bab iv hasil dan pembahasan a. hasil 1. kondisi lokasi...

23
32 Sri Ika Yuniarti, 2012 Seleksi Tumbuhan Remediator Logam Kromium Di Daerah Industri Sukaregang Garut Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Kondisi Lokasi dan Stasiun Pengamatan Lokasi pengambilan sampel yaitu sukaregang terletak di Kelurahan Kota Wetan, Kecamatan Garut, Kabupaten Daerah Tingkat II Garut merupakan daerah yang ditetapkan sebagai areal industri penyamakan kulit. Seluas 4,77 ha digunakan untuk kegiatan industri penyamakan kulit tersebut (Dinas Tata Ruang, 2000). Sungai di daerah Sukaregang secara fisik tampak berwarna abu dan berbau. Kondisi sungai cimanuk yang terlihat sangat tercemar ini disebabkan karena sungai ini merupakan tempat pembuangan limbah dari berbagai pabrik yang berada di bagian hulu atau di sekitar sungai tersebut. Sungai ini juga digunakan sebagai tempat pembuangan sampah dan berbagai limbah rumah tangga. Industri-industri yang terdapat di sekitar sungai tersebut antara lain adalah industri penyamakan kulit. 2. Tumbuhan Fitoremediasi Hasil studi terdahulu,ditemukan bebagai macam tumbuhan yang hidup di daerah belantaran sungai sukaregang garut. Tumbuhan tersebut yaitu Wedeliia trilobata, Ipomoea batata, Ageratum, Pennisetum.Cynodon sp, Digitaria ciliaris, Drymaria cordata, Paspalumconjugatum, Solanum ningrum, Stachytarhela jamaicensis. Hasil perhitungan analisis vegetasi berdasarkan studi terdahulu di dapatkan 4 jenis tumbuhan yang memiliki

Upload: hathien

Post on 09-Mar-2019

216 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

32

Sri Ika Yuniarti, 2012 Seleksi Tumbuhan Remediator Logam Kromium Di Daerah Industri Sukaregang Garut

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL

1. Kondisi Lokasi dan Stasiun Pengamatan

Lokasi pengambilan sampel yaitu sukaregang terletak di Kelurahan

Kota Wetan, Kecamatan Garut, Kabupaten Daerah Tingkat II Garut

merupakan daerah yang ditetapkan sebagai areal industri penyamakan kulit.

Seluas 4,77 ha digunakan untuk kegiatan industri penyamakan kulit tersebut

(Dinas Tata Ruang, 2000). Sungai di daerah Sukaregang secara fisik tampak

berwarna abu dan berbau. Kondisi sungai cimanuk yang terlihat sangat

tercemar ini disebabkan karena sungai ini merupakan tempat pembuangan

limbah dari berbagai pabrik yang berada di bagian hulu atau di sekitar sungai

tersebut. Sungai ini juga digunakan sebagai tempat pembuangan sampah dan

berbagai limbah rumah tangga. Industri-industri yang terdapat di sekitar

sungai tersebut antara lain adalah industri penyamakan kulit.

2. Tumbuhan Fitoremediasi

Hasil studi terdahulu,ditemukan bebagai macam tumbuhan yang hidup

di daerah belantaran sungai sukaregang garut. Tumbuhan tersebut yaitu

Wedeliia trilobata, Ipomoea batata, Ageratum, Pennisetum.Cynodon sp,

Digitaria ciliaris, Drymaria cordata, Paspalumconjugatum, Solanum

ningrum, Stachytarhela jamaicensis. Hasil perhitungan analisis vegetasi

berdasarkan studi terdahulu di dapatkan 4 jenis tumbuhan yang memiliki

33

Sri Ika Yuniarti, 2012 Seleksi Tumbuhan Remediator Logam Kromium Di Daerah Industri Sukaregang Garut

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

indeksi nilai penting yang tertinggi yang terdapat di daerah pinggiran sungai

Sukaregang Garut. Adapun empat jenis tumbuhan tersebut adalah Wedeliia

trilobata, Ipomoea batata, Ageratum, Pennisetum Tumbuhan ini tersebar di

ketiga stasiun pengambilan sampel.

a. Ageratum conizoides (babadotan)

Ageratum conyzoides L. merupakan tumbuhan dari famili Asteraceae.

Tumbuhan ini di berbagai daerah di Indonesia memiliki nama yang berbeda

antara lain di Jawa disebut babadotan, di Sumatera dikenal daun tombak, dan

di Madura disebut wedusan. Tumbuhan ini merupakan herba menahun, tegak

dengan ketinggian 30 - 80 cm dan mempunyai daya adaptasi yang tinggi,

sehingga mudah tumbuh di mana-mana dan sering menjadi gulma yang

merugikan para petani. Namun di balik itu Ageratum dapat digunakan sebagai

obat, pestisida dan herbisida, bahkan untuk pupuk dapat meningkatkan hasil

produksi tanaman. Tumbuhan Ageratum memiliki sistem klasifikasi sebagai

berikut:

Kingdom : Plantae

Super Divisi : Spermatophyta

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Sub Kelas : Asteridae

Ordo : Asterales

Famili : Asteraceae

Genus : Ageratum

Spesies : Ageratum conyzoides L.

34

Sri Ika Yuniarti, 2012 Seleksi Tumbuhan Remediator Logam Kromium Di Daerah Industri Sukaregang Garut

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Gambar 4.1. Tumbuhan Ageratum

(Sumber: Dokumen Pribadi)

b. Ipomoea batata.

Ubi jalar atau ketela rambat atau “sweet potato” diduga berasal dari

Benua Amerika. Para ahli botani dan pertanian memperkirakan daerah asal

tanaman ubi jalar adalah Selandia Baru, Polinesia, dan Amerika bagian

tengah. Nikolai Ivanovich Vavilov, seorang ahli botani Soviet, memastikan

daerah sentrum primer asal tanaman ubi jalar adalah Amerika Tengah. Ubi

jalar mulai menyebar ke seluruh dunia, terutama negara-negara beriklim

tropika pada abad ke-16. Menurut Cronqruist (1981:895), tumbuhan Ipomoea

batata memiliki sistem klasifikasi sebagai berikut:

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta

Super Divisi : Spermatophyta

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Sub kelas : Asteridae

Ordo : Solanales

Famili : Convolvulaceae

Genus : Ipomoea

Spesies : Ipomoea batatas.

35

Sri Ika Yuniarti, 2012 Seleksi Tumbuhan Remediator Logam Kromium Di Daerah Industri Sukaregang Garut

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Gambar 4.2. Tumbuhan Ipomoea batata

(Sumber: Dokumentasi Pribadi)

c. Wedeliia trilobata

Tanaman ini termasuk dalam tanaman dikotil sehingga perakarannya

adalah tunggang. Salah satu keunikan dari tanaman ini ialah akar dapat

tumbuh pada ruas-ruas batangnya. Hal ini disebabkan karena tanaman ini

tumbuh dengan merayap di atas permukaan tanah. Tumbuhan Wedeliia

trilobata memiliki sistem klasifikasi sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisio : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Asterales

Famili : Asteraceae

Genus : Wedelia

Spesies : Wedelia trilobata

36

Sri Ika Yuniarti, 2012 Seleksi Tumbuhan Remediator Logam Kromium Di Daerah Industri Sukaregang Garut

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Gambar 4.3. Tumbuhan Wedelia trilobata

(Sumber: Dokumentasi Pribadi)

d. Pennisetum sp

Spesies ini merupakan Jenis tanaman rumput-rumputan yang berperan

dalam pengawetan tanah dan air adalah yang dapat berfungsi ganda yaitu

berkemampuan untuk membantu mencegah berlangsungnya erosi dan dapat

pula bermanfaat bagi hijauan makanan ternak. Rumput gajah merupakan

alternatifnya.Tanaman rumput-rumputan dapat digunakan dalam usaha

pengawetan tanah dan atau pencegahan erosi dikarenakan :

a. Tanaman rumput-rumputan dapat tumbuh dengan cepat sehingga dalam

waktu pendek tanah telah dapat tertutupi oleh tanaman tersebut secara rapat

dan tebal.

b. Bagian atas dari tanaman (daun-daunan) mampu melindungi permukaan

tanah dari percikan air hujan dan memperlambat aliran permukaan.

c. Bagian bawah tanaman (perakaran) dapat memperkuat resistensi tanah dan

membantu melancarkan infiltrasi air kedalam tanah.

Menurut Cronqruist (1981:895), tumbuhan Pennisetum sp memiliki

sistem klasifikasi sebagai berikut:

Subkingdom : Tracheobionta

Super Divisi : Spermatophyta

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Sub kelas : Commelinidae

Ordo : Poales

Famili : Poaceae

37

Sri Ika Yuniarti, 2012 Seleksi Tumbuhan Remediator Logam Kromium Di Daerah Industri Sukaregang Garut

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Genus : Pennisetum

Spesies : Pennisetum sp

3. Pengukuran Faktor abiotik

Faktor abiotik yang diukur dalam penelitian yaitu kelembaban tanah,

suhu udara, pH tanah, dan intensitas cahaya. Rata-rata kelembaban tanah, suhu

udara, pH tanah, dan intensitas cahaya dapat dilihat pada Tabel 4.1

Tabel 4.1 Rata-rata faktor abiotik stasiun I, II, II

Lokasi/Stasiun Faktor abiotik

Kelembaban

tanah

Suhu udara

(oC)

pH tanah Intensitas

cahaya (lux)

I 80 ± 8,2 28 ± 2 6,3 ± 0,1 583 ± 34,1

II 85 ± 13,2 29 ± 1 5,8 ± 6,2 531 ± 28,4

III 80 ± 10 28 ± 1 6,5 ± 0,4 630 ± 42

Berdasarkan Tabel 4.1 dapat dilihat perbedaan rata-rata faktor abiotik

tiap-tiap stasiun. Faktor kelembaban tanah yang tertinggi terdapat pada stasiun

II (85 ± 13,2), sedangkan terendah terdapat di stasiun I (80 ± 8,2) dan III

(80 ± 10), sedangkan suhu udara di ketiga stasiun normal yaitu di atas 27oC.

ketiga stasiun juga memiliki perbedaan rata-rata pH tanah di setiap stasiun,

dimana stasiun I dan III pHtanah tergolong normal karena mendekati 7,

sedangkan stasiun II mendekati pH tanah rendah. Sedangkan intensitas cahaya

tertinggi terdapat pada stasiun III 630 ± 42 dan terendah terdapat pada stasiun

II (531 ± 28,4).

38

Sri Ika Yuniarti, 2012 Seleksi Tumbuhan Remediator Logam Kromium Di Daerah Industri Sukaregang Garut

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

4. Pengukuran Kandungan Cromium (Cr)

a. Kandungan Cr pada Tanah

Rata-rata kandungan Cr tanah pada ketiga stasiun tumbuhnya keempat

jenis tumbuhan menunjukan hasil yang berbeda di setiap stasiun. Rata-rata

kandungan Cr tanah di ketiga stasiun dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Rata-rata Kandungan Kromium Pada Tanah

Sampel tanah/ Stasiun Kandungan kromium tanah (ppm)

I 349,3125 50,41 a

II 256,66 10,09 b

III 114,63 69,83 c

Berdasarkan pada Tabel 4.2 Kandungan konsentrasi Cr tertinggi

terdapat pada satsiun I yaitu 349,3125 50,41 a, kemudian stasiun II 256,66

10,09 b dan yang terendah terdapat pada stasiun III yaitu 114,63 69,83.

Hasil statistik menunjukan adanya perbedaan yang signifikan dari kandungan

Cr tanah pada setiap stasiun. Kandungan Cr menurun mengikuti pola stasiun

dimana stasiun I lebih tinggi di bandingkan stasiun II dan stasiun III.

b. Kandungan Cr pada organ tumbuhan dari semua jenis tumbuhan

Rata-rata kandungan Cr pada organ tumbuhan dari keempat jenis

tumbuhan yang ditemukan dari ketiga stasiun dapat dilihat pada Tabel 4.3

39

Sri Ika Yuniarti, 2012 Seleksi Tumbuhan Remediator Logam Kromium Di Daerah Industri Sukaregang Garut

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Tabel 4.3 Rata-rata kandungan Cr pada organ dari empat jenis tumbuhan

Stasiun Jenis Tumbuhan Cr Organ Tumbuhan (ppm)

DAUN BATANG AKAR

1

Wedellia trilobata 24,83 ± 8,51 29,61 ± 10,29 93,81 ± 5,86

Ageratum

conyzoides L

16,06 ± 8,06 20,67 ± 6,37 86,42 ± 8,29

Ipomoea batata 20,30 ± 8,96 24,76 ± 5,59 91,14 ± 6,23

2

Wedellia trilobata 13,88 ± 5,97 16,24 ± 7,77 80,53 ± 8,87

Pennisetum SP 13,69 ± 2,46 16,72 ± 4,09 87,39 ±11,09

Ipomoea batata 13,64 ± 5,40 13,03 ± 6,63 78,29 ± 9,24

3

Pennisetum SP 7,23 ± 4,17 5,97 ± 1,65 65,78 ±

11,12

Wedellia trilobata 13,42 ± 4,70 8,14 ± 3,77 70,59 ± 1,56

Berdasarkan Tabel 4.3, Nilai rata-rata kandungan Cr pada setiap organ

yaitu daun, batang dan akar pada empat jenis tumbuhan yang ditemukan di

masing-masing stasiun semakin menurun. Hal ini disebabkan karena adanya

perbedaan jarak antara stasiu 1, 2 dan 3 dari sumber pencemaran Cr. Nilai

signifikan kadar Cr organ daun, batang dan akar yang diperoleh dari uji

nonparametrik Mann-Whitney pada tingkat kepercayaan 95% (α<0,05). Hal

tersebut menunjukan adanya pebedaan yang signifikan (α=0,05) antara kadar

Cr pada organ dari masing-masing stasiun.

Rata-rata kandungan Cr pada keempat jenis tumbuhan yang

ditemukan dari ketiga stasiun dapat dilihat pada Tabel 4.4

40

Sri Ika Yuniarti, 2012 Seleksi Tumbuhan Remediator Logam Kromium Di Daerah Industri Sukaregang Garut

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Tabel 4.4 Rata-rata Kandungan Cr pada Setiap Jenis Tumbuhan

Pada Tabel 4.4 dapat dilihat rata-rata kandungan Cr dari jenis

tumbuhan yang ditemukan di masing-masing stasiun. Menurut hasil tersebut,

kandungan Cr yang tertinggi terdapat pada tumbuhan Ageratum sp (41,05 ±

34,72 ppm) sedangkan yang terendah terdapat dalam tumbuhan Pennisetum sp

(33,35 ± 32,92 ppm). Uji statistik menunjukan bahwa keempat jenis tanaman

yang ditemukan di ketiga stasiun memiliki kandungan Cr yang tidak berbeda

secara signifikan.

c. Efesiensi Penyerapan Logam Cr pada Tumbuhan

Uji kemampuan akumulasi logam Cr, dilakukan dengan menghitung

persen efesiensi remediasi dari empat jenis tumbuhan yang ditemukan

berdasarkan stasiun pengamatan dapat dilihat pada Tabel 4.5

Jenis tumbuhan Kandungan Cr (ppm)

Ipomoea batata 40,19 ± 33,42

Ageratum conyzoides L 41,05 ± 34,72

Wedellia trilobata 38,63 ± 32,36

Pennisetum sp 33,35 ± 32,92

41

Sri Ika Yuniarti, 2012 Seleksi Tumbuhan Remediator Logam Kromium Di Daerah Industri Sukaregang Garut

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Tabel 4.5 Nilai efesiensi empat jenis tumbuhan berdasarkan stasiun

pengamatan

Stasiun Jenis tumbuhan Nilai efesiensi

Stasiun I

Wedellia trilobata 42,44%

Ageratum conyzoides L 35,25%

Ipomoea batata 38,99%

Stasiun II

Wedellia trilobata 43,11%

Pennisetum sp 45,89%

Ipomoea batata 40,89%

Stasiun III

Pennisetum sp 68,89%

Wedellia trilobata 80,38%

Berdasarkan pada Tabel 4.5, menunjukan bahwa tumbuhan yang

memiliki efesiensi tertinggi sebagai tumbuhan remediasi yaitu , Wedellia

trilobata (80,38%) , Pennisetum sp (68,89%) yang terdapat pada stasiun III.

Uji kemampuan akumulasi logam Cr, dilakukan dengan menghitung

persen efesiensi remediasi oleh empat jenis tumbuhan yang ditemukan dapat

dilihat pada Tabel 4.

42

Sri Ika Yuniarti, 2012 Seleksi Tumbuhan Remediator Logam Kromium Di Daerah Industri Sukaregang Garut

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Tabel 4.6 Nilai efesiensi empat jenis tumbuhan

Berdasarkan pada Tabel 4.6, menunjukan bahwa tumbuhan yang

memiliki efesiensi tertinggi sebagai tumbuhan remediasi berturut-turut yaitu ,

Pennisetum sp (17,96%), Wedellia trilobata (16,08 %) , Ipomoea batata

(13,26%), dan yang paling terendah dimiliki oleh tumbuhan Ageratum

(11,75%).

B. PEMBAHASAN

1. Kondisi Lokasi Penelitian

Kondisi lokasi pengambilan sampel di daerah sungai Sukaregang

Garut sangat berbeda. Perbedaan fisik tersebut sangat jelas terlihat pada

kondisi sumber pengairan. Kondisi air sungai di ketiga stasiun sangat kotor dan

berwarna hitam, tetapi pada stasiun I dan II air sungainya berbau sedangkan

stasiun III tidak berbau. Hal ini menyebabkan bahwa pada stasiun I merupakan

daerah yang paling dekat dengan sumber pembuangan limbah, stasiun II

merupakan daerah perumahan, dimana masyarakat membuang limbah rumah

tangga langsung ke sungai tersebut dan juga terdapat beberapa industri yang

Jenis tumbuhan Efesiensi

remediasi (%)

Ipomoea batata 13,26 %

Ageratum conyzoides L 11,75 %

Wedellia trilobata 16,08%

Pennisetum sp 17,96%

43

Sri Ika Yuniarti, 2012 Seleksi Tumbuhan Remediator Logam Kromium Di Daerah Industri Sukaregang Garut

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

membuang limbahnya langsung ke badan sungai, sedangkan stasiun III

merupakan daerah persawahan dan banyak terlihat sampah-sampah yang

terdapat di sepanjang badan sungai.

Kondisi perairan yang terlihat tercemar di daerah Sukaregang tersebut

nampaknya disebabkan karena banyak pabrik yang membuang limbahnya ke

sungai ini. Pabrik-pabrik tersebut antara lain penyamakan kulit, pabrik tekstil

serta beberapa pabrik lainnya. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Kurnia et al.

(2004:253), banyak para pelaku industri biasanya membuang limbah ke badan

air atau sungai dengan atau tampa melalui proses pengelolahan terlebih dahulu.

Pembuangan limbah ke badan sungai tersebut tampa dilakukan pengelolahan

atau penanggulangan lebih lanjut akan menyebabkan badan sungai menjadi

kotor dan berbau. Air yang tercemar menunjukan ciri-ciri tertentu seperti

keruh, berwarna, berbau, pH jauh dari normal, sebagai bahan kimia berbahaya

serta Mikroorganisme yang dapat menggangu pengguna air.

2. Tumbuhan Agen Fitoremediasi

Berdasarkan hasil analisis, kandungan Cr pada tanah di setiap stasiun

sangat berbeda signifikan akan tetapi jenis tumbuhan yang hidup di setiap

stasiun memiliki jenis yang hampir sama namun ada tumbuhan yang berbeda di

setiap stasiun. Pada stasiun I yang memiliki kandungan Cr paling tinggi,

tumbuhan yang lebih dominan hidup yaitu Wedeliia trilobata (INP 49,57),

Ageratum conyzoides L (INP 37,03) dan Ipomoea batata (INP 33,64). Pada

stasiun II yang memiliki kandungan Cr pada tanahnya lebih rendah dari stasiun

44

Sri Ika Yuniarti, 2012 Seleksi Tumbuhan Remediator Logam Kromium Di Daerah Industri Sukaregang Garut

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

I, tumbuhan yang dominan hidup yaitu Wedeliia trilobata (INP 44,01),

Pennisetum sp (INP 41,15) dan Ipomoea batata (INP 32,77). Sedangkan pada

stasiun III yang jauh dari pembuangan industri yang memiliki kandungan Cr

paling rendah dari stasiun I dan II, jenis tumbuhan yang diminan hidup yaitu

Pennisetum sp (INP 73,23) dan Wedeliia trilobata (INP 44,11).

Tidak semua tumbuhan bertahan hidup pada kondisi tanah yang sudah

tercemar logam berat salah satunya yaitu logam kromium. Tumbuhan yang

dapat hidup di tanah yang sudah tercemar yaitu tumbuhan yang dapat

beradaptasi dan mengakumulasi pencemaran tanah dengan logam kromium.

Semua jenis tumbuhan memiliki kemampuan dalam mengakumulasi logam

berat kromium sehingga berbeda pula jenis tumbuhan yang hidup disekitar

sungai yang sudah tercemar oleh logam berat jenis kromium. Tumbuhan yang

dapat bertahan hidup tersebut dapat berpotensi untuk mengurangi atau

menghilangkan zat pencemar/ logam berat pencemar di dalam tanah.

Salah satu ciri dari tumbuhan fotoremediasi adalah dapat hidup pada

kondisi tanah yang tercemar logam berat. Sehingga 4 jenis tumbuhan yang

hidup dominan di atas memiliki potensi sebagai tumbuhan fitoremediasi sebab

tumbuhan ini memiliki kemampuan untuk bisa bertahan hidup di sepanjang

pinggiran sungai yang tercemar logam kromium.

3. Kandungan Cr Tanah

Dari hasil analisis kandungan Cr pada tanah, terlihat adanya

perbedaan pada setiap stasiun lokasi pengambilan sampel (Tabel 4.2). pada

ketiga stasiun, kandungan Cr tertinggi terdapat pada stasiun I, kemudian

45

Sri Ika Yuniarti, 2012 Seleksi Tumbuhan Remediator Logam Kromium Di Daerah Industri Sukaregang Garut

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

menurun pada stasiun II dan stasiun III. Hasil ini menunjukan bahwa semakin

jauh dari sumber pembuangan limbah, kandungan Cr pada tanah semakin

berkurang. Hal ini disebabkan karena unsur Cr yang terkandung di dalam air

akan terendam lebih banyak pada tanah yang paling dekat oleh sumber

tersebut. Oleh sebab itu, maka dapat di pahami mengapa pada stasiun I

kandungan Cr tanahnya lebih tinggi di bandingkan dengan stasiun II dan III.

Topografi lokasi yang tidak merata, dimana air sungai mengalir

melalui jalan air ke tempat yang lebih rendah. Keadaan ini memungkinkan air

sungai tetap membasahi seluruh stasiun dengan intensitas yang sama atau

hampir sama di setiap waktunya. Menurunnya kandungan Cr pada tanah

seiring dengan jauhnya jarak dari sumber pengairan, kemungkinan di

sebabkan dari proses pengendapan yang terjadi secara ilmiah, dimana unsur-

unsur yang terkandung dalam tanah akan mengendap di sepanjang sedimen

yang dilaluinya. Menurut Hutagalung (1991), logam-logam lingkungan pada

umumnya berada dalam bentuk ion. Ion-ion itu ada yang merupakan ion-ion

bebas, pasangan ion organik, ion-ion Cr dan bentuk ion-ion lainnya. Terjadi

pengendapan Cr pada tanah dapat disebabkan karena logam berat mempunyai

sifat yang mudah mengikat bahan organik selanjutnya mengendap didasar

perairan dan berikatan dengan partikel-partikel sedimen, sehingga konsentrasi

logam berat dalam sedimen semakin tinggi sedangkan konsentrasi di air

menjadi semakin berkurang.

Kandungan Cr yang tinggi pada tanah di stasiun I menggambarkan

bahwa tanah di daerah tersebut telah mencapai tingkan akumulasi Cr yang

46

Sri Ika Yuniarti, 2012 Seleksi Tumbuhan Remediator Logam Kromium Di Daerah Industri Sukaregang Garut

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

cukup tinggi. Pembuangan air limbah yang mengandung Cr dalam waktu yang

cukup lama diduga sebagai penyebab utamanya. Menurut Notohadiprawiro

(1999:13), kondisi pengairan akan mempengaruhi kondisi tanah pada suatu

lokasi, baik sifat maupun morfologinya. Air yang mengandung logam berat

dalam jumlah yang tinggi akan meningkatkan kandungan logam berat pada

sedimen yang dilaluinya.

Pada stasiun II yang merupakan daerah dekat perumahan ditemukan

juga kandungan Cr pada tanahnya. Meskipun kandungannya masih jauh di

bawah kandungan Cr tanah pada stasuin I, namun kandungan ini cukup tinggi.

kandungan Cr yang cukup tinggi di stasiun ini dapat disebabkan karena

kemungkinan adanya sumbangan limbah yang berasal dari limbah rumah

tangga mengikat sungai mengalir melewati pemukiman penduduk. Air sungai

yang mengandung limbah Cr tersebut kemudian mengendap di tanah. Menurut

Setyowati (2007), pemukiman padat penduduk menghasilkan limbah rumah

tangga yang berpotensi besar dalam mentransfer logam berat ke perairan,

karena sebagian besar penduduk akan membuang limbahnya ke sungai.

Mulyanto (2007) menyebutkan bahwa korosi pipa saluran air dan peralatan

rumah tangga juga menyumbangkan pasokan logam berat ke perairan.

Stasiun III yang jauh dari industri, ditemukan juga kandungan Cr pada

tanahnya walaupun jumlahnya lebih rendah dari stasiun I dan II. Hal ini

disebabkan karena tanah di pengaruhi oleh beberapa faktor seperti adanya

keragaman, heterogenitas dan perbedaan habitat mikro tanah pada masing-

masing jarak stasiun di lokasi tersebut. Menurut Huang dan Schnitzer (2004)

menyatakan bahwa pada jarak pada jarak yang sangat dekat (<1 mm)

komposisi partikel, jumlah air, jenis air, hara, gas pH dan kekuatan ion serta

47

Sri Ika Yuniarti, 2012 Seleksi Tumbuhan Remediator Logam Kromium Di Daerah Industri Sukaregang Garut

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

karakteristik fisikokimia tanah dapat bervariasi. Berikut di bawah ini

merupakan rata-rata kandungan kromium dalam tanah pada setiap stasiun

disajikan pada Gambar 4.5

Gambar. 4.5. Rata-rata kandungan Cr tanah pada setiap stasiun

Berdasarkan hal tersebut di atas, tentu sangat memungkinkan

terjadinya distribusi logam Cr pada jarak yang berbeda tidak sama. Faktor lain

yang juga dapat mempengaruhi perbedaan pendistribusian logam Cr adalah

erosi tanah pada saat musim hujan terutama pada tanah yang miring, sehingga

dapat menyebabkan hilangnya sebagian endapan logam yang telah terkandung

pada lapisan tanah tersebut (Connel & Miller, 1995). Disamping itu pula,

distribusi bahan pencemar berdasarkan kecepatan dan luar daerah tercemar

sangat bergantung pada keadaan geografi dan meteorology setempat (Wardana,

2005).

4. Kandungan Cr pada Organ Tumbuhan

Berdasarkan hasil dapat dilihat bahwa rata-rata kandungan Cr pada

organ daun, batang dan akar dari keempat jenis tumbuhan yang ditemukan

berbanding lurus dengan jarak stasiun pengambilan sampel. Semakin dekat

0

50

100

150

200

250

300

350

400

ST I ST II ST IIIkan

du

nga

n k

rom

ium

dal

am

tan

ah

lokasi penelitian

48

Sri Ika Yuniarti, 2012 Seleksi Tumbuhan Remediator Logam Kromium Di Daerah Industri Sukaregang Garut

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

jarak stasiun pengambilan sampel tumbuhan dengan sumber pencemaran Cr,

rata-rata kandungan Cr pada organ dari keempat tumbuhan tersebut cenderung

mengalami peningkatan. Peningkatan rata-rata kandungan Cr organ tersebut

dari jarak stasiun 1, 2, dan 3 dapat dilihat pada gambar 4.2

Gambar 4.5 Rata-rata Kandungan Cr pada Organ Daun, Batang, Akar dari

Keempat Jenis Tumbuhan yang Di Temukan pada Ketiga Stasiun

Berdasarkan Gambar 4.5, terlihat adanya perbedaan yang signifikan

antara kandungan Cr dalam daun, batang dan akar dari keempat tumbuhan

yang ditemukan di setiap stasiun. Kandungan Cr pada organ di keempat jenis

tumbuhan umumnya menurun mengikuti pola stasiun I>stasiun II>stasiun III,

di mana kandungannya seiring dengan jauhnya stasiun dari sumber pengairan.

Perbedaan kandungan Cr dalam organ tumbuhan di setiap stasiunnya

berhubungan dengan adanya perbedaan kandungan Cr tanah pada stasiun-

stasiun tersebut. Tingginya kandungan Cr pada organ daun, batang dan akar di

stasiun I disebabkan karena kandungan logam pada tanah di stasiun I lebih

0102030405060708090

100

Wed

ellia

tri

lob

ata

Age

ratu

m

Ipo

mo

ea b

atat

a

Wed

ellia

tri

lob

ata

Pen

nis

etu

m S

P

Ipo

mo

ea b

atat

a

Pen

nis

etu

m S

P

Wed

ellia

tri

lob

ata

1 2 3

ORGAN TUMBUHAN DAUN

ORGAN TUMBUHAN BATANG

ORGAN TUMBUHAN AKAR

49

Sri Ika Yuniarti, 2012 Seleksi Tumbuhan Remediator Logam Kromium Di Daerah Industri Sukaregang Garut

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

tinggi dibandingakan dengan stasiun II dan III (Tabel 4.2). stasiun I merupakan

stasiun yang paling dekat dengan sumber pembuangan limbah industri,

sehingga tumbuhan yang berada pada stasiun ini mengalami kontak langsung

yang lebih cepat dengan Cr, sehingga Cr yang lebih banyak terserap oleh

tumbuhan di stasiun ini. Dibanding dengan stasiun III, di samping karena

kaandungan Cr tanah yang rendah, kurangnya intensitas dan kontak dengan

sumber pembuang limbah menyebabkan kandungan Cr dalam tanah tidak

banyak terserap oleh tumbuhan. Akan tetapi berdasarkan uji statistik bahwa ke

empat jenis tumbuhan dalam menyerap logam kromium tidak berbeda

signifikan. hal tersebut di sebabkan karena lokasi pengambilan sampel dari

keempat tumbuhan sama-sama tercemar. Kandungan Cr pada tumbuhan lebih

rendah dibandingan dengan kadar Cr di dalam tanah. Hal ini dikarenakan tanah

merupakan komponen utama yang akan dilalui oleh logam berat yang

didistribusikan melalui berbagai sumber.

Menurut Salisbury dan Ross (1995:139) bahwa spesies tumbuhan

secara genetis sangat beragam kemampuannya untuk toleran atau tidak toleran

terhadap unsur yang tak toleran seperti kroimum, timbal, cadmium, dan

sebagainya pada jumlah yang dapat meracuni. Menurut Shresta (2003:52),

kemampuan tumbuhan untuk resisten terhadap logam berat ditentukan secara

genetis dan dapat berubah karena proses adaptasi. Pada beberapa spesies unsur

logam berat diserap dalam jumlah yang terbatas, sehingga merupakan upaya

penghindaran daripada toleransi (Taylor, 1987 dalam Salisbury dan Ross,

1995:139). Menurut Darmono (1995:15), akumulasi logam dalam tumbuhan

50

Sri Ika Yuniarti, 2012 Seleksi Tumbuhan Remediator Logam Kromium Di Daerah Industri Sukaregang Garut

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

tidak hanya tergantung pada kandungannya dalam tanah, tetapi juga tergantung

pada unsur kimia dalam tanah, jenis logam, dan spesies tumbuhan.

Tidak semua tumbuhan bertahan hidup pada kondisi tanah yang sudah

tercemar logam berat salah satunya yaitu logam kromium. Tumbuhan yang

dapat hidup di tanah yang sudah tercemar yaitu tumbuhan yang dapat

beradaptasi dan mengakumulasi pencemaran tanah dengan logam kromium.

Semua jenis tumbuhan memiliki kemampuan dalam mengakumulasi logam

berat kromium sehingga berbeda pula jenis tumbuhan yang hidup disekitar

sungai yang sudah tercemar oleh logam berat jenis kromium. Tumbuhan yang

dapat bertahan hidup tersebut dapat berpotensi untuk mengurangi atau

menghilangkan zat pencemar/ logam berat pencemar di dalam tanah.

Penyerapan Cr berawal pada sel-sel akar. Akar memiliki aksudat

yang mengandung asam organik untuk membentuk kompleks bersama Cr,

sehingga menyebabkan Cr lebih mudah diambil oleh tumbuhan (Bartlett dan

James, 1988 dalam Panda dan Choudhury, 2005:100). Ion Cr (VI) masuk ke

dalam sel melalui protein transpor pada membran plasma. Protein transpor

yang dilalui oleh Cr (VI) yaitu protein chanel atau protein pembawa (carrier)

yang biasa digunakan untuk transpor sulfat atau Fe (III). Transport logam Cr

dalam akar menuju bagian pucuk tumbuhan, yaitu melalui bantuan transport

ligan dalam membran akar. Transport ligan tersebut kemudian membentuk

kompleks transport dengan logam yang akan menembus xylem dan terus

menuju sel daun. Setelah sampai di daun maka kompleks transpor ligan dengan

logam akan melewati plasmalemma, sitoplasma, dan tonoplasma untuk

51

Sri Ika Yuniarti, 2012 Seleksi Tumbuhan Remediator Logam Kromium Di Daerah Industri Sukaregang Garut

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

memasuki vakuola. Di dalam vakuola, kompleks transport tersebut bereaksi

dengan bagian terminal kompleks akseptor ligan untuk membentuk kompleks

akseptor logam. Kemudian transport ligan dilepas dan kompleks logam

terakumulasi dengan vakuola (Brooks, 1997 dalam Fuadi, 2007).

Menurut Fitter (1991 dalam Fuadi, 2007) salah satu mekanisme yang

mungkin dilakukan oleh tumbuhan dalam menghadapi konsentrasi toksis

logam berat adalah lokalisasi baik secara intraseluler dan ekstraseluler yang

biasanya terjadi pada akar. Cary et al. (1975:300) menjelaskan bahwa

tumbuhan mengakumulasi Cr dari larutan nutrien, tetapi menahan Cr tersebut

di dalam akar. Kromium yang terserap langsung dilokalisasikan pada organ

akar dalam bentuk yang kurang toksik. Menurunnya tingkat toksisitas Cr

diduga karena Cr tersebut menjadi immobile. Kroimum immobile ditahan oleh

senyawa yang mampu mengikat Cr seperti yang dipaparkan oleh Cary et al.

(1975:300), bahwa rintangan yang menghalangi translokasi Cr dari akar

menuju tajuk tumbuhan adalah adanya kompleks asam organik yang mengikat

Cr dan menyimpannya ke vakuola sel akar. Akumulasi Cr pada akar tumbuhan

mungkin disebabkan oleh adanya pengendapan oksida atau hidroksida pada

permukaan akar (Cary et al. 1975:301).

Kandungan Cr yang tergantung dalam daun mungkin juga disebabkan

oleh proses penyerapan yang terjadi di dalam akar. Penelitian yang dilakukan

oleh Schmidt (1996:807) memperlihatkan bahwa ternyata Cr terakumulasi

banyak di akar dan sangat sedikit diakumulasi ke daun. Nda (Suwondo,

2005:54) menyebutkan bahwa terjadinya akumulasi di akar juga disebabkan

52

Sri Ika Yuniarti, 2012 Seleksi Tumbuhan Remediator Logam Kromium Di Daerah Industri Sukaregang Garut

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

karena di akar terjadi serapan ion secara aktif, sehingga ion-ion logam tersebut

secara aktif terakumulasi di dalam epidermis akar. Sedangkan, kecenderungan

tingginya Kandungan Cr pada organ batang dibandingkan pada organ daun

kemungkinan disebabkan karena mekanisme berbeda yang terjadi pada

tumbuhan itu sendiri. Seperti penelitian Huffan dan Allaway (1973 dalam

Cervantez et al., 2001:337) menyebutkan bahwa pada kacang, Cr terakumulasi

hanya 0,1 % pada biji dan 98% terakumulasi pada akar.

Menurut Fitter & Hay (1991), ada 4 jenis mekanisme utama yang

mungkin dilakukan tumbuhan untuk menghadapi lingkungan toksis, yaitu:

a. Penghindaran (escape) fenologis, apabila stress yang terjadi pada

tumbuhan yang bersifat musiman, tumbuhan dapat menyesuaikan

hidupnya, sehingga tumbuh dalam musim yang cocok saja.

b. Eksklusi, tumbuhan dapat mengenal ion toksik dan mencegah agar tidak

terambil sehingga tidak mengalami toksisitas.

c. Penanggulangan (ameliorasi), tumbuhan mungkin mengabsorbsi ion

tersebut tetapi bertindak sedemikian rupa untuk meminimumkan

pengaruhnya. Jenisnya meliputi: pembentukan khelat (Chelation),

pengenceran, lokalitas bahkan ekskresi.

d. Toleransi, tumbuhan dapat mengembangkan sistem metabilosme yang

dapat berfungsi pada konsentrasi toksis yang potensial dengan molekul

enzim.

Berdasarkan hasil penelitian, diduga bahwa keempat tumbuhan yang

ditemukan pada masing-masing stasiun lokasi melakukan suatu mekanisme

53

Sri Ika Yuniarti, 2012 Seleksi Tumbuhan Remediator Logam Kromium Di Daerah Industri Sukaregang Garut

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

penanggulangan materi toksik (ameliorasi) dengan melakukan lokalisasi

dengan mengakumulasi ion logamnya pada bagian tertentu seperti pada daun,

batang dan akar. Selain itu,akumulasi Cr yang tinggi terdapat pada organ akar

yang merupakan jalur utama dalam penyerapan Cr melalui tanah. Akibat

pengaruh kecepatan absorbsi yang berubah-ubah (sesuai dengan kondisi

lingkungan), maka sering kali Cr terendap dibagian batang sebelum sampai

pada jaringan daun yang lebih jauh. Hasil ini juga sesuai dengan pernyataan

Cheng (2003), bahwa pola kandungan Cr pada tanaman bervariasi dan pada

umumnya mengikuti pola akar>batang>daun>bunga>buah>biji.

Kandungan Cr pada ke empat jenis tanaman yang ditemukan,

Wedeliia trilobata, Ageratum conyzoides L, Ipomoea batata, Pennisetum di

ketiga lokasi penelitian tidak berbeda secara signifikan (Tabel 4.4). Hal ini

disebabkan karena ketiga stasiun penelitian merupakan daerah tercemar limbah

industri penyamakan kulit sehingga kandungan Cr pada setiap jenis

tumbuhannya juga tidak berbeda secara signifikan. Selain faktor adanya

pencemaran akibat limbah industri, kondisi lingkungan serta pemukiman juga

turut mempengaruhi fisik air ketiga stasiun. Di stasiun II, beberapa meter dari

lokasi pegambilan sampel terlihat banyak rumah-rumah penduduk yang

terbentang di sepanjang sungai. Pada setiap beberapa meter di tepi sungai

terlihat adanya aliran-aliran limbah rumah tangga yang dialirkan langsung ke

sungai. Selain itu, banyaknya sampah yang menumpuk di sepanjang badan

sungai disebabkan karena warga di sekitar daerah ini belum memiliki tempat

pembuangan akhir sampah (TPA), sehingga sebagian besar sampah yang

54

Sri Ika Yuniarti, 2012 Seleksi Tumbuhan Remediator Logam Kromium Di Daerah Industri Sukaregang Garut

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

dibuang di sungai tersebut selain dikumpulkan lalu dibakar. Begitu juga

dengan stasiun III yang banyak terdapat sampah di sepanjang sungai.

5. Efesiensi Logam Cr pada Tumbuhan

Berdasarkan hasil pengamatan Tabel 4.5, menunjukan bahwa efesiensi

penyerapan logam Cr tertinggi berdasarkan stasiun pengamatan terdapat pada

tumbuhan Wedellia trilobata (80,38± %) yang terdapat pada stasiun III dan

efesiensi terendah terdapat pada tumbuhan Ageratum conyzoides L (35,25 ± %)

pada stasiun I. Sedangkan berdasarkan Tabel 4.6, jenis tumbuhan yang

memiliki nilai efesiensi tertinggi terdapat pada tumbuhan Pennisetum sp (17,96

± ) dan terendah dumiliki oleh tumbuhan Ageratum conyzoides L (11,75 ±).

Tumbuhan yang memiliki efesiensi yang tinggi terhadap logam Cr berbanding

lurus dengan daya serap logam. Efesiensi logam Cr pada tumbuhan meningkat

seiring dengan tingginya kandungan logam pada tanah. Berdasarkan hasil

yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa tumbuhan yang ditemukan di ketiga

stasiun yaitu Wedellia trilobata, Ageratum conyzoides L , Ipomoea batata,

Pennisetum, dapat menjadi alternatif tumbuhan agen fitoremediasi sebab

tumbuhan tersebut memiliki nilai efesiensi yang tinggi dalam menurunkan

konsentrasi Cr sehingga dapat memperbaiki kualitas tanah disekitar sungai

Sukaregang Garut.