase tumbuh, dan sebagainya. Hal ini menyebabkan

penggunaan parameter klorofil untuk mengukur tingkat produktivitas primer

perairan mempunyai tingkat deviasi yang besar. Demikian juga penggunaan

parameter kelimpahan sel, karena ukuran sel-sel fitoplankton sangat bervariasi, dimana jenis-jenis yang

berukulan kecil pada umumnya lebih cepat tumbuh, maka hasil pengukurannya

dapat memberikan interpretasi yang keliru terhadap status tingkat

produktivitas perairan. Salah satu

parameter yang dianggap lebih akurat untuk merepresentasikan biomassa

fitoplankton adalah jumlah volume sel-selnya, meskipun berbagai variasi akibat

kondisi tumbuh masih ditemukan serta teknik pengukuran yang lebih sulit, khususnya pada beberapa jenis yang

mempunyai bentuk tidak teratur. Namun permasalahan ini dapat diatasi dengan

menyediakan informasi acuan yang dapat merepresentasikan ukuran sel-sel

fitoplankton sehingga dapat menjadi informasi pelengkap data kelimpahan

sel-sel fitoplankton. Untuk mengukur volume sel-sel

fitoplankton yang dapat mewakili jenis-

jenis yang tumbuh di kawasan tropis, telah dilakukan penelitian di

Laboratorium Planktonologi Puslit Limnologi-LIPI. Jenis-jenis fitoplankton

yang diukur berasal dari perairan Situ Cibuntu-Cibinong yang ditumbuhkan

pada kolom air tergenang dan diperkaya unfur fosfornya. Prinsip cara pengukuran fitoplankton dengan

membuat garis acuan yang terukur pada lapang pandang mikroskop sebagai

dasar mengukur panjang sel fitoplankton. Garis acuan yang dipilih diambil dari

kotak haemocytometer, dengan pertimbangan alat tersebut memiliki

ukuran yang standar. Garis acuan difoto dan dipetakan pada lembar data Microsoft Exel, dimana ukuran kotak 5x5

piksel mewakili area 2,5x2,5 mm2. Bila diperlukan dibuat garis pembagi

dengan ukuran 0,5 mm. Foto-foto sel fitoplankton selanjutnya diplotkan pada

lembar data tersebut dan diukur dimensinya dari berbagai sisi yang

representatif. Penghitungan volume sel secara matematis disesuaikan dengan bentuk sel. Pemenggalan sel menjadi

beberapa segmen pengukuran dilakukan pada jenis fitoplankton yang mempunyai

dimensi kompleks. Pengukuran dilakukan masing-masing pada 30 sel agar hasil

yang diperoleh mewakili populasi jenis yang diukur. Volume berbagai jenis

fitoplankton yang diperoleh disajikan pada Tabel 1.

F

VOLUME SEL

FITOPLANKTON

Foto sel-sel diatom di atas

kotak hitung haemocytometer

Page 14: & Temperatur tanah (Ts) Temperatur udara (Ta) …limnologi.lipi.go.id/doc/warlim/Warta_3_no_46_2011.pdfPeneliti Senior, Dede Irving Hartoto, PhD. Artikel yang tak kalah menarik adalah

- 10 -

Warta Limnologi – No. 46/TahunXXIV Juli 2011

Tabel 1. Volume berbagai jenis

fitoplankton Nama Spesies Rata-Rata

Volume (mm3) Simpangan

Baku Nama Spesies Rata-Rata Volume

(mm3) Simpangan

Baku

Bacillariophyceae Chlorophyceae Achantes sp. 256,982 0,909 Cladophora sp. 4088,574 155,248 Amphora pediculus 44,984 0,674 Coelastrum sp. 131,981 5,135 Cymbela affinis 27,697 1,834 Cosmarium contractum 151,633 6,865 Cymbela turgidula 24,163 1,113 Cosmarium phaseolus 285,268 4,285 Diatoma tenue var. Elongatum

368,397 7,298 Cosmarium sp. 218,75 6,250

Encyonema mimata 54,192 10,831 Cosmarium quadrifarium

434,425 8,935

Eunotia lunaris 15,628 0,184 Errerella bornhemiensis 472,898 10,987 Fragilaria sp. 173,853 14,48 Geminella interupta 1797,431 26,384 Melosira aequalis 13910,648 199,773 Gloeocystis ampla 1488,275 235,622 Melosira granulata 11705,873 282,839 Scenedesmus

acuminatus 22,635 0,696

Navicula cuspidata 50,66 1,333 Scenedesmus bijuga 25,248 0,409 Navicula oppugnata 33,78 0,847 Scenedesmus

dimorphus 24,365 0,74

Navicula falaisiensis 28,519 0,686 Scenedesmus quadricauda

24,671 0,368

Navicula hasta 30,568 0,648 Staurodesmus sp. 36,998 10,468 Navicula radiosa 29,102 0,235 Sphaerocystis sp. 165,836 5,002 Navicula thynchocephala

27,896 0,981 Ulotrix cylindricum 14200,194 589,78

Oscilatoria sp. 2689,96 70,68 Ulotrix sp. 14192,159 313,462 Staurosirella ansata 101,997 0,457 Myxophyceae Synedra rumpans 337,097 4,892 Anabaena sp. 993,613 3,46 Synedra ulna var aequalis

337,463 2,802 Chroococcus sp. 12,471 0,538

Chlorophyceae Coelosphaerium sp. 44,954 5,791 Ankistrodesmus falcatus

17,965 1,091 Cylindrospermopsis raciborskii

22,245 1,278

Asterococcus superbus 113,827 1,957 Merismopedia elegans 122,39 3,911 Chlorella sp. 13,158 0,234 Merismopedia glauca 116,785 3,281

Jumlah jenis yang terukur sebanyak 48

jenis mewakili tiga grup fitoplankton.

Meskipun masih belum lengkap, informasi

dimensi sel fitoplankton ini diharapkan

dapat melengkapi instrumen evaluasi

ekologis fitoplankton yang telah banyak

digunakan, yaitu kelimpahan sel, indeks

diversitas dan indeks dominansi serta

konsentrasi klorofil-a. Informasi dimensi

sel dapat lebih meningkatkan kinerja

evaluasi kuantitatif status produktivitas

komunitas fitoplankton dan selanjutnya

memberikan acuan yang lebih akurat

untuk prediksi potensi sumber daya

perairan secara keseluruhan.

Upaya lebih lanjut masih diperlukan

untuk melengkapi data yang diperoleh agar secara komprehensif dapat mewakili komunitas fitoplankton,

khususnya di perairan tropis Indonesia.

Page 15: & Temperatur tanah (Ts) Temperatur udara (Ta) …limnologi.lipi.go.id/doc/warlim/Warta_3_no_46_2011.pdfPeneliti Senior, Dede Irving Hartoto, PhD. Artikel yang tak kalah menarik adalah

- 11 -

Warta Limnologi – No. 46/TahunXXIV Juli 2011

(Unggul Handoko, Puslit Limnologi LIPI)

[email protected]

erubahan iklim global telah terlihat nyata di berbagai permukaan bumi.

Dampak dari proses ini telah kita rasakan dalam berbagai

bentuk. Salah satu indikasi dari perubahan iklim ini terlihat dari adanya

pemanasan global yang berakibat pada berubahnya arah dan kecepatan angin

serta berdampak pada bergesernya musim. Masa tanam sulit ditentukan karena adanya banjir pasang yang

lebih intensif melanda pantai di Jakarta Utara ataupun dikota-kota pantai

lainnya. Pemanasan global juga berakibat pada naiknya muka air laut

yang berdampak pada hilangnya ratusan/ribuan pulau kecil di Indonesia

(Santoso, 2009). Studi deteksi dan sifat perubahan

iklim global semakin meningkat dari

tahun ke tahun. Studi dari deteksi dan sifat dari perubahan iklim global pada

umumnya menitikberatkan pada kejadian curah hujan dan suhu udara

ekstrim (Frich et al. 2002). Curah hujan ekstrim adalah kondisi curah hujan yang

cukup tinggi atau rendah dari rata-rata kondisi normalnya. Secara garis besar, curah hujan ekstrim dapat dibedakan

menjadi curah hujan ekstrim basah dan curah hujan ekstrim kering. Curah hujan

ekstrim basah biasanya terjadi pada bulan-bulan basah (DJF= Desember,

Januari dan Februari) dan curah hujan ekstrim kering biasanya terjadi pada

bulan-bulan kering (JJA = Juni, Juli dan Agustus). Curah hujan ekstrim pada bulan basah yang cukup tinggi dapat

menyebabkan banjir, sedangkan curah hujan ekstrim pada bulan kering dapat

menimbulkan kekeringan (Virsa, 2005). Begitu pentingnya informasi curah

hujan ekstrim untuk antisipasi bencana alam banjir dan kekeringan sebagai

dampak perubahan iklim global, maka

perlu suatu informasi yang menunjukkan keadaan curah hujan ekstrim yang

terjadi di suatu wilayah. Berhubung data-data sekunder curah hujan

biasanya masih tersedia dalam skala waktu harian dan dalam satuan mm/hari, maka perlu pengolahan lebih

lanjut untuk menunjukkan seberapa besar keekstriman curah hujan tersebut. Untuk

mengetahui keekstriman curah hujan di suatu daerah, berikut ini adalah

indikator-indikator yang dapat digunakan sebagai penilaian (Frich et al.

2002): 1. R10, yaitu jumlah hari dengan curah

hujan ≥ 10 mm/hari, satuan yang

digunakan untuk indikator ini adalah hari.

2. R5d, yaitu maksimum dari total curah hujan selama lima hari yang

berurutan, satuan yang digunakan adalah mili meter (mm).

3. CDD (Consecutive Dry Days), yaitu jumlah maksimum hari kering yang berurutan. Hari kering adalah hari

dimana curah hujan yang terjadi pada saat itu < 1mm. Satuan yang

digunakan untuk indikator ini adalah hari.

4. SDII (Simple Daily Intensity Index), yaitu perbandingan antara curah

hujan dalam setahun dengan jumlah hari hujan dalam setahun. Hari hujan didefinisikan sebagai hari dengan

curah hujan ≥ 1 mm/hari. Maksimum CDD dapat digunakan

sebagai indikator ekstrim kering untuk saat-saat kering, misalnya dalam kurun

waktu minimal 30 tahun, sementara jumlah hari dengan curah hujan ≥ 10 mm

(R10) dan SDII dapat digunakan sebagai indikator ekstrim basah dalam kurun waktu yang telah ditentukan (lebih dari

30 tahun). R5d terbesar dalam setahun menunjukkan kejadian curah hujan paling

ekstrim dalam tahun yang bersangkutan dan merupakan indikator curah hujan

yang berpotensi menyebabkan banjir. Indikator-indikator di atas dapat

digunakan untuk menganalisis adanya perubahan iklim global, maka dilakukan

P

INDIKATOR PERUBAHAN IKLIM

GLOBAL DITINJAU DARI CURAH

HUJAN EKSTRIM

Page 16: & Temperatur tanah (Ts) Temperatur udara (Ta) …limnologi.lipi.go.id/doc/warlim/Warta_3_no_46_2011.pdfPeneliti Senior, Dede Irving Hartoto, PhD. Artikel yang tak kalah menarik adalah

- 12 -

Warta Limnologi – No. 46/TahunXXIV Juli 2011

analisis trend. Analisis trend pada setiap

indikator tersebut akan menunjukkan karakteristik curah hujan di daerah yang

menjadi objek kajian penelitian. Penelitan yang dilakukan oleh

Kostopoulau dan Jones (2005) di Eastern Mediteranian menunjukkan bahwa adanya trend yang positif ke arah

curah hujan yang semakin intensif dan jumlah curah hujan yang lebih banyak

dari tahun 1958 hingga 2000. Untuk trend maksimum CDD, juga menunjukkan

trend yang positif. Studi tersebut menunjukkan bahwa dari tahun 1958

hingga 2000 di Eastern Mediteranian, baik ekstrim basah maupun ekstrim kering sama-sama menunjukkan trend

yang positif.

Daftar Pustaka: Frich, P , L.V. Alexander, P.Della-Marta,

B. Gleason, M. Haylock, A.M.G. Kein Tank, and T. Peterson. 2002.

Observed Coherent Changes In Climatic Extremes During The Second Half Of The Twentieth Century.

Journal Climate Research, Vol. 19: 193-212.

Kostopoulou, E and P.D. Jones. 2005.

Assessment of climate extremes in the Eastern Mediterranean.

Meteorology and Atmospheric Physics Journal, 89: 69-85. (http://

www.springerlink.com/content/r74174t32177164v/ , diakses tanggal 28 Januari 2010.

Santoso, Sigit. 2009. Perubahan Iklim Global: Pentingnya Data Geografi,

http://santosa.wordpress.com/2009/02/24/perubahan-iklim-global-

pentingnya-data-geografi/, diakses tanggal 17 Maret 2010.

Virsa, J. 2005. Kejadian Curah Hujan Ekstrim Di Sumatra (Palembang, Jambi dan Lampung), Prosiding

Seminar Nasional Universitas Gadjah Mada Yogjakarta, http://

www.dirgantaralapan.or.id/moklim/publikasi/2005/KEJADIAN%20CUR

AH%20HUJAN%20EKSTRIM%20DI%20SUMATRA.pdf, diakses tanggal

15 Maret 2010.

Page 17: & Temperatur tanah (Ts) Temperatur udara (Ta) …limnologi.lipi.go.id/doc/warlim/Warta_3_no_46_2011.pdfPeneliti Senior, Dede Irving Hartoto, PhD. Artikel yang tak kalah menarik adalah

- 13 -

Warta Limnologi – No. 46/TahunXXIV Juli 2011

Kochi

Tokyo

Mie

Aichi

Nagano

N

Japan

(Luki Subehi, Puslit Limnologi-LIPI)

[email protected]

erubahan dan fluktuasi temperatur air sungai sangat penting bagi ke-

berlangsungan hidup ikan, serangga, vegetasi dan organisme lainnya

(Eaton and Scheller, 1996; Bogan et al. 2003 dan Dunham et al. 2003). Fluktuasi

temperatur air mempengaruhi sifat-sifat fisika, kimia dan biologi suatu perairan

sehingga memberikan dampak pada komposisi suatu spesies. Oleh karena itu, karakteristik temperatur air di DAS bagian

hulu penting untuk diketahui dalam rangka pengelolaan kualitas air (Sridhar et al.

2004 dan Danehy et al. 2005). Hal ini terkait juga dengan perubahan iklim yang

mempengaruhi temperatur (Fukushima et al. 2000 dan Subehi et al. 2010).

Gambar 1 Lokasi penelitan (modifikasi Subehi et al. 2009)

Untuk lebih detail, dilakukan juga pengukuran temperatur tanah di DAS

Kochi 3 dan Kochi 8, Provinsi Kochi,

Jepang Selatan. Luas DAS Kochi 3 adalah

4,9 ha, dengan jenis hutan berupa pohon berdaun lebar (broadleaf), sedangkan

DAS Kochi 8 dengan luas 0,6 ha dengan jenis hutan pohon cemara Jepang (hinoki

atau Japanese cypress). Pengukuran temperatur air (Tw),

udara (Ta) dan tanah (Ts) dilakukan pada

interval 30 menit dengan menggunakan logger (StowAway Tidbit, Onset Computer

Corporation, USA) (Gambar 2). Logger ini

dapat mengukur temperatur dari -20℃

hingga 50℃ dengan akurasi ± 0,4℃.

Pengukuran temperatur udara (Ta) dilakukan pada 1 m di atas permukaan

tanah, sedangkan pengukuran temperatur tanah (Ts) dilakukan pada

tiga titik kedalaman (10 cm, 50 cm dan 70 cm di bawah permukaan tanah) dan

pada lokasi yang sama dengan titik pengukuran Ta di pinggir sungai (Gambar 3a).

Pengukuran debit pada alat pharsal flume diukur dari bulan Juni 2005 hingga

November 2006 menggunakan sensor temperatur dan tinggi muka air berupa

logger dengan kisaran pengukuran antara

-30℃ hingga 70℃ dengan akurasi 3℃

serta tinggi muka air dengan akurasi 1 mm

(TruTrack WT-HR, Intech Instrumen Ltd, Selandia Baru). Sensor ini dipasang pada

pharsal flume yang diletakkan di alur sungai (Gambar 3b).

Data temperatur udara untuk lima

wilayah penelitian diperoleh dari stasiun meteorologi terdekat, AMeDAS

(Automated Meterological Data Acquisition System). Koreksi untuk data temperatur

udara dilakukan berdasarkan perbedaan ketinggian antara titik lokasi penelitian

dengan lokasi stasiun AMeDAS. Analisis korelasi data harian temperatur udara antara AMeDAS dengan pengukuran

lapangan di dua titik sampling (Kochi 3 dan Kochi 8) menunjukkan data AMeDAS

cukup valid (R2=0,967) dan bisa digunakan untuk kelima wilayah penelitian

(Subehiet al. 2009). Debit air diperoleh dari perhitungan persamaan berdasarkan

ukuran dari parshall flume dan tinggi muka air yang diamati (Herschy, 1985).

P

PENGUKURAN TEMPERATUR AIR

DI DAS BAGIAN HULU WILAYAH

JEPANG

Page 18: & Temperatur tanah (Ts) Temperatur udara (Ta) …limnologi.lipi.go.id/doc/warlim/Warta_3_no_46_2011.pdfPeneliti Senior, Dede Irving Hartoto, PhD. Artikel yang tak kalah menarik adalah

- 14 -

Warta Limnologi – No. 46/TahunXXIV Juli 2011

Ta

Ts Tw

Temperatur air (Tw) Temperatur udara (Ta)

& Temperatur tanah (Ts)

J J A S O N D J F M A M J J A S O N

-10

0

10

20

30

40

Tem

pera

ture

(℃

)

J J A S O N D J F M A M J J A S O N

-10

0

10

20

30

40

Tem

pera

ture

(℃

)

Max Tw

Min Tw

Max Tw

Min Tw

11.9 C゚ 17.8 C゚

2005 2006 20062005

Ta

Tw

TaTw

Kochi 3 Kochi 8

Gambar 2. Alat sensor untuk mengukur temperatur

Gambar 3 Kondisi pengukuran temperatur di lapangan

Pada umumnya, Ta dan Tw memiliki

hubungan yang kuat (Subehi and Fakhrudin, 2011). Hasil penelitian memperlihatkan perbedaan temperatur

harian antara udara dan air di Kochi 3 lebih besar daripada di Kochi 8 (Gambar

4). Fenomena ini mengindikasikan bahwa aliran air bawah permukaan/subsurface

flow lebih banyak terjadi di Kochi 3 dibandingkan Kochi 8.

Kondisi vegetasi understory di hutan Hinoki dan berdaun lebar mempengaruhi tingkat infiltrasi. Pada DAS bad

managed hinoki, vegetasi understory berkurang karena kondisi cahaya

rendah, dan permukaan hutan menjadi gundul, mengakibatkan terjadinya aliran

permukaan/surface flow (Onda et al. 2005). Pada broadleaf dengan kondisi

vegetasi understory yang baik, proporsi

Gambar 4. Perbedaan karakteristik temperatur air dan udara di Kochi 3 dan Kochi 8 (modifikasi Subehi et al. 2009)

dari curah hujan akan menginfiltrasi ke

dalam tanah, menyebabkan adanya aliran bawah permukaan (subsurface

flow) dan naiknya level muka air tanah. Hal ini ditunjukkan dari fluktuasi Ts yang

besar pada lapisan bawah permukaan.

Daftar Pustaka Bogan, T., Stefan, H.G., Mohseni, O. 2003. Stream

Temperature- Equilibrium Temperature Relationship. Water Resources Research (39):1245-1257.

Danehy, R.J., Colson, C.G., Parrett, K.B., Duke, S.D. 2005. Patterns and Sources of Thermal Heterogeneity in Small Mountain Streams within A Forested Setting. Forest Ecology and Management (208):287-302.

Dunham, J., Schroeter, R., Rieman, B. 2003. Influence of Maximum Water Temperature on Occurrence of Lahontan Cutthroat Trout within Streams. North American Journal of Fisheries Management (23):1042-1049.

Eaton, G.J., Scheller, R.M. 1996. Effects of Climate Warming on Fish Thermal Habitat in Stream of The United States. Limnology and Oceanography (41): 1109-1115.

Fukushima, T., Ozaki, N., Kaminishi, H., Harasawa, H., Matsushige, K. 2000. Forecasting The Changes in Lake Water Quality in Response to Climate Changes, Using Past Relationships between Meteorological Conditions and Water Quality. Hydrological Processes (14):593-604.

Herschy, R.W. 1985. Stream Measurements, Stream Flow Measurements. Elsevier; London.

Onda, Y., Tsujimura, M., Nonoda, T., Takenaka, C. 2005. Methods for Measuring Infilitration Rate in Forest Floor in Hinoki Plantations. Journal of Japan Society of Hydrology and Water Resources (18): 688-694 (in Japanese).

Sridhar, V., Sansone, A.L., LaMarche, J., Dubin, T., Lettenmaier, D.P. 2004. Prediction of Stream Temperature in Forested Watersheds. Journal of the American Water Resources Association (40):197-213.

Subehi, L., Fakhrudin, M. 2011. Preliminary Study of the Changes in Water Temperature at Pond Cibuntu. Journal of Ecology and the Natural Environment (3):72-77.

Subehi, L., Fukushima, T., Onda, Y., Mizugaki, S., Gomi, T., Kosugi, K., Hiramatsu, S., Kitahara, H., Kuraji, K., Terajima, T. 2010. Analysis of Stream Water Temperature Changes during Rainfall Events in Forested Watersheds. Limnology (11):115-124.

Subehi, L., Fukushima, T., Onda, Y., Mizugaki, S., Gomi, T., Terajima, T., Kosugi, K., Hiramatsu, S., Kitahara, H., Kuraji, K., Ozaki, N. 2009. Influences of Forested Watershed Conditions on Fluctuations in Stream Water Temperature with Special Reference to Watershed Area and Forest Type. Limnology (10):33-45.

Page 19: & Temperatur tanah (Ts) Temperatur udara (Ta) …limnologi.lipi.go.id/doc/warlim/Warta_3_no_46_2011.pdfPeneliti Senior, Dede Irving Hartoto, PhD. Artikel yang tak kalah menarik adalah

- 15 -

Warta Limnologi – No. 46/TahunXXIV Juli 2011

Syahroma Husni Nasution

telah mengikuti Seminar Nasional

Geomatika, Pengelolaan Sumberdaya

dan Penanggulangan Bencana Alam:

Peluang dan Tantangan Informasi Geospasial

yang diselenggarakan oleh Balai

Penelitian Geomatika BAKOSURTANAL

pada tanggal 5-6 April 2011 di Cibinong.

Kebutuhan akan data geospasial pada

saat ini semakin mengemuka di

masyarakat. Kebutuhan Indonesia akan

data spasial ini semakin nyata dirasakan

ketika terjadi peristiwa kebencanaan yang

kerap kali menimpa bagian wilayah

Indonesia. Geospasial adalah sifat

keruangan yang menunjukkan posisi atau

lokasi suatu objek atau kejadian yang

berada di bawah, pada atau di atas

permukaan bumi dengan posisi

keberadaannya mengacu pada sistem

koordinat nasional. Data Geospasial

adalah data yang mengidentifikasi lokasi

geografis dan/atau karakteristik objek

alam dan/atau buatan manusia yang

berada di bawah, pada, atau di atas

permukaan bumi. Informasi Geospasial

adalah data geospasial yang sudah

diolah sehingga dapat digunakan sebagai

alat bantu dalam perumusan kebijakan,

pengambilan keputusan dan pelaksanaan

kegiatan yang berhubungan dengan

keruangan.

Sektor pembangunan yang

memerlukan Informasi Geospasial:

a. Sektor Pertanian: kesesuaian lahan,

manajemen panen, monitoring

penyakit tanaman dan perumusan

kebijakan ketahanan pangan.

b. Sektor Kehutanan: perumusan

kebijaksanaan hutan, penegasan

batas hutan, kawasan hutan,

pemantauan kebakaran hutan dan

konservasi/reboisasi.

c. Sektor Perikanan: identifikasi wilayah

potensi ikan, pola arus air laut,

konsentrasi zooplankton dan sebaran

infrastruktur perikanan.

d. Sektor Pertambangan: keperluan

eksplorasi (peta geologi, topografi,

geofisik), manajemen eksploitasi

minyak/gas bumi dan mineral.

e. Sektor Pemerintahan: memerlukan

informasi geospasial lainnya untuk

menunjang tugasnya yang bersifat

rutin maupun pembangunan seperti

peta dasar nasional, pertahanan, tata

ruang, lingkungan hidup dan

penegasan batas wilayah darat/laut.

f. Sektor Swasta: sektor swasta semakin

luas memanfaatkan informasi

geospasial dalam bisnisnya yang tidak

terbatas pada sektor primer, tetapi di

sektor jasa dan manufaktur, misalnya

menentukan rute pengangkutan

barang dan menentukan lokasi

bank/agent/distributor.

Dengan berbagai manfaat Informasi

Geospasial diberbagai sektor, maka

telah disahkan UU No. 4 Tahun

2011 tentang Informasi Geospasial

oleh Presiden RI pada tanggal 12

April 2011.

Sekilas Warta

Page 20: & Temperatur tanah (Ts) Temperatur udara (Ta) …limnologi.lipi.go.id/doc/warlim/Warta_3_no_46_2011.pdfPeneliti Senior, Dede Irving Hartoto, PhD. Artikel yang tak kalah menarik adalah

- 16 -

Warta Limnologi – No. 46/TahunXXIV Juli 2011

Djamhuriyah S. Said.

Ikan Hias Marosatherina ladigesi dan

Rasbora argyrotaenia masuk TMII.

Hari ulang tahun Taman Mini Indonesia

Indah (TMII) ke 35 April 2010 kali ini

mengangkat topik Biodiversiti Flora Fauna

Indonesia. Sehubungan dengan itu Dunia

Air Tawar (DAT)-TMII sebagai salah satu

anjungan yang sangat berperan dalam

urusan fauna (Ikan Air Tawar) mengambil

peran besar dan bekerjasama dengan

PIHI (Perhimpunan Ikan Hias Indonesia).

PIHI telah mengenal Pusat Penelitian

Limnologi-LIPI sebagai salah satu instansi

di lingkungan LIPI yang sangat perhatian

terhadap ikan hias (khususnya ikan hias air

tawar asli Indonesia).

Sehubungan dengan itu PIHI bekerjasama

dengan DAT-TMII, juga didukung oleh

Kementrian Kelautan dan Perikanan

(KKP)/Ditjend. Konservasi Pesisir dan

Pulau-Pulau Kecil menggelar suatu acara

Semi Loka Pengelolaan Biodiversiti dan

Sumber Daya Ikan tanggal 21 April 2010.

Pada acara tersebut Kepala Pusat

Penelitian Limnologi-LIPI (Dr. Ir. Gadis Sri

Haryani) diminta sebagai pembicara

utama dengan judul Pemetaan Wilayah

Penyebaran Plasma Nutfah Ikan Hias

Endemik Indonesia Berdasarkan Garis

Wallace.

Dalam menyongsong ultah ini juga, Puslit

Limnologi-LIPI diminta oleh DAT-TMII untuk

dapat berperan aktif menyumbangkan

ikan hasil penelitiannya. Dipilih ikan

Marosatherina ladigesi dan Rasbora

argyrotaenia. Ikan hias pelangi (M.

ladigesi) atau dengan nama umum Celebes

Rainbow merupakan jenis ikan yang

menjadi lambang organisasi PIHI,

sedangkan ikan R. argyrotaenia dengan

nama umum Silver Rasbora telah sulit

ditemukan di Jawa Barat.

Acara penyerahan kedua jenis ikan

tersebut dilakukan oleh Deputi Ilmu

Pengetahuan Kebumian-LIPI (Prof. Dr. Hery

Harjono) kepada Direktur Operasional

TMII pada hari Minggu tanggal 25 April

2010 di depan para pejabat KKP, PIHI,

TMII, pejabat lainnya dan para undangan.

Triyanto dan Fajar Setiawan.

Pendidikan dan Pelatihan Survei

Hidrografi. Pelatihan diselenggarakan

oleh Badan Kordinasi Survei dan

Pemetaan Nasioanl pada 25-29 April

2011. Pelatihan yang dilakukan terdiri

dari kegiatan pembelajaran di kelas dan

kegiatan praktek lapangan. Materi

pelatihan yang diberikan meliputi:

1. Sistem Kordinat

2. Proyeksi Peta

3. Penentuan Posisi dengan GPS

4. Survei Hidrografi I

5. Surevei Hidrogarfi II

6. Pengetahuan Alat

7. Praktek Lapangan

8. Pengolahan Data, dan

9. Penyajian Data

Pelatihan Survei Hidrografi bertujuan

untuk memberikan pengetahuan dan

ketrampilan kepada para peserta untuk

dapat melaksanakan kegiatan survei

hidrografi dalam beberapa keperluan

seperti pembuatan peta batimetri,

penentuan garis pantai, pengukuran

pasang surut dan kegiatan survei

hidrografi lainnya. Pelatihan survei

hidrografi ini adalah yang pertama

dilakukan dan merupakan pelatihan

Page 21: & Temperatur tanah (Ts) Temperatur udara (Ta) …limnologi.lipi.go.id/doc/warlim/Warta_3_no_46_2011.pdfPeneliti Senior, Dede Irving Hartoto, PhD. Artikel yang tak kalah menarik adalah

- 17 -

Warta Limnologi – No. 46/TahunXXIV Juli 2011

tahap dasar yang akan disempurnakan

dengan pelatihan lanjutan yang masih

dalah proses perencanaan.

Sebagai bagian dari kegiatan pelatihan

telah dilakukan Praktek Lapangan

berupa Survei Lapangan dan Pengolahan

Data. Pada Survei Lapangan dilakukan

survey ke teluk Jakarta (Pantai Marina-

Ancol). Kegiatan yang dilakukan meliputi

pemeruman, pengukuran garis pantai,

pemantauan pasang surut dan

pengamatan data SVP. Peralatan yang

digunakan adalah Echosounder

singlebeam, Recheiver GPS, Rambu Pasut,

Kamera dan alat tulis.

1. Pemeruman adalah kegiatan

pengukuran kedalaman perairan

dengan menggunakan alat bantu

akustik. Metode pemeruman yang

dilakukan pada survei ini,

menggunakan metode singlebeam.

Dari hasil survei akan diperoleh

kedalaman dasar laut hasil survei,

posisi [latitude, longitude] dari titik

yang dibidik saat survei. Data survei

tersebut masih harus dikoreksikan

dengan data lain, diantaranya

koreksi data pasut agar kedalaman

yang diperoleh benar-benar

dihitung dari Chart Datum (CD),

koreksi data Draft Transducer dan

SV (Sound Velocity) untuk

memperoleh kedalaman yang bebas

dari kesalahan sistematis.

2. Pemantauan Pasut dan Data SVP

Pengamatan Pasut dilakukan

dengan melakukan pencatatan

manual terhadap rambu pasut yang

di pasang di lokasi pengamatan

pasut. Interval pencatatan pasut

yaitu 30 menit. Dari data hasil

pengamatan dapat dihitung koreksi

kedalaman terhadap Chart datum.

Data SVP (Sound Velocity Proffiler)

diperoleh dari data pangamatan

SVP yang digunakan (1540 m/s)

dan dibandingkan dengan default

sound velocity gelombang akustik

(1500 m/s), sebagai data koreksi.

3. Pengukuran Garis Pantai

Pengukuran garis pantai dilakukan

dengan melakukan penyisiran di

sepanjang tepi pantai, dengan

melakukan marking pada Mean

Highest Water Level dan pertemuan

antara darat dan laut.

4. Proses pengolahan data

Proses pengolahan data merupakan

bagian akhir dari survei hidrografi,

dengan menyajikan informasi berupa

peta kontur kedalaman. Perangkat

lunak yang digunakan dalam proses

pengelohan data antara lain adalah

microsoft exel untuk keperluan editing

data dan, surfer 8 untuk visualisasi

hasil survei.