bab iv hasil dan pembahasan a. hasil 1. kondisi lokasi...
TRANSCRIPT
32
Sri Ika Yuniarti, 2012 Seleksi Tumbuhan Remediator Logam Kromium Di Daerah Industri Sukaregang Garut
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. HASIL
1. Kondisi Lokasi dan Stasiun Pengamatan
Lokasi pengambilan sampel yaitu sukaregang terletak di Kelurahan
Kota Wetan, Kecamatan Garut, Kabupaten Daerah Tingkat II Garut
merupakan daerah yang ditetapkan sebagai areal industri penyamakan kulit.
Seluas 4,77 ha digunakan untuk kegiatan industri penyamakan kulit tersebut
(Dinas Tata Ruang, 2000). Sungai di daerah Sukaregang secara fisik tampak
berwarna abu dan berbau. Kondisi sungai cimanuk yang terlihat sangat
tercemar ini disebabkan karena sungai ini merupakan tempat pembuangan
limbah dari berbagai pabrik yang berada di bagian hulu atau di sekitar sungai
tersebut. Sungai ini juga digunakan sebagai tempat pembuangan sampah dan
berbagai limbah rumah tangga. Industri-industri yang terdapat di sekitar
sungai tersebut antara lain adalah industri penyamakan kulit.
2. Tumbuhan Fitoremediasi
Hasil studi terdahulu,ditemukan bebagai macam tumbuhan yang hidup
di daerah belantaran sungai sukaregang garut. Tumbuhan tersebut yaitu
Wedeliia trilobata, Ipomoea batata, Ageratum, Pennisetum.Cynodon sp,
Digitaria ciliaris, Drymaria cordata, Paspalumconjugatum, Solanum
ningrum, Stachytarhela jamaicensis. Hasil perhitungan analisis vegetasi
berdasarkan studi terdahulu di dapatkan 4 jenis tumbuhan yang memiliki
33
Sri Ika Yuniarti, 2012 Seleksi Tumbuhan Remediator Logam Kromium Di Daerah Industri Sukaregang Garut
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
indeksi nilai penting yang tertinggi yang terdapat di daerah pinggiran sungai
Sukaregang Garut. Adapun empat jenis tumbuhan tersebut adalah Wedeliia
trilobata, Ipomoea batata, Ageratum, Pennisetum Tumbuhan ini tersebar di
ketiga stasiun pengambilan sampel.
a. Ageratum conizoides (babadotan)
Ageratum conyzoides L. merupakan tumbuhan dari famili Asteraceae.
Tumbuhan ini di berbagai daerah di Indonesia memiliki nama yang berbeda
antara lain di Jawa disebut babadotan, di Sumatera dikenal daun tombak, dan
di Madura disebut wedusan. Tumbuhan ini merupakan herba menahun, tegak
dengan ketinggian 30 - 80 cm dan mempunyai daya adaptasi yang tinggi,
sehingga mudah tumbuh di mana-mana dan sering menjadi gulma yang
merugikan para petani. Namun di balik itu Ageratum dapat digunakan sebagai
obat, pestisida dan herbisida, bahkan untuk pupuk dapat meningkatkan hasil
produksi tanaman. Tumbuhan Ageratum memiliki sistem klasifikasi sebagai
berikut:
Kingdom : Plantae
Super Divisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Sub Kelas : Asteridae
Ordo : Asterales
Famili : Asteraceae
Genus : Ageratum
Spesies : Ageratum conyzoides L.
34
Sri Ika Yuniarti, 2012 Seleksi Tumbuhan Remediator Logam Kromium Di Daerah Industri Sukaregang Garut
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Gambar 4.1. Tumbuhan Ageratum
(Sumber: Dokumen Pribadi)
b. Ipomoea batata.
Ubi jalar atau ketela rambat atau “sweet potato” diduga berasal dari
Benua Amerika. Para ahli botani dan pertanian memperkirakan daerah asal
tanaman ubi jalar adalah Selandia Baru, Polinesia, dan Amerika bagian
tengah. Nikolai Ivanovich Vavilov, seorang ahli botani Soviet, memastikan
daerah sentrum primer asal tanaman ubi jalar adalah Amerika Tengah. Ubi
jalar mulai menyebar ke seluruh dunia, terutama negara-negara beriklim
tropika pada abad ke-16. Menurut Cronqruist (1981:895), tumbuhan Ipomoea
batata memiliki sistem klasifikasi sebagai berikut:
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta
Super Divisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Sub kelas : Asteridae
Ordo : Solanales
Famili : Convolvulaceae
Genus : Ipomoea
Spesies : Ipomoea batatas.
35
Sri Ika Yuniarti, 2012 Seleksi Tumbuhan Remediator Logam Kromium Di Daerah Industri Sukaregang Garut
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Gambar 4.2. Tumbuhan Ipomoea batata
(Sumber: Dokumentasi Pribadi)
c. Wedeliia trilobata
Tanaman ini termasuk dalam tanaman dikotil sehingga perakarannya
adalah tunggang. Salah satu keunikan dari tanaman ini ialah akar dapat
tumbuh pada ruas-ruas batangnya. Hal ini disebabkan karena tanaman ini
tumbuh dengan merayap di atas permukaan tanah. Tumbuhan Wedeliia
trilobata memiliki sistem klasifikasi sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisio : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Asterales
Famili : Asteraceae
Genus : Wedelia
Spesies : Wedelia trilobata
36
Sri Ika Yuniarti, 2012 Seleksi Tumbuhan Remediator Logam Kromium Di Daerah Industri Sukaregang Garut
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Gambar 4.3. Tumbuhan Wedelia trilobata
(Sumber: Dokumentasi Pribadi)
d. Pennisetum sp
Spesies ini merupakan Jenis tanaman rumput-rumputan yang berperan
dalam pengawetan tanah dan air adalah yang dapat berfungsi ganda yaitu
berkemampuan untuk membantu mencegah berlangsungnya erosi dan dapat
pula bermanfaat bagi hijauan makanan ternak. Rumput gajah merupakan
alternatifnya.Tanaman rumput-rumputan dapat digunakan dalam usaha
pengawetan tanah dan atau pencegahan erosi dikarenakan :
a. Tanaman rumput-rumputan dapat tumbuh dengan cepat sehingga dalam
waktu pendek tanah telah dapat tertutupi oleh tanaman tersebut secara rapat
dan tebal.
b. Bagian atas dari tanaman (daun-daunan) mampu melindungi permukaan
tanah dari percikan air hujan dan memperlambat aliran permukaan.
c. Bagian bawah tanaman (perakaran) dapat memperkuat resistensi tanah dan
membantu melancarkan infiltrasi air kedalam tanah.
Menurut Cronqruist (1981:895), tumbuhan Pennisetum sp memiliki
sistem klasifikasi sebagai berikut:
Subkingdom : Tracheobionta
Super Divisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Sub kelas : Commelinidae
Ordo : Poales
Famili : Poaceae
37
Sri Ika Yuniarti, 2012 Seleksi Tumbuhan Remediator Logam Kromium Di Daerah Industri Sukaregang Garut
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Genus : Pennisetum
Spesies : Pennisetum sp
3. Pengukuran Faktor abiotik
Faktor abiotik yang diukur dalam penelitian yaitu kelembaban tanah,
suhu udara, pH tanah, dan intensitas cahaya. Rata-rata kelembaban tanah, suhu
udara, pH tanah, dan intensitas cahaya dapat dilihat pada Tabel 4.1
Tabel 4.1 Rata-rata faktor abiotik stasiun I, II, II
Lokasi/Stasiun Faktor abiotik
Kelembaban
tanah
Suhu udara
(oC)
pH tanah Intensitas
cahaya (lux)
I 80 ± 8,2 28 ± 2 6,3 ± 0,1 583 ± 34,1
II 85 ± 13,2 29 ± 1 5,8 ± 6,2 531 ± 28,4
III 80 ± 10 28 ± 1 6,5 ± 0,4 630 ± 42
Berdasarkan Tabel 4.1 dapat dilihat perbedaan rata-rata faktor abiotik
tiap-tiap stasiun. Faktor kelembaban tanah yang tertinggi terdapat pada stasiun
II (85 ± 13,2), sedangkan terendah terdapat di stasiun I (80 ± 8,2) dan III
(80 ± 10), sedangkan suhu udara di ketiga stasiun normal yaitu di atas 27oC.
ketiga stasiun juga memiliki perbedaan rata-rata pH tanah di setiap stasiun,
dimana stasiun I dan III pHtanah tergolong normal karena mendekati 7,
sedangkan stasiun II mendekati pH tanah rendah. Sedangkan intensitas cahaya
tertinggi terdapat pada stasiun III 630 ± 42 dan terendah terdapat pada stasiun
II (531 ± 28,4).
38
Sri Ika Yuniarti, 2012 Seleksi Tumbuhan Remediator Logam Kromium Di Daerah Industri Sukaregang Garut
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
4. Pengukuran Kandungan Cromium (Cr)
a. Kandungan Cr pada Tanah
Rata-rata kandungan Cr tanah pada ketiga stasiun tumbuhnya keempat
jenis tumbuhan menunjukan hasil yang berbeda di setiap stasiun. Rata-rata
kandungan Cr tanah di ketiga stasiun dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Rata-rata Kandungan Kromium Pada Tanah
Sampel tanah/ Stasiun Kandungan kromium tanah (ppm)
I 349,3125 50,41 a
II 256,66 10,09 b
III 114,63 69,83 c
Berdasarkan pada Tabel 4.2 Kandungan konsentrasi Cr tertinggi
terdapat pada satsiun I yaitu 349,3125 50,41 a, kemudian stasiun II 256,66
10,09 b dan yang terendah terdapat pada stasiun III yaitu 114,63 69,83.
Hasil statistik menunjukan adanya perbedaan yang signifikan dari kandungan
Cr tanah pada setiap stasiun. Kandungan Cr menurun mengikuti pola stasiun
dimana stasiun I lebih tinggi di bandingkan stasiun II dan stasiun III.
b. Kandungan Cr pada organ tumbuhan dari semua jenis tumbuhan
Rata-rata kandungan Cr pada organ tumbuhan dari keempat jenis
tumbuhan yang ditemukan dari ketiga stasiun dapat dilihat pada Tabel 4.3
39
Sri Ika Yuniarti, 2012 Seleksi Tumbuhan Remediator Logam Kromium Di Daerah Industri Sukaregang Garut
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Tabel 4.3 Rata-rata kandungan Cr pada organ dari empat jenis tumbuhan
Stasiun Jenis Tumbuhan Cr Organ Tumbuhan (ppm)
DAUN BATANG AKAR
1
Wedellia trilobata 24,83 ± 8,51 29,61 ± 10,29 93,81 ± 5,86
Ageratum
conyzoides L
16,06 ± 8,06 20,67 ± 6,37 86,42 ± 8,29
Ipomoea batata 20,30 ± 8,96 24,76 ± 5,59 91,14 ± 6,23
2
Wedellia trilobata 13,88 ± 5,97 16,24 ± 7,77 80,53 ± 8,87
Pennisetum SP 13,69 ± 2,46 16,72 ± 4,09 87,39 ±11,09
Ipomoea batata 13,64 ± 5,40 13,03 ± 6,63 78,29 ± 9,24
3
Pennisetum SP 7,23 ± 4,17 5,97 ± 1,65 65,78 ±
11,12
Wedellia trilobata 13,42 ± 4,70 8,14 ± 3,77 70,59 ± 1,56
Berdasarkan Tabel 4.3, Nilai rata-rata kandungan Cr pada setiap organ
yaitu daun, batang dan akar pada empat jenis tumbuhan yang ditemukan di
masing-masing stasiun semakin menurun. Hal ini disebabkan karena adanya
perbedaan jarak antara stasiu 1, 2 dan 3 dari sumber pencemaran Cr. Nilai
signifikan kadar Cr organ daun, batang dan akar yang diperoleh dari uji
nonparametrik Mann-Whitney pada tingkat kepercayaan 95% (α<0,05). Hal
tersebut menunjukan adanya pebedaan yang signifikan (α=0,05) antara kadar
Cr pada organ dari masing-masing stasiun.
Rata-rata kandungan Cr pada keempat jenis tumbuhan yang
ditemukan dari ketiga stasiun dapat dilihat pada Tabel 4.4
40
Sri Ika Yuniarti, 2012 Seleksi Tumbuhan Remediator Logam Kromium Di Daerah Industri Sukaregang Garut
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Tabel 4.4 Rata-rata Kandungan Cr pada Setiap Jenis Tumbuhan
Pada Tabel 4.4 dapat dilihat rata-rata kandungan Cr dari jenis
tumbuhan yang ditemukan di masing-masing stasiun. Menurut hasil tersebut,
kandungan Cr yang tertinggi terdapat pada tumbuhan Ageratum sp (41,05 ±
34,72 ppm) sedangkan yang terendah terdapat dalam tumbuhan Pennisetum sp
(33,35 ± 32,92 ppm). Uji statistik menunjukan bahwa keempat jenis tanaman
yang ditemukan di ketiga stasiun memiliki kandungan Cr yang tidak berbeda
secara signifikan.
c. Efesiensi Penyerapan Logam Cr pada Tumbuhan
Uji kemampuan akumulasi logam Cr, dilakukan dengan menghitung
persen efesiensi remediasi dari empat jenis tumbuhan yang ditemukan
berdasarkan stasiun pengamatan dapat dilihat pada Tabel 4.5
Jenis tumbuhan Kandungan Cr (ppm)
Ipomoea batata 40,19 ± 33,42
Ageratum conyzoides L 41,05 ± 34,72
Wedellia trilobata 38,63 ± 32,36
Pennisetum sp 33,35 ± 32,92
41
Sri Ika Yuniarti, 2012 Seleksi Tumbuhan Remediator Logam Kromium Di Daerah Industri Sukaregang Garut
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Tabel 4.5 Nilai efesiensi empat jenis tumbuhan berdasarkan stasiun
pengamatan
Stasiun Jenis tumbuhan Nilai efesiensi
Stasiun I
Wedellia trilobata 42,44%
Ageratum conyzoides L 35,25%
Ipomoea batata 38,99%
Stasiun II
Wedellia trilobata 43,11%
Pennisetum sp 45,89%
Ipomoea batata 40,89%
Stasiun III
Pennisetum sp 68,89%
Wedellia trilobata 80,38%
Berdasarkan pada Tabel 4.5, menunjukan bahwa tumbuhan yang
memiliki efesiensi tertinggi sebagai tumbuhan remediasi yaitu , Wedellia
trilobata (80,38%) , Pennisetum sp (68,89%) yang terdapat pada stasiun III.
Uji kemampuan akumulasi logam Cr, dilakukan dengan menghitung
persen efesiensi remediasi oleh empat jenis tumbuhan yang ditemukan dapat
dilihat pada Tabel 4.
42
Sri Ika Yuniarti, 2012 Seleksi Tumbuhan Remediator Logam Kromium Di Daerah Industri Sukaregang Garut
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Tabel 4.6 Nilai efesiensi empat jenis tumbuhan
Berdasarkan pada Tabel 4.6, menunjukan bahwa tumbuhan yang
memiliki efesiensi tertinggi sebagai tumbuhan remediasi berturut-turut yaitu ,
Pennisetum sp (17,96%), Wedellia trilobata (16,08 %) , Ipomoea batata
(13,26%), dan yang paling terendah dimiliki oleh tumbuhan Ageratum
(11,75%).
B. PEMBAHASAN
1. Kondisi Lokasi Penelitian
Kondisi lokasi pengambilan sampel di daerah sungai Sukaregang
Garut sangat berbeda. Perbedaan fisik tersebut sangat jelas terlihat pada
kondisi sumber pengairan. Kondisi air sungai di ketiga stasiun sangat kotor dan
berwarna hitam, tetapi pada stasiun I dan II air sungainya berbau sedangkan
stasiun III tidak berbau. Hal ini menyebabkan bahwa pada stasiun I merupakan
daerah yang paling dekat dengan sumber pembuangan limbah, stasiun II
merupakan daerah perumahan, dimana masyarakat membuang limbah rumah
tangga langsung ke sungai tersebut dan juga terdapat beberapa industri yang
Jenis tumbuhan Efesiensi
remediasi (%)
Ipomoea batata 13,26 %
Ageratum conyzoides L 11,75 %
Wedellia trilobata 16,08%
Pennisetum sp 17,96%
43
Sri Ika Yuniarti, 2012 Seleksi Tumbuhan Remediator Logam Kromium Di Daerah Industri Sukaregang Garut
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
membuang limbahnya langsung ke badan sungai, sedangkan stasiun III
merupakan daerah persawahan dan banyak terlihat sampah-sampah yang
terdapat di sepanjang badan sungai.
Kondisi perairan yang terlihat tercemar di daerah Sukaregang tersebut
nampaknya disebabkan karena banyak pabrik yang membuang limbahnya ke
sungai ini. Pabrik-pabrik tersebut antara lain penyamakan kulit, pabrik tekstil
serta beberapa pabrik lainnya. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Kurnia et al.
(2004:253), banyak para pelaku industri biasanya membuang limbah ke badan
air atau sungai dengan atau tampa melalui proses pengelolahan terlebih dahulu.
Pembuangan limbah ke badan sungai tersebut tampa dilakukan pengelolahan
atau penanggulangan lebih lanjut akan menyebabkan badan sungai menjadi
kotor dan berbau. Air yang tercemar menunjukan ciri-ciri tertentu seperti
keruh, berwarna, berbau, pH jauh dari normal, sebagai bahan kimia berbahaya
serta Mikroorganisme yang dapat menggangu pengguna air.
2. Tumbuhan Agen Fitoremediasi
Berdasarkan hasil analisis, kandungan Cr pada tanah di setiap stasiun
sangat berbeda signifikan akan tetapi jenis tumbuhan yang hidup di setiap
stasiun memiliki jenis yang hampir sama namun ada tumbuhan yang berbeda di
setiap stasiun. Pada stasiun I yang memiliki kandungan Cr paling tinggi,
tumbuhan yang lebih dominan hidup yaitu Wedeliia trilobata (INP 49,57),
Ageratum conyzoides L (INP 37,03) dan Ipomoea batata (INP 33,64). Pada
stasiun II yang memiliki kandungan Cr pada tanahnya lebih rendah dari stasiun
44
Sri Ika Yuniarti, 2012 Seleksi Tumbuhan Remediator Logam Kromium Di Daerah Industri Sukaregang Garut
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
I, tumbuhan yang dominan hidup yaitu Wedeliia trilobata (INP 44,01),
Pennisetum sp (INP 41,15) dan Ipomoea batata (INP 32,77). Sedangkan pada
stasiun III yang jauh dari pembuangan industri yang memiliki kandungan Cr
paling rendah dari stasiun I dan II, jenis tumbuhan yang diminan hidup yaitu
Pennisetum sp (INP 73,23) dan Wedeliia trilobata (INP 44,11).
Tidak semua tumbuhan bertahan hidup pada kondisi tanah yang sudah
tercemar logam berat salah satunya yaitu logam kromium. Tumbuhan yang
dapat hidup di tanah yang sudah tercemar yaitu tumbuhan yang dapat
beradaptasi dan mengakumulasi pencemaran tanah dengan logam kromium.
Semua jenis tumbuhan memiliki kemampuan dalam mengakumulasi logam
berat kromium sehingga berbeda pula jenis tumbuhan yang hidup disekitar
sungai yang sudah tercemar oleh logam berat jenis kromium. Tumbuhan yang
dapat bertahan hidup tersebut dapat berpotensi untuk mengurangi atau
menghilangkan zat pencemar/ logam berat pencemar di dalam tanah.
Salah satu ciri dari tumbuhan fotoremediasi adalah dapat hidup pada
kondisi tanah yang tercemar logam berat. Sehingga 4 jenis tumbuhan yang
hidup dominan di atas memiliki potensi sebagai tumbuhan fitoremediasi sebab
tumbuhan ini memiliki kemampuan untuk bisa bertahan hidup di sepanjang
pinggiran sungai yang tercemar logam kromium.
3. Kandungan Cr Tanah
Dari hasil analisis kandungan Cr pada tanah, terlihat adanya
perbedaan pada setiap stasiun lokasi pengambilan sampel (Tabel 4.2). pada
ketiga stasiun, kandungan Cr tertinggi terdapat pada stasiun I, kemudian
45
Sri Ika Yuniarti, 2012 Seleksi Tumbuhan Remediator Logam Kromium Di Daerah Industri Sukaregang Garut
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
menurun pada stasiun II dan stasiun III. Hasil ini menunjukan bahwa semakin
jauh dari sumber pembuangan limbah, kandungan Cr pada tanah semakin
berkurang. Hal ini disebabkan karena unsur Cr yang terkandung di dalam air
akan terendam lebih banyak pada tanah yang paling dekat oleh sumber
tersebut. Oleh sebab itu, maka dapat di pahami mengapa pada stasiun I
kandungan Cr tanahnya lebih tinggi di bandingkan dengan stasiun II dan III.
Topografi lokasi yang tidak merata, dimana air sungai mengalir
melalui jalan air ke tempat yang lebih rendah. Keadaan ini memungkinkan air
sungai tetap membasahi seluruh stasiun dengan intensitas yang sama atau
hampir sama di setiap waktunya. Menurunnya kandungan Cr pada tanah
seiring dengan jauhnya jarak dari sumber pengairan, kemungkinan di
sebabkan dari proses pengendapan yang terjadi secara ilmiah, dimana unsur-
unsur yang terkandung dalam tanah akan mengendap di sepanjang sedimen
yang dilaluinya. Menurut Hutagalung (1991), logam-logam lingkungan pada
umumnya berada dalam bentuk ion. Ion-ion itu ada yang merupakan ion-ion
bebas, pasangan ion organik, ion-ion Cr dan bentuk ion-ion lainnya. Terjadi
pengendapan Cr pada tanah dapat disebabkan karena logam berat mempunyai
sifat yang mudah mengikat bahan organik selanjutnya mengendap didasar
perairan dan berikatan dengan partikel-partikel sedimen, sehingga konsentrasi
logam berat dalam sedimen semakin tinggi sedangkan konsentrasi di air
menjadi semakin berkurang.
Kandungan Cr yang tinggi pada tanah di stasiun I menggambarkan
bahwa tanah di daerah tersebut telah mencapai tingkan akumulasi Cr yang
46
Sri Ika Yuniarti, 2012 Seleksi Tumbuhan Remediator Logam Kromium Di Daerah Industri Sukaregang Garut
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
cukup tinggi. Pembuangan air limbah yang mengandung Cr dalam waktu yang
cukup lama diduga sebagai penyebab utamanya. Menurut Notohadiprawiro
(1999:13), kondisi pengairan akan mempengaruhi kondisi tanah pada suatu
lokasi, baik sifat maupun morfologinya. Air yang mengandung logam berat
dalam jumlah yang tinggi akan meningkatkan kandungan logam berat pada
sedimen yang dilaluinya.
Pada stasiun II yang merupakan daerah dekat perumahan ditemukan
juga kandungan Cr pada tanahnya. Meskipun kandungannya masih jauh di
bawah kandungan Cr tanah pada stasuin I, namun kandungan ini cukup tinggi.
kandungan Cr yang cukup tinggi di stasiun ini dapat disebabkan karena
kemungkinan adanya sumbangan limbah yang berasal dari limbah rumah
tangga mengikat sungai mengalir melewati pemukiman penduduk. Air sungai
yang mengandung limbah Cr tersebut kemudian mengendap di tanah. Menurut
Setyowati (2007), pemukiman padat penduduk menghasilkan limbah rumah
tangga yang berpotensi besar dalam mentransfer logam berat ke perairan,
karena sebagian besar penduduk akan membuang limbahnya ke sungai.
Mulyanto (2007) menyebutkan bahwa korosi pipa saluran air dan peralatan
rumah tangga juga menyumbangkan pasokan logam berat ke perairan.
Stasiun III yang jauh dari industri, ditemukan juga kandungan Cr pada
tanahnya walaupun jumlahnya lebih rendah dari stasiun I dan II. Hal ini
disebabkan karena tanah di pengaruhi oleh beberapa faktor seperti adanya
keragaman, heterogenitas dan perbedaan habitat mikro tanah pada masing-
masing jarak stasiun di lokasi tersebut. Menurut Huang dan Schnitzer (2004)
menyatakan bahwa pada jarak pada jarak yang sangat dekat (<1 mm)
komposisi partikel, jumlah air, jenis air, hara, gas pH dan kekuatan ion serta
47
Sri Ika Yuniarti, 2012 Seleksi Tumbuhan Remediator Logam Kromium Di Daerah Industri Sukaregang Garut
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
karakteristik fisikokimia tanah dapat bervariasi. Berikut di bawah ini
merupakan rata-rata kandungan kromium dalam tanah pada setiap stasiun
disajikan pada Gambar 4.5
Gambar. 4.5. Rata-rata kandungan Cr tanah pada setiap stasiun
Berdasarkan hal tersebut di atas, tentu sangat memungkinkan
terjadinya distribusi logam Cr pada jarak yang berbeda tidak sama. Faktor lain
yang juga dapat mempengaruhi perbedaan pendistribusian logam Cr adalah
erosi tanah pada saat musim hujan terutama pada tanah yang miring, sehingga
dapat menyebabkan hilangnya sebagian endapan logam yang telah terkandung
pada lapisan tanah tersebut (Connel & Miller, 1995). Disamping itu pula,
distribusi bahan pencemar berdasarkan kecepatan dan luar daerah tercemar
sangat bergantung pada keadaan geografi dan meteorology setempat (Wardana,
2005).
4. Kandungan Cr pada Organ Tumbuhan
Berdasarkan hasil dapat dilihat bahwa rata-rata kandungan Cr pada
organ daun, batang dan akar dari keempat jenis tumbuhan yang ditemukan
berbanding lurus dengan jarak stasiun pengambilan sampel. Semakin dekat
0
50
100
150
200
250
300
350
400
ST I ST II ST IIIkan
du
nga
n k
rom
ium
dal
am
tan
ah
lokasi penelitian
48
Sri Ika Yuniarti, 2012 Seleksi Tumbuhan Remediator Logam Kromium Di Daerah Industri Sukaregang Garut
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
jarak stasiun pengambilan sampel tumbuhan dengan sumber pencemaran Cr,
rata-rata kandungan Cr pada organ dari keempat tumbuhan tersebut cenderung
mengalami peningkatan. Peningkatan rata-rata kandungan Cr organ tersebut
dari jarak stasiun 1, 2, dan 3 dapat dilihat pada gambar 4.2
Gambar 4.5 Rata-rata Kandungan Cr pada Organ Daun, Batang, Akar dari
Keempat Jenis Tumbuhan yang Di Temukan pada Ketiga Stasiun
Berdasarkan Gambar 4.5, terlihat adanya perbedaan yang signifikan
antara kandungan Cr dalam daun, batang dan akar dari keempat tumbuhan
yang ditemukan di setiap stasiun. Kandungan Cr pada organ di keempat jenis
tumbuhan umumnya menurun mengikuti pola stasiun I>stasiun II>stasiun III,
di mana kandungannya seiring dengan jauhnya stasiun dari sumber pengairan.
Perbedaan kandungan Cr dalam organ tumbuhan di setiap stasiunnya
berhubungan dengan adanya perbedaan kandungan Cr tanah pada stasiun-
stasiun tersebut. Tingginya kandungan Cr pada organ daun, batang dan akar di
stasiun I disebabkan karena kandungan logam pada tanah di stasiun I lebih
0102030405060708090
100
Wed
ellia
tri
lob
ata
Age
ratu
m
Ipo
mo
ea b
atat
a
Wed
ellia
tri
lob
ata
Pen
nis
etu
m S
P
Ipo
mo
ea b
atat
a
Pen
nis
etu
m S
P
Wed
ellia
tri
lob
ata
1 2 3
ORGAN TUMBUHAN DAUN
ORGAN TUMBUHAN BATANG
ORGAN TUMBUHAN AKAR
49
Sri Ika Yuniarti, 2012 Seleksi Tumbuhan Remediator Logam Kromium Di Daerah Industri Sukaregang Garut
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
tinggi dibandingakan dengan stasiun II dan III (Tabel 4.2). stasiun I merupakan
stasiun yang paling dekat dengan sumber pembuangan limbah industri,
sehingga tumbuhan yang berada pada stasiun ini mengalami kontak langsung
yang lebih cepat dengan Cr, sehingga Cr yang lebih banyak terserap oleh
tumbuhan di stasiun ini. Dibanding dengan stasiun III, di samping karena
kaandungan Cr tanah yang rendah, kurangnya intensitas dan kontak dengan
sumber pembuang limbah menyebabkan kandungan Cr dalam tanah tidak
banyak terserap oleh tumbuhan. Akan tetapi berdasarkan uji statistik bahwa ke
empat jenis tumbuhan dalam menyerap logam kromium tidak berbeda
signifikan. hal tersebut di sebabkan karena lokasi pengambilan sampel dari
keempat tumbuhan sama-sama tercemar. Kandungan Cr pada tumbuhan lebih
rendah dibandingan dengan kadar Cr di dalam tanah. Hal ini dikarenakan tanah
merupakan komponen utama yang akan dilalui oleh logam berat yang
didistribusikan melalui berbagai sumber.
Menurut Salisbury dan Ross (1995:139) bahwa spesies tumbuhan
secara genetis sangat beragam kemampuannya untuk toleran atau tidak toleran
terhadap unsur yang tak toleran seperti kroimum, timbal, cadmium, dan
sebagainya pada jumlah yang dapat meracuni. Menurut Shresta (2003:52),
kemampuan tumbuhan untuk resisten terhadap logam berat ditentukan secara
genetis dan dapat berubah karena proses adaptasi. Pada beberapa spesies unsur
logam berat diserap dalam jumlah yang terbatas, sehingga merupakan upaya
penghindaran daripada toleransi (Taylor, 1987 dalam Salisbury dan Ross,
1995:139). Menurut Darmono (1995:15), akumulasi logam dalam tumbuhan
50
Sri Ika Yuniarti, 2012 Seleksi Tumbuhan Remediator Logam Kromium Di Daerah Industri Sukaregang Garut
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
tidak hanya tergantung pada kandungannya dalam tanah, tetapi juga tergantung
pada unsur kimia dalam tanah, jenis logam, dan spesies tumbuhan.
Tidak semua tumbuhan bertahan hidup pada kondisi tanah yang sudah
tercemar logam berat salah satunya yaitu logam kromium. Tumbuhan yang
dapat hidup di tanah yang sudah tercemar yaitu tumbuhan yang dapat
beradaptasi dan mengakumulasi pencemaran tanah dengan logam kromium.
Semua jenis tumbuhan memiliki kemampuan dalam mengakumulasi logam
berat kromium sehingga berbeda pula jenis tumbuhan yang hidup disekitar
sungai yang sudah tercemar oleh logam berat jenis kromium. Tumbuhan yang
dapat bertahan hidup tersebut dapat berpotensi untuk mengurangi atau
menghilangkan zat pencemar/ logam berat pencemar di dalam tanah.
Penyerapan Cr berawal pada sel-sel akar. Akar memiliki aksudat
yang mengandung asam organik untuk membentuk kompleks bersama Cr,
sehingga menyebabkan Cr lebih mudah diambil oleh tumbuhan (Bartlett dan
James, 1988 dalam Panda dan Choudhury, 2005:100). Ion Cr (VI) masuk ke
dalam sel melalui protein transpor pada membran plasma. Protein transpor
yang dilalui oleh Cr (VI) yaitu protein chanel atau protein pembawa (carrier)
yang biasa digunakan untuk transpor sulfat atau Fe (III). Transport logam Cr
dalam akar menuju bagian pucuk tumbuhan, yaitu melalui bantuan transport
ligan dalam membran akar. Transport ligan tersebut kemudian membentuk
kompleks transport dengan logam yang akan menembus xylem dan terus
menuju sel daun. Setelah sampai di daun maka kompleks transpor ligan dengan
logam akan melewati plasmalemma, sitoplasma, dan tonoplasma untuk
51
Sri Ika Yuniarti, 2012 Seleksi Tumbuhan Remediator Logam Kromium Di Daerah Industri Sukaregang Garut
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
memasuki vakuola. Di dalam vakuola, kompleks transport tersebut bereaksi
dengan bagian terminal kompleks akseptor ligan untuk membentuk kompleks
akseptor logam. Kemudian transport ligan dilepas dan kompleks logam
terakumulasi dengan vakuola (Brooks, 1997 dalam Fuadi, 2007).
Menurut Fitter (1991 dalam Fuadi, 2007) salah satu mekanisme yang
mungkin dilakukan oleh tumbuhan dalam menghadapi konsentrasi toksis
logam berat adalah lokalisasi baik secara intraseluler dan ekstraseluler yang
biasanya terjadi pada akar. Cary et al. (1975:300) menjelaskan bahwa
tumbuhan mengakumulasi Cr dari larutan nutrien, tetapi menahan Cr tersebut
di dalam akar. Kromium yang terserap langsung dilokalisasikan pada organ
akar dalam bentuk yang kurang toksik. Menurunnya tingkat toksisitas Cr
diduga karena Cr tersebut menjadi immobile. Kroimum immobile ditahan oleh
senyawa yang mampu mengikat Cr seperti yang dipaparkan oleh Cary et al.
(1975:300), bahwa rintangan yang menghalangi translokasi Cr dari akar
menuju tajuk tumbuhan adalah adanya kompleks asam organik yang mengikat
Cr dan menyimpannya ke vakuola sel akar. Akumulasi Cr pada akar tumbuhan
mungkin disebabkan oleh adanya pengendapan oksida atau hidroksida pada
permukaan akar (Cary et al. 1975:301).
Kandungan Cr yang tergantung dalam daun mungkin juga disebabkan
oleh proses penyerapan yang terjadi di dalam akar. Penelitian yang dilakukan
oleh Schmidt (1996:807) memperlihatkan bahwa ternyata Cr terakumulasi
banyak di akar dan sangat sedikit diakumulasi ke daun. Nda (Suwondo,
2005:54) menyebutkan bahwa terjadinya akumulasi di akar juga disebabkan
52
Sri Ika Yuniarti, 2012 Seleksi Tumbuhan Remediator Logam Kromium Di Daerah Industri Sukaregang Garut
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
karena di akar terjadi serapan ion secara aktif, sehingga ion-ion logam tersebut
secara aktif terakumulasi di dalam epidermis akar. Sedangkan, kecenderungan
tingginya Kandungan Cr pada organ batang dibandingkan pada organ daun
kemungkinan disebabkan karena mekanisme berbeda yang terjadi pada
tumbuhan itu sendiri. Seperti penelitian Huffan dan Allaway (1973 dalam
Cervantez et al., 2001:337) menyebutkan bahwa pada kacang, Cr terakumulasi
hanya 0,1 % pada biji dan 98% terakumulasi pada akar.
Menurut Fitter & Hay (1991), ada 4 jenis mekanisme utama yang
mungkin dilakukan tumbuhan untuk menghadapi lingkungan toksis, yaitu:
a. Penghindaran (escape) fenologis, apabila stress yang terjadi pada
tumbuhan yang bersifat musiman, tumbuhan dapat menyesuaikan
hidupnya, sehingga tumbuh dalam musim yang cocok saja.
b. Eksklusi, tumbuhan dapat mengenal ion toksik dan mencegah agar tidak
terambil sehingga tidak mengalami toksisitas.
c. Penanggulangan (ameliorasi), tumbuhan mungkin mengabsorbsi ion
tersebut tetapi bertindak sedemikian rupa untuk meminimumkan
pengaruhnya. Jenisnya meliputi: pembentukan khelat (Chelation),
pengenceran, lokalitas bahkan ekskresi.
d. Toleransi, tumbuhan dapat mengembangkan sistem metabilosme yang
dapat berfungsi pada konsentrasi toksis yang potensial dengan molekul
enzim.
Berdasarkan hasil penelitian, diduga bahwa keempat tumbuhan yang
ditemukan pada masing-masing stasiun lokasi melakukan suatu mekanisme
53
Sri Ika Yuniarti, 2012 Seleksi Tumbuhan Remediator Logam Kromium Di Daerah Industri Sukaregang Garut
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
penanggulangan materi toksik (ameliorasi) dengan melakukan lokalisasi
dengan mengakumulasi ion logamnya pada bagian tertentu seperti pada daun,
batang dan akar. Selain itu,akumulasi Cr yang tinggi terdapat pada organ akar
yang merupakan jalur utama dalam penyerapan Cr melalui tanah. Akibat
pengaruh kecepatan absorbsi yang berubah-ubah (sesuai dengan kondisi
lingkungan), maka sering kali Cr terendap dibagian batang sebelum sampai
pada jaringan daun yang lebih jauh. Hasil ini juga sesuai dengan pernyataan
Cheng (2003), bahwa pola kandungan Cr pada tanaman bervariasi dan pada
umumnya mengikuti pola akar>batang>daun>bunga>buah>biji.
Kandungan Cr pada ke empat jenis tanaman yang ditemukan,
Wedeliia trilobata, Ageratum conyzoides L, Ipomoea batata, Pennisetum di
ketiga lokasi penelitian tidak berbeda secara signifikan (Tabel 4.4). Hal ini
disebabkan karena ketiga stasiun penelitian merupakan daerah tercemar limbah
industri penyamakan kulit sehingga kandungan Cr pada setiap jenis
tumbuhannya juga tidak berbeda secara signifikan. Selain faktor adanya
pencemaran akibat limbah industri, kondisi lingkungan serta pemukiman juga
turut mempengaruhi fisik air ketiga stasiun. Di stasiun II, beberapa meter dari
lokasi pegambilan sampel terlihat banyak rumah-rumah penduduk yang
terbentang di sepanjang sungai. Pada setiap beberapa meter di tepi sungai
terlihat adanya aliran-aliran limbah rumah tangga yang dialirkan langsung ke
sungai. Selain itu, banyaknya sampah yang menumpuk di sepanjang badan
sungai disebabkan karena warga di sekitar daerah ini belum memiliki tempat
pembuangan akhir sampah (TPA), sehingga sebagian besar sampah yang
54
Sri Ika Yuniarti, 2012 Seleksi Tumbuhan Remediator Logam Kromium Di Daerah Industri Sukaregang Garut
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
dibuang di sungai tersebut selain dikumpulkan lalu dibakar. Begitu juga
dengan stasiun III yang banyak terdapat sampah di sepanjang sungai.
5. Efesiensi Logam Cr pada Tumbuhan
Berdasarkan hasil pengamatan Tabel 4.5, menunjukan bahwa efesiensi
penyerapan logam Cr tertinggi berdasarkan stasiun pengamatan terdapat pada
tumbuhan Wedellia trilobata (80,38± %) yang terdapat pada stasiun III dan
efesiensi terendah terdapat pada tumbuhan Ageratum conyzoides L (35,25 ± %)
pada stasiun I. Sedangkan berdasarkan Tabel 4.6, jenis tumbuhan yang
memiliki nilai efesiensi tertinggi terdapat pada tumbuhan Pennisetum sp (17,96
± ) dan terendah dumiliki oleh tumbuhan Ageratum conyzoides L (11,75 ±).
Tumbuhan yang memiliki efesiensi yang tinggi terhadap logam Cr berbanding
lurus dengan daya serap logam. Efesiensi logam Cr pada tumbuhan meningkat
seiring dengan tingginya kandungan logam pada tanah. Berdasarkan hasil
yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa tumbuhan yang ditemukan di ketiga
stasiun yaitu Wedellia trilobata, Ageratum conyzoides L , Ipomoea batata,
Pennisetum, dapat menjadi alternatif tumbuhan agen fitoremediasi sebab
tumbuhan tersebut memiliki nilai efesiensi yang tinggi dalam menurunkan
konsentrasi Cr sehingga dapat memperbaiki kualitas tanah disekitar sungai
Sukaregang Garut.